Anda di halaman 1dari 23

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN

GANGGUAN HIPERSENSITIVITAS : URTIKARIA

DI SUSUN OLEH : KELOMPOK 6


TINGKAT II A

NI PUTU FINGKY M. C1814201034

OCTAVIANA AVILA C1814201035

RENI C1814201036

REZKI MENTODO C1814201037

RISMAWATI IRMA C1814201038

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

STELLA MARIS MAKASSAR

2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan  Yang Maha Esa, karena kasih karunia-
Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN HIPERSENSITIVITAS : URTIKARIA”.

Di dalam penulisan makalah ini kami menyadari bahwa masih ada kekurangan-
kekurangan mengingat keterbatasannya pengetahuan dan pengalaman kami. Oleh sebab itu,
sangat di harapkan kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun untuk
melengkapkan makalah ini.

Makassar, April 2020

Kelompok 6
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................

DAFTAR ISI......................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................

A. LATAR BELAKANG...........................................................................................
B. RUMUSAN MASALAH.......................................................................................

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................

A. DEFINISI...............................................................................................................
B. ANATOMI FISIOLOGI.......................................................................................
C. KLASIFIKASI.......................................................................................................
D. ETIOLOG..............................................................................................................
E. MANIFESTASI KLINIK......................................................................................
F. PATOFISIOLOGI.................................................................................................
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK........................................................................
H. KOMPLIKASI.......................................................................................................
I. PENATALAKSANAAN.......................................................................................
J. DISCHARGE PLANNING...................................................................................

BAB III KONSEP DASAR KEPERAWATAN..............................................................

A. PENGKAJIAN.......................................................................................................
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN...........................................................................
C. INTERVENSI KEPERAWATAN.......................................................................

BAB IV PENUTUP............................................................................................................

A. KESIMPULAN......................................................................................................
B. SARAN...................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Urtikaria merupakan suatu penyakit kulit yang sering di jumpai. Urtikaria


ialah reaksi di kulit akibat bermacam-macam sebab, biasanya ditandai dengan edema
(bengkak) setempat yang cepat timbul dan menghilang secara perlahan-lahan, kadang
berwarna pucat atau kemerahaan, agak meninggi di permukaan kulit disertai gatal,
rasa tersengat, ataupun tertusuk. Di Indonesia, urtikaria dikenal dengan nama lain
biduran atau kaligata. Walapun perjalanan penyakit serta penyebabnya sudah
ditemukan, namun ternyata pengobatan ynag diberikan kadang-kadang tidak memberi
hasil seperti yang diharapkan.

Berdasarkan waktunya, urtikaria dapat berlangsung singkat (akut, kurang dari


6 minggu), lama (kronis, lebih dari 6 minggu) dan berulang (kambuhan). Berdasarkan
angka kejadiannya, disebutkan bahwa sekitar 15-20% populasi mengalami urtikaria
dalam masa hidupnya.

Kemungkinan mengalami urtikaria tidak memandang perbedaan ras dan umur


(kebanyakan pada kelompok usia 40-50an). Hanya saja pada urtikaria kronis lebih
sering dialami pada wanita (60%).

Singkatnya urtikaria terjadi sebagai akibat pelebaran pembuluh darah


(vasodilatasi) dan peningkatan permeabilitas pembuluh kapiler sehingga
menyebabkan terjadinya pengeluaran cairan (transudasi) dari membrane pembuluh
darah yang mengakibatkan terjadinya bentol pada kulit. Kondisi ini dikarenakan
adanya pelepasan histamine yang dipicu oleh paparan allergen (bahan atau apapun
pencetus timbulnya reaksi alergi).

B. TUJUAN PENULISAN
1. Mengetahui tinjauan pustaka mengenai urtikaria
2. Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan urtikaria
3. Memenuhi tugas mata kuliah KMB II : Sistem Imun
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Urtikaria adalah lesi sementara yang terdiri dari bentolan sentral yang
dikelilingi oleh haloeritematosa. Lesi tersendiri adalah bulat, lonjong, atau
berfigurata, dan seringkali menimbulkan rasa gatal (Harrison, 2005).
Urtikaria merupakan istilah klinis untuk suatu kelompok kelainan yang
ditandai dengan adanya pembentukan bilur-bilur atau pembengkakan kulit yang dapat
hilang tanpa meninggalkan bekas yang terlihat. Pada umumnya kita semua pernah
merasakan salah satu bentuk urtikaria. Entah itu karena jatuh (atau di dorong) hingga
gatal-gatal. Gambaran patologis yang utama didapatkan adalah edema dermal akibat
terjadinya dilatasi vascular, seringkali sebagai respon histamine (atau mediator lain)
yang dilepaskan sel mast (Tony, 2005).
Urtikaria, yang dikenal dengan hives, terdiri atas plak edematosa (wheal) yang
terkait dengan gatal yang hebat (pruritus). Urtikaria terjadi akibat pelepasan histamine
selama respon peradanagn terhadap alergi sehingga individu menjadi tersensitisasi
urtikaria kronis dapat menyertai penyakit sistemik seperti hepatitis, kanker, atau
gangguan tiroid (Elizabeth, 2007).

