Meningioma
Disusun oleh:
Frenstan - 01073170175
Hilaschya Easter Nataschya Sagotra - 01073180094
Nova Damayanti - 01073180033
Valleria Vallencia - 0107380069
Wening Dewi Hapsari - 0107380155
Gabriela Kirana Emaputri - 01073180126
Pembimbing :
dr. Petra Octavian Perdana Wahjoepramono, SpBS
Meningioma............................................................................................................................................. 3
I. Definisi.......................................................................................................................................... 3
II. Epidemiologi............................................................................................................................... 3
III. Klasifikasi.................................................................................................................................... 3
IV. Etiologi dan Faktor Risiko...................................................................................................... 7
V. Patogenesis................................................................................................................................ 10
VI. Anatomi..................................................................................................................................... 15
VII. Manifestasi Klinis................................................................................................................... 16
VIII. Diagnosis................................................................................................................................... 21
IX. Patologi dan Biologi................................................................................................................ 24
X. Diagnosis Banding.................................................................................................................. 26
XI. Tatalaksana.............................................................................................................................. 27
XII. Komplikasi............................................................................................................................... 33
XIIi. Prognosis................................................................................................................................... 34
Daftar Pustaka..................................................................................................................................... 35
Meningioma
I. Definisi
Neoplasma yang sering terjadi pada sistem saraf pusat, dan merupakan tumor
jinak yang berasal dari sel progenitor non-neuroepithelial (arachnoid cap cell) dan
tersusun atas sel neoplastik meningothelial. Arachnoid cap cell memiliki metabolisme
yang sangat aktif berperan dalam resorpsi dari cairan serebrospinal.
II. Epidemiologi
Pada dewasa, meningioma lebih banyak terjadi pada wanita dibandingkan dengan
laki-laki, dengan rasio 3:2. Angka kejadian meningioma diestimasikan 2-7/100.000/
tahun untuk wanita dan 1-5/100.000/ tahun untuk laki-laki. Angka kejadian meningioma
meningkat seiring dengan peningkatan usia. Atipikal dan anaplastik meningioma lebih
banyak terjadi pada laki-laki. Pada anak-anak dan remaja, meningioma jarang terjadi
pada semua jenis kelamin dan lebih mengarah kepada subtipe yang agresif. Dapat terjadi
akibat sindrom herediter, seperti Neurofibromatosis tipe-2 (NF-2).
III. Klasifikasi
A. Grade I
Meningioma tumbuh dengan lambat . Jika tumor tidak menimbulkan
gejala, maka diobservasi dengan MRI secara periodik. Jika tumor semakin
berkembang, maka pada akhirnya dapat menimbulkan gejala, kemudian
penatalaksanaan bedah dapat direkomendasikan. Kebanyakan meningioma
grade I diterapi dengan tindakan bedah dan observasi lanjut.
B. Grade II
Meningioma grade II disebut juga meningioma atipikal. Jenis ini
tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan grade I dan mempunyai angka
kekambuhan yang lebih tinggi juga. Pembedahan adalah penatalaksanaan awal
pada tipe ini. Meningioma grade II biasanya membutuhkan terapi radiasi
setelah pembedahan.
C. Grade III
Meningioma berkembang dengan sangat agresif dan disebut meningioma
malignan atau meningioma anaplastik. Meningioma malignan terhitung kurang
dari 1 % dari seluruh kejadian meningioma. Pembedahan adalah penatalaksanaan
yang pertama untuk grade III diikuti dengan terapi radiasi. Jika terjadi rekurensi
tumor, dapat dilakukan kemoterapi.
adalah selaput yang terletak antara dua sisi otak yang memisahkan
hemisfer kiri dan kanan. Falx cerebri mengandung pembuluh darah
yang berumur antara 40 dan 70 tahun. Akan selalu terjadi pada medulla
D. Cedera Kepala
Peran dari cedera kepala menjadi meningioma masih diduga, karena masih
belum dapat dijawab dengan tepat. Mekanisme yang potensial dimana terjadi
alterasi lokal dari sawar darah otak dari cedera kepala dengan konsekuensi influks
sitokin, histamin, dan bradikinin dalam jumlah banyak ke ruang ekstravasal.
