Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN

“ TUMOR OTAK”
A. DEFINISI
Tumor otak adalah terdapatnya lesi yang ditimbulkan karena ada desakan
ruang baik jinak maupun ganas yang tumbuh di otak, meningen, dan tengkorak.
(price, A. Sylvia, 1995: 1030). Tumor otak adalah suatu lesi ekspansif yang
bersifat jinak (benigna) ataupun ganas (maligna) membentuk massa dalam ruang
tengkorak kepala (intra cranial) atau di sumsum tulang belakang (medulla
spinalis). Neoplasma pada jaringan otak dan selaputnya dapat berupa tumor primer
maupun metastase. Apabila sel-sel tumor berasal dari jaringan otak itu sendiri
disebut tumor otak primer dan bila
berasal dari organ-organ lain
(metastase) seperti kanker paru,
payudara, prostate, ginjal, dan lain-lain
disebut tumor otak sekunder. (Mayer.
SA,2002) dalam Febri (2012).
Tekanan intra kranial ( TIK )
adalah suatu fungsi nonlinier dari fungsi
otak, cairan serebrospinal (CSS) dan
volume darah otak sehingga.
Sedangkan peningkatan intra kranial
(PTIK) dapat terjadi bila kenaikan yang
relatif kecil dari volume otak, keadaan ini tidak akan cepat menyebabkan tekanan
tinggi intrakranial, sebab volume yang meninggi ini dapat dikompensasi dengan
memindahkan cairan serebrospinal dari rongga tengkorak ke kanalis spinalis dan
volume darah intrakranial akan menurun oleh karena berkurangnya peregangan
durameter. Hubungan antara tekanan dan volume ini dikenal dengan complience.
Jadi jika otak, darah dan cairan serebrospinal volumenya terus menerus meninggi,
maka mekanisme penyesuaian ini akan gagal dan terjadi peningkatan intrakranial
yang mengakibatkan herniasi dengan gagal pernapasan dan gagal jantung serta
kematian, Febri (2012).
Tumor otak merupakan salah satu penyakit yang menyerang otak.
Dikarenakan otak meruopecan salah satu organ tubuh yang paling penting, organ
lainnya dapat terganggu, sehingga kematian dapat terjadi. Tumor otak bisa
menyerang siapa saja, bahkan anak-anak dan remaja, namun pada umumnya tumor
menyerang orang usia produktif atau dewasa (Wikipedia).
Tumor otak tidak selalu mengakibatkan kematian. Namun pada kasus
tumor otak jinak, saat mereka tumbuh, mereka dapat menghancurkan dan menekan
jaringan otak yang normal lainnya, yang dapat berakibat pada kelumpuhan ataupun
fatal. Karena itu, dokter lebih suka menggunakan istilah "tumor otak" dari pada
"kanker otak." Saat ini ilmu kedokteran telah berkembang pesat, teknik diagnostik
dan pengobatan telah memberikan harapan hidup bagi para pasien tumor otak dan
yang menjadi concern utama pada pasien kanker otak maupun tumor otak ini
adalah seberapa cepat mereka menyebar melalui bagian otak/ syaraf tulang
belakang lainnya dan apakah mereka bisa diangkat dan tidak kambuh lagi
(Wikipedia).

B. KLASIFIKASI TUMOR OTAK


Tumor otak dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Berdasarkan Jenis Tumor
a. Jinak
 Acoustic neuroma
 Meningioma
 Pituitary adenoma
 Astrocytoma (grade I)

Sebagian besar tumor bersifat jinak, berkapsul, dan tidak menginfiltrasi


jaringan sekitarnya tetapi menekan struktur yang berada di bawahnya.
Pasien usia tua sering terkena dan perempuan lebih sering terkena dari pada
laki-laki. Tumor ini sering kali memiliki banyak pembuluh darah sehingga
mampu menyerap isotop radioaktif saat dilakukan pemeriksaan CT scan
otak.

