TINJAUAN PUSTAKA
g) Education
Memberikan sumber yang dapat mahasiswa baca serta
memberikan dorongan kepada mahasiswa untuk lebih
meningkatkan pengetahuan melalui belajar mandiri terhadap
kompetensi dari setiap topik pembelajaran.
e. Persepsi mahasiswa tentang pembelajaran klinik
1) Persepsi positif
Mahasiswa yang memiliki persepsi yang positif terhadap
pembelajaran klinik merasa bahwa melalui pembelajaran klinik
tumbuh kebahagiaan, minat, dan antusiasme mahasiswa. Melalui
tugas yang diberikan, mahasiswa merasa kebutuhan personalnya
terpuaskan. Salah satu kebutuhan personal mahasiswa ialah
harapan akan pekerjaan yang akan ditekuninya di masa depan sejak
mereka telah memulai peminatan terhadap dunia keperawatan.
Selain itu, mahasiswa yang memiliki persepsi positif terhadap
pembelajaran klinik menganggap bahwa metode pembelajaran
yang diberikan oleh pembimbing lebih nyata, efektif, dan efsien
sehingga dapat meningkatkan motivasi mahasiswa dalam
mempelajari ilmu keperawatan (Boekaerts et al., 2010).
2) Persepsi negatif
Mahasiswa yang memiliki persepsi yang negatif terhadap
pembelajaran klinik merasa bahwa melalui pembelajaran klinik
kebutuhan personalnya tidak terpuaskan sehingga tidak
menumbuhkan kebahagiaan, minat, dan antuasime mahasiswa
terhadap pembelajaran klinik (Boekaerts et al., 2010). Menurut
Meyer, Nel, & Downing (2016), sejak mahasiswa telah memilih
jurusan keperawatan, mereka berharap bahwa tugas atau instruksi
yang diberikan oleh dosen/pembimbing tidak hanya dapat
diaplikasikan pada kehidupan sehari-hari, tetapi juga berhubungan
dengan jurusan atau pekerjaan yang ingin ditekuni di masa depan.
Ketika mahasiswa tidak dapat melihat bagaimana teori yang
dipelajarinya diaplikasikan dalam bidang ilmu dan pekerjaan,
motivasi dan kinerja belajarnya dapat menurun. Blazun et al.,
(2015) menjelaskan bahwa mahasiswa juga menganggap ketika
metode pembelajaran yang diberikan oleh dosen/pembimbing tidak
efektif dan efsien akan menurunkan motivasi dan kinerjanya.
f. Dampak proses bimbingan klinik yang tidak efektif
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Johannis, E.,
Buanasari, A., & Bidjuni, H. (2019) menyatakan bahwa pembimbing
klinik belum maksimal dalam memberikan bimbingan terhadap
mahasiswa yang melaksanakan praktek klinik keperawatan, sehingga
beberapa mahasiswa mengalami cemas sedang sampai berat, namun
mayoritas kecemasan mahasiswa berada pada kategori cemas ringan.
Kurangnya mendapatkan bimbingan dari pembimbing klinik
menyebabkan mahasiswa sulit mengaplikasikan teori yang mereka
dapatkan saat perkuliahan dalam menangani pasien, serta masih ada
rasa tidak percaya diri dan perasaan gugup pada saat melakukan
tindakan keperawatan yang membuat mahasiswa merasa cemas. Hal
ini menunjukkan bahwa lingkungan pembelajaran kurang baik dan
sebagian besar pembimbing klinik melakukan proses bimbingan
dengan kurang baik, namun tingkat kecemasan mahasiswa hanya
berada pada kategori ringan. Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian oleh Saputra (2015) tentang hubungan lingkungan belajar
klinik dengan tingkat kecemasan pada pembelajaran klinik mahasiswa
keperawatan, yang mendapatkan hasil signifikan adanya hubungan
antara kedua variable tersebut.
g. Upaya untuk meningkatkan bimbingan klinik
Pelatihan dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan
pembimbing klinik dalam pengetahuan, ketrampilan dan sikap
sehingga dapat menumbuhkan rasa percaya diri, memperbaiki kualitas
kinerja. Pelatihan dapat memperbaiki kinerja, memutahirkan keahlian,
mengurangi waktu belajar, dapat memecahkan masalah operasional,
promosi karyawan, orientasi karyawan baru dan pertumbuhan pribadi.
Pelatihan karyawan sangat penting untuk memperbarui ilmu yang telah
dimiliki, mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
mengurangi terjadinya kesalahan serta meningkatkan motivasi kerja
(Simamora, 1999).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ahsan A (2018)
menyatakan bahwa perencanaan pelatihan untuk pembimbing klinik
meliputi on the job training dan job training, metode off the job
training yang diinginkan studi dengan mempresentasikan salah satu
kasus terpilih secara mendalam dengan bimbingan instruktur dan
mempelajari kasus tertentu dibahas dari berbagai sudut dibawah
bimbingan seorang ahli. Kedua metode ini sangat sesuai dengan situasi
pembelajaran orang dewasa yang lebih berorientasi pada pengalaman
lapangan dengan memaksimalkan indra sebanyak mungkin yang
mengintegrasikan kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor untuk
memecahkan masalah. Dengan diskusi kelompok dan studi kasus,
kedua metode ini sangat efektif untuk pembelajaran orang dewasa
yang bertujuan meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan untuk
memecahkan masalah, mengembangkan penalaran ilmiah, merangsang
belajar aktif serta mengintegrasikan berbagai konsep, namun harus
dikelola dengan baik agar tidak menyimpang dari tujuan.
