Infeksi Kronis
Kelainan Kongenital
Nephrolithiasis
Oedema Pulmonal
Dyspnea Asidosis
Gangguan
respiratorik
Pola Nafas Tidak Efektif Pertukaran Gas
Sumber : (Madara, 2008)
4. KLASIFIKASI
Gagal ginjal kronis dibagi 3 stadium:
1. Stadium 1: penurunan cadangan ginjal, ditandai dengan kehilangan fungsi nefron
40 – 75%. Pasien biasanya tidak mempunyai gejala, karena sisa nefron yang ada
dapat membawa fungsi-fungsi normal ginjal.
2. Stadium 2: insufisiensi ginjal, kehilangan fungsi ginjal 75 – 90%. Pada tingkat ini
terjadi kreatinin serum dan nitrogen urea darah, ginjal kehilangan kemampuannya
untuk mengembangkan urin pekat dan azotemia. Pasien mungkin melaporkan
poliuri dan nokturia.
3. Stadium 3: gagal ginjal stadium akhir atau uremia. Tingkat renal dari gagal ginjal
kronis yaitu sisa nefron yang berfungsi < 10%. Pada keadaan ini kreatinin serum
dan kadar BUN akan meningkat dengan menyolok sekali sebagai respon terhadap
GFR (Glomerular Filtration Rate) yang mengalami penurunan sehingga terjadi
ketidakseimbangan kadar ureum nitrogen darah dan elektrolit, pasien diindikasikan
untuk dialysis.
5. GEJALA KLINIS
Tanda dan gejala klinis pada gagal ginjal kronis dikarenakan gangguan yang
bersifat sistemik. Ginjal sebagai organ koordinasi dalam peran sirkulasi memiliki fungsi
yang banyak, sehingga kerusakan kronis secara fisiologis ginjal akan mengakibatkan
gangguan keseimbangan sirkulasi dan vasomotor. Berikut ini adalah tanda dan gejala
yang ditunjukkan oleh gagal ginjal kronis (Robinson, 2013; Judith, 2006)
1. Ginjal dan gastrointestinal
Sebagai akibat dari hiponatremi maka timbul hipotensi, mulut kering,
penurunan turgor kulit, kelemahan, fatigue, dan mual. Kemudian terjadi penurunan
kesadaran (somnolen) dan nyeri kepala yang hebat. Dampak dari peningkatan
kalium adalah peningkatan iritabilitas otot dan akhirnya otot mengalami kelemahan.
Kelebihan cairan yang tidak terkompensasi akan mengakibatkan asidosis metabolik.
Tanda paling khas adalah terjadinya penurunan urin output dengan sedimentasi yang
tinggi.
2. Kardiovaskuler
Biasanya terjadi hipertensi, aritmia, kardiomyopati, uremic pericarditis, effusi
pericardial (kemungkinan bisa terjadi tamponade jantung), gagal jantung, edema
periorbital dan edema perifer.
3. Sistem respirasi
Biasanya terjadi edema pulmonal, nyeri pleura, efusi pleura, crackles, sputum
yang kental, uremic pleuritic dan uremic lung, dan sesak napas.
4. Gastrointestinal
Biasanya menunjukkan adanya inflamasi dan ulserasi pada mukosa
gastrointestinal karena stomatitis, ulserasi dan perdarahan gusi, dan kemungkinan
juga disertai parotitis, esophagitis, gastritis, ulseratif duodenal, lesi pada usus
halus/usus besar, colitis, dan pankreatitis. Kejadian sekunder biasanya mengikuti
seperti anoreksia, nausea, dan vomiting.
5. Integumen
Kulit pucat, kekuning-kuningan, kecoklatan, kering dan ada scalp. Selain itu,
biasanya juga menunjukkan adanya purpura, ekimosis, petechiae, dan timbunan urea
pada kulit.
