Anda di halaman 1dari 20

REFERAT

Glioma

OLEH:

Putu Surya Yuda Pratama

17710188

PEMBIMBING:

dr. Nugroho, Sp. BS

ILMU BEDAH

RUMAH SAKIT TK. II dr. SOEPRAOEN MALANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS WIJAYA KUSUMA

SURABAYA

2019

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Glioma merupakan tumor otak primer yang paling


banyak terjadi serta merupakan sekelompok neoplasma yang
heterogen dengan jenis histologi dan derajat keganasan yang
beragam.
Glioma dianggap berasal dari sel glia atau stem cell
yang dalam perkembangannya tetap memiliki karakteristik
glia setelah transformasi neoplastic. Sampai saat ini,
diagnosis histopatologi tetap menjadi baku emas untuk
klasifikasi. Pemeriksaan yang paling banyak dilakukan
adalah hematoxylin- eosin. Seiring waktu, taksonomi dan
definisi neoplasma susunan saraf pusat telah berubah seiring
waktu. Selama lebih dari tiga dekade terakhir, pemeriksaan
imunohistokimia tambahan sudah semakin banyak digunakan
untuk akurasi diagnosis. Saat ini, pemeriksaan tersebut paling
banyak berdasar pada diferensiasi seluler.
Secara tradisional, glioma diffuse dikelompokkan
menjadi astrositik, oligodendroglial, dan campuran
(oligodendroglial-astrositik) serta dikelompokkan menjadi
derajat II (low grade), III (anaplastic), dan IV (glioblastoma). 1

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Epidemiologi dan Insidensi


Tumor ini mewakili 20% dari semua neoplasma intrakranial dan 12 % dari
semua tumor medulla spinalis. Meningioma biasanya jinak, tetapi bisa kambuh

2
setelah diangkat. Tumor ini lebih sering ditemukan pada wanita dan biasanya
muncul pada usia 40-60 tahun, tetapi tidak tertutup kemungkinan muncul pada
masa kanak-kanak atau pada usia yang lebih lanjut. Paling banyak meningioma
tergolong jinak (benign) dan 10 % maligna. Meningioma maligna dapat terjadi
pada wanita dan laki-laki, meningioma benign lebih banyak terjadi pada wanita. 2
2.2. Etiologi
Para ahli tidak memastikan apa penyebab tumor meningioma, namun
beberapa teori telah diteliti dan sebagian besar menyetujui bahwa kromosom yang
jelek yang meyebabkan timbulnya meningioma. Para peneliti sedang mempelajari
beberapa teori tentang kemungkinan asal-usul meningioma. Di antara 40% dan
80% dari meningiomas berisi kromosom 22 yang abnormal pada lokus gen
neurofibromatosis 2 (NF2). NF2 merupakan gen supresor tumor pada 22Q12,
ditemukan tidak aktif pada 40% meningioma sporadik. Pasien dengan NF2 dan
beberapa non-NF2 sindrom familial yang lain dapat berkembang menjadi
meningioma multiple, dan sering terjadi pada usia muda. Di samping itu, deplesi
gen yang lain juga berhubungan dengan pertumbuhan meningioma .3
Kromosom ini biasanya terlibat dalam menekan pertumbuhan tumor.
Penyebab kelainan ini tidak diketahui. Meningioma juga sering memiliki salinan
tambahan dari platelet turunan reseptor faktor pertumbuhan (PDGFR) dan
epidermis reseptor faktor pertumbuhan (EGFR) yang mungkin memberikan
kontribusi pada pertumbuhan tumor ini. Sebelumnya radiasi ke kepala, riwayat
kanker payudara, atau neurofibromatosis tipe 2 merupakan factor risiko untuk
terjadinya meningioma. Multiple meningioma terjadi pada 5% sampai 15% dari
pasien, terutama mereka dengan neurofibromatosis tipe 2. Beberapa meningioma
memiliki reseptor yang berinteraksi dengan hormon seks progesteron, androgen,
dan jarang estrogen. Ekspresi progesteron reseptor dilihat paling sering pada
meningioma yang jinak, baik pada pria dan wanita. Fungsi reseptor ini belum
sepenuhnya dipahami, dan demikian, sering kali bagi dokter untuk menasihati
pasien perempuan mereka tentang penggunaan hormon jika mereka memiliki
riwayat suatu meningioma. Meskipun peran tepat hormon dalam pertumbuhan
meningioma belum ditentukan, peneliti telah mengamati bahwa kadang-kadang
mungkin meningioma tumbuh lebih cepat pada saat kehamilan.