Penulis menyimpulkan bahwa trauma kepala tidak merupakan etiologi yang
signifikan dari meningioma, dimana meningioma memiliki angka insidensi lebih
tinggi pada wanita, dimana laki-laki bertahan 2-3 kali pada trauma kepala.
V. Patogenesis
A. Growth Factor dan Reseptornya
Growth Factor merupakan protein yang berperan penting dalam
pertumbuhan seluler dan proliferasi. Pada bidang onkologi yang paling penting
adalah PDGF, yang merupakan growth factor yang diproduksi oleh onkogen yang
menstimulasi pertumbuhan. Pada meningioma, growth factor serta reseptor yang
penting adalah PDGF, EGF, VEGF, dan FGF.
1. Platelet Derived Growth Factor (PDGF)
Terdapat empat macam PDGF : PDGF-A, PDGF-B, PDGF-C,
PDGF-D, pada tumor molekul akan dimerize menjadi PDGF AA, PDGF
BB, PDGF AB untuk menjadi bentuk aktif. Semua molekul tersebut
membuat seluler respon menjadi aktif melalui dua reseptor pada
permukaan sel yaitu α dan β. Saat aktivasi oleh ligand (PDGF-BB),
reseptor PDGF-β dimerizes dan melakukan autofosforilasi, membuat
teraktivasinya jalur transduksi. Adanya mitogen-activated protein kinase
(MAPK) dan activated MAPK pada meningioma serebral menjadi
pencetus terjadinya signal mitosis PDGF, yang berkontribusi terhadap
pertumbuhan tumor. Efek dari menurunnya transduksi sinyal ini regulasi
ekspresi gen seperti c-fos protoonkogen yang berkontribusi terhadap
pembentukan tumor. Ekspresi isoform PDGF dan reseptor yang sesuai
pada beberapa meningioma menunjukkan bahwa mereka memiliki jalur
loop otomatis untuk pertumbuhan di mana ligan merangsang reseptor di
sel yang sama.
2. Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF)
VEGF merupakan proangiogenik growth factor yang penting,
berperan tidak diatur dengan pertumbuhan tumor dengan menambahkan
pertumbuhan pembuluh darah ke tumor. Menggunakan ELISA dan PCR
ekspresi VEGF isoform dan faktor stabilitas mRNA HuR meningkat pada
meningioma. Meningkatnya VEGF pada meningioma berhubungan
dengan meningkatnya jumlah peritumoral brain edema (PTBE) dan
tingkat histologis yang lebih tinggi. PTBE dapat menjadi diffuse atau
localized. Dimana tipe diffuse dapat berhubungan dengan endotelial sel
yang pecah pada meningioma dan sangat berhubungan dengan
pertumbuhan yang agresif. Peningkatan ekspresi VEGF dan reseptornya
dapat membuat meningioma menjadi lebih agresif.
3. Epidermal Growth Factor (EGF)
EGF dan reseptornya sangat penting pada banyak tumor sistemik
seperti karsinoma paru. Beberapa studi menunjukan adanya EGF-R aktif
pada sel meningioma. EGF-R yang aktif berinteraksi dengan
phosphorylates Shc, SH2 domain-containing adapter protein yang
mencetus terjadinya signal mitos dari EGF-R ke aktivasi dari jalan signal
Ras. EGF-R meregulasi aktivitas phospholipase C gamma pada sel
meningioma yang membuat terjadinya aktivitas antiapoptosis pada sel
tumor. Studi immunihostokimia menunjukan bahwa EGF-R
immunoreactivity dapat digunakan sebagai prediktor kelangsungan hidup
jangka pendek pada pasien meningioma.
B. Hormon
Pada beberapa studi menunjukan bahwa hormon seksual memegang peran
penting dalam pertumbuhan meningioma. Meningkatnya pertumbuhan
meningioma pada wanita hamil dan fase luteal dalam siklus menstruasi dengan
regresi pada periode postpartum, menunjukan bukti bahwa steroid hormon seksual
mempengaruhi pertumbuhan meningioma.
1. Reseptor Estrogen
Beberapa studi menunjukan adanya reseptor A estrogen dan
reseptor B estrogen (ER-A dan ER-B) pada meningioma. Reseptor ini
mungkin tidak berfungsi pada semua tumor, dan peran dalam
pertumbuhan meningioma masih kontroversi.