6. Neurologis
Biasanya ditunjukkan dengan neuropati perifer, nyeri, gatal pada lengan dan
kaki. Selain itu juga adanya kram pada otot dan refleks kedutan, daya memori
menurun, apatis, rasa kantuk meningkat, iritabilitas, pusing, koma, dan kejang. Dari
hasil EEG menunjukkan adanya perubahan metabolic encephalophaty.
7. Endokrin
Bisa terjadi infertilitas dan penurunan libido, amenorrhea dan gangguan siklus
menstruasi pada wanita, impoten, penurunan sekresi sperma, peningkatan sekresi
aldosterone, dan kerusakan metabolisme karbohidrat.
8. Hematopoitiec
Terjadi anemia, penurunan waktu hidup sel darah merah, trombositopenia
(dampak dari dialysis), dan kerusakan platelet. Biasanya masalah yang serius pada
system hematologi ditunjukkan dengan adanya perdarahan (purpura, ekimosis, dan
petechiae).
9. Musculoskeletal
Nyeri pada sendi dan tulang, demineralisasi tulang, fraktur patologis, dan
kalsifikasi (otak, mata, gusi, sendi, miokard).
6. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang pada gagal ginjal kronik adalah :
1) Urine
a. Volume, biasanya kurang dari 500 ml/24 jam (oliguria) atauurine tidak
ada (anuria).
b. Warna, secara abnormal urine keruh mungkin disebabkanoleh pus,
bakteri, lemak, pertikel koloid, fosfat atau urat.
c. Berat jenis urine, kurang dari 1,003 – 1,030 (menetap pada 1,010
menunjukkan kerusakan ginjal berat)
d. Klirens kreatinin, mungkin menurun
e. Natrium, lebih besar dari 135-142 meq/L karena ginjal tidak mampu
mereabsobsi natrium.
f. Protein, derajat tinggi proteinuria (3-4 +) secara kuatmenunjukkan
kerusakan glomerulus.
2) Darah
a. BUN dan serum kreatinin digunakan untuk mengevaluasi fungsi ginjal
dan menilai perkembangan kerusakan ginjal. Nilai BUN 20-50 mg/dl
menandakan azotemia ringan; level lebih besar dari 100 mg/dl
mengindikasikan kerusakan ginjal berat; level BUN berkisar ≥200
mg/dl menjadi gejala uremia. Nilai serum kreatinin ≥ 4 mg/dl
mengindikasikan kerusakan ginjal serius.
3) Pemeriksaan radiologi
a. Foto ginjal, ureter dan kandung kemih (kidney, ureter dan
bladder/KUB) BOF, BNO: menunjukkan ukuran ginjal, ureter, kandung
kemih, dan adanya obstruksi (batu).
b. Pielogram ginjal: mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi
ekstravaskuler, masa
c. Sistouretrogram berkemih; menunjukkan ukuran kandung kemih,
refluks kedalam ureter dan retensi.
d. Ultrasonografi ginjal: menentukan ukuran ginjal dan adanya masa,
kista, obstruksi pada saluran perkemuhan bagian atas.
e. Biopsy ginjal: mungkin dilakukan secara endoskopik, untuk
menentukan seljaringan untuk diagnosis hostologis.
f. Endoskopi ginjal dan nefroskopi: dilakukan untuk menentukan pelis
ginjal (keluar batu, hematuria dan pengangkatan tumor selektif).
g. Elektrokardiografi (EKG): mungkin abnormal menunjukkan
ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa.
h. Fotokaki, tengkorak, kolumna spinal dan tangan, dapat menunjukkan
demineralisasi, kalsifikasi.
i. Pielogram intravena (IVP), menunjukkan keberadaan dan posisi ginjal,
ukuran dan bentuk ginjal.
j. CT scan untuk mendeteksi massa retroperitoneal (seperti penyebararn
tumor).
Magnetic Resonance Imaging (MRI) untuk mendeteksi struktur ginjal, luasnya
lesi invasif ginjal.
