Oleh :
Irma Pratama Nurussa’adah
P17230193056/3B
Hari :
Tanggal :
Judul :
Pembimbing Institusi
1. Definisi
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami perubahan
sensori persepsi : merasakan sensori palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan
atau penghidu ( Direja 2011). Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori tentang suatu
objek atau gambaran dan pikiran yang sering terjadi tanpa adanya rangsangan dari luar yang
dapat meliputi semua sistem penginderaan. Halusinasi hilangnya kemampuan manusia
dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar).
Klien memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan tanpa ada objek atau rangsangan
yang nyata (Kusumawati, 2012).
Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan ransangan internal
(pikiran) dan rangsangan ekternal (dunia luar). Klien memberi persepsi atau pendapat
tentang lingkungan tanpa objek atau rangsangan yang nyata. Sebagai contoh klien
mendengarkan suara padahal tidak ada orang yang berbicara (Kusumawati & Hartono,
2010). Halusinasi pendengaran atau akustik adalah kesalahan dalam mempersepsikan suara
yang disengar klien. Suara bisa menyenangkan, ancaman, membunuh, dan merusak (yosep,
2010).
Dampak yang muncul akibat gangguan halusinasi adalah hilangannya kontrol diri yang
menyebabkan seseorang menjadi panik dan perilakunya dikendalikan oleh halusinasi.
Akibatnya akan menyebabkan timbulnya respon maladaptif seperti mencederai diri sendiri,
orang lain, dan lingkungan, perilaku kekerasan serta bunuh diri (Scott, 2017).
2. Patofisiologi
Fase pertama Disebut juga dengan fase comforting yaitu fase menyenangkan.
Pada tahap ini masuk dalam golongan nonpsikotik. Karakteristik: klien mengalami stres,
cemas, perasaan perpisahan, rasa bersalah, kesepian yang memuncak, dan tidak daapat
diselesaikan. Kien mulai melamun dan memikirkan hal hal yang menyenangkan, cara ini
hanya menolong sementara.
Perilaku klien: tersenyum dan tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan bibir
tanpa suara, pergerakan mata cepat, respons verbal yang lambat jika sedang asik dengan
halusinasinya, dan suka menyendiri.
Fase kedua Disebut dengan fase condemmingatau ansietas berat yaitu halusinasi
menjadi menjijikan. Termasuk dalam psikotik ringan. Karakteristik: pengalaman sensori
menjijikan dan menakutkan, kecemasan meningkat, melamun dan berfikir sendiri jadi
dominan. Mulai dirasakan ada bisikan yangtidak jelas. Klien tidak ingin orang lain tahu,
dan ia tetap dapat mengontrolnya.
Perilaku klien: meningkatnya tanda-tanda sistem saraf otonom seperti
peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Klien asik dengan halusinasinya dan
tidak bisa membedakan realitas.
Fase ketiga Disebut juga dengan fase controllingatau ansietas berat yaitu
pengalaman sensori menjadi berkuasa. Termasuk dalam gangguan psikotik.
Karakteristik: bisikan, suara, isi halusinasi semakin menonjol, menguasai dan
mengontrol klien. Klien menjadi terbiasa dan tidak berdaya terhadap halusinasinya.
Perilaku klien: kemauan dikendalikan halusinasi, rentang perhatian hanya
beberapa menit atau detik. Tanda-tanda fisik berupa klien berkeringat, tremor dan tidak
mampu mematuhi perintah.
Fase keempat Disebut juga fase conqueringatau panik yaitu klien lebur dengan
halusinasinya. Termasuk dalam psikotik berat. Karakteristik: halusinasinya berubah
menjadi mengancam, memerintah dan memarahi klien. Klien menjadi takut, tidak
berdaya, hilang kontrol, dan tidak dapat berhubungan secaranyata dengan orang lain
dilingkungannya.
Perilaku klien: perilaku teror akibat panik, potensi bunuh diri, perilaku kekerasan,
agitasi, menarik diri atau katatonik, tidak mampu merespon terhadap perintah kompleks,
dan tidak mampu berespons lebih dari satu orang.
