Anda di halaman 1dari 49

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tumor otak adalah suatu lesi ekspansif yang bersifat jinak (benigna) ataupun ganas
(maligna) membentuk massa dalam ruang tengkorak kepala (intra cranial) atau di sumsum
tulang belakang (medulla spinalis). Diagnosa tumor otak ditegakkan berdasarkan
pemeriksaan klinis dan pemeriksaan penunjang yaitu pemeriksaan radiologi dan patologi
anatomi. Dengan pemeriksaan klinis kadang sulit menegakkan diagnosa tumor otak apalagi
membedakan yang benigna dan yang maligna, karena gejala klinis yang ditemukan
tergantung dari lokasi tumor, kecepatan pertumbuhan masa tumor dan cepatnya timbul
gejala tekanan tinggi intrakranial serta efek dari masa tumor kejaringan otak yang dapat
menyebabkan kompresi, infasi dan destruksi dari jaringan otak.

Jumlah penderita kanker otak masih rendah, yakni hanya enam per 100.000 dari pasien
tumor/kanker per tahun, namun tetap saja penyakit tersebut masih menjadi hal yang
menakutkan bagi sebagian besar orang. Pasalnya, walaupun misalnya tumor yang
menyerang adalah jenis tumor jinak, bila menyerang otak tingkat bahaya yang ditimbulkan
umumnya lebih besar daripada tumor yang menyerang bagian tubuh lain. Tumor susunan
saraf pusat ditemukan sebanyak ± 10% dari neoplasma seluruh tubuh, dengan frekuensi
80% terletak pada intrakranial dan 20% di dalam kanalis spinalis. Di Indonesia data tentang
tumor susunan saraf pusat belum dilaporkan. Insiden tumor otak pada anak-anak terbanyak
dekade 1, sedang pada dewasa pada usia 30-70 dengan pundak usia 40-65 tahun.

Tumor otak terjadi karena adanya proliferasi atau pertumbuhan sel abnormal secara
sangat cepat pada daerah central nervous system (CNS). Sel ini akan terus berkembang
mendesak jaringan otak yang sehat di sekitarnya, mengakibatkan terjadi gangguan
neurologis (gangguan fokal akibat tumor dan peningkatan tekanan intrakranial). Hal ini
ditandai dengan nyeri kepala, nausea, muntah dan papil edema. Penyebab dari tumor belum
diketahui. Namun ada bukti kuat yang menunjukan bahwa beberapa agent bertanggung
jawab untuk beberapa tipe tumor-tumor tertentu. Agent tersebut meliptu faktor herediter,
kongenital, virus, toksin, dan defisiensi immunologi. Ada juga yang mengatakan bahwa
tumor otak dapat terjadi akibat sekunder dari trauma cerebral dan penyakit peradangan
(Fagan Dubin, 1979; Larson, 1980; Adams dan Maurice, 1977; Merrit, 1979).

Page 1
Untuk Penatalaksanaan tumor otak, yang perlu diperhatikan adalah usia, general health,
ukuran tumor, lokasi tumor dan jenis tumor. Metode yang dapat digunakan antara lain:
pembedahan, radiotherapy, dan chemotherapy. Seorang Perawat berperan untuk membuat
asuhan keperawatan yang tepat bagi klien dengan tumor otak serta
mengimplementasikannya secara langsung mulai dari pengkajian, diagnosa, hingga
intervensi yang harus diberikan.

Page 2
1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Apa definisi dari kanker otak?
1.2.2 Bagaimana etiologi dari kanker otak?
1.2.3 Apa manifestasi klinis dari kanker otak?
1.2.4 Bagaimana patofisiologi dari kanker otak?
1.2.5 Apa saja pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada penderita kanker
otak?
1.2.6 Bagaimana penatalaksanaan dari kanker otak?
1.2.7 Apa saja komplikasi dari kanker otak?
1.2.8 Bagaimana asuhan keperawatan yang harus dilakukan pada penderita kanker
otak?

1.3 Tujuan
A. Tujuan Umum
Menjelaskan pengertian dan asuhan keperawatan pada klien dengan
gangguan kanker otak.

B. Tujuan Khusus
1. Mengetahui dan memahami definisi kanker otak.
2. Mengetahui dan memahami etiologikanker otak.
3. Mengetahui dan memahami manifestasi klinis dari kanker otak.
4. Mengetahui dan memahami patofisiologi kanker otak.
5. Mengetahui dan memahami pemeriksaan penunjang pada kanker otak.
6. Mengetahui dan memahami penatalaksanaan klien dengan kanker otak.
7. Mengetahui dan memahami komplikasi dari kanker otak.
8. Menjelaskan asuhan keperawatan pasien dengan kanker otak.

1.4 Manfaat
Dengan adanya makalah ini, diharapkan mahasiswa mampu memahami dan
membuat asuhan keperawatan pada klien dengan tumor otak, serta mampu
mengimplementasikannya dalam proses keperawatan.

Page 3
BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi

Tumor otak atau tumor intrakranial adalah neoplasma atau proses desak
ruang (space occupying lesion atau space taking lesion) yang timbul di dalam rongga
tengkorak baik di dalam kompartemen supratentotrial maupun infratentorial. Di dalam
hal ini mencangkup tumor-tumor primer pada korteks, meningens, vaskuler, kelenjar
hipofise, epifise, saraf otak, jaringan penyangga, serta tumor metastasis dari bagian
tubuh lainnya (Satyanegara, 2010)

Berdasarkan data statistik Central Brain Tumor Registry of United State


(2005-2006) angka insidensi tahunan tumor intrakranial di amerika adalah 14,8 per
100.000 populasi per tahun dimana wanita lebih banyak (15,1) dibanding pria (14,5).
Estimasi insidensi tumor intrakranial primer adalah 8,2 per 100.000 populasi
pertahun. Data-data insidensi dari negara-negara lainnya berkisar antara 7 sampai
13 per 100.000 populasi per tahun (Jepang 9/100.000 populasi / tahun ; Swedia
4/100.000 populasi / tahun). Insidensi tumor otak primer bervariasi sehubungan
dengan kelompok umur penderita. Angka insidensi ini mulai cenderung meningkat
sejak kelompok usia dekade pertama yaitu dari 2/100.000 populasi / tahun pada
kelompok umur 10 tahun menjadi 8/100.000 populasi / tahun pada kelompok usia 40
tahun, dan kemudian meningkat tajam menjadi 20/100.000 populasi pertahun dan
kelompok usia 70 tahun 18,1 per 100.000 dimana perbandingan wanita (20,3) dan
pria (15,2). (Satyanegara, 2010)

2.2 Etiologi

Penyebab tumor otak belum diketahui .Namun ada bukti kuat yang
menunjukan bahwa beberapa agent bertanggung jawab untuk beberapa tipe tumor-
tumor tertentu. Agent tersebut meliputi factor herediter, kongenital, virus, toksin, dan
defisiensi immunologi. Ada juga yang mengatakan bahwa tumor otak dapat terjadi
akibat sekunder dari trauma cerebral dan penyakit peradangan. Metastase ke otak
dari tumor bagian tubuh lain juga dapat terjadi. Karsinomametastase lebih sering
menuju ke otak daripada sarcoma.Lokasi utama dari tumor otak metastase berasal
dari paru-paru dan payudara. (Muhamad Judha dan Nazwar Hamdani Rahil, 2011)

Page 4
2.3 Manifestasi klinis

Perubahan pada paremkhim intrakranial baik difus maupun regional akan


menampilkan gejala dan gangguan neurolobiologis sehubungan dengan gangguan
pada nukleus spesifik tertentu atau serabut traktus pada tingkat neurofisiologi dan
neuroanatomi tertentu seperti gejala-gejala: kelumpuhan, gangguan mental,
gangguan endokrin dan sebagainya.

Secara umum presentasi klinis pada kebanyakan kasus tumor otak


merupakan manifestasi dari peniggian tekanan intrakranial; namun sebaliknya gejala
neurobiologis yang bersifat progresif walaupun tidak jelas adanya tanda-tanda
peninggian tekanan intrakranial, perlu dicurigai adanya tumor otak (Satyanegara,
2010)

Tanda dan gejalanya antarar lain:

1. Tekanan tinggi intrakranial


Trias gejala kiasik dari sindroma tekanan tinggi intrakranial adalah: nyeri
kepala, muntah proyektil, dan papiledema. Keluhan nyeri kepala disini cenderung
bersifat intermitent, tumpul, berdenyut, dan tidak begitu hebat terutama di pagi
hari, berlokasi di sekitar daerah frontal atau oksipitan serta disertai muntah yang
“menyemprot”(proyektil).
2. Kejang
Gejala kejang pada tumor otak khususnya di daerah supratentorial dapat
berupa kejang umum, psikomotor ataupun kejang fokal. Dapat merupakan gejala
awal yang tunggal dari neoplasma hemisfer otak dan menetp untuk beberapa
lama sampai gejala kembali timbul.
3. Perdarahan intrakranial
Bukanlah suatu hal yang jarang bahwa tumor otak diawali dengan
perdarahan intrakranial-subarkhnoid, intraventikuler atau intraserebral.
4. Gejala disfungsi umum
Abnormalitas umum dari fungsi selebrum bervariasi mulai dari gangguan
fungsi intelektuil yang tak begitu hebat sampai dengan koma. Penyebab umum
dari disfungsi serebral ini adalah tekanan intrakranial yang meninggi dan
pergeseran otak akibat gumpalan tumor dan edema perifokal di sekitarnya atau
hidrosefalus sekunder yang terjadi.