2. Reseptor Progesteron
Studi imunohistokimia menunjukan adanya reseptor progesteron
pada meningioma, reseptor ini dapat dilihat berfungsi dengan teknik kultur
yang rumit. Penggunaannya sebagai target terapi terbatas dalam kasus lesi
atipikal dan anaplastik karena kelangkaan atau tidak adanya reseptor ini,
menghambat pengembangan modalitas perawatan medis.
Ekspresi reseptor progesteron (Pg-R) dapat berhubungan dengan
prognosis pada meningioma. Berkurangnya ekspresi reseptor dapat
dipertimbangkan indikator prognosis buruk dan berhubungan dengan
tingkat kekambuhan yang tinggi dan perilaku biologis yang lebih agresif.
Hal klinis yang lebih buruk dari meningioma dengan rendah atau tidak
adanya Pg-R memiliki hubungan terbalik dengan faktor anti-apoptosis
bcl2 dan indeks proliferasi ki-67 (MIB-1 clone). Pg-R yang rendah dan
tingginya ki-67 dan bcl2 dapat dipertimbangkan sebagai prediksi untuk
terjadinya kekambuhan pada tumor grade I menurut WHO yang sudah
dilakukan reseksi lengkap.
C. Reseptor lain dan Molekul
1. Reseptor Somatostatin
Reseptor somatostatin muncul hampir disemua meningioma,
Reseptor ini menekan pertumbuhan in vitro. Reseptor somatostatin ssT2
muncul pada hampir semua meningioma dan berguna untuk melihat sisa
atau kekambuhan tumor. Analog somatostatin mempengaruhi produksi
VEGF pada meningioma, mempengaruhi edema otak peritumoral
2. Reseptor Dopamin
D1, D2, dan reseptor prolaktin ditemukan pada meningioma ,tetapi
hanya reseptor yang diaktifkan D1 yang ditemukan melalui studi PCR.
3. Endotelin
Merupakan peptida yang bertindak melalui dua jenis reseptor yaitu
ET-A dan ET-B. merupakan growth factor yang penting untuk
meningioma dengan menginduksi sintesis DNA dan angiogenesis.
4. Interferon
Interferon-α (IFN-α) menunjukan efikasi terapi pada pasien
dengan meningioma yang memiliki sisa masa postoperasi, tumor yang
berulang, dan tumor primer yang tidak bisa dioperasi. Mekanisme IFN-α
yang mungkin adalah penghambatan sintesis DNA pada sel meningioma
yang diinduksi oleh PDGF dan EGF.
5. Sitokin
Interleukin-1 (IL1), IL-6, dan onkostatik M telah di observasi
apakah mempengaruhi aktivitas dari sel meningioma. Diduga interleukin
memiliki loop autokrin yang memiliki efek penghambatan pada
pertumbuhan meningioma.
VI. Anatomi
Meningen adalah suatu selaput jaringan ikat yang membungkus enchepalon dan
medulla spinalis. Terdiri dari duramater, arachnoid dan piamater, yang letaknya berurutan
dari superficial ke profunda. Bersama-sama, araknoid dan piamater disebut leptomening.
Duramater terdiri dari jaringan fibrous yang kuat, berwarna putih, terdiri dari
lamina meningealis dan lamina endostealis. Pada medulla spinalis lamina endostealis
melekat erat pada dinding kanalis vertebralis, menjadi endosteum (periosteum), sehingga
di antara lamina meningealis dan lamina endostealis terdapat spatium ekstraduralis
(spatium epiduralis) yang berisi jaringan ikat longgar, lemak dan pleksus venosus. Pada
enchepalon lamina endostealis melekat erat pada permukaan interior kranium, terutama
pada sutura, basis krania dan tepi foramen occipitale magnum. Lamina meningealis
mempunyai permukaan yang licin dan dilapisi oleh suatu lapisan sel, dan membentuk
empat buah septa, yaitu:
1. Falx cerebri
2. Tentorium cerebella
3. Falx cerebella
4. Diaphragma sellae
Antara duramater dan arachnoid terdapat spatium subdural yang berisi cairan
limf. Arachniod adalah suatu selubung tipis, membentuk spatium subdural dengan
duramater.
Arachnoid bersama-sama dengan piamater disebut leptomeningens. Kedua
lapisan ini dihubungkan satu sama lain oleh trabekula arachnoideae. Antara arachnoid
dan piamater terdapat spatium subarachnoideum yang berisi liquor cerebrospinalis.
