Anda di halaman 1dari 40

ASKEP GAGAL GINJAL AKUT

Untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah “Keperawatan Kritis” yang diampu

oleh Dosen Ns. Zuheri Ilyas, S.Kep., M.Kes

Disusun Oleh :

Kelompok 1

Ulandari (17010503)
Ramadhani (17010510)
Riza Novarita (17010511)
Dara Hilma Salihat (17010512)
Reva Ferdian (17010513)
Nova Isul Mustajazah (17010514)
Chaerunnisa (17010515)
Novi Yanti (17010516)
Nazar Rahmad (17010518)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes)

BUMI PERSADA LHOKSEUMAWE

2020/2021
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr.wb

Puji serta syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan

makalah ini tepat pada waktunya.

Banyak rintangan dan hambatan yang kami hadapi selama proses

pembuatan makalah ini. Namun berkat kerja keras dan bimbingan dari dosen

pembimbing, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul

“ASKEP GAGAL GINJAL AKUT”.

Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat membantu dalam

pembelajaran dan dapat menambah pengetahuan para pembaca.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah

membantu, dorongan dan do’a untuk menyelesaikan makalah ini. Seperti kata

pepatah “Tak Ada Gading yang Tak Retak”, begitu pula dalam penyusunan

makalah ini jauh dari kesempurnaan. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan

saran dari teman-teman,dosen serta para pembaca sekalian demi kepentingan

makalah ini.

Demikian yang dapat kami sampaikan, Wassalamu’alaikum wr.wb.

Lhokseumawe, 29 Oktober 2020

Kelompok 1

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................i

DAFTAR ISI......................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1

1.1 Latar Belakang.......................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah..................................................................................1

1.3 Tujuan Penulisan....................................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................3

2.1 Definisi...................................................................................................3

2.2 Anatomi Ginjal.......................................................................................3

2.3 Fisiologi Ginjal......................................................................................6

2.4 Etiologi...................................................................................................6

2.5 Klasifikasi..............................................................................................8

2.6 Patofisiologi...........................................................................................10

2.7 Manifestasi Klinis..................................................................................11

2.8 Pemeriksaan Penunjang.........................................................................12

2.9 Penatalaksanaan.....................................................................................15

2.10...............................................................................................................Pen

cegahan ..................................................................................................17

2.11...............................................................................................................Ko

mplikasi................................................................................................... 20

ii
2.12...............................................................................................................Pro

gnosis .....................................................................................................20

BAB III KONSEP KEPERAWATAN DASAR..............................................21

3.1 Pengkajian...............................................................................................21

3.2 Diagnosa Keperawatan............................................................................26

3.3 Intervensi.................................................................................................27

3.4 Implementasi...........................................................................................32

3.5 Evaluasi...................................................................................................34

BAB IVPENUTUP............................................................................................35

4.1 Kesimpulan.............................................................................................35

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................36

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Acute Kidney Injury (AKI) yang sebelumnya dikenal dengan gagal

ginjal akut (GGA) merupakan salah satu sindrom dalam bidang nefrologi

yang dalam 15 tahun terakhir menunjukkan peningkatan insidens.

Peningkatan insiden AKI antara lain dikaitkan dengan peningkatan

sensitivitas kriteria diagnosis yang menyebabkan kasus AKI akibat

meningkatnya populasi lansia dengan penyakit komorbid yang beragam,

meningkatnya juumlah prosedur transplantasi organ selain gignjal, intervensi

dagnostik dan terapeutik yang lebih agresif.

Gagal Ginjal Akut (GGA) adalah suatu sindrom akibat kerusakan

metabolik atau patologik pada ginjal yang ditandai dengan penurunan fungsi

ginjal yang mendadak dalam waktu beberapa hari atau beberapa minggu

dengan atau tanpa oliguria sehinggamengakibatkan hilangnya kemampuan

ginjal untuk mempertahankan homeotasis tubuh. Penyebab dari GGA ini

dapat di bagi menjadi 3 yaitu pre renal, renal, dan post renal.

1.2 RUMUSAN MASALAH

a. Apa definisi dari GGA?

b. Bagaimana anatomi dan fisiologi dari GGA ?

c. Apa saja etiologi dari GGA ?

d. Apa klasifikasi dari GGA ?

1
e. Apa saja manifestasi klinis dari GGA ?

f. Apa Patofisiologi dari GGA?

g. Apa saja pemeriksaan penunjang dari GGA ?

h. Bagaimana Penatalaksanaan dari GGA?

i. Bagaimana pencegahan dari GGA ?

j. Apa saja komplikasi dari GGA ?

k. Apa prognosis dari GGA ?

1.3 TUJUAN PENULISAN

Agar mahasiswa dan pembaca dapat memahami serta mengetahi

tentang askep gagal ginjal akut.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Gagal ginjal akut adalah sindrom klinis dimana ginjal tidak lagi

mensekresi produk-produk limbah metabolisme. Biasanya karena hiperfusi

ginjal sindrom ini biasa berakibat azotemia (uremia), yaitu akumulasi produk

limbah nitrogen dalam darah dan oliguria dimana haluaran urine kurang dari

400 ml/24 jam. Gagal ginjal akut (acute renal failure) adalah sekumpulan

gejala yang mengakibatkan disfungsi ginjal secara mendadak. Gagal Ginjal

Akut (GGA) adalah suatu sindrom akibat kerusakan metabolik atau patologik

pada ginjal yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang mendadak

dalam waktu beberapa hari atau beberapa minggu dengan atau tanpa oliguria

sehinggamengakibatkan hilangnya kemampuan ginjal untuk mempertahankan

homeotasis tubuh.