5. Gejala neurologis fokal

Page 5
Perubahan personalitas atau gangguan mental biasanya menyertai tumor
tumor yang terletak di daerah frontal, temporal dan hipotalamus, sehingga
seringkali penderita-penderita tersebut diduga sebagai penyakit non organik atau
fungsionil. Gejala afasia agak jarang dijumpai terutama pada tumor yang berada
di hemisfer kiri (dominan). Tumor-tumor daerah suprasela nervus optikus dan
hipotalamus dapat mengganggu aktivitas visus.
6. Nausea dan mutah
Terjadi sebagai akibat ransangan pusat mutah pada medula oblongata.
Muntah paling sering terjadi pada anak-anak dan berhubungan dengan
peningkatan tekanan interakranial dan batang otak. Muntah dapat terjadi tanpa
diawali neusea dan dapat proyektil.
7. Papiledema
Disebabkan oleh statis vena yang menimbulkan pembengkakan papila saraf
optikus. Bila terjadi pada pemeriksaan funduskopi, tanda ini menginsyaratkan
peningkatan tekanan interaknial. Seringkali sulit menggunakan tanda ini sebagai
diagnosa tumor otak karena pada beberapa individu fundus tidak
memperlihatkan edema meskipu tekanan interaknial amat tinggi.
Menyertai pepil edema dapat terjadi gangguan penglihatan, termasuk
pembesaran bintik buta dan amaurosis fugaks (saat-saat dimana penglihatan
berkurang).
8. Pada otak kecil/batang otak:
a. Kurangnya koordinasi otak kecil membantu koordinasi gerakan kasar
b. Hipotonia tugkai
c. Ataksia
9. Pada belahan dahi (frontal lobe):
a. Ketidakmampuan untuk bicara (eksspresive aphasia)
b. Aktifitas mental melemah
c. Perubahan kepribadian
d. Anosmia (hilangnya indra penciuman)
10. Pada belahan kepala belakang (accipital lobe):
a. Pandangan terganggu-kerusakan jarak pandang; pasien menyangkal atau
tidak menyadari kerusakan tersebut
b. Prosopacnosia (pasien tidak mampu mengenali wajah-wajah yang familiar)
c. Perubahan dalam persepsi warna

Page 6
11. Pada belahan ubun-ubun (parietal lobe):
a. Seizure
b. Gangguan penglihatan mengakibatkan kerusakan jarak pandang
c. Kehilangan sensori-tidak mampu mengidentifikasi objek ditangan tanpa
memandangnya
12. Pada belahan pelipis (temporal labe):
a. Seizure
b. Halusinasi rasa atau bau
c. Halusinasi pandangan
d. Depersonalisasi
e. Perubahan-perubahan emosi
f. Kerusakan jarak pandang
g. Afasia reseptif
h. Persepsi musik berubah

2.4 Patofisiologi

Tumor otak menyebabkan gangguan neurologis prologis progresif. Gejala-


gejalanya terjadi berurutan. Hal ini menekankan pentingnya anamnesis dalam
pemeriksaan penderita. Gejala-gejala sebaiknya dibicarakan dalam suatu perspektif
waktu. Kapan gejala mulai timbul? Apakah ada hubungannya dengan sesuatu hal
lain? Berapa lama gejala-gejala ini sudah anda alami?
Gangguan neurologis pada tumor otak biasanya dianggap disebabkan oleh
dua factor: gangguan fokal disebabkan oleh tumor dan kenaikan tekanan intracranial.
Gangguan fokal terjadi apabila terdapat penekanan pada jaringan otak, dan
infiltrasi atau infasi langsung pada parenkim otak dengan kerusakan jaringan neuron.
Tentu saja disfungsi yang paling besar terjadi pada tumor yang tumbuh paling cepat
(misalnya: glioblastoma multiforme).
Perubahan suplai darah akibat tekanan yang ditimbulkan tumor yang
bertumbuh menyebabkan nekrosis jaringan otak. Gangguan suplai darah arteri pada
umumnya bermanifestasi sebagai kehilangan fungsi secara akut dan mungkin dapat
dikacaukan dengan gangguan serebrovaskular primer.
Serangan kejang sebagai manifestasi perubahan kepekaan neuron
dihubungkan dengan kompresi,invasi, dan perubahan suplai darah ke jaringan otak.
Beberapa tumor membentuk kista yang juga menekan parenkim otak sekitarnya
sehingga memperberat gangguan neurologis fokal.
Peningkatan tekanan intracranial dapat diakibatkan oleh beberapa factor:
bertambahnya massa dalam tengkorak, terbentuknya edema sekitar tumor, dan
perubahan sirkulasi cairan serebrospinal. Pertumbuhan tumor menyebabkan
bertambahnya massa karena tumor akan mengambil tempat dalam ruang yang

Page 7
relative tetap dari ruang tengkorak yang kaku. Tumor ganas menimbulkan edema
dalam jaringan otak sekitarnya. Mekanismenya belum seluruhnya dipahami, tetapi
diduga disebabkan oleh selisih osmotic yang menyebabkan penyerapan cairan
tumor. Beberapa tumor dapat menyebabkan perdarahan. Obstruksi vena dan edema
yang disebabkan oleh kerusakan sawar darah otak, semuanya menimbulkan
kenaikan volume intracranial dan meningkatkan tekanan intracranial. Obstruksi
sirkulasi cairan serebrospinal dari ventrikel lateral ke ruangan subaraknoid bisa
menimbulkan hidrosefalus. (Tutu April Ariani, 2012)

2.5 Pemeriksaan Diagnostik


Pemeriksaan scan magnet (MM) dan scan tomografi komputer merupakan
pemeriksaan terpilih untuk mendeteksi adanya tumor-tumor intrakranial. Dalam hal
ini dapat diketahui secara terperinci letak lokasi tumor dan pengaruhnya terhadap
jaringan sekitarnya, bahkan pada kasus-kasus terntentu dapat pula di duga jenisnya
dengan akurasi yang hampir tepat. Pemeriksaan konvesional seperti: foto polos
kepala, EEG, ekhoensevalografi, dan pemeriksaan penunjang diagnostik yang
invasif seperti: angiografi serebral, pneumoensevalografi sudah jarang diterapkan,
kecuali pada keadaan-keadaan darurat dengan kendala fasilitas pemeriksaan
mutakhir diatas tidak ada atau sebagai pembantu perencaan teknik pembedahan
otak.

Pemeriksaannya antara lain:


1. MR-Spectroscopy
Kemajuan pesat ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran saat ini
memungkinkan munculnya pemeriksaan radiologi mutakhir yang lebih
cenderung bersifat non-invasif. Salah satunya adalah pemeriksaan Magnetik
Resonance spectroscopy (MRS) yang dapat mewakili gambaran virtual
biopsilepsi intra kranial, pengetahuan metabolisme jaringan, mengetahui
komponen lesi, matting tumor heterogenetik serta mengidentifikasi area aktifitas
yang tinggi dan rendah pada masa tumor. Gambaran metabolisme utama yang
terjadi berupa choline (CHO) menunjukkan adanya sintesis mebran dan
degradasi, creatine (CR) berperaan dalam energi metabolisme, N-acetyl
aspartate (NAA) sebagai neuronal marker, lactate (La) merupakan indirec
marker proses abnormal dan adanya anaerbic glycolysis dan Lipid (Lip) yang
tampak pada jaringan nekrosis.
2. Aplikasi MRS pada tumor otak
MRS mampu membedakan berbagai lesi seperti yang ditunjukkan pada
cMRI. Derajat akurasinya mencapai 95-100% untuk membedakan lesi

Page 8
neoplasma atau nonneoplasma. Choline adalah marker spesifikasi pada
neoplasma intraknial. Peningkatan konsentrasi choline atau jumllah rasio Cho/Cr
atau Cho/Naa menunjukkan adanya suatu neoplasma (Setyanegara, 2010)
3. Biopsi stereotaktik 
Dapat digunakan untuk mendiagnosis kedudukan tumor yang dalam dan
untuk memberikan dasar-dasar pengobatan dan informasi prognosis.
4. Angiografi Serebral
Memberikan gambaran pembuluh darah serebral dan letak tumor
serebral.
5. Pemeriksaan cairan serebrospinal
Dilakukan untuk melihat adanya sel-sel tumor dan juga marker tumor.
Tetapi pemeriksaan ini tidak rutin dilakukan terutama pada pasien dengan massa
di otak yang besar. Umumnya diagnosis histologik ditegakkan melalui
pemeriksaan patologi anatomi, sebagai cara yang tepat untuk membedakan
tumor dengan proses-proses infeksi (abses cerebri).
6. CT scan dan MRI
Memperlihatkan semua tumor intrakranial dan menjadi prosedur
investigasi awal ketika penderita menunjukkan gejala yang progresif atau tanda-
tanda penyakit otak yang difus atau fokal, atau salah satu tanda spesifik dari
sindrom atau gejala-gejala tumor. Kadang sulit membedakan tumor dari abses
ataupun proses lainnya.

2.6 Penanganan tumor otak


Modalitas penanganan terhadap tumor otak mencakup tindakan-tindakan:
1. Terapi oporatif
Tindakan operasi pada tumorr otak (khususnya yang “ganas”) bertujuan
untuk mendapatkan diagnosa pasti dan dekompresi internal mengingat bahwa
obat-obatan anti edema otak tidak dapat diberikan secara terus-menerus. Prinsip
penanganan tumor jinak adalah pengambilan total sementara pada tumor ganas
tujuanya selain dekompresi juga memudahkan untuk pengobatan selanjutnya
(kemoterapi atau radioterapi) sehingga mendapatkan outcome yang lebih baik.
Persiapan pra bedah, penanganan pembiusan, teknik oprasi dan penanganan
pasca bedah sangat berperan penting dalam menentukan keberhasilan
penanganan operatif terhadap tumor otak.

