Anda di halaman 1dari 9

REFERAT

EMPYEMA SUBDURAL

Disusun Oleh:
Dahniar Rizki Fahriani G99152044
Gladys Octavia G99152040
Justinus Kurniabudhi N. G99162001
Katherine Gowary S. G99152032
Lutfir Rahman G99162087
Putu Putri Andiyani Dewi G99161013
Yosa Angga G99162082

Periode 29 Mei 4 Juni 2017

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH SARAF


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2017
BAB I
PENDAHULUAN

Empyema subdural merupakan salah satu kegawatdaruratan di bidang


bedah saraf yang membutuhkan diagnosis dan penanganan segera supaya fungsi
neurologis tidak terganggu. Lesi ini berkembang secara cepat sehingga
menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial yang dapat menyebabkan
terjadinya koma hingga kematian jika dalam 24 - 48 jam tidak tertangani.
Empyema subdural seringnya terjadi akibat komplikasi dari sinusitis bakterial
(Bruner et.al., 2012).
Empyema subdural akibat sinusitis sering berkaitan dengan sinus frontalis,
dan lokasi terjadinya empyema subdural biasanya pada lobus frontalis. Penyebab
lain dari empyema subdural antara lain meningitis, otitis media, adanya riwayat
trauma kepala, infeksi pada hematom subdural yang sudah ada, atau prosedur
bedah saraf. Empyema subdural sering dialami oleh pria dan terjadi pada dekade
kedua kehidupan (Dawodu, 2015).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Empyema subdural merupakan infeksi loculated yang terbentuk pada
rongga antara duramater dan arakhnoid. Empyema dapat timbul intrakranial
atau pada kanalis spinalis. Empyema subdural intrakranial sering merupakan
komplikasi dari sinusitis, atau yang jarang terjadi, yaitu akibat otitis dan
prosedur bedah saraf. Empyema subdural spinal jarang terjadi dan biasanya
akibat dari infeksi hematogen atau penyebaran infeksi oleh osteomyelitis
(Greenlee JE, 2003).

B. Epidemiologi
Empyema subdural adalah kasus yang lebih jarang terjadi
dibandingkan dengan abses serebri dengan perbandingan abses : empyema
sebesar 5:1. Sedangkan perbandingan antara pria dan wanita adalah 3:1.
Lokasi yang sering terjadi empyema subdural adalah pada konveks (70-80%)
dan parafalcine (10-20%).

C. Etiologi
Empyema subdural sering disebabkan oleh monomicrobial, tetapi
infeksi polymicrobial juga sering ditemukan. Mikroorganisme yang
ditemukan pada kultur sinus paranasalis sering tidak sama dengan kultur pada
subdural. Schlossberg (2015) memaparkan beberapa patogen yang ditemukan
menyebabkan empyema subdural (Tabel 1).
Tabel 1. Patogen pada Empyema Subdural
Mikroorganisme Frekuensi
Aerobic streptococci 32%
Anaerobic streptococci 16%
Staphylococcus aureus 11%
Coagulase-negative staphylococci 5%
Aerobic gram-negative bacilli 8%
Anaerobes 5%
No organism isolated 34%

D. Patofisiologi
Empyema subdural adalah infeksi terutama pada intrakranial yang
terletak antara duramater dan arachnoidmater. Ini memiliki kecenderungan
untuk menyebar cepat di ruang subdural sampai suatu lokasi yang dibatasi
oleh batas-batas tertentu (misalnya, falx cerebri, cerebelli tentorium, dasar
otak, foramen magnum). Ruang subdural tidak memiliki sekat kecuali di
daerah-daerah di mana arachnoid granulations melekat pada duramater.
Subdural empiema biasanya hanya terjadi pada satu lokasi atau unilateral
(Dawodu, 2015).

Gambar 1. Anatomi lapisan meningea kranium


Empiema subdural memiliki kecenderungan untuk bereaksi seperti
lesi massa yang berkembang disertai dengan peningkatan tekanan intrakranial
dan penetrasi intraparenkim serebral. Edema serebral dan hidrosefalus juga
mungkin ada karena adanya gangguan aliran darah atau aliran cairan
serebrospinal (CSF) yang disebabkan oleh peningkatan tekanan intrakranial.
Infark serebri mungkin didapatkan dari trombosis vena kortikal atau sinus
cavernous atau dari sepsis vena trombosis vena yang berdekatan di daerah
empiema subdural (Dawodu, 2015).
Infeksi biasanya masuk melalui sinus frontal atau ethmoid; jarang
terjadi yaitu jika masuk melalui telinga tengah, sel-sel mastoid atau sinus
sphenoidalis. Hal ini sering terjadi dalam waktu 2 minggu episode sinusitis,
dengan infeksi menyebar intrakranial melalui tromboflebitis di sinus vena.
Infeksi juga dapat meluas secara langsung melalui tempurung kepala dan
duramater dari erosi pada dinding posterior sinus frontalis atau tulang
mastoid. Perluasan langsung juga bisa dari abses intraserebral. Jarang terjadi,
infeksi menyebar secara hematogen dari fokus infeksi yang jauh, paling
sering dari paru atau sebagai komplikasi dari trauma, pembedahan atau
septikemia. Sinus sphenoidalis juga bisa menjadi sumber infeksi (Dawodu,
2015).

