OLEH:
Amirullah Abdi C111 13 067
Teresia Avilla Nipa C111 13 079
M. Jordha Heryndra C111 13 325
PEMBIMBING:
dr. Susilo
Telah menyelesaikan tugas referat dalam rangka kepaniteraan klinik pada Departemen
Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Mengertahui
Residen Pembimbing
dr. Susilo
Supervisor
I. DEFINISI
HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah sejenis virus yang menyerang
sistem kekebalan tubuh manusia dan dapat menimbulkan AIDS. HIV menyerang
salah satu jenis dari sel-sel darah putih yang bertugas menangkal infeksi. Sel darah
putih tersebut terutama limfosit yang memiliki CD4 sebagai sebuah marker atau
penanda yang berada di permukaan sel limfosit. Karena berkurangnya nilai CD4
dalam tubuh manusia menunjukkan berkurangnya sel-sel darah putih atau limfosit
yang seharusnya berperan dalam mengatasi infeksi yang masuk ke tubuh manusia.
Pada orang dengan sistem kekebalan yang baik, nilai CD4 berkisar antara 1400-1500.2
Sedangkan pada orang dengan sistem kekebalan yang terganggu (misal pada
orang yang terinfeksi HIV) nilai CD4 semakin lama akan semakin menurun (bahkan
pada beberapa kasus bisa sampai nol) Virus HIV diklasifikasikan ke dalam golongan
lentivirus atau retroviridae. Virus ini secara material genetik adalah virus RNA yang
tergantung pada enzim reverse transcriptase untuk dapat menginfeksi sel mamalia,
termasuk manusia, dan menimbulkan kelainan patologi secara lambat. Virus ini terdiri
dari 2 grup, yaitu HIV-1 dan HIV-2. Masing-masing grup mempunyai lagi berbagai
subtipe, dan masing-masing subtipe secara evolusi yang cepat mengalami mutasi.
Diantara kedua grup tersebut, yang paling banyak menimbulkan kelainan dan lebih
ganas di seluruh dunia adalah grup HIV-1.3
II. EPIDEMIOLOGI
Di Asia Selatan-Timur, diperkirakan 3.5 juta orang yang terkena HIV/AIDS
pada tahun 2009. Tiap tahun, diperkirakan 220.000 orang yang baru terkena infeksi
HIV dan terdapat kematian 230.000 orang yang telah terkena infeksi HIV.
Dilaporkan, antara 5 negara, Indonesia merupakan salah satu negara yang sebagian
besar penduduknya terserang penyakit HIV, dan masih tetap meningkat. Oleh karena
itu, di Indonesia masalah AIDS cukup mendapat perhatian, mengingat Indonesia ada
negara terbuka, sehingga kemungkinan masuknya AIDS cukup besar dan sulit
dihindari. Hubungan HIV dan penyakit motor neuron pertama dilaporkan pada tahun
1985, 4 tahun setelah awal gambaran pada AIDS.Dua dekade berikutnya, terdapat
kurang lebih tambahan 22 kasus yang telah dilaporkan tentang hubungan penyakit
motor neuron dengan infeksi HIV.2
III. ETIOLOGI
Penyebab AIDS adalah sejenis virus yang tergolong Retrovirus yang disebut
Human Immunodeficiency Virus (HIV). Virus ini pertama kali diisolasi oleh
Montagnier dan kawan-kawan di Prancis pada tahun 1983 dengan nama
Lymphadenopathy Associated Virus (LAV), sedangkan Gallo di Amerika Serikat
pada tahun 1984 mengisolasi (HIV). Kemudian atas kesepakatan internasional pada
tahun 1986 nama firus dirubah menjadi HIV. Human Immunodeficiency Virus adalah
sejenis Retrovirus RNA. Dalam bentuknya yang asli merupakan partikel yang inert,
tidak dapat berkembang atau melukai sampai ia masuk ke sel target. Sel target virus
ini terutama sel LymfositT, karena ia mempunyai reseptor untuk virus HIV yang
disebut CD-4. Didalam sel Lymfosit T, virus dapat berkembang dan seperti retrovirus
yang lain, dapat tetap hidup lama dalam sel dengan keadaan inaktif. Walaupun
demikian virus dalam tubuh pengidap HIV selalu dianggap infectious yang setiap saat
dapat aktif dan dapat ditularkan selama hidup penderita tersebut. Secara morfologis
HIV terdiri atas 2 bagian besar yaitu bagian inti (core) dan bagian selubung (envelop).
