Anda di halaman 1dari 23

DELIRIUM

Dibawakan oleh:
1. Azfar Rohaizad Bin Dzulkefli C111 14 853
2. Mohd Khairu Izzuddin Bin Abd Rahim C111 14 857
3. Nur Farahin Abd Jakfar C11 114 859
Penguji : Dr. dr. Jumraini T, Sp. S (K)
Pembimbing referat : dr. Faisal Budisasmita Patirungi Parawansa
LATAR BELAKANG

Delirium adalah suatu kondisi akut pada penurunan


perhatian dan disfungsi kognitif, merupakan sindrom
klinis yang umum, mengancam hidup. Sindrom delirium
ini didefinisikan sebagai kegagalan otak secara akut
yang berhubungan dengan disfungsi otonom, disfungsi
motorik, dan kegagalan homeostasis kompleks dan
multifaktorial, sering tidak terdiagnosis dan ditangani
dengan buruk.
DEFINISI

Kata ‘delirium’ ini berasal dari bahasa Latin, yang berarti


"di luar jalur". Dari segi medis, Delirium adalah sindrom
neuropsikiatri yang kompleks yang terutama berkaitan
dengan gangguan kognisi, persepsi dan sensorium,
kewaspadaan, siklus tidur atau bangun, dan perilaku.
Delirium juga adalah gangguan kesadaran yang ditandai
dengan onset akut, fluktuasi cepat dalam status mental
dan gangguan fungsi kognitif.
Anatomi Otak
Cerebrum (Telensefalon) merupakan bagian terbesar otak dan menempati fossa
cranial tengah dan anterior. Cerebrum dibagi menjadi hemisfer kiri dan kanan.
Secara umum, belahan belahan otak kanan mengontrol sisi kiri tubuh, dan belahan
otak kiri mengontrol sisi kanan tubuh. Cerebrum dibagi menjadi 4 bagian yang
disebut lobus:
• Lobus Frontal :Pemprosesan emosi, perencanaan, kreatifitas, penilaian,
gerakan dan pemecahan masalah. Lobus frontal dibagi lagi ke
dalam korteks prefrontal, area premotor, dan area motor.
• Lobus Parietal :Tempat pengaturan suhu, rasa tekanan, sentuhan, rasa
sakit, dan beberapa fungsi bahasa.
• Lobus Temporal :Pendengaran, fungsi bahasa, proses emosi, dan belajar.
• Lobus Oksipital :Penglihatan dan kemampuan untuk mengenali obyek
Fisiologis Kesadaran
• Secara fisiologik, kesadaran memerlukan interaksi yang terus-
menerus dan efektif antara hemisfer otak dan formasio
retikularis di batang otak. Dalam kehidupan seharian kita,
status kesadaran normal bisa mengalami fluktuasi dari
kesadaran penuh (tajam) atau konsentrasi penuh yang ditandai
dengan pembatasan area atensi sehingga berkurangnya
konsentrasi dan perhatian, tetapi pada individu normal dapat
segera mengantisipasi untuk kemudian bisa kembali pada
kondisi kesadaran penuh lagi. Mekanisme ini adalah hasil dari
interaksi yang sangat kompleks antara bagian formasio
retikularis dengan korteks serebri dan batang otak serta semua
rangsang sensorik.
.

Masukan impuls yang menuju Sistem Saraf Pusat yang berperan pada mekanisme
kesadaran pada prinsipnya ada dua tipe, yaitu input yang spesifik dan non-spesifik.

1. input spesifik merupakan impuls aferen khas yang meliputi impuls protopatik,
propioseptif dan panca-indera. Impuls aferen spesifik ini menghasilkan kesadaran yang
sifatnya spesifik yaitu perasaan nyeri, penglihatan, penghiduan atau juga pendengaran
tertentu.

2. Sebagian impuls aferen spesifik ini melalui cabang kolateralnya akan menjadi impuls
non-spesifik karena penyalurannya melalui lintasan aferen non-spesifik, serta
menggalakkan inti tersebut untuk memancarkan impuls yang menggiatkan seluruh
korteks secara difus dan bilateral yang dikenal sebagai diffuse ascending reticular
system.