3. Gejala Halusinasi
Menurut Hamid (2000), perilaku klien yang terkait dengan halusinasi adalah sebagai
berikut:
a. Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai
b. Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara
c. Gerakan mata cepat
d. Respon verbal lambat atau diam
e. Diam dan dipenuhi oleh sesuatu yang mengasyikkan
f. Terlihat bicara sendiri
g. Menggerakkan bola mata dengan cepat
h. Bergerak seperti membuang atau mengambil sesuatu
i. Duduk terpaku, memandang sesuatu, tiba-tiba berlari ke ruangan lain
j. Disorientasi (waktu, tempat, orang)
k. Perubahan kemampuan dan memecahkan masalah
l. Perubahan perilaku dan pola komunikasi
m. Gelisah, ketakutan, ansietas
n. Peka rangsang
o. Melaporkan adanya halusinasi
4. Poses Terjadinya Masalah
Faktor predisposisi klien halusinasi menurut (Damaiyanti dkk, 2012):
1. Faktor predisposisi
2. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi merupakan stimulus yang dipersepsikan oleh individu sebagai
tantangan, ancaman, atau tuntutan yang memerlukan energi ekstra untuk
menghadapinya. Seperti adanya rangsangan dari lingkungan, misalnya partisipasi
klien dalam kelompok, terlalu lama tidak diajak komunikasi, objek yang ada di
lingkungan dan juga suasana sepi atau terisolasi, sering menjadi pencetus terjadinya
halusinasi. Hal tersebut dapat meningkatkan stress dan kecemasan yang merangsang
tubuh mengeluarkan zat halusinogenik (Fitria 2012). Penyebab Halusinasi dapat
dilihat dari lima dimensi yaitu :
1. Dimensi fisik Halusinasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik seperti
kelelahan yang luar biasa, penggunaaan obat-obatan, demam hingga delirium,
intoksikasi alkohol dan kesulitan untuk tidur dalam waktu yang lama.
2. Dimensi Emosional Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak
dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu terjadi. Isi dari halusinasi dapat
berupa perintah memaksa dan menakutkan. Klien tidak sanggup lagi menentang
perintah tersebut hingga dengan kondisi tersebut klien berbuat sesuatu terhadap
ketakutan tersebut.
3. Dimensi Intelektual Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu
dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan fungsi ego. Pada awalnya
halusinasi merupakan usaha dari ego sendiri untuk melawan impuls yang menekan,
namun merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang dapat mengambil
seluruh perhatian klien dan tidak jarang akan mengontrol semua perilaku klien.
4. Dimensi Sosial Klien mengalami interaksi sosial dalam fase awal dan comforting,
klien meganggap bahwa hidup bersosialisasi di alam nyata sangat membahayakan.
Klien asyik dengan Halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk
memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan harga diri yang tidak
didapatkan dakam dunia nyata.
5. Dimensi Spiritual Secara sepiritual klien Halusinasi mulai dengan kehampaan
hidup, rutinitas tidak bermakna, hilangnya aktifitas ibadah dan jarang berupaya
secara sepiritual untuk menyucikan diri. Saat bangun tidur klien merasa hampa dan
tidak jelas tujuan hidupnya. Individu sering memaki takdir tetapi lemah dalam upaya
menjemput rezeki, menyalahkan lingkungan dan orang lain yang menyebabkan
takdirnya memburuk. (Damayanti dkk, 2012)
5. Jenis-Jenis Halusinasi
Jenis-jenis halusinasi menurut Trimelia (2011) :
1. Halusinasi Pendengaran ( auditory ) Mendengar suara yang membicarakan,
mengejek, menertawakan, mngancam, memerintahkan untuk melakukan sesuatau
(kadangkadang hal yang berbahaya). Perilaku yang muncul adalah mengarahkan
telinga pada sumber suara, bicara atau tertawa sendiri, marah-marah tanpa sebab,
menutup telinga, mulut komat-kamit, dan adanya gerakan tangan.