7. PENATALAKSANAAN MEDIS
Adapun penatalaksanaan medis yang diberikan pada penderita gagal ginjal kronis adalah
sebagai berikut:
a. Dialisis (cuci darah)
Ada 2 jenis dialysis yaitu hemodialisis dan dialysis peritoneal. Hemodialisis (HD)
adalah jenis dialysis yang paling banyak dilakukan dengan saat ini, dilakukan
dengan cara memasukan jarum ke pembuluh darah kemudian dihubungkan
melalui selang ke tabung mesin atau alat cuci darah yang befungsi sebagai ginjal
buatan. Mesin tersebut disebut hemodyalizer yang memiliki fungsi mirip dengan
ginjal. Darah ditransfer dari tubuh ke mesin dialysis, yang akan menyaring produk
limbah dan kelebihan cairan. Darah yang telah disaring kemudian dikembalikan
lagi ke dalam tubuh.
Dialisis peritoneal merupakan jenis uci darah yang kurang terkenal metode ini
menggunakan lapisan perut (Peritoneum) sebagai filter. Seperti ginjal peritoneum
berisi ribuan pembuluh darah kecil, membuatnya menjadi perangkat peyaring
yang berguna. Selama dialysis peritoneal, selang fleksibel kecil yang disebut
kateter terpasang di perut yang disebut cairan dialysis dipompa keruang sekitar
peritoneum
b. Obat-obatan: antihipertensi, suplemen besi, agen pengikat fosfat, suplemen
kalsium, furosemid (membantu berkemih)
c. Diit rendah protein dan tinggi karbohidrat
Untuk pasien yang mengalami cuci darah, maka asupan sumber protein yang
harus dikonsumsi adalah sebesar 1-1,2 gram/kg BB. Ini berarti, misalnya saja kita
memiliki berat badan 60kg, maka dalam satu hari protein yang harus didapatkan
adalah sebanyak 60-72 gram.
d. Transfusi darah
e. Transplantasi ginjal
8. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat ditimbulkan dari penyakit gagal ginjal kronis :
1. Asidosis metabolik
Dengan semakin berkembangnya penyakit renal, terjadi asidosis metabolik seiring
dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam H+ yang berlebihan.
Penurunan sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus ginjal untuk
menyekresi amonia (NH3) dan mengabsorbsi natrium bikarbonat (HCO3). (Brunner &
Suddarth).
2. Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat
Abnormalitas utama yang lain pada gagal ginjal kronis adalah gangguan
metabolisme kalsium dan fosfat. Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki
hubungan saling timbal balik: jika satunya meningkat, yang lain akan menurun.
Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal, terdapat peningkatan kadar
fosfat serum dan sebaliknya penurunan kadar serum kalsium. Penurunan kadar serum
menyebabkan sekresi parathormon dari kelenjar paratiroid. Namun demikian, pada
gagal ginjal, tubuh tidak berespons secara normal terhadap peningkatan sekresi
parathormon, dan akibatnya, kalsium di tulang menurun, menyebabkan perubahan
pada tulang dan penyakit tulang. Selain itu, metabolit aktif vitamin D (1,25-
dihidrokolekalsiferol) yang dibuat di ginjal juga menurun akibat berkembangnya gagal
ginjal. (Brunner & Suddarth)
3. Penyakit tulang
Penyakit tulang uremik, sering disebut osteodistrofi renal, terjadi dari perubahan
kompleks kalsium, fosfat, dan kesimbangan parathormon. Laju penurunan fungsi
ginjal dan perkembangan gagal ginjal kronis berkaitan dengan gangguan yang
mendasari, sekresi protein dalam urine, dan adanya hipertensi.
Penurunan kadar kalsium (hipokalsemia) secara langsung akan mengakibatkan
dekalsifikasi matriks tulang, sehingga tulang akan menjadi rapuh (osteoporosis) dan
jika berlangsung lama akan menyebabkan fraktur patologis.
4. Penyakit kardiovaskuler
Ginjal sebagai kontrol sirkulasi sistemik akan berdampak secara sistemik berupa
hipertensi, kelainan lipid, intoleransi glukosa, dan kelainan hemodinamik (sering
terjadi hipertrofi ventrikel kiri).
