Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

Meningioma merupakan tumor SSP yang sering ditemukan, berasal dari lapisan mening
yang membungkus otak dan medula spinalis. Meningioma termasuk tumor jinak. Meningioma
diperkirakan berasal dari arachnoid cap cell yaitu lapisan paling luar dari arachnoid. Meningioma
diklasifikasikan berdasarkan WHO menjadi derajat 1,2, dan 3. Nyeri kepala dan kejang
merupakan gejala yang sering ditemukan, gejala lainnya muncul sesuai dengan ukuran dan letak
tumornya. Untuk menegakkan diagnosis meningioma adalah dengan pemeriksaan CT scan atau
MRI kepala dengan kontras yang menunjukkan gambaran penyangatan. Penatalaksanaan
dilakukan berdasarkan ukuran dan lokasi tumor, meliputi operatif, radiasi atau kemoterapi.
Prognosis umumnya baik dengan operasi pengangkatan seluruh massa tumor. Harapan hidup 5
tahun sebesar 75%. 1,2
Tata laksana meningioma yang utama adalah operasi. Pada meningioma WHO derajat II-
III, derajat I yang tidak direseksi total, atau indikasi lainnya, setelah pembedahan dapat
dilakukan radioterapi adjuvan.2 Prognosis pasca operasi sebetulnya baik apabila dilakukan
reseksi total pada derajat keganasan rendah, namun hampir separuh (42.5%) dari meningioma
derajat I juga tumbuh di daerah basis kranii yang tidak memungkinkan reseksi total. Reseksi
parsial dapat memicu terjadinya rekurensi. Sejauh ini pengobatan lain seperti radioterapi maupun
kemoterapi belum dapat menghambat pertumbuhan tumor secara efektif.2
Data dari RS Kanker Nasional Dharmais, meningioma merupakan tumor primer tertinggi
diikuti glioma. Meningioma mencakup 13-26% dari tumor primer intrakranial. 2 Meningioma
lebih sering ditemukan pada perempuan daripada laki-laki, dengan insiden 1.4-2.6:1 berkaitan
dengan peran reseptor progesteron dan estrogen pada jaringan meningioma.3

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi dan Klasifikasi


Meningioma adalah tumor primer intracranial yang paling sering, diperkirakan berasal
dari arachnoid cap cell yaitu lapisan paling luar dari arachnoid.
Multiple meningioma adalah suatu kondisi di mana pasien memiliki lebih dari satu
meningioma di beberapa lokasi intrakranial dengan atau tanpa tanda-tanda neurofibromatosis.
Insiden beberapa meningioma intrakranial bervariasi dari 1% hingga 10% dalam seri yang
berbeda. Meningioma multiple atau Meningiomatosis adalah kasus jarang, etiologi tidak
jelas. Meningioma multipel tidak jarang ditemukan pada pasien dengan neurofibromatosis tipe 2
(NF2).
Sebagian besar meningioma multipel (80 - 90%) jinak dan diklasifikasikan sebagai
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) kelas 1. Tomita et al, menggambarkan beberapa
meningioma yang terdiri dari meningioma fibrosa dan meningioma anaplastik. Meningioma
atipikal sesuai dengan WHO grade 2 dan mereka memiliki tingkat kekambuhan yang lebih tinggi
daripada grade 1, terutama setelah reseksi subtotal. Meningioma anaplastik atau ganas (WHO
kelas 3) adalah yang paling langka (1 - 3%).

2
1
Grading WHO menjadi grade I, II, III berdasarkan lesi invasif dan tampilan selnya.
Meningioma merupakan tumor yang berasal dari sel-sel pada lapisan mening yang membungkus
susunan saraf pusat.3
Derajat meningioma menurut WHO:2

WHO grade I WHO grade II = atypical WHO grade III


Pertumbuhan Lambat Tumbuh lebih cepat, sangat agresif dan
kekambuhan tinggi disebut meningioma
malignan anaplastic
Prosentase 80% 15-20% 1-3%
Kriteria Memenuhi tiga dari kriteria -Indeks mitosis ≥ 20
berikut: mitosis/ 10 HPF
-Indeks mitosis ≥ 4 / 10 -Anaplasia (sarkoma,
HPF karsinoma, atau
-Paling sedikit 3 dari 5 melanoma-like

3
parameter berikut: histology)
Peningkatan selularitas,
Rasio inti/sitoplasma
meningkat, Nukleoli
prominen, Selnya tidak
berpola atau sheet like
growth, Terdapat fokus
nekrosis spontan, Invasi ke
otak
Varian -Meningothelial -Atypical meningioma -Anaplastic
meningioma
meningioma

-Clear-cell meningioma
-Fibroblastic
meningioma
-Rhabdoid
meningioma

-Chorchoid meningioma

-Transitional
meningioma

-Papillary
meningioma

4
-Psammomatous
meningioma

-Meningioma
-Microcytic meningioma berbagai tipe atau
derajat dengan index
proliferasi yang tinggi
atau invasi ke otak.

-Secretory meningioma

-Lymphoplasmacyte-rich
meningioma

-Metaplastic meningioma

5
2.2 Etiologi
Para ahli tidak memastikan apa penyebab tumor meningioma, namun beberapa teori telah diteliti
dan sebagian besar menyetujui bahwa kromoson abnormal yang meyebabkan timbulnya meningioma.
Faktor-faktor terpenting sebagai penyebab meningioma adalah trauma, kehamilan, dan virus. Pada
penelitian dilaporkan 1/3 dari meningioma mengalami trauma. Pada beberapa kasus ada hubungan
langsung antara tempat terjadinya trauma dengan tempat timbulnya tumor. Sehingga disimpulkan bahwa
penyebab timbulnya meningioma adalah trauma. Beberapa penyelidikan berpendapat hanya sedikit
bukti yang menunjukkan adanya hubungan antara meningioma dengan trauma.5,6,7

Dilaporkan juga bahwa meningioma ini sering timbul pada akhir kehamilan, mungkin hal ini
dapat dijelaskan atas dasar adanya hidrasi otak yang meningkat pada saat itu. Teori lain menyatakan bahwa
virus dapat juga sebagai penyebabnya. Pada penyelidikan dengan light microscope ditemukan virus like
inclusion bodies dalam nuclei dari meningioma. Tetapi penyelidikan ini kemudian dibantah bahwa
pemeriksaan electron misroscope inclusion bodies ini adalah proyeksi cytoplasma yang berada dalam
membran inti.8,9

Para peneliti sedang mempelajari beberapa teori tentang kemungkinan asal usul meningioma. Di
antara 40% dan 80% dari meningioma berisi kromosom 22 yang abnormal pada lokus gen
neurofibromatosis 2 (NF2). NF2 merupakan gen supresor tumor pada 22Q12, ditemukan tidak aktif
pada 40% meningioma sporadik. Pasien dengan NF2 dan beberapa non-NF2 sindrom familial yang lain
dapat berkembang menjadi meningioma multiple, dan sering tetjadi pada usia nuida. Disamping itu,
deplesi gen yang lain juga berhubungan dengan pertumbuhan meningioma.

