Tumor otak adalah massa atau pertumbuhan sel abnormal di otak baik berupa pertumbuhan jinak atau
ganas. Tumor otak bisa berasal dari otak atau metastasis dari bagian tubuh yang lain. Pada tulisan ini,
Repro Note akan merangkum mengenai askep tumor otak menggunakan pendekatan Sdki Slki dan Siki.
Tujuan :
Memahami definisi, penyebab, dan tanda gejala yang muncul pada pasien dengan tumor otak
Mengidentifikasi diagnosa keperawatan yang sering muncul pada askep tumor otak berdasarkan
pendekatan Sdki
Merumuskan luaran dan kriteria hasil pada askep tumor otak berdasarkan pendekatan Slki
Melaksanakan intervensi keperawatan pada askep tumor otak menggunakan pendekatan Slki
Pendahuluan
Tumor otak merupakan 2-3% dari semua neoplasma ganas dan hampir 85-90% dari semua tumor
susunan saraf pusat primer, dengan perkiraan tingkat kelangsungan hidup lima tahun hingga 35% untuk
tumor ganas dan sekitar 90% untuk tumor jinak. Beberapa hasil studi menempatkan tumor otak dalam
daftar keganasan paling umum setelah leukemia pada anak-anak dengan insiden hingga 25%.
Tingkat prevalensi yang meningkat di negara maju dapat dikaitkan dengan ketersediaan teknik canggih
untuk mendeteksi dan diagnosis bila dibandingkan dengan negara berkembang di mana kebanyakan
orang memiliki akses terbatas ke peralatan untuk deteksi dini. Hal ini menyebabkan kasus yang tidak
terdiagnosis dan tidak terdaftar, sehingga menurunkan tingkat insiden dan prevalensi yang dilaporkan.
Tumor otak berkisar dari jinak sampai ganas serta tumor metastasis. Tumor otak metastatik lebih
banyak terjadi pada orang dewasa. Karsinoma yang bermetastasis ke otak antara lain paru-paru, kanker
payudara, kanker kulit (melanoma), kanker ginjal dan usus besar.
Tumor otak diklasifikasikan menjadi grade I-IV oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) berdasarkan
potensi keparahan dan prognosis mereka. Tumor otak derajat rendah yaitu I dan II biasanya memiliki
prognosis yang lebih baik dibandingkan dengan tumor derajat III & IV yang cenderung ganas sehingga
menyebabkan komplikasi serius.
Kategori tumor otak primer berdasarkan jenis sel asalnya antara lain glioma memiliki asosiasi dengan sel
glial, meningioma yang merupakan pertumbuhan meningen yang tidak normal, ependymoma yaitu
berasal dari sel ependymocytes yang melapisi ventrikel yang terisi CSF, dan astrocytomas yang
berkembang dari sel glial berbentuk bintang (astrosit).
Mayoritas tumor otak primer adalah glioma, yaitu tumor yang berkembang dari sel-sel pendukung
sistem saraf (sel glial atau neuroglia) yaitu hampir 33%. Glioma memiliki berbagai subtipe histologis dari
astrocytoma pilocytic hingga glioblastoma. Biasanya, glioma adalah tumor otak yang muncul pada orang
dewasa dengan usia diatas 45 tahun, meskipun dapat muncul pada periode usia lain.
Penyebab
Penyebab pasti tumor otak primer masih belum jelas, namun ada beberapa faktor risiko yang dianggap
berasal dari kerentanan populasi terhadap tumor. Selain ketergantungannya pada asal seluler dan lokasi
tumor, kemungkinan tumor otak meningkat seiring bertambahnya usia, dengan frekuensi tertinggi
antara 55 dan 64 tahun.
Rasio insiden tumor otak antara laki-laki dan perempuan adalah 1,5:1,kecuali meningioma yang lebih
umum terjadi pada perempuan. Beberapa referensi menunjukkan kecenderungan populasi kulit putih di
Amerika serikat terhadap kejadian glioma.
