Anda di halaman 1dari 38

ASUHAN KEPERAWATAN

RETINOBLASTOMA

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Anak II

Disusun oleh :

KELAS A :
1. Ni Made Wirastuti Shanti (17C10058)
2. Ni Luh Putu Fumika Venaya Dewi (17C10059)
3. Ida Ayu Putu Mourdani (17C10060)
KELAS B :
1. Kadek Ayu Kristina Damayanti (17C10071)
2. Ni Kadek Oki Krisnayanthi (17C10103)
3. Ni Putu Ayu Thesya Julyastini (17C10105)
KELAS C :
1. Ni Nyoma Rai Putra Marthana (17C10164)
2. Ni Luh Putu Devi Wardani (17C10173)

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI
DENPASAR

2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat
dan karunianya serta nikmat sehat sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “Asuhan Keperawatan Retinoblastoma” dapat diselesaikan tepat
pada waktunya. Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini tidak dapat
terselesaikan jika tidak ada bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada
kesempatan ini izinkan penulis menyampaikan ungkapan terima kasih kepada
berbagai pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini diantaranya:

1. Bapak I Gede Putu Darma Suyasa, S.Kp.,M.Ng.,Ph.D selaku rektor


Institut Teknologi dan Kesehatan Bali yang telah memberikan kesempatan
penulis untuk menempuh pendidikan di Institut Teknologi dan Kesehatan
Bali.

2. Ibu Ns. Anak Agung Istri Wulan Krisnandari D, S.Kep.,M.S selaku


koordinator mata ajar Keperawatan Anak II serta dosen pengampu mata
kuliah ini.

3. Bapak Ns. Gusti Kade Adi Widyas Pranata,S.Kep.,M.S selaku dosen mata
kuliah Keperawatan Anak II yang telah memberikan bimbingan dan
masukan dalam pembuatan makalah ini.

Penulis menyadari bahwa makalah ini belumlah sempurna. Oleh karena itu,
saran dan kritik yang membangun dari rekan-rekan sangat dibutuhkan untuk
penyempurnaan makalah ini, serta kami berharap agar kita semua dapt belajar dari
kesalahan sehingga nantinya mendapatkan hasil informasi yang memuaskan.

Denpasar, 20 Maret 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i

DAFTAR ISI...........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

1.1 Latar Belakang..............................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................2

1.3 Tujuan...........................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3

2.1 Konsep Penyakit Retinoblastoma.................................................................3

2.1.1 Definisi................................................................................................3
2.1.2 Etiologi................................................................................................4
2.1.3 Patofisiologi........................................................................................5
2.1.4 Manifestasi Klinis...............................................................................8
2.1.5 Komplikasi........................................................................................11
2.1.6 Pemeriksaan Penunjang....................................................................12
2.1.7 Penatalaksanaan................................................................................12
2.1.9 WOC.................................................................................................16
2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Retinoblastoma...........................................17
2.2.1 Pengkajian.........................................................................................17
2.2.2 Diagnosa Keperawatan.....................................................................19
2.2.3 Intervensi Keperawatan....................................................................20
2.2.4 Implementasi Keperawatan...............................................................32
2.2.5 Evaluasi.............................................................................................32

BAB III PENUTUP...............................................................................................34

3.1 Kesimpulan................................................................................................34
3.2 Saran..........................................................................................................34

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................35

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit pada retina merupakan penyebab terbesar penurunan penglihatan


pada negara barat tetapi mungkin lebih jarang pada negara berkembang
dimana kehilangan penglihatan disebabkan oleh penyebab yang dapat dicegah
seperti katarak dan sikatrik pada mata. Namun, survey berbasis populasi yang
dilakukan di india menunjukkan bahwa penyakit pada retina merupakan
penyebab utama dari kebutaan dengan presentase signifikan (12,7%) dari
populasi yang diteliti. Di amerika serikat dan eropa. Insidensi tahunan untuk
penyakit retina atau ablasio retina antara 6 sampai 12 per 100.000 populasi
pertahun telah dilaporkan. Survey berbasis populasi pada insidensi ablasio
retina di negara berkembang masih jarang dan sedikit yang diketahui
mengenai insidensi ablasio retina di afrika.

Retina cenderung terkena banyak penyakit, baik yang diturunkan maupun


yang didapat, antara lain Retinoblastoma & Ablatio Retina. Ablatio Retina
paling sering terjadi pada orang di atas 40 tahun, dan sekitar dua pertiga dari
pasien yang terkena dampak rabun (rabun). Trauma pada bola mata, memar
parah, lesi inflamasi, dan operasi kadang-kadang mata seperti untuk katarak
juga dapat menyebabkan ablasi retina. (Farlex, Inc, 2012).
Retinoblastoma adalah tumor intraokular yang paling sering pada bayi dan
anak yang berjumlah sekitar 3% dari seluruh tumor pada anak. Tiga kasus
Retinoblastoma bilateral secara khas didiagnosis pada tahun pertama
kehidupan dalam keluarga dan pada kasus sporadik unilateral di diagnosis
antara umur 1-3 tahun. Kejadian kasus di atas 5 tahun jarang terjadi. Usia
kejadian retinoblastoma pada orang dewasa adalah antara usia 20 - 74 tahun.
Tidak ada perbedaan yang perbedaan yang menonjol antara antara pria dan
wanita. (Indian J Ophthalmol. 2010). Sebagian besar retinoblastoma adalah
mutasi sporadic tetapi sekitar 10% terjadi akibat herediter yang diwariskan
melalui kromosom. Insiden gangguan ini 1 dalam 15.000 bayi lahir hidup.

1
Pencegahan dan penanganan terhadap penyakit retinoblastoma memiliki
karakteristik dalam mengatasi masalah yang sangat komprehensif. Aspek
pengobatan retinoblastoma dapat dilakukan secara local dan melalui
pengobatan sistemik untuk jenis ekstrokular, regional, dan metastatic. Karena
itu seorang perawat diharapkan mampu memahami tentang proses penyakit
retinoblastoma.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Bagaimana konsep penyakit dari retinoblastoma?