5. Anemia
Anemia terjadi pada 80-90% penderita gagal ginjal kronik. Anemia pada gagal
ginjal kronik disebabkan oleh defisiensi eritropoitin. Hal-hal lain yang ikut berperan
terjadinya anemia adalah defisiensi besi, kehilangan darah (misal, hematuria), masa
hidup eritrosit yang pendek akibat terjadinya hemolisis, defisiensi asam folat,
penekanan sumsum tulang oleh substansi uremik, proses inflamasi akut maupun
kronik (Ketut Suwitra, 2009)
6. Disfungsi seksual
Dengan gangguan sirkulasi pada ginjal, maka libido sering mengalami penurunan
dan terjadi impotensi pada pria. Pada wanita, dapat terjadi hiperprolaktinemia.
B. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
Pengkajian pada klien gagal ginjal kronis sebenarnya hampir sama dengan klien
gagal ginjal akut, namun disini pengkajian lebih penekanan pada support system untuk
mempertahankan kondisi keseimbangan dalam tubuh. Dengan tidak
optimalnya/gagalnya fungsi ginjal, maka tubuh akan melakukan upaya kompensasi
selagi dalam batas ambang kewajaran. Tetapi jika kondisi ini berlanjut (kronis), maka
akan menimbulkan berbagai manifestasi klinis yang menandakan gangguan sistem
tersebut. Berikut ini adalah pengkajian keperawatan pada klien dengan gagal ginjal
kronis.
1. Biodata
a. Usia
Gagal ginjal menyerang semua golongan usia, tidak ada spesifikasi khusus
pada usia penderita gagal ginjal kronis.
b. Jenis Kelamin
Laki-lai sering memiliki resiko lebih tinggi terkait dengan pekerjaan dan pola
hidup sehat. Gagal ginjal kronis merupakan periode lanjut dari penyakit gagal
ginjal akut, sehingga tidak berdiri sendiri.Keluhan Utama
Keluhan bisa berupa urine output yang menurun (oliguria) sampai pada anuria,
penurunan kesadaran karena komplikasi pada sistem sirkulasi-ventilasi, anoreksia,
mual dan muntah, diaphoresis, fatigue, napas berbau urea, dan pruritus. Kondisi ini
dipicu oleh karena penumpukan (akumulasi) zat sisa metabolisme toksin dalam tubuh
karena ginjal mengalami kegagalan filtrasi.
2. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada klien dengan gagal ginjal kronis biasanya terjadi penurunan urine output,
penurunan kesadaran, perubahan pola napas karena komplikasi dari gangguan sistem
ventilasi, fatigue, perubahan fisiologis kulit, bau urea pada napas. Selain itu karena
berdampak pada proses metabolisme (sekunder karena intoksikasi), maka akan
terjadi anoreksia, nausea dan vomit sehingga berisiko untuk terjadinya gangguan
nutrisi.
7. Psikologis
a. Nyeri dan Keamanan
Gejala : Sakit kepala, kram otot/nyeri kaki
Tanda : perilaku berhati-hati.
b. Integritas Ego
Gejala : Faktor stres contoh financial, hubungan dengan orang lain,
perasaan tak berdaya, tak ada harapan , tak ada kekakuan perasaan
Tanda : Menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang,
perubahan kepribadian.
c. Pertumbuhan & perkembangan
-
8. Perilaku
a. Kebersihan diri
Kebersihan diri dibantu karena kekuatan otot menurun
b. Penyuluhan dan pembelajaran
Klien dan keluarga di berikan edukasi mengenai terapi cairan dan hal-hal
yang berkaitan dengan metode penyembuhan. Klien dan keluarga juga di
edukasi mengenai penyakit yang di derita.
9. Relasional
a. Interaksi Sosial
Tidak mengalami gangguan, dapat berbicara dengan lancar, mengikuti
instruksi dengan tepat.
