Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu komplikasi hematologi yang sering muncul pada pasien tumor adalah

gangguan pembekuan darah.

Tumor otak primer berhubungan dengan gangguan koagulasi yang bisa

menyebabkan kesulitan dalam penanganan intraoperatif dan postoperatif.

Pasien dengan tindakan bedah saraf memiliki resiko tinggi ke arah thrombosis dan

tromboemboli. Hal ini termasuk thrombosis vena superficial, dan vena dalam, emboli

paru, maupun thrombosis arteri. Tromboemboli didapat pada 15% pasien kanker yang

merupakan tantangan bagi oncologist dalam pencegahan dan terapi. Hal ini adalah salah

satu penyebab kematian pada pasien kanker.

Data yang didapatkan di bagian kamar bedah Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS)

Bandung tumor tak jenis meningioma tercatat.kasus.

(Data,dampak,fenomena yg timbul, masalah, jurnal internasional dan nasional)


BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Tumor Otak

2.1.1.1 Klasifikasi1

Pada tahun 2007, World Health Organization (WHO) mengeluarkan suatu panduan untuk

mengklasifikasi jenis tumor pada sistem saraf pusat. Di bawah ini merupakan tabel pembagian

tumor dan pembagian secara umum dari tumor otak berdasarkan WHO adalah:
1 Tumor dari jaringan neuroepitelial

2 Tumor saraf kranial dan paraspinal

3 Tumor dari meningen

4 Limfoma dan neoplasma hematopoietik

5 Tumor sel benih

6 Tumor dari daerah sellar

7 Metastase tumor

Tabel 2.1 Tabel Klasifikasi Tumor Otak berdasarkan WHO1

A Tumor dari Jaringan Neuroepitel


1 Astrosit (Tumor astrositik)
a Astrositoma yang bersifat meng-infiltrasi (tumor dengan derajat rendah pada
kategori ini cenderung menjadi ganas)
Astrositoma difusa (WHO II), variansi:
Astrositoma anaplastik (WHO III)
iii Glioblastoma (WHO IV) (sebelumnya dinamakan multiforme glioblastoma atau GBM),
variansi:
iv Glioblastoma serebri

