Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN DENGAN MENINGIOMA

Untuk Memenuhi Tugas Praktik Klinik KMB II

Disusun oleh :
SATRIO BAGASKORO
P17095

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS KUSUMA HUSADA
SURAKARTA
2020
LAPORAN PENDAULUAN

A. Konsep Meninigioma

1. Definisi Meningioma

Meningioma merupakan tumor jinak ekstra-aksial atau tumor yang

terjadi di luar jaringan parenkim otak yaitu berasal dari meningen otak.

Meningioma tumbuh dari sel-sel arachnoid cap dengan pertumbuhan yang

lambat (Al-Hadidy, 2012).

Meningioma merupakan tumor asal meninginen, sel-sel mesotel,

serta sel-sel jaringan penyambung arakhnoid dan dura meter yang paling

penting. Sebagian besar tumor adalah jinak, berkapsul, dan tidak

menginfiltrasi jaringan yang berdekatan namun menekan struktur yang

berada di bawahnya (Muttaqin Arif, 2011).

Meningioma adalah tumor otak jinak yang sering ditemui yang

melibatkan semua lapisan meningen (Black, Joyce M & Hawks, Jane

Hokanson, 2014).

2. Klasifikasi Meningioma

a. Klasifikasi Meningioma Berdasarkan Lokasi Tumor

Meningioma dapat diklasifikasikan berdasarkan lokasi tumor, pola

pertumbuhan dan histopatoligi. Berdasarkan lokasi tumor dan urutan

paling sering adalah konveksitas, parasagital, tuberkulum sella, falks,

sphenoid rigde, cerebellopontine angel, frontal base, petroclival, fosa


posterior, tentorium, middle fossa, intraventricular, dan foramen magnum.

Meningioma juga dapat timbul secara ekstrakranial walaupun sangat

jarang, yaitu pada medulla spinalis, orbit, cavum nasi, glandula parotis,

mediastinum dan paru-paru (Bahloul M et al, 2010).

b. Klasifikasi Meningioma Berdasarkan Tipe Sel

Klasifikasi meningioma menurut WHO, 2017. WHO

mengembangkan sistem klasifikasi untuk beberapa tumor yang telah

diketahui, termasuk meningioma. Tumor diklasifikasikan melalui tipe sel

dan derajat pada hasil biopsy yang dilihat di bawah mikroskop.

Penatalaksanaannya pun berbeda-beda di tiap derajatnya.

1). Grade I

Meningioma tumbuh dengan lambat, jika tumor tidak

menimbulkan gejala, mungkin pertumbuhannya sangat baik jika di

observasi dengan MRI secara periodic. Jika tumor semakin

berkembang, maka pada akhirnya dapat menimbulkan gejala,

kemudian penatalaksanaan bedah dapat direkomendasikan.

Kebanyakan meningioma grade I diterapi dengan tindakan bedah dan

observasi yang berkelanjutan.

2). Grade II

Meningioma grade II disebut meningioma atypical. Jenis ini

tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan grade I dan juga mempunyai

angka kekambuhan yang lebih tinggi. Pembedahan adalah


penatalaksanaan awal pada tipe ini. meningioma grade II biasanya

membutuhkan terapi radiasi setelah pembedahan.

3). Grade III

Meningioma berkembang dengan sangat agresif dan disebut

meningioma malignan atau meningioma anaplastik. Meningioma

malignan terhitung kurang dari 1% dari seluruh kejadian meningioma.

Pembedahan adalah penatalaksanaan yang pertama untuk grade III

diikuti dengan terapi radiasi. Jika terjadi rekurensi tumor, dapat

dilakukan kemoterapi.

Tabel 2.1 klasifikasi meningioma menurut WHO, 2017

Grade Jenis Meningioma


Grade I a). Low risk of recurrence and aggressive
growth
b). Meningothelial meningioma
c). Fibrosus (fibroblastic) meningioma
d). Transitional (mied) meningioma
e). Psammomatous meningioma
f). Angiomatous meningioma
g). Mycrocystic meningioam
h). Lymphoplasmacyte-rich meningioma
i). Metaplastic meningioma
j). Secretory meningioma
k). Greater likelihood of recurrence,
aggressive behavior, or any type with a
high proliferative index
Grade II a). Atypical meningioma
b). Clear cell meningioma (intracranial)
c). Choroid meningioma
Grade III a). Rhabdoid meningioma
b). Papillary meningioma
c). Anaplastic(malignant) meningioma
c. Klasifikasi Meningioma Berdasarkan Subtype

Meningioma juga diklasifikasikan ke dalam subtype berdasarkan

lokasi dari tumor:

1). Meningioma falx dan parasagital (24%) dari kasus meningioma. Falx

adalah selaput yang terletak antara dua sisi otak yang memisahkan

hemisfer kiri dan kanan. Falx cerebri mengadung pembuluh darah

besar. Parasagital meningioma terdapat disekitar falx.

2). Meningioma convexitas (20%) tipe meningima ini terdapat pada

permukaan atas otak.

3). Meningioma sphenoid (20%) daerah sphenoid berlokasi pada daerah

belakang mata banyak terjadi pada wanita.

4). Meningioma olfactorius (10%), tipe ini terjadi di sepanjang nervus

yang menghubungkan otak dengan hidung.

5). Meningioma fossa posterior (10%) tipe ini berkembang dipermukaan

bawah bagian belakang otak.

6). Meningioma suprasellar (10%) terjadi dibagian atas sella tursica,

sebuah kotak pada dasar tengkorak dimana terdapat kelenjar pituitari.

7). Spinal Meningioma kurang dari (10%) banyak terjadi pada wanita

yang berumur atara 40 dan 70 tahun. Akan selalu terjadi pada

medulla sipnalis seringkali thorax dan dapat menekana spinal cord.