Beberapa factor resiko yang diduga terkait antara lain radiasi pengion dosis tinggi seperti sinar-X, CT
scan dan MRI. Telah dilaporkan bahwa anak-anak yang terpapar radioterapi untuk pengobatan berbagai
penyakit rentan terhadap tumor otak dalam selang waktu hampir 15 tahun setelah terpapar.
Perkembangan tumor otak akibat radiasi relatif umum terjadi pada anak muda yang mengalami
leukemia. Meskipun diperkirakan faktor genetika juga ikut berperan, terdapat beberapa kondisi kanker
yang diturunkan seperti neurofibromatosis tipe I & II, penyakit Von Hippel-Lindau, Tuberous sclerosis,
sindrom Li-Fraumeni, penyakit Coden, sindrom Gorlin, sindrom Turcot juga berkontribusi terhadap
terjadinya tumor otak.
Faktor risiko lain yang juga di duga terlibat dalam insiden tumor otak adalah ponsel, virus, alergen,
alkohol, senyawa N-nitroso, infeksi, bahan kimia dan kebiasaan merokok. Meskipun tidak ada
pernyataan khusus mengenai penggunaan ponsel berlebihan sebagai faktor risiko, Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO) menyarankan penggunaan ponsel sebisa mungkin dibatasi mengingat kemungkinan resiko
ini.
Perubahan sistem saraf pusat oleh jaringan yang menyebar dan menghancurkan, dan oleh efek
sekunder yang paling sering adalah kompresi otak, saraf kranial, dan pembuluh serebral, edema
serebral, dan kenaikan tekanan intrakranial (intracranial pressure - ICP)
Sakit kepala
Masalah akibat tekanan pada struktur tertentu di dalam atau di dekat otak, seperti saraf ke mata (saraf
optik)
Bergantung pada area otak mana yang terpengaruh, tumor dapat menyebabkan salah satu hal berikut:
Menyebabkan lengan, tungkai, atau salah satu sisi tubuh menjadi lemah atau lumpuh
Ganggu kemampuan merasakan panas, dingin, tekanan, sentuhan ringan, atau benda tajam
Meningkatkan atau menurunkan denyut nadi dan frekuensi pernapasan jika tumor menekan batang
otak
Gangguan kemampuan mendengar, mencium, atau melihat (menyebabkan gejala seperti penglihatan
ganda dan kehilangan penglihatan)
BACA JUGA
Pemeriksaan Diagnostik
Biopsi jaringan yang dilakukan dengan pembedahan stereotaktis. Dalam prosedur ini, cincin kepala
dilekatkan pada tengkorak, dan alat eksisional diarahkan ke lesi dengan panduan computed tomography
(CT) scan atau magnetic resonance imaging (MRI).
Sinar-X tengkorak, scan otak, CT scan, MRI, dan angiografi serebral memastikan diagnosis dan
mengidentifikasi lokasi tumor.
Pungsi lumbar menunjukkan kenaikan tekanan dan kadar protein, penurunan kadar glukosa, dan
kadang-kadang sel tumor dalam cairan serebrospinal (cerebrospinal fluid - CSF).
Penatalaksanaan
Pendekatan remedial meliputi pembuangan tumor yaag bisa direseksi, penyembuhan edema serebral,
kenaikan ICP, dan pencegahan kerusakan neurologis yang lebih jauh.
Modus terapi tergantung pada tipe histologis radiosensitivitas, dan lokasi, dan membutuhkan
pembedahan, radiasi, krmoterapi, atau dekompresi kenaikan ICP diuretik, kortikosteroid, atau bisa fuga
pemasangan shunt ventrikuloatrial atau ventrikuloperitoneal untuk CSF.
Astrositoma : Reseksi astrositoma serebral sistik tingkat rendah melalui pembedahan akan membuat
pasien bisa bertahan nidup dalam jangka panjang. Penanganan astrositoma lain meliputi pembedahan
ulang, terapi radiasi, dan pemasangan shunt cairan dari jalan CSF yang mengalami obstruksi. Beberapa
astrositoma sangat radiosensitif, namun lainnya radioresistan.