C. Konsep Evaluasi Praktik Klinik
1. Definisi evaluasi praktik klinik
Evaluasi praktik klinik merupakan sebuah proses untuk
menentukan tercapai tidaknya kompetensi mahasiswa dalam praktik
(Zafrir, 2011). Evaluasi dibutuhkan untuk peningkatan dalam
pembelajaran klinik atau berfungsi sebagai penilaian formatif.
Penilaian formatif memberikan kesempatan siswa dan guru untuk
melakukan umpan balik apakah materi pembelajaran telah dikuasai
atau belum.Konsep pembelajaran tuntas (mastery learning) dapat juga
diterapkan dalam lingkup mekanisme evaluasi yang bersifat
formatif.Prosedur pembelajaran dilakukan melalui modifikasi atas
dasar hasil evaluasi dan kemajuan yang dicapai siswa. Evaluasi ini
kemudian diiringi dengan umpan balik yang dimungkinkan dilakukan
terhadap tiap poin/langkah pada tiap tahapan pembelajaran secara
sistematis, bervariasi dan sesegera mungkin pada saat respon siswa
terjadi (Rahyubi, 2012).
Evaluasi klinis merupakan proses mendapatkan informasi untuk
membuat penilaian terhadap kinerja peserta didik dalam lingkungan
klinis. Evaluasi merupakan proses berkesinambungan yang dinamik
yang berkaitan dengan proses belajar mengajar (Reilly dan Oermann,
2002). Evaluasi klinik pada dasarnya adalah kegiatan evaluasi hasil
pendidikan yang dilaksanakan di klinik atau di tempat pengalaman
belajar klinik mahasiswa. Evaluasi adalah proses stimulasi untuk
menentukan keberhasilan. Evaluasi hasil pendidikan adalah proses
sistematis untuk mencapai tingkat pencapaian tujuan pendidikan yang
terdiri atas kegiatan mengukur dan menilai (Nursalam dan
Efendi,2008).
2. Prinsip evaluasi praktik klinik
Menurut Nursalam dan Efendi (2008) ada beberapa prinsip dasar
yang perlu diperhatikan dalam menyusun tes hasil belajar yaitu :
a. Tes tersebut hendaknya dapat mengukur dengan jelas hasil belajar
yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan intruksional. Tujuan
merupakan landasan dan sekaligus sebagai penentu kriteria
penilaian. Jika tujuan tidak jelas maka penilaian terhadap hasil
belajar pun tidak akan terarah sehingga hasil penilaian tidak
mencerminkan isi pengetahuan dan keterampilan peserta didik
yang sebenarnya.
b. Mengukur sample yang representratif dari hasil belajar dan bahan
pelajaran yang telah diajarkan. Tes yang disusun harus mencakup
soal-soal yang mencakup soal-soal yang dianggap dapat mewakili
seluruh kinerja hasil belajar peserta didik sesuai dengan tujuan
intruksional yang dapat dirumuskan.
c. Mencakup bermacam-macam bentuk soal yang benar-benar cocok
untuk mengukur hasil belajar yang diinginkan dengan tujuan.
Setiap jenis alat evaluasi dan setiap macam bentuk soal hanya
cocok untuk mengukur jenis kemampuan tertentu pula.
d. Disusun sesuai dengan kegunaannya untuk memperoleh hasil yang
diinginkan. Masing-masing jenis tes memiliki karakteristik tertentu
seperti tingkat kesukaran, daya pembeda, bobot maupun cara
pengolahannya.
e. Dibuat seandal mungkin sehingga mudah diintreprestasikan dengan
baik. Suatu alat evaluasi dikatakan andal bila alat tersebut dapat
menghasilkan gambaran yang benar-benar dapat dipercaya
(reliable). Suatu tes dapat dikatan andal jika tes itu diujikan
berulang-ulang terhadap objek yang sama hasilnya akan tetap atau
relatif sama.
f. Digunakan untuk memperbaiki cara belajar peserta didik dan cara
mengajar pengajar.
3. Jenis-jenis proses evaluasi
Menurut Reilly dan Oermann (2002), ada dua jenis proses evaluasi
utama, yaitu:
a. Evaluasi normatif
Evaluasi normatif memberikan umpan balik kepada peserta
didik berkaitan dengan kemajuan mereka dalam memenuhi tujuan.
Evaluasi formatif terjadi dalam keseluruhan proses intruksional,
sifatnya diagnostik, memberikan informasi untuk membantu
memperbaiki defisiensi pembelajaran dan meningkatkan
kemampuan. Fokus evaluasi ini adalah membantu peserta didik
untuk memenuhi objektif klinis. Nursalam dan Efendi (2002)
mengemukakkan bahwa evaluasi formatif dilakukan untuk
mengenali kekurangan peserta didik untuk bahan dan dasar
pemberian bimbingan serta dilakukan sepanjang proses.
Menurut Bastable (2002) tujuan dari evaluasi formatif adalah
untuk mengadakan penyesuaian dalam kegiatan pendidikan ketika
muncul kebutuhan, entah penyesuaian tersebut berkaitan dengan
personel, materi, fasilitas atau berkaitan dengan obyektif
pembelajaran.
b. Evaluasi sumatif
Evaluasi sumatif menentkan derajat keberhasilan (nilai) peserta
didik dan dilakukan pada akhir unit peserta atau akhir proses
belajar (Nursalam & Efendi, 2008).