1.2.2 Bagaimana asuhan keperawatan teoritis retinoblastoma?

1.3 Tujuan

1.3.1 Untuk mengetahui konsep penyakit dari retinoblastoma.

1.3.2 Untuk mengetahui asuhan keperawatan teoritis retinoblastoma.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 KONSEP TEORI


2.1.1 Definisi
Retinoblastoma adalah suatu keganasan intraokular primer yang
paling sering pada bayi dan anak dan merupakan tumor neuroblastik
yang secara biologi mirip dengan neuroblastoma dan meduloblastoma
(Skuta et al. 2011) (Yanoff M, 2009).
Retinoblastoma adalah tumor masa kanak-kanak yang jarang
namun bisa fatal. Dua pertiga kasus muncul sebelum akhir tahun
ketiga, kasus-kasus yang jarang dilaporkan hampir disegala usia.
Tumor bersifat bilateral pada sekitar 30% kasus. Umumnya, hal ini
merupakan suatu tanda dari penyakit herediter, tetapi lebih dari
sepertiga kasus-kasus keturunan terjadi unilateral. (Vaughan dan
Ashburry, 2010).

Adapun klasifikasi dari retinoblastoma meliputi :

Golongan Penjelasan

I 1. Tumor soliter/multiple kurang dari 4 diameter papil.


2. Terdapat pada atau dibelakang ekuator
3. Prognosis sangat baik
II Satu atau beberapa tumor berukuran 4-10 diameter papil
III 1. Tumor ada didepan ekuator atau tumor soliter berukuran >10

3
diameter papil
2. Prognosis meragukan
IV 1. Tumor multiple sampai ora serata
2. Prognosis tidak baik
V 1. Setengah retina terkena benih di badan kaca
2. Prognosis buruk

2.1.2 Etiologi
Retinoblastoma disebabkan oleh mutasi gen RB1, yang terletak
pada lengan panjang kromosom 13 pada locus 14 (13q14) dan kode
protein pRb (proterin Retinoblastoma), yang berfungsi supresor
pembentukan tumor. pRb adalah nukleoprotein yang terikat pada
DNA (Deoxiribo Nucleid Acid) dan mengontrol siklus sel pada
transisi dari fase S. Jadi mengakibatkan perubahan keganasan dari sel
retina primitif sebelum diferensiasi berakhir (Skuta et al. 2011).
Gen retinoblastoma normal yang terdapat pada semua orang adalah
suatu gen supresor atau anti-onkogen. Individu dengan penyakit yang
herediter memiliki satu alel yang terganggu di setiap sel tubuhnya;
apabila alel pasangannya di sel retina yang sedang tumbuh mengalami
mutasi spontan, terbentuklah tumor. Pada bentuk penyakit yang
nonherediter, kedua alel gen retinoblastoma normal di sel retina yang
sedang tumbuh diinaktifkan oleh mutasi spontan (Yanoff, 2009).
Umumnya retinoblastoma (95%) didiagnosa dibawah usia 5 tahun.
Retinoblastoma terdiri atas dua tipe, yaitu retinoblastoma yang terjadi
oleh karena adanya mutasi genetik (gen RB1) dan retinoblastoma
sporadik. Retinoblastoma yang diturunkan secara genetik terbagiatas
2 tipe, yaitu retinoblastoma yang muncul pada anak yang membawa
gen retinoblastoma dari salah satu atau kedua orang tuanya
(familialretinoblastoma), dan retinoblastoma yang muncul oleh karena
adanya mutasi baru, yang biasanya terjadi pada sel sperma ayahnya
atau bisa juga dari sel telur ibunya (sporadic heritableretinoblastoma).
Kedua tipe retinoblastoma yang diturunkan secara genetik ini
biasanya ditemukan bersifat bilateral, dan muncul dalam tahun

4
pertama kehidupan, jumlahnya sekitar6%. Sedangkan retinoblastoma
sporadic biasanya bersifat unilateral, dan muncul setelah tahun
pertama kehidupan, jumlahnya 96% (Skuta et al. 2011).

2.1.3 Patofisiologi
Retinoblastoma dipicu oleh beberapa factor, antara lain : genetik
maupun pengaruh dari lingkungan (berpolusi, terpapar bahan kimia,
sinar UV, radiasi) dan infeksi virus Human papillomavirus ini
menyebabkan kesalahan replikasi, gerakan atau perbaikan sel.
Integrasi HPV risiko tinggi pada DNA host berhubungan dengan
keganasan yang mengakibatkan peningkatan ekspresi dari gen yang
diproduksi oleh HPV yaitu E6 dan E7 (target utama protein E7 adalah
pRb). Perubahan genomic menyebabkan inaktivasi tumor suppressor
gene serta aktivasi dan onkogen HPV (E6 dan E7). Hal itu merupakan
mekanisme utama dalam perkembangan dan progresivitas kanker.
Retinoblastoma biasanya disebabkan oleh mutasi germinal yang
dapat diturunkan ke generasi selanjutnya atau karena mutasi somatic
(sekitar 66% kasus) pada sel retina tunggal yang tidak dapat
ditransmisikan secara genetic. Gen retinoblastoma telah dilokalisasi
dan produk gen diperkirakan mengontrol diferensiasi sel retina.
Penyakit ini muncul bila individu memiliki defek homozigot pada gen
retinoblastoma. Pada retinoblastoma turunan, satu kesalahan gen
diturunkan dan lainnya timbul dengan mutasi somatic spontan pada
retina (James et al, 2010).
Retinoblastoma terjadi karena mutasi gen RB1, yang terletak pada
lengan panjang kromosom 13 pada locus 14 (13q14) dan kode protein
pRb, yang berfungsi sebagai supresor pembentukan tumor. pRb
adalah nukleoprotein yang terikat pada DNA (Deoxiribo Nucleid
Acid) dan mengontrol siklus sel pada transisi dari fase G1 sampai fase
S. Jadi mengakibatkan perubahan keganasan dari sel retina primitif
sebelum diferensiasi berakhir.