b Lesi yang memiliki kapsul (circumscribed) (lesi ini cenderung tidak berubah
menjadi astropsitoma anaplastik dan GBM)
i Astrositoma pilositik
ii Xantoastrositoma pelomorfik (PXA)
iii Astrositoma subepindimal sel raksasa yang berhubungan dengan
sklerosis tuberous
2 Oligodendrosit (Tumor oligodendrolial)
a Oligodendoglioma (WHO II)
b Oligodendroglioma anaplastik (WHO III)
3 Oligoastrositik tumor bercampur dengan glioma
a Oligoastrositoma (WHO II)
b Oligoastrositoma anaplastik (malignan) (WHO III)
4 Ependemosit (tumor ependimal)
a Ependyma (WHO II), variansi:
b Ependymoma anaplastik (malignan) (WHO III)
c Ependymoma myxopapiler: hanya filum terminal (WHO I)
d Subependymoma (WHO I)
5 Tumor pada choroid plexus
a Papilomma pleksus koroid
b Papiloma atipikal pleksus koroid
c Karsinoma koroid pleksus
6 Tumor neuropeitel lainnya:
a Astroblastoma
b Glioma kordoid dari ventirikel ke-3
c Glioma angiosentris
7 Tumor neuronal dan campuran glial neuronal
a Gangliositoma
b Ganglioglioma
c Tumor disembrioplastik neuroepitelial (DNT)
d Astrositoma/Ganglioglioma desmolastik infantil
e Gangliositoma displastik pada serebellum (Lhermitte-Duclos)
f Ganglioglioma anaplastik (maligna)
g Neurositoma sentral
h Neurositoma ekstraventrikel
i Liponeurositoma serebellar
j Tumor glioneural papiler
k Tumor glineural berbentuk bunga mawar (rosette) pada ventrikel ke-4
l Paraganglioma dari filum terminal
8 Pineasitosit (Tumor parenkim pineal)
a Pineasitoma
b Pineoblastoma
c Tumor parenkim pineal dari differensiasi tingkat membelah diri
d Tumor papiler pada regio pineal
9 Tumor Embrional
a Medulloblastoma
1 Medulloblastoma desmoplastik/noduler
2 Meduloblastoma anaplastik
3 Meduloblastoma sel besar
4 Medulloblastoma dengan noduler yang ekstensif
b Tumor primitif neuroektodermal (PNET), variansi
1 Neuroblastoma sistem saraf pusat
2 Gagnglioneuroblastoma
3 Medulloepithelioma
4 Ependimoblastoma
c Rhabdoid/teratoid tumor (AT/RTT)
B Tumor Spinal, Kranial dan Periferal
1 Schwannoma (neurilemma, neuronioma)
a Seluler
b Pleksiformis
c Melanotik
2 Neurofibroma
a Pleksiformis
3 Perineurioma
a Perineurioma, NOS
b Perineurima maligna
4 Tumor maligna selubung saraf perifer (MPNST)
a MPNST epithelioma
b MPNST dengan differesiansi mesenkimal
c MPNST melanotik
d MPNST dengan differensiasi glanduler
C Tumor dari Meninges
1 Tumor sel meningothelial
A Meningioma. Variansi:
1 Meningothelial (WHO I)
2 Fibrosa (fibroblastik) (WHO I)
3 Transisional (campuran) (WHO I)
4 Psammomatosa (WHO I)
5 Angiomatosa (WHO I)
6 Mikrokistik (WHO I)
7 Sekretorik (WHO I)
8 Kaya akan limfosit (WHO I)
9 Metaplastik (WHO I)
Meningioma di bawah ini menunjukkan tanda-tanda malignansi yang tinggi:
10 Clear cell (intrakranial) (WHO II)
11 Chordoid (WHO II)
12 Meningioma atipikal (WHO II)
13 Meningioma papiler (WHO III)
14 Meningioma rhabdoid (WHO III)
15 Meningioma anaplastik (malignan) (WHO III)
2 Tumor mesenkima, non-meningothelial
A Lipoma (misalnya korpus kallosum)
B Angiolipoma
C Hiberneuroma
D Liposarkoma (intrakranial)
E Tumor fibrosa tunggal
F Fibrosarkoma
G Histiositoma fibrosa malignan
H Leiomyoma
I Leiomyosarkoma
J Rhabdomyoma
K Rhabdomyosarkoma
L Khondroma
M Khondrosarkoma
N Osteoma
O Osteosarkoma
P Osteokhondroma
Q Hemangioma
R Hemangioendothelioma epiteloid
S Hemangioperisitoma
T Hemangioperistoma anaplastik
U Angiosarkoma
V Sarkoma Kaposi
W Sarkoma Ewing
3 Lesi primer melanositik
A Melanositosis diffusa
B Melanositoma
C Melanoma malignan (sistem saraf pusat primer)
D Melanomatosis meningeal
4 Neoplasma lain yang terkiat dengan meninges
A Hemangioblastoma
D Limfoma dan Neoplasma Hematopoietik lainnya
1 Limfoma malignan (limfoma SSP primer)
2 Plasmasitoma
3 Sarkoma granulosit
E Tumor Germ Cell
1 Germinoma
2 Karsinoma embrional
3 Tumor sinus endodermal (EST) (Tumor yolk sac)
4 Koriokarsinoma
5 Teratoma (dari ketiga lapisan germ cell)
A Matur
B Immatur
C Teratoma dengan transformasi malignan
6 Tumor campuran germ cell
F Tumor pada Daerah Sellar
1 Kraniofaringioma. Variansi:
A Adamantinous
B Papiler
2 Sel adenohipofiseal (adenoma pituitari)
A Prolaktinoma
B Adenoma yang mensekresi ACTH
C Adenoma yang mensekresi hormon pertumbuhan
D Adenoma yang mensekresi Tirotropin (TSH)
E Adenoma yang mensekresi gonadotropin (LH dan/ FSH)
3 Neurohipofisis dan infundibulum
A Tumor sel granuler
B Sel neurohipofiseal
4 Karsinoma pituitari
5 Onkositoma spindel cell dari adenohipofisis
G Tumor Metastasis (mayoritas yang melibatkan metastase ke otak antara lain
1 Kanker paru-paru
2 Kanker payudara
3 Melanoma
4 Kanker sel ginjal
5 Limfoma
6 Kanker saluran gastrointestinal
H Ekstensi Lokal dari Tumor Regional
1 Paraganglioma (Khemodektoma)
A Tumor glomus jugulare
2 Notokord (Khordoma)
3 Karsinoma
I Kista dan Lesi mirip Tumor
1 Kista celah Rathkes
2 Sisa ektoderm
3 Kista dermoid
4 Kista koloida dari ventrikel ke -3
5 Kista neuroglial
6 Kista neuroenterik/enterogenous
7 Hamartoma hipotalamik neuronal
8 Heterotopia nasal glial
9 Granuloma sel plasma
J Tumor tidak terklasifikasi