2.2 Anatomi Ginjal

Ginjal adalah organ ekskresi yang berperan penting dalam

mempertahankan keseimbangan internal dengan jalan menjaga komposisi

cairan tubuh/ekstraselular. Ginjal merupakan dua buah organ berbentuk

seperti kacang polong, berwarna merah kebiruan. Ginjal terletak pada dinding

posterior abdomen, terutama di daerah lumbal disebelah kanan dan kiri tulang

belakang, dibungkus oleh lapisan lemak yang tebal di belakang peritoneum

atau di luar rongga peritoneum. Ketinggian ginjal dapat diperkirakan dari

3
belakang di mulai dari ketinggian vertebra torakalis sampai vertebra lumbalis

ketiga. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dari ginjal kiri karena letak hati yang

menduduki ruang lebih banyak di sebelah kanan. Masing-masing ginjal

memiliki panjang 11,25 cm, lebar 5-7 cm dan tebal 2,5 cm. Berat ginjal pada

pria dewasa 150-170 gram dan wanita dewasa 115-155 gram. Ginjal ditutupi

oleh kapsul tunika fibrosa yang kuat, apabila kapsul dibuka terlihat

permukaan ginjal yang licin dengan warna merah tua.

Ginjal terdiri dari beberapa bagian, yaitu antara lain:

1. Bagian dalam (interna) medula

Substansia medularis terdiri dari piramid renalis yang jumlahnya

antara 8-16 buah yang mempunyai basis sepanjang ginjal, sedangkan

apeksnya menghadap ke sinus renalis. Mengandung bagian tubulus yang

lurus, ansa henle, vasa rekta dan duktus koligens terminal.

2. Bagian luar (eksternal) korteks

Subtansia kortekalis berwarna coklat merah, konsistensi lunak dan

bergranula. Substansia ini tepat di bawah tunika fibrosa, melengkung

sepanjang basis piramid yang berdekatan dengan sinus renalis, dan bagian

dalam di antara piramid dinamakan kolumna renalis. Mengandung

glomerulus, tubulus proksimal dan distal yang berkelok-kelok dan duktus

koligens. Struktur halus ginjal terdiri atas banyak nefron yang merupakan

satuan fungsional ginjal. Kedua ginjal bersama-sama mengandung kira-

kira 2.400.000 nefron. Setiap nefron bisa membentuk urin sendiri. Karena

4
itu fungsi dari satu nefron dapat menerangkan fungsi dari ginjal. Nefron

terdiri dari bagian-bagian berikut :

1. Glomerulus : Bagian ini merupakan gulungan atau anyaman kapiler

yang terletak di dalam kapsul Bowman dan menerima darah

arteriolaferen dan meneruskan darah ke sistem vena melalui arteriol

eferen. Glomerulus berdiameter 200μm, mempunyai dua lapisan

Bowman dan mempunyai dua lapisan selular yang memisahkan darah

dari dalam kapiler glomerulus dan filtrat dalam kapsula Bowman

2. Tubulus : proksimal konvulta Tubulus ginjal yang langsung

berhubungan dengan kapsula Bowman dengan panjang 15 mm dan

diameter 55μm.

3. Gelung henle (ansa henle). Bentuknya lurus dan tebal diteruskan ke

segmen tipis, selanjutnya ke segmen tebal panjangnya 12 mm, total

panjang ansa henle 2-14 mm.

4. Tubulus distal konvulta Bagian ini adalah bagian tubulus ginjal yang

berkelok-kelok dan letaknya jauh dari kapsula Bowman, panjangnya 5

mm. Tubulus distal dari masing-masing nefron bermuara ke duktus

koligens yang panjangnya 20 mm.

5. Duktus koligen medula Ini saluran yang secara metabolik tidak aktif.

Pengaturan secara halus dari ekskresi natrium urine terjadi di sini.

Duktus ini memiliki kemampuan mereabsorbsi dan mensekresi

kalsium.

5
2.3 Fisiologi Ginjal

1. Fungsi ginjal secara keseluruhan di bagi dalam dua golongan yaitu :

a. Fungsi ekskresi

1) Mengekskresi sisa metabolisme protein, yaitu ureum, kalium,

fosfat, sulfat anorganik, dan asam urat.

2) Mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit.

3) Menjaga keseimbangan asam dan basa.

b. Fungsi Endokrin

1) Partisipasi dalam eritropoesis. Menghasilkan eritropoetin yang

berperan dalam pembentukan sel darah merah.

2) Menghasilan renin yang berperan penting dalam pengaturan

tekanan darah.

3) Merubah vitamin D menjadi metabolit yang aktif yang membantu

penyerapan kalsium.

4) Memproduksi hormon prostaglandin, yang mempengaruhi

pengaturan garam dan air serta mempengaruhi tekanan vaskuler.

2.4 Etiologi

Terdapat tiga kategori utama kondisi penyebab gagal ginjal akut, yaitu

sebagai berikut:

1. Kondisi Pre Renal (hipoperfusi ginjal)

6
Kondisi pra renal adalah masalah aliran darah akibat hipoperfusi ginjal

dan turunnya laju filtrasi glumerulus. Kondisi klinis yang umum yang

menyebabkan terjadinya hipoperfusi renal adalah :

a. Penipisan volume

b. Hemoragi

c. Kehilangan cairan melalui ginjal (diuretik, osmotik)

d. Kehilangan cairan melalui saluran GI (muntah, diare, selang

nasogastrik)

e. Gangguan efisiensi jantung

f. Infark miokard

g. Gagal jantung kongestif

h. Disritmia

i. Syok kardiogenik

j. Vasodilatasi

k. Sepsis

l. Anafilaksis

m. Medikasi antihipertensif atau medikasi lain yang menyebabkan

vasodilatasi

2. Kondisi Intra Renal (kerusakan aktual jaringan ginjal)

Penyebab intra renal gagal ginjal akut adalah kerusakan glumerulus atau

tubulus ginjal yang dapat disebabkan oleh hal-hal berikut ini :

a. Cedera akibat terbakar dan benturan

b. Reaksi transfusi yang parah

7
c. Agen nefrotoksik

d. Antibiotik aminoglikosida

e. Agen kontras radiopaque

f. Logam berat (timah, merkuri)

g. Obat NSAID

h. Bahan kimia dan pelarut (arsenik, etilen glikol, karbon tetraklorida)

i. Pielonefritis akut

j. Glumerulonefritis

3. Kondisi Post Renal (obstruksi aliran urin)

Kondisi pasca renal yang menyebabkan gagal ginjal akut biasanya akibat

dari obstruksi di bagian distal ginjal. Obstruksi ini dapat disebabkan oleh

kondisikondisi sebagai berikut :

a. Batu traktus urinarius

b. Tumor

c. BPH

d. Striktur

e. Bekuan darah.