10. Lingkungan
a. Keamanan dan Proteksi
Lingkungan Klien bersih dan safety bed terpasang dengan baik dan keluarga
klien mengerti cara menjaga keselamatan pasien
11. Observasi dan pemeriksaan fisik
Dilakukan dengan pemeriksaan Head To Toe dengan pendekatan IPPA (Inspeksi,
Palpasi, Perkusi, Auskultasi). Data yang paling menonjol pada pemeriksaan fisik
adalah pada thorax yang meliputi jantung dan paru-paru :
a. Inspeksi : frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya bernafas antara lain :
takipnea, dispnea progresif, kussmaul, pernapasan dangkal
b. Palpasi : adanya nyeri tekan, peningkatan fokal fremitus pada daerah yang
mengalami gangguan.
c. Perkusi : pekak apabila terisi cairan pada paru, normalnya timpani (terisi
udara) resonansi
d. Auskultasi : terdapat suara nafas tambahan apabila paru-paru terisi cairan,
anatara lain crackles, ronchi.
(Padila (2012) dan Muttaqin, A & Sari, K. (2014)
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Adapun diagnosis keperawatan yang dapat ditegakkan pada klien dengan gagal ginjal
kronis adalah:
1. Intoleran aktivitas
a. Definisi
Ketidakcukupan energy untuk melakukan aktivitas sehari-hari
b. Penyebab
1. Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
2. Tirah baring
3. Kelemahan
4. Imobilitas
5. Gaya hidup monoton
c. Gejala dan tanda Mayor
Subjektif
Mengeluh lelah
Objektif
Frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi istirahat
d. Gejala dan Tanda Minor
Subjektif
1. Dyspnea saat/setelah aktivitas
2. Merasa tidak nyaman setelah beraktivitas
3. Merasa lemah
Objektif
1. Tekanan darah berubah >20% dari kondisi istirahat
2. Gambaran EKG menunjukan aritmia saat/setelah aktivitas
3. Gambaran EKG menunjukan iskemia
4. Sianosis
2. Gangguan Pertukaran Gas
a. Definisi
Kelebihan atau kekurangan oksigenasi dan/atau eliminasi karbondioksida
pada membranalveolus-kapiler.
b. Penyebab
1. Ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
2. Perubahan membran alveolus-kapiler
c. Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
1. Dispnea
Objektif
1. PCO2 meningkat/menurun
2. PO2 menurun
3. Takikardia
4. pH arteri meningkat/menurun
5. Bunyi napas tambahan.
d. Gejala dan Tanda Minor
Subjektif
1. Pusing
2. Penglihatan kabur
Objektif
1. Sianosis
2. Diaforesis
3. Gelisah
4. Napas cuping hidung
5. Pola napas abnormal (cepat/lambat, regular/iregular, dalam/dangkal)
6. Warna kulit abnormal (mis. pucat, kebiruan)
7. Kesadaran menurun.
e. Kondisi Klinis Terkait
1. Penyakit paru obstruksi kronis (PPOK)
2. Gagal jantung kongestif
3. Asma
4. Pneumonia
5. Tuberkolosis paru
6. Penyakit membran hilain
7. Asfiksia
8. Persistent pulmonary hypertension of newborn (PPHN)
9. Prematuritas
10. Infeksi saluran napas.
3. Gangguan Integritas Kulit/Jaringan
a. Definisi
Kerusakan kulit (dermis dan/atau epidermis) atau jaringan (membran
mukosa, kornea, fasia, otot, tendon, tulang, kartilago, kapsul sendi dan/atau
ligamen).