E. Diagnosis
Pasien dengan empiema subdural bisa hadir dengan salah satu gejala
berikut:
Demam - suhu di atas 38C (100.5F)
Sakit kepala - awalnya fokal dan umum kemudian
Riwayat penyakit (< 2 mgg): sinusitis, otitis media, mastoiditis,
meningitis,trauma kranial atau pembedahan, pembedahan sinus, atau
infeksi pulmonal
Kebingungan, mengantuk, pingsan, atau koma
Hemiparesis atau hemiplegia
Seizure - Fokal atau keseluruhan
Nausea atau muntah
Penglihatan ganda (amblyopia)
Kesulitan berbicara (dysphasia)
Riwayat intracerebral abscess (recent or in the past)

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium darah
Hitung darah lengkap mungkin menunjukkan leukocytosis
Erythrocyte sedimentation rate (ESR) mungkin meningkat
Darah harus dikultur untuk mengetahui aerobik atau anaerobik
Prabedah tes harus mencakup electrolytes, BUN, liver function tests,
dan hitung darah lengkap jika intervensi bedah diperlukan
2. Gambaran radiologis

Gambar 2. Scan MRI pada empyema sudural di area parietal sinistra

MRI Kranial adalah sekarang studi pencitraan pilihan, yang lebih


baik dari CT scan tengkorak dalam menguraikan luasnya empiema
subdural. MRI juga menunjukkan lebih rinci morfologi daripada CT scan.
Sensitivitas dari MRI ditingkatkan dengan menggunakan media kontras
gadolinium.
CT scan kranial adalah teknik standar untuk cepat diagnosis
sebelum munculnya MRI. Penggunaan resolusi tinggi, kontras
ditingkatkan CT scan meningkatkan hasil diagnostik, meskipun kadang-
kadang memberikan hasil equivocal atau normal. Pada CT scan, subdural
empiema menunjukkan sebagai hypodense area atas belahan atau
sepanjang falx; margin lebih baik digambarkan dengan infus bahan
kontras. Keterlibatan otak juga terlihat.

G. Diagnosis Banding
Beberapa diagnosis banding dari empyema subdural adalah sebagai
berikut:
Acute Stroke Management Haemophilus Meningitis
Aphasia Herpes Simplex Encephalitis
Benign Positional Vertigo Intracranial Epidural Abscess
Benign Skull Tumors Intracranial Hemorrhage
Cavernous Sinus Syndromes LeptomeningealCarcinomatosis
Cerebral Aneurysms PseudotumorCerebri
Cluster Headache Subdural Hematoma
Complex Partial Seizures (Dawodu, 2015)
Febrile Seizures

H. Tatalaksana
Empyema subdural merupakan penyakit infeksi yang membutuhkan
operasi segera. Prinsip tata laksana untuk empyema subdural adalah:
1. Tata laksana adekuat pada sumber infeksi penyebab empyema subdural.
2. Drainase pus, baik dengan burr-hole maupun dengan kraniotomi atau
kraniektomi jika dibutuhkan. Lalu diletakkan kateter pada rongga
subdural agar drainase dapat terus berlangsung setelah operasi selesai
dilakukan.
3. Identifikasi mikroorganisme penyabab infeksi.
4. Tata laksana antibiotik adekuat yang sesuai dengan mikroorganisme
penyebab infeksi. Jika bakteri penyebab belum diketahui, pada pasien
dapat diberikan penisilin dan generasi ketiga sefalosporin. Pemberian
metronidazole dilakukan bila dicurigai adanya infeksi bakteri anaerob.
Pemberian antibiotik pasca operasi biasanya berlangsung selama 4-6
minggu.

I. Komplikasi
Seizure (kejang)
Thrombosis sinus kavernosus dari thrombosis septik pembuluh darah
otak yang berdekatan.
Peningkatan tekanan intracranial
Hydrocephalus dari dekompresi cerebrum sehingga terjadi gangguan
aliran cairan serebrosinal.
Edema serebri dari dekompresi cerebrum sehingga terjadi gangguan
aliran darah otak.
Infark serebri
Osteomyelitis kranial, terutama di tulang tengkorak yang berdekatan
Defisit neurologis residual (misalnya, hemiparesis, aphasia)

J. Prognosis
Prognosis empyema subdural tergantung kepada seberapa cepat
tatalaksana emergensi dilakukan dan seberapa berat empyema subdural yang
terjadi. Pada 55% pasien yang dipulangkan setelah perawatan dari rumah
sakit didapatkan defisit neurologis. Sekitar 34% pasien ditemukan kejang
yang menetap. Diikuti dengan hemiparese yang menetap pada 17% pasien.
Sedangkan angka kematian mencapai 10% yang didapatkan pada pasien yang
telah terjadi infark.
DAFTAR PUSTAKA

Bruner DI, Littlejohn L, Pritchard A (2012). Subdural empyema presenting with


seizure, confusion, and focal weakness. West J Emerg Med, 13(6): 509-
511
Dawodu ST (2015). Subdural empyema. Diakses dari:
http://emedicine.medscape.com/article/1168415-overview#a5 pada 27
Mei 2017.
Greenlee JE (2003). Subdural empyema. Curr Treat Options Neurol, 5(1): 13-22
Schlossberg D (2015). Clinical infectious disease second edition. United
Kingdom: Cambridge University Press.

Anda mungkin juga menyukai