Meningoma spinallis dapat menyebabkan gejala seperti nyeri


radikuler di sekeliling dinding dada, gangguan kencing, dan nyeri

tungkai.

8). Meningioma intraorbital kurang dari (10%), tipe ini berkembang

pada atau disekitar mata cavum orbita.

9). Meningima intraventrikluer (2%) terjadi pada ruang yang berisi

cairan di seluruh bagian otak.

3. Etiologi Meningioma

Faktor-faktor terpenting sebagai penyebab meningioma adalah Pada

penyelidikan dilaporkan 1/3 dari meningioma mengalami trauma. Pada

beberapa kasus ada hubungan langsung antara tempat terjadinya trauma

dengan tempat timbulnya tumor. Sehingga disumpulkan bahwa penyebab

timbulnya meningioma adalah trauma. Beberapa penyelidik berpendapat

hanya sedikit bukti yang menunjukkan adanya hubungan antara meningioma

dengan trauma. Dilaporkan juga bahwa meningioma ini sering timbul pada

akhir kehamilan, mungkin hal ini dapat dijelaskan atas dasar adanya hidrasi

ota yang meningkat pada saat itu. Teori lain menyatakan bahwa virus dapat

juga sebagai penyebabnya. Pada penyelidikan dengan lught microscope

ditemukan virus like inclusion bodies dalam nuclei dari meningioma. Tetapi

penyelidikan ini kemudian dibantah bahwa pemeriksaan electron microscope

inclusion bodies ini adalah proyeksi cytoplasma yang berada dalam

membrane inti. Beberapa teori telah diteliti dan sebagian besar menyetujui

bahwa kromosom yang jelek menyebabkan timbulnya meningioma. Para


peneliti sedang mempelajari beberapa teori tentang kemumgkinan asal usul

meningioma. Di antara 40% dan 80% dari meningioma berisi kromosom 22

yang abnormal pada lokus gen neurofibromatosis 2 (NF2) NF2 merupakan

gen supresor tumor pada 22Q12, ditemukan tidak aktif pada 40%

meningioma sporadic. Pasien dengan NF2 dan beberapa non-NF2 sindrom

familial yang lain dapat berkembang menjadi meningioma multiple dan

sering terjadi pada usia muda. Disamping itu, depresi gen yang lain juga

berhubungan dengan pertumbuhan meningioma (American Brain Tumor

Association, 2018).

Kromososm ini biasanya terlibat dalam menekan pertumbuhan

tumor. Penyebab kelainan ini tidak diketahui. Meningioma juga sering

memiliki salianan tambahan dari platelet diturunkan faktor pertumbuhan

(PDGFR) dan epidermis reseptor faktor pertumbuhan (EGFR) yang mungkin

memberikan kontribusi pada pertumbuhan tumor ini. Ada beberapa

penyebab lain seperti radiasi pada bagian kepala, riwayat kanker payudara,

atau neurofibromatosis tipe 2 dapat menjadi faktor resiko terjadinya

meningioma. Multiple meningioma terjadi pada 5% sampai 15% dari pasien,

terutama mereka dengan neurofibromatosis tipe 2. Beberapa meningioma

memiliki reseptor yang berinteraksi dengan hormone seks progestron,

androgen, dan jarang estrogen. Ekspresi progestron reseptor dilihat paling

sering pada meningioma yang jinak baik pada pria dan wanita.
4. Patofisiologi Meningioma

Tumor intrakranial menyebabkan gangguan neurologis progresif.

Gangguan neurologis, pada tumor intrakranial biasanya dianggap disebabkan

karena dua faktor, yaitu gangganguan fokal oleh tumor dan peningkatan

tekanan intrakranial.

Gangguan fokal terjadi apabila terdapat penekanan pada jaringan otak

dan infiltrasi atau invasi langsung pada parenkim otak dengan kerusakan

jaringan neuron. Tentu saja disfungsi yang paling besar terjadi pada tumor

yang tumbuh paling cepat (misalnyas glioblastoma multifrom).

Perubahan suplai darah akibat tekanan yang ditimbulkan tumor yang

bertumbuh menyebabkan nekrosis jaringan otak. Gangguan suplai darah

arteri pada umumnya bermanifestasi sebagai kehilangan fungsi secara akut

dan mungkin dapat dikacaukan dengan gangguan serebrovaskular primer.

Serangan kejang sebagai manifestasi perubahan kepekaan neuron

dihubungkan dengan kompresi, invasi, dan perubahan suplai darah ke

jaringan otak. Beberapa tumor membentuk kista yang juga menekan

parenkim otak sekitarnya sehingga memperberat gangguan neurologis fokal.

Peningkatan tekanan intrakranial dapat diakibatkan oleh beberapa faktor:

a. Bertambahnya massa dalam tengkorak.

b. Terbentuknya edema sekitar tumor.

c. Perubahan sirkulasi cairan serebrospinal.


Pertumbuhan tumor menyebabkan bertambahnya massa karena tumor

akan mengambil tempat dalam ruang yang relative tetap dan ruang cranial

yang kaku.Tumor ganas menimbulkan edema dalam jaringan otak di

sekitarnya. Mekanismenya belum seluruhnya dipahami, tetapi diduga

disebebkan oleh selisih osmotic yang menyebabkan penyerapan cairan

tumor. Beberapa tumor dapat menyebabkan perdarahan. Obstruksi vena dan

edema yang disebebkan oleh kerusakan swar darah otak, semuanya

menimbulkan peningkatan volume intrakranial dan meningkatkan tekanan

intrakranial. Obstruksi sirkulasi cairan serebrospinal dari ventrikel lateral ke

ruang subarachnoid menimbulkan hidrosefalus.