3
2.3. Anatomi
Meningen adalah suatu selaput jaringan ikat yang membungkus
enchepalon dan medulla spinalis. Terdiri dari duramater, arachnoid dan piamater,
yang letaknya berurutan dari superficial ke profunda. Bersama-sama, araknoid
dan piamater disebut leptomening.
Duramater terdiri dari jaringan fibrous yang kuat, berwarna putih, terdiri
dari lamina meningialis dan lamina endostealis. Pada medulla spinalis lamina
endostealis melekat erat pada dinding kanalis vertebralis, menjadi endosteum
(periosteum), sehingga di antara lamina meningialis dan lamina endostealis
terdapat spatium ekstraduralis (spatium epiduralis) yang berisi jaringan ikat
longgar, lemak dan pleksus venosus. Pada enchepalon lamina endostealis melekat
erat pada permukaan interior kranium, terutama pada sutura, basis krania dan tepi
foramen occipitale magnum. Lamina meningialis mempunyai permukaan yang
licin dan dilapisi oleh suatu lapisan sel, dan membentuk empat buah septa, yaitu: 4
1. Falx cerebri
2. Tentorium cerebella
3. Falx cerebella
4. Diaphragma sellae
Antara duramater dan arachnoid terdapat spatium subdural yang berisi
cairan limf. Arachnoid adalah suatu selubung tipis, membentuk spatium subdurale
dengan duramater.
Arachnoid bersama-sama dengan piamater disebut leptomeningens. Kedua
lapisan ini dihubungkan satu sama lain oleh trabekula arachnoideae. Antara
arachnoid dan piamater terdapat spatium subarachnoideum yang berisi liquor
cerebrospinalis. Arachnoid yang membungkus basis serebri berbentuk tebal
sedangkan yang membungkus facies superior cerebri tipis dan transparan.
Arachnoid membentuk tonjolan-tonjolan kecil disebut granulation arachnoidea,
masuk kedalam sinus venosus, terutama sinus sagitallis superior.
Lapisan di sebelah profunda, meluas ke dalam girus cerebri dan diantara
folia cerebri. Membentuk tela chorioidea venticuli. Dibentuk oleh serabut-serabut
retikularis dan elastis, ditutupi oleh pembuluh-pembuluh darah serebral. Piamater

4
terdiri dari lapisan sel mesodermal tipis seperti endothelium. Berlawanan dengan
arachnoid, membran ini ini menutupi semua permukaan otak dan medulla spinalis.
2.4. Patofisiologi
Seperti banyak kasus neoplasma lainnya, masih banyak hal yang belum
diketahui dari meningioma. Tumor otak yang tergolong jinak ini secara
histopatologis berasal dari sel pembungkus arakhnoid (arakhnoid cap cells) yang
mengalami granulasi dan perubahan bentuk. Patofisiologi terjadinya meningioma
sampai saat ini masih belum jelas.3
2.5. Klasifikasi
WHO mengembangkan sistem klasifikasi untuk beberapa tumor yang telah
diketahui, termasuk meningioma. Tumor diklasifikasikan melalui tipe sel dan
derajat pada hasil biopsi yang dilihat di bawah mikroskop. Penatalaksanaannya
pun berbeda-beda di tiap derajatnya.7
a. Grade I
Meningioma tumbuh dengan lambat, jika tumor tidak menimbulkan gejala,
mungkin pertumbuhannya sangat baik jika diobservasi dengan MRI secara
periodik. Jika tumor semakin berkembang, maka pada akhirnya dapat
menimbulkan gejala, kemudian penatalaksanaan bedah dapat direkomendasikan.
Kebanyakan meningioma grade I diterapi dengan tindakan bedah dan observasi
yang berkelanjutan.
b. Grade II
Meningioma grade II disebut juga meningioma atypical. Jenis ini tumbuh
lebih cepat dibandingkan dengan grade I dan juga mempunyai angka kekambuhan
yang lebih tinggi. Pembedahan adalah penatalaksanaan awal pada tipe ini.
Meningioma grade II biasanya membutuhkan terapi radiasi setelah pembedahan.
c. Grade III
Meningioma berkembang dengan sangat agresif dan disebut meningioma
malignan atau meningioma anaplastik. Meningioma malignan terhitung kurang
dari 1 % dari seluruh kejadian meningioma. Pembedahan adalah penatalaksanaan
yang pertama untuk grade III diikuti dengan terapi radiasi. Jika terjadi rekurensi
tumor, dapat dilakukan kemoterapi.
Meningioma juga diklasifikasikan ke dalam subtipe berdasarkan lokasi
dari tumor8 :