B. ANATOMI FISIOLOGI
Kulit adalah suatu organ pembungkus seluruh permukaan luar tubuh. Lapisan
luar kulit adalah epidermis dan lapisan dalam kulit adalah dermis atau korium.
Epidermis terdiri atas lima lapisan yaitu stratum korneum, stratum lusidum, stratum
granulosum, stratum spinosum, dan stratum basale (stratum germinativum). Fungsi epidermis
sebagai proteksi barier, organisasi sel, sintesis vitamin D dan sitokin, pembelahan dan
mobilisasi sel, pigmentasi (melanosit) dan pengenalan alergen (sel langerhans).

Dermis terdiri dari dua lapisan yaitu lapisan papiler dan lapisan retikuler yang
merupakan lapisan tebal terdiri dari jaringan ikat padat. Fungsi dermis berfungsi sebagai
struktur penunjang, mechanical strength, suplai nutrisi, menahan shearing forces dan respon
inflamasi. Subkutis merupakan lapisan di bawah dermis atau hipodermis yang terdiri dari
lapisan lemak, berfungsi menunjang suplai darah ke dermis untuk regenerasi.

Kulit merupakan organ yang berfungsi sangat penting bagi tubuh diantaranya adalah
memungkinkan bertahan dalam berbagai kondisi lingkungan, sebagai barier infeksi,
mengontrol suhu tubuh (termoregulasi), sensasi, eskresi, dan metabolisme.
Fungsi proteksi kulit adalah melindungi dari kehilangan cairan dari elektrolit, trauma
mekanik, ultraviolet dan sebagai barier dari invasi mikroorganisme patogen. Kulit berperan
pada pengaturan suhu dan keseimbangan cairan elektrolit.
C. KLASIFIKASI
Klasifikasi urtikaria paling sering didasarkan pada karakteristik klinis daripada
etiologi karena sering kali sulit untuk menentukan etiologi atau patogenesis urtikaria
dan banyak kasus karena idiopatik. Terdapat bermacam-macam klasifikasi urtikaria,
berdasarkan lamanya serangan berlangsung dibedakan urtikaria akut dan kronik.

1. Urtikaria Akut
Urtikaria akut terjadi bila serangan berlangsung kurang dari 6 minggu atau berlangsung
selama 4 minggu tetapi timbul setiap hari. Lesi individu biasanya hilang dalam <24 jam,
terjadi lebih sering pada anak-anak, dan sering dikaitkan dengan atopi. Sekitar 20%-30%
pasien dengan urtikaria akut berkembang menjadi kronis atau rekuren.

2. Urtikaria Kronik
Urtikaria kronik terjadi bila serangan berlangsung lebih dari 6 minggu, pengembangan
urtika kulit terjadi secara teratur (biasanya harian) selama lebih dari 6 minggu dengan setiap
lesi berlangsung 4-36 jam. Gejalanya mungkin parah dan dapat mengganggu kesehatan
terkait dengan kualitas hidup.

3. Urtikaria Kontak
Urtikaria kontak didefinisikan sebagai pengembangan urticarial wheals di tempat di
mana agen eksternal membuat kontak dengan kulit atau mukosa. Urtikaria kontak dapat
dibagi lagi menjadi bentuk alergi (melibatkan IgE) atau non-alergi (IgE-independen).