Peningkatan tekanan intrakranial akan membahayakan jiwa bila terjadi

cepat akibat salahnya satu penyebab yang telah dibicarakan sebelumnya.

Mekanisme kompensasi memerlukan waktu berhari-hari berbulan-bulan

untuk mrnjadi efektif oleh karena itu tidak berguna apabila tekanan

intrakranial timbul dengan cepat. Mekanisme kompensasi ini antara lain

bekerja menurunkan volume darah intrakranial, volume cairan serebrospinal,

kandungan cairn intrasel, dan mengurangui sel-sel parenkim.

Peningkatan tekanan yang tidak diobati mengakibatkan berniasi unkus

atau serebellum. Herniasi unkus timbul bila girus medialis lobus temporalis

tergeser ke inferior melalui insisura tentorial oleh massa dalam hemisfer

otak. Herniasi menekan mesensefalon, menyebabkan hilangnya kesadaran

dan menekan saraf kranial III. Pada herniasi serebellum, tonsil serebellum
tergeser ke bawah melalui foramen magnum oleh suatu massat posterior.

Kompresi medulla oblongata dan henti pernapasan terjadi dengan cepat.

Perubahan fisiologis lain yang terjadi akibat peningkatan intrakranial yang

cepat adalah bradikardi progresif, hipertensi sistemik, dan gangguan

pernafasan (Muttaqin, 2011).


5. Manifestasi klinis

a. Gejala Umum

Gejala meningioma dapat bersifat umum disebabkan oleh

tekanan tumor pada otak dan medulla spinalis, atau bisa bersifat khusus

disebabkan oleh terganggunya fungsi normal dari bagian khusus dari

otak atau tekanan pada nervus atau pembuluh darah. Secara umum,

meningioma tidak bisa didioagnosa pada gejala awal. Gejala umumnya,

seperti:

1). Sakit kepal, dapat berat atau bertambah buruk saat beraktifitas atau

pada pagi hari.

2). Perubahan mental

3). Kejang

4). Mual muntah

5). Perubahan visus, misalnya pandangan kabur.

6). Asimtomatis (terutama meningioma di daerah midline, tumbuh

lambat dan tumor dengan ukuran kecil, diameter, < 3 cm).

7). Gejala dan tanda akibat peningkatan tekanan intrakranial: nyeri

kepala, mual muntah, kejang, penurunan visus sampai kebutaan.

Keluhan bersifat intermiten dan progresif.

8). Gejala dan tanda akibat kompresi atau destruksi struktur otak,

berupa defisit neurologis: kelemahan ekstremitas, kelumpuhan saraf

cranial, penurunan penglihatan, gangguan afektif dan perubahan


perilaku serta penurunan kesadaran (bradipsiki, depresi, letargi,

apatis, somnolen, koma) dan kejang. Gejala menyerupai “TIA” atau

stroke.

b. Gejala Khusus

Gejala dapat pula spesifikasi terhadap lokasi tumor:

1). Meningioma falx dan parasagital : nyeri tungkai.

2). Meningioma convexitas: kejang, sakit kepala, defisit neurologis

fokal, perubahan status mental.

3). Meningioma sphenoid : kurangnya sensibilitas wajah, gangguan

lapang padang, kebutaan, dan penglihatan ganda.

4). Meningioma olfactorius: kurangnya kepekaan penciuman, masalah

visus.

5). Meningioma fossa posterior : nyeri tajam pada wajah, mati rasa, dan

spasme otot-otot wajah, berkurangnya pendengaran, gangguan

menelan, gangguan gaya berjalan.

6). Meningioma suprasellar : pembengkakan diskus optikus, masalah

virus.

7). Spinal Meningioma: nyeri punggung, nyeri dada dan lengan.

8). Meningioma intraorbital : penurunan visus, penonjolan bola mata.

9). Meningima intraventrikluer : perubahan mental, sakit kepala, pusing.

6. Komplikasi
Komplikasi operas termasuk kerusakan jaringan otak di sekitarnya yang

normal, perdarahan, dan infeksi. Tumor akan dapat datang kembali. Resiko

ini tergantung pada seberapa banyak tumor yang telah dioperasi dan apakah

itu jinak, atipikal, atau ganas. Jika tumor tidak dihilangkan sepenuhnya

dengan operasi, terapi radiasi sering direkomendasikan setelah operasi untuk

mengurangi resiko itu datang kembali (Park, 2012).

7. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Arif Muttaqin, 2008 pemeriksaan penunjang pada pasien tumor

intrakranial adalah:

1. CT scan : CT scan dengan dan tanpa kontras digunakan untuk skrening

awal, CT scan lebih baik dalam menggambarkan jenis meningioma

seperti distruksi tulang pada tipe atypical atau malignant dan hyperostasis

pada tipe meningioma jinak.

2. MRI memberikan gambaran multiplanar dengan berbagai sekuen, resolusi

jaringan yang tinggi. Dibutuhkan pada kasus meningioma yang kompleks.

3. Angiografi dibutuhkan untuk menggambarkan keterlibatan pembuluh

darah dan kepentingan embolisasi bila dibutuhkan

8. Penatalaksanaan

a. Penatalaksanaan Medis

1). Medikamentosa

Pemberian kortikosteroid (Deksamethason), dengan dosis :


a). Dewasa: 10 mg loading intravena, diikuti dosis rumatan 6 mg

peroral atau intravena tiap 6 jam. Pada kasus dengan edema

vasogenik yang berat maka dosis dapat ditingkatkan sampai 10 mg

tiap 4 jam.

b). Anak :0,5-1 mg/kg loading intravena, dilanjutkan dosis rumatan

0,25-0,5 mg/kg/hari (peroral/intravena) dalam dosis terbagi tiap 6

jam. Hindari pemberian jangka panjang karena efek menghambat

pertumbuhan.

