Anda di halaman 1dari 5

HASIL WAWANCARA FIELDTRIP PENDIDIKAN PROFESI NERS

A. Pengkajian
Field trip dilaksanakan di ruang Al-Kautsar RS PKU Gamping Yogyakarta. Subjek
yang diobervasi adalah pembimbing klinik dan akademik serta mahasiswa praktik dari
PSIK UMY. Pelaksanaan field trip dilaksanakan pada tanggal 29 April 2019 dan 4 Mei
2019. Tujuan dari pelaksanaan fieldtrip adalah untuk mengetahui output pendidikan
profesi Ners.
Berikut ini adalah hasil wawancara fieldtrip pendidikan profesi Ners yang dilakukan
kepada mahasiswa:
Tabel 3.1 Hasil Wawancara Mahasiswa
NO HASIL WAWANCARA
1 Pelaksanaan orientasi awal Ke PKU Gamping yang menerima adalah Bpk.Arif,
orientasi dilaksanakan pukul 07.00WIB
2 Diorientasi tentang Ruang Kamar dengan pemaparan profil RS kemudian
orientasi RS diperkenalkan dengan IPSG keselamatan pasien ,BHD, K3, diberi
tau poto-potonya juga dari code blue, diberi penjelasan tentang cara pelayanan,
orientasi berlangsung selama 1 hari,
3 Dikampus ada pembekalan praktek selama 2 hari dengan penjelasan kompetensi
apa yang akan dicapai, kalau diruang anak ada 3 preceptor, di dewasa ada 4
preceptor,
4 Etika dan peraturan diberikan pada saat orientasi di RS. Orientasi ditekankan
terhadap identifikasi pasien.
5 Ketika orientasi dengan Bu Novita ditekankan pada pakaian tidak boleh ketat,
sepatu harus sesuai dari kampus.
6 Pada saat orientasi diberikan arahan tentang cara transport pasien. Presensi harus
100%, pada praktek KMB pencapaiannya banyak, penjelasan tentang macam-
macam penilaian sesuai dengan loogbook yang diberikan,
7 Yang diberikan evaluasi hanya DOPPS dengan cara diberikan feedback, 2 kali
tutorial 4 kali pertemuan,
8 Terdapat 2 kali tutorial dan 4 kali pertemuan
9 Format pencapaian dari RS berbeda dengan format penilaian yang sudah
diberikan akademik
10 Sebelum dilaksankan longcase mereka harus menyelesaikan target yang dicapai,
kalo mereka tidak menyelesaikan makan longcase tidak bisa dilaksanakan
11 Pre-Conference dilaksanakan hari pertama, hari ketiga dilaksanakan post-
conference, refleksi diri dilaksanakan diakhir stase. Kegiatan ini berisikan
tentang mahasiswa mendaptkan kasus yang berbeda dengan teori.
12 Ketika di ruang HD pelaksananya hanya 3 hari dan ada askep, pemberian askep
di HD lebih ditekankan kepada pendidikan kesehatan, tugas di HD pembuatan
resume dan fortofolio berisi tentang kelemahan mahasiswa
13 Terdapat kegiatan edukasi massa tentang senam hipertensi, respon pasien senam
sangat bersemangat
NO HASIL WAWANCARA
14 Pelaksanaan supervisi lebih sering dilakukan
15 Terdapat pembelajaran mandiri dan tugas nya diupload di ELS dan Mahasiswa
belom menulis tugas belajar mandiri dan belum uplod di ELS padahal sudah
dijelaskan
16 Wawancara setelah longcase:
Mahasiswa B
a. Merasa deg-degan
b. Ada proses yang terlupakan seperti perkenalan, cuci tangan
c. Komunikasi kurang efektif
d. Menjelaskan bahwa fase dari long case ini ada pra interaksi (menyiapkan alat
dan alat lainnya), fase orientasi (kenalan), fase kerja (menjelaskan tujuan dari
tindakan, mengontrak waktu), fase terminasi (mendo’akan pasien,
mengevalusi kegiatan)
e. Mengevaluasi keadaan pasien
f. Mengajarkan keluarga pasien untuk membantu mika miki pasien
Mahasiswa A
a. Sebelum melakukan proses longcase merasa deg-degan dan
b. Pada proses prainterakasi ada yang terlupakan seperti cuci tangan dan
menurunkan setreil pasien.
c. pada tahap kerja merasa belum maksimal dengan proses yang telah berjalan
karena salah memberikan penilaian skor kekuatan otot yang seharunya masih
2, tetapi diberikan 4 karena sebelumnya kekuatan otot pasien 4.
d. Mahasiswa mengatakan bahwa pasien seharusnya diberikan ROM aktif tetapi
karena salah penilaian skor jadi pasien diberkan ROM pasif pada kaki sebelah
kanan.
e. Pada fase terminasi mahasiswa tidak melakukan evaluasi, mahsiswa
mendoakan pasien agar cepat sembuh.