4. Urtikaria Fisik
a. Dermographism
Dermographism merupakan bentuk paling sering dari urtikaria fisik dan merupakan suatu
edema setempat berbatas tegas yang biasanya berbentuk linier yang tepinya eritem yang
muncul beberapa detik setelah kulit digores. Dermographism tampak sebagai garis biduran
(linear wheal). Transient wheal atau biduran yang sementara muncul secara cepat dan
biasanya memudar dalam 30 menit; akan tetapi, kulit biasanya mengalami pruritus sehingga
bekas garukan dapat muncul.
b. Delayed dermographism
Delayed dermographism terjadi 3-6 jam setelah stimulasi, baik dengan atau tanpa
immediate reaction, dan berlangsung sampai 24-48 jam. Erupsi terdiri dari nodul eritema
linier. Kondisi ini mungkin berhubungan dengan delayed pressure urticaria.

c. Delayed pressure urticaria


Delayed pressure urticaria tampak sebagai lesi erythematous, edema lokal, sering disertai
nyeri, yang timbul dalam 0,5-6 jam setelah terjadi tekanan terhadap kulit. Episode spontan
terjadi setelah duduk pada kursi yang keras, di bawah sabuk pengaman, pada kaki setelah
berlari, dan pada tangan setelah mengerjakan pekerjaan dengan tangan.

d. Vibratory angioedema
Vibratory angioedema dapat terjadi sebagai kelainan idiopatik didapat, dapat
berhubungan dengan cholinergic urticaria, atau setelah beberapa tahun karena paparan
vibrasi okupasional seperti pada pekerja-pekerja di pengasahan logam karena getaran-getaran
gerinda. Urtikaria ini dapat sebagai kelainan autosomal dominan yang diturunkan dalam
keluarga. Bentuk keturunan sering disertai dengan flushing pada wajah
e. Cold urticaria
Pada cold urticaria terdapat bentuk didapat (acquired) dan diturunkan (herediter).
Serangan terjadi dalam hitungan menit setelah paparan yang meliputi perubahan dalam
temperatur lingkungan dan kontak langsung dengan objek dingin. Jarak antara paparan dingin
dan onset munculnya gejala adalah kurang lebih 2,5 jam, dan rata-rata durasi episode adalah
12 jam.
f. Cholinergic urticaria
Cholinergic urticaria terjadi setelah peningkatan suhu inti tubuh. Cholinergic urticaria
terjadi karena aksi asetilkolin terhadap sel mast. Erupsi tampak dengan biduran bentuk
papular, bulat, ukuran kecil kira-kira 2-4 mm yang dikelilingi oleh flare eritema sedikit atau
luas merupakan gambaran khas dari urtikaria jenis ini.

g. Local heat urticaria


Local heat urticaria adalah bentuk yang jarang dimana biduran terjadi dalam beberapa
menit setelah paparan dengan panas secara lokal, biasanya muncul 5 menit setelah kulit
terpapar panas diatas 43°C. Area yang terekspos menjadi seperti terbakar, tersengat, dan
menjadi merah, bengkak dan indurasi.

Gambar 7. Local Heat Urticaria. 12

h. Solar urticaria
Solar urticaria timbul sebagai biduran eritema dengan pruritus, dan kadang-kadang
angioedema dapat terjadi dalam beberapa menit setelah paparan dengan sinar matahari atau
sumber cahaya buatan. Histamin dan faktor kemotaktik untuk eosinofil dan neutrofil dapat
ditemukan dalam darah setelah paparan dengan sinar ultraviolet A (UVA), UVB, dan
sinar/cahaya yang terlihat.
i. Exercise-induced anaphylaxis
Exercise-induced anaphylaxis adalah gejala klinis yang kompleks terdiri dari pruritus,
urtikaria, angioedema (kutaneus, laringeal, dan intestinal), dan sinkop yang berbeda dari
cholinergic urticaria. Exercise-induced anaphylaxis memerlukan olahraga/exercise sebagai
stimulusnya.

j. Adrenergic urticaria
Adrenergic urticaria timbul sebagai biduran yang dikelilingi oleh white halo yang terjadi
selama stress emosional. Adrenergic urticaria terjadi karena peran norepinefrin. Biasanya
muncul 10-15 menit setelah rangsangan faktor pencetus seperti emosional (rasa sedih), kopi,
dan coklat.

k. Aquagenic urticaria and aquagenic pruritus


Kontak kulit dengan air pada temperatur berapapun dapat menghasilkan urtikaria dan atau
pruritus. Air menyebabkan urtikaria karena bertindak sebagai pembawa antigen-antigen
epidermal yang larut air. Erupsi terdiri dari biduran-biduran kecil yang mirip dengan
cholinergic urticaria.