Arachnoid yang membungkus basis serebri berbentuk tebal sedangkan yang
membungkus facies superior cerebri tipis dan transparan. Arachnoid membentuk
tonjolan-tonjolan kecil disebut granulation arachnoidea, masuk kedalam sinus
venosus, terutama sinus sagitallis superior.
Lapisan di sebelah profunda, meluas ke dalam girus cerebri dan diantara folia
cerebri. Membentuk tela chorioidea venticuli. Dibentuk oleh serabut-serabut
retikularis dan elastis, ditutupi oleh pembuluh-pembuluh darah serebral. Piamater
terdiri dari lapisan sel mesodermal tipis seperti endothelium. Berlawanan dengan
arachnoid, membran ini ini menutupi semua permukaan otak dan medulla spinalis.
Gejala yang dialami tergantung dari lokasi meningioma. Sesuai dengan distribusi
anatomis meningioma dihubungan dengan lokasi arachnoid villi, Lokasi meningioma
ditemukan di semua bagian dari tulang tengkorak, paling sering pada area parasagittal,
diikuti dengan falx, sinus cavernosus, tuberculum sellae (5-10%), lamina cribosa,
foramen magnum, dan zona torcular. Meningioma parasagittal merupakan lokasi paling
banyak pada meningioma (17-20%) dan terjadi paling sering pada lobus frontalis. Dapat
bertumbuh menjadi ukuran yang besar sebelum munculnya gejala, paling sering kejang
Jaksonian pada tungkai bawah atau sakit kepala. Papilloedema dan homonymous
hemianopia merupakan karakter dari anterior parasagittal meningioma yang lanjut. Pada
meningioma falcine tanda klinis sangat bergantung pada area tempat asalnya.
Meningioma yang berasal dari falx anterior biasanya menyebabkan riwayat sakit kepala
yang lama dan atrofi optik, dan perubahan kepribadian yang bertahap dengan apatis dan
dementia. Pasien dengan meningioma pada dasar tulang frontal biasanya mengeluhkan
tentang gangguan penglihatan (54%), sakit kepala (48%), anosmia (40%), perubahan
mental (34%), dan kejang (20%). Pada meningioma yang berada pada tuberculum sellae
adalah kehilangan penglihatan pada satu mata secara tiba-tiba, diikuti dengan kelainan
skrotoma pada mata sebelahnya. Meningioma pada lateral sphenoid wing bisanya
menyebabkan eksoftalmus unilateral tanpa rasa sakit, diikuti dengan kehilangan
penglihatan dan pendengaran unilateral. Tumor yang mendistorsi lobus temporal sering
menyebabkan kejang. Pada meningioma suprasellar, hanya abnormalitas minor
hormonal. Meningioma clinoidal menyebabkan beberapa macam gangguan penglihatan,
palsi saraf kranial, dan eksoftalmus. Meningioma peritorcular ditunjukan dengan gejala
neurologis akibat kompresi dari lobus oksipital atau serebelum, seperti sakit kepala
dengan sakit lokal di daerah oksipital, papilledema, dan defisit lapang homonymous,
ataxia, dismetria, hipotonia, nystagmus. Kejang epilepsi merupakan gejala pertama
terjadi 20-50% dari pasien meningioma.
Meningioma pada jalur penciuman yang berasal dari sel arachnoidal sepanjang
plate cribriform dan frontosphenoid suture dapat secara lambat melebar bilateral dan
menekan lobus frontalis. Gangguan lapang pandang inferior merupakan tanda paling
sering. Meningioma jalur olfaktori menyebabkan sindrom Foster Kennedy dari atrofi
optik unilateral dan kontralateral papilledema. Gejala lain yang dapat dialami seperti
gangguan kepribadian, penurunan fungsi kognitif, gangguan psikiatrik. Meningioma
suprasellar termasuk kehilangan penglihatan, kehilangan penciuman, gangguan mental,
epilepsi, dan sakit kepala. Gejala lain pusing, inkontinensia, tinitus, somnolence, defisit
motorik, mengantuk, dan gangguan endokrinologis juga banyak dialami. Meningioma
tuberculum sellae juga sering terjadi, dan menyebabkan bitemporal hemianopia.