2.1.1.2 Epidemiologi1

Tumor primer pada otak seperti tumor disembrioplastik neuroepitel umumnya sulit untuk

terdiagnosis sehingga insidensi kejadiannya nampak rendah, kisaran kejadian tumor ini berkisar

antara 0.8-5% dari keseluruhan angka kejadian tumor otak. Tumor ini umumnya menyerang anak

dan dewasa muda. Sementara untuk tumor primer tipe pleiomorfik xantoastrositoma biasanya

terjadi 1% dari seluruh kejadian astrositoma yang ditemukan. Umumnya menyerang anak-anak

dan dewasa muda, biasanya pada anak < 18 tahun. Pada astrositoma tipe pilositik insidensi

tersering muncul pada dekade kedua kehidupan (usia 10-20 tahun) dan 75% terjadi dibawah usia
20 tahun. Oligodendroglioma ditemukan pada 2-4% dari keseluruhan tipe tumor otak dan 4-8%

dari glioma otak yang ditemukan, tumor ini juga merupakan kasus yang jarang terdiagnosis dan

umumnya menyerang pasien di usia 40 tahun. Untuk meningioma, sebanyak 3% pasien yang

diautopsi pada usia > 60 tahun menunjukkan adanya kasus ini. Meningioma bertanggungjawab

atas 14.3-19% neoplasma intrakranial primer. Tumor pada pituitari memiliki sekitar 10% porsi

dari seluruh kasus tumor intrakranial, umumnya terjadi pada dekade ketiga atau keempat

kehidupan dan rasio pasien laki-laki dan perempuan hampir sama.

2.1.1.3 Gejala dan Tanda (berdasarkan lokasi tumor)1

Manifestasi klinis paling umum dari tumor otak adalah defisit neurologis yang bersifat

progresif, terutama kekuatan motorik yang semakin lama semakin berkurang (45%). Nyeri

kepala juga merupakan salah satu gejala yang menandakan adanya tumor otak pada 54% kasus.

1 Tumor Supratentorial

Gejala dan tanda dari tumor pada lokasi ini antara lain:

A Gejala dan tanda yang muncul akibat kenaikan tekanan intrakranial (TTIK).

i Dari efek penekanan massa tumor atau edema otak.

ii Dari blokade aliran cairan sererospinal (hidrosefalus), namun lebih jarang

terjadi pada tumor supratentorial.

B Defisit neurologis, antara lain kelemahan tubuh, disfasia (terjadi pada 37-58% pasien

dengan tumor otak sisi kiri). Hal ini dapat terjadi karena:

i Destruksi parenkim otak terkait karena adanya invasi tumor

ii Penekanan parenkim otak oleh massa atau edema peritumor dan/terjadi

perdarahan.

iii Kompresi saraf kranial.


C Nyeri kepala

D Kejang, namun bukan merupakan tanda pertama yang ditemukan pada pasien dengan

tumor otak. Tumor umumnya bersifat sangat invasif jika langsung menimbulkan

kejang pada pasien > 20 tahun.

E Perubahan stsatus mental, depresi, letargi, apati dan kebingungan.

F Gejala yang menandakan adanya transient ischemic attack (TIA) atau stroke, kondisi

ini dapat terjadi karena:

i Oklusi dari pembuluh darah oleh sel-sel tumor

ii Perdarahan dalam tumor

iii Kejang fokal

G Pada beberapa kasus tumor pituitari dapat muncul gejala dan tanda ini:

i Gejala perubahan hormon kelenjar endokrin

ii Apopleksi pituitari

iii Kebocoran cairan serebrospinal (CSS)

2 Tumor Infratentorial

Gejala yang dapat muncul antara lain:

A Kebanyakan tumor pada fossa posterior akan menimbulkan TTIK karena adanya

proses hidrosefalus, gejala yang akan muncul adalah:

i Nyeri kepala

ii Mual/muntah karena TTIK yang disebabkan hidrosefalus atau

melalui tekanan langsung menuju nukleus vagal atau daerah

postrema (pusat muntah).

iii Perubahan gait atau ataksia


iv Vertigo

v Diplopia, dapat terjadi karena palsi saraf kranial VI yang dapat

terjadi karena TTIK jika tidak terdapat penekanan langsung ke

saraf terkait.