4. Sindrom Khusus
a. Schnitzler syndrome
Schnitzler Syndrome adalah varian unik urtikaria kronis yang ditandai oleh pruritic non-
wheals yang berulang, demam intermiten, nyeri tulang, arthralgias, atau radang sendi,
terdapat peningkatan erythrocyte sedimentation rate (ESR) dan monoclonal IgM
gammopathy.

b. Muckle-Wells syndrome
Muckle-Wells syndrome adalah suatu kelainan yang berhubungan dengan
autoinflammatory yang ditandai dengan urtikaria, arthralgia, ketulian sensorineural yang
progresif, dan amiloidosis.

c. Pruritic Urticarial Papules and Plaques of Pregnancy


Pada wanita hamil dapat muncul erupsi papular urtikaria dan plak disertai gatal yang
dikenal dengan Pruritic Urticarial Papules and Plaques of Pregnancy (PUPP). Erupsi
muncul secara tiba-tiba dengan 90% di abdomen, dan dalam beberapa hari dapat menyebar
secara simetris dengan tidak melibatkan wajah.

d. Urticarial vasculitis
Presentasi klinis urticarial vaculitis dapat dibedakan dari urtikaria kronis. Berbeda
dengan urtikaria kronis, lesi dari urticarial vasculitis cenderung bertahan lebih lama dari 24
jam dan berkaitan dengan sensasi panas, nyeri, dan gatal. Lesi ini juga digambarkan sebagai
penyembuhan dengan atau petechiae purpura karena garukan.

D. ETIOLOGI
a. Obat-obatan
Bermacam – macam obat dapat menimbulkan urtikaria, baik secara
imunologi maupun nonimunologik. Hampir semua obat sistemik menimbulkan
urtikaria secara imunologi tipe I atau II. Contohnya ialah obat – obat golongan
penisilin, sulfonamid, analgesik, pencahar, hormon, dan uretik. Adapun obat
secara nonimunologi langsung merangsang sel mast untuk melepaskan
histamin, misalnya kodein, opium, dan zat kontras. Aspirin menimbulkan
urtikaria karena menghambat sintesis prostaglandin dari asam arakidonat.

b. Makanan
Peranan makanan ternyata lebih penting pada urtikaria yang akut,
umumnya akibat reaksi imunologik. Makanan berupa protein atau berupa
bahan lainnya yang dicampurkan ke dalamnya seperti zat warna, penyedap
rasa, atau bahan pengawet, sering menimbulkan urtikaria alergika.

c. Trauma fisik
Trauma fisik dapat diakibatkan oleh faktor dingin, yakni berenang atau
memegang benda dingin ; faktor panas, misalnya sinar matahari, sinar UV ,
radiasi, dan panas pembakaran ; faktor tekanan, yaitu goresan, pakain ketat,
ikat pinggang, air yang menetes atau semprotan air, vibrasi, dan tekanan
berulang-ulang contohnya pijatan, keringat, pekerjaan, demam, dan emosi
menyebabkan urtikaria fisik, baik secara imunologik maupun non imunologik.
Klinis biasanya terjadi ditempat yang mudah terkena trauma. Dapat timbul
urtikaria setelah goresan dengan benda tumpul beberapa menit sampai
beberapa jam kemudian. Fenomena ini disebut dermografisme atau fenomena
darier.

d. Inhalan
Inhalan berupa serbuk sari bunga (polen), spora jamur, debu, bulu
binatang, dan aerosol, umumnya lebih mudah menimbulkan urtikaria alergi
(Tipe I). Reaksi ini sering di jumpai pada penderita atofi dan disertai gangguan
nafas.

e. Kontaktan
Kontaktan yang sering menimbulkan urtikaria ialah kutu binatang,
serbuk tekstil, air liur binatang, tumbuh-tumbuhan, buah-buahan, bahan kimia,
misalnya insect refelent (penangkis serangga) dan bahan kosmetik. Keadaan
ini disebabkan bahan tersebut menembus kulit dan menimbulkan urtikaria.

f. Infeksi
Bermacam-macam infeksi dapat menimbulkan urtikaria, misalnya
infeksi bakteri, virus, jamur, maupun investasi parasit. Infeksi oleh bakteri,
contohnya pada infeksi tonsil, infeksi gigi dan sinusitis. Masih merupakan
pertanyaan, apakah urtikaria timbul karena toksik bakteri atau oleh sensitisasi.
Infeksi visrus hepatitis, mononukleosis, dan infeksi virus Coxsackie pernah
dilaporkan sebagai faktor penyebab. Karena itu pada urtikaria yang idiopatik
perlu dipikirkan kemungkinan infeksi virus subklinis. Investasi cacing pita,
cacing tambang, cacing gelang, juga Schistosoma atau Echinococcus dapat
menyebabkan urtikaria.
E. MANIFESTASI KLINIK
1) Gatal
2) Rasa terbakar/tertusuk
3) Kemerahan
4) Tampak eritema & oedema setempat berbatas tegas, kadang bagian tengah
tampak lebih pucat
5) Bentuk popular : Dermografisme yaitu oedema & eritema yg linear di kulit
bila terkena tekanan/goresan benda tumpul, timbul 30 menit