Kromosom ini biasanya terlibat dalam menekan pertumbuhan tumor. Penyebab kelainan ini tidak
diketahui. Meningioma juga sering memiliki salinan tambahan dari platelet diturunkan faktor pertumbuhan
(PDGFR) dan epidermis reseptor faktor pertumbuhan (EGFR) yang mungkin memberikan kontribusi pada
pertumbuhan tumor ini. Sebelumnya radiasi di kepala, riwayat kanker payudara atau neurofibromatosis

6
tipe 2 dapat menjadi faktor risiko untuk berkembangnya meningioma. Multiple meningiomas terjadi
4,,5,6
pada 5% sampai 15% dari pasien, terutama mereka dengan neurofibromatosis tipe 2.

Beberapa meningioma memlliki reseptor yang berinteraksi dengan hormon seks progesteron,
androgen, dan jarang estrogen. Ekspresi progesteron reseptor dilihat paling sering pada meningiomas
jinak, baik pada pria dan wanita. Fungsi reseptor ini belum sepenuhnya dipahami, sehngga sering kali
menantang bagi dokter untuk menasihati pasien perempuan tentang penggunaan hormon jika memiliki
riwayat meningioma. Meskipun peran pasti hormon dalam pertumbuhan meningioma belum ditentukan,
peneliti telah mengamati bahwa kadang-kadang meningioma tumbuh lebili cepat pada saat kehamilan.8.9

Terdapat 3 latar belakang genetik yang dianggap bertanggungjawab terhadap


perkembangan meningioma yaitu : tumor sporadik pada individu dengan genetik normal,
sebagai meningioma multiple, sebagai bagian dari sindroma NF2. Beberapa kelainan genetik
ditemukan berkaitan dengan meningioma, seperti inaktivasi NF2 tumor supresor, hilangnya
GSTT1 polimorfik dan hilangnya ekspresi DAL-1. Angka kambuh setelah operasi tinggi pada
meningioma dengan invasi tulang, tumor yang lunak konsistensinya, serta yang histologinya
memperlihatkan gambaran atipik dan/ atau anaplastik.6,7
Penyebab terbentuknya tumor pada umumnya tidak diketahui secara pasti. Beberapa
pendapat menyebutkan bahwa meningioma dipengaruhi oleh keadaan berikut :
1. Genetik dan Biologi Molekular
Meningioma adalah salah satu tumor padat pertama yang didukung studi cytogenetic yang
mengarah ke penemuan 22 monosomi kasus di meningioma sporadis pada tahun 1967. Adanya
kromosom 22 monosomi kemudian ditemukan pada 40% pasien meningioma. Kemudian, studi pasien
didapatkan Neurofibromatosis tipe 2 (NF2) mengarah pada penemuan gen NF2 pada kromosom 22
tahun 1993 secara bersamaan di Paris (Profesor Gilles Thomas) dan Boston (Profesor James Gusella).
Mutasi gen NF2 sejak itu telah dijelaskan dalam meningioma yang menyimpan monosomi 22. Kehadiran
mutasi germinal pada pasien NF2 dan dari inaktivasi bielelal dari gen NF2 pada tumor sporadis yang
dikonfirmasi peran gen NF2 sebagai penekan tumor. Produk gen NF2 dinamakan merlin dan bersifat
familial. Ikatan protein yang mengandung domain protein yang diawetkan disebut empat titik satu ERM
(FERM). Merlin / NF2 menunjukkan homologi tinggi dengan ezrin-radixin-moesin (ERM). Seperti
protein ERM lainnya, protein merlin terdiri dari 3 domain: domain FERM N-terminal, segmen coil-coil
diikuti oleh domain C-terminal. Tidak seperti yang lain ERM protein, merlin tidak memiliki motif aktin-
mengikat kanonik di C-terminus-nya, berinteraksi dengan aktin sitoskeleton melalui a domain aktin-
mengikat pada N-terminusnya. Domain N dan C-terminal dapat berinteraksi. Interaksi intermolecular

7
mengarah pada pembentukan polimer. ERM berada dalam konformasi terbuka. Jika interaksinya
intramolekul, konformasi ditutup. Protein ERM tidak bisa lagi berinteraksi dengan aktin dan dianggap
tidak aktif. Merlin bisa juga ditemukan dalam konformasi terbuka atau tertutup. Ada dua isoform protein
yang dihasilkan dari splicing alternatif. Mereka disebut isoform 1 dan 2, berbeda satu sama lain pada
sekitar sepuluh asam amino di bagian C-terminal. Isoform 2 tampaknya memainkan peran dalam
10
integritas aksonal dan ketiadaannya dapat menyebabkan neuropati aksonal ditemui pada pasien NF2.

Sampai saat ini mekanisme molekuler yang mendasari NF2 independen tumorogenesis secara
luas tidak diketahui. Mutasi dari Gen SMARCB1 telah dijelaskan dalam porsi kecil sporadis meningioma
dan dalam dua kelompok pasien, satu dengan schwannomatosis dan multiple meningioma dan lainnya
meningiomatosis. Dua studi genome terbaru tentang meningioma telah mengarah pada penemuan mutasi
baru terlibat dalam meningioma tumorigenesis (Gambar. 3). Clark et al. menganalisis 50 meningioma (39
grade I - 11 grade II) oleh seluruh sekuensing genom dan dilakukan penataan ulang yang ditargetkan gen
top dalam satu set independen dari 250 meningioma yang tidak diradiasi (204 kelas I - 44 kelas II - 2
kelas III). Sekitar 50% dari . Tumor disajikan dengan inaktivasi NF2 [hilangnya Chromosome 22 (149) ±
mutasi NF2 (108): 149/300]. Di antara NF2-independen meningioma, mengaktifkan mutasi AKT1
ditemukan pada 38 kasus (13% dari total meningioma, 25% tumor NF2-independen). Mengaktifkan
mutasi dari SMO, anggota Sonic Hedgehog jalur, diidentifikasi dalam 11 kasus (4% dari total
meningioma, 7% tumor NF2-independen). Mutasi TRAF7, yang mana selalu eksklusif mutasi NF2,
ditemukan dalam 72 kasus (24% dari semua meningioma, 48% tumor NF2-independen) termasuk 25
dalam hubungannya dengan AKT1, 1 dalam hubungan dengan SMO dan 14 mutasi TRAF7 yang
terisolasi. Akhirnya, mutasi KLF4 telah didokumentasikan di 31 tumor termasuk 30 dalam hubungannya
dengan TRAF7.8,10

8
Gambar 3. Hubungan molekular genetik dan histomeolekular

2. Radiasi ion
Beberapa laporan menunjukkan menunjukkan meningioma yang terjadi setelah radiasi
dosis rendah (1000 cGy) seperti pada tinea kapitis (Modan et al 1974) maupun pada dosis radiasi
yang tinggi (5500 – 7500 cGy) yang diberikan pada keganasan primer pada kepala dan leher
(Mack dan Wilson 1993), dan pada orang-orang yang selamat dari ledakan bom atom di
Hiroshima dan Nagasaki. Dibandingkan dengan meningioma yang tidak diinduksi radiasi,
meningioma yang diinduksi radiasi lebih agresif secara biologi, memiliki histology lebih atipikal,
lebih mudah rekuren, lebih mudah terjadi pada lokasi multiple, memiliki karakteristik sitogenetik
yang berbeda, dan tidak menunjukkan perilaku tumor yang sesuai dengan index proliferasinya.
Kriteria khusus yang harus dipenuhi yang menyatakan radiasi dapat menyebabkan neoplasma
yaitu :
- Terjadi pada daerah yang diradiasi
- Muncul setelah periode latensi radiasi yang cukup lama
- Berbeda dari neoplasma yang ada sebelumnya