5
Pada keadaan retinoblastoma terjadi kehilangan kedua kromosom
dari satu alel dominan protektif yang berada dalam pita kromosom
13q14 yang berfungsi sebagai protektif keganasan dan sering hilang
pada beberapa tumor manusia dan berpotensi mengandung gen
supresor tumor (TSG). Bisa karena mutasi atau diturunkan. Mutasi
terjadi akibat perubahan pada rangkaian basa DNA. Peristiwa ini
dapat timbul karena kesalahan replikasi, gerakan, atau perbaikan sel.
Mutasi dalam sebuah sel benih akan ditransmisikan kepada turunan
sel tersebut. Sejumlah factor, termasuk virus, zat kimia, sinar
ultraviolet, dan radiasi pengion, akan meningkatkan laju mutasi.
Mutasi kerap kali mengenai sel somatic dan kemudian ditentukan
kepada generasi sel berikutnya dalam suatu generasi.
Retinoblastoma dapat terjadi secara endofitik dan eksofiatik.
Retinoblastoma endofitik ditandai dengan pertumbuhan tumor ke
dalam vitreous, sedangkan Eksofiatik dimana pertumbuhan tumor
keluar dari lapisan retina/sub retina. Kedua keadaan tersebut, dapat
menyebabkan terjadi leukocoria. Leukocoria merupakan keadaan yang
tampak, akibat dari bayangan permukaan tumor yang tumbuh, hal ini
dapat menimbulkan penurunan visus mata sehingga terjadi gangguan
pada penglihatan. Keadaan dimana tumor telah mencapai area macular
akan menimbulkan strabismus yang sebabkan ketidakmampuan untuk
fiksasi sehingga mata mengalami deviasi dan berpengaruh terhadap
penurunan lapang pandang. Massa tumor yang semakin membesar
akan memperlihatkan gejala leukokoria, tanda - tanda peradangan
vitreus yang menyerupai endoftalmitis. Adanya peningkatan ukuran
tumor berpengaruh terhadap peningkatan Tekanan Intra Okular (TIO)
sehingga mata tampak menonjol (Proptosis). Hal ini dapat
menimbulkan nyeri akut. Jika sel-sel tumor terlepas dan masuk ke
segmen anterior mata, akan menyebabkan glaucoma atau tanda
peradangan berupa hipopion atau hifema. Pada anak yang mengalami
Retinolastoma terjadi pembatasan aktivitas karena keadaan
penyakitnya sehingga proses sosialisasi terganggu, baik dalam

6
kesehariannya maupun saat bermain. Dampak yang dapat terjadi pada
anak-anak adalah resiko terjadi gangguan tumbuh kembang.
Pertumbuhan tumor ini dapat menyebabkan metastase melalui
darah, nervus optikus ke otak, sclera ke jaringan orbita dan sinus
paranasal, dan metastasis jauh ke sumsum tulang melalui pembuluh
darah. Metastase ke mata yang lain tersebut menyebabkan mata
menonjol, strabismus dan leukokoria sama keadaannya seperti pada
mata terdahulunya. Terjadi nyeri hebat pada otak, dan secara lebih
spesifik pada cerebelum menyebabkan terjadinya gangguan ingatan.
Selain itu, metastasenya juga mengenai nervus Optikus yang
berdampak pada masalah sensori persepsinya.
Pada fundus terlihat bercak kuning mengkilat, dapat menonjol ke
badan kaca. Di permukaan terdapat neovaskularisasi dan perdarahan.
Warna iris tidak normal. Penyebaran secara limfogen, ke kelenjar
limfe preaurikuler dan submandibula serta secara hematogen ke
sumsum tulang dan visera, terutama hati (Istiqomah, 2014).
Retinoblastoma dapat ditangani melalui tindakan operasi dan
kemoterapi. Kemoterapi yang dijalani oleh penderita RB juga dapat
menimbulkan beberapa keadaan sebagai efek dari
penatalaksanaannya, yakni antara lain : mual/ muntah, alopesia,
degradasi sumsum tulang, dan kulit mengalami hiperpigmentasi.
Keadaan mual / muntah menyebabkan kesulitan pada pasien untuk
makan, dan degradasi sumsum tulang berakibat terhadap gangguan
pada produksi eritrosit sehingga kekurangan kadar eritrosit. Hal ini
berdampak pada rendahnya kadar oksigen (O2) yang ditransport ke
kapiler. Penatalaksanaan tindakan operasi melalui dua tahapan, yakni :
pre operasi dan post operasi. Masalah yang dapat timbul pada pre
operasi adalah kurangnya pengetahuan mengenai prosedur/ tindakan
operasi. Pada keadaan post operasi ada beberapa yang perlu menjadi
perhatian perawat, salah satunya yakni pengetahuan perawatan post
operasi dan juga resiko terjadi infeksi. Perubahan fisik mata setelah

7
operasi juga dlihat mengingat berpengaruh terhadap gambaran diri
pasien.

2.1.4 Manifestasi Klinis


Tanda-tanda retinoblastoma yang paling sering dijumpai adalah
leukokoria (white pupillary reflex) yang digambarkan sebagai mata
yang bercahaya, berkilat, atau cat’s-eye appearance, strabismus dan
inflamasi okular. Gambaran lain yang jarang dijumpai, seperti :
b. Heterochromia
Heterochromia adalah suatu kelainan yang membuat iris maka
kanan dan kiri memiliki warna yang berbeda.

c. Hyfema
Hyfema adalah terkumpulnya darah di bilik depan mata di antara
kornea (selaput bening mata) dan iris (selaput pelangi).

d. Vitreous Hemoragik
Vitreus hemorragic adalah bocornya darah ke salah satu ruang
potensial dan beberapa terbentuk didalam corpus vitreus.

8
e. Sellulitis
Selulitis orbita adalah infeksi pada jaringan lunak yang terdapat di
rongga mata yang meliputi otot dan jaringan lemak.

f. Glaukoma
Glaukoma adalah kerusakan saraf mata akibat meningkatnya
tekanan pada bola mata. Meningkatnya tekanan bola mata ini
terjadi akibat gangguan pada sistem aliran cairan mata.

g. Proptosis
Proptosis (penonjolan pada bola mata) adalah presentasi yang
paling sering, diikuti oleh pembengkakan kelopak mata dan
pembatasan pada motilitas.

9
h. Hypopion
Hipopion (hypopyon) adalah akumulasi sel darah putih (nanah) di
ruang anterior mata.