F. PATOFISIOLOGI

Sebenarnya patofisiologi dari urtikaria ini sendiri mirip dengan reaksi


hipersensifitas. Pada awalnya alergen yang menempel pada kulit merangsang sel mast
untuk membentuk antibodi IgE, setelah terbentuk, maka IgE berikatan dengan sel
mast. Setelah itu, pada saat terpajan untuk yang kedua kalinya, maka alergen akan
berikatan dengan IgE yang sudah berikatan dengan sel mast sebelumnya. Akibat dari
ikatan tersebut, maka akan mengubahkestabilan dari isi sel mast yang mengakibatkan
sel mast akan mengalami degranulasi dan pada akhirnya sel mast akan mengekuarkan
histamin yang ada di dalamnya. Perlu diketahui bahwa sel mast adalah mediator kimia
yang dapat menyebabkan gejala yang terjadi pada seseorang yang mengalami
urtikaria.

Pada urtikaria, maka gejala yang akan terjadi dapat meliputi merah, gatal dan
sedikitada benjolan pada permukaan kulit. Hal itu disebabkan karena
pada dasarnya sel mast ini sendiri terletak didekat saraf perifer, dan pembuluh darah.
Kemerahan dan bengkak yang terjadi karena histamin yang dikeluarkan sel mast itu
menyerang pembuluh darah yang menyebabkan vasodilatasi dan peningkatan
permeabilitas. Gatal yang terjadi juga diakibatkan karena histamin menyentuh saraf
perifer

Urtikaria terjadi akibat vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas dari kapiler


atau pembuluh darah kecil sehingga terjadi transudasi cairan dari pembuluh darah di
kulit. Hal ini
karena adanya pelepasan mediator kimia dari sel mast atau basofil terutama histamine.
Pelepasan mediator ini dapat terjadi melalui mekanisme
1. Imunologi (terutama reaksi hipersensitifitas tipe I kadang kadang tipe II)
2. Non imunologi (chemical histamine liberator, agen fisik, efek kolinergik).

Baik faktor imunologi maupun nonimunologi mampu merangsang sel mast


atau basophil untuk melepaskan mediator. Faktor imunologik lebih berperan pada
urtikaria yang akut daripada yang kronik, biasanya IgE terikat pada permukaan sel
mast atau sel basophil karena adanya reseptor Fe, bila ada antigen yang sesuai
berikatan dengan IgE maka terjadi degranulasi sel sehingga mampu melepaskan
mediator.

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Urtikaria akut : uji laboratirium pada umumnya tidak diperlukan
2. Urtikaria kronik : jika penyebab agen fisik telah disingkirkan, maka
penggunaan pemeriksaan laboratorium, radiografik, dan patologik berikut ini
dapat memberikan petunjuk untuk diagnosis penyakit sistemik yang samar.
3. Uji laboratorium : hitung darah lengkap, dengan diferensial, profil kimia, laju
endap darah (LED) T4, pengukuran TSH.
4. Radiografik : radiograf dada, paronex, foto sinus, foto gigi.
5. Uji selektif : krioglobulin, analisis serologic hepatitis dan sifilis, faktor
rheumatoid, komplemen serum, IgM, IgE serum.
6. Biopsy kulit.

H. KOMPLIKASI

Lesi-lesi urtikaria bisa sembuh tanpa komplikasi. Namun pasien dengan gatal
yang hebat bisa menyebabkan purpura dan excoriasi yang bisa menjadi infeksi
sekunder. Penggunaan antihistamin bisa menyebabkan somnolens dan bibir kering.
Pasien dengan keadaan penyakit yang berat bisa mempengaruhi kualitas hidup. Dapat
pula terjadi angioedema.

I. PENATALAKSANAAN
Edukasi pasien untuk menghindari pencetus (yang bisa diketahui). Obat opiat
dan salisilat dapat mengaktivasi sel mast tanpa melalui IgE. Pada urtikaria
generalisata mula-mula diberikan injeksi larutan adrenalin 1/1000 dengan dosis 0,01
ml/kg intramuskular (maksimum 0,3 ml) dilanjutkan dengan antihistamin penghambat
H1 seperti CTM 0,25 mg/kg/hari dibagi 3 dosis sehari 3 kali yang dikombinasi
dengan HCL efedrin 1 mg/tahun/kali sehari 3 kali. (Lihat penanggulangan
anafilaksis). Bila belum memadai ditambahkan kortikosteroid misalnya prednison
(sesuai petunjuk dokter).Pada urtikaria yang sering kambuh terutama pada anak
sekolah, untuk menghindari efek samping obat mengantuk, dapat diberikan
antihistamin penghambat H1 generasi baru misalnya setirizin 0,25 mg/kg/hari sekali
sehari.