Lintasan aferen non-spesifik ini menghantarkan setiap impuls dari titik manapun pada
tubuh ke titik-titik pada seluruh sisi korteks serebri.
Struktur yang berperan dalam kesadaran antara lain adalah:

1. Reticular Activating System (RAS)


Jaringan neuron dan serat saraf di batang otak yang menerima input dari traktus
spinothalamikus (sensorik) dan diteruskan ke seluruh korteks serebral. Arousal
bergantung sepenuhnya pada fungsi RAS yang adekuat. Arousal tidak ada
hubungannya dengan fungsi berpikir otak. Respon buka mata saat dipanggil berarti
RAS berfungsi tapi tidak berarti orang tersebut sadar atau aware.

2. Korteks Serebri
Fungsi korteks serebri adalah untuk memodulasi informasi yang berasal dari RAS
karenanya korteks membutuhkan RAS untuk berfungsi dengan baik. Awareness itu
berarti korteks serebral bekerja dengan baik dan pasien dapat berinteraksi dan
menginterpretasi lingkungan di sekitarnya.
Epidemiologi

• Pada awal rawatan rumah sakit berkisar antara 14-24%


• Timbul selama masa rawat di RS berkisar antara 6-56%
• Timbul pada 15-53% pasien geriatri pascaoperasi
• 70-87% pada pasien yang dirawat di ruang rawat intensif.
• prevalensi delirium secara keseluruhan pada komunitas hanya berkisar
1-2%, namun prevalensi meningkat seiring bertambahnya umur
Etiologi
Antara faktor yang bisa menjadi penyebab delirium terjadi adalah:

1. Polifarmasi
2. Penghentian substansi seperti alkohol dan benzodiazepin
3. Hiportemia
4. Keseimbangan elektrolit terganggu seperti sodium, magnesium dll
5. Defisiensi vitamin B komplek
6. Gagal jantung
7. Fungsi paru terganggu
8. Anemia
Klasifikasi Delirium
• Delirium Hipoaktif
Pasien bersikap menyendiri dan tenang, lambat terhadap respons yang
diberikan serta pergerakan spontan yang sedikit

• Delirium Hiperaktif
Pasien memiliki kelihatan agitasi, sering disertai halusinasi dan delusi.
Berhubungan dengan peningkatan penggunaan benzodiazepin, sedasi
berlebihan, dan berisiko jatuh

• Delirium Campuran
Pasien menunjukkan gambaran klinis baik hiperaktif maupun hipoaktif.
Patofisiologi

Perubahan transmisi neurotransmitter pada delirium


melibatkan berbagai mekanisme, antaranya:

1. Efek Langsung
Bahan seperti antikolinergik dan dopaminergik memiliki efek
langsung pada sistem neuronal. Lalu, gangguan metabolik
seperti hipoglikemia, hipoksia, atau iskemia dapat langsung
mengganggu fungsi neuronal samaada dalam mengurangi
penghasilan atau pelepasan neurotransmiter.
2. Inflamasi
Respons inflamasi sistemik dapat meningkatkan penghasilan sitokin
kemudian mengaktifkan mikroglia lalu menghasilkan reaksi inflamasi
pada otak. Sejalan dengan efeknya yang merusak neuron, sitokin juga
mengganggu pembentukan dan pelepasan neurotransmiter.

3. Stres
Stres dapat menyebabkan sistem saraf untuk melepaskan lebih banyak
noradrenalin lalu melepaskan glukokortikoid dalam kadar yang tinggi,
kemudian mengaktivasi glia dan menyebabkan kerusakan neuron.
GEJALA KLINIS
1. Gangguan kesadaran dan perhatian

- Dari taraf kesadaran berkabut sampai denga koma.


- Sulit untuk memusatkan perhatian.
- Mudah melupakan suatu instruksi atau mungkin akan menanyakan instruksi dan pertanyaan

yang sama berkali-kali.


2. Gangguan kognitif secara umum
- Distorsi persepsi, ilusi dan halusinasi.
- Defisit memori.
- Disorientasi tempat dan waktu.
3. Gangguan psikomotor
- Dapat mengalami hipo atau hiperaktivitas
- Aktivitas yang tidak terduga dari satu ke yang lain.
- Waktu bereaksi yang lebih panjang atau reaksi meningkat.
4. Apatis dan menarik diri dengan keadaan sekitar.
- Terlihat seperti depresi, mengalami
- penurunan nafsu makan,
- penurunan motivasi dan
- gangguan pola tidur.