Bagian inti berbentuk silindris tersusun atas dua untaian RNA (Ribonucleic Acid)
Enzim reverse transcriptase dan beberapa jenis prosein.1
Bagian selubung terdiri atas lipid dan glikoprotein (gp 41 dan gp 120). Gp120
berhubungan dengan reseptor Lymfosit (T4) yang rentan. Karena bagian luar virus
(lemak) tidak tahan panas, bahan kimia, maka HIV termasuk virussensitif terhadap
pengaruh lingkungan seperti air mendidih, sinar matahari dan mudah dimatikan
dengan berbagai disinfektan seperti eter, aseton, alkohol, jodium hipoklorit dan
sebagainya, tetapi telatif resisten terhadap radiasi dan sinar utraviolet. Virus HIV
hidup dalam darah, savila, semen, air mata dan mudah mati di luar tubuh. HIV dapat
juga ditemukan dalam sel monosit, makrotag dan sel glia jaringan otak.1
IV.PATOFISIOLOGI
Dasar utama patogenesis HIV adalah kurangnya jenis limfosit T-
helper/induser yang mengandung marker CD 4 (sel T 4). Limfosit T 4 merupakan
pusat dan sel utama yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam
menginduksi fungsi-fungsi imunologik. Menurun atau hilangnya sistem imunitas
seluler, terjadi karena HIV secara selektif menginfeksi sel yang berperan membentuk
zat antibodi pada sistem kekebalan tersebut, yaitu sel lymfosit T4. Setelah HIV
mengikat diri pada molekul CD 4, virus masuk kedalam target dan ia melepas
bungkusnya kemudian dengan enzym reverse transcryptae ia merubah bentuk RNA
agar dapat bergabung dengan DNA sel target.1
Selanjutnya sel yang berkembang biak akan mengundang bahan genetik virus.
Infeksi HIV dengan demikian menjadi irreversibel dan berlangsung seumur hidup.
Pada awal infeksi, HIV tidak segera menyebabkan kematian dari sel yang di
infeksinya tetapi terlebih dahulu mengalami replikasi (penggandaan), sehingga ada
kesempatan untuk berkembang dalam tubuh penderita tersebut, yang lambat laun akan
menghabiskan atau merusak sampai jumlah tertentu dari sel lymfosit T4. setelah
beberapa bulan sampai beberapa tahun kemudian, barulah pada penderita akan terlihat
gejala klinis sebagai dampak dari infeksi HIV tersebut. Masa antara terinfeksinya HIV
dengan timbulnya gejala-gejala penyakit (masa inkubas) adalah 6 bulan sampai lebih
dari 10 tahun, rata-rata 21 bulan pada anak-anak dan 60 bulan pada orang dewasa.
Infeksi oleh virus HIV menyebabkan fungsi kekebalan tubuh rusak yang
mengakibatkan daya tahan tubuh berkurang atau hilang, akibatnya mudah terkena
penyakit-penyakit lain seperti penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri,
protozoa, dan jamur dan juga mudah terkena penyakit kanker seperti sarkomakaposi.
HIV mungkin juga secara langsung menginfeksi sel-sel saraf, menyebabkan
kerusakan neurologis.1
2.Meningitis TB (MTB)
Meningitis TB adalah radang selaput otak akibat komplikasi tuberkulosis
primer yang disebabkan oleh eksudat yang menyumbat akuaduktus, fisura Sylvii,
foramen Magendi, foramen luschka. Meningitis TB disebabkan oleh. Meningitis
TB hampir selalu ada dalam diagnosis banding pasien AIDS karena hampir 50%
pasien AIDS menderita tuberkulosis paru. Manifestasi klinis yang terlihat adalah
hidrosefalus dan edema papil yang disebabkan oleh terjadinya peningkatan tekanan
intrakranial.1
VII. DIAGNOSIS
Berdasarkan hasil rekam medis pasien dan pemerikaan fisik secara
umum, dokter akan melakukan pemeriksaan saraf secara menyeluruh untuk
menilai berbagai fungsi saraf: kemampuan motor dan sensor, fungsi saraf,
pendengaran dan berbicara, penglihatan, koordinasi dan keseimbangan, status
kejiwaan, perubahan perilaku atau suasana hati. Dokter mungkin meminta tes
laboratorium dan satu atau lebih tindakan di bawah ini untuk
membantudiagnosis kerumitan neurologi terkait AIDS.1
Computed tomography (juga disebut CT scan) memakai sinar X dan