4. Jenis-jenis evaluasi
Ada 2 jenis evaluasi menurut Reilly dan Oermann (2002) yaitu :
a. Evaluasi berdasarkan norma
Evaluasi berdasarkan norma didesain untuk membandingkan
kinerja seorang peserta didik dengan kinerja sekelompok peserta
didik. Interpretasi ini akan memperlihatkan bahwa seorang peserta
didik memiliki pengetahuan, keterampilan dan kemauan lebih
banyak atau lebih sedikit dibanding peserta didik lain.
b. Evaluasi berdasarkan criteria
Pada evaluasi berdasarkan kriteria, peserta didik tidak
dibandingkan dengan peserta didik lainnya tetapi dibandingkan
terhadap beberapa standar kinerja. Tujuan utama evaluasi ini
adalah untuk mengukur kinerja peserta didik yang berkaitan
dengan standar. Evaluasi ini merupakan pendekatan yang paling
relevan pada situasi klinis di dalam program keperawatan karena
kompetensi dalam hal pengetahuan, keterampilan dan nilai yang
spesifik merupakan hasil yang sangat penting.
5. Jenis-jenis metode penilaian evaluasi klinik
a. Long case
Mahasiswa dinilai dengan satu kasus yang panjang atau 3-4
kasus yang pendek, mahasiswa mungkin tidak atau di observasi
selama ujian. Kelebihannya adalah autentik engan tugas seorang
tenaga kesehatan dan pasienya nyata, menilai show how.
Kekurangannya dalah reabiliti dan konsistensi masih diragukan
dan validiti juga rendah. (Dornan, et al, 2011; Amin, dkk, 2009)
b. Objective structured Clinical Examination (OSCE)
Terdiri dari banyak station (15-20). Keuntungannya adalah
lebih efektif, mempunyai standar, reabiliti tinggi. Kekurangannya
adalah validiti masih di pertimbangkan, attitude sulit dinilai dan
lebih mahal. (Dornan, et al, 2011; Amin, dkk, 2009)
c. Mini clinical Evaluation Exercise (Mini-CEX)
Kompetensi yang dinilai adalah keterampilan anamnesis,
pemeriksaan fisik, profesionalisme, keputusan klinik, konseling,
organisasi dan efisiensi. Kelebihannya adalah bisa memmakai
pasien simulasi atau nyata, feedback, observasi langsung, reabiliti
bagus, mudah dilakukan, evaluasi performan secara global.
Kekurangannya adalah realtif baru dan tidak familiar, dan
pelatihan untuk meningkatkan reabiliti. (Dornan, et al, 2011;
Amin, dkk, 2009).
Mini-CEX merupakan instrumen objektif yang menilai
mahasiswa berdasarkan performa mereka. (Norcini, 2005) Ia
menawarkan kesempatan pada mahasiswa untuk melakukan
kontak dengan pasien dengan kasus yang bervariasi untuk
diobservasi secara langsung oleh dosen klinis. Hasil penilaian
dapat digunakan untuk memberi umpan-balik yang membangun
pada performa mahasiswa sehingga akan mendorong mahasiswa
untuk belajar. (Norcini et al, 2007)
d. Direct Observation of Procedural Skills (DOPS)
Tes DOPS merupakan metode evaluasi yang sesuai untuk
menilai keterampilan prosedural praktikan secara obyektif karena
validitas, reliabilitas, dan penerimaannya yang tinggi. Karena
evaluasi DOPS bisa memfasilitasi pembelajaran dan keterampilan
praktikan, sehingga meningkatkan keterampilan dan kompetensi
praktikan, selain itu, memastikan kemampuan praktikan dalam
menghadapi dan memprediksi situasi klinis dalam kasus kondisi
pasien tertentu, namun untuk mengevaluasi semua aspek kinerja
praktikan, tes DOPS harus dikombinasikan dengan tes kinerja
klinis lainnya seperti Mini-CEX, presentasi method, refleksi dll.
Seperti mini-CEX, kelebihannya observasi secara langsung,
evaluasi secara global, mudah digunakan. Kekurangannya masih
baru, dibutuhkan pelatihan, aspek kompetensi terbatas dan butuh
seorang ahli. (Dornan, et al, 2011; Amin, dkk, 2009).
6. Ciri-ciri evaluasi yang baik
Menurut Nursalam dan Efendi (2008) suatu tes dikatakan baik jika
suatu alat ukur memenuhi ciri-ciri sebagai berikut :
a. Validitas
Suatu tes dikatakan valid apabila tes tersebut dapat mengukur
apa yang hendak diukur. Untuk mendapatkan tes yang valid, isi
dan kedalaman tes perlu disesuaikan dengan tujuan atau sasaran
belajar. Kesesuaian isi tes dengan tujuan belajar validitas isi
(content validity) dapat diupayakan dengan cara menyusun kisi-kisi
soal (blueprint).
b. Reliabilitas
Tes yang mempunyai reliabilitas berarti tes tersebut
mempunyai sifat yang dapat dipercaya apabila memberikan hasil
yang tetap bila diujikan berkali-kali. Sebuah tes dikatakan reliable
apabila tes tersebut menunjukkan ketetapan.
c. Objektivitas
Suatu tes dikatakan memiliki objektivitas apabila dalam
melaksanakan tes itu tidak ada faktor luar yang mempengaruhi. Ha
ini terutama terjadi pada sistem scoring yang menetapkan
konsistensi.
d. Kepraktisan
Sebuah tes dikatakan memiliki kepraktisan (practicability)
yang tinggi apabila tes tersebut bersifat praktis, mudah
melaksanakan, mudah memeriksa dan petunjuk teknisnya jelas.
e. Ekonomis
Ekonomis adalah pelaksanaan tes tersebut tidak membutuhkan
biaya yang mahal, tenaga yang mahal maupun waktu yang lama.
