Anda di halaman 1dari 39

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Pendidikan Ners


1. Definisi Pendidikan Ners
Pendidikan tinggi keperawatan merupakan tingkatan pendidikan
yang bertujuan menghasilkan profesi perawat yang profesional. Proses
pendidikan dilaksanakan melalui 2 tahap yaitu tahap akademik dan
tahap Profesi Ners, di mana pada tahap profesi merupakan proses
transformasi mahasiswa untuk menjadi perawat profesional (Nursalam
& Ferry Efendi, 2008).
Profesi adalah suatu pekerjaan yang membutuhkan badan ilmu
sebagai dasar pengembangan teori pendidikan dan pelatihan yang
cukup lama, serta memiliki kode etik dengan fokus utama pada
pelayanan (Reilly & Oermann, 2002).
Ciri-ciri profesi menurut Reilly & Oermann (2002) adalah :
a. Didukung oleh badan ilmu yang sesuai dengan bidangnya, jelas
wilayah kerja keilmuan danaplikasinya.
b. Profesi diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan yang terencana,
terus menerus dan bertahap.
c. Pekerja profesi diatur oleh kode etik profesi serta diakui secara
legal melalui perundang-undangan.
d. Peraturan dan ketentuan yang mengatur hidup dan kehidupan
profesi (standar pendidikan dan pelatihan, standar pelayanan dan
kode etik) serta pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan-
peraturan tersebut dilakukan sendiri oleh warga profesi.
Tahap profesi ners merupakan lanjutan program akademik melalui
pembelajaran klinik yang menuntut lulusannya memiliki karakterisik
esensial profesi meliputi 5 aspek berikut (Erniyati, 2010) :
a. Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan
b. Kemampuan dalam menyelesaikan masalah secara alamiah
c. Sikap dan tingkah laku profesional
d. Belajar aktif dan mandiri
e. Pendidikan berada di masyarakat
2. Manfaat pendidikan Ners
Pendidikan keperawatan sangat berperan dalam meningkatkan
keterampilan penalaran klinis mahasiswa. Keterampilan penalaran
klinis juga merupakan salah satu outcome pembelajaran (Forsberg et
al., 2011). Peserta didik membutuhkan pengalaman belajar dalam
meningkatkan keterampilan penalaran klinis yang efektif agar mampu
mengumpulkan data, memecahkan masalah, membuat keputusan, dan
memberikan layanan berkualitas (Kautz et al., 2005). Pembelajaran
keterampilan penalaran klinis menjadi tantangan tersendiri bagi
pengajar karena terbatasnya metode pembelajaran penalaran klinis
yang tersedia (Bland et al., 2009).
3. Tujuan pendidikan Ners
Tujuan pendidikan Ners adalah menciptakan lulusan yang
mempunyai pengetahuan, ketrampilan, dan sikap keperawatan
profesional yang mampu:
a. Melaksanakan profesi keperawatan secaraakuntabel dalam suatu
sistem pelayanan keehatan sesuai kebijaksanaan umum pemerintah
yang berlandasakan Pancasila, khususnya pelayanan atau asuhan
keperawatan dasar hingga tingkat kerumitan tertentu secara
mandiri kepada individu, keluarga dan komunitas
b. Mengelola pelayanan keperawatan profesional tingkat dasar secara
bertanggung jawab dan menunjukkan sikap kepemimpinan
c. Mengelola kegiatan penelitian keperawatan dasar dan terapan yang
sederhana dan menggunakan hasil penelitian serta perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) untuk meningkatkan
mutu dan jangkauan pelayanan/asuhan keperawatan
d. Berperan serta secara aktif dalam mendidik dan melatih calon
perawat dan tenaga keperawatan, serta turut berperan dalam
berbagai program pendidikan tenaga keehatan lain
e. Mengembangkan diri secara terus menerus untuk meningkatkan
kemampuan profesional
f. Memelihara dan mengembangkan kepribadian serta sikap yang
sesuai dengan etika keperawatan dalam melaksanakan profesinya
g. Berfungsi ebagai anggota masyarakat yang kreatif, produktif,
terbuka untuk menerima perubahan, dan berorientasi pada masa
depan
4. Tempat pembelajaran pendidikan ners
Program pendidikan profesi ners disebut juga program
pembelajaran klinik di mana lahan praktik yang digunakan antara lain
Rumah Sakit, dan lembaga kesehatan umum seperti Puskesmas, Klinik
Bersalin, Panti Werdha dan Komunitas (Reilly dan Oermann, 2002).
Pendidikan profesi hanya dapat di lakukan di lingkungan yang nyata
melalui penumbuhan dan pembinaan keterampilan intelektual, teknikal
dan interpersonal.
Komponen yang harus ada pada tatanan tempat praktik adalah
(Nursalam & Ferry Efendi, 2008):
a. Kesempatan kontak dengan klien
b. Tujuan praktik
c. Bimbingan yang kompeten
d. Praktik keterampilan
e. Dorongan untuk berpikir kritis
f. Kesempatan mentransfer pengetahuan
g. Kesempatan dalam mengintegrasikan pengetahuan
h. Penggunaan konsep tim
Kriteria pemilihan lingkungan praktik klinik menurut Hawkins
(1981) dalam Reilly dan Oermann (2002) dibagi menjadi 4 area:
a. Keseluruhan : lingkungan dan staf pengajar
b. Klien atau pasien
c. Staf karyawan
d. Sarana dan prasarana untuk peserta didik dan staf pengajar.

B. Konsep Pembelajaran Klinik


a. Definisi pembelajaran klinik
Pembelajaran klinik yang efektif merupakan salah satu cara
meningkatkan pencapaian kompetensi dan outcome pembelajaran bagi
mahasiswa calon perawat. Pembelajaran klinik di rumah sakit
merupakan lingkungan yang ideal untuk pembelajaran peserta didik.
Program pendidikan profesi disebut juga sebagai proses pembelajaran
klinik. Istilah ini muncul terkait dengan pelaksanaan pendidikan
profesi yang sepenuhnya dilaksanakan di lahan praktik seperti rumah
sakit, puskesmas, klinik bersalin, panti wredha, dan keluarga serta
masyarakat atau komunitas. Pembelajaran klinik dalam keperawatan
merupakan wahana yang memberikan kesempatan kepada mahasiswa
untuk menerjemahkan pengetahuan teoretis ke dalam pembelajaran
(Layuk, Y. T., Harjanto, T., & Hapsari, E. D., 2017).
Keliat (2000) menyatakan bahwa pembelajaran klinik adalah
kegiatan belajar mengajar yang dilakukan pada tatanan pelayanan
kesehatan di Rumah Sakit. Kegiatan pembelajaran klinik sangat
penting bagi mahasiswa. Pembelajaran klinik merupakan jantung dari
proses pendidikan. Pengalaman belajar klinik atau lapangan pada
pendidikan mutlak diperlukan untuk menumbuhkan dan membina
kemampuan dan sikap professional. Program Pengalaman Balajar
Klinik (PBK) merupakan suatu proses transformasi mahasiswa yang
akan menjadi seorang yang professional.
Praktek klinik keperawatan merupakan bagian kurikulum yang
tidak dapat dipisahkan dari teori, dimana seorang mahasiswa
keperawatan mengaplikasikan konsep keperawatan secara profesional.
Keberhasilan mahasiswa dalam pengalaman praktek klinik dipengaruhi
oleh beberapa faktor antara lain pembimbing klinik, metode yang
digunakan dalam bimbingan klinik, kelengkapan sarana, serta
kerjasama klien dan keluarga (Azizah, L. K., & Ropyanto, C. B.,
2012).

b. Tujuan Pembelajaran Klinik


1) Memahami, menguji dan menggunakan berbagai konsep utama
dari program teoritis untuk diterapkan pada pendidikan klinik.
2) Mengembangkan ketrampilan baik secara teknis, intelektual
maupun interpersonal sebagai persiapan untuk memberikan
asuhan keperawatan pada klien.
3) Mengembangkan wawasan melalui latihan praktik yang memiliki
tujuan untuk menerapkan ilmu-ilmu dasar ke dalam praktik
keperawatan.
4) Dapat menggunakan keterampilan pemecahan masalah dalam
proses keperawatan, mulai dari pegkajian, penentuan masalah,
perencanaan, tindakan dan evaluasi
(Nursalam & Ferry Efendi, 2008)
c. Masalah pembelajaran klinik
1) Lebih dari 80% pembimbing klinik berpendidikan sarjana dan
kurang memiliki pengalaman klinik, 63% perbandingan dosen dan
mahasiswa lebih dari 1: 30, serta tidak didukung oleh wahana
klinik dan pembelajaran yang memadai (Dirjendikti, 2011).
2) Wahana klinik serta pembimbing klinik jumlahnya tidak sebanding
dengan jumlah mahasiswa yang melakukan pembelajaran klinik.