Glioma: Penanganannya biasanya membutuhkan reseksi dengan kraniotomi, yang diikuti dengan terapi
radiasi dan kemoterapi. Kombinasi nitrosourea carmustine (BCNU), lomustine atau procarbazine dan
radiasi postoperatif lebih efektif daripada radiasi saja.
Moduloblastoma: Penanganannya meliputi reseksi, dan bisa juga infusi methotrexate atau
antineoplastik lainnya secara intrarektal.
Meningoma: Penanganannya membutuhkan reseksi, termasuk dura mater dan tulang (mortalitas saat
operasi bisa mencapai 10% akibat besarnya ukuran tumor).
Schwannoma: Teknik pembedahan mikro (microsurgical) memungkinkan reseksi lengkap pada tumor
dan pemeliharaan saraf fasial. Terapi radiasi setelah operasi diperlukan walaupun schwannoma agak
radioresistan.
Kemoterapi untuk tumor otak ganas meliputi nitrosourea untuk membantu memecah sawar darah otak
dan memungkinkan obat kemoterapeutik mengalir. Pemberian obat secara intrarektal dan intraarterial
akan memaksimalkan tindakan obat.
Asuhan Keperawatan
Bantu pasien dan keluarganya menjalani pengobatan, ketidakmampuan yang berpotensi terjadi, dan
perubahan gaya hidup akibat tumornya.
Secara kontinu, periksa perubahan pada status neurologis, dan lihat adakah kenaikan ICP
Lihat adakah dilasi pupil unilateral mendadak yang disertai hilangnya refleks terhadap cahaya, dan
laporkan secepatnya. Perubahan yang tidak baik ini mengindikasikan herniasi transtentorial yang akan
muncul.
Perhatikan tingkat dan kedalaman respiratorik abnormal bisa menunjukkan kenaikan ICP atau herniasi
tonsil serebral karena meluasnya gumpalan infratentorial.
Secara saksama, pantau suhu tubuh pasien. Umumnya, demam akan mengikuti anoksia hipotalamik
namun juga bisa mengindikasikan meningitis. Gunakan selimut hipotermia sebelum dan setelah operasi
untuk menjaga suhu pasien dan meminimalkan tuntutan metabolik serebral.
Beri steroid dan diuretik osmotik, misalnya mannitol, seperlunya, untuk mengurangi edema serebral.
Cairan bisa dibatasi sampai 1 ½ qt (1,4 L) tiap 24 jam. Pantau keseimbangan cairan dan elektrosit untuk
menghindari dehidrasi.
Lihat adakah tanda dan gejala ulser tekanan: distensi abdominal, nyeri, muntah, dan tinja hitam dan
seperti ter. Beri antasid dan antagonis histamin-2-reseptor seperlunya.
Setelah Pembedahan
Lanjutkan pemantauan status neurologis umum dan lihat adakah tanda kenaikan 1CP, misalnya naiknya
penutup tulang dan perubahan neurologis yang khas. Untuk mengurangi risiko ICP naik, batasi cairan
sampai 1 ½ qt tiap 24 jam.
Naikkan kepala ranjang pasien sekitar 30 derajat untuk membantu drainase venosa dan mengurangi
edema serebral akibat kraniotomi supratentorial. Posisikan tubuhnya di sisi untuk memungkinkan
drainase sekresi dan mencegah aspirasi.
Bila perlu, minta pasien menghindari manuver Valsava atau kontraksi otot isometrik saat bergerak atau
duduk di ranjang, karena bisa menaikkan tekanan intratoraks, sehingga menyebabkan kenaikan ICP.
Jangan memberi cairan oral seperlunya karena bisa memicu muntah dan akibatnnya menaikkan ICP.
Setelah kraniotomi infratentorial, jaga agar tubuh pasien berbaring datar selama 48 jam, tetapi lakukan
logroll padanya setiap 2 jam untuk meminimalkan komplikasi berupa imobilisasi. Cegah komplikasi lain
dengan memperhatikan status ventilatorik secara saksama dan memperhatikan pula fungsi
kardiovaskular, GI, dan muskuloskeletal.