2. Halusinasi Pengihatan (visual) Stimulus penglihatan dalam bentuk pencaran
cahaya, gambar, orang atau panorama yang luas dan kompleks, biasanya
menyenangkan atau menakutkan. Perilaku yang muncul adalah tatapan mata pada
tempat tertentu, menunjuk kearah tertentu, serta ketakutan pada objek yang dilihat.
3. Halusinasi Penciuman (Olfaktori) Tercium bau busuk, amis, dan bau yang
menjijikan seperti :darah, urine atau feses, kadang-kadang terhidu bau harum seperti
parfum. Perilaku yang muncul adalah ekspresi wajah seperti mencium, mengarahkan
hidung pada tempat tertentun dan menutup hidung.
4. Halusinasi pengecapan (gustatory) Merasa mengecap sesuatu yang busuk, amis,
dan menjijikkan, seperti rasa darah, urine, dan feses. Perilaku yang muncul adalah
seperti mengecap, mulut seperti gearakan mengunyah sesuatu sering meludah,
muntah.
5. Halusinasi Perabaan (taktil) Mengalami rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus
yang terlihat, seperti merasakan sensasi listrik datang dari tanah, benda mati atau
orang lain, merasakan ada yang menggerayangi tubuh seperti tangan, binatang kecil
dan mahluk halus. Perilaku yang muncul adalah mengusap, menggaruk-garuk atau
meraba-raba permukaan kulit, terlihat menggerak-gerakan badan seperti merasakan
sesuatu rabaan
6. Pohon Masalah
7. Penatalaksanaan Medis
Menurut Struat, Laraia (2009) Penatalaksanaan klien skizofrenia yang mengalami
halusinasi adalah dengan pemberian obat-obatan dan tindakan lain (Muhith, 2015).
a. Psikofarmakologis,
Obat yang lazim digunakan pada gejala halusinasi pendengaran yang merupakan
gejala psikosis pada klien skizofrenia adalah obat anti psikosis. Adapun kelompok
yang umum digunakan adalah :
Kelas kimia Nama generik (dagang) Dosis harian Fenotiazin Tiodazin (Mellaril) 2-40
mg Tioksanten Kloprotiksen (Tarctan) Tiotiksen (Navane) 75-600 mg 8-30 mg
Butirofenon Haloperidol (Haldol ) 1-100 mg Dibenzodiasepin Klozapin (Clorazil)
300-900b.
b. Terapi kejang listrik
Terapi kejang listrik adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang grandmall secara
artificial dengan melewatkan aliran listrik melalui electrode yang dipasang pada satu
atau dua temples, terapi kejang listrik dapat diberikan pada skizofrenia yang tidak
mempan dengan terapi neuroleptika oral atau injeksi dosis terapi kejang listrik 4-5
joule/detik.
8. Diagnosa Keperawatan
1. Halusinasi
a. Definisi
Halusinasi adalah terjadinya gangguan pada penglihatan, suara, sentuhan,
bau maupun rasa tanpa stimulus eksternal terhadap organ-organ indera
b. Tanda dan gejala
Mayor
Subjektif Objektif
Minor
Subjektif Objektif
Intervensi Rasional
Dalami dkk. 2009. Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Jiwa . Jakarta Timur : CV Trans
Info Medika .
Farida dan Yudi . 2011 . Buku Ajar Keperawatan Jiwa . Jakarta : Salemba Medika
Fitria Nita . 2009 . Laporan Pendahuluan dan Strategi Pelaksanaan . Jakarta : Salemba Medika.
Fitri F dan Julianti W. 2005 . Psikologi Abnormal . Jakarta : Universitas Indonesia.
Ellina, A. (2012). Pengaruh Terapi Aktifitas Kelompok (TAK) Stimulasi Persepsi Sessi 1-3
Terhadap Kemampuan Mengendalikan Halusinasi Pada Pasien Skizofrenia Hebefrenik.
Strada Jurnal Ilmiah Kesehatan, 1(1), 56-62.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Tindakan Keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI