EMPYEMA SUBDURAL
Disusun Oleh:
Dahniar Rizki Fahriani G99152044
Gladys Octavia G99152040
Justinus Kurniabudhi N. G99162001
Katherine Gowary S. G99152032
Lutfir Rahman G99162087
Putu Putri Andiyani Dewi G99161013
Yosa Angga G99162082
A. Definisi
Empyema subdural merupakan infeksi loculated yang terbentuk pada
rongga antara duramater dan arakhnoid. Empyema dapat timbul intrakranial
atau pada kanalis spinalis. Empyema subdural intrakranial sering merupakan
komplikasi dari sinusitis, atau yang jarang terjadi, yaitu akibat otitis dan
prosedur bedah saraf. Empyema subdural spinal jarang terjadi dan biasanya
akibat dari infeksi hematogen atau penyebaran infeksi oleh osteomyelitis
(Greenlee JE, 2003).
B. Epidemiologi
Empyema subdural adalah kasus yang lebih jarang terjadi
dibandingkan dengan abses serebri dengan perbandingan abses : empyema
sebesar 5:1. Sedangkan perbandingan antara pria dan wanita adalah 3:1.
Lokasi yang sering terjadi empyema subdural adalah pada konveks (70-80%)
dan parafalcine (10-20%).
C. Etiologi
Empyema subdural sering disebabkan oleh monomicrobial, tetapi
infeksi polymicrobial juga sering ditemukan. Mikroorganisme yang
ditemukan pada kultur sinus paranasalis sering tidak sama dengan kultur pada
subdural. Schlossberg (2015) memaparkan beberapa patogen yang ditemukan
menyebabkan empyema subdural (Tabel 1).
Tabel 1. Patogen pada Empyema Subdural
Mikroorganisme Frekuensi
Aerobic streptococci 32%
Anaerobic streptococci 16%
Staphylococcus aureus 11%
Coagulase-negative staphylococci 5%
Aerobic gram-negative bacilli 8%
Anaerobes 5%
No organism isolated 34%
D. Patofisiologi
Empyema subdural adalah infeksi terutama pada intrakranial yang
terletak antara duramater dan arachnoidmater. Ini memiliki kecenderungan
untuk menyebar cepat di ruang subdural sampai suatu lokasi yang dibatasi
oleh batas-batas tertentu (misalnya, falx cerebri, cerebelli tentorium, dasar
otak, foramen magnum). Ruang subdural tidak memiliki sekat kecuali di
daerah-daerah di mana arachnoid granulations melekat pada duramater.
Subdural empiema biasanya hanya terjadi pada satu lokasi atau unilateral
(Dawodu, 2015).
E. Diagnosis
Pasien dengan empiema subdural bisa hadir dengan salah satu gejala
berikut:
Demam - suhu di atas 38C (100.5F)
Sakit kepala - awalnya fokal dan umum kemudian
Riwayat penyakit (< 2 mgg): sinusitis, otitis media, mastoiditis,
meningitis,trauma kranial atau pembedahan, pembedahan sinus, atau
infeksi pulmonal
Kebingungan, mengantuk, pingsan, atau koma
Hemiparesis atau hemiplegia
Seizure - Fokal atau keseluruhan
Nausea atau muntah
Penglihatan ganda (amblyopia)
Kesulitan berbicara (dysphasia)
Riwayat intracerebral abscess (recent or in the past)
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium darah
Hitung darah lengkap mungkin menunjukkan leukocytosis
Erythrocyte sedimentation rate (ESR) mungkin meningkat
Darah harus dikultur untuk mengetahui aerobik atau anaerobik
Prabedah tes harus mencakup electrolytes, BUN, liver function tests,
dan hitung darah lengkap jika intervensi bedah diperlukan
2. Gambaran radiologis
G. Diagnosis Banding
Beberapa diagnosis banding dari empyema subdural adalah sebagai
berikut:
Acute Stroke Management Haemophilus Meningitis
Aphasia Herpes Simplex Encephalitis
Benign Positional Vertigo Intracranial Epidural Abscess
Benign Skull Tumors Intracranial Hemorrhage
Cavernous Sinus Syndromes LeptomeningealCarcinomatosis
Cerebral Aneurysms PseudotumorCerebri
Cluster Headache Subdural Hematoma
Complex Partial Seizures (Dawodu, 2015)
Febrile Seizures
H. Tatalaksana
Empyema subdural merupakan penyakit infeksi yang membutuhkan
operasi segera. Prinsip tata laksana untuk empyema subdural adalah:
1. Tata laksana adekuat pada sumber infeksi penyebab empyema subdural.
2. Drainase pus, baik dengan burr-hole maupun dengan kraniotomi atau
kraniektomi jika dibutuhkan. Lalu diletakkan kateter pada rongga
subdural agar drainase dapat terus berlangsung setelah operasi selesai
dilakukan.
3. Identifikasi mikroorganisme penyabab infeksi.
4. Tata laksana antibiotik adekuat yang sesuai dengan mikroorganisme
penyebab infeksi. Jika bakteri penyebab belum diketahui, pada pasien
dapat diberikan penisilin dan generasi ketiga sefalosporin. Pemberian
metronidazole dilakukan bila dicurigai adanya infeksi bakteri anaerob.
Pemberian antibiotik pasca operasi biasanya berlangsung selama 4-6
minggu.
I. Komplikasi
Seizure (kejang)
Thrombosis sinus kavernosus dari thrombosis septik pembuluh darah
otak yang berdekatan.
Peningkatan tekanan intracranial
Hydrocephalus dari dekompresi cerebrum sehingga terjadi gangguan
aliran cairan serebrosinal.
Edema serebri dari dekompresi cerebrum sehingga terjadi gangguan
aliran darah otak.
Infark serebri
Osteomyelitis kranial, terutama di tulang tengkorak yang berdekatan
Defisit neurologis residual (misalnya, hemiparesis, aphasia)
J. Prognosis
Prognosis empyema subdural tergantung kepada seberapa cepat
tatalaksana emergensi dilakukan dan seberapa berat empyema subdural yang
terjadi. Pada 55% pasien yang dipulangkan setelah perawatan dari rumah
sakit didapatkan defisit neurologis. Sekitar 34% pasien ditemukan kejang
yang menetap. Diikuti dengan hemiparese yang menetap pada 17% pasien.
Sedangkan angka kematian mencapai 10% yang didapatkan pada pasien yang
telah terjadi infark.
DAFTAR PUSTAKA