b. Malignant
 Astrocytoma (grade 2,3,4)
 Oligodendroglioma
Tumor ini dapat timbul sebagai gangguan kejang parsial yang dapat
muncul hingga 10 tahun. Secara klinis bersifat agresif dan menyebabkan
simptomatologi bermakna akibat peningkatan tekanan intrakranial dan
merupakan keganasan pada manusia yang paling bersifat kemosensitif.
 Apendymoma
Tumor ganas yang jarang terjadi dan berasal dari hubungan erat pada
ependim yang menutup ventrikel. Pada fosa posterior paling sering
terjadi tetapi dapat terjadi di setiap bagian fosa ventrikularis. Tumor ini
lebih sering terjadi pada anak-anak daripada dewasa. Dua faktor utama
yang mempengaruhi keberhasilan reseksi tumor dan kemampuan
bertahan hidup jangka panjang adalah usia dan letak anatomi tumor.
Makin muda usia pasien maka makin buruk progmosisnya.
2. Berdasarkan Lokasi
a. Tumor Supratentorial
Hemisfer otak, terbagi lagi :
1. Glioma :
 Glioblastoma multiforme
Tumor ini dapat timbul dimana saja tetapi paling sering terjadi di
hemisfer otak dan sering menyebar kesisi kontra lateral melalui
korpus kolosum.
 Astroscytoma
 Oligodendroglioma
 Merupakan lesi yang tumbuh lambat menyerupai astrositoma
tetapi terdiri dari sel-sel oligodendroglia. Tumor relative
avaskuler dan cenderung mengalami klasifikasi biasanya dijumpai
pada hemisfer otak orang dewasa muda.
2. Meningioma
Tumor ini umumnya berbentuk bulat atau oval dengan
perlekatan duramater yang lebar (broad base) berbatas tegas karena
adanya psedokapsul dari membran araknoid. Pada kompartemen
supratentorium tumbuh sekitar 90%, terletak dekat dengan tulang dan
kadang disertai reaksi tulang berupa hiperostosis. Karena merupakan
massa ekstraaksial lokasi meningioma disebut sesuai dengan tempat
perlekatannya pada duramater, seperti Falk (25%), Sphenoid ridge
(20%), Konveksitas (20%), Olfactory groove (10%), Tuberculum
sellae (10%), Konveksitas serebellum (5%), dan Cerebello-Pontine
angle. Karena tumbuh lambat defisit neurologik yang terjadi juga
berkembang lambat (disebabkan oleh pendesakan struktur otak di
sekitar tumor atau letak timbulnya tumor). Pada meningioma
konveksitas 70% ada di regio frontalis dan asimptomatik sampai
berukuran besar sekali. Sedangkan di basis kranii sekitar sella turcika
(tuberkulum sellae, planum sphenoidalis, sisi medial sphenoid ridge)
tumor akan segera mendesak saraf optik dan menyebabkan gangguan
visus yang progresif.
Meningioma merupakan tumor terpenting yang berasal dari
meningen, sel-sel mesotel, dan sel-sel jaringan penyambung araknoid
dan dura.
3. Tumor Infratentorial
4. Schwanoma akustikus
5. Tumor metastasisc
Lesi-lesi metastasis menyebabkan sekitar 5 % – 10 % dari seluruh
tumor otak dan dapat berasal dari setiap tempat primer. Tumor primer
paling sering berasal dari paru-paru dan payudara. Namun neoplasma
dari saluran kemih kelamin, saluran cerna, tulang dan tiroid dapat juga
bermetastasis ke otak.

6. Hemangioblastoma
Neoplasma yang terdiri dari unsur-unsur vaskuler embriologis yang
paling sering dijumpai dalam serebelum.