URTIKARIA

First-line Therapy Second-line Therapy Third-line Therapy


Edukasi Farmakologi Immunomodulatory agent
Langkah non-medis Non-farmakologi Cyclosporine
↓ PUVA Tacrolimus
Antihistamin Antidepresan Plasmapheresis
Kortikosteroid Obat lain:
Leukotriene receptor Colchicine
antagonist Dapsone
CCB Hydroxychloroquine
Terbutaline

Gambar 11. Alur Penatalaksanaan Urtikaria.

J. DISCHARGE PLANNING
1) Hindari alergen yang diketahui. Termasuk beberapa makanan dan penyedap
makanan, obat-obatan dan beberapa situasi seperti panas, dingin atau stress
emosional
2) Membuat catatan. Mencatat kapan dan dimana urtikaria terjadi dan apa yang
kita makan. Hal ini akan membantu anda dan dokter untuk mencari penyebab
urtikaria.
3) Hindari pengobatan yang dapat mencetuskan urtiakria seperti antibiotik
golongan penisilin, aspirin dan lainnya.
4) Edukasi pasien tentang penyakitnya Pasien dijelaskan kembali dengan lebih
lengkap mengenai alergi yang dimiliki, perkiraan perjalanan penyakitnya,
kemungkinan keluhan lain yang dapat muncul, pencegahan dan
pengobatannya.
5) Memberikan KIE agar mengenali tanda-tanda alergi, serta diedukasi mengenai
faktor pencetus apa saja yang dapat menimbukan alergi pasien. Pasien
juga diedukasi mengenai menjaga lingkungan tempat tinggal. Pasien perlu
diedukasi mengenai pentingnya menjaga kebersihan dalam rumah, supaya
tidak menumpuk bahan–bahan alergen yang dapat menjadi salah satu pencetus
alergi yang dimiliki oleh pasien.. Pasien juga diberikan informasi mengenai
pemilihan makanan, memakan makanan yang sudah dimasak, menghindari
makanan mentah dan mencuci tangan dengan sabun sebelum menyiapkan atau
memakan makanan.
6) Pasien juga disarankan untuk memeriksakan diri ke dokter kulit demi
mengetahui penyebab alergi pasien dengan cara dilakukan skin prick test.
7) Memberikan edukasi mengenai pentingnya menjaga daya tahan tubuh, seperti
halnya meminum vitamin.
8) Memberikan semangat kepada pasien untuk lebih bersabar supaya ketika
alerginya kambuh pasien dapat berpikir jernih dan langsung dapat bertindak
untuk mengobati alergi yang dimiliki
Saran kepada keluarga:
1. Agar keluarga selalu ikut mengingatkan pasien mengenai makanan yang dikonsumsi
setiap harinya agar sesuai dengan kebutuhan nutrisi yang disarankan.
2. Selalu memberikan dukungan moril kepada pasien agar selalu menjaga kesehatannya.

BAB III
KONSEP DASAR KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

Untuk menetapkan bahan alergen penyebab urtikaria kontak alergik


diperlukan anamnesis yang teliti, riwayat penyakit yang lengkap, pemeriksaan fisik
dan uji tempel.
Anamnesis ditujukan selain untuk menegakkan diagnosis juga untuk mencari
kausanya. Karena hal ini penting dalam menentukan terapi dan tindak lanjutnya, yaitu
mencegah kekambuhan. Diperlukan kesabaran, ketelitian, pengertian dan kerjasama
yang baik dengan pasien. Pada anamnesis perlu juga ditanyakan riwayat atopi,
perjalanan penyakit, pekerjaan, hobi, riwayat kontaktan dan pengobatan yang pernah
diberikan oleh dokter maupun dilakukan sendiri, obyek personal meliputi pertanyaan
tentang pakaian baru, sepatu lama, kosmetika, kaca mata, dan jam tangan serta
kondisi lain yaitu riwayat medis umum dan mungkin faktor psikologik.