2.5 Klasifikasi

Gagal ginjal akut diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu sebagai berikut :

1. Gagal Ginjal Akut Prarenal

GGA Prarenal adalah terjadinya penurunan aliran darah ginjal (renal

hypoperfusion) yang mengakibatkan penurunan tekanan filtrasi

8
glomerulus dan kemudian diikuti oleh penurunan Laju Filtrasi Glomerulus

(LFG). Keadaan ini umumnya ringan yang dengan cepat dapat reversibel

apabila perfusi ginjal segera diperbaiki. Pada GGA prarenal aliran darah

ginjal walaupun berkurang masih dapat memberikan oksigen dan substrat

metabolik yang cukup kepada sel-sel tubulus. Apabila hipoperfusi ginjal

tidak segera diperbaiki, akan mengakibatkan NTA. GGA prarenal

merupakan kelainan fungsional, tanpa adanya kelainan histologik atau

morfologi pada nefron.

2. Gagal Ginjal Akut Renal

GGA renal yaitu kelainan yang berasal dari dalam ginjal dan yang secara

tiba-tiba menurunkan pengeluaran urin. Katagori GGA ini selanjutnya

dapat dibagi menjadi :

a. Keadaan yang mencederai kapiler glomerulus atau pembuluh darah

kecil ginjal lainnya.

b. Keadaan yang merusak epitel tubulus ginjal.

c. Keadaan yang menyebabkan kerusakan interstisium ginjal. Tubulus

ginjal merupakan tempat utama penggunaan energi pada ginjal, yang

mudah mengalami kerusakan bila terjadi iskemia atau oleh obat

nefrotoksik, oleh karena itu kelainan tubulus yang disebut Nekrosis

Tubular Akut (NTA) merupakan penyebab terbanyak GGA renal.

3. Gagal Ginjal Akut Postrenal

GGA postrenal adalah suatu keadaan di mana pembentukan urin cukup,

namun alirannya dalam saluran kemih terhambat. Penyebab tersering

9
adalah obstruksi. Obstruksi aliran urin ini akan mengakibatkan kegagalan

filtrasi glomerulus dan transpor tubulus sehingga dapat mengakibatkan

kerusakan yang permanen, tergantung berat dan lamanya obstruksi.

2.6 Patofisiologi

Perjalanan klinis gagal ginjal akut dibagi menjadi tiga stadium, yaitu sebagai

berikut:

1. Stadium Oliguria Stadium oliguria biasanya timbul dalam waktu 24

sampai 48 jam sesudah terjadinya trauma pada ginjal. Produksi urin

normal adalah 1-2 liter/24jam. Pada fase ini pertama-tama terjadi

penurunan produksi urin sampai kurang dari 400cc/24 jam. Tidak jarang

produksi urin sampai kurang dari 100cc/24 jam, keadaan ini disebut

dengan anuria. Pada fase ini penderita mulai memperlihatkan keluhan-

keluhan yang diakibatkan oleh penumpukan air dan metabolit-metabolit

yang seharusnya diekskresikan oleh tubuh, seperti mual, muntah, lemah,

sakit kepala, kejang dan lain sebagainya. Perubahan pada urin menjadi

semakin kompleks, yaitu penurunan kadar urea dan kreatinin. Di dalam

plasma terjadi perubahan biokimiawi berupa peningkatan konsentrasi

serum urea, kreatinin, elektrolit (terutama K dan Na).

2. Stadium Diuresis Stadium diuresis dimulai bila pengeluran urine

meningkat sampai lebih dari 400 ml/hari, kadang-kadang dapat mencapai

4 liter/24 jam. Stadium ini berlangsung 2 sampai 3 minggu. Volume

kemih yang tinggi pada stadium ini diakibatkan karena tingginya

10
konsentrasi serum urea, dan juga disebabkan karena masih belum

pulihnya kemampuan tubulus yang sedang dalam masa penyembuhan

untuk mempertahankan garam dan air yang difiltrasi. Selama stadium dini

diuresi, kadar urea darah dapat terus meningkat, terutama karena bersihan

urea tak dapat mengimbangi produksi urea endogen. Tetapi dengan

berlanjutnya di uresis, azotemia sedikit demi sedikit menghilang, dan

pasien mengalami kemajuan klinis yang benar.

3. Stadium Penyembuhan Stadium penyembuhan GGA berlangsung sampai

satu tahun, dan selama masa itu, produksi urin perlahan–lahan kembali

normal dan fungsi ginjal membaik secara bertahap, anemia dan

kemampuan pemekatan ginjal sedikit demi sedikit membaik, tetapi pada

beberapa pasien tetap mende rita penurunan glomerular filtration rate

(GFR) yang permanen.

2.7 Manifestasi Klinis

Adapun manifestasi klinik dari penyakit gagal ginjal akut, yaitu sebagai

berikut:

1. Penderita tampak sangat menderita dan letargi disertai mual, muntah,

diare, pucat (anemia), dan hipertensi.

2. Nokturia (buang air kecil di malam hari).

3. Pembengkakan tungkai, kaki atau pergelangan kaki. Pembengkakan yang

menyeluruh (karena terjadi penimbunan cairan).

4. Berkurangnya rasa, terutama di tangan atau kaki.

11
5. Tremor tangan.

6. Kulit dari membran mukosa kering akibat dehidrasi.

7. Nafas mungkin berbau urin (foto uremik), dan kadang-kadang dapat

dijumpai adanya pneumonia uremik.

8. Manisfestasi sistem saraf (lemah, sakit kepala, kedutan otot, dan kejang)

9. Perubahan pengeluaran produksi urine (sedikit, dapat mengandung darah,

berat jenis sedikit rendah, yaitu 1.010 gr/ml) .