Page 9
2. Terapi konservatif (nonoperatif):
a. Radioterapi
Untuk tumor-tumor susunan saraf pusat kebanyakan menggunakan
sinar X dan sinar Gamma di samping juga radiasi lainnya seperti: proton,
partikel alfa, neutron, dan pimeson. Kedua sinar di atas (sinar X dan
Gamma) merupakan bagian dari spektrum elektromagnetik yang mempunyai
sifat-sifat fisik yang sama dan dapat menimbulkan efek biologis yang di
hantarkan melalui produksi bangkitan ion dan radikal bebas pada target.
Tujuan dari terapi ini adalah menghancurkan tumor dengan dosis yang
masih dapat di toleransi oleh jaringan normal yang di tembusnya.
Keberasilan terapi radiasi pada tumor ganas otak di perankan oleh beberapa
faktor:
1. Terapi yang baik dan tidak melukai stuktur kritis lainnya.
2. Sensivitas sel tumor dengan sel normal.
3. Tipe sel yang di sinari.
4. Metastasis yang ada.
5. Kemampuan sel normal untuk repopulasi.
6. Restrukturisasi dan reparasi sel kanker sewaktu interval antarfraksi
radiasi.

b. Kemoterapi
Peranan kemoterapi tunggal untuk tumor ganas otak masih belum
mempunyai nilai yang bermakna sama sekali. Saat ini menjadi titik pusat
perhatian modalitas terapi ini adalah tumor-tumor otak jenis astrositoma
(grade III dan IV) glioblastoma dan astrositoma anaplastik beserta variannya
ada beberapa obat kemoterapi untuk tumor ganas otak yang saat ini beredar
di kalangan medis yaitu : HU (hidrokasiurea), 5-FU (5-fluorourasil), PCV
(Prokarbazin, CCNU, Vincristine), Nitrous urea (PCNU, BCNU/Karmustin,
CCNU/ lomustin), MTX (metotreksat), DAG (Dianhidrogalaktitol) dan
sebagainya.

c. Immunoterapi
Yang mendasari modalitas terapi ini adalah anggapan bahwa
tumbuhnya suatu tumor di sebabkan oleh adanya gangguan fungsi imunologi
tubuh sehingga di harapkan dengan melakukan restorasi sistem imun dapat
menekan pertumbuhan tumor.(Setyanegara, 2010)

Page 10
2.7 Komplikasi
Komplikasi Tumor Otak
1. Edema Serebral
Peningkatan cairan otak yang berlebih yang menumpuk disekitar lesi
sehingga menambah efek masa yang mendesak (space-occupying). Edema
Serebri dapat terjadi ekstrasel (vasogenik) atau intrasel (sitotoksik).
2. Hidrosefalus
Peningkatan intracranial yang disebabkan oleh ekspansin massa dalam
rongga cranium yang tertutup dapat di eksaserbasi jika terjadi obstruksi
pada aliran cairan serebrospinal akibat massa.
3. Herniasi Otak
Peningkatan intracranial yang terdiri dari herniasi sentra, unkus, dan
singuli.
4. Epilepsi
5. Metastase ketempat lain (Febri : 2012)

2.8 Epidemiologi
Prevalensi tumor otak adalah 1% dari 10.000-20.000 individu. Pada studi
epidemiologis yang dilakukan di Mayo Clinic selama lebih dari 40 tahun, rata-rata
insiden tumor otak adalah 19,1% per 100.000 orang pertahun.

2.9 Klasifikasi

Keganasan tumor otak yang memberikan implikasi pada prognosanya


didasari oleh morfologi sitologi tumor dan konsekuensi klinis yang berkaitan dengan
tingkah laku biologis. Sifat sifat keganasan tumor otak secara klinis didasarai hasil
evaluasi morfologi makroskopis dan histologis neoplasma, dikelompokkan atas
kategori:

1. Benigna (jinak)
Dimana morfologi tumor tersebut makroskopis menunjukan batas yang jelas,
tudak infiltratif dan hanya mendesak organ-organ sekitarnya. Disamping itu biasanya
banyak dijumpai adanya pembentukan kapsul serta tidak adanya mestasis maupun
rekurensi setelah dilakukan pengangkatan total. Tampilan histologisnya menunjukan
struktur sel yang reguler, pertumbuhan lambat tanpa mitosis, densitas sel yang

Page 11
rendah dengan deferensiasi struktur yang jelas parenkhin, stroma yang tersusun
teratur tanpa adanya formasi yang baru.
2. Maligna (ganas)
Ditandai oleh tampilan makroskopis yang infiltratif atau ekspansi destruktif
tanpa batasan yang jelas, tumbuh cepat serta cenderung membentuk metatasis dan
rekurensi pasca- pengangkatan total.

Secara umum penilaian terhadap tumor ada kaitannya dengan derajat


keganasannya yang mencangkup faktor-faktor kriteria:
1. Keganasan histologis yang didasari oleh data morfologi
2. Keganasan biologis yang didasari oleh batas statistik tentang survival tumor
tersebut
3. Keganasan klinis yang diddasari kedua diatas dan tampilan tampilan klinis
tertentu

Proses neoplasmatik atau proses malignitas di sususnan saraf mencakup


neoplasma safar primer dan non-saraf atau metastatik. Kira-kira 10%dari semua
proses neoplasmatik diseluruh tubuh ditemukan pada susunan saraf dan selaputnya,
8% berlokasi di ruang intrakranial, dan 2% di ruang kanalis spinalis.
Urutan frekuensi neoplasma di ruang intrakranial adalah sebagai berikut:
Glioma (41%), meningioma (17%), adenoma hipofisis (13%), neurilemoma (12%),
neoplasma metastatik dan neoplasma pembuluh darah serebral. Sedangkan urutan
yang berlaku di dalam ruang kanalis spinalis adalah: neurilemoma, meningioma,
glioma, sarkoma, hemangioma, dan kordoma.

1. Glioma
Glioma adalah neoplasma yang berasala dari sel glia. Tergantung pada
morfologi sel yang menyusunnya, maka glio dapat dibagi dalam astrositoma,
oligodendroma dan meduloblastoma. Seringkali dijumpai bahwa pada suatu daerah
glioma terdapat morfologi campuran, misalnya sel yang tidak dapat dibedakan dari
astrosit normal yang berada ditengah-tengah astrosit yang jelas patologik.
a. Astrositoma
Astrositoma ialah tumbuh ganda yang berasal dari astrosit.
Neoplasma ini lebih sering dijumpai pada usia dewasa muda dan dapat tumbuh di
semua bagian otak. Secara anatomi patologis ada 4 derajat keganasan : astrositoma
derajat 1 terdiri atas sel-sel yang menyerupai astrosit normal. Astrositoma derajat 2

Page 12
sel-sel lebih padat, besarnya tidak sama, pembuluh-pembuluh darah mulai
berproliferase.
Astrositoma derajat 3 tampak tanda-tanda keganasan yang jelas yaitu
pleiositosis, mitosis yang sering kali tidak normal, terdapat sel-sel raksasa,
proliferase pembuluh darah disertai perdarahan-perdarahan.
Astrositoma derajat 4 tanda-tanda keganasan lebih hebat lagi. Astrositoma
derajat 3 dan 4 juga disebut glioblastoma multiforme. Astrositoma baik jinak maupun
ganas tidak menunjukkan batas yang jelas dengan jaringan yang sehat. Hal ini
menimbulkan kesukaran bagi dokter yang mengoperasi untuk menentukan sampai
berapa banyak jaringan yang harus diangkat. Neoplasma ini juga dijumpai di dalam
medula spinalis tetapi lebih jarang.
b. Oligodendroglioma
Jarang dijumpai dan hanya mencakup 10% dari semua jenis glioma yang
ditemukan pada semua golongan umur, terutama pada golongan umur 40-50 tahun.
Tempat predileksinya ialah supratentorial dan 50% terletak di lobus frontalis.
Pertumbuhannya lambat dan kawasannya terutama di substansia alba dengan
batas yang jelas. Didalam daerahnya terdapat kista, perkapuran dan hemoragi.
c. Ependimoma
Tumor ganas yang berasal di bagian dalam dinding ventrikel. Pasa anak-
anak tempat yang palling sering adalah ventrikel keempat. Tumor ini menyerang
jaringan sekitarnya dan menyumbat ventrikel. Kematian biasanya terjadi dalam 3
tahun / kurang.
d. Meduloblastoma
Merupakan neoplasma di fosa kranii posterior teutama pada asank-anak.
Dibanding dengan frekuensi astrositoma pada anak-anak, meduloblastoma adalah
neoplasma serebeli nomor 2 pada anak-anak. Predileksinya ialah garis tengah
serebelum.

2. Meningioma
Merupakan neoplasma intrakranial, lebih sering dijumpai pada wanita
daripada pria, terutama pada golongan umur 50-60 tahun dan memperlihatkan
kecenderungan untuk ditemukan pada bebrapa dari satu keluarga. Korelasi dengan
trauma kapitis kurang meyakinkan. Pada umumnya meningioma dianggap sebagai
neoplasma yagn berasal dari glioblas disekitar vili arakhnoid. Sel di medula spinalis
yang sebanding dengan sel tersebut ialah sel yang terletak pada pertemuan antara
arakhnoid dan dura yang menutupi radiks.

Page 13
Tempat perdileksinya di ruang kranium supratentorial ialah daerah
parasagital. Yang terletak di krista sfenoid, paraselar dan baso-frontal biasa depeng
atau kecil bundar. Bilamana meningioma terletak infratentorial, kebanyakan didapati
di samping medial os petrosum di dekat sudut serebelopontin. Meningioma yang
bulat sering menimbulkan penipisan pada tulang tengkorak, sedangakan yang
gepeng justru menimbulkan hiperostosis.