b. Penyebab
Objektif
Kerusakan jaringan dan/atau lapisan kulit
d. Gejala dan Tanda Minor
Subjektif
(Tidak tersedia)
Objektif
1. Nyeri
2. Perdarahan
3. Kemerahan
4. Hematoma
e. Kondisi klinis terkait
1. Imobilisasi
2. Gagal jantung kongestif
3. Gagal ginjal
4. Diabetes melitus
5. Imunodefisiensi (mis. AIDS)
Keterangan :
• Dispesifikan menjadi kulit atau jaringan
Kulit hanya terbatas pada dermis dan epidermis, sedangkan jaringan
meliputi tidak hanya kulit tetapi mukosa, kornea, fasia, otot,tendon, tulang,
kartilago, kapsul sendi, dan atau ligamen
4. Perfusi Perifer Tidak Efektif
a. Definisi
Penurunan sirkulasi darah pada level kapiler yang dapat mengganggu
metabolisme tubuh.
b. Penyebab
1. Hiperglikemia
2. Penurunan konsentrasi hemoglobin
3. Peningkatan tekanan darah
4. Kekurangan volume cairan
5. Penurunan aliran arteri/vena
6. Kurang terpapar informasi tentang faktor pemberat (mis. Merokok, gaya
hidup monoton, trauma, obesitas, asupan garam, imobilitas)
7. Kurang terpapar informasi tentang proses penyakit (mis. Diabetes
mellitus, hyperlipidemia)
8. Kurang aktivitas fisik
c. Gejala dan tanda mayor
Subjektif
(tidak tersedia)
Objektif
1. Pengisian kapiler > 3 detik
2. Nadi perifer menurun atau tidak teraba
3. Akral teraba dingin
4. Warna kulit pucat
5. Turgor kulit menurun
d. Gejala dan Tanda Minor
Subjektif
1. Parastesia
2. Nyeri ekstremitas (klaudikasi intermiten)
Objektif
1. Edema
2. Penyembuhan luka lambat
3. Indeks ankie-brachial <0,90
4. Bruit femoral
e. Kondisi Klinis terkait
1. Tromboflebitis
2. Diabetes mellitus
3. Anemia
4. Gagal jantung kongestif
5. Kelainan jantung kongenital
6. Thrombosis arteri
7. Varises
8. Trombosisi vena dalam
9. Sindrom kompartemen
5. Pola Nafas Tidak Efektif
a. Definisi
Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi adekuat.
b. Penyebab
1. Depresi pusat pernapasan
2. Hambatan upaya nafas (mis. Nyeri saat bernapas, kelemahan otot
pernapasan)
3. Deformitas dinding dada
4. Deformitas tulang dada
5. Gangguan neuromuscular
6. Gangguan neurologi (mis. Elektroensefalogram [EEG] positif, cedera
kepala, gangguan kejang)
7. Imaturitas neurolohis
8. Penurunan energi
9. Obesitas
10. Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru
11. Sindrom hipoventilasi
12. Kerusakan inervasi diafragma (kerusakan saraf C5 ke atas)
13. Cedera pada medulla spinalis
14. Efek agen farmakologis
15. Kecemasan
c. Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
1. dispnea
Objektif
1. penggunaan obat bantu pernapasan\
2. fase ekspirasi memanjang
3. pola nafas abnormal (mis. Takipnea, bradipnea, hiperventilasi,
kussmaul, cheyne-stokes)
d. Gejala dan Tanda Minor
Subjektif
1. ortopnea
Objektif
1. pernapasan pursed-lip
2. pernapasan cuping hidung
3. diameter thoraks anterior-posterior meningkat
4. ventilasi semenit menurun
5. kapasitas vital menurun
6. tekanan ekspirasi menurun
7. tekanan inspirasi menurun
8. ekskursi dada berubah
e. Kondisi Klinis Terkait
1. Depresi sistem saraf pusat
2. Cedera kepala
3. Trauma thoraks
4. Gullian barre syndrome
5. Multiple sclerosis
6. Myasthenia gravis
7. Stroke
8. Kuadriplegia
9. Intoksikasi alcohol
6. Ansitas
a. Definisi
Kondisi emosi dan pengalaman subyektif individu terhadap objek yang tidak
jelaas dan spesifik akibat antisipasi bahaya yang memungkinkan individu
melakukan tindakan untuk menghadapi ancaman.
