Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

SEPSIS
Disusun untuk memenuhi tugas Praktik Klinik Keperawatan Medikal Bedah
pada Program Studi Sarjana Terapan Keperawatan
Dosen pembimbing: Sugiyarto, SST.,Ners.,M.Kes.
Clinical Instructur: Widia Yuniarti, S.Kep.,Ns.

DISUSUN OLEH:
MELITA ASYIFA AHNAF
P27220022097
2AD4

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN


POLTEKKES KEMENKES SURAKARTA
2023
BAB I
KONSEP TEORI
A. Epidemiologi
Sepsis adalah penyebab kematian utama di ruang perawatan intensif pada
negara maju, dan insidensinya mengalami kenaikan. Setiap tahunnya terjadi
750.000 kasus sepsis di Amerika Serikat. Secara umum, sepsis terjadi pada sekitar
2% dari semua pasien rawat inap di negara maju. Sepsis dapat terjadi di antara 6-
30% dari semua unit perawatan intensif pasien (ICU), dengan variasi yang cukup
besar karena heterogenitas antara ICU. Di sebagian besar negara maju angka
kejadian sepsis berat telah diidentifikasi antara 50-100 kasus per 100.000 orang
dalam populasi. Sepertiga sampai setengah dari semua pasien sepsis meninggal
dunia. Di negara berkembang, sepsis menyumbang 60-80% dari semua kematian.
Sepsis membunuh lebih dari 6 juta bayi dan anak kecil, dan 100.000 ibu baru
setiap tahunnya. Setiap 3-4 detik, seseorang di dunia meninggal karena
sepsis.(Putri, 2014)
B. Pengertian
Istilah sepsis berasal dari bahasa Yunani “sepo” yang artinya membusuk
dan pertama kali dituliskan dalam suatu puisi yang dibuat oleh Homer (abad 18
SM). Kemudian pada tahun 1914 Hugo Schottmuller secara formal
mendefinisikan “septicaemia” sebagai penyakit yang disebabkan oleh invasi
mikroba ke dalam aliran darah.(Irvan, et all., 2014)
Sepsis merupakan respons sistemik pejamu terhadap infeksi, saat patogen
atau toksin dilepaskan ke dalam sirkulasi darah sehingga terjadi aktivasi proses
inflamasi. Rangkaian patofisiologi sepsis didasari terjadinya inflamasi sistemik
yang melibatkan berbagai mediator inflamasi. Terjadinya gangguan pada sistem
koaglukosasi juga sangat berperan dalam timbulnya berbagai komplikasi yang
disebabkan oleh sepsis. Komplikasi yang ditimbulkan oleh sepsis dapat berupa
systemic inflammatory response syndrome (SIRS), disseminated intravascular
coaglukosation (DIC), renjatan septik dan gagal multi organ.(Irvan, et all.,
2014).Sepsis berat dan syok septik adalah masalah kesehatan utama, yang
mempengaruhi jutaan orang di seluruh dunia setiap tahun, menewaskan satu dari
empat orang (dan sering lebih).(Putri, 2014)
Komorbiditas sepsis; Diabetes Melitus (DM) II, hipertensi, penyakit paru
obstruksi kronis dan penyakit ginjal Kronis, asal unit sebelum masuk ICU,
Glasgow Coma Score (GCS), acute respiratory distress syndrome (ARDS), lama
rawat di ICU, syok septik dan mortalitas.(Wicaksono, et all., 2022)
C. Etiologi
Penyebab terbesar sepsis adalah bakteri Gram negatif (60-70% kasus).
Staphylococci, pneumococci, streptococci, dan bakteri Gram positif lain lebih
jarang menimbulkan sepsis dengan angka kejadian antara 20-40% dari seluruh
angka kejadian sepsis. Jamur oportunistik, virus, atau protozoa juga dilaporkan
dapat menimbulkan sepsis dengan kekerapan lebih jarang. Terdapatnya
lipopolisakarida (LPS) atau endotoksin glikoprotein yang merupakan komponen
utama dari membran terluar bakteri gram negatif berpengaruh terhadap stimulasi
pengeluaran mediator proinflamasi, kemudian menyebabkan terjadi inflamasi
sistemik dan jaringan. Peptidoglikan merupakan komponen dinding sel kuman
dilaporkan juga dapat menstimulasi pelepasan sitokin, juga berpera penting dalam
proses agregasi trombosit.(Yankes, 2017)
Menurut Anggraini (2022), sepsis terjadi karena banyaknya penggunaan
prosedur invasif, peningkatan pneumonia yang didapat di rumah sakit (HAP) dan
resistensi antibiotik. Tubuh juga memiliki mekanisme anti-inflamasi termasuk
peningkatan kadar sitokin anti-inflamasi dan hormon glukokortikoid. Hormon
tersebut menghambat sintesis sitokin oleh monosit dan menurunkan kemampuan
neutrofil untuk menempel pada endotel vaskular. Proses inflamasi pada sepsis
yang tidak terkontrol menyebabkan terjadinya pelepasan mediator inflamasi yang
berlebihan dalam waktu yang lama dan melampaui mekanisme anti inflamasi
tubuh. Hal ini menyebabkan berbagai disfungsi organ termasuk disfungsi
kardiovaskular, hati, paru dan ginjal.
D. Faktor Resiko
Sepsis dapat disebabkan karena adanya infeksimikroorganisme patogen.
