Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN MASALAH

HALUSINASI DI RUMAH SAKIT PROF DR.SOEROJO


MAGELANG

Oleh:
Nama: Intan Nur Aslina Fidianti
NIM : 222020010046

PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KUDUS
2023

A. Pengertian
Ganguan Persepsi Sensori (Halusinasi) adalah perubahan persepsi terhadap stimulus
baik internal maupun eksternal yang disertai dengan respon yang berkurang, berlebihan atau
terdistorsi (PPNI, 2016). Halusinasi merupakan salah satu gejala yang sering ditemukan pada
klien dengan gangguan jiwa. Halusinasi identik dengan skizofrenia, seluruh klien dengan
skizofrenia diantaranya mengalami halusinasi. Halusinasi merupakan gangguan persepsi
dimana klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu penghayatan
yang dialami seperti suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksternal, persepsi
palsu. Berbeda dengan ilusi dimana klien mengalami persepsi yang salah terhadap stimulus,
salah persepsi pada halusinasi terjadi tanpa adanya stimulus eksternal yang terjadi. Stimulus
internal di persepsikan sebagai suatu yang nyata ada oleh klien.Halusinasi juga diartikan
hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan
rangsangan eksternal (dunia luar). Klien memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan
tanpa ada objek atau rangsangan yang nyata. Sebagai contoh klien mengatakan mendengar
suara padahal tidak ada orang yang berbicara.
B. Etiologi
1. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi adalah faktor resiko yang mempengaruhi jenis dan jumlah sumber
yang dapat dibangkitkan oleh individu untuk mengatasi stress. Diperoleh baik dari klien
maupun keluarganya. Faktor predisposisi dapat meliputi : faktor perkembangan,
sosiokultural, biokimia, psikologis dan genetic.
a) Faktor Perkembangan
Jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan hubungan interpersonal
terganggu, maka individu akan mengalami stress dan kecemasan.
b) Faktor Sosiokultural
Berbagai faktor di masyarakat dapat menyebabkan seseorang merasa disingkirkan,
sehingga orang tersebut merasa kesepian di lingkungan yang membesarkannya.
c) Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Jika seseorang mengalami
stress yang berlebihan maka di dalam tubuhnya akan dihasilkan suatu zat yang dapat
bersifat halusinogenik neurokimia seperti buffofenon dan dimethytranferase (DMP).
d) Faktor Psikologis
Hubungan interpersonal yang tidak harmonis serta adanya peran ganda bertentangan
yang sering diterima oleh seseorang akan mengakibatkan stress dan kecemasan yang
tinggi dan berakhir pada gangguan orientasi realitas.

2. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi yaitu stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai
tantangan, ancaman, atau tuntutan yang memerlukan energy ekstra untuk
menghadapinya. Adanya rangsangan dari lingkungan, seperti partisipasi klien dalam
kelompok, terlalu lama tidak diajak berkomunikasi, objek yang ada di lingkungan dan
juga suasana sepi atau terisolasi sering menjadi pencetus terjadinya halusinasi. Hal
tersebut dapat meningkatkan stress dan kecemasan yang merangsang tubuh
mengeluarkan zat halusinogenik.
C. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala pada pasien dengan halusinasi sebagai berikut :
 Subjektif
1. Mendengar suara bisikan atau melihat bayangan
2. Merasakan sesuatu melalui indera peraba, penciuman, atau pengecap
3. Menyatakan kesal
 Objektif
1. Distorsi sensori
2. Respon tidak sesuai
3. Bersikap seolah melihat, mendengar, mengecap, meraba, atau mencium sesuatu
4. Menyendiri
5. Melamun
6. Konsentrasi buruk
7. Disorientasi wakti, tempat, orang, dan situasi
8. Curiga
9. Melihat ke satu arah
10. Mondar- mandir
11. Bicara sendiri