Tanda tambahan yang jarang, lesi kecil yang ditemukan pada


pemeriksaan rutin. Keluhan visus jarang karena kebanyakan pasien
anak umur prasekolah. (Skuta et al. 2011).
Bukti paling awal dari retinoblastoma adalah gerakan putih atau
yang dikenal sebagai gerakan mata kucing (cats-eyes refleks) atau
leukocoria. Hal ini menunjukan adanya tumor besar yang biasanya
tumbuh dari tepi. Tumor putih yang mengancam nyawa merefleksikan
cahaya dan menghalangi pandangan dari retina. Pada keadaan ini
retinoblastoma masih bersifat intraokuler dan dapat disembuhkan 3-6
bulan setelah tanda pertama retinoblastoma. Leukokoria juga dapat
mengidentifikasikan beberapa gangguan pengelihatan seperti Coats
disease, katarak, toksokariasis, dan retinopati prematur.
Gejala kedua yang paling umum adalah strabismus. Keadaan ini
terjadi apabila tumor telah mencapai area makular. Hal ini akan

10
menyebabkan ketidakmampuan untuk fiksasi dan akhirnya mata akan
mengalami devisiasi (Permono et al., 2006).

2.1.5 Komplikasi
a. Ablasio Retina (Lepasnya Retina)
Ablasio adalah suatu keadaan lepasnya retina sensoris dari
epitel pigmen retina (RIDE). keadaan ini merupakan masalah mata
yang serius dan dapat terjadi pada usia berapapun, walaupun
biasanya terjadi pada orang usia setengah baya atau lebih tua. Di
dalam mata, terdapat cairan seperti gel yang disebut vitreous.
Ketika cairan ini keluar dari tempatnya akibat adanya robekan atau
tarikan pada retina sehingga terjadi ablasio retina. Cairan vitreous
yang terakumulasi dalam rongga mata juga dapat berujung pada
kebutaan.
b. Glukoma (Peninggian tekanan bola mata)
Glaukoma adalah salah satu jenis penyakit mata dengan
gejala yang tidak langsung, yang secara bertahap menyebabkan
penglihatan pandangan mata semakin lama akan semakin
berkurang sehingga akhirnya mata akan menjadi buta. Hal ini
disebabkan karena saluran cairan yang keluar dari bola mata
terhambat sehingga bola mata akan membesar dan bola mata akan
menekan saraf mata yang berada di belakang bola mata yang
akhirnya saraf mata tidak mendapatkan aliran darah sehingga saraf
mata akan mati.
c. Kebutaan
Adanya metatase ke :
1) Lamina kribosa, saraf optik yang infiltrasi ke vaginal scheat
sampai ke subarachnoid dan intrakranial menjadi tumor otak.
2) Jaringan koroid (metastase melalui pembuluh darah ke seluruh
tubuh).
3) Pembuluh emisari/tumor menjalar ke posterior orbita.

11
2.1.6 Pemeriksaan Penunjang
a. Ultrasonography, adalah metode yang nyaman untuk
mengkonfirmasi kehadiran tumor, mendeteksi kalsifikasi dan
mengukur dimensi tumor.
b. CT lebih sensitif dibandingkan ultrasonografi dalam mendeteksi
kalsifikasi. di samping itu, menunjukkan grossinvolvement dari
saraf optik, orbital dan penyuluhan SSP, dan adanya
pinealoblastoma
c. MRI, meskipun dalam tidak dapat mendeteksi kalsifikasi, lebih
unggul ct untuk evaluasi saraf optik dan untuk mendeteksi suatu
pinealoblastoma terutama ketika agen kontras digunakan.
d. Funduskopi, di bawah anestesi umum sampai usia empat atau lima
tahun, sebaiknya dilakukan setiap bulan selama tahun pertama
setelah akhir pengobatan. Interval antara pemeriksaan kemudian
dapat secara bertahap ditingkatkan menjadi satu pemeriksaan
setiap tiga bulan, bahkan dalam kasus retinoblastoma unilateral
(karena risiko keterlibatan bilateral akhir) . Tujuannya adalah
untuk mendeteksi tumor baru dan komplikasi okular berhubungan
dengan pengobatan. Khas gambaran histopatologis
Retinoblastoma yang biasanya dijumpai adanya Flexner-
Wintersteiner rosettes dan gambaran fleurettes yang jarang.
Keduanya dijumpai pada derajat terbatas pada diferensiasi sel
retina.

2.1.7 Penatalaksanaan
Terapi retinoblastoma berdasarkan prinsip umum bertujuan untuk
menghilangkan tumor dan menyelamatkan nyawa penderita,
mempertahankan penglihatan bila memungkinkan, menyelamatkan
mata, menghindari tumor sekunder yang dapat juga disebabkan
karena terapi terutama pada anak yang mengalami retinoblastoma
yang diturunkan. Faktor terpenting yang menentukan pemilihan terapi
meliputi apakah tumor pada satu mata atau kedua mata, bagaimana
penglihatannya, dan apakah tumor telah meluas keluar bola mata.

12
Hasil terapi akan lebih baik bila tumor masih terbatas dalam mata
dan akanmemburuk bila tumor telah menyebar. Berdasarkan stadium
tumor, terapi yang dapat digunakan yaitu:
a. Kemoterapi
Kemoterapi atau kemoreduksi telah menjadi bagian tidak
terpisahkan dari manajemen retinoblastoma. Apabila penyakitnya
sudah menyebar ke bagian ekstraokuler, kemoterapi merupakan
terapi yang sangat dianjurkan. Obat kemoterapi yang digunakan
yaitu carboplatin, cisplatin, etoposid, teniposid, siklofosfamid,
ifosfamid, vinkristin, adriamisin, dan akhir-akhir ini
dikombinasikan dengan idarubisin. Dosis Vincristine 1,5 mg/m2
(0,05 mg/kg pada anak <36 bulan dan dosis maksimum <2mg),
Etoposide 150 mg/m (5 mg/kg untuk anak <36 bulan),
carboplatin 560 mg/m2 (18,6 mg/kg untuk <36 bulan)
(Pandey, 2013).
b. Pembedahan
Enukleasi adalah terapi yang paling sederhana dan aman
untuk retinoblastoma. Pemasangan bola mata biasanya dilakukan
beberapa minggu setelah prosedur enukleasi untuk meminimalkan
efek kosmetik. Enukleasi dianjurkan apabila terjadi glaukoma,
invasi ke rongga naterior, atau terjadi rubeosis iridis, dan apabila
terapi lokal tidak dapat di evaluasi karena katarak atau gagal untuk
mengikuti pasien secara lengkap atau teratur. Enukleasi dapat
ditunda atau ditangguhkan pada saat diagnosis tumor sudah
menyebar ke ekstraokular. Pembedahan intraokular seperti
vitrektomi, adalah kontraindikasi pada pasien retinoblastoma
karena akan menaikkan relaps orbita.
c. External Beam Radiation Therapy (EBRT)
External Beam Radiation Therapy (EBRT), yang dahulu
menjadi terapi pilihan pada retinoblastoma, kini diindikasikan
apabila kemoterapi primer dan terapi lokal gagal atau terjadi
kontraindikasi (Pandey 2013). EBRT menggunakan eksalator

13
linjar dengan dosis 40-45 Gy dengan pemecahan konvensional
yang meliputi seluruh retina. Pada bayi prosedur ini harus dibawah
anastesi dan imobilisasi dan harus ada kerja sama antara dokter
ahli mata, dan dokter radioterapi untuk membuat perencanaan.
Keberhasilan EBRT tidak hanya berdasarkan ukuran tumor tetapi
tergantung teknik dan lokasi. Efek samping jangka panjang dari
radioterapi harus diperhatikan seperti hambatan pertumbuhan
tulang orbita yang akhirnya akan menyebabkan gangguan
kosmetik.
d. Plaque Radiotherapy (Brachytherapy)
Radioactive plaque terapi dapat digunakan pada terapi
penyelamatan mata dimana terapi penyelamatan bola mata gagal
untuk menghancurkan semua tumor aktif dan sebagai terapi utama
terhadap beberapa anak dengan ukuran tumor relatif kecil sampai
sedang.

e. Kryo dan fotokoagulasi


Teknik digunakan untuk mengobati tumor kecil (kurang
dari 5 mm). Cara ini sudah banyak digunakan dan dapat dilakukan
beberapa kali sampai kontrol lokal tercapai. Kryoterapy biasanya
menggunakan probe yang sangat dingin untuk membekukan dan
mematikan tumor. Sementara foto koagulasi menggunakan laser
argon atau xenom untuk mematikan tumor (Permono et al., 2006).

14
2.1.8 WOC

Mutasi gen autosomal Lingkungan berpolusi,


dominan dan kromosom bahan kimia, sinar UV,
alel 13&14 radiasi

Kesalahan replikasi,
gerakan atau perbaikan sel
Kurangnya
pengetahuan
Mutasi pada sel retina Kurang
Pre Op tentang prosedur
pengetahuan
Ketidakseimbangan operasi
Mual,
nutrisi kurang dari muntah Kemoterapi Retinoblastoma Operasi
kebutuhan tubuh
Post Op Luka insisi Risiko infeksi

Endofitik Eksofitik

Tumor tubuh ke Tumor tumbuh keluar


dalam vitreous lapisan retina / sub retina

Leukocaria Tumor mencapai Peningkatan ukuran Pembatasan


area macular massa tumor aktivitas
15
Penurunan visus Strabismus Peningkatan Proses sosialisasi Perubahan
mata/ketajaman mata TIO terganggu fisik mata
setelah
ketidakmampuan operasi
untuk fiksasi Mata
Gangguan persepsi Risiko gangguan
menonjol
sensori penglihatan tumbuh kembang

Mata mengalami Gangguan


deviasi Nyeri Akut Citra
Tubuh
Dilakukan
tindakan Penurunan lapang
pembedahan pandang

Resiko Cedera
Ketakutan
Pada Anak

16
2.2 Asuhan Keperawatan Retinoblastoma
2.2.1 Pengkajian
a. Demografi : Retinoblastoma unilateral dan bilateral paling banyak
pada kelompok usia 0 – 5 tahun sebanyak 40.6% dan 46.9%.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan Utama : Keluhan dapat berupa perubahan persepsi
penglihatan, demam, kurang nafsu makan, gelisah, cengeng,
nyeri pada luka post operasi, terjadi infeksi pada luka post op,
serta perawatan dan pengobatan lanjutan dari tindakan operasi.
Umumnya pasien datang dengan keluhan mata merah dan sakit
31.3%, leukokoria 28.1%, strabismus 21.9% dan proptosis
18.8%.
2) Riwayat Kesehatan Sekarang: Gejala awal yang muncul pada
anak. Bisa berupa bintik putih pada mata tepatnya pada retina,
terjadi pembesaran, mata merah dan besar.
3) Riwayat Kesehatan Dahulu: Riwayat kesehatan masa lalu
berkaitan dengan kemungkinan memakan makanan/minuman
yang terkontaminasi, infeksi ditempat lain misal: pernapasan.
4) Riwayat Kesehatan Keluarga: Berkaitan erat dengan penyakit
keturunan dalam keluarga, misalnya ada anggota keluarga
yang pernah menderita penyakit yang sama.
5) Riwayat Trauma Sebelum Atau Sesudah Ada Keluhan:
Trauma dapat memberikan kerusakan pada seluruh lapis
kelopak ataupun bola mata. Trauma sebelumnya dapat juga
memberikan kelainan pada mata tersebut sebelum meminta
pertolongan.
6) Penyakit Mata Sebelumnya: Kadang-kadang dengan
mengetahui riwayat penyakit mata sebelumnya akan dapat
meenerangkan tambahan gejala-gejala penyakit yang
dikeluhkan penderita. Seperti glaukoma yang mengakibatkana
TIO meningkat.