komputer untuk menghasilkan gambar tulang dan jaringan, termasuk
peradangan, kista dan tumor otak tertentu, kerusakan otak karena cedera
kepala, dan kelainan lain. CT scan menyediakan hasil yang lebih rinci
dibandingkan rontgen saja.1
Magnetic resonance imaging (MRI) memakai komputer, gelombang
radio dan bidang magnetik yang kuat untuk menghasilkan gambar tiga dimensi
secara rinci atau “potongan” struktur tubuh dua dimensi, termasuk jaringan,
organ, tulang dan saraf. Tes ini tidak memakai radiasi ionisasi (serupa dengan
rontgen) dan memberi dokter tampilan jaringan dekat tulang yang lebih baik. 1
Functional MRI (fMRI) memakai unsur magnetik darah untuk
menentukan wilayah otak yang aktif dan untuk mencatat berapa lama wilayah
tersebut tetap aktif. Tes ini dapat menilai kerusakan otak dari cedera kepala
atau kelainan degeneratif contohnya penyakit Alzheimer, dan dapat
menentukan serta memantau kelainan neurologi lain, termasuk demensia
kompleks terkait AIDS. 1
Magnetic resonance spectroscopy (MRS) memakai medan magnet
yang kuat untuk meneliti komposisi biokimia dan konsentrasi molekul
berbasis hidrogen yang beberapa di antaranya sangat khusus terhadap sel saraf
di berbagai wilayah otak. MRS dipakai sebagai percobaan untuk menentukan
lesi otak pada pasien AIDS. 1
Elektromiografi atau EMG, dipakai untuk mendiagnosis kerusakan
saraf dan otot (misalnya neuropati dan kerusakan serat saraf yang disebabkan
oleh HIV) dan penyakit saraf tulang belakang. Tes ini mencatat kegiatan otot
secara spontan dan kegiatan otot yang digerakkan oleh saraf perifer. 1
Biopsi adalah pengangkatan dan pemeriksaan jaringan tubuh. Biopsi
otak, yang melibatkan pengangkatan sebagian kecil otak atau tumor dengan
bedah, dipakai untuk menentukan kelainan dalam tengkorak dan tipe tumor.
Berbeda dengan kebanyakan biopsi lain, biopsi otak memerlukan rawat inap.
Biopsi otot atau saraf dapat membantu mendiagnosis masalah saraf otot,
sementara biopsi otak dapat membantu mendiagnosis tumor, peradangan dan
kelainan lain. 1
Di bawah ini adalah pemeriksaan laboratorium yang ideal sebelum
memulai ART apabila sumber daya memungkinkan:8
Darah lengkap Urinalisa
Jumlah CD4 HbsAg
Western Blot Anti-HCV (untuk ODHA IDU
Elisa atau dengan riwayat IDU)
SGOT / SGPT Profil lipid serum
Kreatinin Serum Gula darah
Analisis cairan otak dapat mendeteksi segala perdarahan atau
hemoragi otak, infeksi otak atau tulang belakang (misalnya neurosifilis), dan
penumpukan cairan yang berbahaya. Contoh cairan diambil dengan jarum
suntik dengan bius lokal dan diteliti untuk mendeteksi kelainan. 1
Contoh:
A. Toksoplasmosis otak
Pada neuroimaging dapat dijumpai lesi hipodense pada CT scan dan lesi Hipointense
pada MRI. 1
B. Meningitis TB.
1. Laboratorium rutin pada meningitis tuberculosis jarang yang khas, bisaditemui
leukosit meningkat, normal atau rendah dan Mdiff. count bergeser kekiri
kadang-kadang ditemukan hiponatremia akibat SIADH.
2. Pemeriksaan CSS Terdapat peningkatan tekanan pada lumbal pungsi 40-75%
pada anak dan50% pada dewasa. Warna jernih atau xantokhrom terdapat
peningkatan protein dan 150-200mg/dl dan penurunan glukosa pada cairan
serebrospinal.
3. Terdapat penurunan klorida, ditemukan pleiositosis, jumlahsel meningkat
biasanya tidak melebihi 300 cel/mm3. Differential count PMN perdominan dan
limpositik.
4. Mikrobiologi ditemukan Mycobacterium tuberculosis pada kultur cairan
serebrospinal merupakan baku emas tetapi sangat sulit, lebih dari 90% hasilnya
negatif
5. Polymerase chain reaction (PCR) spesifitas tinggi tetapi sensivitasmoderat.
6. Pada pemeriksaan foto rontgen toraks ditemukan tuberculosis aktif pada paru
dan dapat sembuh sampai 50% pada dewasa dan 90% padaanak-anak.
7. Hasil tes PDD tuberculin negative pada 10-15% anak-anak dan 50% pada
dewasa.