3. Adenoma hipofisis
Tumor ini sering dijumpai dalam klinik. Asal tumor ini ialah sel-sel kelenjar
hipofisis, karena pertumbuhan tumor ini kiasma optik yang terletal di atasnya akan
tertekan dengan akibat timbulnya gangguan dalam lapang pandang. Karena hipofisis
belahan depan ialah kelenjar endokrin, pada adenoma hipofisis akan timbul gejala-
gejala endokrin yang sifatnya ditentukan oleh jenis tumor. Ada 3 jenis adenoma
hipofisis, yaitu adenoma eosinofil, adenoma basofil, adenoma kromofob.
Adenoma eosinofil pada anak-anak akan mengakibatkan pertumbuhan
raksasa. Jadi lebih besar dan lebih tinggi daripada orang biasa. Pada orang dewasa
akan timbuk keadaan yang dinamakan akromegali yaitu pembesaran tangan, kaki,
jari-jari, mandibula, kulit, dan lidah menebal.
Pada adenoma basofil, bila timbul pada anak-anak akan terjadi distrofi
adiposogenital yaitu penimbunan lemak di daerah muka, leher, bahu, abdomen,
disertai hiportrofi genital eksterna. Mungkin dijumpai hipertensi dan osteoporosis.
Pada adenoma kromofob, berat badan bertambah, libido berkurang. Bila
fungsi seluruh kelenjar menjadi berkurang akan timbul keadaan hipopitultarismus
atau sindroma sbeehan yakni kakeksia nervosa, disebut juga penyakit simmonds.

4. Neurilemoma
Tumor ini berasal dari sel-sel sarung schwann yang melingkupi saraf perifer.
Di dalam rongga tengkorak tumor ini biasanya tumbuh pada nervus VIII dari sudut
yang dibentuk olah medula oblongata, pons, dan serebelum. Karena itu tumor ini
memberikan gejala yang disebut sindrom anngiilus medulo pentoserebelum.
Neurinoma ialah tumor spinal yang paling sering dijumpai di dalam kanal
vertebra. Tumor yang ganas disebut neurinosa poma. Sel-sel ini berbentuk lonjong-
lonjong bila terpotong memanjang dan tersusun dalam aliran-aliran. Tidak jarang
nukleus sel-sel ini tersusun seperti pagar yang disebut formasi palisade.
Pertumbuhan tumor lebih lanjut menyebabkan araksia ipsilateral akibat
kompresi batang otak, serebelum, dan palsi nervus kranialis bagian bawah (bulbar).
Akhirnya terjadi gambaran peningkatan tekanan intrakranial, terutama jika terjadi

Page 14
hidrosefalus akibat obstruksi pada tingkat ventrikel ke empat. Tumor lain yang dapat
mengenai sudut serebelopontin termassuk meningioma dan metastasis.

5. Neoplasma Intrakranial Yang Berasal Dari Jaringan Pembuluh Darah


Neoplasma yang berinduk pada jaringan vaskuler yang bersifat neoplasmatik
hanya satu yaitu hemangioblastoma. Tetapi malformasi kapilar dan vena intrakranial
biasanya digolongkan dalam kelompok neoplasma vaskuler juga. Hemangioblastoma
merupakan tumor pembuluh darah yang berkista. Kista-kistanya mengandung cairan
yang santokrom. Tempat predileksinya ialah fosa kranii posterior, terutama di
serebellum dan lebih jarang di medula spinal. Jika hemangiioblastoma intrakranial
atau spinalis dijumpai pada seorang penderita dengan ginjal dan atau pankreas yang
berkista atau dengan tumor ginjal yang jinak, maka sindrom keseluruhannya
dinamakan sindrom Lindau. Adakalanya hemangioblastoma ditemukan pada retina
penderita penyakit Lindau, dan kombinasi tersebut dikenal sebagai penyakit Hippel-
Lindau. Tumor pembuluh darah intrakranial yang sebenarnya bukan neoplasma,
melainkan suatu daerah yang mengandung kapiler-kapiler yang berdilatasi dikenal
sebagai telangiektasie kapiler. Tempat predileksinya ialah pons , mesenfalon dan
talamus.
Malformasi yagn timbul karena arteri bermuara langsung dalam vena, yang
dinamakan fistula arterio-venosa atau arterio-venous-shunt tergolong dalam tumor,
karena adanya pengembungan-pengembungan vena yang langsung bersambung ke
arteri. Tumor semacam itu dapat dijumpai pada korteks serebri atau serebeli, tetapi
jarang sekali ditemukan pada medula spinalis. Yang paling sering ditemukan ialah di
korteks parietalis, yang merupakan kawasan pendarahan arteria serebri media.
Karena tekanan intravenous meningkat akibat bersambungnya arteri dengan vena
secara langsung, maka pengaliran balik darah vena kawasan lain dapat terbendung.
Maka dari itu retina, orbita dan kulit tengkorak dapat dijumpai vena-vena yang
mengembung dan berkelok-kelok jalannya. Dilatasi vena-vena yang bersangkutan
mempermudah terjadinya perdarahan intrakranial dan ekstrakranial.

6. Neoplasma Metastatik Intrakranial


Kira-kira 20% dari tumor serebri adalah neoplasma metastatik. Dan tidak
jarang manifestasi serebral timbul sebagai tanda pertama proses neoplasmatik diluar
susunan saraf. Neoplasma metastatik intrakranial paling sering dijumpai pada
golongan diatas umur 50 tahun. Kira-kira 70% berlokasi di serebrum dan 30% di
serebelum. Kebanyakan tidak soliter melainkan multipel.

Page 15
Kira-kira 50% berasal dari karsinoma bronkus. Neoplasma metastatik
intrakranial berikutnya, menurut urutan frekuensinya berasal dari mamae, ginjal,
lambung, prostat, dan tiroid.
Tumor yang berasal dari jaringan di pelvis atau rongga abdomen
bermetastatik ke ruang intrakranial melalui vena pelvika, ke atrium kanan dan tiba di
paru-paru dan dari paru-paru disebar melalui aliran arterial sistemik. Lintasan
metastatik lainnya ialah vena paravertebralis yang bersambung dengna sinus venous
intrakranial yang dikenal sebagai sistem venosa serebral dan serebelar Batson.

Contoh gambar1 letak tumor pada spinalis


letak tumor medulla spinalis, ed = ekstradural; ie = intradural ekstramedular; ii
= intradural intramedular

Contoh gambar2 letak tumor pada spinalis


MRI, tumor intraduralekstramedular, Medula Spinalis

Page 16
Contoh gambar3 letak tumor pada spinalis

Page 17
ETIOLOGI

PERTUMBUHAN SEL
OTAK ABNORMAL

TUMOR OTAK

MENGGANGGU
MASSA DALAM OTAK
BAGIAN SPESIFIK
BERTAMBAH
OTAK BAGIAN
TUMOR

PENEKANAN JARINGAN OBSTRUKSI SIRKULASI


OTAK TERHADAP CAIRAN SEREBROSPINAL
TIMBUL
MANIFESTASI
SIRKULASI DARAH & O2 DARI VENTRIKEL LATERAL
KLINIK/ GEJALA KE SUB ATACHNOID
LOKAL SESUAI
FOKAL TUMOR PENURUNAN SUPLAY 02 KE
JARINGAN OTAK AKIBAT
HIDROCEPALUS
OBSTRUKSI SIRKULASI
SALURAN OTAK

HIPOKSIA CEREBRAL KERUSAKAN DARAH OTAK

KERUSAKAN
DARAH OTAK
KOMPENSASI PERUBAHA AKUMULASI CO2
TRAKIPNEA N PERFUSI DI CEREBRAL
CEREBRAL
PERPINDAHAN CAIRAN
INTRAVASKULER KE
JARINGAN CEREBRAL
POLA NAFAS
INEFEKTIF
KOMPARASI KURANG
CEPAT TIK
MENINGKAT

NYERI KEPALA
PERUBAHAN PERFUSI
JARINGAN CEREBRAL

KOMPRESI STATIS VENA CEREBRAL


BERGESERNYA GINUS
BARANG OTAK
MEDIALIS LABIS
TEMPORAL KE INFERION
MELALUI INSISURA
TENTORIAL

Page 18
IRITASI PUSAT
OBSTRUKSI SISTEM
VAGAL DI MEDULA
CEREBRAL
OBLONGGATA
HERNIASI CEREBRAL
OBSTRUKSI DRAINASE
MUNTAH VENA RETINA
PROYEKTIL

PAPIL EDEMA
RESIKO GANGGUAN
KESEIMBANGAN
CAIRAN DAN
KOMPRESI
ELEKTROLIT
SARAF OPTIKUS

GANGGUAN PENGLIHATAN

PERUBAHAN
PERSEPSI VISUAL

Page 19
Kasus

Andik 15 tahun masuk RS Suketi dengan keluhan kedua bola matanya tidak bisa
melihat, dialami sejak satu bulan terakhir. Awalnya penglihatan kabur kemudian tidak dapat
melihat sama sekali.

Riwayat sakit kepala sejak kurang lebih 5 bulan yang lalu, Px A muntah-muntah
ketika mengalami sakit kepala, tidak ada riwayat kejang dan trauma. Px A tidak dapat
berjalan sejak satu minggu terakhir, napsu makan menurun, penurunan berat badan satu
bulan terakhir. Dengan keluhan utama: kesadaran menurun dan Gagal napas.

Keluhan saat ini: px A post oprasi trepanasi 31 Oktober 2015, kesadaran tersedasi,
terpasang ventilator,terpasang kateter, jumlah urine sebanyak 109,87 cc/jam, terpasang
ETT, terpasang NGT, peristaltik usus menurun, terdapat drain pada daerah kepada, ada
odema anasarka, trombosit rendah 18.000/uL, suhu 38*C.