Mikroorganisme yang paling banyak menyebabkan sepsis yakni bakteri gram
positif dan bakteri gram negatif. Selain itu, parasit, jamur, danvirus juga dapat
menyebabkan sepsis dan syok sepsis. Selain itu, sepsis juga dipengaruhi oleh
jenis kelamin, ras, determinan genetik, usia,komorbiditas, dan lingkungan
dari host atau manusia yang berhubungan denganresponnya terhadap
terjadinya infeksi patogen. Faktor risiko dari sepsis yang mengarah pada syok
sepsis meliputi imunosupresi, usia<1 tahun atau >65 tahun), malnutrisi,
penyakit kronis, dan prosedur invasif yang kurang memperhatikan teknik
aseptik.(Singer, 2016)
E. Manifestasi Klinis
Bertolak dari keterbatasan dua kriteria diagnosis sepsis yang telah
dipublikasi sebelumnya, pada tahun 2016 the European Society of Intensive Care
Medicine dan SCCM merumuskan kriteria baru diagnosis sepsis yang didasarkan
pada perubahan definisi sepsis yang menekankan pada terjadinya disfungsi organ
pada seorang yang terinfeksi. Sistem skor Sequential Organ Failure Assessment
(SOFA) digunakan sebagai cara penilaian disfungsi organ. Penambahan akut dua
atau lebih nilai SOFA sebagai akibat infeksi digunakan sebagai dasar diagnosis
sepsis. Kelompok ahli juga mengajukan kriteria baru yang dapat digunakan
sebagai penapis pasien sepsis yang dikenal dengan istilah quick SOFA (qSOFA).
Tiga kriteria qSOFA adalah laju napas lebih dari sama dengan 22 napas/menit,
perubahan kesadaran, tekanan darah sistolik kurang dari sama dengan 100
mmHg.(Yankes, 2017)
Gambar 1. Kriteria Diagnosis Sepsis
(https://yankes.kemkes.go.id/unduhan/fileunduhan_1610419769_850165.pdf)
Gambar 2. Definisi Sepsis Berat
(https://yankes.kemkes.go.id/unduhan/fileunduhan_1610419769_850165.pdf)
F. Patofisiologi
Penderita sepsis sebagian besar menunjukkan adanya suatu infeksi fokal
jaringan sebagai sumber bakteriemia, hal inilah yang kemudian disebut sebagai
bakteri aemia sekunder. Bakteri gram negatif merupakan bakteri komensal normal
dalam tubuh yang kemudian dapat menyebar ke organ yang dekat seperti pada
kejadian peritonitis setelah perforasi apendik, atau bisa berpindah dari perineum
ke urethra atau kandung kemih. Fokus primer dari sepsis gram negatif bisa
terdapat pada saluran genitourinarium, saluran empedu dan saluran
gastrointestinum. Pada kejadian sepsis gram positif, biasanya ditimbulkan dari
infeksi kulit, saluran respirasi, dan juga bisa berasal dari luka terbuka, misalnya
luka bakar.
Inflamasi merupakan respon tubuh untuk berbagai macam stimulasi
imunogen dari luar. Sitokin sebagai mediator inflamasi tidak berdiri sendiri, tetapi
masih banyak sistem imun tubuh yang berperan dalam proses inflamasi. TNF, IL1,
Interferon (IFN-ɣ) merupakan sitokin pro inflamasi yang bekerja menghancurkan
mikroorganisme yang menginfeksi tubuh. Sedangkan, Interleukin 1 reseptor
antagonis (IL1ra), IL-4, IL-10 merupakan sitokin yang bersifat antiinfamasi yang
bertugas untuk memodulasi, koordinasi atau represi terhadap respon yang
berlebihan.
Penyebab sepsis dan syok sepsis yang paling banyak adalah stimulasi
toksin baik endotoksin maupun eksotoksin. LPS dapat langsung membentuk
LPSab (Lipo Poli Sakarida Antibodi) bersama dengan antibodi serum darah.
LPSab dalam serum kemudian bereaksi dengan makrofag melalui (Toll Like
Receptors 4) TLRs4 sebagai reseptor transmembran dengan reseptor CD 14+ yang
kemudian makrofag mengaktifkan imuno modulator.
Pada bakteri gram positif eksotoksin dapat merangsang langsung terhadap
makrofag dengan melalui TLRs2 tetapi ada juga eksotoksin sebagai super antigen.
Pada kondisi sepsis tubuh akan berusaha bereaksi dengan cara merangsang
limfosit T mengeluarkan imuno modulator. Sehingga pada keadaan sepsis akan
terjadi peningkatan IL1β dan TNF-α pada serum penderita. IL-1β nantinya akan
merangsang ICAM-1 (inter cellular adhesion molecule-1) yang kemudia
menyebabkan neutrofil yang tersensitasi oleh GM-CSF (granulocy temacrophage
colony stimulating factor) akan mudah mengadakan adhesi. Neutrofil yang
beradhesi dengan endotel akan mengeluarkan lisosim yang akan menyebabkan
dinding endotel lisis, sehingga endotel menjadi terbuka. Kerusakan endotel
tersebut akan menyebabkan gangguan vaskuler sehingga menyebabkan kerusakan
multi organ. Trombosis dan koagulasi dari pembuluh darah kecil bisa
mengakibatkan syok septik yang bisa berakhir pada kematian.
G. Pathway