17
7) Penyakit Lain Yang Sedang Diderita: Bila sedang menderita
penyakit lain dengan keadaan yang buruk, dapat pula
memperburuk keadaan klien.
8) Riwayat Psikologi
- Reaksi pasien dana keluarganya terhadap gangguan
penglihatan yang dialami pasien : cemas, takut, gelisah,
sering menangis, sering bertanya.
- Mekanisme koping
c. Pemeriksaan Khusus Mata
1) Pemeriksaan Tajam Penglihatan: Pada retinoblastoma, tumor
dapat menyebar luas di dalam bola mata sehingga dapat
merusak semua organ di mata yang menyebabkan tajam
penglihatan sangat menurun
2) Pemeriksaan Gerakan Bola Mata: Pembesaran tumor dalam
rongga mata akan menekan saraf dan bahkan dapat merusak
saraf tersebut dan apabila mengenai saraf III, IV dan VI maka
akan menyebabkan mata juling.
3) Pemeriksaan susunan mata luar dan lakrimal: Pemeriksaan
dimulai dari kelopak mata, sistem lakrimal, konjungtiva,
kornea, bilik mata depan, iris, lensa dan pupil. Pada
retinoblastoma didapatkan : Leukokoria (reflek pupil yang
berwarna putih), Hipopion (terdapatnya nanah di bilik mata
depan), Hifema (terdapatnya darah pada pembuluh darah,
biasanya terjadi karena trauma) dan Uveitis.
4) Pemeriksaan pupil: Leukokoria (reflek pupil yang berwarna
putih) merupakan keluhan dan gejala yang paling sering
ditemukan pada penderita dengan retinoblastoma.
5) Pemeriksaan Funduskopi: Menggunakan oftalmoskopi untuk
pemeriksaan media, papi saraf optik, dan retina. Pada
retinoblastoma ditemukan refleksi tak ada (atau gelap) akibat
perdarahan yang banyak dalam badan kaca.

18
6) Pemeriksaan tekanan bola mata: Pertumbuhan tumor ke dalam
bola mata menyebabkan tekanan bola mata meningkat

2.2.2. Diagnosa Keperawatan


1. Resiko Cedera berhubungan dengan keterbatasan lapang pandang
2. Resiko Keterlambatan Perkembangan berhubungan dengan
pembatasan aktivitas
3. Ketakutan pada anak berhubungan dengan hospitalisasi
4. Nyeri akut berhubungan dengan penekanan massa pada jaringan
sekitar
5. Defisit pengetahuan berhubungan kurangnya pengetahuan tentang
prosedur operasi
6. Gangguan persepsi sensori penglihatan berhubungan dengan
Penurunan visus mata/ketajaman mata
7. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan mual muntah akibat kemoterapi.
8. Risiko tinggi Infeksi berhubungan dengan luka insisi jaringan tubuh
9. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan strabismus, mata menonjol
dan perubahan fisik mata setelah operasi.

19
2.2.3. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa keperawatan Kriteria hasil Intervensi Rasional


Dx
1. Resiko Cedera Setelah diberikan 1. Lakukan pengkajian resiko 1. Mengidentifikasikan adakah resiko
berhubungan dengan asuhan jatuh terjadi jatuh
keterbatasan lapang keperawatan …x24 2. Pantau dan manipulasi 2. Meminimalisir penyebab jatuh
pandang jam diharapkan lingkungan fisik untuk 3. Mencegah anak terjatuh saat
tidak terjadi trauma memfasilitasi keamanan pengawasan minimal
pada anak dengan 3. Pasang pagar pengaman 4. Mencegah pasien terjatuh dari
kriteria hasil: tempat tidur jika tempat tidur
- Pasien tidak meninggalkan anak 5. Memaksimalkan lingkungan pasien
terjatuh yang sendirian yang aman dan nyaman
dibuktikan oleh 4. Anjurkan keluarga untuk
keseimbangan, menemani pasien.
gerakan 5. Kontrol lingkungan dari
terkoordinasi, kebisingan
perilaku
pencegahan
jatuh, kejadian

20
jatuh, tidak ada
tanda – tanda
mengalami
trauma
2. Ketakutan pada anak Setelah diberikan 1. Perkenalkan diri dan jalin 1. Untuk mengurangi ketakutan dan
berhubungan dengan asuhan hubungan terapeutikmelalui kegelisahan pasien
hospitalisasi keperawatan …x24 teknik komunikasi sesuai 2. Membuat kedekatan dan
jam diharapkan umur anak kepercayaan klien
ketakutan dapat 2. Pertahankan kontak mata, 3. Mengajak peran serta aktif keluarga
berkurang dengan temani klien untuk duduk dalam keberhasilan terapi
kriteria hasil : dan berbicara 4. Agar anak merasa lebih nyaman dan
- Anak tidak 3. Diskusikan dengan keluarga tidak rewel
merasa takut, bahwa pengawasan dan 5. Agar anak merasa lebih nyaman di
gelisah. pengobatan dapat mencegah rumah sakit
- Anak tidak kehilangan penglihatan
sering tambahan
menangis 4. Ciptakan lingkungan yang
- Keluarga ikut nyaman sesuai karakteristik
berpartisipasi anak

21
dalam 5. Lakukan terapi bermain
pemberian
makan, dan
aktivitas anak.
3. Resiko Keterlambatan Setelah diberikan 1. Maksimalkan manfaat 1. Meningkatkan kemampuan kontrol
Perkembangan asuhan hospitalisasi anak diri.
berhubungan dengan keperawatan …x24 2. Persiapkan anak untuk 2. Mengorientasikan situasi rumah
pembatasan aktivitas jam diharapkan mendapat perawatan di sakit.
dalam proses tidak terjadi rumah sakit 3. Upaya mencegah / meminimalkan
hospitalisasi keterlambatan 3. Libatkan orang tua berperan dampak perpisahan
perkembangan aktif dalam perawatan anak 4. Keluarga dapat membantu proses
dengan kriteria 4. Berikan kesempatan anak perawatan selama hospitalisasi
hasil : mengambil keputusan dan 5. Menurunkan tingkat kejenuhan
- Nyaman dalam melibatkan orang tua dalam selama hospitalisasi.
proses perencanaan kegiatan 6. Metode permainan merupakan cara
hospitalisasi 5. Buat jadwal untuk prosedur alamiah bagi anak untuk
- Tidak terjadi terapi dan latihan. mengungkapkan konflik dalam
regresi, dan 6. Lakukan pendekatan dirinya yang tidak disadari
pengetahuan melalui metode permainan. 7. Upaya dalam meningkatkan