D. Patofisiologi
Halusinasi berkembang melalui empat fase yaitu sebagai berikut:
1. Fase Pertama
Disebut juga dengan fase Comporting yaitu fase yang menyenangkan. Pada tahap
ini masuk dalam golongan nonpsikotik. Karakteristiknya : Klien mengalami stress,
cemas, perasaan perpisahan, rasa bersalah, kesepian yang memuncak, dan tidak dapat
diselesaikan. Klien mulai melamun dan memikirkan hal-hal yang menyenangkan, cara
ini hanya menolong sementara.
Perilaku klien : tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan bibir
tanpa suara, pergerakkan mata cepat, respons verbal yang lambat jika sedang asyik
dengan halusinasinya dan suka menyendiri.
2. Fase Kedua
Disebut dengan fase Condemming atau ansietas berat yaitu halusinasi menjadi
menjijikkan , termasuk dalam psikotik ringan. Karakteristik : pengalaman sensori
menjijikkan dan menakutkan, kecemasan meningkat, melamun, dan berfikir sendiri
jadi dominan. Mulai dirasakan ada bisikan yang tidak jelas. Klien tidak ingin orang
lain tahu, dan ia tetap dapat mengontrolnya.
Perilaku klien : meningkatnya tanda-tanda system syaraf otonom seperti
peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien asyik dengan halusinasinya dan
tidak bisa membedakan realitas.
3. Fase Ketiga
Adalah fase Controlling atau ansietas berat yaitu pengalaman sensori menjadi
berkuasa. Termasuk dalam gangguan psikotik.
Karakteristik : bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol, menguasai dan
mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak berdaya terhadap halusinasinya.
Perilaku Klien : Kemauan dikendalikan halusinasi , rentang perhatian hanya
beberapa menit atau detik. Tanda-tanda fisik berupa klien berkeringat, tremor, dan
tidak mampu mematuhi perintah.
4. Fase Keempat
Adalah fase Conquering atau panik yaitu klien lebur dengan halusinasinya.
Termasuk dalam psikotik berat.
Karakteristik : halusinasinya berubah menjadi mengancam, memerintah, dan
memarahi klien. Klien menjadi takut, tidak berdaya, hilang control, dan tidak dapat
berhubungan secara nyata dengan orang lain di lingkungan.
Perilaku Klien : perilaku terror akibat panik, potensi bunuh diri, perilaku
kekerasan, agitasi, menarik diri atau kakatonik, tidak mampu merespons terhadap
perintah kompleks, dan tidak mampu berespons lebih dari satu orang.

E. Penatalaksanaan Halusinasi
Penatalaksanaan klien skizofrenia yang mengalami halusinasi adalah dengan
pemberian obat-obatan dan tindakan lainnya. Psikofarmakologis, obat yang lazim
digunakan pada gejala halusinasi pendengaran yang merupakan gejala psikosis pada
klien skizofrenia adalah obat anti psikosis. Adapun kelompok obat yang umum
digunakan adalah Fenotiazin Asetofenazin (Tindal), Klorpromazin (Thorazine),
Flufenazine (Prolixine, Permitil), Mesoridazin (Serentil), Perfenazin (Trilafon),
Proklorperazin (Compazine), Promazin (Sparine), Tioridazin (Mellaril), Trifluoperazin
(Stelazine), Trifluopromazin (Vesprin) 60-120 mg, Tioksanten Klorprotiksen
(Taractan), Tiotiksen (Navane) 75-600 mg, Butirofenon Haloperidol (Haldol) 1-100
mg, Dibenzodiazepin Klozapin (Clorazil) 300-900 mg, Dibenzokasazepin Loksapin
(Loxitane) 20-150 mg, Dihidroindolon Molindone (Moban) 15-225 mg. (Abdul, 2015)

1. Penatalaksanaan Keperawatan
Psikoterapi suportif individual atau kelompok sangat membantu karena
berhubungan dengan maksud mempersiapkan klien kembali ke masyarakat, selain itu
terapi kerja sangat baik untuk mendorong klien bergaul dengan orang lain, klien lain,
perawat dan dokter. Diharapkan klien tidak mengasingkan diri karena dapat
membentuk kebiasaan yang kurang baik, dianjurkan untuk mengadakan permainan atau
latihan bersama, seperti therapy modalitas yang terdiri dari :
a) Terapi Aktivitas
1) Terapi Musik
Fokus pada : mendengar, memainkan alat music, bernyanyi yaitu menikmati
dengan relaksasi jenis music yang disukai klien.
2) Terapi Seni
Fokus : untuk mengekspresikan perasaan melalui berbagai pekerjaan seni.
Terapi menari
Fokus : untuk mengekspresikan perasaan klien melalui gerakan tubuh.

3) Terapi Relaksasi
Fokus : belajar dan praktek relaksasi dalam kelompok
Rasional : Meningkatkan partisipasi dan kesenangan klien dalam kehidupan.
4) Terapi Sosial
Klien belajar bersosialisasi dengan klien lain.
5) Terapi kelompok
a) Group Therapy (Terapi kelompok)
b) Terapeutik Group (Terapi terapeutik)
c) Adjuntive Group Activity Therapy (Terapi Aktivitas Kelompok)
6) Terapi Lingkungan
Suasana rumah sakit dibuat seperti suasana didalam keluarga ( home like
atmosphere).