Page 20
I. PENGKAJIAN
a. Data Umum
Nama : Tn. A
Ruang : Akhirat
No. Reg : 008
Umur : 15 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa
Bahasa : Indonesia
Alamat : Jl. Kendi
Penanggung Jawab : Ibu Kunti
Pendidikan Terakhir : Sarjana
Pekerjaan : PNS
Gol darah :O
Tanggal MRS : 31 Oktober 2015
Tanggal Pengkajian : 31 Oktober 2015
Diagnosa Medis : Tumor Otak
Tindakan Operasi : Trepanase

b. Data Dasar
1. Keluhan Utama
Tn. A merasa kedua bola matanya tidak bisa melihat, dialami sejak satu
bulan terakhir. Awal penglihatan kabur kemudian tidak dapat melihat sama
sekali. Px A tidak dapat berjalan sejak satu minggu terakhir, napsu makan
menurun, penurunan berat badan satu bulan terakhir. Dengan keluhan
utama: kesadaran menurun dan Gagal napas.
2. Alasan MRS
Ibu kunti khawatir dan ingin anaknya cepat sembuh sesegera mungkin.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Tumor Otak.
4. Riwayat Kesehatan dahulu
Riwayat sakit kepala sejak kurang lebih 5 bulan yang lalu, Px A muntah-
muntah ketika mengalami sakit kepala, tidak ada riwayat kejang dan trauma.
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Tidak ada

Page 21
c. Pengkajian Primer
1. Jalan nafas tidak paten, apnea, obstruksi (+), sputum (+) agak banyak
(+)darahyang keluar dari mulut, batuk (-), ronchi (+)
2. Tampak ekspansi dada (+), RR 22x/menit, reguler, kuat, simetris
kiri/kanan,pernafasan dada , penggunaan alat bantu pernafasan (-),
terpasang ETT, terpasang ventilator SIMV Ps.10, PEEP. 5, SPO2. 99%, tidal
volume 300ml
3. TD: 120/70mmHg, N: 118x/m, reguler, teraba denyutan lemah, akral
hangat,Capillary refil time > 3 detik , sianosis (-), tanda-tanda perdarahan (+),
drain(+), ada lebab pada pelipis dan leher kanan
4. GCS tersedasi

d. Riwayat Sosial
1. Pengasuh : Ibu K
2. Hubungan : Orangtua perempuan
3. Pembawaan secara umum : Romantis
4. Lingkungan Rumah : Damai dan tentram

e. Pola Fungsi Kesehatan


Persepsi keluarga mengenai kesehatan sangatlah penting. Karena keluarga
selalu mengutamakan kesehatan dengan penuh.

f. Pemeriksaan Fisik
1. Status kesehatan umum : Penglihatan kabur, kesadaran menurun, gagal pola
bernafas
Kesadaran/penampilan umum : kesadaran menurun
BB sebelum sakit : 47 kg
BB saat sakit : 31 kg
BB ideal : 49 kg
Perkembangan BB : Menurun
Status Gizi : Tidak baik
TTV TD : 120/70mmHg
N : 118x/m
S : 38*C
RR : 22x/m

Page 22
2. B1:
a. Tampak ekspansi dada dengan bantuan ventilisator SIMVPs.10,
PEEP. 5, SPO2 99%, tidal volume
b. Hidung: simetris kiri kanan, secret (+), polip (-), epistaksis (-),
terpasang selangNGT untuk nutrisi
c. Leher: pembengkakan (+), perdarahan di bawah kulit pada leher
bagian kanan
d. Dada:
1. Bentuk dada normal
2. Perbandingan ukuran anterior-posterior dengan
tranversal 1:2
3. Suara napas: Vokal fremitus: terasa , Wheezing: ada,
Ronchi (+)
B2 :
a. Conjungtiva anemis (+), arteri radialis : lemah, tekanan vena
jugularis : tidak meninggi
b. Ukuran jantung: tidak diketahui
c. Suara jantung S1 dan S2 tidak diketahi
d. Capillary Refilling Time: 7 detik
B3 :
a. Nerfus cranial
b. Alfaktorius : penerimaan dan persepsi bau: tidak dapat dinilai
c. Optikus :Tajam penglihatan dan lapang pandang: tidak dapat
dinilai
d. Okulamotorius: (motorik)penggerakan bola mata, mengangkat
kelopak mata: klien berkedip ketika diberi rangsang (DBN),
(parasimpatik) perubahan kontriksi pupil: miosis
e. Troklearis: (motorik) penggerakan bola mata: tidak dapat dinilai
f. Trigeminal: (sensorik) sensasi pada kornea, membrane mukosa
hidung, muka, muka, sensasi area maksilaris, 2/3 bagian depan
lidah dan gigi, sensasi mandibula: tidak dapat dinilai, (motorik)
mengunyah: klien tidak dapat dinilai.
g. Abducens: (motorik) pergerakan mata ke lateral: tidak dapat dinilai
h. Facialis: (sensorik) rasa pada 2/3 bagian depan lidah, sensasi
faring: tidak dapat dinilai, (motorik) pergerakan eksperesi
wajah:tidak dapat dinilai, (parasimpatis) pengeluaran saliva: tidak
dapat dilakukan

Page 23
i. Vestibulocochear: (sensori) keseimbangan dan pendengaran:
klien mengedipkan matanya, tanpa bicara
j. Glosopharingngeal: (sensorik) rasa pada 1/3 belakang lidah,
sensasi pharyngeal: tidak dapat dinilai, (motorik) menelan: tidak
dapat dinilai
k. Vagus: (sensorik) sensasi pharing, laring: tidak dapat dinilai,
(motorik) menelan: tidak dapat dinilai, (parasimpatis) pergerakan
otot dalam thoraks dan abdomen: baik
l. Accessorius : (motorik) pergerakan leher dan otot bahu: tidak
dapat dinilai
m. Hypoglossus: (motorik) pergerakan lidah: tidak dapat dinilai
B4 :
a. Terpasang kateter dengan produksi urine: 109,87 cc/jam
b. Warna : kuning pekat, Bau: (DBN)
c. Poliuri
B5 :
a. Bibir: tampak kering
b. Mulut: terpasang intubasi sebelah kanan, ada darah keluar dari
mulut
c. Gaster: nyeri tidak dapat dikaji dan gerakan peristaltik menurun,
distensi abdomen (-), tidak tampak massa, kulit abdomen pucat,
pada perkusi didapatkan hipotimpani
d. BAB (+), konsistensi encer, warna kuning (DBN)
B6 :
a. Kepala: Bentuk kepala: mesocephal, edema (+), ada luka bekas
operasi bagian kanan,drain (+)
b. Vertebrae; Scoliosis tidak dikaji, Gerakan: tidak dapat dikaji
c. Kaki: edema
d. Tampak edema anasarka

g. Psikologis
Terjadi perubahan mental keluarga pada saat awal klien didiagnosa menderita
penyakit tumor pada kepala, dan berbagai pengobatan telah dilakukan sesuai
dengan anjuran pada medis hingga akhirnya keluarga pasrah melihat
perkembangan klien selama dirawat di ICU, dimana keadaan klien semakin
memburuk.

Page 24
h. Pemeriksaan Penunjang
a. CT scan
Ditemukan tumor otak frontal bagian kanan, ukuran 6,24 x 4,53 cm,
mendesak garis tengah dan ventrikel lateralis kiri, edema sekitarnya.

b. Foto polos dada


Dilakukan untuk mengetahui apakah tumornya berasal dari suatu metastasis
yang akan memberikan gambaran nodul tunggal ataupun multiple pada otak.

c. Pemeriksaan cairan serebrospinal


Dilakukan untuk melihat adanya sel-sel tumor dan juga marker tumor. Tetapi
pemeriksaan ini tidak rutin dilakukan terutama pada pasien dengan massa di
otak yang besar. Umumnya diagnosis histologik ditegakkan melalui
pemeriksaan patologi anatomi, sebagai cara yang tepat untuk membedakan
tumor dengan proses-proses infeksi (abses cerebri).

d. Biopsi stereotaktik
Dapat digunakan untuk mendiagnosis kedudukan tumor yang dalam dan
untuk memberikan dasar-dasar pengobatan dan informasi prognosis.

e. Angiografi Serebral
Memberikan gambaran pembuluh darah serebral dan letak tumor serebral.

f. Elektroensefalogram (EEG)
Dapat mendeteksi gelombang abnormal pada otak yang disebabkan tumor
hal ini dapat mengevaluasi kejang yang ditimbulkan karena gangguan pada
lobus temporal.

i. Penatalaksanaan Medis
a. Pembedahan
Pembedahan adalah pengobatan yang paling umum untuk tumor otak.
Tujuannya adalah untuk mengangkat sebanyak tumor dan meminimalisir
sebisa mungkin peluang kehilangan fungsi otak.
Operasi untuk membuka tulang tengkorak disebut kraniotomi. Hal ini
dilakukan dengan anestesi umum. Sebelum operasi dimulai, rambut kepala
dicukur. Ahli bedah kemudian membuat sayatan di kulit kepala menggunakan
sejenis gergaji khusus untuk mengangkat sepotong tulang dari tengkorak.

Page 25
Setelah menghapus sebagian atau seluruh tumor, ahli bedah menutup
kembali bukaan tersebut dengan potongan tulang tadi, sepotong metal atau
bahan. Ahli bedah kemudian menutup sayatan di kulit kepala. Beberapa ahli
bedah dapat menggunakan saluran yang ditempatkan di bawah kulit kepala
selama satu atau dua hari setelah operasi untuk meminimalkan akumulasi
darah atau cairan.
Efek samping yang mungkin timbul pasca operasi pembedahan tumor
otak adalah sakit kepala atau rasa tidak nyaman selama beberapa hari
pertama setelah operasi. Dalam hal ini dapat diberikan obat sakit kepala.
Masalah lain yang kurang umum yang dapat terjadi adalah menumpuknya
cairan cerebrospinal di otak yang mengakibatkan pembengkakan otak
(edema). Biasanya pasien diberikan steroid untuk meringankan
pembengkakan. Sebuah operasi kedua mungkin diperlukan untuk
mengalirkan cairan. Dokter bedah dapat menempatkan sebuah tabung,
panjang dan tipis (shunt) dalam ventrikel otak. Tabung ini diletakkan di bawah
kulit ke bagian lain dari tubuh, biasanya perut. Kelebihan cairan dari otak
dialirkan ke perut. Kadang-kadang cairan dialirkan ke jantung sebagai
gantinya.
Infeksi adalah masalah lain yang dapat berkembang setelah operasi
(diobati dengan antibiotic). Operasi otak dapat merusak jaringan normal.
kerusakan otak bisa menjadi masalah serius. Pasien mungkin memiliki
masalah berpikir, melihat, atau berbicara. Pasien juga mungkin mengalami
perubahan kepribadian atau kejang. Sebagian besar masalah ini berkurang
dengan berlalunya waktu. Tetapi kadang-kadang kerusakan otak bisa
permanen. Pasien mungkin memerlukan terapi fisik, terapi bicara, atau terapi
kerja.