22
orang tua 7. Ajarkan tentang prilaku perkembangan prilaku anak saat
terhadap yang sesuai dengan usia hospitalisasi
perkembangan anak
anak .
meningkat
4. Nyeri akut berhubungan Setelah diberikan 1. Lakukan pengkajian nyeri 1. Mendapatkan data mengenai
dengan penekanan massa asuhan secara komprehensif karakteristik nyeri
pada jaringan sekitar keperawatan …x24 termasuk lokasi, 2. Untuk menjlin hubungan saling
jam diharapkan karakteristik, durasi, percaya dengan klien
nyeri terkontrol frekuensi, kualitas dan 3. Meningkatkan rasa nyaman pasien
dengan kriteria faktor presipitasi 4. Melakukan penanganan nyeri
hasil : 2. Gunakan teknik komunikasi dengan tepat sesuai karakteristiknya
- Menunjukkan terapeutik untuk mengetahui 5. Mengkaji ulang apakah tujuan telah
kemampuan pengalaman nyeri pasien tercapai
mengontrol 3. Kontrol lingkungan yang
nyeri dapat mempengaruhi nyeri
- Melaporkan seperti suhu ruangan,
nyeri berkurang pencahayaan dan kebisingan
menggunakan 4. Pilih dan lakukan

23
manajemen penanganan nyeri
nyeri (farmakologi, non
- Merasakan rasa farmakologi dan inter
nyaman personal)
5. Evaluasi keefektifan kontrol
nyeri
5. Defisit pengetahuan Setelah diberikan 1. Berikan penilaian tentang 1. Menentukan cara menyampaikan
berhubungan kurangnya asuhan tingkat pengetahuan pasien informasi pada keluarga klien
pengetahuan tentang keperawatan …x24 dan keluarga pada khususnya 2. Memberikan informasi pada
prosedur operasi jam diharapkan tentang proses penyakit yang keluarga pasien sehubungan dengan
keluarga pasien spesifik ketidaktahuan /harapan yang akan
mengerti dan 2. Jelaskan patofisiologi dari datang dan memberikan dasar fakta
memahami penyakit, kondisi, prognosis untuk membuat pilihan informasi
informasi tentang dan pilihan terapi dengan tentang pengobatan.
penyakit dengan cara yang tepat. 3. Agar tidak menimbulkan
kriteria hasil : 3. Hindari harapan kosong kesalahpahaman
- Keluarga 4. Rujuk pasien pada grup atau 4. Memberikan penguatan pada
pasien agensi di komunitas lokal, keluarga
menyatakan dengan cara yang tepat

24
pemahaman
tentang
penyakit,
kondisi,
prognosis dan
program
pengobatan
6. Gangguan persepsi Setelah diberikan 1. Observasi tingkat / derajat 1. Observasi secara keseluruhan
sensori penglihatan asuhan serta tipe kehilangan dilakukan untuk menentukan tingkat
berhubungan dengan keperawatan …x24 penglihatan. Gunakan data- gangguan penglihatan klien serta
Penurunan visus jam diharapkan data pengkajian sebagai untuk menentukan perawatan yang
mata/ketajaman mata fungsi motoric acuan untuk melakukan tepat.
sensorik/cranial observasi berukutnya 2. Untuk membantu klien untuk
menunjukan 2. Tingkatkan komunitasi : mengenali objek dan lingkungan
orientasi kognitif deficit penglihatan sehingga disekitarnya
dengan kriteria klien mampu mengenali 3. Memaksimalkan kemampuan indra
hasil : objek-objek serta yang tidak rusak untuk melakukan
- Anak dapat lingkungan disekitarnya aktivitas sesuai dengan
berinteraksi 3. Ajarkan penggunaan indra kemampuannya.

25
sesuai dengan yang tidak mengalami 4. Manipulasi lingkungan dapat
orang lain dan masalah untuk menjalani digunakan sebagai sarana terapeutik
lingkungan aktivitas bagi klien agar dapat menyesuaikan
- Anak 4. Manipulasi lingkungan diri
mempertahanka 5. Pemantauan neurologis 5. Mengumpulkan dan menganalisis
n ketajaman 6. Kolaborasi terapi okupasi data klien untuk mencegah atau
lapang bila diperlukan meminimalkan komplikasi
penglihatan neurologis
tanpa 6. Tindakan okupasi terapeutik dapat
kehilangan dilakukan untuk meningkatkan
lebih lanjut kemampuan koordinasi klien.
- Mengonpensasi
deficit sensori
dengan
memaksimalka
n indra yang
tidak rusak
- Menginterpreta
sikan objek

26
yang
dikomunikasika
n oleh orang
lain secara
benar
7. Ketidakseimbangan Setelah diberikan 1. Kaji adanya alergi makanan 1. Menentukan pantangan dalam diit
nutrisi kurang dari asuhan 2. Kolaborasi dengan ahli gizi klien
kebutuhan tubuh keperawatan …x24 untuk menentukan jumlah 2. Menentukan diit yang tepat untuk
berhubungan dengan jam diharapkan kalori dan nutrisi yang klien
mual muntah akibat anak akan mampu dibutuhkan pasien 3. Untuk mencapai berat badan ideal
kemoterapi memenuhi 3. Berikan makanan terpilih 4. Menilai kemampuan keluarga
kebutuhan nutrisi (yang sudah dikonsultasikan 5. Agar keluarga di rumah mampu
sesuai kebutuhan ahli gizi) meberikan diit sesuai kebutuhan
tubuh dengan 4. Kaji kemampuan ibu klien klien
kriteria hasil : untuk memberikan nutrisi
- Menunjukkan pada anak sesuai kebutuhan
peningkatan 5. Berikan info tentang
berat badan kebutuhan nutrisi
sesuai tujuan

27
- Berat badan
ideal dengan
tinggi badan
- Mampu
mengidentifikas
i kebutuhan
nutrisi serta
tidak tampak
tanda
malnutrisi
seperti: ( nafsu
makan
berkurang,kulit
kering dan
lebih
pucat,tidak
aktif dan
mudah lelah,
lebih rewel),