Gambar 3. Pathway Sepsis


(https://www.academia.edu/37875572/5_PATHWAY_SEPSIS
H. Komplikasi
1. Syok septik: Syok septik adalah kondisi di mana tekanan darah turun secara
drastis dan tidak dapat diatasi dengan pemberian cairan melalui infus. Ini
adalah komplikasi yang paling serius dan mengancam nyawa dalam sepsis.
2. Gagal organ: Sepsis dapat menyebabkan kerusakan pada organ-organ vital
seperti paru-paru, ginjal, hati, jantung, atau otak. Akibatnya, organ-organ ini
tidak dapat berfungsi dengan baik atau bahkan mengalami kegagalan total.
3. Sindrom gangguan pernapasan akut (ARDS): ARDS adalah komplikasi
yang terjadi ketika paru-paru mengalami kerusakan parah dan tidak dapat
berfungsi dengan baik. Ini mengakibatkan kesulitan bernapas dan kekurangan
oksigen dalam tubuh.
4. Gangguan pembekuan darah: Sepsis dapat mempengaruhi proses
pembekuan darah, yang dapat mengakibatkan pembekuan darah yang
berlebihan atau koagulopati diseminata intravaskular (DIC), di mana darah
sulit membeku dan dapat menyebabkan pendarahan atau gumpalan darah
yang berbahaya.
5. Kehilangan anggota tubuh: Dalam kasus yang ekstrem, sepsis yang parah
dapat mengakibatkan kerusakan jaringan yang luas dan nekrosis (kematian
jaringan), yang mungkin memerlukan amputasi anggota tubuh yang terinfeksi.
6. Gangguan mental dan neurologis: Sepsis dapat mempengaruhi fungsi otak
dan sistem saraf, menyebabkan gangguan kognitif, kebingungan, gangguan
memori, atau bahkan koma.
7. Gangguan ginjal: Sepsis dapat menyebabkan kerusakan pada ginjal dan
menyebabkan gagal ginjal akut. Dalam beberapa kasus, dialisis atau
transplantasi ginjal mungkin diperlukan.
8. Gangguan jantung: Sepsis dapat menyebabkan peradangan pada jantung
dan mempengaruhi fungsi jantung, termasuk gagal jantung.
I. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Primer (Crourch et all., 2017)
a. Airways: kaji kepatenan jalan nafas pasien, ada tidaknya sputum, benda
asing,atau lidah jatuh yang menghalangi jalan nafas
b. Breathing: kaji frekuensi nafas, bunyi nafas, ada tidaknya
penggunaan ototbantu pernafasan, irama napas, saturasi oksigen
c. Circulation: kaji tekanan darah, frekuensi dan kekuatan nadi, CRT,
output urindan intake cairan, serta karakteristik urin
d. Disability: kaji tingkat kesadaran kualitatif dan kuantitatif, kaji tingkat
nyeri
e. Exposure: kaji suhu tubuh dan cegah hipotermi
Menurut Lewis, Dirksen, Heitkemper, Bucher, dan Harding (2014),
pengkajian primer pada syok, termasuk syok sepsis yakni sebagai berikut.
Gambar 4. Pemeriksaan Primer Syok
(Lewis et all., 2014)
2. Pengkajian Sekunder (Doenges, Moorhouse, & Murr, 2014)
a. Pengkajian Riwayat dengan metode SAMPLE (sign and symptom,
allergy, medication, past medical history, last meal, dan event leading)
b. Pengkajian Head to Toe