Meningioma sphenoid wing berlokasi diatas lesser wing of sphenoid bone. Ketika
meningioma yang terletak di sphenoid wing tumbuh, mereka dapat berkembang secara
medial ke dinding sinus kavernosa, anterior ke dalam orbit, dan lateral ke dalam tulang
temporal. Pertumbuhan tumor di wing bagian dalam dan orbit paling sering menyebabkan
kerusakan langsung pada saraf optik, yang menyebabkan penurunan ketajaman visual
secara progresif, kehilangan penglihatan warna, terutama cacat sentral pada lapang
pandang, dan cacat pupil aferen. Jika meningioma terus tumbuh dan menekan saraf optik
sepenuhnya, pertama terjadi atrofi optik pada satu mata, kemudian kebutaan terjadi.
Tumor yang tumbuh ke sinus cavernous menyebabkan kerusakan pada saraf kranial
(okulomotor, trochlear, abducens, opthalmic, dan maxilary dari saraf trigeminal), saraf
simpatetik, dan sirkulasi vena. Gejala yang paling terlihat adalah berkembangnya
eksoftalmus unilateral secara lambat. Meningioma klinoidal juga disebut meningioma
sphenoidal medial atau inner wing, muncul dari penutup meningeal dari proses clinoid
anterior. Gejala dan tanda termasuk gangguan visual, keterlibatan saraf kranial (III, IV,
V, VI, dan VII), sakit kepala, dan kejang. Gejala meningioma pada selubung saraf optik
bergantung pada lokasinya di orbit, kanal optik, atau intrakranial, dan biasanya unilateral.
Meskipun pasien biasanya merasakan penglihatan awal yang menurun atau kabur di mata
yang terkena, pada pemeriksaan ketajaman penglihatan bisa normal. Pada tumor dengan
ukuran yang besar, kebutaan berkembang dan diskus optik bengkak atau atrofi optik dan
optociliary shunt vessel pada pemeriksaan funduskopi. Gejala utama dari tumor ini
adalah kehilangan penglihatan dini. Neurofibromatosis tipe II dikaitkan dengan
meningioma, terutama meningioma selubung saraf optik.
Gejala dan tanda meningioma foramen magnum meliputi nyeri leher unilateral,
Lhermitte sign, keterlibatan saraf kranial (glossofaringeal, vagus, dan aksesori), disestesia
dingin, perkembangan defisit motorik dan sensorik dimulai pada satu lengan dan
menyebar ke anggota tubuh lainnya; dan atrofi otot-otot tangan. Pasien juga dapat
menunjukkan gerakan lambat seperti athetosis pada lengan, tangan, dan khususnya jari
karena gangguan dalam pengertian posisi.
Parkinsonisme
Dapat terjadi di banyak tipe tumor otak, tetapi paling sering berhubungan dengan
meningioma yang berlokasi di sphenoid ridge, parasagittal, dan bagian frontal. Gangguan
fungsional pada sistem nigrostriatal akibat kompresi mekanik kronis oleh sistem pada
tumor otak yang cukup besar merupakan patogenesis dari parkinsonisme. Perluasan
meningioma dan edema peritumoral dapat memainkan peran penting dalam menekan dan
akibatnya mengganggu perfusi daerah ganglia basal. Pengangkatan meningioma secara
keseluruhan secara medis sebagian besar memperbaiki parkinsonisme.
Kejang
Kejang secara signifikan lebih sering terjadi pada pasien dengan neoplasma
primer sistem saraf pusat. Tipe kejang berhubungan dengan bagian otak yang terkena
tumor. Lesi pada lobus temporal sering menyebabkan complex partial seizure, absence,
dan gustarory dan olfaktori aura. Kejang parsial juga sering terjadi pada tumor di daerah
kortikal motorik tambahan dan daerah sensorik somatik kedua.
VIII. Diagnosis
Menigioma sering terlihat pada CT-scan kontras dan CT-scan tanpa kontras Pada
CT-scan tanpa kontras, gambaran meningioma 75% hiperdens dan 14,4% isodens.
Gambaran spesifik dari meningioma berupa enchancement dari tumor dengan pemberian
kontras. Meningioma tampak sebagai masa yang homogen dengan densitas tinggi, tepi
bulat dan tegas. Dapat terlihat juga adanya hiperostosis kranialis, destruksi tulang, udem
otak yang terjadi sekitar tumor, dan adanya dilatasi ventrikel.