9
3. Hormonal dan reseptor
Sebagian besar meningioma mempunyai reseptor progesteron (40-100%). Sedangkan
reseptor estrogen dilaporkan antara 0 % sampai 94 %. Beberapa penelitian menunjukkan
frekuensi rata-rata terjadinya meningioma terbanyak pada wanita. Salah satu faktor dihubungkan
dengan aksi progesteron dengan reseptor progesteron ditemukan pada 80 % meningioma, yang
meningkat selama fase luteal pada siklus menstruasi dan selama kehamilan. Perbandingan antara
pria dan wanita adalah 1 : 2.5. Hsu et al melaporkan bahwa meningioma beningna lebih banyak
mempunyai reseptor progesteron dibandingkan tipe yang maligna (96 % : 40%)
Donnel dan rekan pertama kali melaporkan adanya reseptor estrogen pada meningioma
Caroll dan rekan melaporkan 2 reseptor estrogen yg terbanyak ditemukan pada meningioma
yaitu ER α mRNA dan ER β mRNA.
Reubi et al menemukan tingginya insidens reseptor somatostatin pada jaringan
meningioma. Beberapa reseptor growth factor seperti PDGFR (platelet derived growth factor
reseptor), EGFR (epidermal growth factor receptor) dan VEGFR (vascular endothelial growth
factor receptor) yang merupakan reseptor protein kinase diduga terlibat dalam pertumbuhan
tumor melalui kaskade intraseluler yang menjadi mediator proliferasi seluler, differensiasi dan
transformasi. Ekspresi VEGF sangat penting dalam pertumbuhan dan dalam pembentukan
edema serebral di sekeliling meningioma. Meningioma juga mensekresi parathormone-related
peptide, yang bertanggung jawab untuk terjadinya kalsifikasi. Reseptor prolaktin juga
diekpresikan oleh meningioma dan penambahan prolaktin pada jaringan meningioma
meningkatkan rata-rata pertumbuhan tumor. Beberapa integrin, yang membentuk reaksi matriks
ekstraseluler untuk penetrasi sel, juga penting dalam pertumbuhan meningioma.11
Faktor resiko rekurensi termasuk riwayat malignansi, riwayat reseksi subtotal, usia muda,
4
dan radiasi sebelumnya. Pasien yang pernah menjalani operasi reseksi meningioma beresiko
tiga kali lipat mempunyai meningioma grade II, III pada saat terjadi rekurensi. 5
Gangguan kromosom berupa delesi kromosom 22 pada 75% mengakibatkan hilangnya
tumor supresor gen dan menyebabkan berkembangnya malignansi. Hilangnya DAL-1
diidentifikasi sebagai factor penting tumorogenesis pada meningioma. Ekspresi tinggi dari
epidermal growth factor reseptor dan platelet derived growth factor reseptor mempengaruhi
tingkat keganasan meningioma. 8

10
Mitosis pada meningioma menjadi dasar dari pathogenesis dan pengelompokannya.
Jumlah mitosis pada histologi meningioma menentukan derajat keganasan.4
Ki-67 adalah marker proliferasi sel, kadar lebih besar dari 15% adalah predictor rekurensi dan
6
survival rate pada atipikal meningioma. Meningioma maligna dapat bermetastase melalui
cairan serebrospinal dan menyebabkan tanda klinis melalui invasi ke nervus kranialis. Lokasi
metastase antara lain paru paru, liver, pleura, limfonodi, tulang dan ginjal. 9

11
2.3 Patofisiologi

Seperti banyak kasus neoplasma lainnya, masih banyak hal yang belum diketahui dari
meningioma. Tumor otak yang tergolong jinak ini secara histopatologis berasal dari sel pembungkus
arakhnoid (arakhnoid cap cells) yang mengalami granulasi dan perubahan bentuk. Patofisiologi terjadinya
meningioma sampai saat ini masih belum jelas. Kaskade eikosanoid diduga memainkan peranan
dalam tumorogenesis dan perkembangan edema peritumoral. 3,5,7

Dari lokalisasinya Sebagian besar meningioma terletak di daerah supratentorial. Insidens ini meningkat
terutama ada daerah yang mengandung granulatio Pacchioni. Lokalisasi terbanyak pada daerah
parasagital dan yang paling sedikit pada fossa posterior.

Etiologi tumor ini diduga berhubungan dengan genetik, terapi radiasi, hormon sex, infeksi virus
dan riwayat cedera kepala. Sekitar 40-80% tumor ini mengalami kehilangan material genetik dari lengan
panjang kromosom 22, pada lokus gen neurofibromatosis 2 (NF2). NF2 merupakan gen supresor tumor
pada 22Q12, ditemukan tidak aktif pada 40% meningioma sporadik. Pasien dengan NF2 dan beberapa
non-NF2 sindrom familial yang lain dapat berkembang menjadi meningioma multiple, dan sering
terjadi pada usia muda. Disamping itu, deplesi gen yang lain juga berhubungan dengan pertumbuhan
meningioma.4,6

Terapi radiasi juga dianggap turut berperan dalam genesis meningioma. Bagaimana peranan
radiasi dalani menimbulkan meningioma masih belum jelas. Pasien yang mendapatkan terapi radiasi dosis
rendah untuk tinea kapitis dapat berkembang menjadi meningioma multipel di tempat yang terkena radiasi
pada dekade berikutnya. Radiasi kranial dosis tinggi dapat menginduksi terjadinya meningioma setelah
periode laten yang pendek.

Meningioma juga berhubungan dengan hormon seks dan seperti halnya faktor etiologi lainnya
mekanisme hormon sex hingga memicu meningioma hingga saat ini masih menjadi perdebatan. Pada
sekitar 2/3 kasus meningioma ditemukan reseptor progesterone. Tidak hanya progesteron, reseptor hormon
lain juga ditemukan pada tumor ini termasuk estrogen, androgen, dopamine, dan reseptor untuk platelet
derived growth factor. Beberapa reseptor hormon sex diekspressikan oleh meningioma. Dengan teknik
imunohistokimia yang spesifik dan teknik biologi molekuler diketahui bahwa estrogen diekspresikan
dalam konsentrasi yang rendah. Reseptor progesteron dapat ditemukan dalam sitosol dari meningioma.
Reseptor somatostatin juga ditemukan konsisten pada meningioma.8,9,10

Pada meningioma multiple, reseptor progesteron lebih tinggi dibandingkan pada meningioma
soliter. Reseptor progesteron yang ditemukan pada meningioma sama dengan yang ditemukan pada

12
karsinoma mammae. Jacobs dkk (10) melaporkan meningioma secara bermakna tidak berhubungan
dengan karsinoma mammae, tapi beberapa penelitian lainnya melaporkan hubungan karsinoma mammae
dengan meningioma.

Stimulus hormon merupakan faktor yang penting dalam pertumbuhan meningioma. Pertumbuhan
meningioma dapat menjadi cepat selama periode peningkatan hormon, fase luteal pada siklus menstruasi dan
kehamilan.6,10 Trauma dan virus sebagai kemungkinan penyebab meningioma telah diteliti, tapi belum
didapatkan bukti nyata hubungan trauma dan virus sebagai penyebab meningioma..