B S/S mengindikasi kan adanya efek massa pada berbagai lokasi di dalam fossa

posterior:

A Lesi pada hemisfere serebelum dapat menyebabkan ataksia dari alat gerak,

disimetria dan tremor.

B Lesi pada vermis serebelum dapat menyebabkan pergerakan badan yang tidak

terkontrol, ataksia pada batang tubuh.

C Keterlibatan batang otak umumnya akan menyebakan abnormalitas pada beberapa

saraf kranial sekaligus serta pada jaras panjang. Nystagmus vertikal atau memutar

juga merupakan tanda yang harus dicurigai mengarah ke tumor infratentorial.

2.1.1.4 Gejala dan Tanda Umum1

1) Defisit Neurologis Fokal yang berhubungan dengan Tumor Otak

Gejala defisit neurologis fokal yang muncul biasanya terkait dengan lokasi lobus yang

terkena:

a Lobus frontal: abulia, demensia, perubahan kepribadian. Umumnya tidak

didapatkan gejalayang bersifat lateralisasi namun kadang dapat terjadi hemiparese

atau disfasia (dengan dominansi pada hemisfere yang terlibat).

b Lobus temporal: halusinasi olfaktori atau auditori, deja vu, gangguan memori,

kuadarantanopsia kontralateral yang dapat diektahui melelaui pemeriksan lapang

pandang.
c Lobus parietal: adanya gangguan motorik atau sensorik kontralateral, hemianopsia

homonimus. Agnosia (dengan dominansi hemisfer yang terlibat) dan apraksia.

d Lobus oksipital: defisit lapang pandang kontralateral, aleksia (terlebih jika terjadi

keterlibatan korpus kallosum yang diinfiltrasi oleh tumor).

e Fossa posterior: defisit saraf kranial, ataksia (trunkal atau appedinkular).

1 Nyeri Kepala yang berhubungan dengan Tumor Otak

Nyeri kepala dapat muncul dengan atau tanpa adanya TTIK. Gejala ini timbul pada

pasien dengan tumor otak primer atau hasil metastase (kurang lebih masing-masing

50%). Nyeri kepala dikatakan lebih berat di malam hari (kemungkinan besar karena

adanya hipoventilasi selama tidur di malam hari) dan diperberat dengan batuk, bersin,

mengejan dan membungkukkan badan ke depan. Nyeri kepala pada 77% pasien dengan

tumor otak mirip dengan nyeri kepala tension yang seperti diikat kuat.

2.1.1.5 Patologi

1 Astrositoma

i Perubahan makroskopis

Astrositoma dapat muncul di bagian manapun dari otak, walaupun biasanya

terlokalisasi di serebrum pada dewasa, dan serebelum pada anak. 1, 2


Tumor ini

menginvasi secara luas pada otak, tidak memiliki kapsul dan tidak ada batas yang

jelas. Relatif avaskular dengan konsistensi fibrosa keras atau kenyal seperti karet.

Terdapat sedikit deposit kalsium, sekitar 15%, pada tumor ini. 2, 3 Kadang-kadang

tumor ini menjadi glioblastoma multiforme ketika sudah menginvasi otak sangat
luas yang dikarakteristikan dengan batas tumor yang sangat tervaskularisasi dan

ada nekrosis di bagian tengah tumor.2

ii Perubahan mikroskopis

Penampakan tumor bervariasi tergantung derajatnya. Astrositoma derajat rendah

dikarakteristikan dengan peningkatan jumlah sel yang disusun seluruhnya oleh

astrosit (gambar 1). Astrositoma derajat sedang menunjukkan adanya nuklear

pleomorfik, gambaran mitotik, dan peningkatan vaskularisasi dan proliferasi sel

endotel dan adventitia. Pada astrositoma derajat tinggi sangat sedikit astrosit yang