b. Penyebab
1. Krisis situasional
2. Kebutuhan tidak terpenuhi
3. Krisis maturasional
4. Ancaman terhadap konsep diri
5. Ancaman terhadap kematian
6. Kekhawatiran mengalamai kegagalan
7. Disfungsi sistem keluarga
8. Hubungan orang tua-anak tidak memuaskan
9. Faktor keturunan (temperamen mudah teragitasi sejak lahir)
10. Penyalahgunaan zat
11. Terpapar bahaya lingkungan (mis. Toksin, polutan, dan lain-lain0
12. Kurang terpapar informasi
c. Gejala dan tanda Mayor
Subjektif
1. Merasa bingung
2. Merasa khawatir dengan akibat dari kondisi yang dihadapi
3. Sulit berkonsentrasi
Objektif
1. Tampak gelisah
2. Tampak tegang
3. Sulit tidur
d. Gejala dan tanda Minor
Subjektif
1. Mengeluh pusing
2. Anoreksia
3. Palpitasi
4. Merasa tidak berdaya
Objektif
1. Frekuensi napas meningkat
2. Frekuensi nadi meningkat
3. Tekanan darah meningkat
4. Diaphoresis
5. Tremor
6. Muka tampak pucat
7. Suara bergetar
8. Kontak mata buruk
9. Sering berkemih
10. Berorientasi pada masa lalu
e. Kondisi Klinis terkait
1. Penyakit kronis progresif (mis. Kanker, penyakit autoimun)
2. Penyakit akut
3. Hospitalisasi
4. Rencana operasi
5. Kondisi diagnosis penyakit belum jelas
6. Penyakit neurologis
7. Tahap tumbuh kembang
7. Risiko Infeksi
a. Definisi
Berisiko mengalami peningkatan terserang organisme patogenik.
b. Faktor Risiko
1. Penyakit kronis (mis. diabetes mellitus)
2. Efek prosedur invasive
3. Malnutrisi
4. Peningkatan paparan organisme pathogen lingkungan
5. Ketikadekuatan pertahanan tubuh primer:
1. Gangguan perisyaltik
2. Kerusakan integritas kulit
3. Perubahan sekresi pH
4. Penurunan kerja siliaris
5. Ketuban pecah lama
6. Ketuban pecah sebelum waktunya
7. Merokok
8. Statis cairan tubuh
6. Ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder :
1) Penurunan hemoglobin
2) Imununosupresi
3) Leukopenia
4) Supresi respon inflamasi
5) Vaksinasi tidak adekuat
c. Kondisi Klinis Terkait
1. AIDS
2. Luka bakar
3. Penyakit paru obstruktif kronis
4. Diabetes mellitus
5. Tindakan invasif
6. Kondisi penggunaan terapi steroid
7. Penyalahgunaan obat
8. Ketuban Pecah sebelum waktunya (KPSW)
9. Kanker
10. Gagal ginjal
11. Imunosupresi
12. Lymphedema
13. Leukositopenia
14. Gangguan fungsi hati
8. Gangguan Eliminasi urin
a. Definisi
Disfungsi eliminasi urin
b. Penyebab
1. Penurunan kapasitas kandung kemih
2. Iritasi kandung kemih
3. Penurunan kemampuan menyadari tanda-tanda gangguan kandung
kemih
4. Efek tindakan medis dan diagnostic (mis. Operasi ginjal, operasi
saluran kemih, anestesi, dan obat-obatan)
5. Kelemahan oto pelvis
6. Ketidakmampuan mengakses toilet (mis. Imobilisasi)
7. Hambatan lingkungan
8. Ketikdakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan eliminasi
9. Outlet kandung kemih tidak lengkap (mis. Anomaly saluran kemih
kongenital)
10. Imaturitas (pada anak usia < 3 tahun)
c. Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif
1. Desakan berkemih (urgensi)
2. Urin menetes (dribbling)
3. Sering buang air kecil
4. Nokturia
5. Mengompol
6. Enuresis
Objektif
1. Distensi kandung kemih
2. Berkemih tidak tuntas (hesitancy)
3. Volume residu urin meningkat
d. Gejala dan Tanda Minor
Subjektif
(tidak tersedia)
Objektif
(tidak tersedia)
e. Kondisi Klinis Terkait
1. Infeksi ginjal dan saluran kemih
2. Hiperglikemi
3. Trauma
4. Kanker
5. Cedera/tumor/infeksi medulla spinalis