Gambar 8 Hubungan molekular dan hipoksia pada PTBE meningioma8

Pada prinsipnya tumor otak merupakan hasil akhir dari onkogenesis, yaitu proses transformasi sel
normal menjadi kanker. Hal ini di akibatkan oleh ketidakseimbangan antara pembuatan sel-sel baru pada
siklus sel dengan hilangnya sel-sel lama akibat kematian terprogram (apoptosis). Ketidaksembangan ini
merupakan hasil dari mutasi genetik pada 3 kelompok protein , yaitu :

 Prottoonkogen yang berperan pada penceusan pertumbuhan dan diferensiasi sel normal
 Tumor Suppresor genes, penghambat pertumbuhan dan pengatur apoptosis,
 Kelompok gen perbaikan DNA.
Mutasi protoonkogen disebut sebagai onkogen, menghasilkan protein yang jumlahnya dalam batas
normal, tetapi molekulnya mengalami mutasi sehingga efek biologiknya tidak sama dengan yang normal,
atau dapat fungsinya normal, tetapi jumlahnya berlebihan.

13
Gambar 9 Patofisiologi Peritumor Brain Edema Pada Meningioma 8

Pertumbuhan sel yang abnormal secara terus-menerus akan menyebabkan vaskularisasi


dari pembuluh darah host tidak mencukupi, sehingga terjadi hipoksia. Hal ini memicu sel tumor
mensekresi Vascular Endothelial Factor (VGEF) untuk merangsang pembentukan pembuluh
darah baru atau angiogensesis. Selain itu sel tumor men sekresi sitokin proinflasmasi yang
menyebabkan kerusakana okludin, suatu tight junction antar endotel. Hal ini menyebabkan
pembuluh darah yang terbentuk tidak sama morfologinya dengan yang normal, antara lain
hilangnya tight junction antar endotel, dan tidak utuhya membran basalis yang disebut sebagai
keadaan rusak nya sawar darah otak. Pada keadaan tersebut terjadi ekstravasasi ke sekitar
jaringan tumor ( edema peritumoral) sebagai suatu edema vasogenik. Hal ini lah yang
menyebabkan lesi desak ruang menjadi peningkatan tekanan intrakranial, adanya edema seiring
penambahan masa tumornya. Pada tahun 1967, dalam sebuah makalah berjudul "Aspek
Neuropatologis Edema Otak," Klatzo mendeskripsikan patogenesis edema peritumor secara
konseptual menjadi dua tipe utama dan biasanya berbeda, vasogenik dan sitotoksik.
Meningioma gr II dan III memiliki peningkatan risiko kekambuhan. Meskipun hanya tumor
kelas I, Meningioma angiomatosa dan sekretori diketahui untuk mendorong pembentukan PTBE.
Meningioma angiomatosa juga dikenal karena panjang kapiler yang meningkat. Karena

14
hubungan embriologis antara sel arachnoidea dan sel uterus, keduanya berbagi keberadaan
reseptor hormon seks wanita di permukaannya.

2.4 Epidemiologi dan Insidensi


Meningioma mewakili sekitar 15% dari neoplasma intrakranial primer. Prevalensi lebih
tinggi di Afrika daripada Amerika atau Eropa, sedangkan Asia mempunyai prevalensi yang
3
paling rendah. Meningioma pada umumnya yang lebih sering pada wanita. Data dari Central
Brain Tumor Registry of United States (CBTRUS) menunjukkan lebih dari dua kali lipat lebih
tinggi insidennya pada wanita. Pada atypical dan meningioma malignant predominansi sedikit
lebih tinggi pada pria. Resiko meningkat seiring dengan usia. Insidensi tertinggi pada usia 60-70
tahun. Paling banyak meningioma tergolong jinak (benign) dan 10% malignan.2,4

2.5 Anatomi
Meningioma dapat muncul disemua tempat pada sistema saraf pusat yang mempunyai
lapisan arachnoid, meskipun juga terdapat predileksi khusus. 4

Lokasi meningioma4

15
Meningioma non skull base dua kali lipat lebih beresiko menjadi grade II atau III. 5 Lesi
dasar tengkorak lebih sulit untuk dilakukan reseksi total dibanding lesi konveksitas.6

Lokasi menjadi faktor resiko keganasan meningioma 7

2.6 Gejala Klinis


Ciri yang paling umum dari tumor otak adalah :
Tumor supra tentorial Tumor infratentorial
Peningkatan TIK : Kebanyakan tumor fossa posterior datang
1. Efek dari massa atau tumor atau edema dengan tanda dan gejala peningkatan TIK

16
2. Jarang efek sumbatan dari aliran LCS dikarenakan hidrosefalus (HCP). Hal ini
Defisit fokal progresif termasuk: sakit kepala, mual/muntah;
1. Destruksi parenkim oleh invasi tumor dikarenakan penigkatan TIK oleh karena HCP,
2. Kompresi parenkim oleh massa ataupun atau penekanan langsung dari nukleus vagal
edema atau area postrema. Papil edema; perkiraan
Sakit kepala terjadinya ~ 50-90% (lebih sering papabila
Kejang akibat iritasi kortek tumornya mengganggu sirkulasi LCS.
Perubahan status mental Gangguan gait/ ataxia, Vertigo, Diplopia, dapat
Gejala khusus pituitary : gangguan endokrin dikarenakan Paresis N.VI yang dapat terjadi
pada peningkatan TIK dengan tidak adanya
penekanan langsung terhadap Nervusnya
Efek massa pada lokasi yang bervariasi pada
fossa posterior:
1. lesi pada hemisfer serebellum dapat
mengakibatkan : ataksia extremitas,
dismetria, tremor intens.
2. lesi pada vermis serebellum dapat
mengakibatkan : Gait dasar lebar,
ataksia trunkus, titubisi
3. Keterlibatan batang otak umumnya
menimbulkan abnormalitas nervus
kranial multipel dan traktus yang
panjang, dan sebaiknya dicurigai
apabila terdapat nistagmus (khususnya
bila rotatoar atau vertikal)

Gejala klinis meningioma tergantung pada lokasi tumor. Gejala umum adalah nyeri
kepala yang terus memberat. Gejala umum meliputi: Nyeri kepala (36%), Paresis nn.craniales
(22%), Perubahan mental (21%), Kejang, Muntah, Gangguan visus. Sedangkan gejala spesifik
sesuai lokasi tumor antara lain7,8
Lokasi tumor Insidensi (%) Gejala
Konveksitas 34,7 Nyeri kepala, kejang, gangg.sensorik