Pemeriksaan fisik didapatkan, biasanya klien mengeluh gatal, rasa terbakar,


atau tertusuk. Klien tampak eritema dan edema setempat berbatas tegas, kadang-
kadang bagian tengah tampak lebih pucat. Bentuknya dapat papular seperti pada
urtikaria akibat sengatan serangga, besarnya dapat lentikular, numular, sampai plakat.
Kriteria diagnosis urtikaria alergik adalah :

1)        Adanya riwayat kontak dengan suatu bahan satu kali tetapi lama, beberapa kali
atau satu kali tetapi sebelumnya pernah atau sering kontak dengan bahan serupa.
2)        Terdapat tanda-tanda urtikaria terutama pada tempat kontak.
3)        Terdapat tanda-tanda urtikaria disekitar tempat kontak dan lain tempat yang
serupa dengan tempat kontak tetapi lebih ringan serta timbulnya lebih lambat, yang
tumbuhnya setelah pada tempat kontak.
4)        Rasa gatal

       Uji tempel dengan bahan yang dicurigai hasilnya positif.

1. Identitas Pasien.
2. Keluhan Utama.
Biasanya pasien mengeluh gatal, rambut rontok.
3. Riwayat Kesehatan.
a. Riwayat Penyakit Sekarang :
Tanyakan sejak kapan pasien merasakan keluhan seperti yang ada pada keluhan
utama dan tindakan apa saja yang dilakukan pasien untuk menanggulanginya.
b. Riwayat Penyakit Dahulu :
Apakah pasien dulu pernah menderita penyakit seperti ini atau penyakit kulit lainnya.
c. Riwayat Penyakit Keluarga :
Apakah ada keluarga yang pernah menderita penyakit seperti ini atau penyakit kulit
lainnya.
d. Riwayat Psikososial :
Apakah pasien merasakan kecemasan yang berlebihan. Apakah sedang mengalami
stress yang berkepanjangan.
e. Riwayat Pemakaian Obat :
Apakah pasien pernah menggunakan obat-obatan yang dipakai pada kulit, atau
pernahkah pasien tidak tahan (alergi) terhadap sesuatu obat.
f. Pemeriksaan fisik
 KU : lemah
 TTV : suhu naik atau turun.
 Kepala : Bila kulit kepala sudah terkena dapat terjadi alopesia.
 Mulut : Dapat juga mengenai membrane mukosa terutama yang disebabkan oleh obat.
 Abdomen : Adanya limfadenopati dan hepatomegali.
 Ekstremitas : Perubahan kuku dan kuku dapat lepas.
 Kulit : Kulit periorbital mengalami inflamasi dan edema sehingga terjadi ekstropion
pada keadaan kronis dapat terjadi gangguan pigmentasi. Adanya eritema ,
pengelupasan kulit , sisik halus dan skuama.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN.
1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan sekresi.
2. Resiko infeksi dengan faktor resiko gangguan integritas kulit
3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan pola tidur tidak menyehatkan.
C. INTERVENSI KEPERAWATAN

No Diagnosa Tujuan/Kriteria Hasil Yang Diharapkan Intervensi Keperawatan


. Keperawatan (NOC) (NIC)
Integritas Jaringan : Kulit & Membran Mukosa Pengecekan Kulit
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 1) Monitor kulit untuk adanya ruam dan lecet
jam, diharapkan masalah kerusakan integritas kulit dapat 2) Amati warna, kehangatan, bengkak, pulsasi,
teratasi dengan kriteria hasil : tekstur, edema, dan ulserasi pada ekstremitas
3) Gunakan alat pengkajian untuk
1. Integritas kulit dipertahankan pada skala 2
mengidentifikasi pasien yang berisiko
Kerusakan integritas ditingkatkan ke skala 4
mengalami kerusakan kulit (misalnya Skala
kulit berhubungan 2. Lesi pada kulit dipertahankan pada skala 2
1 Braden)
dengan sekresi ditingkatkan ke skala 4
4) Ajarkan anggota keluarga/pemberi asuhan
3. Eritema dipertahankan pada skala 2 ditingkatkan
mengenai tanda-tanda kerusakan kulit,
ke skala 4
dengan tepat
4. Suhu kulit dipertahankan pada skala 2
5) Lakukan langkah-langkah untuk mencegah
ditingkatkan ke skala 4
kerusakan lebih lanjut (misalnya melapisi
Kasur, menjadwalkan reposisi)