F. . Pathway
G. Pemeriksaan Penunjang
1. Tes darah dan urine, untuk mendeteksi infeksi atau penyalahgunaan alkohol dan
NAPZA
2. EEG (elektroensefalogram), untuk memeriksa aktivitas listrik otak sehingga terlihat
apakah halusinasi disebabkan oleh epilepsy
3. Pemindaian CT scan dan MRI, untuk mendeteksi stroke dan kemungkinan adanya
cedera atau tumor di otak

H. Diagnosa keperawatan
Perumusan diagnosa keperawatan merupakan langkah keempat dari pengkajian
setelah pohon masalah. Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon
aktual atau potensial individu, keluarga atau masyarakat terhadap masalah kesehatan
klien/proses kehidupan
Masalah keperawatan klien yang muncul pada klien dengan Gangguan Persepsi
Sensori : Halusinasi adalah :
1. Risiko Mencederai diri sendiri dan orang lain.
2. Gangguan sensori persepsi : halusinasi.
3. Kerusakan interaksi sosial : menarik diri.
4. Harga diri rendah.
H.Intervensi Keperawatan
Dalam menyusun rencana keperawatan terlebih dahulu dirumuskan prioritas diagnosa
keperawatan.
Adapun prioritas diagnosa keperawatan adalah :
1) Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi.
Tujuan Umum : Klien tidak mengalami halusinasi.
Tujuan Khusus :
a) TUK 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya.
Kriteria Evaluasi : Ekspresi wajah bersahabat, menunjukkan rasa senang, ada kontak
mata, mau berjabat tangan, mau menyebutkan nama, mau menjawab salam, mau
duduk berdampingan dengan perawat, mau mengutarakan masalah yang dihadapi.
Intervensi :
1. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi
terapeutik :
a. Sapa klien dengan nama baik verbal maupun non verbal.
b.Perkenalkan diri dengan sopan.
c. Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien.
d.Jelaskan tujuan pertemuan.
e. Jujur dan menepati janji.
f. Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya.
g.Berikan perhatian kepada klien dan perhatikan kebutuhan dasar.

b) TUK 2 : Klien dapat mengenal halusinasinya.


Kriteria Evaluasi :
1) Klien dapat menyebutkan waktu, isi, frekuensi timbulnya halusinasi.
2) Klien dapat mengungkapkan perasaan terhadap halusinasinya.

Intervensi :
1) Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap.
2) Observasi tingkah laku terkait dengan halusinasinya : bicara dan tertawa tanpa
stimulus , memandang ke kiri / kanan / depan seolah-olah ada teman bicara.
3) Bantu klien mengenal halusinasinya :
a. Tanyakan apakah ada suara yang di dengar.
b. Jika ada, apa yang dikatakan.
c. Katakan bahwa perawat percaya klien mendengar suara itu , namun perawat,
sendiri tidak mendengarnya ( dengan nada bersahabat tanpa menuduh atau
menghakimi).
d. Katakan bahwa perawat akan membantu klien.
4) Diskusikan dengan klien :
a. Situasi yang menimbulkan / tidak menimbulkan halusinasi.
b. Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi ( pagi,siang,sore dan malam atau
jika sendiri, jengkel / sedih).
c. Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi (marah /
takut, sedih, senang) beri kesempatan mengungkapkan perasaan.

c) TUK 3 : Klien dapat mengontrol halusinasinya.


Kriteria Evaluasi :
a. Klien dapat menyebutkan tindakan untuk mengendalikan halusinasinya.
b. Klien dapat menyebutkan cara baru.
c. Klien dapat memilih cara mengatasi halusinasi seperti yang telah di diskusikan
dengan klien.
d. Klien dapat melaksanakan cara yang telah dipilih untuk mengendalikan
halusinasinya.
e. Klien dapat mengikuti terapi aktivitas kelompok.
Intervensi :
a. Identifikasi bersama klien tindakan yang dilakukan jika terjadi halusinasi ( tidur,
marah , menyibukkan diri, dll ).
b. Diskusikan manfaat dan cara yang digunakan klien.
c. Diskusikan cara baru untuk memutuskan / mengontrol timbulnya halusinasinya :
1. Katakan : “saya tidak mau dengar kamu” ( pada saat halusinasinya terjadi )
2. Menemui orang lain ( perawat / teman / anggota keluarga) untuk bercakap-cakap
atau mengatakan halusinasi yang di dengar.
3. Membuat jadwal kegiatan sehari-hari agar halusinasi tidak sempat muncul.
4. Meminta keluarga / teman / perawat, menyapa jika tampak bicara sendiri.
5. Bantu klien memilih dan melatih cara memutus halusinasi secara bertahap.
6. Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih.

d) TUK 4 : Klien dapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya.