Pembimbing klinik yang ada selama ini masih memiliki tanggung
jawab terhadap pengelolaan pasien, yang menjadikan pembimbing
klinik memiliki peran ganda, sebagai pembimbing mahasiswa dan
juga sebagai care giver bagi pasien yang dikelolanya (Minardo, J.,
& Wakhid, A., 2018).
3) Pembimbing klinik mengaku masih rendah koordinasi antara
pembimbing klinik dengan institusi pendidikan, kurangnya
penguasaan tentang materi pembelajaran, terbatasnya kemampuan
dan kompetensi klinik, kurangnya kemampuan mengelola
pembelajaran, dan kurangnya jumlah pembimbing (Minardo, J., &
Wakhid, A., 2018).
d. Metode pembelajaran klinik
Metode pembelajaran klinik adalah suatu metode yang sesuai
dengan kerangka konsep pembelajaran, digunakan untuk mendidik
peserta didik di klinik yang memungkinkan pendidik untuk dapat
diterapkan kepada peserta didik sesuai dengan kualifikasi dan
karakteristiknya (Nursalam & Ferry Efendi, 2008). Menurut Schweek
and Gebbie praktik klinik merupakan “the heart of the total curriculum
plan”. Pendapat ini menunjukkan bahwa unsur utama dalam
pendidikan keperawatan adalah bagaimana proses pembelajaran di
klinik itu dilakukan. Proses pembelajaran dipengaruhi oleh peserta
didik dan pendidik (Nurhidayah, 2011).
Preseptor klinik bertanggung jawab menentukan metode
pembelajaran di klinik untuk mendukung tujuan tersebut. Beberapa
metode klinik yang biasa digunakan adalah (Reilly dan Oermann,
2002, dan Nursalam & Ferry Efendi, 2008) :
1) Metode Experential
Metode ini merupakan metode yang memberikan penugasan
untuk membuat catatan dan laporan secara tertulis, dilahan praktek.
Metode pengajaran ini memberikan pengalaman langsung dari
kejadian. Metode ini didasarkan pada konsep pembelajaran
fenomenologik. Metode ini menyediakan interaksi antara
mahasiswa dengan lingkungan yang menjadi tempat mahasiswa
menperoleh makna pribadi (Reilly dan Oermann, 2002).
Metode ini meliputi penugasan klinik, penugasan tertulis,
simulasi dan permainan. Contoh penugasan tertulis: menulis
rencana keperawatan, studi kasus, perencanaan pendidikan
kesehatan, proses pencatatan, membuat laporan kunjungan,
pembuatan makalah dan catatan kerja peserta didik tentang hasil
observasi di lapangan serta pengalaman prakteknya. Contoh
simulasi dan permainan yaitu menggunakan model boneka dalam
melakukan keterampilan misalnya pemeriksaan payudara,
kateterisasi urine, pemberian injeksi.
Metode ini mempunyai kelebihan dan kelemahan. Beberapa
kelebihan metode experiential adalah sebagai berikut (Nursalam &
Ferry Efendi, 2008) :
a) Perawat menjadi kompeten dalam tugas.
b) Ketercapaian proses keperawatan meningkat.
c) Mengimplementasikan model praktik professional.
Beberapa kelemahan metodeexperiential adalah sebagai
berikut:
a) Mahasiswa hanya melihat tugas asuhan keperawatan sebegai
keterampilan semata saja.
b) Mahasiswa yang belum terampil memerlukan waktu yang
banyak untuk pembelajaran.
c) Apabila pekerjaan selesai, mahasiswa akan meninggalkan klien
dan melakukan tugas yang lain
2) Metode Pemecahan Masalah
Metode pemecahan masalah membantu mahasiswa dalam
menganalisa situasi klinis yang bertujuan untuk menjelaskan
masalah yang akan diselesaikan, memutuskan tindakan yang akan
diambil, menerapkan pengetahuan untuk memecahkan suatu
masalah klinis, memperjelas keyakinan dan nilai seseorang.
Metode pemecahan masalah mempunyai kelebihan dan kelemahan.
Beberapa kelebihan metode pemecahan masalah adalah
sebagai berikut (Reilly dan Oermann, 2002):
a) Mahasiswa berpotensi mengembangkan kemampuan berpikir
kritisnya dalam memecahkan masalah.
b) Mahasiswa diharuskan dapat menguasai materi pembelajaran
agar dapat memberikansolusi yang tepat untuk masalah klien.
c) Mahasiswa dapat menerapkan asuhan keperawatan yang tepat.
Beberapa kelemahan metode pemecahan masalah adalah
sebagai berikut:
a) Dosen/preseptorharus memberikan perhatian yang maksimal
kepada mahasiswa.
b) Mahasiswa yang tidak menguasai materi akan mengalami
kesulitan dalam pengambilan keputusan.
3) Metode Konferensi
Metode konferensi merupakan bentuk diskusi kelompok
mengenai beberapa aspek praktis klinis. Mahasiswa dapat
berbicara saat proses pemecahan masalah dan menerima
feedbacklangsung dari rekannya dan dosennya. Metode konferensi
terdiri dari pra klinik (pre conference) dan pasca klinik (post
conference) (Nursalam & Ferry Efendi, 2008).
Metode konferensi mempunyai kelebihan dan kelemahan.
Beberapa kelebihan metode konferensi adalah sebagai berikut
(Reilly dan Oermann, 2002):
a) Membuka ruang antar dosen dan mahasiswa untuk saling
berinteraksi satu sama lain.
b) Memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk
menunjukkan kemampuannya dalam mengeksplorasikan ide
serta meningkatkan rasa percayadiri mahasiswa.
c) Kegiatan saling menilai rekan satu sama lain atas kinerja
masing-masing memberikan peluangdanpengalaman tersendiri
bagi peserta didik.
Beberapa kelemahan metode konferensi adalah (Reilly dan
Oermann, 2002):
a) Dosen/presptor dengan beban kerja dan kesibukan yang tinggi
akan mengalami hambatan terutama dalam mengatur waktu
untuk mnerapkan metode ini.
b) Terbatasnya waktu kegiatan yang diimplementasikan
mengurangi kepuasan mahasiswa terhadap beberapa hal dari
pembelajaranyang belum tercapai.
c) Kegiatan ini menjadi stressor tersendiri bagi mahasiswa ketika
mereka belum mempersiapkan segala sesuatunya secara
maksimal
4) Metode Observasi
Metode observasi merupakan bentuk pembelajaran yang
memberikan penugasan kepada mahasiswa melalui kegiatan
observasi yang bertujuan untuk menambah pengalaman mahasiswa
terhadap sesuatu fenomena yang nyata dengan mengembangkan
perilaku baru yang akan di jadikanpembelajarandimasa mendatang.
Metode ini meliputi:
a) Observasi lapangan: dilakukan untuk memperoleh pengalaman
serta memberikan perspektif kepada mahasiswa di masa
mendatang mengenaiasuhan keperawatan,mengobservasi
situasi klinik serta perilaku orang lain selama di lingkungan
klinik.
b) Field trip dilakukan diluar lingkungan praktek dengan
mengkaji dan menggali pengalaman yanglain yang tidak di
dapatkan di lahan praktik sebelumnya.
c) Ronde keperawatan: merupakan suatu metode observasi yang
dilakukan secara langsung dengan mengkaji asuhan
keperawatan dan informasi dari klien dan berdiskusi dengan
klien, hasil observasi terhadap klien didiskusikan diluar
lingkungan klien
Metode ini mempunyai kelebihan dan kelemahan. Beberapa
kelebihan metode observasi adalah sebagai berikut (Reilly dan
Oermann, 2002) :
a) Memberikan pengalaman kepada mahasiswa tentang beragam
permasalahan yang ada di klinik.
b) Memberikan perhatian kepada mahasiswa untuk lebih fokus
kepada objek observasinya
c) Mahasiswa dapat mengobservasi dan berinteraksi secara
langsung kepada klien.
Beberapa kelemahan metode observasi adalah sebagai (Reilly
dan Oermann, 2002) :
a) Klien dan keluarga merasa kurang nyaman jika privasinya
terganggu.
b) Komunikasi yang tidak efektif akan mempengaruhi informasi
yang didapatkan.
5) Metode Multimedia
Media memberikan pembelajaran yang multisensorik. Pada
umumnya, semakin banyak indera yang digunakan maka pesan
yang disampaikan lebih dikonseptualkan. Metode pembelajaran
visual memberikan peningkatan pemahaman secara visual
mahasiswa dalam pemecahan masalah, metode secara auditori
mengoptimalkan pendengaran mahasiswa untuk memusatkan
perhatian, metode psikomotor meningkatkan keterampilan
peragaan yang dilakukan oleh mahasiswa.
Metode multimedia mempunyai kelebihan dan kelemahan.
Beberapa kelebihan metode multimedia adalah sebagai berikut
(Reilly dan Oermann, 2002).
a) Meningkatkan keterampilan mahasiswa dalam pemecahan
masalah, mengambil keputusan dan berpikir kritis.
b) Mendorong mahasiswa untuk mengevaluasi tindakan sendiri.
c) Membantu mahasiswa untuk menerapkan konsep keperawatan
yang nyata di klinik.