10. Peningkatan konsentrasi serum urea (tetap), kadar kreatinin, dan laju

endap darah (LED) tergantung katabolisme (pemecahan protein), perfusi

renal, serta asupan protein, serum kreatinin meningkat pada kerusakan

glomerulus.

11. Pada kasus yang datang terlambat gejala komplikasi GGA ditemukan

lebih menonjol yaitu gejala kelebi hancairan berupa gagal jantung

kongestif, edema paru, perdarahan gastrointestinal berupa hematemesis,

kejang-kejang dan kesadaran menurun sampai koma.

2.8 Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Laboratorium

a. Darah : ureum, kreatinin, elektrolit, serta osmolaritas

b. Urin : ureum, kreatinin, elektrolit, osmolaritas, dan berat jenis.

c. Kenaikan sisa metabolisme proteinureum kreatinin dan asam urat.

d. Gangguan keseimbangan asam basa : asidosis metabolik.

12
e. Gangguan keseimbangan elektrolit : hiperkalemia, hipernatremia atau

hiponatremia, hipokalsemia dan hiperfosfatemia.

f. Volume urine biasanya kurang dari 400 ml/24 jam yang terjadi dalam

24 jam setelah ginjal rusak.

g. Warna urine : kotor, sedimen kecoklatan menunjukan adanya darah,

Hb, Mioglobin, porfirin.

h. Berat jenis urine : kurang dari 1,020 menunjukan penyakit ginjal,

contoh: glomerulonefritis, piolonefritis dengan kehilangankemampuan

untuk memekatkan; menetap pada 1,010menunjukan kerusakan ginjal

berat.

i. PH. Urine : lebih dari 7 ditemukan pada ISK., nekrosis tubular ginjal,

dan gagal ginjal kronik.

j. Osmolaritas urine : kurang dari 350 mOsm/kg menunjukan kerusakan

ginjal, dan ratio urine/serum sering 1:1.

k. Klierens kreatinin urine : mungkin secara bermakna menurun sebelum

BUN dan kreatinin serum menunjukan peningkatan bermakna.

l. Natrium Urine : Biasanya menurun tetapi dapat lebih dari 40 mEq/L

bila ginjal tidak mampu mengabsorbsi natrium.

m. Bikarbonat urine : Meningkat bila ada asidosis metabolic.

n. SDM urine : mungkin ada karena infeksi, batu, trauma, tumor, atau

peningkatan GF.

o. Protein : protenuria derajat tinggi (3-4+) sangat menunjukan

kerusakan glomerulus bila SDM dan warna tambahan juga ada.

13
Proteinuria derajat rendah (1-2+) dan SDM menunjukan infeksi atau

nefritis interstisial. Pada NTA biasanya ada proteinuria minimal.

p. Warna tambahan : Biasanya tanpa penyakit ginjal ataui infeksi. Warna

tambahan selular dengan pigmen kecoklatan dan sejumlah sel epitel

tubular ginjal terdiagnostik pada NTA. Tambahan warna merah

diduga nefritis glomular

2. Darah

a. Hb. : menurun pada adanya anemia.

b. Sel Darah Merah: Sering menurun mengikuti peningkatan

kerapuhan/penurunan hidup.

c. PH : Asidosis metabolik (kurang dari 7,2) dapat terjadi karena

penurunan kemampuan ginjal untuk mengeksresikan hidrogen dan

hasil akhir metabolisme.

d. BUN/Kreatinin : biasanya meningkat pada proporsi ratio 10:1

e. Osmolaritas serum : lebih beras dari 285 mOsm/kg; sering sama

dengan urine.

f. Kalium : meningkat sehubungan dengan retensi seiring dengan

perpindahan selular ( asidosis) atau pengeluaran jaringan (hemolisis

sel darah merah).

g. Natrium : Biasanya meningkat tetapi dengan bervariasi.

h. Ph; kalium, dan bikarbonat menurun.

i. Klorida, fosfat dan magnesium meningkat.

14
j. Protein : penurunan pada kadar serum dapat menunjukan kehilangan

protein melalui urine, perpindahan cairan, penurunan pemasukan, dan

penurunan sintesis,karena kekurangan asam amino esensial

3. CT Scan

4. MRI

5. EKG mungkin abnormal menunjukan ketidakseimbangan elektrolit dan

asam/basa.

2.9 Penatalaksanaan

Prinsip pengobatan GGA adalah sebagai berikut :

1. Pengobatan

Penyakit Dasar Sekalipun GGA sudah terjadi (menetap), setiap

faktor prarenal harus dikoreksi dengan maksud memperbaiki sirkulasi dan

mencegah keterlambatan penyembuhan faal ginjal. Defisit volume

sirkulasi oleh sebab apapun harus segera diatasi. Sebagai parameter dapat

digunakan pengukuran tekanan vena sentralis jika fasilitas ada, dengan

demikian over hidrasi bisa dicegah. Terhadap infeksi sebagai penyakit

dasar harus diberikan pengobatan yang spesifik sesuai dengan

penyebabnya, jika obat-obatan, misal nya antibiotika diduga menjadi

penyebabnya, maka pemakaian obat-obatan ini harus segera dihentikan.

Terhadap GGA akibat nefrotoksin harus segera diberikan antidotumnya,

sedangkan zat-zat yang dapat dialisis harus dilakukan dialisis secepatnya.

15
2. Pengelolaan Terhadap GGA

a. Pengaturan Diet

Selama 48-72 jam pertama fase oligurik terjadi peningkatan urea

darah akibat pemecahan jaringan yang hebat. Selama periode ini

pemberian protein dari luar harus dihindarkan. Umumnya untuk

mengurangi katabolisme, diet paling sedikit harus mengandung 100

gram karbohidrat per hari. Seratus gram glukosa dapat menekan

katabolisme protein endogen sebanyak kira-kira 50%. Setelah 3-4 hari

oligurik, kecepatan katabolisme jaringan berkurang dan pemberian

protein dalam diet dapat segera dimulai. Dianjurkan pemberian 20-40

gram protein per hari yang mempunyai nilai biologis yang tinggi

(mengandung asam amino esensial) seperti telur, susu dan daging.