6. Neuropati diabetikum
7. Neuropati alkoholik
8. Stroke
9. Parkinson
10. Skeloris multiple
11. obat alpha adrenergic
f. Keterangan
Diagnosis ini masih bersifat umum untuk ditegakkan di klinik, sebaiknya
penegakan diagnosis ini lebih spesifik pada inkontinensia atau retensi. Namun
diagnosis ini dapat dipergunakan jika perawat belum berhasil
mengidentifikasi faktor penyebab inkontinensia atau retensi urin
Terapeutik
1. Bersihkan sekret pada
mulut, hidung dan
trakea,
jika perlu
2. Pertahankan kepatenan
jalan napas
3. Siapkan dan atur
peralatan pemberian
oksigen
4. Berikan oksigen
tambahan, jika perlu
5. Tetap berikan oksigen
saat pasien ditranspostasi
6. Gunakan perangkat
oksigen yang sesuai
dengan tingkat mobilitas
pasien
Edukasi
1. Ajarkan pasien dan
keluarga cara
menggunakan oksigen di
rumah
Kolaborasi
1. Kolaborasi penentuan
dosis oksigen
2. Kolaborasi penggunaan
oksigen saat aktivitas
dan/atau tidur
menurun kontraindikasi
menurun Kolaborasi
8. ekskursi dada berubah
Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspetoran,
mukolitik, jika perlu
Ansietas berhubungan Setelah dilakukan intervensi Intervensi utama :
dengan ancaman terhadap keperawatan selama …..x24 1. Reduksi Ansietas
konsep diri dibuktikan jam, maka tingkat ansietas Observasi
dengan merasa khawatir menurun, dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi saat tingkat
dengan akibat dari kondisi 1. Verbalisasi kebingungan ansietas berubah (mis.
yang dihadapi,sulit 5 (menurun) Kondisi, waktu, stressor)
berkonsentrasi, tampak 2. Verbalisasi khawatir
2. Identifikasi kemampuan
gelisah, tampak tegang. akibat kondisi dihadapi 5
mengambil keputusan
(menurun)
Gejala dan tanda Mayor 3. Perilaku gelisah 5 3. Monitor tanda – tanda
4. Anjurkan mengungkapkan
perasaan dan persepsi
6. Latih penggunaan
mekanisme pertahanan diri
yang tepat
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian obat
antiansietas , jika perlu.
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian obat
supositoria uretra , jika perlu
Brunner & Suddarth, 2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: ECG.
Doenges, E. Marilynn. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. Jakarta: EGC.
Judith. 2006. Managing Chronic Disorder. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins
Madara, B, Denino VP. 2008. Pathophysiology Second Edition. London: Jones and Bartlett
Publishers Inc.
McClellan WM, Shoolwert AC, Gehr T. 2006. Management of Chronic Kidney Disease First
Edition. USA : Professional Comunication Inc.
Prabowo, Eko dkk. 2014. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan. Jogjakarta:
Nuha Medika.
Robinson JM. 2013. Professional Guide to Disease Tenth Edition. Philadelphia : Lippincott
Williams & Wilkins
SDKI. 2016 . Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia Edisi I. Jakarta : DPP PPNI
SLKI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi I. Jakarta : DPP PPNI
SIKI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Edisi I. Jakarta : DPP
LEMBAR PENGESAHAN
Denpasar, September 2019
Mengetahui,
Pembimbing Klinik / CI Mahasiswa
................................................... ...................................................
NIP. NIM.
Clinical Teacher/ CT
......................................................
NIP.