Gambar 5. Pengkajian Head to Toe


(Doenges, Moorhouse, & Murr, 2014)
3. Pengkajian Diagnostik (Doenges et al., 2014)
a. Tes Laboratorium
1) Serum kreatinin : meningkat pada kondisi sepsis
2) Glukosa darah : meningkat pada kondisi sepsis
3) Serum laktat : meningkat jika terjadi hipoperfusi jaringan pada
sepsis
4) Procalcitonin-a, prohormone kalsitonin : meningkat lebih
cepat dari CRPketika terjadi sepsis
5) Analisis gas darah : mengetahui pH, PCO2, PO2, HCO3, dan
saturasi oksigen
6) Hitung darah lengkap : Hct mungkin meningkat pada hipovolemik
karenahemokonsentrasi, peningkatan sel darah putih
7) Serum elektrolit: menilai kondisi elektrolit tubuh
8) C-reactive protein (CRP) : mengindikasikan adanya inflamasi
9) Kultur : dahak, cerebral spinal fluid, urine, darah dan
kultur luka:mengetahui penyebab sepsis
b. Pemeriksaan Imaging
1) Rontgen dada
2) CT-Scan dan / USG
3) Portable monitor disamping tempat tidur untuk pasien sepsis berat
atau syok sepsis.
J. Penatalaksanaan Medis
Karena infeksi menyebabkan sepsis, penanganan infeksi merupakan
komponen penting dalam penanganan sepsis. Tingkat kematian akan meningkat
dengan adanya penundaan penggunaan antimikroba. Untuk meningkatkan
keefektifitas penggunaan antibiotik, penggunaan antibiotik berspektrum luas
sebaiknya disertai dengan kultur dan identifikasi sumber penularan kuman.
Menurut Putri (2014), sepsis dapat dengan cepat berkembang menjadi
syok septik dan kematian jika tidak diobati.
a. Antibiotik langsung disuntikkan ke pembuluh darah untuk melawan
infeksi. Pengobatan dengan antibiotik harus dimulai segera, dalam waktu
enam jam pertama. Awalnya akan diberikan antibiotik spektrum luas,
yang efektif terhadap berbagai bakteri. Setelah mempelajari hasil tes
darah, dokter mungkin beralih ke antibiotik yang berbeda yang lebih tepat
terhadap bakteri penyebab infeksi.
b. Obat vasoaktif untuk meningkatkan tekanan darah. Disebut juga sebagai
agen vasopresor. Jika tekanan darah tetap begitu rendah bahkan setelah
menerima cairan infus, maka mungkin akan diberi obat-obat vasopressor
ini yang bekerja dengan cara menyempitkan pembuluh darah dan
membantu meningkatkan tekanan darah.
c. Insulin untuk menstabilkan gula darah.
d. Kortikosteroid untuk mengurangi peradangan.
e. Obat penghilang rasa sakit.
K. Pencegahan
Pencegahan dilakukan dengan memperhatikan pemakaian jarum atau alat
tajam lainnya sekali pakai. Pemakaian proteksi di setiap tindakan, termasuk
sarung tangan, masker, baju, kacamata debu. Tangan dan kulit yang terkena darah
atau cairan tubuh lainnya segera dicuci.
BAB II
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas
a. Identitas pasien berupa nama, tanggal lahir, umur (kurang dari 1
tahun atau lebih dari 65 tahun), jenis kelamin (perempuan memiliki
angka kejadian lebih besar dibandingkan dengan laki laki), status,
agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, nomor RM, diagnosa medis.
b. Identitas penanggung jawab berupa nama, tanggal lahir, jenis
