NEUROONKOLOGI
OLEH
dr. Ade Sofiyan
PEMBIMBING
dr. CAHYONO KAELAN, Ph.D, Sp.PA(K), Sp.S
1. Sebutkan Tumor Otak Primer dan Tumor Otak Sekunder (Brain
Tumor)
Tumor intrakranial adalah suatu lesi ekspansif yang bersifat jinak (benigna)
ataupun ganas (maligna), membentuk massa dalam ruang tengkorak kepala (intra cranial)
atau di sumsum tulang belakang (medulla spinalis). Neoplasma pada jaringan otak dan
selaputnya dapat berupa tumor primer maupun metastase. Apabila sel-sel tumor berasal
dari jaringan otak itu sendiri, disebut tumor intrakranial primer dan bila berasal dari
organ-organ lain (metastase) seperti ; kanker paru, payudara, prostate, ginjal dan lain-lain,
disebut tumor intrakranial sekunder.
Tumor otak primer adalah suatu kelompok tumor yang berasal dari sistem saraf
pusat (SSP) dengan prognosis dan manajemen yang berbeda-beda. Insidensi tumor SSP
tidak setinggi tumor lainnya, tetapi tumor SSP termasuk ke dalam 10 penyebab terbesar
kematian akibat keganasan sistemik. Hal ini disebabkan oleh gejala dan tanda dari tumor
otak yang bervariasi pada setiap individu sehingga seringkali didapatkan tumor dengan
ukuran yang sudah sangat besar saat terdiagnosis.
Tumor otak sekunder (tumor metastasis) merupakan salah satu komplikasi neurolo
gis pada keganasan sistemik. Metastasis otak menempati tumor intrakranial yang yang pal
ing sering melebihi tumor primer dengan angka kesintasan yang pendek. Angka kesintasa
n yang pendek disebabkan oleh keganasan sistemik yang progresif atau gangguan neurolo
gis yang tidak terkontrol. Tumor metastasis merupakan sel tumor yang lepas dari tumor
primer, menelusuri pembuluh limfe, pembuluh darah, kavitas tubuh mencapai lokasi yang
tidak berkaitan dengan tumor primer, kemudian tumbuh terus membentuk tumor berjenis
sama dengan tumor primer. Metastasis adalah ciri khas tumor ganas. Tumor otak ganas
yaitu tumor sel glial (glioma), meliputi glioma derajat rendah (astrositoma derajat I/II,
oligodendroglioma), glioma derajat tinggi (astrositoma anaplastik [derajat III],
glioblastoma [derajat IV], anaplastik oligodendroglioma). Selain itu, terdapat tumor otak
lainnya seperti meningioma, tumor hipofisis dan schwannoma.
Klasifikasi lesi primer susunan saraf pusat dilakukan berdasarkan derajat keganasan
(grading).
* WHO grade I: tumor dengan potensi proliferasi rendah, kurabilitas pasca
reseksi cukup baik.
* WHO grade II : tumor bersifat infiltratif , aktivitas mitosis rendah, namun
sering timbul rekurensi. Jenis tertentu cenderung untuk bersifat progresif ke
arah derajat keganasan yang lebih tinggi.
* WHO grade III : gambaran aktivitas mitosis jelas, kemampuan infiltrasi tinggi,
dan terdapat anapla- sia.
* WHO grade IV : mitosis aktif, cenderung nekrosis, pada umumnya
berhubungan dengan progresivitas penyakit yang cepat pada pre/post operasi
Klasifikasi tumor susunan saraf pusat menurut WHO (2007) berdasarkan tipe histologik:
Referensi :
1. Malueka G.R, Andriani R, et al. Buku Ajar neuroonkologi. PERDOSSI: 2019;
hal 36-76, 199-213
2. Komite Penanggulangan Kanker Nasional. PANDUAN
PENATALAKSANAAN TUMOR OTAK. Kementerian Kesehatan Republik Ind
onesia. Hal : 17-21)
Referensi :
Patchell, RA, Regine, WF, Ashton, P., Tibbs, PA, Wilson, D., Shappley, D. dan Young,
B., 2002. Percobaan fase I yang terus menerus diberikan bleomycin intratumoral yang
diinfuskan untuk pengobatan glioblastoma multiforme berulang . Jurnal neuro-
onkologi , 60 (1), hlm.37-42.