5
a. Meningioma falx dan parasagital (25% dari kasus meningioma). Falx adalah
selaput yang terletak antara dua sisi otak yang memisahkan hemisfer kiri dan
kanan. Falx cerebri mengandung pembuluh darah besar. Parasagital
meningioma terdapat di sekitar falx.
b. Meningioma Convexitas (20%). Tipe meningioma ini terdapat pada
permukaan atas otak.
c. Meningioma Sphenoid (20%) Daerah Sphenoidalis berlokasi pada daerah
belakang mata. Banyak terjadi pada wanita.
d. Meningioma Olfactorius (10%). Tipe ini terjadi di sepanjang nervus yang
menghubungkan otak dengan hidung.
e. Meningioma fossa posterior (10%). Tipe ini berkembang di permukaan bawah
bagian belakang otak.
f. Meningioma suprasellar (10%). Terjadi di bagian atas sella tursica, sebuah
kotak pada dasar tengkorak dimana terdapat kelenjar pituitari.
g. Spinal meningioma (kurang dari 10%). Banyak terjadi pada wanita yang
berumur antara 40 dan 70 tahun. Akan selalu terjadi pada medulla spinalis
setingkat thorax dan dapat menekan spinal cord. Meningioma spinalis dapat
menyebabkan gejala seperti nyeri radikuler di sekeliling dinding dada,
gangguan kencing, dan nyeri tungkai.
h. Meningioma Intraorbital (kurang dari 10%). Tipe ini berkembang pada atau di
sekitar mata cavum orbita.
i. Meningioma Intraventrikular (2%). Terjadi pada ruangan yang berisi cairan di
seluruh bagian otak.

2.6. Diagnosa
Gejala meningioma dapat bersifat umum (disebabkan oleh tekanan tumor
pada otak dan medulla spinalis) atau bisa bersifat khusus (disebabkan oleh
terganggunya fungsi normal dari bagian khusus dari otak atau tekanan pada
nervus atau pembuluh darah). Secara umum, meningioma tidak bisa didiagnosa
pada gejala awal.8
Gejala umumnya seperti : 8
 Sakit kepala, dapat berat atau bertambah buruk saat beraktifitas atau pada pagi
hari.
 Perubahan mental
 Kejang
 Mual muntah
 Perubahan visus, misalnya pandangan kabur.

6
Gejala dapat pula spesifik terhadap lokasi tumor :8
 Meningioma falx dan parasagittal : nyeri tungkai
 Meningioma Convexitas : kejang, sakit kepala, defisit neurologis fokal,
perubahan status mental
 Meningioma Sphenoid : kurangnya sensibilitas wajah, gangguan lapangan
pandang, kebutaan, dan penglihatan ganda.
 Meningioma Olfactorius : kurangnya kepekaan penciuman, masalah visus.
 Meningioma fossa posterior : nyeri tajam pada wajah, mati rasa, dan spasme
otot-otot wajah, berkurangnya pendengaran, gangguan menelan, gangguan
gaya berjalan,
 Meningioma suprasellar : pembengkakan diskus optikus, masalah visus
 Spinal meningioma : nyeri punggung, nyeri dada dan lengan
 Meningioma Intraorbital : penurunan visus, penonjolan bola mata
 Meningioma Intraventrikular : perubahan mental, sakit kepala, pusing

2.7. Pemeriksaan Radiologi

Umumnya pada banyak pasien, tidak ditemukan kelainan pada


pemeriksaan radiografi. Foto polos kepala dapat memberikan gambaran
kalsifikasi karena ada meningioma pada dasar tulang kepala dengan bentuk yang
konveks. Meningioma dapat mengakibatkan reaktif hiperostosis yang tidak
berhubungan dengan ukuran tumor. Osteolisis jarang mengakibatkan meningioma
yang jinak dan maligna.