Pemeriksaan foto polos kepala sebagai penunjang penyakit meningioma masih
memiliki derajat kepercayaan yang tinggi. Gambaran yang sering terlihat plak yang
hyperostosis, dan bentuk sphenoid , dan pterion.
Kalsifikasi tanpa adanya tumor pada foto polos kepala dapat menunjukkan hasil
false-negatif pada meningioma. Banyak pasien dengan meningioma otak dapat
ditegakkan secara langsung dengan menggunakan CT atau MRI.
Gambar 5– Transitional meningioma pada pria berusia 71 tahun. Gambar aksial T2-weighted
menunjukkan massa dengan iso dan hiperintensitas campuran pada cembung serebral yang tepat,
dengan koeksistensi tipikal dari pola histologi dari meningothelial dan fibrosa
B. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI dapat memperlihatkan lesi berupa massa, dengan gejala
tergantung pada lokasi tumor berada. Kelebihan MRI dalam memberikan
gambaran meningioma adalah resolusi 3 dimensi. MRI dapat membedakan
tipe dari jaringan ikat, kemampuan multiplanar, dan rekonstruksi 3D. Pada
MRI dapat ditemukan gambaran terang dan seragam dengan penggunaan
kontras, rongga yang terisi oleh CSF di antara tumor dan jaringan saraf dan
juga edema pada jaringan otak di sekitarnya yang menunjukan invasi melalui
pia mater.
X. Diagnosis Banding
Meningioma memiliki berbagai diagnosis banding antara lain solitary fibrous
tumor, hemangiopericytoma, gliosarcoma dan metastasis dural. Ini dikarenakan berbagai
lesi neoplastik maupun non-neoplastik dapat secara klinis maupun radiologis mirip
dengan meningioma.
Solitary fibrous tumors adalah neoplasma mesenkimal berbasis dural. Tumor ini
ditemukan pada segala usia dan memiliki predileksi untuk terjadi pada wanita. Lokasi
tumor bisa supratentorial atau infratentorial. Secara histologis ditemukan sel spindel
yang tersusun tanpa pola atau jalinan fasikel, pita kolagen yang jelas dan cabang saluran
pembuluh darah dengan dinding yang tipis. Selain itu, tumor ini menunjukan reaktivitas
CD34 yang difus. Pada CT ditemukan massa hiperdens dan mengandung kalsifikasi.
Pada MRI, massa isointens pada T1 dan T2. pada kebanyakan kasus, ditemukan
peningkatan homogen post-contrast T1.
Metastasis dural dapat muncul dengan cara ekstensi langsung dari metastasis
tengkorak atau dengan penyebaran hematogen. Metastasis yang sering ditemukan berasal
dari kanker payudara, prostat, adenokarsinoma paru dan karsinoma sel ginjal. Pada MRI
dengan sinyal yang ditingkatkan pada T2, ditemukan dural tail seperti meningioma.
Metastasis dural sering bermanifestasi sebagai lesi soliter yang menunjukan penebalan
dural linear atau lesi nodular, dengan keterlibatan fokal atau difus.
XI. Tatalaksana
A. Operasi
Operasi pilihan terapi standart pilihan. Operasi eksisi menyembuhkan
hamper seluruh pasien meningioma. Semakin bersih dari penghilangan tumor,
semakin sedikit kemungkinan untuk terjadinya kekambuhan dan semakin besar
kesempatan untuk sembuh. Tujuan utama dari operasi adalah untuk melakukan
pengangkatan lengkap dari meningioma, termasuk keterlibatan dura dan tulang
yang infiltrate. Tetapi, keputusan untuk dilakukan tindakan operasi diarahkan
dengan riwayat klinis dari pasien, keparahan dari gejala, riwayat natural dari
meningioma, asesibilitas dari tumor dan estimasi keuntungan yang didapatkan
setelah operasi. Teknik microsurgikal dan penggunaan anti edema, obat
antikonvulsi telah memungkinkan banyak kemajuan pada operasi meningioma.
Meningioma harus diambil sangat hati-hati dari otak, dengan menemukan
arachnoid plane dari lipatan dan mencegah tekanan atau traksi apapun ke korteks
dan perdarahan apapun. Menurut Simpson (1957), evaluasi dari operasi reseksi,
dalam ketentuan bedah mengestimasi grade dari reseksi.