2). Pembedahan

Pembedahan adalah terapi primer untuk pasien meningioma. Reseksi

total/komplit menghasilkan harapan yang tinggi untuk terbebas dari

meningioma.

Indikasi pembedehan adalah :

a). Masa tumor yang menimbulkan gejala dan tanda penekanan

maupun destruksi parenkim otak dan asesibel untuk dilakukan

pembedahan.

b). Pada pemerikasaan imaging serial didapatkan tanda pertumbuhan

tumor dan atau didapatkan gejala akibat lesi tumor yang tidak dapat

terkontrol dengan medika mentosa.

3). Radioterapi/radiosurgery : dipertimbangkan pada kasus tumor yang

lokasinya sulit/resiko tinggi untuk operasi (mis: meningioma sinus


kavernosa), tumor unresectable, subtotal reseksi atau tumor yang

rekuren.

4). Terapi lain sifatnya suportif guna meningkatkan ketahanan dan

meningkatkan kualitas hidup

B. Konsep Asuhan Keperawatan Pasien Meningioma

1. Pengkajian

Pengkajian keperawatan meningioma meliputi anamnesis riwayat penyakit,

pemeriksaan fisik, pemeriksaan diagnostic, dan pengkajian psikososial (Muttaqin,

2011).

a. Anamnesis

Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan,

alamat, pekerjaan, agama suku bangsa, tanggal dan jam masuk rumah

sakit, nomor register, diagnose medis.

b. Keluhan Utama

Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien untuk meminta

pertolongan kesehatan biasanya berhubungan dengan peningkatan

tekanan intrakranial dan adanya gangguan fokal seperti nyeri kepala

hebat, muntahmuntah, kejang, dan penurunan kesadaran.

c. Riwayat Penyakit Sekarang

Kaji bagaimana terjadi nyeri kepala, mual. Muntah-muntah, kejang,

dan penurunan tingkat kesadaran. Adanya penurunan atau perubahan

pada tingkat kesadaran dihubungkan dengan perubahan di dalam


intrakranial. Keluhan perubahan perilaku juga umum terjadi. Sesuai

perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi, tidak responsive, dan

koma.

d. Riwayat Penyakit Dahulu

Kaji adanya riwayat nyeri kepala sebelumnya. Pengkajian riwayat

ini dapat mendukung pengkajian dari riwayat penyakit saat ini dan

merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan utnuk memberikan

tindakan selanjutnya.

e. Riwayat Penyakit Keluarga

Kaji adanya tumor meningioma pada generasi terdahulu.

f. Pemeriksaan Fisik

Setelah melakukan anamnesis yang mengarah pada keluhan keluhan

klien, pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari

pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik pada pemeriksaan fisik B3

(Brain) yang terarah dan dibungkan dengan keluhan-keluhan dari klien.

1). B1 (Breathing)

Inspeksi, pada keadaan lanjt yang disebabkan adanya

kompresi pada medulla oblongata didapatkan adanya kegagalan

pernapasan.

Pengkajian inspeksi pernapasan pada klien tanpa kompresi

medulla oblongata didapatkan tidak ada kelainan. Palpasi thoraks


didapatkan taktil premitus seimbang kiri dan kanan. Auskultasi

tidak diapatkan bunyi napas tambahan.

2). B2 (Blood)

Pada keadaan lanjut yang disebabkan adanya kompresi pada

medulla oblongata didapatkan adanya kegagalan sirkulasi.

Pengkajian pada klien tanpa kompresi medulla oblongata

didapatkan tidak ada kelainan. TD biasanya normal, tidaka ada

peningkatan heart rate.

3). B3 (Brain)

Tumor meningioma sering menyebabkan berbagai defisit

neurologis bergantug pada gangguan fokal dan adanya peningkatan

intrakranial. Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan focus

dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.

Trias klasik tumor meningioma adalah nyeri kepala, muntah, dan

papiledema.

Tingkat kesadaran, kualitas kesadaran klien merupakan

parameter yang paling mendasar dan paling penting yang

menbutuhkan pengkajian. Tingkat kesadaran klien dan respons

terhadap lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk disfungsi

sistem persyarafan. Beberapa sistem digunakan untuk membuat

peringkat perubahan dalam kewaspadaan dan kesadaran.


Pada keadaan lanjut tingkat 0kesadaran klien tumor

meningioma biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan

semikomatosa. Apabila klien sudah mengalami koma maka

penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran klien

dan bahan evaluasi untuk pemantauan pemberian asuhan

keperawatan.

Fungsi serebri, status mentasl observasi penampilan klien dan

tingkah lakunya, nilai gaya bicara, dan observasi ekspresi wajah

klien, aktivitas motorik pada klien tumor meningioma tahap lanjut

biasanya status mental klien mengalami perubahan.

Fungsi intelektual didapatkan penurunan dalam ingatan dan

memori baik jangka pendek maupun jangka panjang. Penurunan

kemampuan berhitung dan kalkulasi. Pada beberapa kasus klien

mengalami brain damage, yaitu kesukaran untuk mengenal

persamaan dan perbedaan yang tidak begitu nyata.

g. Pemeriksaan Saraf Kranial

a) Saraf I

Pada klien tumor meningioma yang tidak mengompresi saraf ini

tidak ada kelainan pada fungsi penciuman.

b) Saraf II

Gangguan lapang pandang disebabkan lesi pada bagian tertentu dari

lintas visual.
c) Papiladema

Papiladema disebebkan oleh statis vena yang menimbulkan

pembengkakan papilla saraf optikus. Bila terlihat pada pemeriksaan

fundukskopi tabda ini mengisyaratkan peningkatan tekanan

intrakranial. Sering kali sulit untuk menggunakan tanda ini sebagai

diagnose tumor otak oleh karena beberapa individu fundus tidak

memperlihatkan edema meskipun terkanan intrakranial amat tinggi.