Mahasiswa D
a. Fase perkenalan diri baik
b. Cara pemberian pendidikan kesehatan kepada pasien kurang menguasai dan
pengetahuan tentang penyakit pasien saat edukasi kurang
c. Persiapan mahasiswa cukup karena uda disiapkan
17 Ada satu orang preceptor yang kurang profesional dalam hal memberikan
bimbingan ke pada mahasiswa, mereka mengatakan bahwa preceptor tersebut
menjadi momok bagi semua mahasiswa di semua kelompok bahkan pada
mahasiswa ners angkatan sebelumnya. Sehingga menyebabkan mahasiswa tidak
nyaman dalam melaksanakan pembelajaran diklinik ketika dibimbing oleh
preceptor tersebut
18 Tidak ada evaluasi untuk pembimbing klinik. Evaluasi hanya dilakukan dengan
public hearing saja
Berikut ini adalah hasil wawancara fieldtrip pendidikan profesi Ners yang dilakukan
kepada preceptor:
Tabel 3.2 Hasil Wawancara Preceptor
PEMBIMBING AKADEMIK PEMBIMBING KLINIK
- Penilaian yang diberikan kepada - Penilaian mahasiswa sesuai dengan
mahasiswa sesuai dengan SOP, jika SOP
tugas yang diberikan sudah sesuai - Sejauh ini mahasiswa sudah bagus
dengan SOPnya maka mahasiswa dalam menyelesaikan tugasnya
dianggap sudah mampu mencapai - Pelanggaran yang dilakukan
tujuan pembelajarannya mahasiswa saat melakukan praktik
- Sejauh ini mahasiswa mengerjakan di klinik minim
tugasnya sudah baik - Sikap mahasiswa ke preceptor
- Untuk proses bimbingan sudah sudah sopan
dilaksanakan dengan terstruktur - Mahasiswa biasanya sering
- Mahasiswa tidak pernah bertanya kalau ada yang tidak bisa
menceritakan tentang permasalahan - Dalam pemberian asuhan
yang terjadi dengan pembimbing keperawatan ke pasien, mahasiswa
klinik tidak ada dampingan dari perawat di
- Dari akademik untuk melakukan ruangan
evaluasi pendidikan profesi Ners
hanya dengan public hearing
- Tidak ada pengisian kuisioner untuk
mengevaluasi pembimbing klinik

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan hasil wawancara dengan mahasiswa dan preceptor ditemukan berbagai
masalah dalam pembelajaran klinik yaitu:
1. Terdapat pembelajaran mandiri dan tugas nya diupload di ELS dan Mahasiswa belom
menulis tugas belajar mandiri dan belum uplod di ELS padahal sudah dijelaskan
2. Pada saat pelaksanaan long case ada proses yang terlupakan seperti perkenalan,
komunikasi kurang efektif, pada proses prainterakasi ada yang terlupakan seperti cuci
tangan dan menurunkan setreil pasien, cara pemberian pendidikan kesehatan kepada
pasien kurang menguasai dan pengetahuan tentang penyakit pasien saat edukasi
masih kurang
3. Ada satu orang preceptor yang kurang profesional dalam hal memberikan bimbingan
ke pada mahasiswa, mereka mengatakan bahwa preceptor tersebut menjadi momok
bagi semua mahasiswa di semua kelompok bahkan pada mahasiswa ners angkatan
sebelumnya. Sehingga menyebabkan mahasiswa tidak nyaman dalam melaksanakan
pembelajaran diklinik ketika dibimbing oleh preceptor tersebut
4. Mahasiswa dan preceptor mengatakan bahwa tidak ada evaluasi untuk pembimbing
klinik. Evaluasi hanya dilakukan dengan public hearing saja.
C. Rencana Inovasi
Dari rumusan masalah yang ada saat pelaksanaan pembelajaran klinik pada
mahasiswa profesi Ners, kami mengambil masalah utama yang berkaitan dengan
preceptor klinik untuk mengevaluasi kompetensi preceptor. Menurut UU RI No 14 tahun
2005, kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang
harus dimiliki, dihayati dan dikuasai sebagai tenaga professional (hal.3). Kompetensi
dalam cakupan yang luas dapat juga diartikan sebagai suatu karakteristik yang mendasari
individuyang berkaitan erat dengan sebuah kinerja seseorang dalam melaksanakan
pekerjaannya dimana didalamnya mencakup motivasi, sifat dan sikap, konsep diri,
pengetahuan, prilaku dan keterampilan (Taylor, 2007).