17
Parasagital 22,3 Anterior: nyeri kepala, gangguan memori
dan perilaku
Medial: gangguan motorik dan sensorik
Posterior: hemianopsia homonim
Semua: oklusi vena
Sphenoid ridge 17,1 Medial: gangguan visus, paresis n.III,
IV,V1, VI
Lateral: nyeri kepala, kejang, gagguan
motorik dan sensorik
Ventrikel lateral 5,2 Nyeri kepala, kejang, hidrosefalus
Tentorium 3,6 Ataksia, nyeri kepala, gangguan visus,
diplopia
Serebelum 4,7 Nyeri kepala, ataksia, dizzines, nyeri
wajah, disartria
Tuberculum-sellae 3,6 Gangguan visus, nyeri kepala, atrofi
n.optikus, hemianopsia homonim
nonkongruen
Selubung nervus 2,1 Gangguan visus
optikus
Serebellopontine 2,1 Gangguan pendengaran, nyeri kepala,
angle ataksia, dizzines, tinitus, facial palsy
Olfactory groove 3,1 Anosmia, sindr. Foster Kennedy, nyeri
kepala
Foramen magnum 0,52 Nyeri leher dan oksipital, emesis, ataksia,
disfagia, gangguan motorik dan sensorik
Clivus 0,5 Nyeri kepala, emesis, ataksia, gangguan
motorik dan sensorik

Tumor olfactory groove berkaitan dengan sindrom Foster-Kennedy (anosmia, atrofi optik
ipsilateral, dan papiledema kontralateral); meningioma tuberkulum sellae dapat menimbulkan
hilangnya visus lebih awal dan signifikan (secara khas “sindrom chiasma” dengan atrofi optik
ipsilateral dan hemianopia bitemporal); meningioma sinus kavernosus dapat menimbulkan
proptosis, diplopia, atau regenerasi okulomotorik aberrant primer; tumor foramen magnum
sering menimbulkan nyeri leher dan suboccipital disertai defisit motorik dan sensorik.
Meningioma pineal berasal dari falcotentorial junction atau velum interpositum cerebri.
Meningioma regio pineal dapat menimbulkan sindrom Parinaud (paralisis upward gaze),
hidrosefalus Tumor pada regio pineal dapat menimbulkan komplikasi hidrosefalus.

18
Area duramater sella turcica relative kecil < 6 cm, dilaporkan meningioma yang berasal dari
inferior diafragma atau tipe C meningioma akan bermanifestasi klinis sebagai adenoma pituitary
non fungsional, bitemporal hemianopsia dan hipopituitarisme. 10

Tanda dan gejala klinis meningioma 8

2.7 Diagnosis
Secara umum, meningioma tidak bisa didiagnosa pada gejala awal.7
Kriteria diagnosis meningioma adalah :
Invasi ke duramater, tulang, atau jaringan sekitar tidak mempengaruhi grading.
Pleomorfik atau nucleus atipikal tidak mempengaruhi grading. Mempunyai survival rate 10
tahun pada 79 % pasien, namun 26% merupakan fenotip malignansi. 3
Foto polos cranium untuk melihat kalsifikasi intrakranial, hiperostosis dari kranium atau
sphenoid, invasi ke tulang, pergeseran glandula pineal dan pelebaran vaskularisasi. hiperostosis
atau osteolitik dan terjadi pada 20% hingga 46% kasus. Perubahan tersebut dapat menunjukkan
sifat malignansi, tetapi hiperostosis sepanjang tabula interna dapat hanya merupakan perubahan

19
reaktif dibandingkan invasi neoplatik. Perubahan tulang sekunder terjadi pada 50% meningioma
dasar tengkorak. Perubahan tulang jarang terlihat pada tumor konveksitas.8

Gambaran hiperostosis Gambaran destruksi tulang


Pada gambaran CT scan akan didapatkan gambaran isodense hingga hiperdense pada foto
sebelum kontras, dan gambaran peningkatan densitas yang homogen pada foto kontras.
Tumor juga memberikan gambaran komponen kistik dan kalsifikasi pada beberapa kasus.
Edema peritumoral dapat terlihat dengan jelas. Derajat edema parenkimal bervariasi pada
meningioma, dan belum tentu sebanding dengan ukuran tumornya. Nampaknya edema
berkorelasi dengan lokasi, karena meningioma berdekatan dengan korteks cenderung
menimbulkan edema lebih luas dibandingkan tumor yang berada pada sisterna basalis atau fossa.
Hal tersebut mungkin disebabkan oleh iskemia kompresif, stasis vena, pertumbuhan agresif atau
parasitisasi pembuluh darah pial.
Perdarahan dan cairan intratumoral sampai akumulasi cairan dapat terlihat“Dural tail”
adalah sangat karakteristik untuk meningioma dan terdapat pada 72% kasus. Dura mengikat lesi
massa dari jauh pada bentuk crescentic (bulan sabit).8

CT scan tanpa kontras CT scan dengan kontras dural tail

20
MRI dapat melihat jaringan lunak dan rekonstruksi 3 dimensi, juga dapat memperlihatkan
vaskularisasi tumor, pembesaran arteri, dan invasi sinus venos, dan hubungan antara tumor
dengan dengan sekelilingnya.8,9

T1-weighted non kontras T1-weighted dengan kontras T2-weighted

Meningioma secara tipikal memiliki gambaran isointens atau hipointens dibanding


substansia grisea pada T1 dan isointens atau hiperintens pada T2WI. Meningioma mengalami
penyangatan dengan gadolinium, tetapi dapat memiliki area nekrosis dan kalsifikasi yang tidak
menyangat.

21
Perbedaan gambaran MRI pada meningioma jinak dan ganas. 8
Ultrasonografi dapat memberikan gambaran lokasi dari intratumoral hemorrhage,
perubahan kista yang terdapat di bagian dalam dan luar massa tumor, kalsifikasi, invasi parenkim
oleh meningioma malignan, dan massa lobus atau multi lobules yang hanya dapat digambarkan
dengan ultrasonografi.8
Umumnya meningioma merupakan tumor vascular. Dan dapat menimbulkan gambaran
“spoke wheel appearance”. Selanjutnya arteri dan kapiler memperlihatkan gambaran vascular
yang homogen dan prominen yang disebut dengan mother and law phenomenon.8

2.8 Tatalaksana
Pembedahan

Tidak semua pasien dengan meningioma multipel memerlukan perawatan.


Prinsip-prinsip manajemen yang serupa pada pasien dengan meningioma tunggal dan merawat
mereka dengan meningioma simtomatik atau meningioma asimptomatik yang cenderung
menyebabkan gejala. Secara keseluruhan, kami merawat dua pertiga pasien kami, dan sisanya

22
tidak memerlukan intervensi aktif selama tindak lanjut rata-rata 7 tahun. Dua pertiga pasien yang
dirawat memiliki pengobatan pada presentasi dan sepertiga setelah periode pengamatan rata-rata
4 tahun. Secara total, hanya sepertiga dari semua meningioma yang diobati, karena sebagian
besar meningioma kecil dan tidak menunjukkan gejala. Pendekatan manajemen kami didukung
oleh penelitian serupa oleh Huang et al., Di mana 59 dari 95 meningioma pada 29 pasien
dikeluarkan karena gejala atau pertumbuhan. Strategi ini juga disarankan untuk meningioma
tunggal. Tantangan dengan beberapa meningioma dapat diidentifikasi tumor yang bertanggung
jawab.
Pengangkatan dengan pembedahan adalah bentuk utama terapi. Pada beberapa pasien,> 1
meningioma direseksi selama prosedur yang sama, terutama karena tumor tambahan mudah
diakses selama pendekatan ke yang simptomatik.
Tingkat terapi berulang dalam seri kami, yang berfungsi sebagai proksi kekambuhan
klinis, adalah 13%. Dalam studi oleh Huang et al., Tingkat kekambuhan radiologis adalah 29%,
yang hampir dua kali lipat dari meningioma tunggal.8 Oleh karena itu, mungkin aman untuk
mengasumsikan bahwa tingkat kekambuhan radiologis dalam penelitian kami lebih tinggi
daripada populasi pasien dengan meningioma tunggal.38 Ini mungkin disebabkan oleh proporsi
yang lebih besar dari meningioma tingkat tinggi dan radiasi, atau hanya karena beban tumor
yang lebih tinggi per pasien. Namun demikian, ini adalah salah satu alasan bahwa pasien ini
harus memiliki tindak lanjut yang dekat dan panjang.