normal. Terdapat pleomorfik seluler, proliferasi endotel dan adventitia yang

ekstensif dan banyak sekali gambaran mitotik dengan nekrosis ekstensif (gambar

2).2

Secara histologis, yang paling jelas dari glioblastoma multiforme adalah

proliferasi endotel dan nekrosis. Astrositoma anaplastik ini dikarakteristikan

dengan nuklear pleomorfik dengan mitosis yang tidak ada pada astrositoma.2, 3

Gambar 1. Astrositoma derajat rendah.2


Gambar 2. Glioblastoma multiforme. A) peningkatan seluleritas dan bervariasinya ukuran
nukleus. B) nekrosis yang dibatasi dengan sel-sel palisade khas glioblastoma multiforme
(essential)2
A Oligodendroglioma

Hampir semua oligodendroglioma terjadi di atas tentorium; kebanyakan di

serebral hemisfer dan setengahnya di lobus frontal. Tumor ini bisa menginvasi

ventrikel ketiga atau lateral. Secara spektrum histologis, sama dengan astrositoma,

bervariasi antara tumor jinak yang tumbuh lambat sampai tumor ganas yang

tumbuh sangat cepat dan banyak ditemukan gambaran mitotik, proliferasi endotel,

dan fokus nekrosis. Deposit kalsium ditemukan pada pemeriksaan histologi pada

90% oligodenroglioma. Tidak seperti kelompok astrosit, kebanyakan

oligodendroglioma berdiferensiasi dengan baik. Tidak sedikit tumor memiliki

gambaran histologi campuran oligodendroglial dan astroglial.2

2.1.1.6 Diagnosis dan Terapi berdasarkan Tipe Tumor1

1 Tumor Otak Primer

A Glioma derajat rendah (Low Grade Gliomas)


i Gambaran Umum: Glioma derajat rendah terbagi menjadi tiga tipe yaitu

a) Tipe I: tumos padat dengan hanya infiltrasi menuju parenkim otak.

Kebanyakan perlu dilakukan terapi dengan reseksi parenkim, dan

memiliki prognosis paling baik. Dalam kelas ini terdapat tumor

ganglioglioma, piloastrositoma, xantoastrositoma pleomorfik dan

beberapa protoplasmik astrositoma b) Tipe II: tumor padat yang memiliki

infiltrasi keluar parenkim otak. Terapi dengan reseksi dapat dilakukan

namun bergantung kepada dimana lokasi tumor berada. Tumor yang

paling sering ditemui dari tipe ini adalah astrositoma derajat rendah c)

Tipe III: Sel tumor dengan infiltrasi tanpada adanya jaringan padat tumor

otak. Tumor yang masuk ke dalam tipe ini adaah oligodendoglioma.

ii Diagnosis: Umumnya dilakukan pemindaian PET atau magnetic

resonance imaging (MRI). Pada pindai PET, akan nampak

ketidakmampuan mengambil fluorodeoksiglukosa jika dibandingkan

dengan parenkim otak yang sehat di skeitarnya, kondisi ini

mengindikasikan adanya hipometabolisme otak. Kebanyakan tumor ini

akan nampak hipointenses pada T1W1. T2W1 akan menunjukkan

perubahan sinyal tinggi yang meluas diluar volume tumor tersebut.

iii Terapi: Reseksi komplit dari tumor sebaiknya dilakukan dan cukup untuk

menangani tumor dengan kondisi ini. Jika reseksi tidak dilakukan bisa

diberikan tatalaksana pengobatan lain contohnya kemoterapi untuk anak

usia dewasa muda.

iv Tipe-tipe dari Glioma Derajat Rendah:


Tumor diesmbrioplastik neuroepitel (DNET): Merupakan tumor yang

memberikan gejala kejang yang sulit dihentikan dan dalam bentuk kejang

parsial kompleks, gejala mulai muncul umumnya sebelum usia 20 tahun.

Pada diagnosis pencitraan umumnya terdapat lesi pada korteks tanpa

adanya edema peritumor dan tidak ada efek massa yang menggeser garis

tengah otak. Pada pindai CT akan nampak lesi hipodense dengan marjin

yang jelas, dapat terdapat kelainan pada kalvaria. Pada pindai PET akan

nampak lesi hipometabolik dengan pengambilan fluorodeoksiglukosa-

methionine yang rendah. Pada MRI akan nampak T1W1 yang hipointense.