Pemeriksaan foto polos kepala sebagai penunjang penyakit meningioma


masih memiliki derajat kepercayaan yang tinggi. Gambaran yang sering terlihat
plak yang hiperostosis, dan bentuk sphenoid , dan pterion.

Kalsifikasi tanpa adanya tumor pada foto polos kepala dapat menunjukkan
hasil false-negatif pada meningioma. Banyak pasien dengan meningioma otak
dapat ditegakkan secara langsung dengan menggunakan CT atau MRI.
a. Foto polos Otak
Hiperostosis adalah salah satu gambaran mayor dari meningioma pada
foto polos. Foto polos diindikasikan untuk tumor pada meninx. Tampak erosi
tulang dan dekstruksi sinus sphenoidales, kalsifikasi dan lesi litik pada tulang
tengkorak. Pembesaran pembuluh darah meninx menggambarkan dilatasi arteri

7
meninx yang mensuplai darah ke tumor. Kalsifikasi terdapat pada 20-25% kasus
dapat bersifat fokal maupun difus.9

b. Computed Tomography (CT scan)


CT-scan kontras dan CT-scan tanpa kontras memperlihatkan paling banyak
meningioma. Tampak gambaran isodens hingga hiperdens pada foto sebelum
kontras, dan gambaran peningkatan densitas yang homogen pada foto kontras.
Tumor juga memberikan gambaran komponen kistik dan kalsifikasi pada
beberapa kasus. Edema peritumoral dapat terlihat dengan jelas. Perdarahan dan
cairan intratumoral sampai akumulasi cairan dapat terlihat.9
CT-scan memiliki kelebihan untuk menggambarkan meningioma. Invasi
sepanjang dura serebri sering muncul akibat provokasi dari respon osteoblas, yang
menyebabkan hiperostosis.8 Gambaran CT-scan paling baik untuk menunjukkan
kalsifikasi dari meningioma; dapat dilihat pada gambar-gambar berikut. Penelitian
histologi membuktikan bahwa proses kalsifikasi > 45% adalah meningioma.

Gambar 1.
Meningioma otak. CT-scan nonkontras menunjukkan meningioma fossa
media. Massa kalsifikasi melekat pada anterior tulang petrous kanan. Terlihat
kalsifikasi berbentuk cincin dan punctata. Tidak terlihat adanya edema.

8
Gambar 2.
Dua kasus berbeda. A, B. CT-scan menunjukkan kalsifikasi meningioma
dari lobus parietal. C, D. CT-scan nonkontras potongan axial menunjukkan massa
kalsifikasi yang homogen melekat pada tulang parietal kanan. Jaringan lunak
tumor banyak terlihat pada bagian posterior. Penyebab kalsifikasi minor lain pada
hemisfer serebri kiri disebabkan oleh penyakit parasit. Gambaran MRI potongan
coronal T2 menunjukkan deposit kalsium (seperti bintang) yang dikelilingi
jaringan solid. Pada kasus ini tidak terlihat edema.

CT-scan efektif menunjukkan hiperostosis, destruksi tulang, erosi pada


perlekatan dura. Hiperostosis sering terlihat 15-20% pada pasien. Lihat gambar
berikut.

Gambar 3.
Meningioma otak. Gambaran CT-Scan tanpa zat kontras menunjukkan
sebuah meningioma maligna di lobus frontal yang muncul seperti massa dengan
densitas tinggi. Kavitas kistik bisa berupa nekrosis tumor, perdarahan yang lama,
degenaratif kistik atau CSF yang terjebak. Edema dan pergeseran Midline ke
bagian kiri anterior juga dapat terlihat.

9
Gambar 4.
Meningioma otak. CT-Scan tanpa kontras menunjukkan meningioma
maligna di lobus frontal. Dapat terlihat peningkatan densitas dan massa yang
homogen dan perselubungan yang berbentuk cincin.