Menyertai papiladema dapat terjadi gangguan penglihatan,

termasuk pembesaran bintik buta dan amaurosis fugaks.

d) Saraf III, IV, dan VI

Adanya kelumpuhan unilateral atau bilateral dari saraf IV

memberikan manifestasi pada suatu tanda adanya tumor

meningioma.

e) Saraf V

Pada keadaan tumor intrakranial yang tidak mengompresi saraf

trigeminus maka tidak ada kelainan pada fungsi saraf ini. pada

neurolema yang mengganggu saraf ini akan didapatkan adanya

paralisis wajah unilateral.

f) Saraf VII

Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, otot

wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.

g) Saraf VII
Pada nerulomea didapatkan adanya tuli persepsi.

h) Saraf IX dan X

Kemampuan menelan kurang baik, kesukaran membuka mulut.

i) Saraf XI

Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.

j) Saraf XII

Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi. Indra

pengecapan normal.

h. Sistem Sensorik

a) Nyeri kepala

Barangkali nyeri kepala merupakan gejala umum yang paling

sering dijumpai pada klien meningioma. Nyeri bersifat dalam,

terus-menerus, tumpul, kadang-kadang hebat sekali. Nyeri ini

paling hebat pada pagi hari dan menjadi lebih hebat lagi pada

aktivitas yang meningkatkan tekanan meningen seperti

membungkuk, batuk, atau mengejan pada BAB. Nyeri kepala

sedikit berkurang jika diberi aspirin dan kompres dingin pada

tempat yang sakit. Nyeri kepala yang dihubungkan dengan

meningioma disebabkan oleh traksi dan pergesaran struktur peka-

nyeri dalam rongga otak.


Lokasi nyeri kepala cukup bernilai karena sepertiga dari nyeri

kepala ini terjadi pada tempat tumor sedangkan dua pertiga lainnya

terjadi di dekat atau di atas tumor. Nyeri kepala oksipital

merupakan gejala pertama pada tumor fosa posterior. Kira-kira

sepertiga lesi supratentorial menyebabkan nyeri kepala frontal. Jika

keluhan nyeri kepala yang terjadi menyeluruh maka nilai lokasinya

kecil dan pada umumnya menunjukkan pergeseran ekstensif

kandungan intrakranial yang meningkatkan tekanan meningen.

4). B4 (Bladeder)

Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukkan keruskan

neurologis luas.

5). B5 (Bowel)

Didapatkan adanya keluhan kesulitan nafsu makan menurun,

mual, dan muntah pada fase akut. Mual dan muntah terjadi sebagai

akibat rangsangan pusat muntah pada medulla oblongata. Muntah

paling sering terjadi pada anak-anak dan berhubungan dengan

peningkatan tekanan meningien. Muntah dapat didahului mual dan

dapat berupa muntah proyektil.

6). B6 (Bone)

Adanya kesukaran untuk berakitivitas karena kelemahan,

kehilangan sensorik, mudah lelah menyebabkan masalah pada pola

aktivitas dan istirahat.


2. Diagnose keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang singkat, tegas,

dan jelas tentang respon klien terhadap masalah kesehatan/penyakit

tertentu yang aktual dan potensial karena ketidaktahuan, ketidakmauan,

atau ketidakmampuan pasien/klien mengatasinya sendiri yang

membutuhkan tindakan keperawatan untuk mengatasinya ( Ali, 2009 ).

Berdasarkan Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (SDKI),

2018 Diagnosa Keperawatan Pasien Meningioam sebagai berikut:

1. Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis dibuktikan

dengan mengeluh nyeri tampak meringis kesakitan.

2. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakamampuan menelan

makanan dibuktikan dengan otot pengunyah lemah.

3. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan gangguan neurologis

dibuktikan dengan pola napas abnormal.

4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan gangguan neuromuskuler

dibuktikan dengan minat melakukan perawatan diri kurang.

5. Resiko cedera berhubungan dengan perubahan fungsi kognitif.

3. Intervensi Keperawatan

Perencanaan keperawatan adalah bagian dari fase pengorganisasian

dalam proses keperawatan sebagai pedoman untuk mengarahkan tindakan

keperawatan dalam usaha membantu, meringankan, memecahkan masalah

atau untuk memenuhi kebutuhan pasien (Setiadi, 2012).