Beberapa kelemahan metode multimedia adalah sebagai
berikut:
a) Fasilitas yang tidak lengkap akan menghambat pengajaran.
b) Dosen/preseptor yang kurang menggunakan variasi media akan
membuat mahasiswa kurang memahami pengajaran yang
diberikan.
c) Keterbatasan media akan menghambat mahasiswa untuk
memaksimalkan pelaksanaan konsep asuhan keperawatan.
6) Metode Self Directed
Metode pengajaran ini memberi keunikan dan kemampuan
mahasiswa untuk membuat pilihan dan keputusan sendiri mengenai
pembelajaran. Metode ini berusaha memperlihatkan perbedaan dan
kebutuhan individual mahasiswa. Ada beberapa metode pengajaran
self directed yaitu kontrak pembelajaran, belajar sendiri dan modul
kecepatan diatur sendiri. Metode ini mempunyai kelebihan dan
kelemahan. Mahasiswa diberikan kebebasan untuk dapat
menambah pengetahuannya dengan mencari pembelajaran dari
sumber -sumber yang dapat menunjang pembelajarannya misalnya
majalah, internet, film, video, jurnal penelitian, dan lain-lain.
Metode ini dapat membantu mahasiswa untuk menghadapi
kegiatan praktik klinis, mencapai keterampilan yang maksimal.
Beberapa kelebihan metode self directed adalah sebagai
berikut (Reilly dan Oermann, 2002):
a) Memperlihatkan tanggung jawab mahasiswaterhadap hasil
yang didapatkan.
b) Memberikan kebebasan untuk mengatur belajarnya sendiri
tanpa prosedur negosiasi atau kontrak pembelajaran.
c) Memperbaharui keterampilan dan pengetahuan klinis.
Beberapa kelemahan metodeself directed adalah sebagai
berikut:
a) Mahasiswa sering mengabaikan tugas belajarnya.
b) Mahasiswa sering tidak mendapatkan tujuan belajar yang
diharapkan karena beberapa hal berikut (Harden, 2009) :
(1) Konten/isi pembelajaran tidak menarik
(2) Ritme belajar yang belum terpola/terprogram.
(3) Manajemen waktu belajar yang kurang optimal.
(4) Media pembelajaran yang digunakan monoton.
(5) Strategi belajar yang digunakan kurang efektif dan efisien.
(6) Tempat belajar yang kurang nyamanmempengaruhi
motivasi belajar mahasiswa
7) Metode Preceptorship
Metode ini didasarkan pada konsep modeling. Mahasiswa
memperoleh atau memodifikasi perilaku dengan cara
mengobservasi sendiri suatu model yang memiliki perilaku yang
dibutuhkan mahasiswa dan mahasiswa juga memperoleh
kesempatan untuk mempraktikkan perilaku tersebut.
Dosen/preseptor membimbing mahasiswa untuk mempermudah
transisi peran mahasiswa yang akan lulus dan mempermudah
merekaa untuk masuk duniakerja (Reilly dan Oermann, 2002).
Kriteria preceptorship berpengalaman dalam bidangnya,
profesional, berjiwa pemimpin, memahami konsep dan asuhan
keperawatan, mampu mengadakan perubahan, mampu menjadi role
model, berminat dalam bidang keperawatan (Nursalam & Ferry
Efendi, 2008).
Dosen/pembimbing klinik berperan memberikan bimbingan
mahasiswa dalam memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang
dibutuhkan untuk perawatan klien dan mempelajari peran dan
tanggung jawab perawat di lahan praktik, memperbaiki
kemampuan mahasiswa jika melakukan kesalahan untuk
mendukung perencanaan dan tindakan keperawatan, melakukan
orientasi dan sosialisasi terkait tentang prosedur-prosedur dan
kebijakan di klinik, melakukan evaluasi terhadap tindakan yang
dilakukan oleh mahasiswa selama di klinik, memberikan
pendelegasian untuk menjaga hal-hal yang tidak diinginkan selama
tidak mendampingi mahasiswa selama pengajaran klinik
(Nurhidayah, 2011).
Metode preceptorship mempunyai kelebihan dan kelemahan.
Beberapa kelebihan metode preceptorship adalah sebagai berikut:
a) Mahasiswa dapat menunjukkan perilaku yang menjadi teladan.
b) Dosen/pembimbing klinik memberikan pengaruh yang positif
kepada mahasiswa sehingga prilaku yang negatif dapat
dibatasi.
Beberapa kelemahan metode preceptorship adalah sebagai
berikut:
a) Dosen/preceptor yang tidak mampu menjadi role model akan
menimbulkan konflik dalam diri mahasiswa.
b) Mahasiswa sering melakukan metode ini secara subjektif bukan
objektif.
8) Metode Bedside Teaching
Bedside teaching merupakan suatu metode pembelajaran yang
dilakukan di samping tempat tidur klien, yang terdiri dari mengkaji
kondisi klien hingga pemenuhan kebutuhan asuhan
keperawatannya (Nursalam & Ferry Efendi, 2008). Bedside
teaching merupakan sebuah pembelajaran yang aktif yang
melibatkan pasien. Jadi, bediside teaching merupakan metode
pembelajaran yang dilakukan disamping tempat tidur yang
melibatkan pasien secara aktif.
Tujuan Bedside teaching meliput (Nurhidayah, 2011):
a) Mengumpulkan dan merekam semua informasi tentang pasien
secara lengkap.
b) Melakukan pemeriksaan fisik yang lengkap dan teratur.
c) Mengembangkan keterampilan interpersonal (developing
interpersonal skills).
d) Menginterpretasikan data.
e) Memecahkan masalah secara ilmiah dan professional.
f) Memberikan informasi yang terpercaya.
g) Mengembangkan interaksi pengajar, mahasiswa dan pasien.
h) Mengembangkan role-modeling
Prinsip Pelaksanaan yakni sebagai berikut (Nurhidayah, 2011):
a) Sikap fisik maupun psikologis dari pembimbing klinik, peserta
didik, dan klien.
b) Jumah peserta didik dibatasi, yakni 5-6 orang.
c) Diskusi pada awal dan pascademonstrasi didepan klien
dilakukan seminimal mungkin lanjutkan dengan demonstrasi
ulang.
d) Evaluasi pemahaman peserta didik sesegera mungkin terhadap
apa yang didapatkan saat itu.
e) Kegiatan yang didemonstrasikan adalah sesuatu yang belum
pernah diperoleh peserta didik sebelumnya.
Beberapa kelebihan metode bedside teaching menurut
Nursalam dan FerryEfendi (2008) adalah sebagai berikut:
a) Mendapatkan kasus yang sesuai yang dapat memberikan
kesempatan kepada mahasiswa untuk menerapkan keterampilan
teknik prosedural dan interpersonal.
b) Menumbuhkan sikap professional preseptor kepada mahasiswa.
c) Meningkatkan kemampuan komunikasi interpersonal
d) Memacu mahasiswa untuk belajar aktif.
e) Dapat mengobservasi keterampilan mahasiswa secara
langsung.
Beberapa kelemahan bedside teaching adalah sebagai berikut:
a) Dosen/preseptor dan mahasiswa yang kurang melakukan
persiapan baik persiapan fisik, psikologis akan menimbulkan
rasa tidak percaya dalam diri klien.
b) Mahasiswa yang tidak memiliki atau menguasai bahan/materi
akan mengurangi efektifitas pembelajaran.
Menurut Nursalam & Ferry Efendi (2008) pengajaran klinik
dengan menggunakan pendekatan bedside teaching memiliki arti
sebagai berikut :
a) Briefing
Briefing merupakan suatu bentuk kegiatan yang dilakukan
oleh preseptor untuk menyiapkan mahasiswa sebelum bertemu
dengan pasien, baik secara kognitif, afektif maupun
psikomotorik. Persiapan pasien dan menjelasan peran dan
fungsi yang akan dilakukan.
b) Expectation
Menjelaskan tujuan pembelajaran yang akan diperoleh oleh
mahasiswa. Tujuan pembelajaran tersebut disesuaikan dengan
topic pembelajaran.
c) Demonstration
Melakukan interaksi dengan pasien dan mahasiswa,
melakukan komunikasi terapeutik dengan pasien serta
mendemonstrasikan tujuan pembelajaran yang telah disepakati
sebelumnya. Memberikan peluang untuk Tanya jawab antar
mahasiswa dan pasien serta mengklarifikasi singkat atas
respon yang telah diberikan.
d) Specific feedback
Pemberikan feedback kepada mahasiswa atas kinerja yang
telah dilakukan. Feedback yang diberikan bersifat positif dan
membangun baik motivasi maupun keterampilan.
e) Inclusion of Microskills
Neher (1993) mengemukakan the five-step microskills
model meliputi : get a commitment (memiliki
komitmen/perencanaan), probe for supporting evidence (di
dukung dengan bukti), reinforce what was done right (berikan
pujian ketika mahasiswa benar), correct the mistakes (evaluasi
kesalahan-kesalahan), dan teach general rules (ajarkan konsep
secaraumum).
f) Debriefing
Proses dimana preseptor meminta tanggapan dari
mahasiswa dan pasien. Baik berupa masukan maupun
pertanyaan dan preceptor mengklarifikasi secara langsung di
samping tempat tidur pasien. Bila memerlukan klarifikasi
khusus kepada mahasiswa preceptor dapat memberikan
feedback di ruangan yang berbeda.