Secara patologi anatomi, akan nampak dua bentuk yang berbeda pada

kondisi tumor ini yang juga memiliki dua prognosa yang berbeda a)

Elemen glioneural yang terbentuk sederhana terdiri atas kumpulan akson

yang sejajar terjadap permukaan korteks. Dilapisi oleh sel miirp

oligodendroglial dan memiliki gambaran S-100 yang positif serta GFAP

yang negatif. Neuron yang nampak normal akan mengapung pada matriks

eosinofil yang pucat dan tersebar diantara kolom-kolom b) bentuk

kompleks: elemen glioneural memiliki bentuk dasar seperti bentuk

sederhana dengan nodul glia tersebar. Komponen glial dapat menyerupai

astrositoma derajat rendah tipe fibriller.

Xantoastrositoma Pleomorfik: tumor ini merupakan glioma derajat

rendah yang berasal dari astrosit subpial, hal ini menjelaskan mengapa

lokasi tumor biasanya berada di superfisial dan berisi banyak serabut

retikulin. 90% tumor ini biasanya berada di supratentorial. Lokasi


predileksi adalah pada lobus temporal (50%), lalu parietal, okispital dan

frontal. Kebanyakan memiliki bentuk kista tunggal yang besar. Umumnya

pasien akan datang karena adanya kejang, munculnya defisit neurologis

fokal atau TTIK. Kista akan nampak pada pindai CT atau MRI. Pada

pindai CT tumor akan nampak padat dengan batas yang tidak jelas dan

sama warna nya dengan grey matter. Pada MRI T1WI akan menunjukkan

komponen kista yang hipointense dengan batas yang tidak jelas dan

komponen padat yang isointense dan dapat lebih terang ketika

ditambahkan gadolinum. Pada gambaran patologi anatomi akan nampak

sel tumor superifisial yang padat dengan pelomorfisme seluler yang jelas

(astrosit sel raksasa dan fibriler, lipid laden). Serabut retikulin akan

mengelilingi dua tipe sel: a) sel spindle (sel berbentuk fusiformis engan

nuklei yang memanjang) serta b) sel pleomorfik yaitu sel bulat,

heterokormik, dengan nuklei pleomorfik yang dapat bersel satu atau lebih

dari satu. Diisi oleh lemak intrasel yang banyak. Tatalaksana yang

digunakan adalah pembedahan bisa dilakukan reseksi total seluruhnya,

reseksi luas atau resekesi inkomplit (jika tumor nampak menyebar dengan

lambat dan dapat dilakukan eksisi berulang). Atau dapat dilakukan terapi

radiasi (hal ini masih bersifat kontroversial). Prognosis dengan penyakit

ini jika diterapi menggunakan reseksi total atau subtotal dengan atau tanpa

radiasi dan kemoterapi untuk 5 tahun adalah 80% dan untuk 10 tahun

adalah 71%.
Gangliositoma Displastik dari Serebellum (Penyakit Lhermite-

Duclos):

B Astrositoma

i Pembedahan

Pembedahan dilakukan dengan tiga tujuan utama: diagnosis definitif,

mengurangi tumor untuk mengurangi gejala peningkatan tekanan

intrakranial, dan mengurangi massa tumor sebagai prekursor terapi

ajuvan.2 Pasien diawali dengan terapi glukokortikoid ketika ditemukan

gejala peningkatan tekanan intrakranial sebagai tujuan untuk menurunkan

edema serebral setelah pembedahan. Tipe operasi sangat bergantung pada

posisi tumor dan gejala pasien. Secara umum, tumor dieksisi seradikal

mungkin sehingga tidak mengakibatkan defisit neurologis yang membuat

cacat. Kraniotomi dilakukan pada posisi yang memberikan akses terbaik

menuju tumor dan biasanya dengan menggunakan bantuan sistem

stereotaktik untuk meningkatkan akurasi. Jika tumornya tidak tumbuh

melibatkan pemukaan kortikal, insisi kecil dibuat di gyrus atau sulkus dan

subkortikal dibagi menuju massa tumor. Tumor kemudian dieksisi

seringkali dibantu dengan aspirator ultrasonik. Biasanya eksisi sekaligus

dilakukan lobektomi parsial. Meskipun radikal eksisi mampu menurunkan

gejala peningkatan tekanan intrakranial, masih menjadi kontroversi

bagaimana hal tersebut terkait kelangsungan hidup pasien. Kebanyakan

glioma derajat tinggi memiliki massa 100 g saat diagnosis dan terdiri atas
1011 sel. Eksisi radikal dari tumor mampu mengangkat tumor makroskopis