b. Radiosurgery stereotactic
Radiosurgery stereotactic adalah tehnik "knifeless" yang lebih baru untuk
menghancurkan tumor otak tanpa membuka tengkorak. CT scan atau MRI
digunakan untuk menentukan lokasi yang tepat dari tumor di otak. Energi
radiasi tingkat tinggi diarahkan ke tumornya dari berbagai sudut untuk
menghancurkan tumornya. Alatnya bervariasi, mulai dari penggunaan pisau
gamma, atau akselerator linier dengan foton, ataupun sinar proton.
Kelebihan dari prosedur knifeless ini adalah memperkecil kemungkinan
komplikasi pada pasien dan memperpendek waktu pemulihan.
Kekurangannya adalah tidak adanya sample jaringan tumor yang dapat

Page 26
diteliti lebih lanjut oleh ahli patologi, serta pembengkakan otak yang dapat
terjadi setelah radioterapi.

c. Radioterapi
Radioterapi menggunakan X-ray untuk membunuh sel-sel tumor. Sebuah
mesin besar diarahkan pada tumor dan jaringan di dekatnya. Mungkin
kadang radiasi diarahkan ke seluruh otak atau ke syaraf tulang belakang.
Radioterapi biasanya dilakukan sesudah operasi. Radiasi membunuh sel-
sel tumor (sisa) yang mungkin tidak dapat diangkat melalui operasi. Radiasi
juga dapat dilakukan sebagai terapi pengganti operasi. Jadwal pengobatan
tergantung pada jenis dan ukuran tumor serta usia pasien. Setiap sesi
radioterapi biasanya hanya berlangsung beberapa menit.

d. Kemoterapi
Kemoterapi yaitu penggunaan satu atau lebih obat-obatan untuk
membunuh sel-sel kanker. Kemoterapi diberikan secara oral atau dengan
infus intravena ke seluruh tubuh. Obat-obatan biasanya diberikan dalam 2-4
siklus yang meliputi periode pengobatan dan periode pemulihan.
Dua jenis obat kemoterapi, yaitu: temozolomide (Temodar) dan
bevacizumab (Avastin), baru-baru ini telah mendapat persetujuan untuk
pengobatan glioma ganas. Mereka lebih efektif, dan memiliki efek samping
lebih sedikit jika dibandingkan dengan obat-obatan kemo versi lama.
Temozolomide memiliki keunggulan lain, yaitu bisa secara oral.
Untuk beberapa pasien dengan kasus kanker otak kambuhan, ahli bedah
biasanya melakukan operasi pengangkatan tumor dan kemudian melakukan
implantasi wafer yang mengandung obat kemoterapi. Selama beberapa
minggu, wafer larut, melepaskan obat ke otak. Obat tersebut kemudian
membunuh sel kankernya.

Page 27
N
E
P
oR
O
B
L II. ANALISA DATA

EDIAGNOSA KEPERAWATAN
M1. Bersihan jalan napas tak efektifberhubungan dengan penumpukan sekret pada jalan

B napas
1
E
R 2. Pola napas tak efektif berhubungan dengan depresi pusat pernapasan
.P
e
r 3. Perubahan perfusi jaringan serebralberhubungan dengan edema cerebral
P 4. Perubahan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kesadaran
s
A
i menurun

h 5. Resiko cedera alveolus / emfisema berhubungan dengan ventilasi mekanik,


S
a endotakeal
I
n
EIII. INTERVENSI
G
j
a
P
l
P
a
n

n
a
p
a
s

t
a
k

e
f
e
k
t
i
f
2
R
P
. B
o
l Page 28
E
a
 
R
No. Tujuan Rencana Tindakan Rasional
1.
Jalan napas efektif dengan1Kaji frekuensi, irama, bunyi, Pernapasan yang
kriteria: kedalaman, pernapasan tidak teratur,
          R= 14-20x/m klien seperti apnea,
    Tidak terdapat sekret pada jalan pernapsan cepat
napas 2. Mempertahankankebersihan atau lambat
     klien dapat bernapas  dengan jalan napas, suction jika kemungkinan

kanul nasal perlu, beri oksigen sebelum adanya gangguan

suction. pada pusat


pernapasan pada
otak.
3.  Memberi posisi baring
semifowler
    Mempertahank
an adekuatnya
4.   Memberi oksigen sesuai
suplay oksigen ke
kebutuhan
otak

        Memaksimal
kan ekspansi  paru

       Meningkatkan
suplay oksigen ke
otak

2. Pola nafas efektif dengan 1. Meningkatkan irama, Pernapasan yang


kriterian: bunyi, kedalaman, tidak teratur, seperti
1. Frekuensi pernafasan 14- pernafasan klien apnea, pernapsan
20x/m 2. Mempertahankan cepat atau lambat
2. Volume tidal 7-10 ml/kg kebersihan jalan kemungkinan
3. Bernafas dengan tidak nafas suction jika adanya gangguan
menggunakan otot perlu, beri oksigen pada pusat
tambahan sebelum suction pernapasan pada
4. Tidak terpasang ETT 3. Memberi posisi otak.
baring semifowler Mempertahankan
4. Memberi oksigen adekuatnya suplay

Page 29
sesuai kebutuhan oksigen ke otak

        Memaksimal
kan ekspansi  paru

       Mempertahan
kan kadar PaO2 dan
Pa CO2 dalam
batas normal
(PaO2 80-95mmHg
dan Pa CO2 35-45
mmHg)

       Meningkatkan
suplay oksigen ke
otak

3. Perfusi jaringan serebral tidak 1. Kaji tingkat Mengetahui fungsi


mengalami perubahan dengan kesadaran dengan nerver ke 2 dan ke
kriteria GCS 3
- GCS 12-15
- Tekanan perfusi serebral > 60 2. Kaji pupil, ukuran,
mmHg, respon terhadap * Menurunnya
- Tekanan intrakranial < 15 cahaya, gerakan refleks kornea dan
mmHg mata refleks Gag indikasi
- Fungsi sensori utuh / normal kerusakan pada
- SPO2 98-100% 3. Kaji refleks kornea batang otak
dan refleks gag
* Gangguan
4. Evaluasi keadaan sensorik dan
motorik dan sensori motorik dapat
pasien terjadi akibat udem
otak
5. Mengobservasi TTV
* Adanya
perubahan tanda

Page 30
vital seperti
6. Observasi adanya respirasi
edema periorbital, menunjukan
kerusakan pada
7. Pertahankan kepala batang otak
tempat tidur 30-45
derajatdengan posisi * Indikasi adanya
leher tidak menekuk fraktur balsilar

8. Pertahankan suhu * Memfasilitasi


normal drainasi vena dari
9. Pertahankan otak.
kepatenan jalan
napas, suction bila
perlu, beri okigen
100% secara
bertahap
sebelummelakukan
suction

10. Penatalaksanaan
therapi sesuai deng
instruksi dokter
4. Nutrisi tubuh terpenuhi dengan 1. Auskultasi bising usus, Suhu tubuh yang
kriteria catat adanya meningkat akan
- nilai lab. Albumin 3,5 - 5,5 gr/dl perubahan/hilangnya meningkatkan
- peristaltik (+) normal aloiran darah ke
- konjungtiva dan membran 2. Berikan makanan sesuai otak sehingga
mukosa bibir tampak merah diet dan protap yang meningkatkan TIK
- tonus otot kuat telah diatur * Mempertahankan
adekuatnya
3. Konsultasi dengan ahli oksigen, saksen
gizi dapat meningkatkan
TIK
4. konsul dengan petugas * Karbon dioksida
laboratorium cek menimbulkan
albumin vasodilatasi,

Page 31
adekuatnya oksigen
sangat penting
dalam
mempertahankan
metabolisme otak
* Mencegah
komplikasi lebih
banyak
* Fungsi saluran
pencernaan
biasanya tetap baik
pada kasus cedera
* Meningkatkan
proses pencernaan
dan toleransi pasien
terhadap nutrisi
yang diberikan
* Merupakan
sumber yang efektif
untuk
mengidentifikasi
kebutuhan
kalori/nutrisi
tergantung pada
usia, BB, ukuran
tubuh.
* Merupakan salah
satu data
penunjang status
gisi klien
5. Tidak terjadi cedera pada 1.  Pantau ventilator Tekanan tinggi dari
alveolus atau enfisema terhadap peningkatan ventilator dapat
tajam pada ukuran menyebabkan
tekanan robekan pada
alveolus atau
2. Observasi tanda dan emfisema
gejala barotrauma

Page 32
3. Pantau tekanan mancet
tiap 2-4 jam; Dengan tanda vital
pertahankan tekanan dari baroltrauma
mancet 20mmHg untuk intervensi
selanjutnya
4. Restrain pasien untuk
mencegah entubasi Dengan tekanan
sendiri mancet 20 mmHg
dapat menghindari
5. Posisikan selang tekanan yang
ventilator untuk berlebihan dari
mencegah penarikan ventilator
selang endotrakeal
 Mencegah
terjadinya trauma

Mencegah
terjadinya
trauma/iritasi pada
saluran penapasan
akibat penarikan
ETT

IV. IMPLEMENTASI

Tanggal No. Dx. Jam Implementasi Paraf


Kep
Senin 1. 08.30 1.  Mengkaji frekuensi, irama, bunyi, kedalaman
BUtet
12-11’ 15 pernapasan klien
Hasil :
R=30x/i, bunyi ronchi/gargling, irama 2:1

Page 33
2.  Mempertahankan kebersihan jalan napas, suction
08.35 jika perlu, beri oksigen sebelum suction.
Hasil :
Memberi O2 100% selam 2 menit,
Melakukan suction, secret berkurang