7. Aspek yang di evaluasi
Menurut Bradshaw (1989 dalam Nursalam dan Efendi, 2008)
aspek yang perlu dievaluasi pada kinerja klinik meliputi :
a. Kemampuan sosial, terdiri atas bekerja dengan sejawat dan
kesadaran diri.
b. Keterampilan berkomunikasi, terdiri atas berbicara dan mendengar
serta membaca dan menulis.
c. Keterampilan praktik terdiri atas penggunaan alat, teknik
aseptik,pemberian obat.
d. Kemampuan mengambil keputusan terdiri atas asuhan
keperawatan, manajemen dan pendidikan kesehatan.
8. Pelaksanaan evaluasi klinik
Evaluasi klinik perlu dikelola dengan baik sehingga
pelaksanaannya dapat berjalan dengan baik, evaluasi klinik biasany
dikaitkan dengan mata kuliah klinik tertentu. Penanggung jawab atau
koordinator mata kuliah harus betanggungjawab tentang pengolaha
evaluasi klinik. Program evaluasi klinik berisi tujuan pengalaman
belajar klinik, metoda dan aspek yang dievaluasi setiap metode serta
kriteria evaluasi termasuk pembobotan dan kelulusan (Nursalam dan
Efendi, 2008).
Evaluasi klinik dilaksanakan sesuai dengan metode evaluasi yang
telah disepakati untuk menilai setiap aspek kinerja klinik. Kemampuan
yang dicapai mahasiswa cukup kompleks, berupa perpaduan antara
aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap (Nursalam dan Efendi,
2008).
9. Model evaluasi klinik
Menurut Nursalam dan Efendi (2008) Metode evaluasi klinik
dapat dikelompokkan menjadi :
a. Observasi
Metode observasi adalah metode yang paling sering digunakan
dalam evaluasi klinik, mengingat kemampuan utama yang harus
dimiliki melalui pengalaman belajar klinik adalah kemampuan
melaksanakan tindakan. Metode observasi merupakan metode yang
digunakan untuk mengevaluasi penampilan psikomotor; sikap
perilaku, interaksi, baik verbal maupun non verbal.
Menurut Reilly dan Oermann (2002) observasi terhadap kinerja
peserta didik merupakan cara utama untuk mengevaluasi peserta
didik di dalam praktik klinis. Melalui observasi in penilaian dapat
dilakukan berkaitan dengan perilaku kinerja kognitif, psikomotorik
dan afektif.
b. Tertulis
Metode tertulis digunakan untuk mengevaluasi kemampuan
kognitif, yaitu jenjang aplikasi dan pemecahan masalah (problem
solving) melalui proses analisi sintesis dan metode ini dilaksanaka
dengan cara memberi penugasan pada peserta didik untuk
menuliskan hasil pengamatan, hasi rangkaian kegiatan melakuka
tindakan atau asuhan keperawatan berupa laporan tertulis.
c. Lisan
Metode observasi secara lisan atau oral (viva-voce)
dimaksudkan untuk terjadinya tanya jawab dan dialog terhadap
pertanyaan yang diajukan oleh penguji. Seperti halnya pada
metode observasi, pada metode lisan ini akan terjadi interaksi
langsung antara penguji dan mahasiswa yang dapat mempengaruhi
objektifitas dan reabilitas evaluasi. Dengan demikian metode lisan
perlu didukung dengan perangkat evaluasi yang dapat digunakan
evaluator untuk mengajukan pertanyaan dan memberi nilai.
d. Objective Structured Clinical Examination (OSCE)
Objective Structured Clinical Examination (OSCE) adalah
metode evaluasi untuk penilaian penampilan kemampuan klini
secara terstruktur dan bersifat objektif. Melalui OSCE dapat secara
bersamaan dievaluasi kemampuan pengetahuan, psikomotor dan
sikap. Aspek yang dievaluasi dengan OSCE adalah sebagai
berikut:
1) Pengkajian riwayat hidup
2) Pemeriksaan fisik
3) Laboratorium
4) Identifikasi masalah
5) Merumuskan/ menyimpulkan data
6) Interpretasi pemeriksaan
7) Menetapkan pengelolaan klinik
8) Mendemonstrasikan prosedur
9) Kemajuan berkomunikasi
10) Pemberian pendidikan keperawatan.
10. Penilaian dalam evaluasi
Proses pemberian nilai (scoring) sangat penting dalam evaluasi.
Pemberian nilai dilakukan secara bertahap sepanjang kegiatan
pengalaman belajar klinik (PBK) berlangsung, sesuai ketentuan yang
ditetapkan dalam program evaluasi klinik pada mata ajaran tertentu.
Setiap aspek diberi nilai sesuai teknik dan menggunakan instrumen
evaluasi serta berpatokan pada nilai/angka yang telah ditentukan.
Patokan nilai dapat berupa nilai maksimal yang dapat diperoleh bila
penampilan tersebut dilakukan. Selain menggunakan patokan nilai
maksimal, pemberian nilai perlu pula memperhatikan pembobotan.
Bobot yang diberi pada setiap jenis penampilan klinik yang dievaluasi
harus dijadikan dasar pada saat merekapitulasi nilai (Nursalam dan
Efendi, 2008).
Tahap terakhir dari rangkaian evaluasi adalah membuat keputusan,
apakah mahasiswa dapat dikatakan berhasil atau tidak dan sejauh mana
tingkat keberhasilannya sehingga perlu ditetapka ketentuan atau batas
kelulusan. PBK merupakan bagian dari kegiatan pembelajaran mata
ajaran keperawatan yang terdiri dari komponen teori dan praktik.