Penatalaksanaan meningioma tergantung dari lokasi dan ukuran tumor itu sendiri.
Pembedahan merupakan penatalaksanaan primer untuk meningioma. Tujuan utamanya adalah
mengangkat jaringan tumor sebanyak-banyaknya tanpa kehilangan fungsi otak.7 Eksisi komplit
dapat menyembuhkan kebanyakan meningioma. Beberapa faktor yang mempengaruhi operasi
removal massa tumor ini antara lain lokasi tumor, ukuran dan konsistensi, vaskularisasi dan
pengaruh terhadap sel saraf, dan pada kasus rekurensi, riwayat operasi sebelumnya dan atau
radioterapi. Lebih jauh lagi, rencana operasi dan tujuannya berubah berdasarkan faktor resiko,
pola, dan rekurensi tumor. Tindakan operasi tidak hanya mengangkat seluruh tumor tetapi juga
termasuk dura, jaringan lunak, dan tulang untuk menurunkan kejadian rekurensi 12. Faktor-faktor
yang berperan dalam pembedahan meliputi lokasi dari tumor, defisit nervus kranialis preoperasi,

23
vaskularitas, invasi dari sinus venosus, dan keterlibatan arteri. Reseksi sebagian dapat menjadi
pilihan jika pengangkatan seluruh tumor dapat mengakibatkan kehilangan banyak fungsi otak.1

Indikasi pembedahan adalah :


a. Massa tumor yang menimbulkan gejala dan atau tanda penekanan maupundestruksi parenkim
otak dan asesibel untuk dilakukan pembedahan.
b. Pada pemeriksaan imeging serial didapatkan tanda pertumbuhan tumor dan atau didapatkan
gejala akibat lesi tumoryang tidak dapat terkontrol denganmedika mentosa
Sebelum dilakukan tindakan pembedahan, meningioma digolongkan ke dalam 3 grup
berdasarkan resiko pembedahannya. Cara penggolongannya menggunakan algoritme CLASS,
yakni Comorbidity (komorbiditas), Location (lokasi), Age (umur pasien) Size (ukuran tumor),
Symptoms and signs (tanda dan gejala). Grup 1 dengan skor CLASS lebih dari +1, memiliki
angka keberhasilan yang tinggi, yakni pada 98,1% kasus. Grup 2 dengan skor 0 sampai -1
memiliki hasil yang buruk pada sekitar 4% kasus. Sementara grup 3 dengan skor di bawah -2
memiliki hasil paling buruk yakni 15% dari seluruh kasus.2

Teknik terbaru saat ini adalah dengan memanfaatkan rekonstruksi 3 dimensi dengan komputer untuk
membantu ahli bedah dalam merencanakan prosedur operasi. MRI intraoperasi dapat menunjukan
gambaran langsung selama pembedahan. Embolisasi preoperasi dilakukan untuk mengurangi vaskularitas
tumor, memfasilitasi pengangkatan tumor, dan mengurangi resiko perdarahan. Embolisasi pada ekor dura
dapat mengurangi resiko kekambuhan. Namun prosedur ini tidak banyak dilakukan mengingat tidak
semua rumah sakit memiliki fasilitas maupun personel yang terlatih dalam bidang ini. 1

Klasifikasi Simpson dari ukuran reseksi pada meningioma intrakranial 12.


Grade I : Reseksi total tumor, perlekatan dural dan tulang abnormal
Grade II : Reseksi total tumor, koagulasi dari perlekatan dura
Grade III : Reseksi total tumor, tanpa reseksi atau koagulasi dari perlekatan
dura, atau mungkin perluasan ekstradural ( misalnya sinus yang terserang atau
tulang yang hiperostotik)
Grade IV : Reseksi parsial tumor
Grade V : Dekompresi sederhana (biopsi)

24
Tabel 6. Reseksi Sesuai Grading Simpson

Tindakan pembedahan mampu menghilangkan beberapa gejala neurologis, kecuali neuropati


kranial yang seringkali sulit dihilangkan. Angka morbiditas akibat pembedahan bervariasi antara 1-14%.
Setelah reseksi komplit, angka kekambuhan untuk meningioma grade rendah adalah sekitar 20% dalam 5
tahun pertama dan 25% dalam 10 tahun. Jika tumor muncul kembali, harus dipertimbangkan untuk
dilakukan reseksi ulang. Secara umum, angka harapan hidup 5 tahun untuk pasien berusia di bawah 65
tahun adalah sekitar 80%, dan menurun mendekati 50% untuk pasien di atas 65 tahun. 1

Radioterapi

Indikasi dilakukannya terapi radiasi adalah tumor residual / sisa setelah tindakan pembedahan,
tumor berulang, dan riwayat atipikal atau malignan. Radioterapi digunakan sebagai terapi primer jika
tumor tidak dapat dicapai melalui pembedahan atau ada kontraindikasi untuk dilakukan pembedahan.
Regresi total terlihat pada 95% pasien dalam 5 tahun pertama dan 92% dalam 10 dan 15 tahun setelah
dilakukan radioterapi dengan atau tanpa eksisi subtotal. Angka regresi tumor untuk 10 tahun pada pasien
yang dilakukan kombinasi reseksi subtotal dan radiasi adalah 82%, sementara pada pasien yang hanya
dilakukan reseksi subtotal adalah 18%. Waktu kekambuhan sekitar 125 bulan pada pasien yang mendapat
terapi kombinasi dan 66 bulan pada pasien yang menjalani reseksi subtotal saja. Pada tumor malignan,
angka harapan hidup 5 tahun setelah pembedahan dan radiasi adalah 28%. Angka kekambuhan tumor
maligna adalah 90% setelah reseksi subtotal dan 41% setelah terapi kombinasi. 1

Penggunaan external beam irradiation pada meningioma semakin banyak dipakai untuk terapi.
External beam irradiation dengan 4500-6000 cGy dilaporkan efektif untuk melanjutkan terapi operasi
meningioma reseksi subtotal, kasus-kasus rekurensi baik yang didahului dengan operasi sebelumnya
ataupun tidak, Pada kasus meningioma yang tidak dapat dioperasi karena lokasi yang sulit, keadaan

25
pasien yang buruk, atau pada pasien yang menolak dilakukan operasi, external beam irradiation masih
belum menunjukkan keefektifitasannya. Teori terakhir menyatakan terapi external beam irradiation
tampaknya akan efektif pada kasus meningioma yang agresif (atyppical, malignan), tetapi informasi yang
mendukung teori ini belum banyak dikemukakan . Efektifitas dosis yang lebih tinggi dari radioterapi
harus dengan pertimbangan komplikasi yang ditimbulkan terutama pada meningioma. Saraf optikus
sangat rentan mengalami kerusakan akibat radioterapi. Komplikasi lain yang dapat ditimbulkan berupa
insufisiensi pituitari ataupun nekrosis akibat radioterapi.