g) Education
Memberikan sumber yang dapat mahasiswa baca serta
memberikan dorongan kepada mahasiswa untuk lebih
meningkatkan pengetahuan melalui belajar mandiri terhadap
kompetensi dari setiap topik pembelajaran.
e. Persepsi mahasiswa tentang pembelajaran klinik
1) Persepsi positif
Mahasiswa yang memiliki persepsi yang positif terhadap
pembelajaran klinik merasa bahwa melalui pembelajaran klinik
tumbuh kebahagiaan, minat, dan antusiasme mahasiswa. Melalui
tugas yang diberikan, mahasiswa merasa kebutuhan personalnya
terpuaskan. Salah satu kebutuhan personal mahasiswa ialah
harapan akan pekerjaan yang akan ditekuninya di masa depan sejak
mereka telah memulai peminatan terhadap dunia keperawatan.
Selain itu, mahasiswa yang memiliki persepsi positif terhadap
pembelajaran klinik menganggap bahwa metode pembelajaran
yang diberikan oleh pembimbing lebih nyata, efektif, dan efsien
sehingga dapat meningkatkan motivasi mahasiswa dalam
mempelajari ilmu keperawatan (Boekaerts et al., 2010).
2) Persepsi negatif
Mahasiswa yang memiliki persepsi yang negatif terhadap
pembelajaran klinik merasa bahwa melalui pembelajaran klinik
kebutuhan personalnya tidak terpuaskan sehingga tidak
menumbuhkan kebahagiaan, minat, dan antuasime mahasiswa
terhadap pembelajaran klinik (Boekaerts et al., 2010). Menurut
Meyer, Nel, & Downing (2016), sejak mahasiswa telah memilih
jurusan keperawatan, mereka berharap bahwa tugas atau instruksi
yang diberikan oleh dosen/pembimbing tidak hanya dapat
diaplikasikan pada kehidupan sehari-hari, tetapi juga berhubungan
dengan jurusan atau pekerjaan yang ingin ditekuni di masa depan.
Ketika mahasiswa tidak dapat melihat bagaimana teori yang
dipelajarinya diaplikasikan dalam bidang ilmu dan pekerjaan,
motivasi dan kinerja belajarnya dapat menurun. Blazun et al.,
(2015) menjelaskan bahwa mahasiswa juga menganggap ketika
metode pembelajaran yang diberikan oleh dosen/pembimbing tidak
efektif dan efsien akan menurunkan motivasi dan kinerjanya.
f. Dampak proses bimbingan klinik yang tidak efektif
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Johannis, E.,
Buanasari, A., & Bidjuni, H. (2019) menyatakan bahwa pembimbing
klinik belum maksimal dalam memberikan bimbingan terhadap
mahasiswa yang melaksanakan praktek klinik keperawatan, sehingga
beberapa mahasiswa mengalami cemas sedang sampai berat, namun
mayoritas kecemasan mahasiswa berada pada kategori cemas ringan.
Kurangnya mendapatkan bimbingan dari pembimbing klinik
menyebabkan mahasiswa sulit mengaplikasikan teori yang mereka
dapatkan saat perkuliahan dalam menangani pasien, serta masih ada
rasa tidak percaya diri dan perasaan gugup pada saat melakukan
tindakan keperawatan yang membuat mahasiswa merasa cemas. Hal
ini menunjukkan bahwa lingkungan pembelajaran kurang baik dan
sebagian besar pembimbing klinik melakukan proses bimbingan
dengan kurang baik, namun tingkat kecemasan mahasiswa hanya
berada pada kategori ringan. Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian oleh Saputra (2015) tentang hubungan lingkungan belajar
klinik dengan tingkat kecemasan pada pembelajaran klinik mahasiswa
keperawatan, yang mendapatkan hasil signifikan adanya hubungan
antara kedua variable tersebut.
g. Upaya untuk meningkatkan bimbingan klinik
Pelatihan dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan
pembimbing klinik dalam pengetahuan, ketrampilan dan sikap
sehingga dapat menumbuhkan rasa percaya diri, memperbaiki kualitas
kinerja. Pelatihan dapat memperbaiki kinerja, memutahirkan keahlian,
mengurangi waktu belajar, dapat memecahkan masalah operasional,
promosi karyawan, orientasi karyawan baru dan pertumbuhan pribadi.
Pelatihan karyawan sangat penting untuk memperbarui ilmu yang telah
dimiliki, mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi,
mengurangi terjadinya kesalahan serta meningkatkan motivasi kerja
(Simamora, 1999).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ahsan A (2018)
menyatakan bahwa perencanaan pelatihan untuk pembimbing klinik
meliputi on the job training dan job training, metode off the job
training yang diinginkan studi dengan mempresentasikan salah satu
kasus terpilih secara mendalam dengan bimbingan instruktur dan
mempelajari kasus tertentu dibahas dari berbagai sudut dibawah
bimbingan seorang ahli. Kedua metode ini sangat sesuai dengan situasi
pembelajaran orang dewasa yang lebih berorientasi pada pengalaman
lapangan dengan memaksimalkan indra sebanyak mungkin yang
mengintegrasikan kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor untuk
memecahkan masalah. Dengan diskusi kelompok dan studi kasus,
kedua metode ini sangat efektif untuk pembelajaran orang dewasa
yang bertujuan meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan untuk
memecahkan masalah, mengembangkan penalaran ilmiah, merangsang
belajar aktif serta mengintegrasikan berbagai konsep, namun harus
dikelola dengan baik agar tidak menyimpang dari tujuan.
C. Konsep Evaluasi Praktik Klinik
1. Definisi evaluasi praktik klinik
Evaluasi praktik klinik merupakan sebuah proses untuk
menentukan tercapai tidaknya kompetensi mahasiswa dalam praktik
(Zafrir, 2011). Evaluasi dibutuhkan untuk peningkatan dalam
pembelajaran klinik atau berfungsi sebagai penilaian formatif.
Penilaian formatif memberikan kesempatan siswa dan guru untuk
melakukan umpan balik apakah materi pembelajaran telah dikuasai
atau belum.Konsep pembelajaran tuntas (mastery learning) dapat juga
diterapkan dalam lingkup mekanisme evaluasi yang bersifat
formatif.Prosedur pembelajaran dilakukan melalui modifikasi atas
dasar hasil evaluasi dan kemajuan yang dicapai siswa. Evaluasi ini
kemudian diiringi dengan umpan balik yang dimungkinkan dilakukan
terhadap tiap poin/langkah pada tiap tahapan pembelajaran secara
sistematis, bervariasi dan sesegera mungkin pada saat respon siswa
terjadi (Rahyubi, 2012).
Evaluasi klinis merupakan proses mendapatkan informasi untuk
membuat penilaian terhadap kinerja peserta didik dalam lingkungan
klinis. Evaluasi merupakan proses berkesinambungan yang dinamik
yang berkaitan dengan proses belajar mengajar (Reilly dan Oermann,
2002). Evaluasi klinik pada dasarnya adalah kegiatan evaluasi hasil
pendidikan yang dilaksanakan di klinik atau di tempat pengalaman
belajar klinik mahasiswa. Evaluasi adalah proses stimulasi untuk
menentukan keberhasilan. Evaluasi hasil pendidikan adalah proses
sistematis untuk mencapai tingkat pencapaian tujuan pendidikan yang
terdiri atas kegiatan mengukur dan menilai (Nursalam dan
Efendi,2008).
2. Prinsip evaluasi praktik klinik
Menurut Nursalam dan Efendi (2008) ada beberapa prinsip dasar
yang perlu diperhatikan dalam menyusun tes hasil belajar yaitu :
a. Tes tersebut hendaknya dapat mengukur dengan jelas hasil belajar
yang telah ditetapkan sesuai dengan tujuan intruksional. Tujuan
merupakan landasan dan sekaligus sebagai penentu kriteria
penilaian. Jika tujuan tidak jelas maka penilaian terhadap hasil
belajar pun tidak akan terarah sehingga hasil penilaian tidak
mencerminkan isi pengetahuan dan keterampilan peserta didik
yang sebenarnya.
b. Mengukur sample yang representratif dari hasil belajar dan bahan
pelajaran yang telah diajarkan. Tes yang disusun harus mencakup
soal-soal yang mencakup soal-soal yang dianggap dapat mewakili
seluruh kinerja hasil belajar peserta didik sesuai dengan tujuan
intruksional yang dapat dirumuskan.
c. Mencakup bermacam-macam bentuk soal yang benar-benar cocok
untuk mengukur hasil belajar yang diinginkan dengan tujuan.