4. Apa yang saudara ketahui tentang low grade dan high grade glioma ?
Referensi :
1. Rahmawati D, Ardiansyah D, Malueka G.R. Buku Ajar neuroonkologi. PERD
OSSI: 2019; hal 77-114
2. Komite Penanggulangan Kanker Nasional. PANDUAN
PENATALAKSANAAN TUMOR OTAK. Kementerian Kesehatan Republik Ind
onesia. Hal : 17)
3. (Haberland, C. 2007. Tumors of The Central Nervous Systems. Clinical
Neuropathology Text and Color Atlas. Page 213-259. New York : Demos
Medical Publishing).
Aspek penting dari patogenesis glioma derajat tinggi adalah bahwa transformasi
keganasan dihasilkan dari akumulasi sekuensial dari perubahan genetik dan regulasi
abnormal pada faktor pertumbuhan.
Isocitrate dehydrogenase (IDH)
adalah enzim yang paling dikenal dari perannya dalam siklus Krebs, mengkatalisis
dekarboksilasi oksidatif isocitrate, menghasilkan alpha-ketoglutarate dan karbon
dioksida. Isoform IDH1 dan IDH2 masing-masing mengkode protein sitosol
dan mitokondria. Paling sering ditemukan pada glioblastoma sekunder , dengan insidensi
sekitar 60% hingga 80%, dan jauh lebih jarang ditemukan pada glioblastoma primer (pada
urutan 5% atau kurang). 15 Didalilkan bahwa, mengingat sifat mutasi IDH1 dan IDH2 di
mana-mana, perubahan metilasi DNApola dan akhirnya transkripsi gen dalam beberapa target
hilir, termasuk pemantauan hipoksia dan demetilasi histone , membentuk dasar dari mutasi
pendorong awal glioblastoma.
Dalam sitosol dan peroksisom, IDH1, yang dikodekan oleh gen IDH1 pada 2q33.3
mengkatalisasi dekarboksilasi oksidatif isocitrate (ICT) menjadi 2-ketoglutarate (2KG) (juga
disebut α-ketoglutarate) untuk menghasilkan NADPH dari NADP + dan reaksi sebaliknya
yaitu reduktif karboksilasi 2KG menjadi TIK yang mengoksidasi NADPH menjadi NADP
+. IDH2 dikodekan oleh gen IDH2 pada 15q26.1 mengkatalisasi reaksi reversibel yang sama
dalam mitokondria. Baik IDH1 dan 2 berfungsi sebagai homodimer dan memiliki tingkat
urutan dan kesamaan struktural yang tinggi di antara mereka. Kedua isoform diketahui
memainkan peran penting, melalui reaksi dekarboksilasi oksidatif ke depan, dalam
pertahanan seluler terhadap kerusakan oksidatif dan sintesis reduktif sebagai sumber NADPH
dan dalam mengatur fungsi enzim dioksigenase dengan memproduksi 2KG yang digunakan
oleh enzim ini sebagai cosubstrate. Reaksi karboksilasi reduktif terbalik mereka juga penting
dalam beberapa proses seluler, termasuk regulasi lipogenesis dan glikolisis, melalui sintesis
TIK yang pada gilirannya menghasilkan sitrat melalui enzim aconitase
EGFR (Epidermal Growth Factor Receptor )
adalah protein transmembran yang merupakan reseptor untuk komponen epidermal growth
factor family (EGF family) daro ligan protein extraseluler. EGFR merupakan reseptor ErbB
family, subfamily dari ke empat yang berhubungan dengan receptor tyrosine kinase : EGFR
(ErbB-1), HER2/neu (ErbB-2), (ErbB-3), dan HER4 (ErbB-4). Pada beberapa tipe kanker,
mutasi berdampak pada ekspresi EGFR atau aktifitas yang dapat menyebabkan kanker.