Pada saat ini pemberian kalori harus dinaikkan menjadi 2000-2500

kalori per hari, disertai dengan multivitamin. Batasi makanan yang

mengandung kalium dan fosfat (pisang, jeruk dan kopi). Pemberian

garam dibatasi yaitu, 0,5 gram per hari.

b. Pengaturan kebutuhan cairan dan keseimbangan elektrolit

1) Air (H2O)

Pada GGA kehilangan air disebabkan oleh diuresis,

komplikasikomplikasi(diare, muntah). Produksi air endogen

berasa l dari pembakaran karbohidrat, lemak, dan protein yang

banyak kira-kira 300- 400 ml per hari. Kebutuhan cairan perhari

adalah 400-500 ml ditambah pengeluaran selama 24 jam.

16
2) Natrium (Na)

Selama fase oligurik asupan natrium harus dibatasi sampai 500 mg

per 24 jam. Natrium yang banyak hilang akibat diare, atau

muntah-muntah harus segera diganti.

c. Dialisis

Tindakan pengelolaan penderita GGA disamping secara konservatif,

juga memerlukan dialisis, baik dialisis peritoneal maupun

hemodialisis. Tindakan ini dilaksanakan atas indikasi-indikasi

tertentu. Pemilihan tindakan dialisis peritonial atau hemodialisis

didasarkan atas pe rtimbanganpertimbangan indivual penderita.

d. Operasi

Pengelolaan GGA postrenal adalah tindakan pembedahan untuk dapat

menhilangkan obstruksinya. Kadang-kadang untuk dapat dilakukan

operasi diperlukan persiapan tindakan dialisis terlebih dahulu.

2.10 Pencegahan

1. Pencegahan Primer

Pencegahan Primer adalah langkah yang harus dilakukan untuk

menghindari diri dari berbagai faktor resiko. Beberapa pencegahan yang

dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya GGA, antara lain :

a. Setiap orang harus memiliki gaya hidup sehat dengan menjaga pola

makan dan olahraga teratur.

17
b. Membiasakan meminum air dalam jumlah yang cukup merupakan hal

yang harus dilakukan setiap orang sehingga faktor resiko untuk

mengalami gangguan ginjal dapat dikurangi.

c. Rehidrasi cairan elektrolit yang adekuat pada penderita-penderita

gastroenteritis akut.

d. Transfusi darah atau pemberian cairan yang adekuat selama

pembedahan, dan pada trauma-trauma kecelakaan atau luka bakar.

e. Mengusahakan hidrasi yang cukup pada penderita-penderita diabetes

melitus yang akan dilakukan pemeriksaan dengan zat kontras

radiografik.

f. Pengelolaan yang optimal untuk mengatasi syok kardiogenik maupun

septik.

g. Hindari pemakaian obat-obat atau zat-zat yang bersifat nefrotoksik.

h. Monitoring fungsi ginjal yang teliti pada saat pemakaian obat-obat

yang diketahui nefrotoksik.

i. Cegah hipotensi dalam jangka panjang.

j. Penyebab hipoperfusi ginjal hendaknya dihindari dan bila sudah

terjadi harus segera diperbaiki.

2. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder adalah langkah yang dilakukan untuk

mendeteksi secara dini suatu penyakit. Pencegahan dimulai dengan

mengidentifikasi pasien yang berisiko GGA. Mengatasi penyakit yang

menjadi penyebab timbulnya penyakit GGA. Jika ditemukan pasien yang

18
menderita penyakit yang dapat menimbulkan GGA seperti

glomerulonefritis akut maka harus mendapat perhatian khusus dan harus

segera diatasi. GGA prarenal jika tidak diatasi sampai sembuh akan

memacu timbulnya GGA renal untuk itu jika sudah dipastikan bahwa

penderita menderita GGA prarenal, maka sebaiknya harus segera diatasi

sampai benar-benar sembuh, untuk mencegah kejadian yang lebih parah

atau menceg ah kecenderungan untuk terkena GGA renal.

3. Pencegahan Tersier

Pencegahan tersier adalah langkah yang biasa dilakukan untuk

mencegah terjadinya komplikasi yang lebih berat, kecacatan dan

kematian. Pada kasus GGA yang sangat parah timbul anuria lengkap.

Pasien akan meninggal dalam waktu 8 sampai 14 hari. Maka untuk

mencegah terj adinya kematian maka fungsi ginjal harus segera diperbaiki

atau dapat digunakan ginjal buatan untuk membersihkan tubuh dari

kelebihan air, elektrolit, dan produk buangan metabolisme yang bertahan

dalam jumlah berlebihan. Hindari atau cegah terjadinya infeksi. Semua

tindakan yang memberikan risiko infeksi harus dihindari dan pemeriksaan

untuk menemukan adanya infeksi harus dilakukan sedini mungkin. Hal ini

perlu di perhatikan karena infeksi merupakan komplikasi dan penyebab

kematian paling se ring pada gagal ginjal oligurik. Penyakit GGA jika

segera diatasi ke mungkinan sembuhnya besar, tetapi penderita yang

sudah sembuh juga harus tetap memperhatikan kesehatannya dan

memiliki gaya hidup sehat dengan menjaga pola makan, olahraga teratur,

19
dan tetap melakukan pemeriksaan kesehatan (medical check-up) setiap

tahunnya, sehingga jika ditemukan kelainan pada ginjal da pat segera

diketahui dan diobati.

2.11 Komplikasi

Komplikasi metabolik berupa kelebihan cairan, hiperkalemia, asidosis

metabolik, hipokalsemia, serta peningkatan ureum yang lebih cepat pada

keadaan hiperkatabolik. Pada oligurik dapat timbul edema kaki, hipertensi

dan edema paru yang menimbulkan kegawatan.