Setiap jenis alat evaluasi dan setiap macam bentuk soal hanya
cocok untuk mengukur jenis kemampuan tertentu pula.
d. Disusun sesuai dengan kegunaannya untuk memperoleh hasil yang
diinginkan. Masing-masing jenis tes memiliki karakteristik tertentu
seperti tingkat kesukaran, daya pembeda, bobot maupun cara
pengolahannya.
e. Dibuat seandal mungkin sehingga mudah diintreprestasikan dengan
baik. Suatu alat evaluasi dikatakan andal bila alat tersebut dapat
menghasilkan gambaran yang benar-benar dapat dipercaya
(reliable). Suatu tes dapat dikatan andal jika tes itu diujikan
berulang-ulang terhadap objek yang sama hasilnya akan tetap atau
relatif sama.
f. Digunakan untuk memperbaiki cara belajar peserta didik dan cara
mengajar pengajar.
3. Jenis-jenis proses evaluasi
Menurut Reilly dan Oermann (2002), ada dua jenis proses evaluasi
utama, yaitu:
a. Evaluasi normatif
Evaluasi normatif memberikan umpan balik kepada peserta
didik berkaitan dengan kemajuan mereka dalam memenuhi tujuan.
Evaluasi formatif terjadi dalam keseluruhan proses intruksional,
sifatnya diagnostik, memberikan informasi untuk membantu
memperbaiki defisiensi pembelajaran dan meningkatkan
kemampuan. Fokus evaluasi ini adalah membantu peserta didik
untuk memenuhi objektif klinis. Nursalam dan Efendi (2002)
mengemukakkan bahwa evaluasi formatif dilakukan untuk
mengenali kekurangan peserta didik untuk bahan dan dasar
pemberian bimbingan serta dilakukan sepanjang proses.
Menurut Bastable (2002) tujuan dari evaluasi formatif adalah
untuk mengadakan penyesuaian dalam kegiatan pendidikan ketika
muncul kebutuhan, entah penyesuaian tersebut berkaitan dengan
personel, materi, fasilitas atau berkaitan dengan obyektif
pembelajaran.
b. Evaluasi sumatif
Evaluasi sumatif menentkan derajat keberhasilan (nilai) peserta
didik dan dilakukan pada akhir unit peserta atau akhir proses
belajar (Nursalam & Efendi, 2008).
4. Jenis-jenis evaluasi
Ada 2 jenis evaluasi menurut Reilly dan Oermann (2002) yaitu :
a. Evaluasi berdasarkan norma
Evaluasi berdasarkan norma didesain untuk membandingkan
kinerja seorang peserta didik dengan kinerja sekelompok peserta
didik. Interpretasi ini akan memperlihatkan bahwa seorang peserta
didik memiliki pengetahuan, keterampilan dan kemauan lebih
banyak atau lebih sedikit dibanding peserta didik lain.
b. Evaluasi berdasarkan criteria
Pada evaluasi berdasarkan kriteria, peserta didik tidak
dibandingkan dengan peserta didik lainnya tetapi dibandingkan
terhadap beberapa standar kinerja. Tujuan utama evaluasi ini
adalah untuk mengukur kinerja peserta didik yang berkaitan
dengan standar. Evaluasi ini merupakan pendekatan yang paling
relevan pada situasi klinis di dalam program keperawatan karena
kompetensi dalam hal pengetahuan, keterampilan dan nilai yang
spesifik merupakan hasil yang sangat penting.
5. Jenis-jenis metode penilaian evaluasi klinik
a. Long case
Mahasiswa dinilai dengan satu kasus yang panjang atau 3-4
kasus yang pendek, mahasiswa mungkin tidak atau di observasi
selama ujian. Kelebihannya adalah autentik engan tugas seorang
tenaga kesehatan dan pasienya nyata, menilai show how.
Kekurangannya dalah reabiliti dan konsistensi masih diragukan
dan validiti juga rendah. (Dornan, et al, 2011; Amin, dkk, 2009)
b. Objective structured Clinical Examination (OSCE)
Terdiri dari banyak station (15-20). Keuntungannya adalah
lebih efektif, mempunyai standar, reabiliti tinggi. Kekurangannya
adalah validiti masih di pertimbangkan, attitude sulit dinilai dan
lebih mahal. (Dornan, et al, 2011; Amin, dkk, 2009)
c. Mini clinical Evaluation Exercise (Mini-CEX)
Kompetensi yang dinilai adalah keterampilan anamnesis,
pemeriksaan fisik, profesionalisme, keputusan klinik, konseling,
organisasi dan efisiensi. Kelebihannya adalah bisa memmakai
pasien simulasi atau nyata, feedback, observasi langsung, reabiliti
bagus, mudah dilakukan, evaluasi performan secara global.
Kekurangannya adalah realtif baru dan tidak familiar, dan
pelatihan untuk meningkatkan reabiliti. (Dornan, et al, 2011;
Amin, dkk, 2009).
Mini-CEX merupakan instrumen objektif yang menilai
mahasiswa berdasarkan performa mereka. (Norcini, 2005) Ia
menawarkan kesempatan pada mahasiswa untuk melakukan
kontak dengan pasien dengan kasus yang bervariasi untuk
diobservasi secara langsung oleh dosen klinis. Hasil penilaian
dapat digunakan untuk memberi umpan-balik yang membangun
pada performa mahasiswa sehingga akan mendorong mahasiswa
untuk belajar. (Norcini et al, 2007)
d. Direct Observation of Procedural Skills (DOPS)
Tes DOPS merupakan metode evaluasi yang sesuai untuk
menilai keterampilan prosedural praktikan secara obyektif karena
validitas, reliabilitas, dan penerimaannya yang tinggi. Karena
evaluasi DOPS bisa memfasilitasi pembelajaran dan keterampilan
praktikan, sehingga meningkatkan keterampilan dan kompetensi
praktikan, selain itu, memastikan kemampuan praktikan dalam
menghadapi dan memprediksi situasi klinis dalam kasus kondisi
pasien tertentu, namun untuk mengevaluasi semua aspek kinerja
praktikan, tes DOPS harus dikombinasikan dengan tes kinerja
klinis lainnya seperti Mini-CEX, presentasi method, refleksi dll.
Seperti mini-CEX, kelebihannya observasi secara langsung,
evaluasi secara global, mudah digunakan. Kekurangannya masih
baru, dibutuhkan pelatihan, aspek kompetensi terbatas dan butuh
seorang ahli. (Dornan, et al, 2011; Amin, dkk, 2009).
6. Ciri-ciri evaluasi yang baik
Menurut Nursalam dan Efendi (2008) suatu tes dikatakan baik jika
suatu alat ukur memenuhi ciri-ciri sebagai berikut :
a. Validitas
Suatu tes dikatakan valid apabila tes tersebut dapat mengukur
apa yang hendak diukur. Untuk mendapatkan tes yang valid, isi
dan kedalaman tes perlu disesuaikan dengan tujuan atau sasaran
belajar. Kesesuaian isi tes dengan tujuan belajar validitas isi
(content validity) dapat diupayakan dengan cara menyusun kisi-kisi
soal (blueprint).
b. Reliabilitas
Tes yang mempunyai reliabilitas berarti tes tersebut
mempunyai sifat yang dapat dipercaya apabila memberikan hasil
yang tetap bila diujikan berkali-kali. Sebuah tes dikatakan reliable
apabila tes tersebut menunjukkan ketetapan.
c. Objektivitas
Suatu tes dikatakan memiliki objektivitas apabila dalam
melaksanakan tes itu tidak ada faktor luar yang mempengaruhi. Ha
ini terutama terjadi pada sistem scoring yang menetapkan
konsistensi.
d. Kepraktisan
Sebuah tes dikatakan memiliki kepraktisan (practicability)
yang tinggi apabila tes tersebut bersifat praktis, mudah
melaksanakan, mudah memeriksa dan petunjuk teknisnya jelas.

e. Ekonomis
Ekonomis adalah pelaksanaan tes tersebut tidak membutuhkan
biaya yang mahal, tenaga yang mahal maupun waktu yang lama.
7. Aspek yang di evaluasi
Menurut Bradshaw (1989 dalam Nursalam dan Efendi, 2008)
aspek yang perlu dievaluasi pada kinerja klinik meliputi :
a. Kemampuan sosial, terdiri atas bekerja dengan sejawat dan
kesadaran diri.
b. Keterampilan berkomunikasi, terdiri atas berbicara dan mendengar
serta membaca dan menulis.
c. Keterampilan praktik terdiri atas penggunaan alat, teknik
aseptik,pemberian obat.
d. Kemampuan mengambil keputusan terdiri atas asuhan
keperawatan, manajemen dan pendidikan kesehatan.