3.   Memberi posisi baring semifowler


09.00 Hasil :
Ekspasi otot-otot tambahan pernapasan
berkurang

4.   Memberi oksigen sesuai kebutuhan


09.05 Hasil :
klien mendapat O2 dari ventilator dan terpasang
pada ETT dengan mode SIMV, tidal volume
420ml, SPO2 99%, rate 12, R 30x/i
Memberi oksigen sesuai
      kebutuhan
      Hasil :
      Ventilator mode SIMV, tidal   
11.13       volume 300ml, SPO2 92%, PEEP
      5, insp. Press 10 hpa, rate 12

Selasa 1.  Mengkaji frekuensi, irama, bunyi, kedalaman,


Butet
13-11’ 15 2. 08.30 pernapasan klien
Hasil :
R=22x/m, bunyi ronchi/gargling, irama 2:1

2.    Mempertahankan kebersihan jalan napas,


08.35 suction jika perlu, beri oksigen sebelum suction.
Hasil :
Memberi O2 100% selam 2 menit,
Melakukan suction, secret berkurang

3. Memberi posisi baring semifowler


09.00 Hasil :

Page 34
Ekspasi otot-otot tambahan pernapasan
berkurang

5.  Memberi oksigen sesuai kebutuhan


09.05 Hasil :
klien mendapat O2 dari ventilator dan terpasang
pada ETT dengan mode SIMV, tidal volume
420ml, SPO2 99%, rate 12, R 30x/i

11.13       Memberi oksigen sesuai


      kebutuhan
      Hasil:
      Ventilator mode SIMV, tidal  
      volume 300ml, SPO2 92%, PEEP
      5, insp. Press 10 hpa, rate 12

rabu 08.50 1.   Mengkaji tingkat kesadaran dengan GCS Butet


14-11’15 3. Hasil :
GCS tersedasi, namun klie masih beri respon
dengan mengerutkan keningnya, kadang
mengangkat tangannya (E2M2V1)

09.08 2.  Mengkaji pupil, ukuran, respon terhadap cahaya,


gerakan mata

Hasil :
Ukuran pupil Miosis, tidak ada refleks terhadap
cahaya

09.09 3.  Mengkaji refleks kornea dan refleks gag


Hasil :
Tidak ada refleks kornea dan refleks gag

14.10 4.   Mengevaluasi keadaan motorik dan sensori


pasien
Hasil :
Motorik dan sensorik tidak dapat dinilai karena
GCS tersedasi

Page 35
10.00 5.      Mengobservasi TTV
Hasil :
R= 22x/i, N= 118x/m, TD= 114/70 mmHg,

Mengobservasi TTV
14.30 Hasil :
R= 22x/i, N= 118x/i, TD=114/70 mmHg, urin
83cc/jam,  ventilator tipe SIMV SPO2 92%,
FiO2 60%

6.      Mengobservasi adanya edema periorbital


08.35 hasil :
odema pada palpebra, kedua ekstremitas bawah

7.      Mempertahankan kepala tempat tidur 30-45


derajatdengan posisi leher tidak menekuk
Hasil :
09.05 Posisi baring klien tinggikan 45 derajat

8.      Mempertahankan suhu normal


09.07 Hasil :
  Melakukan kompres dingin pada axilla dan dahi
klien, S= 380C

9.      Mempertahankan kepatenan jalan napas,


09.50 suction bila perlu, beri okigen 100%
sebelummelakukan saction
Hasil :
Memberi O2 100% selam 2 menit,
Melakukan suction, secret berkurang

11.05 11.  Penatalaksanaan therapi sesuai dengan


instruksi dokter
      Hasil :
    Morfin 10 mcg/kgBB/jam—SP
    Miloz 4 mg/jam --SP

Page 36
    Dopamin 1 mcq/kgBB/jam --SP

09.15 1.      Auskultasi bising usus, catat adanya


perubahan/hilangnya
Hasil :
Ada bising usus namun sangat lemah

BUtet
Kamis 4. 2.      Berikan makanan sesuai diet dan protap yang
15-11’ 15 10.10 telah diatur
Hasil :
Memberi sonde susu peptisol 200 kkal + ekstrak
ikan gabus 1 sachet (250cc)

09.45 3.      Konsul dengan petugas laboratorium cek


albumin dan Hb
Hasil :
Tidak dilakukan pengecekan lagi albumin karana
tidak ada instruksi dan Hb 11,3 gr/dl

1.      Monitor ventilator terhadap peningkatan tajam


pada ukuran tekanan
Hasil :
09.11 Ventilator tipe SIMV SPO292%, FiO2 60%, PEEP
5

2.      Observasi tanda dan gejala barotrauma


Hasil :
Tidak ada tanda yang menunjukan
penyimpangan trakeal (bradikardi, henti jantung
5. 09.12 tanpa intervensi medik)

3.      Monitor tekanan mancet tiap 2-4 jam;


pertahankan tekanan mancet 20mmHg
Hasil :
Tahanan mancet diatur tiap 2 jam

4.      Restrain pasien untuk mencegah entubasi


09.12 sendiri

Page 37
Hasil :
Posisi baring klien kepala sedikit ditinggikan

5.      Posisikan selang ventilator untuk mencegah


penarikan selang endotrakeal
09.10 Hasil :
Mengatur posisi selang ventilator agar tetap
longgar sehingga tidak menarik ETT dari trakeal
klien (pindah ukurannya). Dan posisi ETT sesuai
dengan ukuran awal pemasangan

09.10 1.      Mengkaji frekuensi, irama, bunyi, kedalaman


pernapasan klien
Hasil :
R=15x/i, bunyi ronchi/gargling, irama 2:1

08.15 2.      Mempertahankan kebersihan jalan napas,


suction jika perlu, beri oksigen sebelum suction.
Hasil :
Memberi O2 100% selama 2 menit,
Melakukan suction, secret berkurang
1.
08. 35 Memberi O2 100% selama 2 menit,
Jumat Melakukan suction, secret berkurang Butet
16-11’ 15
3.      Memberi posisi baring semifowler
Hasil :
09.45 Ekspasi otot-otot tambahan pernapasan
berkurang

4.      Memberi oksigen sesuai kebutuhan


Hasil :
09.03 klien mendapat O2 dari ventilator dan terpasang
pada ETT dengan mode PCV, tidal volume
420ml, SPO2 98%, rate 15, PEEP 5, Insp. Press
10 hpa

1.      Mengkaji frekuensi, irama, bunyi, kedalaman,

Page 38
09.05 pernapasan klien
Hasil :
R=15x/i, bunyi ronchi/gargling, irama 2:1

2.      Mempertahankan kebersihan jalan napas,


suction jika perlu, beri oksigen sebelum suction.
08.15 Hasil :
Memberi O2 100% selam 2 menit,
Melakukan suction, secret berkurang

3.      Memberi posisi baring semifowler


08. 35 Hasil :
Ekspasi otot-otot tambahan pernapasan
berkurang

5.   Memberi oksigen sesuai kebutuhan


Hasil :
09.50 klien mendapat O2 dari ventilator dan terpasang
2. pada ETT dengan mode PCV, tidal volume
Sabtu 420ml, SPO2 98%, rate 12, R 15x/i
17-11’ 15 BUtet

1.      Mengkaji tingkat kesadaran dengan GCS


Hasil :
GCS tersedasi, namun klien masih beri respon
09.05 dengan mengerutkan keningnya, kadang
mengangkat tangannya (E2M2V1)

GCS tersedasi, klien masih memberi respon


dengan mengerutkan keningnya, klien sudah
tidak mengangkat tangannya (E2M1V1)

08.10 2.      Mengkaji pupil, ukuran, respon terhadap


cahaya, gerakan mata
Hasil :
Ukuran pupil Miosis, tidak ada refleks terhadap
cahaya

Mengkaji refleks kornea dan refleks gag

Page 39
13. 35 Hasil :
Tidak ada refleks kornea dan refleks gag

4.      Mengevaluasi keadaan motorik dan sensori


09.07 pasien
Hasil :
Motorik dan sensorik tidak dapat dinilai karena
GCS tersedasi

5.      Mengobservasi TTV
Minggu 09.08 Hasil : BUtet
18-11’ 15 R= 22x/i, N= 118x/i, TD= 120/70 mmHg

Mengobservasi TTV
3. 09.09 Hasil :
R= 22x/i, HR= 118x/i, TD=
120/70mmHgventilator tipe PCV, SPO298%,
FiO2 60%, urine warna merah, pekat 60cc/jam

09.00 6.      Mengobservasi adanya edema periorbital:


odema pada palpebra, kedua ekstremitas bawah

7.      Mempertahankan kepala tempat tidur 30-45


14.02 derajatdengan posisi leher tidak menekuk
Hasil :
Posisi baring klien tinggikan 45 derajat

09.10 8.      Mempertahankan suhu normal


Hasil :
Melakukan kompres dingin pada axilla dan dahi
klien, S= 37,80C

09.15 Mengobservasi ulang suhu klien pada axilla dan


dahi klien,
S= 37,3

9.      Mempertahankan kepatenan jalan napas,


09.00 saction bila perlu, beri okigen 100%

Page 40
sebelummelakukan saction
Hasil :
Memberi O2 100% selam 2 menit,
Melakukan suction, secret berkurang

14.01 11.  Menganjurkan keluarga agar menyiapkan darah


trombosit untuk donor
Hasil :
Keluarga mengatakan sedang mencari darah
untuk mendonor.