5. Gangguan siklus tidur-bangun


- Insomnia
- Kasus yang berat, tidak dapat tidur sama sekali atau sering tidur pada waktu
- siang tapi bangun pada waktu malam hari.
- Mimpi yang mengganggu atau mimpi buruk.

6. Emosi yang labil


- Pasien dapat terlihat gelisah, sedih, kadang-kadang gembira yang berlebihan.
Confusion Assessment Method (CAM)

Confusion Assessment Method (CAM) dapat juga


digunakan untuk mengkonfirmasi delirium.
1) Onset akut dan fluktuasi.
2) Kurang perhatian
3) Pemikiran yang tidak terorganisasi.
4) Tingkat kesadaran yang berubah.

*Kehadiran fitur 1 dan 2 dan 3 atau 4 adalah diagnostik.


Pemeriksaan Fisis

Glascow Coma Scale


(GCS)

*Pada keadaan DELIRIUM pasien


tampak gaduh gelisah, kacau,
disorientasi, berteriak, aktivitas
motoriknya meningkat,
meronta.GCS pada keadaan ini
dengan jumlah nilai 11-10.
Pemeriksaan Mini Mental State
SKOR MAKSIMAL PROSEDUR

Orientasi
5 Sekarang ( hari, tanggal, bulan, musim dan tahun) apa?
5 Kita berada dimana? Negara, provinsi, kota, rumah sakit, lantai.
Registrasi
3 Sebutkan 3 benda. Minta pasien mengulang ketiga benda.
Atensi dan Kalkulasi
Kurangi 100 dengan 7. hentikan setelah 5 jawaban. Atau mengeja
5
terbalik.
Mengingat kembali
3 Pasien disuruhnmenyebut kembali 3 objek tadi.
Bahasa
2 Pasien disuruh menyebut benda yang ditunjuk.
1 Pasien disuruh mengulang kata “ namun, bila”
3 Pasien disuruh melakukan 3 perintah.
9
1 Pasien disuruh membaca dan melakukan perintah.
1 Pasien disuruh menulis spontan.
1 Pasien disuruh menggambar benda.
TATALAKSANA DELIRIUM

LINI PERTAMA
• Terapi non-farmako
• reorientasi
• terapi intervensi perilaku.
• Intervensi lingkungan
• Terapi farmakologi
• Hanya diberikan pada kasus delirium tipe hiperaktif yang membahayakan diri sendiri
dan lingkungannya atau ada kegagalan terapi non-farmakologis.

• Dimulai dengan obat antipsikotik dosis rendah per oral,


• haloperidol 0,5 mg tiap 4-6 jam per oral,
• dapat ditingkatkan sampai maksimal 10mg per hari.
• pada lansia dosis maksimal 3 mg per hari;
• risperidon 2x 0,5 mg dosis maksimal 4 mg (untuk dewasa)
• 1 mg (untuk lansia);

• Pada agitasi berat atau kondisi yang tidak memungkinkan pemberian oral
• diberikan injeksi haloperidol 2,5 mg intramuskular, dapat diulang setelah 30 menit.
• Dosis maksimal pemberian untuk dewasa 10mg/ hari.
• Dosis maksimal pemberian untuk lansia 5 mg/hari.
KESIMPULAN

Delirium adalah suatu gejala yang menunjukkan adanya gangguan


kesadaran dan kognitif. Penyebab delirium antaranya disebabkan
kondisi medis umum, ataupun karena diinduksi oleh zat tertentu.
Terdapat 3 hipotesis yang dapat mendukung patofisiologi yang terkait
dengan delirium. Antaranya, efek langsung pada neurotransmitter,
inflamasi dan stres. Diagnosis delirium dapat ditegakkan dengan
menggunakan kriteria DSM-5 sekiranya 4 kriteria telah terpenuhi.
Confusion Assessment Method (CAM) dapat juga digunakan untuk
mengkonfirmasi delirium. Penanganan untuk pasien delirium terdiri dari
penanganan non-farmakologis dan farmakologis. Penanganan non-
farmakologis merupakan penanganan lini pertama. Sementara terapi
farmakologis cuma diberikan kepada pasien delirium yang
membahayakan diri sendiri dan lingkungan.

Anda mungkin juga menyukai