No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Interevensi (SIKI)
Keperawatan Hasil (SLKI)
(SDKI)
1 Nyeri Akut L.08066 Tingkat I.08238 Manajemen Nyeri
berhubungan Nyeri
dengan agen Observasi
pencedera fisiologis Ekspektasi: Menurun - Identifikasi lokasi,
dibuktikan dengan karakteristik, durasi, frekuensi,
klien mengeluh nyeri Kriteria hasil: kualitas, intensitas nyeri.
tampak meringis - Kemampuan - Identifikasi skala nyeri.
kesakitan. menuntaskan - Identifikasi respons nyeri non
Gejala dan tanda aktifitas verbal.
mayor - meningkat - Identifikasi faktor yang
Subjektif: - Keluhan nyeri memperberat dan
Mengeluh nyeri menurun memperingan nyeri.
Objektif: - Meringis - Identifikasi pengetahuan dan
- Tampak meringis menurun keyakinan tentang nyeri.
- Bersikap protektif - Sikap protektif - Identifikasi pengaruh budaya
(misal waspada, menurun terhadap respon nyeri.
posisi menghindari - Gelisah menurun - Identifikasi pengaruh nyeri
nyeri) - Kesulitan tidur pada kualitas hidup.
- Gelisah menurun - Monitor keberhasilan terapi
- Frekuensi nadi - Menarik diri komplementer yang sudah
meningkat menurun diberikan.
- Sulit tidur - Berfokus pada - Monitor efek samping
diri sendiri penggunaan analgetik.
Gejala dan tanda menurun Terapeutik
minor - Diaforesis - Berikan teknik
Subjektif: menurun nonfarmakologisyntukmengura
(tidak tersedia) - Perasaan depresi ngi rasa nyeri (mis. TENS,
Objektif: hipnosis, akupresur, terapi
(tertekan)
- Tekanan darah musik, biofeedback, terapi
menurun
meningkat - Perasaan takut pijat, aromaterapi, teknik
- Pola napas imajinasi terbimbing, kompres
mengalami
berubah cideratulang hangat/dingin, terapi bermain).
- Nafsu makan menurun - Kontrol lingkungan yang
berubah - Anoreksia memperberat rasa nyeri (mis.
- Proses berpikir menurun suhu ruangan, pencahayaan,
terganggu - Perineum terasa kebisingan).
- Menarik diri tertekan menurun - Fasilitasi istirahat dan tidur.
- Berfokus pada diri - Uterus teraba - Pertimbangkan jenis dan
sendiri
- Diaforesis membulat sumber nyeri dalam pemilihan
menurun strategi meredakan nyeri.
- Ketegangan otot Edukasi
menurun - Jelaskan penyebab, periode,
- Pupil dilatasi dan pemicu nyeri.
menurun - Jelaskan strategi meredakan
- Muntah menurun nyeri.
- Mual menurun - Anjurkan memonitor nyeri
- Frekuensi nadi secara mandiri.
membaik - Anjurkan menggunakan
- Pola napas analgetik secara tepat.
membaik - Ajarkan teknik
- Tekanan darah nonfarmakologis untuk
membaik mengurangi rasa nyeri.
- Proses berpikir Kolaborasi
membaik - Kolaborasi pemberian
- Fokus membaik analgetik, jika perlu.
- Fungsi berkemih
membaik I.08243 Pemberian Analgesik
- Perilaku membaik
- Nafsu makan Observasi
- Identifikasi karakteristik nyeri
membaik
- Pola tidur (mis. pencetus, pereda,
kualitas, lokasi, intensitas,
membaik
frekuensi, durasi).
- Identifikasi riwayat alergi obat.
- Identifikasi kesesuaian jenis
analgesik (mis. narkotika, non-
narkotik, atau NSAID) dengan
tingkat keparahan nyeri.
- Monitor tanda-tanda vital
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik.
- Monitor efektifitas analgesik.
Terapeutik
- Diskusikan analgesik yang
disukai untuk mencapai
analgesik optimal, jika perlu.
- Pertimbangkan penggunaan
infuse kontinu, atau bolus
opioid untuk mempertahankan
kadar dalam serum.
- Tetapkan target efektifitas
untuk mengoptimalkan respons
pasien.
- Dokumentasikan respons
terhadap efek analgesik dan
efek yang tidak diinginkan.
Edukasi
- Jelaskan efek terapi dan efek
samping obat.
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian dosis
dan jenis analgetik , sesuai
indikasi .

2. Defisit nutrisi I.03030 Status I.03119 Manajemen Nutrisi


berhubungan Nutrisi
dengan Observasi
ketidakamampuan Ekspektasi: Membaik - Identifikasi status nutrisi
menelan makanan - Identifikasi alergi dan
dibuktikan dengan Kriteria hasil: intoleransi makanan
otot pengunyah - Porsi makanan - Identifikasi makanan yang
lemah. yang dihabiskan disukai
meningkat - Identifikasi kebutuhan kalori
Gejala dan tanda - Kekuatan otot dan jenis nutrient
mayor pengunyah - Monitor asupan makanan
Subjektif: meningkat - Monitor berat badan
(tidak tersedia) - Kekuatan otot - Monitor hasil pemeriksaan
Objektif: menelan laboratorium
Berat badan menurun meningkat Teraupetik
minimal 10% di - Serum albumin - Lakukaoral hygiene sebelum
bawah rentang ideal/ meningkat makan, jika perlu
- Verbalisasi - Fasilitasi menentukan
Gejala dan tanda keinginan untuk
minor pedooman diet (mis. Piramida
meningkatkan makanan)
Subjektif: nutrisi meningkat
- Cepat kenyang - Sajikan makanan secara
- Pengetahuan menarik dan suhu yang sesuai
setelah makan tentang pilihan
- Kram/nyeri - Berikan makanantinggi serat
makanan yang untuk mencegah konstipasi
abdomen sehat meningkat
- Nafsu makan - Pengetahuan - Berikan makanan tinggi kalori
menurun tentang pilihan dan tinggi protein
- Objektif: minuman yang - Berikan makanan rendah
- Bising usus sehat meningkat protein
hiperaktif - Pengetahuan Edukasi
- Otot pengunyah tentang standar - Anjurkan posisi dusuk, jika
lemah asupan nutrisi mampu
- Otot menelan lema yang tepat - Anjurkan diet yang
- Membran mukosa meningkat diprogramkan
pucat - Penyiapan dan Kolaborasi
- Sariawan penyimpanan - Kolaborasi pemberian
- Serum albumin makanan yang medikasi sebelum makan (mis.
turun aman meningkat Pereda nyeri, antiemetic), jika
- Rambut rontok - Penyiapan dan perlu
berlebihan penyimpanan - Kolaborasi dengan ahli gizi
- Diare minuman yang menentukan jumlah kalori dan
aman meningkat jenis nutrient yang dibutuhkan,
- Sikap terhadap jika perlu
makanan/minuma
n sesuai dengan
tujuan kesehatan
meningkat
- Perasaan cepat
kenyang menurun
- Nyeri abdomen
menurun
- Sariawan
menurun
- Rambut rontok
menurun
- Diare menurun
- -Berat badan
membaik
- -Indeks Massa
Tubuh (IMT)
membaik

