Anda di halaman 1dari 12

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA Tn.

S DENGAN HALUSINASI
PENDENGARAN

Untuk Memenuhi Tugas Praktek Klinik Stase Keperawatan Jiwa Prodi Pendidikan
Profesi Ners Universitas Bumi Persada Lhokseumawe

Disusun Oleh:
ULANDARI
NIM. 21020210

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN TEKNOLOGI DAN SAINS
UNIVERSITAS BUMI PERSADA LHOKSEUMAWE
2023
LAPORAN PENDAHULUAN
HALUSINASI PENDENGARAN

A. Konsep Dasar
1. Pengertian.
a. Perubahan Sensori Persepsi
Adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami perubahan dalam jumlah dan
pola dari stimulus yang mendekati (yang diprakarsai secara internal /
eksternal)disertai dengan suatu pengurangan berlebih-lebihan distorsi atau
kelainan berespon terhadap suatu stimulus. (Townsend,1998)
b. Halusinasi
Adalah persepsi klien terhadap lingkungan tanpa stimulus yang nyata artinya
klien menginterprestasikan sesuatu yang nyata tanpa stimulus / rangsangan dari
luar. (Maramis, 1980)
c. Halusinasi
Merupakan reaksi terhadap stress dan usaha dari alam tak sadar untuk melindungi
egonya atau pernyataan simbolik dari gangguan psikotik individu. Halusinasi
adalah gejala sekunder dari Skizofrenia dank lien dengan skizofrenia 70 %
mengalami halusinasi pendengaran dan 20 % mengalami campuran antara
halusinasi pendengaran dan halusinasi penglihatan. (Stuart dan Sundeen, 1995).
Pada klien dengan gangguan jiwa ada beberapa jenis halusinasi dengan
karakteristik tertentu, diantaranya :
1) Halusinasi pendengaran
Karakteristik ditandai dengan mendengar suara, teruatama suara– suara
orang, biasanya klien mendengar suara orang yang sedang membicarakan
apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan
sesuatu.
2) Halusinasi penglihatan
Karakteristik ditandai dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk
pancaran cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun
dan / atau panorama yang luas dan kompleks. Penglihatan bisa
menyenangkan atau menakutkan.

1
3) Halusinasi penghidu
Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang
menjijikkan.
seperti: darah, urine atau feses. Kadang–kadang terhidu bau harum.
Biasanya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan dementia.
4) Halusinasi peraba
Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa
stimulus yang terlihat.
Contoh: merasakan sensasi listrik datang dari tanah, benda mati atau orang
lain.
5) Halusinasi pengecap
Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan
menjijikkan.
6) Halusinasi sinestetik
Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh.
Seperti darah mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau
pembentukan urine.
2. Etiologi
Menurut Mary Durant Thomas (1991), Halusinasi dapat terjadi pada klien
dengan gangguan jiwa seperti skizoprenia, depresi atau keadaan delirium, demensia
dan kondisi yang berhubungan dengan penggunaan alkohol dan substansi lainnya.
Halusinasi adapat juga terjadi dengan epilepsi, kondisi infeksi sistemik dengan
gangguan metabolik. Halusinasi juga dapat dialami sebagai efek samping dari
berbagai pengobatan yang meliputi anti depresi, anti kolinergik, anti inflamasi dan
antibiotik, sedangkan obat-obatan halusinogenik dapat membuat terjadinya
halusinasi sama seperti pemberian obat diatas. Halusinasi dapat juga terjadi pada saat
keadaan individu normal yaitu pada individu yang mengalami isolasi,
perubahan sensorik seperti kebutaan, kurangnya pendengaran atau adanya
permasalahan pada pembicaraan.
Penyebab halusinasi pendengaran secara spesifik tidak diketahui namun banyak
faktor yang mempengaruhinya seperti faktor biologis, psikologis, sosial budaya,dan
stressor pencetusnya adalah stress lingkungan, biologis, pemicu masalah sumber-
sumber koping dan mekanisme koping.