Preceptor dalam melaksanakan perannya sebagai seorang preceptor perlu memiliki
pengetahuan, keterampilan, sikap yang baik, memiliki fisik yang baik untuk mendukung
tugas (Martono,2009). Kemampuan yang harus dimiliki oleh seorang preseptor adalah
kemampuan untuk menjadi panutan professional, mendemonstrasikan kemampuan
memberikan dukungan filosofi keperawatan (Demonstrated support of the philosophy of
the nursing department), kemampuan komunikasi yang efektif (An ability to
communicate effectively), memiliki keinginan yang kuat untuk mempersepsikan perawat
baru (A desire to precept new staff members) (Flyn dan Madonna,2006)
Layuk, Y. T., Harjanto, T., & Hapsari, E. D (2017) menyatakan bahwa pembelajaran
klinik yang efektif merupakan salah satu cara meningkatkan pencapaian kompetensi dan
outcome pembelajaran bagi mahasiswa calon perawat. Pembelajaran klinik di rumah
sakit merupakan lingkungan yang ideal untuk pembelajaran peserta didik. Program
pendidikan profesi disebut juga sebagai proses pembelajaran klinik. Istilah ini muncul
terkait dengan pelaksanaan pendidikan profesi yang sepenuhnya dilaksanakan di lahan
praktik seperti rumah sakit, puskesmas, klinik bersalin, panti wredha, dan keluarga serta
masyarakat atau komunitas. Pembelajaran klinik dalam keperawatan merupakan wahana
yang memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk menerjemahkan pengetahuan
teoretis ke dalam pembelajaran. Sehingga agar pembelajaran klinik menjadi efektif,
maka diperlukan ligkungan belajar yang nyaman. Salah satu faktor yang mempengaruhi
lingkungan belajar klinik adalah preceptor klinik.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Johannis, E., Buanasari, A., & Bidjuni,
H. (2019) menyatakan bahwa pembimbing klinik belum maksimal dalam memberikan
bimbingan terhadap mahasiswa yang melaksanakan praktek klinik keperawatan,
sehingga beberapa mahasiswa mengalami cemas sedang sampai berat, namun mayoritas
kecemasan mahasiswa berada pada kategori cemas ringan. Kurangnya mendapatkan
bimbingan dari pembimbing klinik menyebabkan mahasiswa sulit mengaplikasikan teori
yang mereka dapatkan saat perkuliahan dalam menangani pasien, serta masih ada rasa
tidak percaya diri dan perasaan gugup pada saat melakukan tindakan keperawatan yang
membuat mahasiswa merasa cemas. Hal ini menunjukkan bahwa lingkungan
pembelajaran kurang baik dan sebagian besar pembimbing klinik melakukan proses
bimbingan dengan kurang baik, namun tingkat kecemasan mahasiswa hanya berada
pada kategori ringan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian oleh Saputra (2015)
tentang hubungan lingkungan belajar klinik dengan tingkat kecemasan pada
pembelajaran klinik mahasiswa keperawatan, yang mendapatkan hasil signifikan adanya
hubungan antara kedua variable tersebut.
Preceptor yang kompeten merupakan kunci keberhasilan pelaksanaan pembelajaran
klinik. Belum adanya alat ukur kompetensi preceptor di Indonesia mengakibatkan proses
bimbingan klinik preseptor bervariasi. Oleh karena itu untuk mengevaluasi kompetensi
preceptor klinik agar institusi pendidikan mengetahui evaluasi preceptor klinik, maka
evaluasi dapat menggunakan dengan bentuk alat ukur kuisioner. Yang mengisi kuisioner
adalah mahasiswa dan preceptor (self assessment). Kuesioner yang bersifat self
assessment memiliki kelebihan dapat menumbuhkan rasa percaya diri seseorang terhadap
kemampuan yang dimilikinya, dapat mengetahui kekuatan dan kelemahan diri sendiri,
mendorong dan membiasakan diri untuk jujur dan objektif terhadap penilaian yang
dilakukan. Kelemahan alat ukur yang bersifat self assessment adalah memiliki
kecenderuangan menilai diri sendiri terlalu tinggi atau subjektifitasnya terlalu tinggi
(Komalasari, 2010). Oleh karena itu agar evaluasi dapat seimbang, maka penilaian dari
mahasiswa juga dibutuhkan

Anda mungkin juga menyukai