8. Pelaksanaan evaluasi klinik
Evaluasi klinik perlu dikelola dengan baik sehingga
pelaksanaannya dapat berjalan dengan baik, evaluasi klinik biasany
dikaitkan dengan mata kuliah klinik tertentu. Penanggung jawab atau
koordinator mata kuliah harus betanggungjawab tentang pengolaha
evaluasi klinik. Program evaluasi klinik berisi tujuan pengalaman
belajar klinik, metoda dan aspek yang dievaluasi setiap metode serta
kriteria evaluasi termasuk pembobotan dan kelulusan (Nursalam dan
Efendi, 2008).
Evaluasi klinik dilaksanakan sesuai dengan metode evaluasi yang
telah disepakati untuk menilai setiap aspek kinerja klinik. Kemampuan
yang dicapai mahasiswa cukup kompleks, berupa perpaduan antara
aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap (Nursalam dan Efendi,
2008).
9. Model evaluasi klinik
Menurut Nursalam dan Efendi (2008) Metode evaluasi klinik
dapat dikelompokkan menjadi :

a. Observasi
Metode observasi adalah metode yang paling sering digunakan
dalam evaluasi klinik, mengingat kemampuan utama yang harus
dimiliki melalui pengalaman belajar klinik adalah kemampuan
melaksanakan tindakan. Metode observasi merupakan metode yang
digunakan untuk mengevaluasi penampilan psikomotor; sikap
perilaku, interaksi, baik verbal maupun non verbal.
Menurut Reilly dan Oermann (2002) observasi terhadap kinerja
peserta didik merupakan cara utama untuk mengevaluasi peserta
didik di dalam praktik klinis. Melalui observasi in penilaian dapat
dilakukan berkaitan dengan perilaku kinerja kognitif, psikomotorik
dan afektif.
b. Tertulis
Metode tertulis digunakan untuk mengevaluasi kemampuan
kognitif, yaitu jenjang aplikasi dan pemecahan masalah (problem
solving) melalui proses analisi sintesis dan metode ini dilaksanaka
dengan cara memberi penugasan pada peserta didik untuk
menuliskan hasil pengamatan, hasi rangkaian kegiatan melakuka
tindakan atau asuhan keperawatan berupa laporan tertulis.
c. Lisan
Metode observasi secara lisan atau oral (viva-voce)
dimaksudkan untuk terjadinya tanya jawab dan dialog terhadap
pertanyaan yang diajukan oleh penguji. Seperti halnya pada
metode observasi, pada metode lisan ini akan terjadi interaksi
langsung antara penguji dan mahasiswa yang dapat mempengaruhi
objektifitas dan reabilitas evaluasi. Dengan demikian metode lisan
perlu didukung dengan perangkat evaluasi yang dapat digunakan
evaluator untuk mengajukan pertanyaan dan memberi nilai.
d. Objective Structured Clinical Examination (OSCE)
Objective Structured Clinical Examination (OSCE) adalah
metode evaluasi untuk penilaian penampilan kemampuan klini
secara terstruktur dan bersifat objektif. Melalui OSCE dapat secara
bersamaan dievaluasi kemampuan pengetahuan, psikomotor dan
sikap. Aspek yang dievaluasi dengan OSCE adalah sebagai
berikut:
1) Pengkajian riwayat hidup
2) Pemeriksaan fisik
3) Laboratorium
4) Identifikasi masalah
5) Merumuskan/ menyimpulkan data
6) Interpretasi pemeriksaan
7) Menetapkan pengelolaan klinik
8) Mendemonstrasikan prosedur
9) Kemajuan berkomunikasi
10) Pemberian pendidikan keperawatan.
10. Penilaian dalam evaluasi
Proses pemberian nilai (scoring) sangat penting dalam evaluasi.
Pemberian nilai dilakukan secara bertahap sepanjang kegiatan
pengalaman belajar klinik (PBK) berlangsung, sesuai ketentuan yang
ditetapkan dalam program evaluasi klinik pada mata ajaran tertentu.
Setiap aspek diberi nilai sesuai teknik dan menggunakan instrumen
evaluasi serta berpatokan pada nilai/angka yang telah ditentukan.
Patokan nilai dapat berupa nilai maksimal yang dapat diperoleh bila
penampilan tersebut dilakukan. Selain menggunakan patokan nilai
maksimal, pemberian nilai perlu pula memperhatikan pembobotan.
Bobot yang diberi pada setiap jenis penampilan klinik yang dievaluasi
harus dijadikan dasar pada saat merekapitulasi nilai (Nursalam dan
Efendi, 2008).
Tahap terakhir dari rangkaian evaluasi adalah membuat keputusan,
apakah mahasiswa dapat dikatakan berhasil atau tidak dan sejauh mana
tingkat keberhasilannya sehingga perlu ditetapka ketentuan atau batas
kelulusan. PBK merupakan bagian dari kegiatan pembelajaran mata
ajaran keperawatan yang terdiri dari komponen teori dan praktik.
Dalam kebijakan penetapan keputusan dan pemberian peringkat
tingkat keberhasilan perlu ditetapkan bobot pembanding antara teori
dan praktik. Pemberian penilaian pada program profesi meliputi
kompeten dan tidak kompeten atau lulus tidak lulus. (Nursalam dan
Efendi, 2008).
11. Domain psikomotor evaluasi pembelajaran
Menurut Oerman, at al (2009), domain psikomotorik dibagi
menjadi 5 yaitu :
a. Imitation (Imitasi) – P1
Kemampuan untuk meniru atau mengikuti tindakan dari yang
ditunjukkan oleh dosen atau video, mengamati kemudian
mereplikasi. Contohnya mahasiswa mengikuti contoh dalam
melakukan relaksasi nafas dalam.
b. Manipulation (Manipulasi) – P2
Kemampuan untuk mengimplementasikan kembali apa yang
didapat. Contohnya mahasiswa melaksanakan tehnik suction
kepada pasien sesuai dengan prosedur yang telah diajarkan.
c. Precision (Presisi) – P3
Kemampuan untuk melaksanakan tindakan secara mandiri
tanpa menggunakan contoh dari orang lain. Contohnya mahasiswa
mampu mendemostrasikan tentang pemeriksaan tanda vital secara
akurat.
d. Articutalion (Artikulasi) – P4
Kemampuan untuk mengadaptasi dan mengintegrasikan suatu
keahlian atau keterampilan atau kompetensi. Contohnya mahasiswa
mampu mengembangkan tehnik suction dalam berbagai masalah
kesehatan.
e. Naturalization (Natural) – P5
Kemampuan melakukan aktivitas secara terkait dengan tingkat
keterampilan yang telah dimiliki. Contohnya mahasiswa mampu
mengelola skill untuk melakukan perawatan bayi dirumah

D. Konsep Preceptor
1. Definisi pembimbing klinik
Pendidik klinik adalah mereka yang memiliki posisi ideal untuk
peduli kepada mahasiswa keperawatan dan harus dipilih secara
hatihati, untuk mendemonstrasikan nilai keperawatan dan kepedulian.
Pendidik klinik yaitu seorang perawat profesional yang terpilih, yang
ahli dalam praktik klinik keperawatan. Pendidik klinik didefinisikan
sebagai seseorang yang antusias dan bersemangat, memiliki
pendekatan organisasi yang baik dan memiliki kemampuan adaptasi
terhadap gaya interaktif dengan mahasiswa Pendidik klinik yaitu
seseorang yang bertanggung jawab melaksanakan kewajiban
pengajaran di klinik kepada mahasiswa praktik yang sedang
melaksanakan pendidikan klinik di rumah sakit dan sudah mendapat
tugas memberikan bimbingan pembelajaran klinik kepada mahasiswa
yang memiliki nilai kepedulian serta kompetensi yang sesuai dan juga
kewenangan yang sah secara hukum (Purwani F, 2010).
Faktor yang dapat mempengaruhi kinerja preceptor (Supriyanto,
1998):
a. Faktor organisasi
b. Faktor Individu (pembimbing dan mahasiswa)
c. Faktor karakteristik pekerjaan (pembimbing klinik)
d. Faktor lahan praktek atau laboratorium (RS, Puskesmas, Panti,
Masyarakat)
2. Karakteristik pembimbing klinik
Karakteristik pendidik klinik yang efektif teridentifikasi menjadi 5
kunci utama yaitu karakter personal, meta-cognition, membuat
pelajaran klinik menjadi menyenangkan, menjadi sumber dukungan,
dan menjadi role model. Karakteristik pendidik klinik yang efektif
yaitu: kemampuan mengajar, menguasai kompetensi keperawatan,
personality, memiliki hubungan interpersonal, dan memiliki
kemampuan evaluasi (Notoatmodjo, 2003). Terdapat 5 kemampuan
pendidik klinik yaitu: kompetensi klinik dan mengajar, hubungan
interpersonal dan interprofesional serta komunikasi, pengkajian dan
evaluasi, kepemimpinan dan manajemen, dan beasiswa dan promosi
profesional (Notoatmodjo, 2003).