Dalam kebijakan penetapan keputusan dan pemberian peringkat
tingkat keberhasilan perlu ditetapkan bobot pembanding antara teori
dan praktik. Pemberian penilaian pada program profesi meliputi
kompeten dan tidak kompeten atau lulus tidak lulus. (Nursalam dan
Efendi, 2008).
11. Domain psikomotor evaluasi pembelajaran
Menurut Oerman, at al (2009), domain psikomotorik dibagi
menjadi 5 yaitu :
a. Imitation (Imitasi) – P1
Kemampuan untuk meniru atau mengikuti tindakan dari yang
ditunjukkan oleh dosen atau video, mengamati kemudian
mereplikasi. Contohnya mahasiswa mengikuti contoh dalam
melakukan relaksasi nafas dalam.
b. Manipulation (Manipulasi) – P2
Kemampuan untuk mengimplementasikan kembali apa yang
didapat. Contohnya mahasiswa melaksanakan tehnik suction
kepada pasien sesuai dengan prosedur yang telah diajarkan.
c. Precision (Presisi) – P3
Kemampuan untuk melaksanakan tindakan secara mandiri
tanpa menggunakan contoh dari orang lain. Contohnya mahasiswa
mampu mendemostrasikan tentang pemeriksaan tanda vital secara
akurat.
d. Articutalion (Artikulasi) – P4
Kemampuan untuk mengadaptasi dan mengintegrasikan suatu
keahlian atau keterampilan atau kompetensi. Contohnya mahasiswa
mampu mengembangkan tehnik suction dalam berbagai masalah
kesehatan.
e. Naturalization (Natural) – P5
Kemampuan melakukan aktivitas secara terkait dengan tingkat
keterampilan yang telah dimiliki. Contohnya mahasiswa mampu
mengelola skill untuk melakukan perawatan bayi dirumah
D. Konsep Preceptor
1. Definisi pembimbing klinik
Pendidik klinik adalah mereka yang memiliki posisi ideal untuk
peduli kepada mahasiswa keperawatan dan harus dipilih secara
hatihati, untuk mendemonstrasikan nilai keperawatan dan kepedulian.
Pendidik klinik yaitu seorang perawat profesional yang terpilih, yang
ahli dalam praktik klinik keperawatan. Pendidik klinik didefinisikan
sebagai seseorang yang antusias dan bersemangat, memiliki
pendekatan organisasi yang baik dan memiliki kemampuan adaptasi
terhadap gaya interaktif dengan mahasiswa Pendidik klinik yaitu
seseorang yang bertanggung jawab melaksanakan kewajiban
pengajaran di klinik kepada mahasiswa praktik yang sedang
melaksanakan pendidikan klinik di rumah sakit dan sudah mendapat
tugas memberikan bimbingan pembelajaran klinik kepada mahasiswa
yang memiliki nilai kepedulian serta kompetensi yang sesuai dan juga
kewenangan yang sah secara hukum (Purwani F, 2010).
Faktor yang dapat mempengaruhi kinerja preceptor (Supriyanto,
1998):
a. Faktor organisasi
b. Faktor Individu (pembimbing dan mahasiswa)
c. Faktor karakteristik pekerjaan (pembimbing klinik)
d. Faktor lahan praktek atau laboratorium (RS, Puskesmas, Panti,
Masyarakat)
2. Karakteristik pembimbing klinik
Karakteristik pendidik klinik yang efektif teridentifikasi menjadi 5
kunci utama yaitu karakter personal, meta-cognition, membuat
pelajaran klinik menjadi menyenangkan, menjadi sumber dukungan,
dan menjadi role model. Karakteristik pendidik klinik yang efektif
yaitu: kemampuan mengajar, menguasai kompetensi keperawatan,
personality, memiliki hubungan interpersonal, dan memiliki
kemampuan evaluasi (Notoatmodjo, 2003). Terdapat 5 kemampuan
pendidik klinik yaitu: kompetensi klinik dan mengajar, hubungan
interpersonal dan interprofesional serta komunikasi, pengkajian dan
evaluasi, kepemimpinan dan manajemen, dan beasiswa dan promosi
profesional (Notoatmodjo, 2003).
Seorang pendidik klinik memiliki kesempatan untuk memberikan
pengaruh yang besar terhadap pembelajaran mahasiswa yang
menjelang lulus dan membentuk praktik keperawatan. Tingkah laku
pendidik klinik memainkan peran yang signifikan pada pengembangan
keperawatan profesional yang berpengetahuan dan terampil dalam
sistem perawatan kesehatan, memberikan pelayanan keperawatan yang
berkualitas kepada seluruh kategori pasien, keluarga dan komunitas
untuk mencapai, mempertahankan dan memulihkan kesehatan yang
optimal (Simamora, 2009).