Epidermal growth factor dan reseptornya ditemukan oleh Stanley Cohen di Vanderbilt
University. Cohen mendapat hadiah nobel tahun 1986 dalam pengobatan bersama Rita Levi
Montalcini atas penemuan mereka terhadap growth factor. Kekurangan sinyal EGFR dan
tirosin kinase reseptor lainnya pada manusia berhubungan dengan beberapa penyakit seperti
Alzheimer, sementara over-expresi berhubungan dengan perkembangan varitas tumor yang
luas. Interupsi sinyal EGFR dengan menghambat EGFR binding site pada daerah
ekstreseluler dapat menginhibisi aktifitas tirosin kinase intraseluler, dapat mencegah
perkembangan EGFR expressing tumour dan meningkatkan kondisi pasien
MGMT (O (6) -Methylguanine-DNA-methyltransferase)
adalah O6-alkilguanine DNA alkyltransferase (dikenal dengan AGT, MGMT, atau AGAT) m
erupakan protein pada manusia yang dienkode oleh O8-methylguanine DNA methyltransferas
e (MGMT) gen. O8-methylguanine DNA methyltransferase (MGMT) sangat penting untuk s
tabilisasi gen. memperbaiki secara alami lesi gen mutagen DNA o 6. Metilguanin kembali ke g
uanine dan mencegah mismatch dan kesalahan selama replikasi DNA dan transkripsi. Pening
katan menurunnya MGMT dapat meningkatkan resiko karsinogenik pada tikus setelah terpap
ar agen alkylating. Dua isozim bakteri yaitu Ada dan Ogt.
Referensi :
Reitman, ZJ dan Yan, H., 2010. Isocitrate dehydrogenase 1 dan 2 mutasi pada kanker:
perubahan pada persimpangan metabolisme seluler. Jurnal Institut Kanker
Nasional , 102 (13), hlm.932-941.
Metastasis meninges atau metastasis leptomeningeal (ML) adalah suatu kondisi klinis
emergensi yang semakin sering dijumpai di bidang neuro-onkologi. Didefinisikan sebagai
penyebaran sel-sel tumor di sepanjang leptomeningen dan ruang subarachnoid. Tumor padat
yang paling sering menyebabkan meninges metastasis adalah kanker payudara, kanker paru,
melanoma, keganasan gastrointestinal dan unknown primary. Keganasan hematologik juga
sering dijumpai menginfiltrasi leptomeningen.
Mekanisme yang dapat mempengaruhi penyebaran tumor ke leptomeningen antara lain :
Secara hematogen, melalui pembuluh darah pada pleksus khoroideus dan arakhnoid,
dimana sel-sel tumor masuk ke dalam pembuluh darah menginvasi ke meningen dengan
menginfiltasi pembuluh darah arakhnoid dan pleksus khoroideus. Selanjutnya, sel-sel
tumor tersebut masuk ke ruangan subarakhnoid melalui invasi ke pleksus batson dan
perivenous yang menyebar dari sumsum tulang.
Penyebaran langsung menuju meningen dan CSS oleh sel-sel tumor yang bermetastasis
yang lokasinya berdekatan langsung dengan meningen. Pada kondisi ini, sel-sel kanker
dapat masuk ke dalam ruang subarakhnoid melalui penetrasi terhadap piamater atau
ependim atau berjalan di sepanjang ruangan perivaskular.
Migrasi perineural sel-sel tumor dari metastasis sistemik ke ruangan subaraknoid.
Mekanisme ini yang mendasari bagaimana tumor-tumor di daerah kepala dan leher dapat
menyebabkan ML.
Penyebaran ke meningen secara iatrogenik, yang terjadi selama tindakan bedah pada
kasus-kasus metastasis intrakranial. Penyebaran iatrogenik inii biasanya terjadi pada
kondisi-kondisi pasien yang menjalani tindakan bedah di daerah fossa posterior.
Referensi :
Diansari, Yunni. 2019. Metastasis Leptomeningeal. Buku Ajar Neuroonkologi Kelompok
Studi Neuro-onkologi Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Hal 263-265.
Temozolomide (Temodar) adalah agen alkilasi oral yang disetujui oleh FDA untuk
digunakan dalam pengobatan lini pertama glioblastoma multiforme serta untuk astrositoma
anaplastik berulang. Temodal atau dikenal dengan Temozolomide, merupakan obat golongan
alkylating agent yang telah diuji dalam beberapa uji klinis pada pasien dengan glioma tingkat
tinggi setelah prosedur bedah. Penelitian oleh Gilbert et al (2002) pada 57 pasien dengan
glioblastoma atau astrositoma anaplastik dengan menggunakan temozolomide sebanyak 4
siklus (5 hari dari 28 hari siklus) sebelum radiasi menunjukkan tingkat respons objektif
terhadap komponen kemoterapi sebesar 42% untuk glioblastoma dan 34% untuk astrositoma
anaplastik. Temozolomide adalah agen alkilasi oral, pertama kali dikembangkan pada awal
1980-an di Universitas Aston di Inggris. 3 Mekanisme tindakan yang diusulkan didasarkan
pada kemampuan metabolitnya untuk menyimpan gugus metil pada basis guanin
DNA. Setelah pemberian oral, temozolomide prodrug mudah diserap di usus kecil, dengan
penetrasi yang baik dari penghalang darah-otak karena ukurannya yang kecil (194 Da). Ini
kemudian mengalami konversi intraseluler spontan melalui hidrolisis menjadi zat
pengalkilasi kuat, MTIC. 4 MTIC memetilasi sejumlah nukleobase, yang paling penting, basa
guanin. Hal ini menghasilkan pembentukan torehan pada DNA, diikuti oleh apoptosis, karena
mekanisme perbaikan seluler tidak dapat menyesuaikan diri dengan basa yang dimetilasi.