2.12 Prognosis

Prognosis GGA tergantung dari penyebab dan pengelolaannya. Bila

penyebabnya prerenal atau postrenal umumnya prognosisnya baik oleh

karena kausanya dapat diketahui dan dapat diatasi dengan catatan

pengelolaannya cepat dan tepat. Begitupula dengan sebab-sebab renal dapat

sembuh sempurna bila ditangani secara baik.

20
BAB III

KONSEP KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian

1. Anamnesis

Pada pengakajian anamnesis data yang diperoleh yakni identitas

klien dan identitas penanggung jawab, identitas klien yang meliputi nama,

usia, jenis kelamin, pekerjaan, serta diagnosa medis. Penyakit Gagal

Ginjal Akut dapat menyerang pria maupun wanita dari rentang usia

manapun, khususnya bagi orang yang sedang menderita penyakit serius,

terluka serta usia dewasa dan pada umumnya lanjut usia. Untuk

pengkajian identitas penanggung jawab data yang didapatkan yakni

meliputi nama, umur, pekerjaan, hubungan dengan si penderita.

2. Riwayat Kesehatan

a. Keluhan Utama

Keluhan utama yang sering adalah miksi terasa sesak dan sedikit-

sedikit.

b. Riwayat Penyakit Sekarang

Pengkajian ditujukan sesuai dengan predisposisi etiologi penyakit

terutama pada prerenal dan renal. Secara ringkas perawat menanyakan

berapa lama keluhan penurunan jumlah urine output dan apakah

penurunan jumlah urine output tersebut ada hubungannya dengan

predisposisi penyebab, seperti pasca perdarahan setelah melahirkan,

21
diare, muntah berat, luka bakar luas, cedera luka bakar, setelah

mengalami episode serangan infark, adanya riwayat minum obat

NSAID atau pemakaian antibiotik, adanya riwayat pemasangan

tranfusi darah, serta adanya riwayat trauma langsung pada ginjal.

c. Riwayat Penyakit Dahulu

Kaji adanya riwayat penyakit batu saluran kemih, infeksi sistem

perkemihan yang berulang, penyakit diabetes melitus dan penyakit

hipertensi pada masa sebelumnya yang menjadi predisposisi penyebab

pasca renal. Penting untuk dikaji tentang riwayat pemakaian obat-

obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi terhadap jenis obat dan

dokumentasikan.

d. Riwayat Penyakit Keluarga

Tanyakan adanya riwayat penyakit ginjal dalam keluarga.

3. Pemeriksaan Fisik

a. Keadaan umum dan TTV

Keadaan umum klien lemah, terlihat sakit berat, dan letargi. Pada

TTV sering didapatkan adanya perubahan, yaitu pada fase oliguri

sering didapatkan suhu tubuh meningkat, frekuensi denyut nadi

mengalami peningkatan dimana frekuensi meningkat sesuai dengan

peningkatan suhu tubuh dan denyut nadi. tekanan darah terjadi

perubahan dari hipetensi rinagan sampai berat.

22
b. Pemeriksaan Pola Fungsi

1) B1 (Breathing)

Pada periode oliguri sering didapatkan adanya gangguan pola

napas dan jalan napas yang merupakan respons terhadap azotemia

dan sindrom akut uremia. Klien bernapas dengan bau urine (fetor

uremik) sering didapatkan pada fase ini. Pada beberapa keadaan

respons uremia akan menjadikan asidosis metabolik sehingga

didapatkan pernapasan kussmaul.

2) B2 (Blood)

Pada kondisi azotemia berat, saat perawat melakukan auskultasi

akan menemukan adanya friction rub yang merupakan tanda khas

efusi perikardial sekunder dari sindrom uremik. Pada sistem

hematologi sering didapatkan adanya anemia. Anemia yang

menyertai gagal ginjal akut merupakan kondisi yang tidak dapat

dielakkan sebagai akibat dari penurunan produksi eritropoetin, lesi

gastrointestinal uremik, penurunan usia sel darah merah, dan

kehilangan darah, biasanya dari saluran G1. Adanya penurunan

curah jantung sekunder dari gangguan fungsi jantung akan

memberat kondisi GGA. Pada pemeriksaan tekanan darah sering

didapatkan adanya peningkatan.

3) B3 (Brain)

Gangguan status mental, penurunan lapang perhatian,

ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau,

23
penurunan tingkat kesadaran (azotemia, ketidakseimbangan

elektrolit/asam/basa). Klien berisiko kejang, efek sekunder akibat

gangguan elektrolit, sakit kepala, penglihatan kabur, kram

otot/kejang biasanya akan didapatkan terutama pada fase oliguri

yang berlanjut pada sindrom uremia.

4) B4 (Bladder)

Perubahan pola kemih pad aperiode oliguri akan terjadi penurunan

frekuensi dan penurunan urine output < 400 ml/hari, sedangkan

pada periode diuresis terjadi peningkatan yang menunjukan

peningkatan jumlah urine secara bertahap., disertai tanda

perbaikan filtrasi glomerulus. Pada pemeriksaaan didapatkan

perubahan warna urine menjadi lebih pekat/gelap.

5) B5 (Bowel)

Didapatkan adanya mual muntah serta anoreksia sehhingga sering

didapatkan penurunan intake nutrisi dari kebutuhan.

6) B6 (Bone)

Didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum efek sekunder

dari anemia dan penurunan perfusi perifer dari hipertensi.

4. Pemeriksaan Diagnostik

a. Laboratorium

Urinalisis didapatkan warna kotor, sedimen kecoklatan menunjukkan

adanya darah, Hb, dan myoglobin. Berat jenis <1.020 menunjukkan

penyakit ginjal, pH urine >7.00 menunjukkan ISK, NTA, dan GGK.