Kriteria Evaluasi :
a. Keluarga dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat.
b. Keluarga dapat menyebutkan pengertian , tanda dan tindakan untuk mengendalikan
halusinasi.
Intervensi :
a. Anjurkan klien untuk memberitahu keluarga jika mengalami halusinasi.
b. Diskusikan dengan keluarga (pada saat keluarga berkunjung / pada saat kunjungan
rumah)
1. Gejala halusinasi yang dialami klien.
2. Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk memutus halusinasi.
3. Cara merawat anggota keluarga yang halusinasi di rumah : beri kegiatan, jangan
biarkan sendiri, makan bersama , berpergian bersama.
4. Beri informasi waktu follow up atau kapan perlu mendapat bantuan : halusinasi
tidak terkontrol dan resiko mencederai orang lain.

e) TUK 5 : Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik.


Kriteria Evaluasi :
a. Klien dan keluarga dapat menyebutkan manfaat, dosis, dan efek samping obat.
b. Klien dapat mendemonstrasikan penggunaan obat dengan benar.
c. Klien dapat informasi tentang penggunaan obat.
Intervensi :
a. Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis, frekuensi dan manfaat obat.
b. Anjurkan klien minta sendiri obat pada perawat dan merasakan manfaatnya.
c. Jelaskan cara menggunakan obat dengan prinsip 5 benar (obat, pasien, cara, waktu
pemberian, dan dosis
Strategi Pelaksanaan Pada Pasien Halusinasi
Pasien Keluarga
SP I p SP I k
1. Mengidentifikasi jenis halusinasi pasien 1. Mendiskusikan masalah yang
2. Mengidentifikasi isi halusinasi pasien dirasakan keluarga dalam merawat
3. Mengidentifikasi waktu halusinasi pasien pasien
4. Mengidentifikasi frekuensi halusinasi 2. Menjelaskan pengertian, tanda dan
pasien gejala halusinasi, dan jenis halusinasi
5. Mengidentifikasi situasi yang yang dialami pasien beserta proses
menimbulkan halusinasi terjadinya.
6. Mengidentifikasi respons pasien terhadap 3. Menjelaskan cara – cara merawat
halusinasi pasien halusinasi
7. Mengajarkan pasien menghardik 1.
halusinasi 2.
8. Menganjurkan pasien memasukkan cara
menghardik halusinasi ke dalam jadwal
kegiatan harian
SP II p SP II k
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian 1. Melatih keluarga mempraktikkan cara
pasien merawat pasien halusinasi
2. Melatih pasien mengendalikan halusinasi 2. Melatih keluarga melakukan cara
dengan cara bercakap-cakap dengan merawat langsung kepada pasien
orang lain halusinasi
3. Menganjurkan pasien memasukkan
kegiatan bercakap-cakap ke dalam
jadwal kegiatan harian
SP III p SP III k
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian 1. Membantu keluarga membuat
pasien jadwal aktivitas termasuk minum
2. Melatih pasien mengendalikan halusinasi obat.
dengan melakukan kegiatan (kegiatan 2. Menjelaskan follow up pasien
yang biasa dilakukan pasien di rumah)
3. Menganjurkan pasien memasukkan
kegiatan untuk mengendalikan halusinasi
ke dalam jadwal kegiatan harian
SP IV p
1. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian
pasien
2. Memberikan pendidikan kesehatan
tentang penggunaan obat secara teratur
3. Menganjurkan pasien memasukkan
aktivitas minum obat ke dalam jadwal
kegiatan harian
I.DAFTAR PUSTAKA

Azizah, L.M. 2021. Keperawatan Jiwa Aplikasi Praktik Klinik. Edisi 1. Yogyakarta : Graha

Ilmu.

Damaiyanti, M. 2022. Asuhan Keperawatan Jiwa, Samarinda : Refika Aditama.

Direja, Ade Herman Surya. 2021. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha

Medika.

Fitria, Nita. 2022. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi

Pelaksanaan Tindakan Keperawatan.Jakarta: Salemba Medika.

Keliat, Budi Anna. 2018. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas CMHN (Basic Course).

Jakarta: EGC

Kusumawati & Hartono. 2022. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba Medika.

Maramis, W.F. 2018. Ilmu Kedokteran Jiwa (Edisi 9). Surabaya: Airlangga University Press.

Trimelia. 2019. Asuhan Keperawatan Klien Halusinasi. Jakarta: Trans Info Media.

Anda mungkin juga menyukai