tetapi tidak bisa mengangkat sel tumor yang sudah menginfiltrasi sangat

dalam area normal otak yang seringkali vital. Oleh karena itu selanjutnya

dilakukan terapi ajuvan.1, 2

Sebagai alternatif, biopsi bisa dilakukan untuk mencapai diagnosis definitf

tanpa eksisi makroskopis apabila: tumor kecil dan dalam atau tumor difus

tanpa peningkatan tekanan intrakranial dan reseksi makroskopis tidak

memungkinan atau tumor melibatkan area yang sangat vital (contoh: area

berbicara) tanpa adanya peningkatan tekanan intrakranial.2

ii Perawatan Pasca operasi2

Sama saja dengan perawatan rutin pada pasien pasca kraniotomi.

Observasi sistem saraf dengan sangat teliti harus dilakukan karena

intervensi segera harus dilakukan apabila terjadi edema serebral atau

perdarahan serebral pasca operasi. Hematoma pasca operasi bisa terjadi

pada regio dilakukannya eksisi atau bisa saja ekstraserebral, antara

subdural atau ekstradural. CT scan sebaiknya dilakukan dengan segera

apabila terdapat penurunan neurologis untuk menentukan penyebabnya

secara pasti. Pada beberapa kasus, penurunan neurologis terjadi begitu

cepat dan sangat membutuhkan reeksplorasi dengan segera tanpa

membutuhkan evaluasi secara radiologis.

Pada awal periode perawatan pasca operasi, sangat penting untuk

mencegah overhidrasi pasien agar tidak meningkatkan risiko terjadi edema

serebral. Kepala pasien dielevasi 20o untuk meningkatkan aliran balik vena
dan mengurangi tekanan vena intrakranial. Pengobatan dengan steroid

dibutuhkan saat awal periode dan secara bertahap diturunkan. Steroid

mungkin dibutuhkan kembali saat radioterapi. Pasien biasanya sudah

dimobilisasi secepat mungkin, jika perlu dengan bantuan fisioterapis.

iii Terapi radiasi2

Terapi radiasi pasca operasi secara umum efektif dalam membantu

pembedahan dalam terapi glioma derajat tinggi dimana mampu

meningkatkan daya hidup dua kali lipat sampai 37 minggu pada kasus

glioma derajat tinggi. Terapi radiasi direncanakan untuk mengoptimalisasi

homogeneitas dosis radiasi pada massa tumor dan untuk meminimalisasi

regio dosis tinggi pada area otak yang normal. Ukuran radiasi dalam satu

hari biasanya 1.8 2 gray dan dosis ini berhubungan dengan insidensi dari

suatu komplikasi. Dosis total radiasi bervariasi tergantung tipe dari tumor,

lokasi, dan ukuran, tetapi untuk glioma biasanya berkisar antara 45 50

gray.

iv Prognosis

Sampai saat ini, belum ada terapi yang memuaskan untuk glioma serebral

yang ganas, yaitu astrositoma anaplastik dan glioblastoma multiforme.2

Median survival setelah dioperasi sekitar 17 minggu dan ketika dilanjutkan

dengan terapi radiologi, meningkat sekitar 37 minggu. Kemoterapi untuk

glioma derajat tinggi memberikan hasil yang tidak baik. Semua terapi

secara keseluruhan hanya memberikan waktu survival kurang dari 1 tahun.