2 Resiko infeksi Keparahan Infeksi .Kontrol Infeksi


dengan faktor resiko Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 1) Alokasikan kesesuaian luas ruang per pasien,
gangguan integritas jam, diharapkan masalah resiko infeksi dapat teratasi seperti yang diindikasikan oleh pedoman
dengan kriteria hasil : Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit
(Centers for Disease Control and
1. Kemerahan dipertahankan pada skala 2
Prevention/CDC)
ditingkatkan ke skala 4
2) Lakukan tindakan-tindakan pencegahan yang
2. Nyeri dipertahankan pada skala 2 ditingkatkan ke
bersifat universal
skala 4
3) Bersihkan lingkungan dengan baik seelah
3. Limfadenopati dipertahankan pada skala 2
digunakan untuk setiap pasien
kulit ditingkatkan ke skala 4
4) Berikan terapi antibiotic yang sesuai
5) Ajarkan pasien dan anggota keluarga
mengenai bagaimana menghindari infeksi
6) Ajarkan pasien dan keluarga mengenai tanda
dan gejala infeksi dan kapan harus
melaporkannya kepada penyedia perawatan
kesehatan
3 Gangguan pola tidur Tidur Pemberian Obat : Kulit
berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 1) Ikuti prinsip 5 benar pemberian obat
pola tidur tidak jam, diharapkan masalah gangguan pola tidur dapat 2) Catat riwayat medis pasien dan riwayat alergi
menyehatkan teratasi dengan kriteria hasil : 3) Berikan agen topical sesuai yang diresepkan
4) Monitor adanya efek samping lokal dan
1. Jam tidur dipertahankan pada skala 2 ditingkatkan
sistematik dari pengobatan
ke skala 4
5) Ajarkan dan monitor teknik pemberian
2. Kualitas tidur dipertahankan pada skala 2
mandiri, sesuai kebutuhan
ditingkatkan ke skala 4 6) Tentukan kondisi kulit pasien di atas area
3. Pola tidur dipertahankan pada skala 2 ditingkatkan dimana obat akan diberikan
ke skala 4
4. Tidur dari awal sampai habis di malam hari secara
konsisten dipertahankan pada skala 2 ditingkatkan
ke skala 4
BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Urtikaria ( hipersensitifitas) adalah penyakit kulit yang sering di jumpai.


Urtikaria ialah reaksi di kulitakibat bermacam-macam sebab, biasanya ditandai
dengan edema (bengkak) setempat yangcepat timbul dan menghilang perlahan-lahan,
berwarna pucat dan kemerahan, meninggi
di permukaan kulit serta disertai keluhan gatal, rasa tersengat atau tertusuk. Urtikaria
terjadi akibat pelepasan histamine selama respons peradangan terhadap alegi sehingga
individu menjadi tersensitisasi. Urtikaria kronis dapat menyertai penyakit sistemik
seperti hepatitis, kanker atau gangguan tiroid. Penyebab terjadinya urtikari bisa
karena: Obat-obatan, Jenis makanan , Inhalan yang berasal dari serbuk sari, spora,
debu rumah, Infeksi  Sepsis fokal (misalnya infeksi saluran kemih, infeksi saluran
pernafasan atas, hepatitis,Candida spp, protozoa, cacing), Sistemik : SLE, retikulosis,
dan karsinoma, Faktor fisik seperti cahaya (urtikaria solar), dingin (urtikaria dingin),
gesekan atau tekanan (dermografisme), panas (urtikaria panas), dan getaran (vibrasi)
dapat langsung menginduksi degranulasi sel mast, serta genetik.

B. SARAN
Sebagai seorang calon tenaga kesehatan, sebaiknya kita dapat mengetahui
pengertian urtikaria serta gejala dan penyebabnya sehingga kita dapat memberikan
tindakan keperawatan urtikaria dengan baik dan tepat.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, volume 3,
Jakarta:EGC.
Carpenito LD.1995.Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinik. Jakarta:
EGC.
Price & Wilson.2003.Patofisiologi konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.Vol
2.Edisi 6.Jakarta:EGC.
Long, Barbara C. 2007. Keperawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan
Proses Keperawatan. Bandung:Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan.
Campbell & J.B. Reece. 2005. Biology. Sevent Ed. San Fransisco: Person
Education, Inc.
Suriadi & Rita Yuliani. (2001). Asuhan Keperawatan Pada Urtikaria Ed. 1.
Jakarta : CV Sagung Seto.
Black, Joyce M.; Hawks, Jane Hokanson.2014.Keperawatan Medikal Bedah :
Manjemen Klinis untuk Hasil Yang Diharapkan Edisi 8 Buku 3.Jakarta:CV Pentasada
Media Edukasi

Anda mungkin juga menyukai