2
a. Faktor Predisposisi
1) Biologis
 Gangguan perkembangan dan fungsi otak / susunan saraf pusat dapat
menimbulkan gangguan realita
 Gejala yang mungkin muncul adalah: hambatan dalam belajar,
berbicara, daya ingat dan muncul perilaku menarik diri dan prilaku
kekerasan.
2) Psikologis
 Sikap dan keadaan keluarga juga lingkungan
 Psikologis klien : pola asuh pada usia kanak-kanak yang tidak adekuat,
misalnya tidak ada kasih sayang dan diwarnai kekerasan dalam keluarga.
 Orientasi realita adalah: penolakan atau tindakan kekerasan
dalam rentang hidup klien.
3) Sosial budaya
 Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita
 Kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan,
bencana alam, kerawanan keamanan)
 Kehidupan yang terisolir disertai stress yang menumpuk
b. Faktor Presipitasi
1) Proses pengolahan informasi yang berlebihan
2) Mekanisme penghantaran listrik yang abnormal
3) Adanya gejala pemicu
c. Patopsikologi
Proses terjadinya halusinasi
Halusinasi berkembang melalui empat fase, yaitu sebagai berikut :
1) Fase pertama / Tahap comforting (ansietas sedang) Yaitu fase menyenangkan
a) Pada tahap ini masuk dalam golongan nonpsikotik.
b) Karakteristik : Klirn mengalami stress, cemas ringan, perasaan
perpisahan, kesepian yang memuncak, dan tidak dapat diselesaikan.
c) Gejala : Klien mulai melamun, memikirkan hal-hal yang menyenangkan,
cara ini hanya menolong sementara.
d) Perilaku klien : Tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai,
menggerakkan bibir tanpa suara, menggerakkan mata cepat, respon verbal

3
yang lambat jika sedang asyik dengan halusinasinya, dan suka
menyendiri.
2) Fase kedua / Tahap condemming (ansietas berat) Yaitu halusinasi menjadi
menjijikkan
a) Pada tahap ini termasuk dalam psikotik ringan
b) Karakteristik : Pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan,
kecemasan meningkat, melamun, dan berfikir sendiri jadi dominan.
c) Gejala : Mulai dirasakan ada bisikan yang tidak jelas, klien tidak
ingin ada orang lain tahu, dan ia tetap dapat mengontrolnya.
d) Perilaku klien : Meningkatnya tanda-tanda system saraf otonom
seperti peningkatan denyut jantung dan tekanan darah, klien asyik dengan
halusinasinya, dan tidak bisa membedakan realitas.
3) Fase ketiga / Tahap controling (ansietas berat) Yaitu pengalaman sensori
menjadi berkuasa.
a) Pada tahap ini termasuk dalam gangguan psikotik
b) Karakteristik : Klien mendengar bisikan, suara, isi halusinasi semakin
menonjol, menguasai dan mengontrol klien
c) Gejala : Klien menjadi terbiasa, dan tidak berdaya terhadap
halusinasinya.
d) Perilaku klien : Kemauan dikendalikan halusinasi, rentang perhatian
hanya beberapa menit atau detik, tanda-tanda fisik berupa klien
berkeringat, tremor, dan tidak mampu mematuhi perintah.
4) Fase keempat / Tahap conquering (panik) Yaitu Klien lebur dengan
halusinasinya
a) Pada tahap ini termasuk dalam psikotik berat
b) Karakteristik : Halusinasinya berubah menjadi mengancam, memerintah,
dan memarahi klien
c) Gejala : Klien menjadi takut, tidak berdaya, hilang kontrol, dan tidak
dapat berhubungan secara nyata dengan orang lain dan lingkungan.
d) Perilaku klien : Perilaku teror akibat panik, potensi bunuh diri, perilaku
kekerasan, agitasi, menarik diri tau katatonik, tidak mampu merespon
terhadap perintah kompleks, dan tidak mampu berespon lebih dari satu
orang.
3. Identifikasi adanya perilaku halusinasi
4
a. Isi halusinasi
1) Menanyakan suara siapa yang didengar
2) Apa bentuk bayangan yang dilihat
3) Bau apa yang tercium
4) Rasa apa yang dikecap
5) Merasakan apa dipermukaan tubuh
b. Waktu dan frekuensi halusinasi
1) Kapan pengalaman halusinasi itu muncul
2) Bila mungkin klien diminta menjelaskan kapan persis waktu
terjadinya halusinasi tersebut
c. Situasi pencetus halusinasi
1) Menanyakan kepada klien peristiwa atau kejadian yang dialami sebelum
halusinasi muncul
2) Mengobservasi apa yang dialami klien menjelang munculnya
halusinasi
d. Respon klien
1) Apa yang dilakukan oleh klien saat mengalami pengalaman
halusinasi
2) Apakah masih bisa mengontrol stimulus halusinasi atau sudah tidak berdaya
lagi terhadap halusinasi.