Radikal :
Stage 1 : eksisi lengkap, termasuk dura dan tulang, sedangkan eksisi sebagian dari
sinus dilakukan pada kasus invasi sinus
Stage 2 : eksisi lengkap ditambah koagulasi perlekatan dural yang tampaknya
Berulang
Non-radikal :
Stage 3 : eksisi lengkap (tumor solid), tetapi insufisiensi koagulasi dura atau
Eksisi tulang, cth : kasus invasi ke sinus atau dasar tulang tengkorak
Stage 4 : reseksi tidak lengkap, sisa tumor secara makroskopik terlihat
Stage 5 : hanya biopsi
Terdapat reseksi simpson grade 0 yaitu eksisi margin dura sebesar 2-4 cm
sekitar tumor untuk mengurangi kemungkinan kambuh dengan menganggap
pertumbuhan meningioma tunggal merepresentasikan satu-satunya pertumbuhan
pra-dominan yang terlihat di tengah-tengan bidang neoplastik yang luas di dura
mater. Cara lain untuk menggambarkan meningioma adalah dengan mengevaluasi
jaringan autofloresns dengan spektroskopi fluorosensi yang diinduksi laser. Pada
intraoperatif, dapat digunakan sononavigasi dan MRI intraoperatif. Dua belas
persen dari semua meningioma kambuh dalam 5 tahun gross total resection, 19%
kambuh dalam 20 tahun. Seperempat meningioma yang muncul dari dasar
tengkorak tidak dapat secara lengkap direseksi. Tumor yang menginvasi sinus
dural, tulang, struktur vaskular vital seperti sinus kavernous atau saraf kranial
juga dapat dioperasi dengan risiko morbiditas yang signifikan. Meningioma WHO
grade II memiliki tingkat kekambuhan sebesar 29-40% setelah gross total
resection.
Tingkat reseksi lengkap pada grade 1 adalah 98.5 dan 96% pasien
mencapai karnofsky performance score (KPS) setidaknya 70. Tingkat reseksi
lengkap pada grade 2 adalah 83% dan kemungkinan untuk mencapai KPS 70
adalah 70%. Tingkat reseksi lengkap pada grade 3 adalah 43% dan kemungkinan
mencapai KPS 70 adalah 60%.
Pengangkatan meningioma secara operatif membutuhkan pemisahan
meningioma dengan jaringan yang sangat tervaskularisasi seperti tulang, dura dan
jaringan otak. Sebagian besar meningioma sangat tinggi akan vaskularisasi.
Dengan demikian, embolisasi pra operasi untuk memfasilitasi pengangkatan
dengan memungkinkan nekrosis intratumoral, mengurangi vaskularisasi dan
kehilangan darah dapat sangat membantu meningkatkan hasil operasi. Origin
arteri meningioma adalah arteri karotid eksternal namun juga dapat berorigin dari
pial. “Anastomoses berbahaya” yang dapat menyebabkan defisit neurologis atau
necroses ekstrakranial harus dipelajari terlebih dahulu sebelum upaya
devaskularisasi pada tumor dilakukan. Tujuan dari pendekatan endovaskular
adalah untuk mencapai lapisan kapilaer tumor, untuk mendearterisasi, sambil
mempertahankan arteri yang yang mensuplai struktur normal dan memastikan
penyembuhan selama periode pasca operasi. Embolisasi juga dapat dijadikan
pengobatan paliatif. Meskipun demikian, terdapat risiko komplikasi iskemik dan
hemoragik yaitu sebesar 3.2% untuk masing-masing komplikasi.
B. Radioterapi
Penanganan meningioma menggunakan radioterapi masih kontroversial
namun dianggap standar pada meningioma atipikal, malignan atau meningioma
berulang. Dosis harian tunggal sebesar 1,8-2,0 Gy hingga dosis total 45 atau lebih
dari 60Gy terbukti efektif pada pasien meningioma reseksi inkomplit dengan
meningkatkan 5 tahun bebas rekuren.
C. Terapi medikal
1. Terapi Hormonal
Ekspresi dari reseptor progesteron oleh sel meningioma adalah
tanda prognostik yang menguntungkan dan tidak adanya ekspresi ini
biasanya didampingi dengan perilaku yang lebih agresif. Mifepristone
menginhibisi aktivitas transkripsional reseptor progesteron dengan
mekanisme kompleks pada konsentrasi yang lebih rendah dari progestins.