Gambar 5.
Meningioma otak. Meningioma maligna pada lobus frontal. CT-scan pada
frontal internal cerebri dan gambaran diploik menunjukkan erosi dan infiltrasi
tulang.
CT-scan dapat menunjukkan perdarahan tumor akut dan pelebaran
pembuluh darah pada kalvarium.
Massa yang homogen dengan densitas yang sama mengelilingi otak dapat
25-33% adalah meningioma. Densitas meningioma lebih tinggi dibanding otak.
Meningioma dapat menimbulkan edema yang luas, nekrosis dan jarang terjadi
perdarahan. Edema tidak terjadi pada 50% pasien karena pertumbuhan yang
lambat, tetapi dapat meluas. Edema lebih dominan terjadi di lapisan white matter,
dan mengakibatkan penurunan densitas. Lihat gambar berikut.

10
Gambar 6.
Meningioma otak. CT-scan non kontras menunjukkan isodensitas sphenoid-wing
meningioma. Fissura Sylvii kiri kolaps sebagian.

Gambar 7.
Meningioma Otak. CT-scan menunjukkan meningioma isodensitas
spenoid. Massa meningioma terlihat setelah diberi injeksi zat kontras secara
intravena.

Zat kontras pada CT-Scan akan menunjukkan tumor dengan densitas


sedang sampai kuat; dapat dilihat pada gambar-gambar dibawah.

11
Gambar 8.
Meningioma Otak. Meningioma pada lobus parietal. CT-scan dengan
kontras menunjukkan lingkaran, peningkatan desitas, dan massa unilobus.
Perlekatan massa pada bagian dura serebral, sehingga adanya terlihat edema yang
jelas pada otak.

Gambar 9.
Meningioma otak. Meningioma lobus parietal. Injeksi pada arteri
meningeal media menunjukkan adanya perkumpulan tumor. Vaskularisasi yang
meningkat dapat di lihat di posterior dari massa. Vena drainase tidak terlihat.

Periperal kistik dapat mengakibatkan cairan serebrospinal terperangkap


yang dapat dilihat pada gambaran berikut.

Gambar 10.
Meningioma otak. Tentorium posterior meningioma dengan potongan
coronal pada CT-scan dengan zat kontras. Terdapat massa yang berbatas tegas
dengan peningkatan densitas di sepanjang tentorium. Penumpukan cairan
serebrospinal, edema subtle, hemodensitas, dan dilatasi ventrikel.

12
Komponen-kompenen kistik pada meningioma dapat terlihat di dalam
tumor atau antara tumor dengan jaringan otak, oleh karena itu disebut CSF yang
terjebak.

c. Magnetic Resonance Imaging (MRI)


MRI merupakan pencitraan yang sangat baik digunakan untuk
mengevaluasi meningioma. MRI memperlihatkan lesi berupa massa, dengan
gejala tergantung pada lokasi tumor berada.9 Kelebihan MRI dalam memberikan
gambaran meningioma adalah resolusi 3 dimensi. Kemampuan MRI untuk
membedakan tipe dari jaringan ikat, kemampuan multiplanar, dan rekonstruksi
3D. Dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 11.
Meningioma Parasagital. A. MRI nonkontras potongan sagital T1
menunjukkan massa dural yang padat dengan invasi dan kompresi terhadap
korteks parietal. B. MRI dengan zat kontras potongan sagittal T1 menunujukkan
perlekatan sebagian tumor. C. Potongan Koronal T2 menunjukkan massa padat
yang menunjukkan jaringan padat. Gambaran ini menunjukkan meningioma
fibroblastik. D. MRI potongan axial T1 dengan zat kontras menujukkan
hiperintensitas yanr terletak di sumsum tulang.

Gambar 12.

13
A. Nonkontras angio-MRI lateral menunjukkan oklusi sinus sagital
ssuperior akibat invasi oleh meningioma. B. MRI rekonstruksi menunjukkan
obstruksi vena-venas sagital dan memperlihatkan tumor dalam 3D.
MRI dapat memperlihatkan vaskularisasi tumor, pembesaran arteri, dan
invasi sinus venos, dan hubungan antara tumor dengan dengan sekeliilingnya.
Kelebihan lain dapat melihat area juxtasellar dan fossa posterior dan kadang dapat
menunjukkan hubungan penyebaran penyakit melalui CSF. Kemampuan
multiplanar adalah kemampuan untuk memvisualisasikan kontak tumor dengan
meningen, kapsul tumor, dan kontras pada meningeal dapat memperjelas
tumor.11,12,13 Dapat dilihat pada gambar berikut.

Gambar 13.
Meningioma otak. MRI nonkontras menunjukkan meningioma parasagital.
Gambaran homogen menunjukkan massa yang bulat dengan kapsul tipis. Tumor
terletak pada dura sagitalis kiri. Massa tampak mendorong trigonum ventrikel.