4. Rentang respon halusinasi / neurobiologik


R. Adaptif R. Maladaptif

a. Pikiran logis b. Ilusi a. Gangguan pikiran


b. Persepsi akurat c. Reaksi emosi b. Halusinasi
c. Emosi konsisten berlebihan atau kurang c. Kesukaran proses
d. Dengan pengalaman d. Perilaku yang tidak d. Emosi
e. Perilaku sesuai biasa e. Perilaku disorganisasi
f. Berhubungan sosial e. Menarik diri f. Isolasi sosial

(Stuart dan Laraia, 1998)

a. Distorsi pikiran

5
5. Tanda dan Gejala
a. Bicara dan senyum sendiri
b. Mendengar suara-suara
c. Marah-marah, gelisah
d. Merusak / menyerang, bermusuhan
e. Menarik diri dan menghindar dari orang lain
f. Lebih banyak berdiam diri / menyendiri
g. Tidak bisa membedakan hal-hal (stimulus) nyata dan tidak nyata.
h. Tidak dapat memusatkan perhatian / konsentrasi
i. Ekspresi muka tegang dan mudah tersinggung

6. Akibat
a. Mencederai diri / orang lain / lingkungan
b. Bermusuhan dan perilaku kekerasan

B. Pohon Masalah

Risiko menciderai diri sendiri dan orang lain

Ketidak efektifan Gangguan


penatalaksanaan program pemeliharaan
perubahan
terapeutik kesehatan
sensori/persepsi :
halusinasi pend

Isolasi sosial : menarik diri Defisit perawatan


diri : mandi dan berhias
Ketidak efektifan koping
keluarga : ketidak mampuan Gangguan konsep diri : harga diri
rendah kronis
keluarga merawat klien di
rumah

6
C. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji
1. Isolasi sosial: menarik diri
2. Gangguan sensori persepsi: halusinasi pendengaran
3. Risiko perilaku kekerasan terhadap diri sendiri, orang lain dan lingkungan
4. Gangguan konsep diri: harga diri rendah
5. Ketidakefektifan penatalaksanaan program terapeutik
6. Defisit perawatan diri: mandi dan berhias
7. Ketidakefektifan keluarga: ketidakmampuan keluarga merawat klien dirumah
8. Gangguan pemeliharaan kesehatan

D. Diagnosa keperawatan dan prioritas


1. Resiko menciderai pada diri sendiri, orang lain dan lingkungan
berhubungan dengan halusinasi
2. Perubahan persepsi sensorik: halusinasi berhubungan dengan menarik diri
3. Isolasi sosial: menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah
4. Defisit perawatan diri: Mandi/kebersihan berhubungan dengan
ketidakmampuan dalam merawat diri
5. Perubahan proses pikir: Waham berhubungan dengan harga diri rendah kronis
6. Penatalaksanaan regimen terapeutik inefektif berhubungan dengan koping keluarga
tak efektif
7. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan menarik diri.
8. Gangguan pola tidur berhubungan dengan halusinasi
9. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan harga diri rendah

E. Rencana tindakan keperawatan


1. Resiko menciderai diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan dengan
halusinasi
a. Tujuan Umum : klien tidak menciderai diri sendiri, orang lain dan
lingkungan.
b. Tujuan khusus :
1) Klien dapat membina hubungan saling percaya
Kriteria evaluasi:
Ekspresi wajah bersahabat, menunjukan rasa senang, ada kontak mata, mau
berjabat tangan, mau menyebutkan nama, menjawab salam, duduk