Radiasi Stereotoktik

Terapi radiasi tumor menggunakan stereotaktik pertama kali diperkenalkan pada tahun 1960an
menggunakan alat Harvard proton beam. Setelah itu penggunaan stereotaktik radioterapi ini semakin
banyak dilakukan untuk meningioma. Sumber energi yang digunakan didapat melalui teknik yang
bervariasi, yang paling sering digunakan adalah sinar foton yang berasal dari Co gamma (gamma knife)
atau linear accelerators (LINAC) dan partikel berat (proton, ion helium) dari cyclotrons. Semua teknik
radioterapi dengan stereotaktik ini dapat mengurangi kornplikasi, terutama pada lesi dengan diameter
kurang dari 2,5 cm.

Radiosurgery Stereotactic menggunakan berbagai sinar radiasi yang terfokus untuk secara akurat
menggunakan satu penatalaksanaan dosis tinggi, di satu sisi juga meminimalkan efek pada jaringan
normal yang berdekatan. Hal ini sangat menguntungkan pada pasien dengan kondisi yang kurang baik
untuk dilakukannya pembedahan. Tetapi terapi ini biasanya hanya digunakan pada ukuran tumor yang
besar nya kurang dari 3 centimeter.7

Untuk Tumor Jinak dapat juga dilakukan embolisasi preoperasi untuk mengurangi supply darah ke
tumor. Embolisasi ini dapat dilakukan bersamaan dengan diagnosis Angiography. Hal ini dilakukan
supaya Tumor mengalami necrosis, dan memperluas bagian dari Meningioma yang dapat dengan aman di
reseksi selama Operasi. 7

Steiner dan koleganya menganalisa pasien meningioma yang diterapi dengan gamma knife dan
diobservasi selama 5 tahun. Mereka menemukan sekitar 88% pertumbuhan tumor ternyata dapat
dikontrol. Kondziolka dan kawan-kawan memperhitungkan pengontrolan pertumbuhan tumor dalam 2
tahun pada 96 % kasus. Bara-baru ini peneliti yang sama melakukan studi dengan sampel 99 pasien yang
diikuti selama 5 hingga 10 tahun dan didapatkan pengontrolan pertumbuhan tumor sekitar 93 % kasus
dengan 61 % massa tumor mengecil. Kejadian defisit neurologis baru pada pasien yang diterapi dengan
stereotaktik tersebut kejadiannya sekitar 5 %

26
Kemoterapi

Modalitas kemoterapi dengan regimen antineoplasma masih belum banyak diketahui efikasinya
untuk terapi meningioma jinak maupun maligna. Kemoterapi sebagai terapi ajuvan untuk rekuren
meningioma atipikal atau jinak baru sedikit sekali diaplikasikan pada pasien, tetapi terapi menggunakan
regimen kemoterapi (baik intravena atau intraarterial cis-platinum, decarbazine (DTIC) dan adriamycin)
menunjukkan hasil yang kurang memuaskan (DeMonte dan Yung), walaupun regimen tersebut
efektifitasnya sangat baik pada tumor jaringan lunak. Laporan dari Chamberlin pemberian terapi
kombinasi menggunakan cyclopliosphamide, adriamycin, dan vincristine dapat memperbaiki angka
harapan hidup dengan rata-rata sekitar 5,3 tahun. Pemberian obat kemoterapi lain seperti hydroxyurea
sedang dalam penelitian. Pertumbuhan sel pada meningioma dihambat pada fase S dari siklus sel dan
menginduksi apoptosis dari beberapa sel dengan pemberian hydroxyurea. Dan dilaporkan pada satu kasus
pemberian hydroxyurea ini memberikan efek pada pasien-pasien dengan rekurensi dan meningioma yang
tidak dapat direseksi. Pemberian Alfainterferon dilaporkan dapat memperpanjang waktu terjadinya
rekurensi pada kasus meningioma yang agresif. Dilaporkan juga terapi ini kurang menimbulkon toksisitas
dibanding pemberian dengan kemoterapi.

Pemberian hormon antogonis mitogen telah juga dilakukan pada kasus dengan meningioma.
Preparat yang dipakai biasanya tamoxifen (anti estrogen) dan mifepristone (anti progesteron). Tamoxifen
(40 mg/m2 2 kali/hari selama 4 hari dan dilanjiitkan 10 mg 2 kali/hari) telah digunakan oleh kelompok
onkolologi Southwest pada 19 pasien dengan meningioma yang sulit dilakukan reseksi dan refrakter.
Terdapat pertumbuhan tumor pada 10 pasien, stabilisasi sementara pertumbuhan tumor pada 6 pasien, dan
respon minimal atau parsial pada tiga pasien .

Pada dua studi terpisah dilakukan pemberian mifepristone (RU486) 200 mg perhari selama 2
hingga 31 bulan. Pada studi yang pertama didapatkan 5 dari 14 pasien menunjukkan perbaikan secara
objektif yaitu sedikit pengurangan massa tumor pada empat pasien dan satu pasien gangguan lapang
pandangnya membaik walaupun tidak terdapat pengurangan massa tumor; terdapat pertumbuhan
ulang pada salah satu pasien tersebut. Pada studi yang kedua dari kelompok Netherlands dengan jumlah
pasien 10 orang menunjukkan pertumbuhan tumor berlanjut pada empat pasien, stabil pada tiga pasien,
dan pengurangan ukuran yang minimal pada tiga pasien. Tiga jenis obat tersebut sedang dilakukan
penelitian dengan jumlah sampel yang lebih besar pada meningioma tetapi sampai sekarang belum ada
terapi yang menjadi prosedur tetap untuk terapi pada tumor ini.

3.0 Komplikasi

27
Profilaksi dengan antikonvulsan sebelum pembedahan pada pasien tanpa riwayat
bangkitan adalah tidak diindikasikan. Profilaksis post-operatif pada pasien yang menjalani
reseksi tumor supratentorial adalah diindikasikan, dengan tapering bertahap dan menghentikan
medikasi jika pasien tidak mengalami bangkitan. Edema serebri dikelola dengan pemberian
kortikosteroid, dimana pasca pembedahan diturunkan jika secara klinis memungkinkan. Deep
venous thrombosis (DVT) merupakan masalah khusus pada pasien dengan meningioma, faktor
biologik mempunyai peran lebih penting dibanding faktor klinis pada terbentuknya thrombosis
post-operatif. Kejadian DVT ditemukan lebih tinggi pada pasien dengan peningkatan
prothrombin time, plasminogen, dan aktivitas fibrinolitik total dan dengan penurunan kadar
fibrinogen. Pneumatic compression stockings dan antikoagulan profilaksis post-operatif untuk
semua pasien dengan tumor otak harus dipertimbangkan.
Hipopituitarism atau diabetes insipidus sering menyertai meningioma diafragma sella
yang berasal dari anterior atau posterior dari pituitary stalk. Defisit hormone sering terjadi pada
pertumbuhan tumor ke sisi medial. 11

Meningioma supraselar13
Infeksi pada luka operasi dapat menjadi komplikasi pada pasien yang menjalani operasi
kraniotomi, insidensi berkisar antara 1-8%. Infeksi luka operasi ditandai dengan meningitis,
abses otak, empyema sub dural, dan abses epidural. 15