3 Pola napas tidak L. 01004 I. 01011


efektif Pola Napas Manajemen Jalan Napas
berhubungan
dengan gangguan Ekspektasi: Membaik Observasi
neurologis
dibuktikan dengan Kriteria Hasil: - Monitor pola napas
pola napas - Ventilasi semenit - Monitor bunyi napas
abnormal. meningkat - Monitor sputum
- Kapasitas Terapeutik
Gejala dan Tanda vitalmeningkat - Pertahankan kepatenan jalan
Mayor: - Diameter thoraks napas
Subjektif : anterior - Posisikan semi fowler atau
Dispnea meningkat fowler
Obyektif : - Tekanan ekspirasi - Lakukan fisioterapi dada
- Penggunaan otot meningkat - Lakukan penghisapan lendir
bantu pernapasan. - Tekanan inspirasi kurang dari 15 detik
- Fase ekspirasi meningkat - Lakukan hiperoksigenasi
memanjang - Dispnea menurun sebelum penghisapan
- Pola napas - Penggunaan otot endotrakeal
abnormal (mis. bantu pernapasan - Keluarkan sumbatan benda
Hiperventilasi, menurun. padat
kussmaul, cheyne- - Pemanjangan fase - Berikan oksigenasi, jika perlu
stokes) ekspirasi menurun
- Ortopnea Edukasi
Gejala dan Tanda menurun - Anjurkan asupan cairan 200
Mayor : - Pernapasan ml/hari, jika tidak
Subjektif :
pursed lip kontraindikasi.
Ortopne
menurun - Anjurkan teknik batuk efektif
Obyektif :
- Pernapasan Kolaborasi
- Pernapasan pursed
cuping hidung - Kolaborasi pemberian
lip
menurun bronkodilator, ekspektorat,
- Pernapasan cuping
- Frekuensi napas mukolitik, jika perlu.
hidung
membaik
- Diameter thoraks
- Kedalaman napas
anterior-posterior
membaik
meningkat
- Ekskursi dada
- Ventilasi semenit
membaik
menurun kapasitas
vital menurun
- Tekanan ekspirasi
menurun
- Tekanan inspirasi
menurun
- Ekskursi dada
berubah
4 Defisit perawatan L. 11103 I. 11348
diri berhubungan Perawatan diri Dukung perawatan diri
dengan gangguan
neuromuskuler Ekspektasi : Observasi
dibuktikan dengan Meningkat - Identifikasi kebiasaan
minat melakukan Kriteria Hasil : aktifitas perawatan diri sesuai
perawatan diri - Kemampuan usia.
kurang. mandi meningkat - Monitor tingkat kemandirian.
- Kemampuan - Identifikasi kebutuhan alat
Gejala dan tanda menggunakan bantu kebersihan diri,
mayor : pakaian berpakaian, berhias, dan
Subjektif : meningkat makan.
Menolak melakukan - Kemampuan Terapeutik
perawatan diri. makan - Sediakan lingkungan yang
Obyektif : meningkat terapeutik.
- Tidak mampu - Kemampauan ke - Siapkan keperluan pribadi.
mandi/mengenaka toilet meningkat - Damping dalam melakukan
n - Verbalisasi perawatan diri sampai
pakaian/makan/ke keinginan mandiri.
toilet/berhias melakukan - Fasilitasi untuk menerima
secara mandiri. perawatan diri keadaan ketergantungan.
- Minat melakukan meningkat - Fasilitasi kemandirian, bantu
perawatan diri - Minat melakukan jika mampu melakukan
kurang. perawatan diri perawatan diri.
meningkat - Jadwalkan rutinitas
Gejala dan tanda - Mempertahankan perawatan diri.
minor: kebersihan diri Edukasi
Subjektif : meningkat - Anjurkan melakukan
(tidak tersedia) - Mempertahankan
Obyektif : perawatan diri secara
kebersihan mulut konsisten sesuai kemampuan.
(tidak tersedia) meningkat
5 Resiko cedera L. 14136 I. 14513
berhubungan Tingkat Cedera Manajemen Keselamatan
dengan perubahan Lingkungan
fungsi kognitif. Ekspektasi :
Menurun Observasi
Faktor resiko - Identifikasi kebutuhan
Eksternal : Kriteria Hasil : keselamatan.
- Terpapar pathogen - Toleransi - Monitor perubahan status
- Terpapar zat kimia aktivitas keselamatan lingkungan.
toksik meningkat Terapeutik
- Terpapar agen - Nafsu makan - Hilangkan bahaya
nosokomial meningkat keselamatan lingkungan.
- Ketidakamanan - Kejadian cidera - Modifikasi lingkungan untuk
transportasi. menurun meminimalkan bahaya dan
- Internal : - Ekpresi wajah resiko.
- Ketidak mampuan menurun - Sediakan alat bantu
profil darah - Gangguan keselamatan lingkungan.
- Perubahan mobilitas - Gunakan perangkat
orientasi afektif. menurun pelindung.
- Perubahan sensasi. - Gangguan - Hubungi pihak berwenang
- Disfungsi kognitif menurun sesuai masalah.
autoimun - Tekanan darah - Fasilitasi relokasi ke
- Hipoksia jaringan membaik lingkungan aman.
- Kegagalan - Frekuensi nadi - Lakukan program skrining
mekanisme membaik bahaya lingkungan.
pertahanan tubuh. - Denyut jantung Edukasi
- Malnutrisi apikal membaik - Ajarkan individu, keluarga,
- Perubahan fungsi - Denyut jantung dan kelompok risiko bahaya
psikomotorik radialis membaik lingkungan.
- Perubahan fungsi - Pola istirahat tidur
kognitif membaik
Sumber : SDKI, SLKI, SIKI (2018)

4. Implementasi

Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana

keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Sumber: Setiadi

(2012), Konsep & Penulisan Asuhan Keperawatan, Yogyakarta: Graha Ilmu.