Mekanisme kerja Temodal :
Kemoterapi bertujuan untuk menghambat tumor dan meningkatkan kualitas hidup pasien
semaksimal mungkin, Terapi ini biasa digunakan sebagai kombinasi dengan operasi
dan/atau radioterapi. Kemoterapi pada kasus tumor otak saat ini sudah banyak digunakan
karena dapat memperpanjang angka kesintasan pasien, terutama pada kasus astrositoma
derajat tinggi seperti pada Glioblastoma Multiforme (GBM). GBM merupakan tipe yang
bersifat kemoresisten, namun saat ini berkembang penelitian mengenai penggunaan
temozolomide dan nimotuzumab pada glioblastoma. Sebelum menggunakan agen-agen
tersebut, dapat dilakukan pemeriksaan epidermal growth factor receptor (EGFR) dan
methyl guanine methyl transferase (MGMT).
Referensi :
1. Aninditha, Tiara; Malueka Ghazali, Rusdy. 2019. Tinjauan Umum Tumor
Sistem Saraf Pusat. Buku Ajar Neuroonkologi Kelompok Studi Neuro-onkologi
Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. Hal 33.)
2. Wesolowski, JR, Rajdev, P. dan Mukherji, SK, 2010. Temozolomide (Temodar). Jurnal
Amerika neuroradiologi , 31 (8), hlm.1383-1384.
Lesi yang diukur maksimal 5 lesi dengan ukuran terbesar dan harus dapat diukur
kembali (reproducible measurement).
2. Lesi yang tidak dapat diukur (non-measureable lesions)
a. Lesi terlalu kecil
b. Lesi tidak menyangat kontras (hanya terlihat di T2/FLAIR)
c. Batas lesi tidak jelas saat pengukuran.
Skala penilaian neurologis telah banyak dikembangkan pada subspesialisasi neurologis
lainnya, diantaranya National Institues of Health Stroke Scale (NIHSS), dan lainnya.
Sementara skala pengukuran fungsi neurologis belum pernah dikembangkan secara
khusus untuk pasien dengan tumor otak. Berdasarkan hal ini, berbagai ahli internasional
dalam bidang neuro-onkologi mengembangkan Neurologic Assesment in Neuro-
Oncology (NANO).
NANO dapat menilai fungsi neurologis secara objektif dan praktis, sehingga dapat
digunakan oleh neurolog dan tenaga medis lainnya. NANO menilai 9 domain fungsi
neurologis berdasarkan klinis yang paling sering ditemui pada pasien dengan tumor otak.
Selain itu, NANO juga dapat memprediksi kesintasan pasien. NANO mampu
menghilangkan bias subjektif dalam evaluasi klinis, mampu mengevaluasi perubahan
klinis dan fungsi neurologis secara objektif pada pasien dengan glioma. Kelebihan
kriteria ini adalah hasil penilaian dapat dibandingkan dari waktu ke waktu untuk
menentukan status klinis pasien apakah stabil, perbaikan, atau perburukan.
Referensi :
Nayak, L., DeAngelis, L.M., Brandes, A.A., Peereboom, D.M., Galanis, E., Lin, N.U.,
Soffietti, R., Macdonald, D.R., Chamberlain, M., Perry, J. and Jaeckle, K., 2017. The
Neurologic Assessment in Neuro-Oncology (NANO) scale: a tool to assess neurologic
function for integration into the Response Assessment in Neuro-Oncology (RANO)
criteria. Neuro-oncology, 19(5), pp.625-635.