Lihat luka secara seksama, adakah infeksi dan pembentukan sinus.Terapi radiasi biasanya ditunda
sampai luka operasi sembuh, namun bisa menyebabkan gangguan luka setelah itu.
Setelah radiasi, lihat adakah tanda kenaikan ICP karena radiasi bisa menyebabkan inflamasi otak.
Minta pasien melihat adakah tanda infeksi atau pendarahan yang muncul dalam waktu 4 minggu setelah
dimulainya kemoterapi dan segera melaporkannya, karena nitrosourea yang digunakan sebagai
pelengkap radioterapi dan pembedahan bisa menyebabkan tertundanya depresi sumsum tulang.
Sebelum kemoterapi, beri prochlorperazine (Compazine) atau antiemetik lain bila perlu, untuk
meminimalkan mual dan muntah.
Beritahu pasien mengenai tanda-tanda rekurensi, dan minta la mematuhi aturan pengobatan.
Mulai lakukan rehabilitasi sejak dini karena tumor otak bisa menyebabkan defisit neurologis residual
yang melemahkan pasien secara fisik dan mental.
Konsultasikan dengan terapis okupasional dan fisik untuk mendorong pasien melakukan akivitas sehari-
hari secara mandiri.
Bila perlu, sediakan bantuan untuk perawatan diri dan mobilisasi, misalnya palang pegangan di kamar
mandi bagi pasien yang menggunakan kursi roda.
Intervensi Keperawatan:
Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, hypnosis, akupresur, terapi
musik, biofeedback, terapi pijat, aroma terapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin,
terapi bermain)
Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri
Identifikasi karakteristik nyeri (mis. Pencetus, pereda, kualitas, lokasi, intensitas, frekuensi, durasi)
Identifikasi kesesuaian jenis analgesik (mis. Narkotika, non-narkotika, atau NSAID) dengan tingkat
keparahan nyeri
Diskusikan jenis analgesik yang disukai untuk mencapai analgesia optimal, jika perlu
Pertimbangkan penggunaan infus kontinu, atau bolus opioid untuk mempertahankan kadar dalam
serum
Dokumentasikan respon terhadap efek analgesic dan efek yang tidak diinginkan
Bradikardia membaik
Monitor peningkatan TD
Kalibrasi transduser
Kognitif meningkat
Demam menurun
Identifikasi penyebab peningkatan TIK (mis. Lesi, gangguan metabolisme, edema serebral)
Monitor tanda/gejala peningkatan TIK (mis. Tekanan darah meningkat, tekanan nadi melebar,
bradikardia, pola napas ireguler, kesadaran menurun)
Hentikan pemberian makan melalui selang nasigastrik jika asupan oral dapat ditoleransi
Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis. Pereda nyeri, antiemetik), jika perlu
Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan jenis nutrient yang dibutuhkan, jika
perlu
5. Ansietas (D.0080)
Luaran: Tingkat Ansietas menurun (L.09093)
Orientasi membaik
Identifikasi saat tingkat ansietas berubah seperti Kondisi, waktu, dan stressor.
Referensi :
Herholz, K., Langen, K. J., Schiepers, C., & Mountz, J. M. 2012. Brain tumors. Seminars in nuclear
medicine, 42(6), 356–370. https://doi.org/10.1053/j.semnuclmed.2012.06.001
Maurie Markman. 2021. Brain Cancer Risk Factor. Cancer Treatment Center of America:
cancercenter.com
Pamela.C.A.et.al.2008. Nursing: Understanding Disease. Lippincott William & Wilkins : Norristown Road.
Paul Martin RN. 2022. Brain Tumor Nursing Care Plans. Nurses Labs. https://nurseslabs.com/brain-
tumor-nursing-care-plans/
PPNI. 2017. Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI) edisi 1 cetakan II. DPP PPNI. Jakarta
PPNI. 2018. Standart Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) edisi 1 cetakan II. DPP PPNI. Jakarta
PPNI. 2019. Standart Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI)edisi 1 cetakan II. DPP PPNI. Jakarta