Seorang pendidik klinik diharapkan memiliki karakteristik
mengajar yang efektif seperti memiliki pengetahuan profesional,
sebagai role model, serta menguasai kompetensi klinik. Karakteristik
lain yaitu kepribadian pendidik klinik yang merupakan unsur esensial
karena akan membentuk pola perilaku yang patut sebagai motivasi
mendidik mahasiswa. Karakteristik pendidik klinik memainkan peran
yang krusial karena pendidik klinik bukan hanya memungkinkan siswa
untuk mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilan yang terkait
dengan kepedulian terhadap pasien, tetapi juga memberikan
kesempatan kepada mahasiswa untuk menginternalisasikan peran
perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan (caregivers) (Linda,K,A
& Candra,R,B, 2012)
3. Syarat pembimbing klinik
Berkaitan dengan kompetensi yang harus dimiliki pendidik
klinik, ditetapkan beberapa persyaratan menjadi pendidik klinik yaitu:
a. Memiliki latar belakang pendidikan profesi yang sesuai
b. Memiliki pengalaman kerja memberikan pelayanan keperawatan di
klinik selama 3 tahun
c. Memiliki ijin praktik yang diterbitkan oleh organisasi profesi
d. Memiliki latar belakang kependidikan/keguruan (akta mengajar)
e. Memiliki pengalaman mengikuti pelatihan pendidik klinik
Bila mencermati syarat kompetensi pendidik klinik, maka akan
terlihat kolaborasi kemampuan seorang guru (dosen) dan seorang
perawat. Kompetensi seorang dosen meliputi :
a. Kemampuan merencanakan pembelajaran praktek klinik
b. Kemampuan melaksanakan pembelajaran praktik klinik
c. Kemampuan menyusun alat evaluasi pembelajaran praktik klinik
d. Kemampuan melaksanakan pembelajaran praktik klinik.
Kompetensi menjadi seorang perawat yaitu:
a. Mampu melakukan pengkajian keperawatan (nursing assessment),
b. Kemampuan menganalisis fakta atau data pasien serta menentukan
diagnosa keperawatan pasien (nursing diagnosis
c. Kemampuan menyusun rencana keperawatan (nursing plan),
d. Kemampuan melaksanakan tindakan keperawatan (nursing
implementation)
e. Kemampuan mengevaluasi keperawatan (nursing evaluation).
Penjabaran diatas menunjukkan kompetensi yang digunakan
pendidik klinik yaitu kemampuan minimal yang dimiliki oleh seorang
pendidik dan perawat yang harus dimiliki kemudian dikolaborasikan
untuk dapat memberikan pembelajaran praktik klinik. Beberapa hal
yang telah disebutkan diatas juga dapat digunakan sebagai indikator
komptensi pendidik klinik.
Menurut Nuralam & Ferry Efendi (2008) kriteria yang harus
dipenuhi seorang pembimbing yaitu:
1) Memiliki pengetahuan keilmuan yang dalam dan luas serta
minimal setara dengan jenjang pendidikan peserta didik
2) Kompeten dalam kemampuan klinik
3) Terampil dalam pengajaran klinik
4) Mempunyai komitmen dalam pembelajaran klinik. Salah satu cara
meningkatkan kualitas pembimbing adalah dengan mengadakan
pelatihan clinical educator
4. Peran dan tugas pembimbing klinik
Peran merupakan sekumpulan perilaku yang diharapkan muncul
dari seseorang berkaitan dengan tugas dalam masyarakat. Pembimbing
klinik merupakan tim medis terpilih, ahli dalam praktik klinik yang
bertugas membimbing dan mengarahkan dalam proses pembelajran
sesuai tujuan pembelajaran (Pusat Pengembangan Kesehatan Carolus,
2010).
Adapun beberapa peranan dan tugas dari CI antara lain
(Ismahmudi, dkk, 2008).:
a. Sebagai perencana
Langkah yang harus dilakukan CI agar praktik klinik
menjadi efektif, yaitu memberitahukan pada staf tentang adanya
mahasiswa praktikan dan mengenalkan lingkungan tempat praktik,
menemui klien untuk membantu dalam praktik klinik
mahasiswa praktik, mengkaji kesiapan dari mahasiswa praktik,
menyesuaikan sarana yang ada dengan kebutuhan dari mahasiswa
praktik, mengantisipasi masalah yang mungkin atau bisa timbul,
serta mengenal potensi dari mahasiswa praktik dan memberikan
saran untuk meningkatkan kemampuannya
b. Sebagai narasumber
Bantuan dari CI diperlukan untuk meningkatkan kemandirian
mahasiswa praktik melalui pendekatan “self directed learning”.
Hal-hal yang harus dikembangkan oleh CI sebagai narasumber,
antara lain keinginan dan harapan mahasiswa praktik, inisiatif,
upaya dan kreativitas serta kemandirian mahasiswa praktik
c. Sebagai Pembimbing
CI mengadakan pertemuan dengan mahasiswa praktik untuk
melakukan kegiatan post conference. Kegiatan tersebut,
mengingatkan mahasiswa praktik untuk mengenal masalah yang
membutuhkan analisa secara klinis dan kritis. Selain itu, kegiatan
tersebut mendorong mahasiswa praktik agar mampu melihat
perbedaan yang ditemukan ketika melakukan praktik antara
kenyataan dan harapan, mendorong mahasiswa praktik untuk
membahas lebih lanjut permasalahan yang dialami klien, bersedia
untuk membahas lebih lanjut permasalahan yang dihadapi
mahasiswa praktik, serta mengevaluasi bersama-sama mengenai
kemampuan praktik klinik
Adapun peran lain seorang pembimbing klinik adalah sebagai
berikut (Notoadmodjo S.,2003):
a. Model, yaitu seseorang yang dapat dijadikan contoh dan bisa
ditiru
b. Envisioner, yaitu dapat melihat dan mengomunikasikan arti
keperawatan professional dan potensinya kepada mahasiswa
praktik
c. Energizer, yaitu seseorang yang mampu merangsang kita
untuk melakukan tindakan
d. Teacher-coach, yaitu seseorang yang mampu mengajarkan
keterampilan baik interpersonal, teknis, ataupun politis yang
penting untuk kemajuan mahasiswa praktik
e. Feedback giver, yaitu seseorang yang dapat memberikan
umpan balik positif dan negatif dengan jujur
f. Eye opener, yaitu seseorang yang memiliki sudut
pandang luas yang dapat memberikan cara baru bagi kita
dalam memandang situasi
g. Door opener, yaitu seseorang yang melalui posisi jabatannya,
dapat memberikan kesempatan atau pengalaman baru bagi kita
h. Problem solver, yaitu seseorang yang dapat membantu kita
mengkaji masalah dan mengidentifikasi solusi yang dapat
diambil.