28
tanda
8. Resiko infeksi Setelah diberikan 1. Ciptakan lingkungan 1. Mengurangi kontaminasi dan
berhubungan dengan asuhan ruanganyang bersih dan paparan pasien terhadap agen
prosedur tindakan invasif keperawatan …x24 bebas dari kontaminasi infeksius.
insisi jaringan tubuh jam diharapkan lingkungan luar. 2. Mencegah dan mengurangi transmisi
tidak terjadi 2. Jaga area kesterilan luka kuman.
penyebaran infeksi operasi. 3. Melindungi klien dari sumber-
selama tindakan 3. Cuci tangan sebelum dan sumber infeksi dan mencegah infeksi
prosedur sesudah melakukan tindakan. silang
pembedahan dan 4. Lakukan teknik aseptic dan 4. Mencegah kontaminasi pathogen.
sesudah disinfeksi secara tepat dalam 5. Mencegah pertumbuhan dan
pembedahan merawat luka perkembangan kuman.
dengan kriteria 5. Kolaborasi pemberian
hasil: antibiotic, bila perlu
- RR normal (20
– 30 kali/
menit),
Temperatur
normal (36 -

29
37,5 oC)
- Tidak
menunjukkan
tanda dan
gejala infeksi
9. Gangguan citra tubuh Setelah diberikan 1. Identifikasi strategi-strategi 1. Respon orang tua menentukan
berhubungan dengan asuhan penggunaan koping oleh bagaimana persepsi anak terhadap
strabismus, mata keperawatan …x24 orang tua dalam berespon tubuhnya
menonjol dan perubahan jam diharapkan terhadap perubahan 2. Untuk mengetahui bagaimana
fisik mata setelah gangguan citra penampilan anak perasaan anak terhadap kondisinya
operasi. tubuh dapat teratasi 2. Bantu orang tua untuk yang sekarang
dengan kriteria mengidentifikasi perasaan 3. Agar anak dapat mengetahui
hasil : sebelum mengintervensi berbagai fungsi bagian tubuh
anak dengan cara yang tepat 4. Untuk meningkatkan percaya diri
- Merencanakan
3. Instruksikan anak-anak dan semangat klien
penyesuaian
mengenai fungsi dari
terhadap
berbagai bagian tubuh
perubahan
dengan cara yang tepat
tampilan fisik
4. Fasilitasi kontak dengan

30
- Merencanakan individu yang mengalami
penyesuaian perubahan yang sama dalam
terhadap hal citra tubuh
perubahan
fungsi tubuh
- Mengidentifika
si rencana
untuk
memenuhi
aktivitas hidup
harian

31
2.2.4. Implementasi

Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai


tujuan yang spesifik.Tahap pelaksanaan dimulai setelah tindakan disusun
dan di tujukan pada nursing orders untuk membantu pasien mencapai
tujuan yang diharapkan (Nursalam, 2011).
Komponen tahap implementasi diantaranya sebagai berikut:
a. Tindakan keperawatan mandiri Tindakan keperawatan mandiri
dilakukan tanpa pesanan dokter, tindakan keperawatan mandiri ini
ditetapkan dengan
b. StandartPractice American Nurses Association,undang – undang
praktek perawatan Negara bagian dan kebijakan institusi perawatan
kesehatan.
c. Tindakan keperawatan kolaboratif
d. Tindakan yang dilakukan oleh perawat bila perawat bekerja dengan
anggota kesehatan yang lain dalam membuat keputusan bersama yang
bertahap untuk mengatasi masalah pasien.

2.2.5. Evaluasi

Evaluasi adalah hasil yang didapatkan dengan menyebutkan item-item


atau perilaku yang dapat diamati dan dipantau untuk menentukan apakah
hasilnya sudah tercapai atau belum dalam jangka waktu yang telah
ditentukan (Doengoes, 2010).
Dalam proses keperawatan berdasarkan masalah yang muncul maka hal-
hal yang di harapkan pada evaluasi adalah sebagai berikut:

a. Fungsi motoric sensorik/cranial menunjukan orientasi kognitif


b. Tidak terjadi trauma pada pasien
c. Tidak terjadi keterlambatan perkembangan.
d. Nyeri teratasi
e. Ibu klien mengerti dan memahami informasi tentang penyakit
f. Klien mempertahankan ketajaman lapang penglihatan tanpa
kehilangan lebih lanjut

32
g. Pasien akan mampu memenuhi kebutuhan nutrisi sesuai kebutuhan
tubuh
h. Tidak terjadi penyebaran infeksi selama tindakan prosedur
pembedahan dan sesudah pembedahan.

33
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Retinoblastoma merupakan tumor ganas mata yang sering ditemukan
pada masa anak (James et al, 2005 ). Retinoblastoma merupakan suatu
bentuk keganasan intra okuler primer yang paling sering ditemukan pada
anak-anak, dengan angka kejadian sekitar 1:15.000 – 1: 23.000 kelahiran
hidup, dan merupakan 4 % dari total seluruh keganasan pada anak-anak,
sekitar 1 % dari seluruh kanker pada manusia, dan merupakan keganasan
kedua terbanyak pada semua tingkat usia setelah melanoma maligna.
Perawat perlu memberikan asuhan keperawatan yang professional
kepada pasien retinoblastoma melalui pendekatan proses keperawatan
yang terdiri dari pengkajian keperawatan, menentukan diagnose
keperawatan, merencanakan tindakan keperawatan, mengimplementasikan
tindakan keperawatan dan melakukan evaluasi agar semua kebutuhan
dasar klien dapat terpenuhi.

3.2 Saran
Informasi mengenai retinoblastoma yang telah didapatkan oleh
mahasiswa diharapkan tidak hanya sekedar diketahui, tetapi juga bisa
dipahami dan dapat diaplikasikan dalam pelaksanaan praktik keperawatan.
Pemberian asuhan keperawatan pada klien dengan retinoblastoma
harus memperhatikan pada sumberdaya dan kesiapan mental yang dimiliki
oleh pasien untuk mencegah timbulnya komplikasi yang yang tidak
diinginkan.

34
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. Tinjauan Kepustakaan Retinoblastoma.


http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/39665/Chapter
%20II.pdf?sequence=4&isAllowed=y. Diakses tanggal 20 Maret 2020

Internasional, NANDA. 2015. Diagnosis Keperawatan: Definisi dan Klasifikasi


2015 – 2017. Jakarta : EGC
Moorhead, Sue., dkk. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC) Fifth
Edition. US America : Elsevier Mosby

35

Anda mungkin juga menyukai