Efek antiproliferatif mifepristone akan muncul pada pasien dengan
meningioma meningothelial yang sangat berdiferensiasi namun bukan
untuk pasien yang mengalami meningioma multipel rekuren atau atipikal
atau malignan. Efek samping yang ditimbulkan pada pasien oleh pada
penggunaan mifepristone antara lain adalah kelelahan, sakit kepala, dan
hot flushes lebih tinggi dibandingkan yang menggunakan plasebo.
2. Kemoterapi
Data penggunaan kemoterapi untuk meningioma terbatas dan tidak
ditemukan kemoterapi yang efektif. Selain itu, efek samping dari
kemoterapi tidak dapat ditoleransi untuk periode pengobatan yang lama.
Penggunaan hydroxyurea (HU) dapat menghambat pertumbuhan sel
meningioma in vitro dan mencetuskan apoptosis. Ditemukan gambaran
penyusutan meningioma yang bergantung pada dosis pada meningioma
berulang setelah radioterapi termasuk stabilisasi selama 2 tahun pada
pasien denga meningioma ganas. 18/20 pasien dapat merespon terhadapy
hydroxyurea dengan median lebih dari 3 tahun, 2 diantaranya memiliki
respon parsial untuk durasi media 80 minggu. Efek samping yang
ditimbulkan antara lain toksisitas hematologik terutama neutropenia dan
mielosupresi ringan. 11/15 pasien yang diobatin dengan hydroxyurea
memiliki penyakit yang stabil dengan median 11 bulan, 2 diantaranya
berhenti dikarenakan ruam kulit. Pengobatan konkomitan dengan radiasi
55.8-59.4 Gy selama 3 bulan menghasilkan kestabilang penyakit pada
14/21 pasien dengan respon minor radiologi oada 3 pasien. Waktu respon
median adalah 13 bulan. Hydroxyurea dapat digunakan sebagai obat yang
sesuai dan aktif dalam pengobatan meningioma berulang yang
memberikan manfaat klinis dengan menunda perkembangan penyakit.
3. Terapi Angiogenik
Interferon (IFN) aktif melawan proliferasi dari sel meningioma
dengan cara menginhibisi angiogenesis. Efek tercepat dari respon IFN
adalah secepat 7 hari setelah pengobatan atau perubahan dosis yang
ditunjukan dengan pengurangan serapan C-11 methionine oleh
meningioma pada PET scan. Kombinasi IPN dan 5-fluorouracil in vitro
menunjukan hasil yang menjanjikan pada sel meningioma yang dikultur.
Efek samping IFN seperti demam, sindrom seperti flu, kelelahan,
leukopenia, gejala psikiatri dapat ditoleransi untuk periode pengobatan
yang lama. Pada pasien dengan meningioma progresif, IFN alfa dalam
dosis rendah ke sedang dapat menjadi suatu pilihan pengobatan.
Penurunan TGF-beta dalam serum dapat digunakan sebagai penanda
pengganti untuk respon tumor selama terapi IFN.
XII. Komplikasi
Hampir semua meningioma memiliki prognosis jangka panjang yang baik. Secara
garis besar 5 year survival rate mencapai 80%, 10 tahun mencapai 74-79%, dan 15
tahun setelah diagnosis sekitar 70%. Pada pasien muda, tingkat pertumbuhan
meningioma akan lebih tinggi. Asimptomatik meningioma menunjukan tingkat
pertumbuhan yang lebih rendah, sekitar 60% tidak menunjukan pertumbuhan tumor.
Meningioma malignan dan atipikal memiliki prognosis yang lebih buruk
dibandingkan meningioma yang klasik. Grading dari histopatologi dan morfologi
papillary, dan hemangioperisitik, ukuran tumor yang besar, indeks mitosis yang
tinggi berhubungan dengan tingkat kekambuhan. Tidak adanya reseptor progesteron
berhubungan dengan indeks mitosis yang tinggi, meningkatkan apoptosis, dan
kekambuhan awal. Kelainan kromosom seperti delesi pada variasi kromosom dan
hilangnya heterogenisitas, berhubungan dengan memendeknya survival dan tingkat
kekambuhan yang tinggi.