28
Onset terjadinya infeksi pasca operasi15

Pathogen penyebab infeksi pasca operasi15

29
Faktor resiko munculnya infeksi pasca operasi15

3.1 Prognosis
Grading WHO tediri dari kombinasi kriteria yang digunakan untuk memprediksi respon
terapi dan keluaran klinis. Pasien dengan tumor WHO grade II dapat bertahan hingga 5 tahun,
grade III dapat bertahan 2-3 tahun. 16
Tumor subtype 3-year 5-year 10-year
survival rate survival rate survival rate
Benign 86.6% 74.5% 67.2%
Atypical 66.6% 58.3% 33.3%

Malignant 33.3% 8.3% 0%

30
BAB III

PENUTUP

 Meningioma adalah tumor pada meningens, yang berasal dari jaringan dura mater dan araknoid,
selaput pelindung yang melindungi otak dan medulla spinalis. Merupakan neoplasma intrakranial
nomor 2 dalam urutan frekuensi yakni mencapai angka 30% dari keseluruhan tumor intrakranial,
dengan angka kejadian 4-5 dari 100,000 penduduk. Patofisiologi terjadinya meningioma sampai
saat ini masih belum jelas.
 Multiple meningioma adalah suatu kondisi di mana pasien memiliki lebih dari satu
meningioma di beberapa lokasi intrakranial dengan atau tanpa tanda-tanda
neurofibromatosis. Insiden beberapa meningioma intrakranial bervariasi dari 1% hingga
10% dalam seri yang berbeda. Meningioma multiple atau Meningiomatosis adalah kasus
jarang, etiologi tidak jelas. Meningioma multipel tidak jarang ditemukan pada pasien
dengan neurofibromatosis tipe 2 (NF2).
 Radioterapi merupakan faktor resiko utama terjadinya meningioma. Selain itu rangsangan
endogen dan eksogen via hormonal memainkan peran yang cukup penting juga dalam timbulnya
tumor meningens. Meningioma diduga timbul melalui proses bertahap yang melibatkan aktivasi
onkogen dan hilangnya gen supresor tumor. Beberapa factor pertumbuhan, termasuk epidermal
growth factor, PDGF, insulin-like growth factors, transforming growth factor I2 dan somatostatin
diekspresikan secara berlebih dan dapat merangsang pertumbuhan meningioma.
 Gejala umum yang terjadi disebabkan karena gangguan fungsi serebral akibat edema otak dan
tekanan intrakranial yang meningkat. Gejala spesifik terjadi akibat destruksi dan kompresi
jaringan saraf, bisa berupa nyeri kepala, muntah, kejang, penurunan kesadaran, gangguan mental,
gangguan visual dan sebagainya. Edema papil dan defisit neurologis lain biasanya ditemukan
pada stadium yang lebih lanjut.
 Diagnosis dari meningioma dapat ditegakan berdasarkan manifestasi klinis pasien dan gambaran
radiologis. Radiologi sangat berperan dalam menegakkan diagnosis dan menentukan stadium
meningioma. Pemeriksaan radiologi yang di gunakan angiografi, CT Scan dan MRI. Meskipun
demikian, diagnosis pasti serta grading dari meningioma hanya dapat dipastikan melalui biopsi
dan pemeriksaan histologi.

31
 Penanganan tergantung pada faktor tanda dan gejala yang dikeluhkan pasien, umur pasien, serta
lokasi dan ukuran dari tumor. Penatalaksanaan utama adalah dengan pembedahan. Radioterapi
sebagai terapi primer jika tumor tidak dapat dicapai melalui pembedahan atau ada kontraindikasi
untuk dilakukan pembedahan. Terapi meningioma masih menempatkan reseksi operatif sebagai
pilihan pertama. Prognosa meningioma adalah baik dengan angka harapan hidup lima tahun
sebesar 75%.

32
DAFTAR PUSTAKA

1. Goldbrunner, Roland; Minniti, G; Preusser, M; Jenkinson, M D; Sallabanda, K; Houdart E


von, Deimling, A; Stavrinou, P; Lefranc, F; Lund-Johansen, M; Moyal, E C; Brandsma,
D; Henriksson R, Soffietti, R; Weller M. EANO guidelines for the diagnosis and treatment
of meningiomas. 2016;17. doi:DOI: https://doi.org/10.1016/S1470-2045(16)30321-7
2. Jo K, Park H, Nam D, et al. Treatment of atypical meningioma. J Clin Neurosci.
2010;17(11):1362-1366. doi:10.1016/j.jocn.2010.03.036
3. Jesse L. Kresak ATY. Pathology Outlines - Atypical meningioma.
http://www.pathologyoutlines.com/topic/cnstumoratypicalmeningioma.html.
4. Backer-grøndahl T, Moen BH, Torp SH. The histopathological spectrum of human
meningiomas. 2012;5(3):231-242.
5. Fang S, Mcdermott MW, Berger MS, Andrew T. Anatomic Location is a Risk Factor for
Atypical and Malignant Meningiomas. 2013;117(6):1272-1278.
doi:10.1002/cncr.25591.Anatomic
6. Lee JH, Kim OL, Seo YB, Choi JH. Prognostic Factors of Atypical Meningioma : Overall
Survival Rate and Progression Free Survival Rate. 2017;60(6):661-666.
7. Liang R, Xiu Y, Wang X, et al. The potential risk factors for atypical and anaplastic
meningiomas : clinical series of 1 , 239 cases. 2014;7(January 2009):5696-5700.
8. McDermott M, Quinones-Hinosa A, Fuller GN, Wilson CB. Meningiomas. Available
from: http://soc-neuro-onc.org/levin/Levin_ch11_p267-299.pdf
9. Chamberlain MC, Blumenthal DT. Intracranial meningiomas : diagnosis and treatment.
2004;(Table 1):641-648.
10. Zhou P, Yin S, Jiang SHU, Cai B. Malignant intrasellar meningioma presenting as an
invasive pituitary macroadenoma : A rare case report and literature review. 2016:1073-
1076. doi:10.3892/ol.2015.4027
11. Laperriere N. PRINCESS MARGARET CANCER CENTRE CLINICAL PRACTICE
GUIDELINES.
12. Engenhart-cabillic R, Farhoud A, Sure U, et al. Clinicopathologic Features of Aggressive
Meningioma Emphasizing the Role of Radiotherapy in Treatment. 2006;(11):641-646.
doi:10.1007/s00066-006-1555-3
13. John A H Wass PS. Oxford Textbook of Endocrinology and Diabetes.
14. Asghar AH, Mahmood H, Faheem M, Rizvi S, Irfan J. Hepatic and Skeletal Metastases
from Primary Intracranial Atypical Meningioma. 2009;19(5):316-317.
15. Shi Z, Xu M, Wang Y, et al. Post-craniotomy intracranial infection in patients with brain

33
tumors : a retrospective analysis of 5723 consecutive patients. Br J Neurosurg.
2016;0(0):000. doi:10.1080/02688697.2016.1253827
16. Louis DN, Ohgaki H, Wiestler OD, et al. The 2007 WHO Classi W cation of Tumours of
the Central Nervous System. 2007:97-109. doi:10.1007/s00401-007-0243-4

34

Anda mungkin juga menyukai