Gambar 14.
Meningioma otak. MRI nonkontras potongan axial menunjukkan paarasagital
meningioma. Gambar T1 menunjukkan homogenitas, panjang T1 dan massa

14
dilapisi kapsul. Tumor melekat pada falx serebri bagian kiri. Massa terlihat di
sepanjang girus serebri.

Gambar 15.
Meningioma multiple: A. Sagittal T1 menunjukkan fossa posterior dan
meningioma parietal. B Gadolinium pada Sagittal T1 menunjukkan pengkontrasan
massa. C. T2 coronal menunjukkan penampilan intensitas rendah dari massa
posterior setelah embolisasi endovaskular.

Gambar 16.
Maligna dan multiple meningioma. Seorang lelaki kulit putih, 47 tahun
dibedah dengan Gamma Knife karena meningioma conveks, diikuti dengan
pembedahan mikro untuk mengangkat tumor pada tahun 2001. A, B. 4 tahun yang
lalu -Desember 2005- MRI menunjukkan sebuah massa sisa di paretal dan
occipital. Sinus sigmoid kiri tersumbat. C, D. Sebuah meningioma kecil pada
frontal kanan juga dioperasi radiologi pada waktu yang sama. Edema dan
peningkatan intensitas setelah injeksi gadolinium.
d. Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi dapat memberikan gambaran lokasi dari intratumoral
hemorrhage, perubahan kista yang terdapat di bagian dalam dan luar massa tumor,

15
kalsifikasi, invasi parenkim oleh meningioma maligna, dan massa lobus atau multi
lobules yang hanya dapat digambarkan dengan ultrasonografi.

e. Angiografi
Umumnya meningioma merupakan tumor vascular. Dan dapat
menimbulkan gambaran “spoke wheel appearance”. Selanjutnya arteri dan kapiler
memperlihatkan gambaran vascular yang homogen dan prominen yang disebut
dengan mother and law phenomenon.10
Magnetic resonance angiography (MRA) merupakan pemeriksaan
penunjang yang berkembang dari ilmu angiografi klasik, yang belakangan ini
merupakan alat diagnostik yang kuat untuk mengetahui embolisasi dan
perencanaan untuk operasi. Agiografi masih bisa digunakan jika terjadi embolisasi
akibat tumor.
Meningioma mendapat asupan makanan oleh meningeal branches dari
arteri carotid internal dan external. Basal meningiomas pada anterior dan fossa
cranial media dan meningioma pada tulang sphenoid umumnya mendapat
vaskularisasi dari arteri carotid interna. Meningioma supratentorial
divaskularisasikan dari arteri carotid interna dan eksternal.

Angiografi dapat menunjukkan peta distribusi arterial yang berguna untuk


persiapan preoperasi embolisasi. Lihat gambar berikut.

Gambar 17.
Meningioma Otak. Parasellar meningioma. Angiograpi proyeksi lateral
dari arteri carotid menunjukkan mutipel tumor yang opak dengan dikelilingi
pembuluh darah. Terlihat carotid supraclinoid sirkumferensial.
2.8. Penatalaksanaan

16
Penatalaksanaan meningioma tergantung dari lokasi dan ukuran tumor itu
sendiri. Terapi meningioma masih menempatkan reseksi operatif sebagai pilihan
pertama. Beberapa faktor yang mempengaruhi operasi removal massa tumor ini
antara lain lokasi tumor, ukuran dan konsistensi, vaskularisasi dan pengaruh
terhadap sel saraf, dan pada kasus rekurensi, riwayat operasi sebelumnya dan atau
radioterapi. Lebih jauh lagi, rencana operasi dan tujuannya berubah berdasarkan
faktor resiko, pola, dan rekurensi tumor. Tindakan operasi tidak hanya
mengangkat seluruh tumor tetapi juga termasuk dura, jaringan lunak, dan tulang
untuk menurunkan kejadian rekurensi.12