kelamin, status, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, hubungan
dengan pasien.
c. Catatan medis (keluhan utama, riwayat kesehatan sekarang, riwayat
kesehatan dahulu, riwayat kesehatan keluarga)
2. Pengkajian B1-B6
a. Breathing : Sistem pulmoner menunjukan ronkhi, distress
pernapasan (pernapasan cuping hidung, takipnea pernapasan >
30x/menit), terlihat kesulitan bernapas, ekspanasi dada tidak simetris,
penapasan dangkal, dan penggunaan otot bantu pernapasan.
b. Blood : Sistem kadriovaskular menunjukan nadi kuat,
perfusi jaringan hangat, crt kurang dari 3 detik, hipotensi.
c. Brain : Kesadaran compos mentis, pasien tidak gelisah,
reflek cahaya, pupil isokor, skrinning nyeri.
d. Bladder : Produksi urine (warna, jumlah, bau), terpasang
kateter.
e. Bowel : Peristaltik usus, kembung, obstipasi, pasien
terpasang/tidak terpasang NGT, penurunan berat badan, penurunan
nafsu makan.
f. Bone : Terdapat luka, turgor baik, edema, kekuatan otot
lemah.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas b.d Perubahan membran alveolus-kapiler
(D.0003)
2. Perfusi Perifer Tidak Efektif b.d Penurunan aliran arteri dan atau vena
(D.0009)
3. Risiko infeksi b.d Penyakit Kronis(D.0142)
C. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi
Hasil
1. Gangguan Setelah dilakukan Pemantauan Respirasi (I.
pertukaran gas b.d tindakan asuhan 01014)
Perubahan keperawatan selama Observasi :
membran alveolus- 3x7 jam diharapkan 1. Monitor Frekuensi,
kapiler(D.0003) Pertukaran Gas Irama, kedalaman dan
meningkat dengan Upaya napas
kriteria hasil: 2. Monitor pola napas
Pertukaran Gas (seperti bradipneu,
(L.010003) takipneu, hiperventilasi,
1. Dyspnea menurun Kussmaul, Cheyne-stokes,
2. Bunyi napas Biot, Ataksik).
tambahan menurun 3. Monitor kemampuan
3. PCO2 membaik batuk efektif
4. PO2 membaik 4. Monitor adanya produksi
5. Takikadia membaik sputum
6. pH arteri membaik 5. Monitor adanya
sumbatan jalan napas
6. Palpasi kesimetrisan
ekspansi paru
7. Auskultasi bunyi napas
8. Monitor saturasi oksigen
9. Monitor hasil AGD
10. Monitor hasil X-ray
thorax.
Terapeutik:
1. Atur interval pemantauan
respirasi sesuai kondisi
pasien
2. Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi:
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu
2. Perfusi Perifer Setelah dilakukan Perawatan Sirkulasi (I.
Tidak Efektif b.d tindakan asuhan 02079)
Penurunan aliran keperawatan selama Observasi:
arteri dan atau 3x7 jam diharapkan 1. Periksa sirkulasi perifer
vena(D.0009) Perfusi Perifer (misal: Nadi perifer, edema,
meningkat dengan pengisian kapiler, warna,
kriteria hasil: suhu, ankle brachial reflex)
Perfusi Perifer 2. Identifikasi faktor risiko
(L.02011) gangguan sirkulasi (misal:
1. Denyut nadi perifer Diabetes, perokok, orang
meningkat tua, hipertensi dan kadar
2. Warna kulit pucat kolesterol tinggi)
menurun 3. Monitor panas,
3. Pengisian kapiler kemerahan, nyeri, atau
membaik bengkak pada ekstremitas