7
berdampingan dengan perawat, dan mau mengutarakan masalah yang
dihadapinya.
Intervensi :
Bina Hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi
terapeutik
a) Sapa klien dengnramah baik verbal maupun non verbal
b) Perkenalkan diri dengan sopan
c) Tanyakan nama lengkap dan nama panggilan yang disukai klien
d) Jelaskan tujuan pertemuan
e) Tunjukan sikap empati dan memerima klien apa danya
f) Beri perhatian pada klien dan perhatikan kebutuhan dasar klien
2) Klien dapat mengenal halusinasinya
Kriteria hasil:
a) Klien dapat menyebutkan waktu, isi, frekuensi timbulnya halusinasi
b) Klien dapat mengungkapkan perasaan terhadap
halusinasinya
Intervensi:
a) Adakan kontak sering dan singkat
b) Observasi perilaku (verbal/non verbal) yang berhubungan dengan
halusinasiny
c) Bantu klien mengenal halusinasinya
 Jika menemukan klien yang sedang halusinasi, tanyakan apakah ada
suara yang terdengar
 Jika klien menjawab ada, lanjutkan apa yang dikatakan oleh suara
tersebut
 Katakan bahwa perawat percaya klien mendengar suara itu, namun
perawat tidak mendengar
 Katakan bahwa klien yang lain juga ada yang seperti klien
 Katakan bahwa perawat akan membantu klien
d) Diskusikan dengan klien
 situasi yang menimbulkan dan tidak menimbulkan halusinasi
 waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang, malam, atau
jika sendiri, jengkel atau sedih)

8
 diskusikan dengn klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi
(marah, sedih, senang) beri kesemapatan mengungkapkan perasaanya.
3) Klien dapat mengontrol halusinasinya
Kriteria hasil:
a) Klien dapat menyebutkan tindakan yang bisa dilakukan untuk
mengontrol halusinasinya
b) Klien dapat menyebutkan cara baru
c) Klien dapat memilih cara untuk mengatasi halusinasi seperti yang telah
didiskusikan dengan klien
d) Klien dapat melaksanakan cara yang dipilih untuk
mengendalikan halusinasinya
e) Klien dapat mengikuti TAK
Intervensi:
a) Identifikasi bersama klien tindakan yng bisa dilakukan untuk
mengendalikan halusinasinya
b) Diskusikan manfaat dan cara yang digunakan klien, jika bermanfaat
beri pujian
c) Diskusikan cara baru untuk mengontrol timbulnya halusinasi:
 Katakan “saya tidak mau dengan kamu” (nada saat halusiansi terjadi)
 Menemui perawat atau teman dan keluarga untuk bercakap-cakap
dan untuk mengatakan halusinasi yang didengar
 Membuat jadwal kegiatan sehari-hari agar halusinasi tidak muncul
 Bantu klien untuk memilih dan melatih cara memutus
halusinasi secara bertahap
 Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih, evaluasi
hasilnya dan beri pujian jika berhasil
 Anjurkan klien mengikuti TAK
4) Klien mendapat dukungan keluarga dalam mengontrol
halusinasinya
Intervensi:
a) Anjurkan klien untuk memberitahu keluarga ketika mengalami
halusinasi
b) Lakukan kunjungan rumah: Diskusikan dengan keluarga tentang:

9
 Halusinasi klien
 Cara memutuskan hausinasi
 Cara merawat anggota keluarga halusinasi
 Cara memodifikasi lingkungan untuk menurunkan kejadian
halusinasi
 Cara memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan pada saat
mengalami halusinasi

5) Klien dapat menggunakan obat untuk mengontrol halusinasinya


Intervensi:
a) Diskusikan dengan klien tentang manfaat obat untuk mengontrol
halusinasi
b) Bantu klien menggunakan obat secara benar

10
DAFTAR PUSTAKA

Directorat Kesehatan Jiwa, Dit. Jen Yan. Kes. Dep. Kes R.I. (2000). Keperawatan Jiwa
Teori dan Tindakan Keperawatan Jiwa I. Jakarta.
Keliat Budi, Anna. (1995). Peran Serta Keluarga Dalam Perawatan Klien Gangguan
Jiwa. Jakarta : EGC.
Keliat. B. A. 2006. Modul MPKP Jiwa UI . Jakarta : EGC. Keliat. B. A. 2006. Proses
Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC
Maramis, W.F. (1990). Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya :Erlangga Universitas Press.
Rasmun. (2001). Keperawatan Kesehatan Mental Psikiatri Terintegrasi dengan Keluarga.
Jakarta : CV. Sagung Seto.
Residen Bagian Psikiatri UCLA. (1997). Buku Saku Psikiatri, Jakarta : EGC.
Stuart & Sunden. (1998). Pocket Guide to Psychiatric Nursing. Jakarta : EGC.

11

Anda mungkin juga menyukai