24
Osmolalitas kurang dari 350 mOsm/kg menunjukkan kerusakan ginjal

dan rasio urine : serum sering 1 : 1.

b. Pemeriksaan BUN dan Kadar Kreatinin

Terdapat peningkatan yang tetap dalakm BUN dan laju

peningkatannya bergantung pada tingkat katabolisme (pemecahan

protein), perfusi renal dan masukan protein. Serum kratinin meningkat

pada kerusakan glomerulus. Kadar kreatinin serum bermanfaat dalam

pemantauan fungsi ginjal dan perkembangan penyakit.

c. Pemeriksaan Elektrolit

Pasien yang mengalami penurunan lajut filtrasi glomerulus tidak

mampu mengeksresikan kalium. Katabolisme protein mengahasilkan

pelepasan kalium seluler ke dalam cairan tubuh, menyebabkan

hiperkalemia berat. Hiperkalemia menyebabkan disritmia dan henti

jantung.

d. Pemeriksan pH

Pasien oliguri akut tidak dapat emngeliminasi muatan metabolik

seperti substansi jenis asam yang dibentuk oleh proses metabolik

normal. Selain itu, mekanisme bufer ginjal normal turun. Hal ini

ditunjukkan dengan adanya penurunan kandungan karbon dioksida

darah dan pH darah sehingga asidosis metabolik progresif menyertai

gagal ginjal.

25
5. Penatalaksanaan Medis

Tujuan penatalaksanaan adalah menjaga keseimbangan dan mencegah

komplikasi, yang meliputi hal-hal sebagai berikut:

a. Dialisis Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal

ginjal akut yang serius, seperti hiperkalemia, perikarditis, dan kejang.

Dialisis memperbaiki abnormalitas biokimia, menyebabkan cairan,

protein, dan natrium dapat dikonsumsi secara bebas; menghilangkan

kecenderungan perdarahan dan membantu penyembuhan luka.

b. Koreksi hiperkalemi Peningkatan kadar kalium dapat dikurangi

dengan pemberian ion pengganti resin (natrium polistriren sulfonat),

secara oral atau melalui retensi enema. Natrium polistriren sulfonat

bekerja dengan mengubah ion kalium menjadi natrium di saluran

intenstinal.

c. Terapi cairan.

d. Diet rendah protein, tinggi karbohidrat.

e. Koreksi asidosis dengan natrium bikarbonat dan dialisis.

3.2 Diagnosa Keperawatan

1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kerusakan fungsi ginjal.

2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan anemi dan nyeri sendi sekunder

terhadap gagal ginjal.

3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual

dan muntah, pembatasan diet, dan perubahan membran mukosa mulut.

26
4. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang

penyakitnya.

3.3 Intervensi

1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kerusakan fungsi ginjal

Tujuan : Kebutuhan cairan terpenuhi

Kriteria hasil :

a. Pengeluaran urine normal

b. tidak ada edema

c. TTV dalam rentang normal

d. Natrium serum dalam rentang normal

Intervensi :

a) Kaji status cairan :

1) Timbang berat badan harian

2) Keseimbangan masukan dan haluaran

3) Turgor kulit dan adanya oedema

4) Distensi vena leher

5) Tekanan darah, denyut dan irama nadi R/ Pengkajian merupakan

dasar dan data dasar berkelanjutan untuk memantau perubahan

dan mengevaluasi intervensi

b) Pantau kreatinin dan BUN serum R/ Perubahan ini menunjukkan

kebutuhan dialisa segera.

27
c) Batasi masukan cairan R/ Pembatasan cairan akan menentukan berat

badan ideal, haluaran urine dan respons terhadap terapi.

d) Jelaskan pada pasien dan keluarga rasional pembatasan R/

Pemahaman meningkatkan kerjasama pasien dan keluarga dalam

pembatasan cairan.

2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan anemi dan nyeri sendi sekunder

terhadap gagal ginjal

Tujuan : Berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat ditoleransi

Kriteria hasil :

a. Berkurangnya keluhan lelah

b. Peningkatan keterlibatan pada aktifitas social

Intervensi :

1) Kaji kebutuhan pasien dalam beraktifitas dan penuhi kebutuhan ADL

R/ Memberi panduan dalam penentuan pemberian bantuan dalam

pemenuhan ADL.

2) Kaji tingkat kelelahan R/ Menentukan derajat dan efek

ketidakmampun.

3) Identifikasi factor stess/psikologis yang dapat memperberat.

Rasional/ Mempunyai efek akumulasi (sepanjang factor psykologis)

yang dapat diturunkan bila ada masalah dan takut untuk diketahui.

4) Ciptakan lingkungan tengan dan periode istirahat tanpa gangguan.

Rasional/ Menghemat energi untuk aktifitas perawatan diri yang

diperlukan.

28
5) Bantu aktifitas perawatan diri yang diperlukan. Rasional/

memungkinkan berlanjutnya aktifitas yang dibutuhkan memberika

rasa aman bagi klien.

6) Kolaborasi pemeriksaan laboratorium darah. Rasional/ Ketidak

seimbangan Ca, Mg, K, dan Na, dapat menggangu fungsi

neuromuscular yang memerlukan peningkatan penggunaan energi Ht

dan Hb yang menurun adalah menunjukan salah satu indikasi

teerjadinya gangguan eritopoetin.

3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual

dan muntah, pembatasan diet, dan perubahan membran mukosa mulut.

Tujuan : Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat

Kriteria hasil :

a. Mempertahankan/meningkatkan berat badan seperti yang

diindikasikan oleh situasi individu. 

b. Bebas oedema

Intervensi :

a. Kaji / catat pemasukan diet

R/ Membantu dalam mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan diet.

Kondisi fisik umum gejala uremik dan pembatasan diet multiple

mempengaruhi pemasukan makanan.

b. Kaji pola diet nutrisi pasien

- Riwayat diet

- Makanan kesukaan

29
- Hitung kalori

R/ Pola diet dahulu dan sekarang dapat dipertimbangkan dalam

menyusun menu.

c. Kaji faktor yang berperan dalam merubah masukan nutrisi

- Anoreksia, mual dan muntah

- Diet yang tidak menyenangkan bagi pasien

- Depresi

- Kurang memahami pembatasan diet

R/ Menyediakan informasi mengenai faktor lain yang dapat diubah

atau dihilangkan untuk meningkatkan masukan diet.

d. Berikan makan sedikit tapi sering

R/ Meminimalkan anoreksia dan mual sehubungan dengan status

uremik/menurunnya peristaltik.

e. Berikan pasien / orang terdekat daftar makanan / cairan yang

diizinkan dan dorong terlibat dalam pilihan menu.