Seorang pendidik klinik memiliki kesempatan untuk memberikan
pengaruh yang besar terhadap pembelajaran mahasiswa yang
menjelang lulus dan membentuk praktik keperawatan. Tingkah laku
pendidik klinik memainkan peran yang signifikan pada pengembangan
keperawatan profesional yang berpengetahuan dan terampil dalam
sistem perawatan kesehatan, memberikan pelayanan keperawatan yang
berkualitas kepada seluruh kategori pasien, keluarga dan komunitas
untuk mencapai, mempertahankan dan memulihkan kesehatan yang
optimal (Simamora, 2009).
Seorang pendidik klinik diharapkan memiliki karakteristik
mengajar yang efektif seperti memiliki pengetahuan profesional,
sebagai role model, serta menguasai kompetensi klinik. Karakteristik
lain yaitu kepribadian pendidik klinik yang merupakan unsur esensial
karena akan membentuk pola perilaku yang patut sebagai motivasi
mendidik mahasiswa. Karakteristik pendidik klinik memainkan peran
yang krusial karena pendidik klinik bukan hanya memungkinkan siswa
untuk mengintegrasikan pengetahuan dan keterampilan yang terkait
dengan kepedulian terhadap pasien, tetapi juga memberikan
kesempatan kepada mahasiswa untuk menginternalisasikan peran
perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan (caregivers) (Linda,K,A
& Candra,R,B, 2012)
3. Syarat pembimbing klinik
Berkaitan dengan kompetensi yang harus dimiliki pendidik
klinik, ditetapkan beberapa persyaratan menjadi pendidik klinik yaitu:
a. Memiliki latar belakang pendidikan profesi yang sesuai
b. Memiliki pengalaman kerja memberikan pelayanan keperawatan di
klinik selama 3 tahun
c. Memiliki ijin praktik yang diterbitkan oleh organisasi profesi
d. Memiliki latar belakang kependidikan/keguruan (akta mengajar)
e. Memiliki pengalaman mengikuti pelatihan pendidik klinik
Bila mencermati syarat kompetensi pendidik klinik, maka akan
terlihat kolaborasi kemampuan seorang guru (dosen) dan seorang
perawat. Kompetensi seorang dosen meliputi :
a. Kemampuan merencanakan pembelajaran praktek klinik
b. Kemampuan melaksanakan pembelajaran praktik klinik
c. Kemampuan menyusun alat evaluasi pembelajaran praktik klinik
d. Kemampuan melaksanakan pembelajaran praktik klinik.
Kompetensi menjadi seorang perawat yaitu:
a. Mampu melakukan pengkajian keperawatan (nursing assessment),
b. Kemampuan menganalisis fakta atau data pasien serta menentukan
diagnosa keperawatan pasien (nursing diagnosis
c. Kemampuan menyusun rencana keperawatan (nursing plan),
d. Kemampuan melaksanakan tindakan keperawatan (nursing
implementation)
e. Kemampuan mengevaluasi keperawatan (nursing evaluation).
Penjabaran diatas menunjukkan kompetensi yang digunakan
pendidik klinik yaitu kemampuan minimal yang dimiliki oleh seorang
pendidik dan perawat yang harus dimiliki kemudian dikolaborasikan
untuk dapat memberikan pembelajaran praktik klinik. Beberapa hal
yang telah disebutkan diatas juga dapat digunakan sebagai indikator
komptensi pendidik klinik.
Menurut Nuralam & Ferry Efendi (2008) kriteria yang harus
dipenuhi seorang pembimbing yaitu:
1) Memiliki pengetahuan keilmuan yang dalam dan luas serta
minimal setara dengan jenjang pendidikan peserta didik
2) Kompeten dalam kemampuan klinik
3) Terampil dalam pengajaran klinik
4) Mempunyai komitmen dalam pembelajaran klinik. Salah satu cara
meningkatkan kualitas pembimbing adalah dengan mengadakan
pelatihan clinical educator
4. Peran dan tugas pembimbing klinik
Peran merupakan sekumpulan perilaku yang diharapkan muncul
dari seseorang berkaitan dengan tugas dalam masyarakat. Pembimbing
klinik merupakan tim medis terpilih, ahli dalam praktik klinik yang
bertugas membimbing dan mengarahkan dalam proses pembelajran
sesuai tujuan pembelajaran (Pusat Pengembangan Kesehatan Carolus,
2010).
Adapun beberapa peranan dan tugas dari CI antara lain
(Ismahmudi, dkk, 2008).:
a. Sebagai perencana
Langkah yang harus dilakukan CI agar praktik klinik
menjadi efektif, yaitu memberitahukan pada staf tentang adanya
mahasiswa praktikan dan mengenalkan lingkungan tempat praktik,
menemui klien untuk membantu dalam praktik klinik
mahasiswa praktik, mengkaji kesiapan dari mahasiswa praktik,
menyesuaikan sarana yang ada dengan kebutuhan dari mahasiswa
praktik, mengantisipasi masalah yang mungkin atau bisa timbul,
serta mengenal potensi dari mahasiswa praktik dan memberikan
saran untuk meningkatkan kemampuannya
b. Sebagai narasumber
Bantuan dari CI diperlukan untuk meningkatkan kemandirian
mahasiswa praktik melalui pendekatan “self directed learning”.
Hal-hal yang harus dikembangkan oleh CI sebagai narasumber,
antara lain keinginan dan harapan mahasiswa praktik, inisiatif,
upaya dan kreativitas serta kemandirian mahasiswa praktik
c. Sebagai Pembimbing
CI mengadakan pertemuan dengan mahasiswa praktik untuk
melakukan kegiatan post conference. Kegiatan tersebut,
mengingatkan mahasiswa praktik untuk mengenal masalah yang
membutuhkan analisa secara klinis dan kritis. Selain itu, kegiatan
tersebut mendorong mahasiswa praktik agar mampu melihat
perbedaan yang ditemukan ketika melakukan praktik antara
kenyataan dan harapan, mendorong mahasiswa praktik untuk
membahas lebih lanjut permasalahan yang dialami klien, bersedia
untuk membahas lebih lanjut permasalahan yang dihadapi
mahasiswa praktik, serta mengevaluasi bersama-sama mengenai
kemampuan praktik klinik
Adapun peran lain seorang pembimbing klinik adalah sebagai
berikut (Notoadmodjo S.,2003):
a. Model, yaitu seseorang yang dapat dijadikan contoh dan bisa
ditiru
b. Envisioner, yaitu dapat melihat dan mengomunikasikan arti
keperawatan professional dan potensinya kepada mahasiswa
praktik
c. Energizer, yaitu seseorang yang mampu merangsang kita
untuk melakukan tindakan
d. Teacher-coach, yaitu seseorang yang mampu mengajarkan
keterampilan baik interpersonal, teknis, ataupun politis yang
penting untuk kemajuan mahasiswa praktik
e. Feedback giver, yaitu seseorang yang dapat memberikan
umpan balik positif dan negatif dengan jujur
f. Eye opener, yaitu seseorang yang memiliki sudut
pandang luas yang dapat memberikan cara baru bagi kita
dalam memandang situasi
g. Door opener, yaitu seseorang yang melalui posisi jabatannya,
dapat memberikan kesempatan atau pengalaman baru bagi kita
h. Problem solver, yaitu seseorang yang dapat membantu kita
mengkaji masalah dan mengidentifikasi solusi yang dapat
diambil.
i. Challenger, yaitu seseorang yang mendorong kita untuk
menyelidiki suatu masalah secara lebih kritis dan lebih rinci
j. Motivator, yaitu seseorang yang memberikan motivasi kepada
mahasiswa praktik klinik dengan ARCS yaitu:
1) Attention : membangkitkan dan memperhatikan perhatian
siswa selama pembelajaran praktik klinik),
2) Relevance : memberikan pembelajaran yang ada
relevansinya dengan kehidupan
3) Confidence : menanamkan rasa yakin dan percaya
diri mahasiswa
4) Satisfaction : menumbuhkan rasa puas pada mahasiswa
terhadap pembelajaran
Metode ARCS sendiri merupakan satu kesatuan yang
dipergunakan dalam kegiatan pembelajaran untuk
meningkatkan motivasi mahasiswa.