Untuk glioma derajat rendah, berkisar antara 8 tahun dengan kebanyakan

kasus

berkembang menjadi derajat tinggi. Tumor derajat rendah mungkin akan tetap

selama beberapa tahun tetapi kemudian akan berkembang perlahan menjadi tumor

anaplastik dengan penurunan neurologis yang kentara.2, 3


Beberapa studi klinis

menunjukkan bahwa eksisi radikal memberikan survival 5 tahun lebih lama

dibandingkan pada pasien yang dilakukan eksisi subtotal. Terapi radiasi tidak

memberikan peningkatan survival pada tumor derajat rendah.2

C Oligodendroglioma

Terapi standar untuk oligodendroglioma adalah reseksi agresif dari tumor yang

diikuti dengan terapi radiasi, meskipun hanya diberikan pada oligodendroglioma

derajat sedang sampai tinggi. Oligodendroglioma terbukti lebih sensitif terhadap

kemoterapi dibandingkan astrositoma terutama pada tumor yang termasuk dalam

kelompok hilangnya kromosom 1p atau 19q heterozigot.2, 3

Daya tahan hidup pasien bergantung pada derajat keganasan histologis dari tumor

ini. Angka survival 5 tahun berkisar antara 30 50% dengan jumlah kecil pasien

mampu bertahan hidup untuk beberapa tahun (5% selama 20 tahun). Akan tetapi,

banyak tumor dengan penampakan histologis oligodendroglioma juga memiliki

komponen sel astrositoma anaplastik dan tumor tersebut lebih dominan bertindak

sebagai astrositoma anaplastik ketimbang oligodendroglioma.2, 3

D Glioma Campuran

E Tumor Neuronal dan Campuran Neuronal-Glial


2.2 Kerangka Pemikiran

2.3 Hipotesis dan Premis


BAB III

SUBJEK DAN METODE PENELITIAN

3.1 Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah pasien dengan diagnosis tumor otak (berdasarkan apa? Patologi

Anatomi atau Manifestasi Klinis?) dan memiliki hasil laboratorium yang sudah terkonfirmasi

terjadi koagulopati (berdasarkan apa? Nilai PT? APTT? INR?) serta memenuhi kriteria inklusi

dan eksklusi.

3.1.1 Pemilihan Subjek Penelitian

Pemilihan sampel dilakukan berdasarkan kriteria sebagai berikut:

Kriteria Inklusi:

1 Pasien yang didiagnosis tumor otak yang telah dilakukan pemeriksaan CT dan BT

Kriteria Eksklusi:

Kriteria Pengeluaran:

3.1.2 Penghitungan Besar Sampel

3.2.1 Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian ini adalah penelitian observasional potong lintang (cross sectional).
3.2.2 Identifikasi Variabel

3.2.2.1 Definisi Konsepsional Variabel

Variabel bebas adalah tipe tumor otak yang didiagnosis pada pasien berdasarkan gejala dan

tanda klinis serta hasil patologi anatomi yang didapatkan.

Variabel terikat adalah kejadian koagulopati yang terjadi seiring dengan diagnosis

klinis/patologi anatomi tumor otak.

3.2.2.2 Definisi Operasional Variabel

Tumor Otak adalah sekelompok tumor yang timbul dalam sistem saraf pusat dan dapat dijumpai

beberapa derajat diferensiasi glia. Apabila sel-sel tumor berasal dari jaringan otak itu sendiri,

disebut tumor otak primer dan bila berasal dari organ-organ lain, disebut tumor otak metastase.

Koagulopati adalah gangguan dari factor pembekuan darah atau koagulasi.

3.2.3 Tata Cara Kerja Penelitian

3.2.3.3 Tata Cara Penelitian

Penelitian dilakukan setelah mendapat persetujuan dari Komite Etik Penelitian Kesehatan

Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran/RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. Peneliti akan

memasukkan pasien sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi yang sudah dibuat, kemudian

akan dilakukan informed consent pada pasien yang masuk ke dalam kriteri inklusi. Jumlah pasien

disesuaikan dengan kebutuhan dari rumus pengambilan sampel sesuai dengan kebutuhan.

3.2.4 Rancangan Analisis

Data yang terkumpul diolah dan dianalisis secara statistik menggunakan program

Statistical Package for Social Science (SPSS) 20.0 for windows.


3.2.5 Tempat dan Waktu Penelitian

3.2.5.1 Tempat Penelitian

Penelitian akan dilakukan di RSUP Dr. Hasan Sadikin, Jl. Pasteur No 38 Bandung.

3.2.5.2 Waktu Penelitian

Pengumpulan data menggunakan (Data primer? Data sekunder?) secara keseluruhan akan

dilakukan mulai dari bulan (____) sampai dengan (______) 2015.

3.3 Implikasi Etik Penelitian

Komite Etik, Persiapan Penelitian

Identifikasi subjek penelitian yang


Memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi

Informed consent

Tidak bersedia Bersedia

Randomisasi
Gambar 3.1 Alur Penelitian

Anda mungkin juga menyukai