R/ Memberikan pasien tindakan kontrol dalam pembatasan diet.

Makanan dan rumah dapat meningkatkan nafsu makan.

f. Tinggikan masukan protein yang mengandung nilai biologis tinggi :

telur, susu, daging.

R/ Protein lengkap diberikan untuk mencapai keseimbangan nitrogen

yang diperlukan untuk pertumbuhan dan penyembuhan.

g. Timbang berat badan harian

R/ Untuk membantu status cairan dan nutrisi.

30
4. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang

penyakitnya.

Tujuan : Ansietas berkurang dengan adanya peningkatan pengetahuan

tentang penykit dan pengobatan.

Kriteria hasil:

a. Mengungkapkan pemahaman tentangkondisi, pemeriksaan diagnostic

dan rencana tindakan.

b. Sedikit melaporkan perasaan gugup atau takut.

Intervensi :

a. Kaji tingkat kecemasan klien.

R/ Menentukan derajat efek dan kecemasan.

b. Berikan penjelasan yang akurat tentang penyakit.

R/ Klien dapat belajar tentang penyakitnya serta penanganannya,

dalam rangka memahami dan menerima diagnosis serta konsekuensi

mediknya.

c. Bantu klien untuk mengidentifikasi cara memahami berbagai

perubahan akibat penyakitnya.

R/ klien dapat memahami bahwa kehidupannya tidak harus

mengalami perubahan berarti akibat penyakit yang diderita.

d. Biarkan klien dan keluarga mengekspresikan perasaan mereka.

R/Mengurangi beban pikiran sehingga dapat menurunkan rasa cemas

dan dapat membina kbersamaan sehingga perawat lebih mudah untuk

melaksanakan intervensi berikutnya.

31
e. Manfaatkan waktu kunjangan yang fleksibel, yang memungkinkan

kehadiran kelurga.

R/ Mengurangi tingkat kecemasan dengan menghadirkan dukungan

keluarga.

3.4 Implementasi

1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kerusakan fungsi ginjal

a. mengkaji status cairan :

1) Timbang berat badan harian.

2) Keseimbangan masukan dan haluaran.

3) Turgor kulit dan adanya oedema.

4) Distensi vena leher.

5) Tekanan darah, denyut dan irama nadi.

b. Memantau kreatinin dan BUN serum.

c. Membatasi masukan cairan.

d. Menjelaskan pada pasien dan keluarga rasional pembatasan.

2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan anemi dan nyeri sendi sekunder

terhadap gagal ginjal

a. Mengkaji kebutuhan pasien dalam beraktifitas dan penuhi kebutuhan

ADL.

b. Mengkaji tingkat kelelahan.

c. Mengidentifikasi factor stess/psikologis yang dapat memperberat.

d. Menciptakan lingkungan tengan dan periode istirahat tanpa gangguan.

32
e. Membantu aktifitas perawatan diri yang diperlukan.

f. Berkolaborasi dalam pemeriksaan laboratorium darah.

3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual

dan muntah, pembatasan diet, dan perubahan membran mukosa mulut.

a. Mengkaji pola diet nutrisi pasien

1) Riwayat diet

2) Makanan kesukaan

3) Hitung kalori

b. Mengkaji faktor yang berperan dalam merubah masukan nutrisi

1) Anoreksia, mual dan muntah

2) Diet yang tidak menyenangkan bagi pasien

3) Depresi

4) Kurang memahami pembatasan diet

c. Memberikan makan sedikit tapi sering

d. Memerikan pasien / orang terdekat daftar makanan / cairan yang

diizinkan dan dorong terlibat dalam pilihan menu.

e. Meninggikan masukan protein yang mengandung nilai biologis

tinggi : telur, susu, daging.

f. Menimbang berat badan harian.

4. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang

penyakitnya

a. Mengkaji tingkat kecemasan klien.

b. Memberikan penjelasan yang akurat tentang penyakit.

33
c. Membantu klien untuk mengidentifikasi cara memahami berbagai

perubahan akibat penyakitnya.

d. Membiarkan klien dan keluarga mengekspresikan perasaan mereka.

e. Memanfaatkan waktu kunjangan yang fleksibel, yang memungkinkan

kehadiran kelurga.

3.5 Evaluasi

1. Kebutuhan cairan terpenuhi ditandai dengan pengeluaran urine normal,

tidak ada edema, TTV dalam rentang normal, dan natrium serum dalam

rentang normal.

2. Mampu berpartisipasi dalam aktivitas yang dapat ditoleransi ditandai

dengan berkurangnya keluhan lelah, dan peningkatan keterlibatan pada

aktifitas social.

3. Mampu mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat ditandai dengan

peningkatan berat badan seperti yang diindikasikan oleh situasi individu.

4. Ansietas klien berkurang ditandai dengan klien mampu mengungkapkan

pemahaman tentang kondisi, pemeriksaan diagnostic dan rencana

tindakan, serta sedikit melaporkan perasaan gugup atau takut.

34
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Gagal Ginjal Akut (GGA) adalah suatu sindrom akibat kerusakan metabolik

atau patologik pada ginjal yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang

mendadak dalam waktu beberapa hari atau beberapa minggu dengan atau

tanpa oliguria sehingga mengakibatkan hilangnya kemampuan ginjal untuk

mempertahankan homeotasis tubuh.

35
DAFTAR PUSTAKA

Doenges E, Marilynn, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman

Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta :

EGC.

Egran, Barbara. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Volume I. Jakarta:

EGC.

Nursalam, Nurs M. 2006. Asuhan Keperawatan pada Pasien dnegan Gangguan

Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.

Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal

Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta : EGC.

Tambayong, Jan. 2000. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta: EGC.

36

Anda mungkin juga menyukai