Rencana preoperatif
Pada pasien dengan meningioma supratentorial, pemberian antikonvulsan
dapat segera diberikan, deksametason diberikan dan dilindungi pemberian H2
antagonis beberapa hari sebelum operasi dilaksanakan. Pemberian antibiotik
perioperatif digunakan sebagai profilaksis pada semua pasien untuk organisme
stafilokokkus, dan pemberian cephalosporin generasi III yang memiliki aktifitas
terhadap organisem pseudomonas, serta pemberian metronidazol (untuk
organisme anaerob) ditambahkan apabila operasi direncanakan dengan
pendekatan melalui mulut, sinus paranasal, telinga, atau mastoid.12

Klasifikasi Simptom dari ukuran reseksi pada meningioma intracranial12 :


 Grade I : Reseksi total tumor, perlekatan dural dan tulang abnormal
 Grade II : Reseksi total tumor, koagulasi dari perlekatan dura
 Grade III : Reseksi total tumor, tanpa reseksi atau koagulasi dari perlekatan
dura atau mungkin perluasan ekstradural (misalnya sinus yang terserang atau
tulang yang hiperostotik)
 Grade IV : Reseksi parsial tumor
 Grade V : Dekompresi sederhana (biopsi)

2.9. Radioterapi
Penggunaan external beam irradiation pada meningioma semakin banyak
dipakai untuk terapi. External beam irradiation dengan 4500-6000 cGy
dilaporkan efektif untuk melanjutkan terapi operasi meningioma reseksi subtotal,
kasus-kasus rekurensi baik yang didahului dengan operasi sebelumnya ataupun
tidak. Pada kasus meningioma yang tidak dapat dioperasi karena lokasi yang sulit,

17
keadaan pasien yang buruk, atau pada pasien yang menolak dilakukan operasi,
external beam irradiation masih belum menunjukkan keefektifitasannya. Teori
terakhir menyatakan terapi external beam irradiation tampaknya akan efektif pada
kasus meningioma yang agresif (atypical, maligna), tetapi informasi yang
mendukung teori ini belum banyak dikemukakan.
Efektifitas dosis yang lebih tinggi dari radioterapi harus dengan
pertimbangan komplikasi yang ditimbulkan terutama pada meningioma. Saraf
optikus sangat rentan mengalami kerusakan akibat radioterapi. Komplikasi lain
yang dapat ditimbulkan berupa insufisiensi pituitari ataupun nekrosis akibat
radioterapi.

Radiasi Stereotaktik
Terapi radiasi tumor menggunakan stereotaktik pertama kali diperkenalkan
pada tahun 1960an menggunakan alat Harvard proton beam. Setelah itu
penggunaan stereotaktik radioterapi ini semakin banyak dilakukan untuk
meningioma. Sumber energi yang digunakan didapat melalui teknik yang
bervariasi, yang paling sering digunakan adalah sinar foton yang berasal dari Co
gamma (gamma knife) atau linear accelerators (LINAC) dan partikel berat
(proton, ion helium) dari cyclotrons. Semua teknik radioterapi dengan stereotaktik
ini dapat mengurangi komplikasi, terutama pada lesi dengan diameter kurang dari
2,5 cm 12. Steiner dan koleganya menganalisa pasien meningioma yang diterapi
dengan gamma knife dan diobservasi selama 5 tahun. Mereka menemukan sekitar
88% pertumbuhan tumor ternyata dapat dikontrol. Kondziolka dan kawan-kawan
memperhitungkan pengontrolan pertumbuhan tumor dalam 2 tahun pada 96 %
kasus. Baru-baru ini peneliti yang sama melakukan studi dengan sampel 99 pasien
yang diikuti selama 5 hingga 10 tahun dan didapatkan pengontrolan pertumbuhan
tumor sekitar 93 % kasus dengan 61 % massa tumor mengecil. Kejadian defisit
neurologis baru pada pasien yang diterapi dengan stereotaktik tersebut
kejadiannya sekitar 5 %.12

Kemoterapi
Modalitas kemoterapi dengan regimen antineoplasma masih belum banyak
diketahui efikasinya untuk terapi meningioma jinak maupun maligna. Kemoterapi
sebagai terapi ajuvan untuk rekuren meningioma atipikal atau jinak baru sedikit
sekali diaplikasikan pada pasien, tetapi terapi menggunakan regimen kemoterapi