Implementasi merupakan tahap proses keperawatan di mana perawat

memberikan intervensi keperawatan langsung dan tidak langsung terhadap

klien. Sumber: Potter& Perry. (2009).

 5. Evaluasi

Evaluasi merupakan langkah proses keperawatan yang memungkinkan

perawat untuk menentukan apakah intervensi keperawatan telah berhasil

meningkatkan kondisi klien. Sumber: Potter& Perry. (2009).


Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses kepweawatan

dengan cara melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana

keperawatan tercapai atau tidak. Sumber: Hidayat A. Aziz Alimul (2007).

Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan

perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati

dan tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan.

Sumber: Asmadi (2008).


DAFTAR PUSTAKA

Abd. Wahid dan Imam Suprapto. (2012). Dokumentasi Proses Keperawatan.


Yogyakarta : Nuha Medika

Asmadi. (2008), Konsep Dasar Keperawatan, Jakarta : EGC

Awad. 2010. The miracle of qur’an. http://www.islamichouse.Com di akses pada 26


Januari 2014.

B. Holleczek, Daniel Zampella, Steffi Urbschat, Felix Sahm, et al. 2019. Incidence,
mortality and outcome of meningiomas. Cancer Epidemiology 62 (2019)
101562

Batticaca, Fransisca B. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem


Persarafan.2008. Jakarta: Salemba medika brain tumor]. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia

Brunner, Suddart. 2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8 vol.3.
EGC.Jakarta

Cea-Soriano L, Wallander MA, Rodriguez G. 2012. Epidemiology of meningioma


dan Terapi Murottal Untuk Menurunkan Tingkat Kecemasan pada Pasien Pre

Dharma, Surya. 2013. Manajemen Kerja : Falsafah, Teori Dan Penerapannya.


Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Haddad, G. (2013). Meningioma in Clinical Presentation. Diakses dari


emedscape.com in the United Kingdom. Neuroepidemiology 2012;39 : 27-34.,
http://dx.doi.org/10.1159/000338081. Di akses pada tanggal 19 November 2019

Indrajati, Triana. 2013. Pengaruh Terapi Murottal Al-Qur’an Terhadap Denyut Nadi
Dan Frekuensi Pernafasan Pada Bayi Prematur Di RSUD banyumas.
http://www.keperawatan.unsoed.ac.id/sites/default/files/HALAMAN
%20AWAL_0.pdf. Diakses pada 23 Februari 2014.

Joyce M.Black, Jane Hokanson Hawks, 2014. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta :
Salemba Medika

Kemenkes RI. 2015. Panduan Nasional Penanganan Kanker : Tumor Otak. Jakarta :
Komite Nasional Penanggulangan Kanker (KPKN) Kemenkes. 2018
Komite Penanggulangan Kanker Nasional. (2015). Panduan Louis DN, Perry A,
Refenberger G, et al. The 2007 World Health Organization classification of
tumors of the central nervous system : A summary. Acta Neuropathol. 2016 ;
131(6) : 803-820

Muttaqin, Arif, 2012. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Persarafan. Jakarta : Salemba Medika

Operasi. Jurnal Keperawatan, 7. Pekalongan. Skripsi. Semarang: Universitas


Muhammadiyah Semarang penatalaksanaan tumor otak [Guide to managinga

Potter & perry. 2010. Konsep Dasar Nyeri. Salemba Medika : Jakarta.

Priyono. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif. Sidoarjo: Zipatama Publishing


Saraf S et al. 2011. Update on Meningiomas. The Oncologist. 16: 1604-13
SDKI, SLKI, SIKI

Siswantinah. (2011). Pengaruh terapi murottal terhadap kecemasan pasien gagal


ginjal kronik yang dilakukan tindakan hemodialisa di RSUD Kraton Kabupaten
Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,
dan R&D.Bandung: Alfabeta.

Sujarweni, V. Wiratna. (2014). Metode Penelitian: Lengkap, Praktis, dan Mudah


Dipahami. Yogyakarta: Pustaka Baru Press

Suwanto, Basri, A.H & Umalekhoa, M. (2016). Efektivitas Terapi Musik Klasik

Tarwoto, Wartonah, Eros Siti Suryati.Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem


persarafan.2007. Jakarta

Tatalaksana Operasi di Departmen Bedah Saraf Fakultas Kedokteran UCLA


Neurosurgery. (2013). Meningioma Brain Tumor diakses dari
neurosurgery.ucla.edu UI/RSUPN Cipto Mangunkusmo Tahun 2001-2005,
Universitas Indonesia.

Wahyudi, Setiya Andri & Wahid, Abd, 2016).Buku Ajar Keperawatan Dasar.
Jakarta : Mitra Wacana Media

Wiemels J, Wrensch M, Claus E. 2010. Epidemiology and etiology of Zouaoui


S, Darlix A, Fabbro-Peray P, Mathieu-Daude H, Rigau V, Fabbro M , et al.
2018. Descriptive epidemiology diagnosed and histologically confirmed
meningioma. Neurochirurgie 64 (2018) : 15-21

Anda mungkin juga menyukai