8. CT scan dan MRI. Pemeriksaan CT scan dengan kontras ditemukan penebalan
meningendi daerah basal, infark, hidrosefalus, lesi granulomatosa.
PemeriksaanMRI lebih sensitive dari CT scan, tetapi spesifitas juga masih
terbatas.
IX. PENATALAKSANAAN
Prinsip dalam pemberian ARV adalah:8
1. Paduan obat ARV harus menggunakan 3 jenis obat yang terserap dan berada dalam
dosis terapeutik. Prinsip tersebut untuk menjamin efektivitas penggunaan obat.
2. Membantu pasien agar patuh minum obat antara lain dengan mendekatkan akses
pelayanan ARV.
3. Menjaga kesinambungan ketersediaan obat ARV dengan menerapkan manajemen
logistik yang baik.
Mulailah terapi antiretroviral dengan salah satu dari paduan di bawah ini:8
Panduan yang ditetapkan oleh pemerintah untuk lini pertama adalah: 2 NRTI + 1
NNRTI. Pada saat ini sudah banyak obat yang bias digunakan untuk mengobati
infeksi HIV:1
1. Golongan nucleoside reverse transcriptase inhibitor meliputi AZT(zidovudin), ddI
(didanosin), ddC (zalsibatin), d4T (stavudin), 3TC (lamivudin), abakavir.
2. Golongan non-nucleoside reverse transcriptase inhibitor meliputi nevirapin,
delavirdin, efavirenz.
3. Golongan protease inhibitor, saquinavir, ritonavir, indinavir, nelfinavir.
Semua obat-obatan tersebut ditujukan untuk mencegah reproduksi virus sehingga
memperlambat progresivitas penyakit. HIV akan segera membentuk resistensi
terhadap obat-obatan tersebut bila digunakan secara tunggal. Pengobatan paling
efektif adalah kombinasi antara 2 obat atau lebih, Kombinasiobat bisa memperlambat
timbulnya AIDS pada penderita HIV positif danmemperpanjang harapan hidup.
Penderita dengan kadar virus yang tinggi dalamdarah harus segera diobati walaupun
kadar CD4+ nya masih tinggi dan penderita tidak menunjukkan gejala apapun.7
Ketiga protease inhibitor menyebabkan efek samping mual dan muntah, diare dan
gangguan perut. Indinavir menyebabkan kenaikan ringan kadar enzimhati, bersifat
reversible dan tidak menimbulkan gejala, juga menyebabkan nyeri punggung hebat
(kolik renalis) yang serupa dengan nyeri yang ditimbulkan batuginjal. Ritonavir
dengan pengaruhnya pada hati menyebabkan naik atau turunnyakadar obat lain dalam
darah. Kelompok protease inhibitor banyak menyebabkan perubahan metabolisme
tubuh seperti peningkatan kadar gula darah dan kadar lemak, serta perubahan
distribusi lemak tubuh (protease paunch).7
X. PROGNOSIS
Pemaparan terhadap HIV tidak selalu mengakibatkan penularan, beberapa
orang yang terpapar HIV selama bertahun-tahun bila tidak terinfeksi. Di sisi
lainseseorang yang terinfeksi bisa tidak menampakkan gejala selama lebih dari 10
tahun. Tanpa pengobatan, infeksi HIV mempunyai resiko 1-2% untuk menjadiAIDS
pada beberapa tahun pertama. Resiko ini meningkat 5% pada setiap tahun berikutnya.1
Kombinasi beberapa jenis obat berhasil menurunkan jumlah virus dalam darah
sampai tidak dapat terdeteksi. Tapi belum ada penderita yang terbukti sembuh. Teknik
perhitungan jumlah virus HIV (plasma RNA) dalam darah seperti polymerase chain
reaction (PCR) dan branched deoxyribonucleid acid (bDNA) test digunakan untuk
memonitor efek pengobatan dan membantu penilaian prognosis penderita. Kadar virus
ini akan bervariasi mulai kurang dari beberapa ratus sampai lebih dari sejuta virus
RNA/mL plasma. Dengan perkembangan obat-obat anti virus terbaru dan metode-
metode pengobatan dan pencegahan infeksi oportunistik yang terus diperbarui,
penderita bisa mempertahankan kemampuan fisik dan mentalnya sampai bertahun-
tahun setelah terkena AIDS. Sehingga pada saat ini bisa dikatakan bahwa AIDS sudah
bisa ditangani walaupun belum bisa disembuhkan.7
BAB III
KESIMPULAN