18
(baik intravena atau intraarterial cis-platinum, decarbazine (DTIC) dan
adriamycin) menunjukkan hasil yang kurang memuaskan (DeMonte dan Yung),
walaupun regimen tersebut efektifitasnya sangat baik pada tumor jaringan lunak.
Laporan dari Chamberlin pemberian terapi kombinasi menggunakan cyclophos-
phamide, adriamycin, dan vincristine dapat memperbaiki angka harapan hidup
dengan rata-rata sekitar 5,3 tahun. Pemberian obat kemoterapi lain seperti
hydroxyurea sedang dalam penelitian. Pertumbuhan sel pada meningioma
dihambat pada fase S dari siklus sel dan menginduksi apoptosis dari beberapa sel
dengan pemberian hydroxyurea. Dan dilaporkan pada satu kasus pemberian
hydroxyurea ini memberikan efek pada pasien-pasien dengan rekurensi dan
meningioma yang tidak dapat direseksi. Pemberian Alfainterferon dilaporkan
dapat memperpanjang waktu terjadinya rekurensi pada kasus meningioma yang
agresif. Dilaporkan juga terapi ini kurang menimbulkon toksisitas dibanding
pemberian dengan kemoterapi.12
Pemberian hormon antogonis mitogen telah juga dilakukan pada kasus
dengan meningioma. Preparat yang dipakai biasanya tamoxifen (anti estrogen)
dan mifepristone (anti progesteron). Tamoxifen (40 mg/m2 2 kali/hari selama 4
hari dan dilanjutkan 10 mg 2 kali/hari) telah digunakan oleh kelompok onkolologi
Southwest pada 19 pasien dengan meningioma yang sulit dilakukan reseksi dan
refrakter. Terdapat pertumbuhan tumor pada 10 pasien, stabilisasi sementara
pertumbuhan tumor pada 6 pasien, dan respon minimal atau parsial pada tiga
pasien.12

Pada dua studi terpisah dilakukan pemberian mifepristone (RU486) 200mg


perhari selama 2 hingga 31 bulan. Pada studi yang pertama didapatkan 5 dari 14
pasien menunjukkan perbaikan secara objektif yaitu sedikit pengurangan massa
tumor pada empat pasien dan satu pasien gangguan lapang pandangnya membaik
walaupun tidak terdapat pengurangan massa tumor; terdapat pertumbuhan ulang
pada salah satu pasien tersebut. Pada studi yang kedua dari kelompok Netherlands
dengan jumlah pasien 10 orang menunjukkan pertumbuhan tumor berlanjut pada
empat pasien, stabil pada tiga pasien, dan pengurangan ukuran yang minimal pada
tiga pasien. Tiga jenis obat tersebut sedang dilakukan penelitian dengan jumlah

19
sampel yang lebih besar pada meningioma tetapi sampai sekarang belum ada
terapi yang menjadi prosedur tetap untuk terapi pada tumor ini.12

2.10. Prognosis
Pada umumnya prognosa meningioma adalah baik, karena pengangkatan
tumor yang sempurna akan memberikan penyembuhan yang permanen. Pada
orang dewasa survivalnya relatif lebih tinggi dibandingkan pada anak-anak,
dilaporkan survival rate lima tahun adalah 75%. Pada anak-anak lebih agresif,
perubahan menjadi keganasan lebih besar dan tumor dapat menjadi sangat besar.
Pada penyelidikan pengarang-pengarang barat lebih dari 10% meningioma akan
mengalami keganasan dan kekambuhannya tinggi.13
Sejak 18 tahun meningioma dipandang sebagai tumor jinak, dan bila
letaknya mudah dapat diangkat seluruhnya. Degenerasi keganasan tampak bila
ada invasi dan kerusakan tulang tumor tidak berkapsul pada saat operasi invasi
pada jaringan otak. Angka kematian (mortalitas) meningioma sebelum operasi
jarang dilaporkan, dengan kemajuan teknik dan pengalaman operasi para ahli
bedah maka angka kematian post operasi makin kecil. Diperkirakan angka
kematian post operasi selama lima tahun (1942–1946) adalah 7,9% dan (1957–
1966) adalah 8,5%. Sebab-sebab kematian menurut laporan-laporan yang
terdahulu yaitu perdarahan dan edema otak.13

DAFTAR PUSTAKA

1. Perry A, Wesseling P (2016) Histologic classification of gliomas. Handbook Clin Neurol 134:71–
95. doi:10.1016/B978-0-12- 802997-8.00005-0

20

Anda mungkin juga menyukai