i. Challenger, yaitu seseorang yang mendorong kita untuk
menyelidiki suatu masalah secara lebih kritis dan lebih rinci
j. Motivator, yaitu seseorang yang memberikan motivasi kepada
mahasiswa praktik klinik dengan ARCS yaitu:
1) Attention : membangkitkan dan memperhatikan perhatian
siswa selama pembelajaran praktik klinik),
2) Relevance : memberikan pembelajaran yang ada
relevansinya dengan kehidupan
3) Confidence : menanamkan rasa yakin dan percaya
diri mahasiswa
4) Satisfaction : menumbuhkan rasa puas pada mahasiswa
terhadap pembelajaran
Metode ARCS sendiri merupakan satu kesatuan yang
dipergunakan dalam kegiatan pembelajaran untuk
meningkatkan motivasi mahasiswa.
5. Kompetensi pembimbing klinik
Pembimbing klinik memiliki berbagai kompetensi yang menjadi
modal untuk mengoptimalkan kinerjanya. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Widarti, L (2016) menyatakan secara deskriptif
kompetensi yang harus dimiliki preceptor tersebut diantaranya adalah:
a. Kompetensi Pedagogik
Dalam kompetensi pedagogik, pembimbing praktek klinik (CI)
diharapkan mempunyai kemampuan : merancang kegiatan
pembimbingan, melaksanakan kegiatan pembimbingan,
mengevaluasi kegiatan pembimbingan, mengelola kasus,
memanfaatkan hasil penelitian untuk meningkatkan kualitas
pembimbingan. Bimbingan klinik dapat membantu peserta didik
dalam mengembangkan kemampuan praktek profesional, untuk itu
perawat pembimbing klinik harus membekali diri dengan
pengetahuan dan keterampilan dalam melakukan bimbingan efektif
dan berkualitas. Peran perawat pembimbing klinik dalam kegiatan
pembelajaran klinik sangat berarti sekali agar pelaksanaan
pembelajaran menjadi efektif.
b. Kompetensi profesional
Dalam kompetensi profesional, pembimbing praktek klinik (CI)
diharapkan mempunyai kemampuan: menguasai materi keilmuan;
merencanakan, melaksanakan dan penelitian; menyebarluaskan
ilmu yang dimiliki. Pembimbing praktek klinik mempunyai
kontribusi meningkatkan kualitas pembelajaran praktek klinik,
karena memiliki berbagai peran mulai dari merencanakan,
melaksanakan dan mengevaluasi pembelajaran praktek klinik.
Peningkatan mutu pembelajaran praktek klinik dapat ditempuh
dengan cara meningkatkan kinerja perawat pembimbing klinik.
c. Kompetensi kepribadian
Dalam kompetensi kepribadian, pembimbing praktek klinik
(CI) diharapkan mempunyai kemampuan: berempati,
berpandangan positif, genuine (bersikap wajar, terbuka) dan
berorientasi pada tujuan. Menunjukkan pribadi dewasa dan teladan
yaitu : bertingkah laku sopan dalam berbicara, berpenampilan dan
berbuat terhadap peserta didik, berbagi pengalaman, etos kerja,
tanggung jawab yang tinggi, bila tidak bisa membimbing
mahasiswa diharapkan mampu mengaktifkan mahasiswa.
Pembimbing praktek klinik diharapkan dapat memberikan
konstribusi terhadap pengembangan institusi yang praktek.
d. Kompetensi Sosial
Pembimbing praktek klinik (CI) diharapkan mempunyai
kemampuan: menghargai budaya, menyajikan pendapat dengan
runut, menghargai pendapat orang lain, dan membangun suasana
tempat praktek.
Peran pembimbing klinik dalam pelaksanaan keselamatan pasien
juga sangat penting untuk dilakukan. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Sari, D. W. P. (2018) menyatakan bahwa semakin
tinggi tingkat kemampuan peran pembimbing klinik maka semakin
tinggi tingkat pelaksanaan program keselamatan pasien pula dan
kemampuan peran pembimbing klinik yang semakin baik maka
semakin baik pelaksanaan keselamatan pasien oleh mahasiswa. Peran
pembimbing klinik sebagai role model atau memberikan contoh bagi
mahasiswa untuk menjelaskan dan mendemonstrasikan teknik terkait
pelaksanaan program keselamatan pasien. Peran role model merupakan
peran yang diharapkan dari pembimbing klinik yang meliputi perilaku
dan sikap positif (Beth, 2009; Kim, Park, & Kang, 2013).
Peran pembimbing klinik akan menentukan dalam pencapaian
kompetensi pembelajaran khususnya kompetensi terkait keselamatan
pasien. Parsh (2010) bahwa pembimbing klinik yang memiliki
pengetahuan dan keterampilan yang baik, maka akan dapat membantu
mahasiswa untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan.
Pembimbing klinik memiliki kontribusi yang besar dalam proses
kegiatan pembelajaran klinik bagi mahasiswa untuk mencapai tujuan
pembelajaran (Jecklin, 2009; Johnson, 2011).