5. Kompetensi pembimbing klinik
Pembimbing klinik memiliki berbagai kompetensi yang menjadi
modal untuk mengoptimalkan kinerjanya. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Widarti, L (2016) menyatakan secara deskriptif
kompetensi yang harus dimiliki preceptor tersebut diantaranya adalah:
a. Kompetensi Pedagogik
Dalam kompetensi pedagogik, pembimbing praktek klinik (CI)
diharapkan mempunyai kemampuan : merancang kegiatan
pembimbingan, melaksanakan kegiatan pembimbingan,
mengevaluasi kegiatan pembimbingan, mengelola kasus,
memanfaatkan hasil penelitian untuk meningkatkan kualitas
pembimbingan. Bimbingan klinik dapat membantu peserta didik
dalam mengembangkan kemampuan praktek profesional, untuk itu
perawat pembimbing klinik harus membekali diri dengan
pengetahuan dan keterampilan dalam melakukan bimbingan efektif
dan berkualitas. Peran perawat pembimbing klinik dalam kegiatan
pembelajaran klinik sangat berarti sekali agar pelaksanaan
pembelajaran menjadi efektif.
b. Kompetensi profesional
Dalam kompetensi profesional, pembimbing praktek klinik (CI)
diharapkan mempunyai kemampuan: menguasai materi keilmuan;
merencanakan, melaksanakan dan penelitian; menyebarluaskan
ilmu yang dimiliki. Pembimbing praktek klinik mempunyai
kontribusi meningkatkan kualitas pembelajaran praktek klinik,
karena memiliki berbagai peran mulai dari merencanakan,
melaksanakan dan mengevaluasi pembelajaran praktek klinik.
Peningkatan mutu pembelajaran praktek klinik dapat ditempuh
dengan cara meningkatkan kinerja perawat pembimbing klinik.
c. Kompetensi kepribadian
Dalam kompetensi kepribadian, pembimbing praktek klinik
(CI) diharapkan mempunyai kemampuan: berempati,
berpandangan positif, genuine (bersikap wajar, terbuka) dan
berorientasi pada tujuan. Menunjukkan pribadi dewasa dan teladan
yaitu : bertingkah laku sopan dalam berbicara, berpenampilan dan
berbuat terhadap peserta didik, berbagi pengalaman, etos kerja,
tanggung jawab yang tinggi, bila tidak bisa membimbing
mahasiswa diharapkan mampu mengaktifkan mahasiswa.
Pembimbing praktek klinik diharapkan dapat memberikan
konstribusi terhadap pengembangan institusi yang praktek.
d. Kompetensi Sosial
Pembimbing praktek klinik (CI) diharapkan mempunyai
kemampuan: menghargai budaya, menyajikan pendapat dengan
runut, menghargai pendapat orang lain, dan membangun suasana
tempat praktek.
Peran pembimbing klinik dalam pelaksanaan keselamatan pasien
juga sangat penting untuk dilakukan. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Sari, D. W. P. (2018) menyatakan bahwa semakin
tinggi tingkat kemampuan peran pembimbing klinik maka semakin
tinggi tingkat pelaksanaan program keselamatan pasien pula dan
kemampuan peran pembimbing klinik yang semakin baik maka
semakin baik pelaksanaan keselamatan pasien oleh mahasiswa. Peran
pembimbing klinik sebagai role model atau memberikan contoh bagi
mahasiswa untuk menjelaskan dan mendemonstrasikan teknik terkait
pelaksanaan program keselamatan pasien. Peran role model merupakan
peran yang diharapkan dari pembimbing klinik yang meliputi perilaku
dan sikap positif (Beth, 2009; Kim, Park, & Kang, 2013).
Peran pembimbing klinik akan menentukan dalam pencapaian
kompetensi pembelajaran khususnya kompetensi terkait keselamatan
pasien. Parsh (2010) bahwa pembimbing klinik yang memiliki
pengetahuan dan keterampilan yang baik, maka akan dapat membantu
mahasiswa untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan.
Pembimbing klinik memiliki kontribusi yang besar dalam proses
kegiatan pembelajaran klinik bagi mahasiswa untuk mencapai tujuan
pembelajaran (Jecklin, 2009; Johnson, 2011).
Peran pembimbing klinik dalam pencapaian kompetensi yang baik
dapat meningkatkan pencapaian kompetensi dan tujuan pembelajaran.
Pembimbing klinik juga sangat berperan dalam proses pembelajaran
klinik dan pencapaian kompetensi (Johnson, 2011; Jecklin, 2009), dan
sangat penting perannya dalam menghasilkan lulusan yang profesional
(Nurachmah, 2005). Peran pembimbing klinik dapat menentukan
kualitas lulusan di masa mendatang. Pembimbing klinik diharapkan
memiliki keahlian klinis dan pengajaran sehingga dapat memberikan
bimbingan yang berkualitas dan pencapaian kompetensi yang optimal
(Dahlke, et al., 2012).
6. Perilaku efektif pembimbing klinik
Beberapa perilaku efektif seorang pembimbing klinik yaitu
(Firdous,2008):

a. Perilaku Mengajar
Penelitian yang dilakukan oleh Gangadharan et al (2016)
menyebutkan bahwa kemampuan mengajar seorang pendidik klinik
memperoleh nilai paling tinggi diantara perilaku efektif pendidik
klinik disusul oleh perilaku dalam hubungan interpersonal. Hasil
ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Rehan et al
(2007) yang mengemukakan perilaku atau kemampuan mengajar
seorang pendidik klinik sangat penting sebab dalam hal ini terjadi
perpindaham pengetahuan, keterampilan, dan perilaku dari
pendidik klinik ke mahasiswa melalui performa pendidik
(Rehan,2007).
b. Perilaku Berkomunikasi
Penelitian yang dilakukan oleh Hayajneh (2016) menyebutkan
bahwa mahasiswa yang sedang praktik klinik sangat
mengharapkan adanya feedback yang konstruktif terhadap
performa mahasiswa. Pendidik klinik juga kiranya memberikan
saran spesifik yang bermanfaat untuk meningkatkan serta
mengembangkan kemampuan mahasiswa, sebab pemberian saran
spesifik yang membangun ini terbukti dapat meningkatkan
pelayanan berkualitas dan bertanggung jawab terhadap
kemampuan profesional mahasiswa (Hayajneh F,2016).
c. Perilaku dalam Hubungan Interpersonal
Seorang pembimbing klinik diharapkan untuk berpikiran
terbuka dan tidak menghakimi, dapat menjadi seorang komunikator
yang mampu berinteraksi baik dan dapat memfasilitasi percakapan
yang interaktif. Pendidik klinik juga diharapkan mampu
menghargai (respect) terhadap mahasiswa baik itu melalui
pemikiran atau argumen maupun keterlibatan mahasiswa dalam
kegiatan pelayanan klinik, mendorong mahasiswa untuk saling
menghargai, dan memperlakukan mahasiswa sebagai pelajar
dewasa yang terbuka terhadap ide-ide baru, siap untuk dikritik
serta terbuka terhadap ketidaksetujuan akan suatu hal (Suroso,
2011)
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Baker (2012)
menyatakan bahwa perilaku yang paling tinggi dinilai oleh
mahasiswa penting bagi seorang pendidik klinik yaitu kemampuan
dalam hubungan interpersonal. Beberapa sikap yang menurut
mahasiswa perlu dimiliki oleh pembimbing yaitu rasa ketertarikan
kepada mahasiswa dan dapat menjadi seorang pendengar yang baik
bagi mahasiswa. Sikap respect seorang pendidik klinik merupakan
dimensi yang paling tinggi dari perilaku seorang pendidik klinik
dalam memberikan bimbingan yang diidentifikasi oleh mahasiswa
(Sianipar, Y. M. L., & Nurmalia, D, 2017).
d. Perilaku Mengawas
Pendidik klinik sebagai pengawas bertujuan untuk
mendukung dan membantu mahasiswa keperawatan untuk
mengembangkan keterampilan yang penting untuk menjadi
seorang praktisioner yang berkompeten dan berpengetahuan. Peran
melakukan pengawasan termasuk didalamnya keterampilan
keperawatan, pandangan holistik dalam kurikulum keperawatan,
pegawasan dalam organisasi, pengembangan kompetensi,
keterampilan pengambilan keputusan, dan pembiasaan terhadap
seting klinik. Pengawasan klinik atau supervisi klinik memberi
pengaruh pada mahasiswa dan pengembangan diri dan konsep
terhadap profesi keperawatan dimasa mendatang (Omisakin
F,2016)
e. Perilaku Keterampilan Profesional/Kompetensi klinis
Kompetensi seorang perawat pendidik klinik sangat
berkontribusi terhadap kinerja dalam kegiatan pembelajaran
klinik. Kompetensi yang dimaksud yaitu kemampuan perawat
mendemonstrasikan suatu keterampilan klinik dihadapan
mahasiswa dengan penuh percaya diri, sehingga dapat memberikan
efek baik terhadap proses pembelajaran mahasiswa dalam
mengembangkan kemampuan klinisnya (Mohamed-Nabil Ismail
L., 2016).
f. Perilaku Mengevaluasi
Penelitian yang dilakukan oleh Rehan et al (2007) terhadap
mahasiswa keperawatan didapat hasil bahwa mahasiswa memilih
perilaku mengevaluasi oleh pendidik klinik di urutan kedua dengan
spesifik evaluasi “tidak mengkritik mahasiswa di depan orang
lain”. Mahasiswa menginginkan ketika pendidik klinik melakukan
evaluasi individu tidak dilakukan di hadapan orang lain.

Anda mungkin juga menyukai