12.  Penatalaksanaan therapi sesuai deng instruksi


10.00 dokter
      Hasil :
    Morfin 10 mcg/kgBB/jam—SP
    Miloz 4 mg/jam --SP
    Dopamin 1 mcq/kgBB/jam --SP

10.35 1.      Auskultasi bising usus, catat adanya


perubahan/hilangnya
Hasil :
Ada bising usus namun sangat lemah

2.      Berikan makanan sesuai diet dan protap yang


10.12 telah diatur
Hasil :
Memberi sonde susu peptisol 200 kkal + ekstrak
ikan gabus 1 sachet (270cc)
3. 
09.20 Konsul dengan petugas laboratorium cek
albumin dan Hb
Hasil :
Tidak dilakukan pengecekan lagi albumin karana
tidak ada instruksi dan Hb 11,3 gr/dl

10.14 1.      pantau ventilator terhadap peningkatan tajam


pada ukuran tekanan
Hasil :

Page 41
Ventilator tipe PCV SPO298%, FiO2 60%, PEEP
5

2.      Observasi tanda dan gejala barotrauma


10.10 Hasil :
R= 22x/i, HR= 120x/i, TD= 118/70 mmHg,
Tidak ada tanda yang menunjukan
penyimpangan trakeal (bradikardi, henti jantung
tanpa intervensi medik)

3.      Monitor tekanan mancet tiap 2-4 jam;


09.05 pertahankan tekanan mancet 20mmHg
Hasil :
Tahanan mancet diatur tiap 2 jam

4.      Restrain pasien untuk mencegah entubasi


09.00 sendiri
Hasil :
Posisi baring klien kepala sedikit ditinggikan

5.      Posisikan selang ventilator untuk mencegah


09.02 penarikan selang endotrakeal
Hasil :
Mengatur posisi selang ventilator agar tetap
longgar sehingga tidak menarik ETT dari trakeal
klien (pindah ukurannya). Dan posisi ETT sesuai
dengan ukuran awal pemasangan

09.11 Mengkaji frekuensi, irama, bunyi, kedalaman


pernapasan klien
Hasil :
R=22x/i, bunyi ronchi/gargling, irama 2:1

Senin R=22x/i, bunyi ronchi/gargling, irama 2:1


19-11’15
2.      Memberi posisi baring semifowler
Hasil :
4. Ekspasi otot-otot tambahan pernapasan

Page 42
berkurang

3.      Memberi oksigen sesuai kebutuhan


09.14 Hasil :
klien mendapat O2 dari ventilator dan terpasang
pada ETT dengan mode SIMV, tidal volume
300ml, SPO2 97%, rate 12, PEEP 8, Insp. Press
10 hpa2

1.      Mengkaji frekuensi, irama, bunyi, kedalaman,


14.30 pernapasan klien
Hasil :
R=22x/i, bunyi ronchi/gargling, irama 2:1

R=22x/i, bunyi ronchi/gargling, irama 2:1

21.00 2.      Memberi posisi baring semifowler


Hasil :
5. Ekspasi otot-otot tambahan pernapasan
berkurang

4.      Memberi oksigen sesuai kebutuhan


22.35 Hasil :
klien mendapat O2 dari ventilator dan terpasang
pada ETT dengan mode SMIV, tidal volume
300ml, SPO2 97%, rate 12, Respirasi 10x/i

1.      Mengkaji tingkat kesadaran dengan GCS


07.30 Hasil :
GCS tersedasi, dan klien sudah tidak memberi
respon seperti hari sebelumnya (E1M1V1)

GCS tersedasi, dan klien sudah tidak memberi


Selasa respon seperti hari sebelumnya (E1M1V1)
20-11’ 15 08.00
2.      Mengkaji pupil, ukuran, respon terhadap
cahaya, gerakan mata
Hasil :

Page 43
Ukuran pupil Miosis, tidak ada refleks terhadap
cahaya

3.      Mengkaji refleks kornea dan refleks gag


08.40 Hasil :
Tidak ada refleks kornea dan refleks gag

4.      Mengevaluasi keadaan motorik dan sensori


pasien
Hasil :
Motorik dan sensorik tidak dapat dinilai karena
GCS tersedasi

5.      Mengobservasi TTV
10.00 Hasil :
R= 22x/i, HR= 90x/i, TD= 110/70mmHg
1.
      Mengobservasi TTV
Hasil :
R= 22x/i, HR= 114x/i, TD= 110/70 mmHg,
11.10 ventilator tipe SMIV, SPO297%, FiO2 70%, urine
warna merah, pekat 70cc/jam, adanya
hematoma pada kaki kanan, adanya bula

6.      Mengobservasi adanya edema periorbital


hasil :
11.20 odema pada palpebra, kedua ekstremitas bawah,
odema anasarka

7.      Mempertahankan kepala tempat tidur 30-45


11.30 derajatdengan posisi leher tidak menekuk
Hasil :
Posisi baring klien tinggikan 45 derajat

8.      Mempertahankan suhu normal


12.00 Hasil :
Melakukan kompres dingin pada axilla dan dahi
klien, S= 38 0C

Page 44
Mengobservasi ulang suhu klien pada axilla dan
2. dahi klien,
13.00 S= 37,50C

9.   Penatalaksanaan therapi sesuai deng instruksi


dokter
      Hasil :
    Morfin 10 mcg/kgBB/jam—SP
    Miloz 4 mg/jam --SP
13.30     Dopamin 1 mcq/kgBB/jam --SP

1.      Auskultasi bising usus, catat adanya


perubahan/hilangnya
Hasil :
Ada bising usus namun sangat lemah
14.30
2.      Berikan makanan sesuai diet dan protap yang
telah diatur
Hasil :
Memberi sonde susu peptisol 200 kkal + ekstrak
15.00 ikan gabus 1 sachet (250cc)

3.      Konsul dengan petugas laboratorium cek


albumin dan Hb
Hasil :
Tidak dilakukan pengecekan lagi albumin karana
15.30 tidak ada instruksi dan Hb 10,3 gr/dl

1.   pantau ventilator terhadap peningkatan tajam


pada ukuran tekanan
Hasil :
Ventilator tipe SMIV SPO297%, FiO2 70%, PEEP
3. 8
15.40
2.      Observasi tanda dan gejala barotrauma
Hasil :
R= 22x/i, N= 114x/i, TD= 120/70 mmHg. Tidak

Page 45
ada tanda yang menunjukan penyimpangan
17.00 trakeal (bradikardi, henti jantung tanpa intervensi
medik)

3.   Pantau tekanan mancet tiap 2-4 jam;


pertahankan tekanan mancet 20mmHg
Hasil :
19.30 Tahanan mancet diatur tiap 2 jam

4.      Restrain pasien untuk mencegah entubasi


sendiri
Hasil :
Posisi baring klien kepala sedikit ditinggikan

21.00 5.      Posisikan selang ventilator untuk mencegah


penarikan selang endotrakeal
Hasil :
Mengatur posisi selang ventilator agar tetap
longgar sehingga tidak menarik ETT dari trakeal
klien (pindah ukurannya). Dan posisi ETT sesuai
dengan ukuran awal pemasangan

V. EVALUASI

Hari / jam Perkembangan Paraf


Selasa S: Px merasa lebih baik BUtet
20-11’ 15 O: Memberi O2 100%
selama 2 menit, melakukan
suction, secret berkurang
A: Masalah belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan

Page 46
Selasa S: - BUtet
20-11’ 15 O: Klien mendapat O2 dari
ventilator dan terpasang
pada ETT dengan mode
SIMV, tidal volume 300ml,
SPO2 92%, PEEP 5, insp.
Press 10 hpa, rate 12
A: Masalah belum teratasi
P: Intevensi dilanjutkan
Selasa S: - BUtet
20-11’ 15 O: Motorik klien
menggerakan tangannya
ekstensi yang abnormal
A: Masalah belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan
Selasa S: - BUtet
20-11’ 15 O: Ada bising usus namun
sangat lemah
A: Masalah belu teratasi
P: Intervensi dilanjutkan
Selasa S: - BUtet
20-11’ 15 O:Tidak ada tanda yang
menunjukan penyimpangan
trakeal (bradikardi, henti
jantung tanpa intervensi medik)
A: Masalah belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
Otak manusia adalah struktur pusat pengaturan yang memiliki volume sekitar
1.350cc atau sekitar 2% dari berat orang dewasa dan terdiri atas 100 juta sel saraf
atau neuron. Metabolisme otak digunakan kira – kira 18% dari total konsumsi
oksigen oleh tubuh. Berat otak hanya 2,5 % dari berat badan seluruhnya tapi otak

Page 47
merupakan organ yang paling banyak menerima darah dari jantung yaitu 20% dari
seluruh darah yang mengalir ke seluruh bagian tubuh (Lumantobing, 2001).

Tumor otak adalah terdapatnya lesi yang ditimbulkan karena ada desakan
ruang baik jinak maupun ganas yang tumbuh di otak, meningen, dan tengkorak.
(price, A. Sylvia, 1995: 1030). Penyebab tumor hingga saat ini masih belum
diketahui, tetapi sekarang telah diadakan penelitian mengenai herediter, sisa-sisa
embrional, radiasi, virus, substansi-substansi zat karsinogenik, trauma kepala.
Penatalaksaan pasien dengan tumor otak dapat dilakukan pembedahan,
kemoterapi, dan radioterapi.

4.2 Saran
Perawat hendaknya mampu memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan
tumor otak secara holistik didasari dengan pengetahuan yang mendalam mengenai
penyakit tersebut.
Klien dan keluarganya hendaknya ikut berpartisipasi dalam penatalaksaan serta
meningkatkan pengetahuan tentang tumor otak yang dideritanya.

DAFTAR PUSTAKA

Ariani Tutu April. 2012. Sistem Neurobehaviour. Jakarta : Selemba Medika


DiGuiulio Mary, dkk. 2014. Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta : Rapha Publishing
dr. Anurogo Dito, dr. Sumantrini Usman Fritz, Sr., SpS., FINS. 2014. 45 Penyakit dan
Gangguan Saraf. Jogjakarta : Rapha Publishing
Setyanegara, dkk.2010. Ilmu Bedah Saraf. Jakarta : Gramedia

Page 48
Soedarsono Slamet. 2010. Ajaibnya Otak Tengah. Jogjakarta : Katahati

Page 49

Anda mungkin juga menyukai