Peran pembimbing klinik dalam pencapaian kompetensi yang baik
dapat meningkatkan pencapaian kompetensi dan tujuan pembelajaran.
Pembimbing klinik juga sangat berperan dalam proses pembelajaran
klinik dan pencapaian kompetensi (Johnson, 2011; Jecklin, 2009), dan
sangat penting perannya dalam menghasilkan lulusan yang profesional
(Nurachmah, 2005). Peran pembimbing klinik dapat menentukan
kualitas lulusan di masa mendatang. Pembimbing klinik diharapkan
memiliki keahlian klinis dan pengajaran sehingga dapat memberikan
bimbingan yang berkualitas dan pencapaian kompetensi yang optimal
(Dahlke, et al., 2012).
6. Perilaku efektif pembimbing klinik
Beberapa perilaku efektif seorang pembimbing klinik yaitu
(Firdous,2008):
a. Perilaku Mengajar
Penelitian yang dilakukan oleh Gangadharan et al (2016)
menyebutkan bahwa kemampuan mengajar seorang pendidik klinik
memperoleh nilai paling tinggi diantara perilaku efektif pendidik
klinik disusul oleh perilaku dalam hubungan interpersonal. Hasil
ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rehan et al
(2007) yang mengemukakan perilaku atau kemampuan mengajar
seorang pendidik klinik sangat penting sebab dalam hal ini terjadi
perpindaham pengetahuan, keterampilan, dan perilaku dari
pendidik klinik ke mahasiswa melalui performa pendidik
(Rehan,2007).
b. Perilaku Berkomunikasi
Penelitian yang dilakukan oleh Hayajneh (2016) menyebutkan
bahwa mahasiswa yang sedang praktik klinik sangat
mengharapkan adanya feedback yang konstruktif terhadap
performa mahasiswa. Pendidik klinik juga kiranya memberikan
saran spesifik yang bermanfaat untuk meningkatkan serta
mengembangkan kemampuan mahasiswa, sebab pemberian saran
spesifik yang membangun ini terbukti dapat meningkatkan
pelayanan berkualitas dan bertanggung jawab terhadap
kemampuan profesional mahasiswa (Hayajneh F,2016).
c. Perilaku dalam Hubungan Interpersonal
Seorang pembimbing klinik diharapkan untuk berpikiran
terbuka dan tidak menghakimi, dapat menjadi seorang komunikator
yang mampu berinteraksi baik dan dapat memfasilitasi percakapan
yang interaktif. Pendidik klinik juga diharapkan mampu
menghargai (respect) terhadap mahasiswa baik itu melalui
pemikiran atau argumen maupun keterlibatan mahasiswa dalam
kegiatan pelayanan klinik, mendorong mahasiswa untuk saling
menghargai, dan memperlakukan mahasiswa sebagai pelajar
dewasa yang terbuka terhadap ide-ide baru, siap untuk dikritik
serta terbuka terhadap ketidaksetujuan akan suatu hal (Suroso,
2011)
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Baker (2012)
menyatakan bahwa perilaku yang paling tinggi dinilai oleh
mahasiswa penting bagi seorang pendidik klinik yaitu kemampuan
dalam hubungan interpersonal. Beberapa sikap yang menurut
mahasiswa perlu dimiliki oleh pembimbing yaitu rasa ketertarikan
kepada mahasiswa dan dapat menjadi seorang pendengar yang baik
bagi mahasiswa. Sikap respect seorang pendidik klinik merupakan
dimensi yang paling tinggi dari perilaku seorang pendidik klinik
dalam memberikan bimbingan yang diidentifikasi oleh mahasiswa
(Sianipar, Y. M. L., & Nurmalia, D, 2017).
d. Perilaku Mengawas
Pendidik klinik sebagai pengawas bertujuan untuk
mendukung dan membantu mahasiswa keperawatan untuk
mengembangkan keterampilan yang penting untuk menjadi
seorang praktisioner yang berkompeten dan berpengetahuan. Peran
melakukan pengawasan termasuk didalamnya keterampilan
keperawatan, pandangan holistik dalam kurikulum keperawatan,
pegawasan dalam organisasi, pengembangan kompetensi,
keterampilan pengambilan keputusan, dan pembiasaan terhadap
seting klinik. Pengawasan klinik atau supervisi klinik memberi
pengaruh pada mahasiswa dan pengembangan diri dan konsep
terhadap profesi keperawatan dimasa mendatang (Omisakin
F,2016)
e. Perilaku Keterampilan Profesional/Kompetensi klinis
Kompetensi seorang perawat pendidik klinik sangat
berkontribusi terhadap kinerja dalam kegiatan pembelajaran
klinik. Kompetensi yang dimaksud yaitu kemampuan perawat
mendemonstrasikan suatu keterampilan klinik dihadapan
mahasiswa dengan penuh percaya diri, sehingga dapat memberikan
efek baik terhadap proses pembelajaran mahasiswa dalam
mengembangkan kemampuan klinisnya (Mohamed-Nabil Ismail
L., 2016).
f. Perilaku Mengevaluasi
Penelitian yang dilakukan oleh Rehan et al (2007) terhadap
mahasiswa keperawatan didapat hasil bahwa mahasiswa memilih
perilaku mengevaluasi oleh pendidik klinik di urutan kedua dengan
spesifik evaluasi “tidak mengkritik mahasiswa di depan orang
lain”. Mahasiswa menginginkan ketika pendidik klinik melakukan
evaluasi individu tidak dilakukan di hadapan orang lain.