4. Aklar membaik Terapeutik:
5. Turgor kulit 1. Hindari pemasangan
membaik infus atau pengambilan
darah di area keterbatasan
perfusi
2. Hindari pengukuran
tekanan darah pada
ekstremitas dengan
keterbatasan perfusi
3. Hindari penekanan dan
pemasangan tourniquet
pada area yang cedera
4. Lakukan pencegahan
infeksi
5. Lakukan perawatan kaki
dan kuku
6. Lakukan hidrasi
Edukasi:
1. Anjurkan berhenti
merokok
2. Anjurkan berolahraga
rutin
3. Anjurkan mengecek air
mandi untuk menghindari
kulit terbakar
4. Anjurkan menggunakan
obat penurun tekanan
darah, antikoagulan, dan
penurunan kolesterol jika
perlu
5. Anjurkan minum obat
pengontrol tekanan darah
secara teratur
6. Anjurkan menghindari
penggunaan obat penyekat
beta
7. Anjurkan melakukan
perawatan kulit yang tepat
(misal: Melembabkan kulit
kering pada kaki)
8. Anjurkan program
rehabilitasi vaskular
9. Ajarkan program diet
untuk memperbaiki
sirkulasi (misal: Rendah
lemak jenuh, minyak ikan
omega 3)
10. Informasikan tanda dan
gejala darurat yang harus
dilaporkan (misal: Rasa
sakit yang tidak hilang saat
istirahat, luka tidak
sembuh, hilangnya rasa)
3. Risiko infeksi b.d Setelah dilakukan Manajemen imunisasi/
Penyakit tindakan asuhan vaksinasi (I.14508)
Kronis(D.0142) keperawatan selama Observasi :
3x7 jam diharapkan 1. Identifikasi riwayat
Risiki Infeksi menurun kesehatan dan riwayat
dengan kriteria hasil: alergi
Tingkat Infeksi 2. Identifikasi
(L.14137) kontraindikasi pemberian
1. Demam menurun imunisasi (mis. Reaksi
2. Kemerahan menurun anafilaksis terhadap vaksin
3. Nyeri menurun sebelumnya dan atau sakit
4. Bengkak menurun parah dengan atau tanpa
5. Vesikel menurun demam)
6. Cairan berbau busuk 3. Identifikasi status
menurun imunisasi setiap kunjungan
7. Sputum berwarna ke pelayanan kesehatan
hijau menurun Terapeutik :
8. Drainase purulen 1. Berikan suntikan pada
menurun bayi di bagian paha
9. Pluria menurun anterolateral
10. Periode Malaise 2. Dokumentasikan
menurun informasi vaksinasi (mis.
11. Periode menggigil Nama produsen, tanggal
menurun kadaluwarsa)
12. Letargi menurun 3. Jadwalkan imunisasi
13. Gangguan kognitif pada interval waktu yang
menurun tepat
14. Kadar sel darah Edukasi :
putih membaik 1. Jelaskan tujuan, manfaat
15. Kultur darah reaksi yang terjadi, jadwal,
membaik dan efek samping
16. Kultur urine 2. Informasikan imunisasi
membaik yang diwajibkan
17. Kultur sputum pemerintah (mis. Hepatitis
membaik B, BCG, difteri, tetanus,
18. Kultur area luka pertusis, Influenza, polio,
membaik campak, measles, rubela)
19. Kultur feses 3. Informasikan imunisasi
membaik yang melindungi terhadap
20. Nafsu makan penyakit namun saat ini
membaik tidak diwajibkan
pemerintah (mis: influenza,
pneumokokus)
4. Informasikan vaksinasi
untuk kejadian khusus (mis.
rabies, tetanus)
5. Informasikan penundaan
pemberian imunisasi tidak
berarti mengulang jadwal
imunisasi kembali
6. Informasikan penyedia
layanan Pekan Imunisasi
Nasional yang
menyediakan vaksin gratis

D. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah fase ketika perawat mengimplementasikan intervensi
keperawatan. Implementasi merupakan langkah keempat dari proses keperawatan
yang telah direncanakan oleh perawat untuk dikerjakan dalam rangka membantu
klien untuk mencegah, mengurangi, dan menghilangkan dampak atau respons
yang ditimbulkan oleh masalah keperawatan dan kesehatan (Koerniawan, Juni
2020).
E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil menentukan
seberapa jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan. Penilaian
proses menentukan apakah ada kekeliruan dari setiap tahapan proses mulai dari
pengkajian, diagnosa, perencanaan, tindakan dan evaluasi (Koerniawan, Juni
2020). Evaluasi merupakan tahap akhir yang bertujuan untuk menilai apakah
tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau tidak untuk mengatasi
suatu masalah.
DAFTAR PUSTAKA
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 2017. PEDOMAN NASIONAL
PELAYANAN KEDOKTERAN TATA LAKSANA SEPSIS.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (Online :
https://yankes.kemkes.go.id/unduhan/fileunduhan_1610419769_850165.p
df)

Wicaksono, et all. 2022. Frekuensi dan Mortalitas Pasien Sepsis dan Syok Septik
di ICU Rumah Sakit Swasta Tipe B, di Tangerang Selatan. Jurnal
Epidemiologi Kesehatan Indonesia.

Putri, Yessika. 2014. FAKTOR RISIKO SEPSIS PADA PASIEN DEWASA DI


RSUP DR KARIADI. Jurnal Media Medika Muda. (Online :
https://media.neliti.com/media/publications/139055-ID-faktor-risiko-
sepsis-pada-pasien-dewasa.pdf)

Irvan, et all. 2014. Sepsis dan Tata Laksana Berdasar Guideline Terbaru. Jurnal
Anestesiologi Indonesia.

Koerniawan, D. (Juni 2020). Aplikasi Standar Proses Keperawatan: Diagnosis,


Outcomes, dan Intervensi pada Asuhan Keperawatan. Jurnal Keperawatan
Silampari, Vol 3, No 2, 744-746.

Pratiwi, Ellyana. 2019. Laporan Pendahuluan Sepsis. (Online :


https://www.scribd.com/document/434552835/LP-sepsis)

Singer, M., Deutschman, C. S., Seymour, C. W., Shankar-Hari, M., Annane, D.,
Bauer, M., …Angus, D. C. (2016). The Third International Consensus
Definitions for Sepsis and Septic Shock (Sepsis-3). JAMA, 315(8), 801–
810. https://doi.org/10.1001/jama.2016.0287

Crouch, R., Charters, A., & Dawood, M. (2017). Oxford Handbook of Emergency
Nursing (2nd edition). Oxford: Oxford University Press

Lewis, S. L., Dirksen, S. R., Heitkemper, M. M., Bucher, L., & Harding, M. M.
(2014). Medical-Surgical Nursing: Assessment and Management of
Clinical Problems (9th editio). Missouri: Elsevier Mosby. Retrieved from
https://evolve.elsevier.com/cs/product/9780323086783

Doenges, M. E., Moorhouse, M. F., & Murr, A. C. (2014). Nursing Care Plans:
Guidelines for Individualizing Clients Care Across the Life Span (9th
edition). Philadelphia: F. A. Davis

Anda mungkin juga menyukai