C. ETIOLOGI TUMOR OTAK


Penyebab tumor hingga saat ini masih belum
diketahui secara pasti walaupun telah banyak
penyelidikan yang dilakukan. Adapun faktor-faktor
yang perlu ditinjau, yaitu:
1. Herediter
Riwayat tumor otak dalam satu anggota keluarga
jarang ditemukan kecuali pada meningioma,
astrocytoma dan neurofibroma dapat dijumpai pada
anggota-anggota sekeluarga. Sklerosis tuberose atau penyakit Sturge-
Weberyang dapat dianggap sebagai manifestasi pertumbuhan baru
memperlihatkan faktor familial yang jelas. Selain jenis-jenis neoplasma
tersebut tidak ada bukti-bukti yang kuat untuk memikirkan adanya faktor-
faktor hereditas yang kuat pada neoplasma.
2. Sisa-sisa Sel Embrional (Embryonic Cell Rest)
Bangunan-bangunan embrional berkembang menjadi bangunan-bangunan
yang mempunyai morfologi dan fungsi yang terintegrasi dalam tubuh. Ada
kalanya sebagian dari bangunan embrional tertinggal dalam tubuh menjadi
ganas dan merusak bangunan di sekitarnya. Perkembangan abnormal itu dapat
terjadi pada kraniofaringioma, teratoma intrakranial dan kordoma.
3. Radiasi
Jaringan dalam sistem saraf pusat peka terhadap radiasi dan dapat mengalami
perubahan degenerasi namun belum ada bukti radiasi dapat memicu terjadinya
suatu glioma. Meningioma pernah dilaporkan terjadi setelah timbulnya suatu
radiasi.
4. Virus
Banyak penelitian tentang inokulasi virus pada binatang kecil dan besar yang
dilakukan dengan maksud untuk mengetahui peran infeksi virus dalam proses
terjadinya neoplasma tetapi hingga saat ini belum ditemukan hubungan antara
infeksi virus dengan perkembangan tumor pada sistem saraf pusat.
5. Substansi-substansi karsinogenik
Penyelidikan tentang substansi karsinogen sudah lama dan luas dilakukan.
Kini telah diakui bahwa ada substansi yang karsinogenik seperti
methylcholanthrone, nitroso-ethyl-urea. Ini berdasarkan percobaan yang
dilakukan pada hewan.
6. Trauma Kepala
7. Prilaku Buruk
Kebiasaan buruk yang bisa menyebabkan berbagai penyakit, salah satunya
sebagai penyebab tumor otak, yaitu kebiasaan merokok dan meminum
minuman beralkohol. Lihat saja pada tulisan di setiap bungkus rokok jika
enggak percaya. Tulisan ini tidak hanya sekedar tulisan yang tidak mempunya
arti dan tujuan loh sobat.
8. Makanan Kurang Sehat
9. Sering memakan makanan berlemak dan juga makanan yang kurang seratnya,
seperti makanan instan di toko-toko makanan, bisa menjadi penyebab tumor
otak. Makanan berlemak indentik dengan kandungan kolesterol, dan teman-
teman sudah pada tau kan keganasan kolesterol bagi seluruh bagian tubuh kita.
Untuk makanan instan pastinya mengandung bahan pengawet (natrium
benzoat) dan juga bahan pewarna tentunya.
10. Pekerjaan
Seseorang yang bekerja di pabrik pembuat bahan kimia atau pabrik yang
memakai bahan kimia dalam proses produksinya, harap lebih berhati-hati.
Karena pekerjaan ini lebih tinggi resikonya untuk terkena tumor otak atau
sebagai penyebab tumor otak. Pekerjaan yang memakai alat-alat radiologi
efeknya juga sama tingginya. Maka dari itu taatilah aturan keselamatan di
perusahaan tersebut. Malah ada juga artikel yang mengatakan bahwa pekerjaan
yang berhadapan dengan kabel beraliran listrik juga cukup berpotensi.

D. MANIFESTASI KLINIS TUMOR OTAK


1. Nyeri Kepala
Merupakan gejala awal pada 20% penderita dengan tumor otak yang kemudian
berkembang menjadi 60%. Nyerinya tumpul dan intermitten. Nyeri kepala
berat juga sering diperhebat oleh perubahan posisi, batuk, maneuver valsava
dan aktivitas fisik. Muntah ditemukan bersama nyeri kepala pada 50%
penderita. Nyeri kepala ipsilateral pada tumor supratentorial sebanyak 80 %
dan terutama pada bagian frontal. Tumor pada fossa posterior memberikan
nyeri alih ke oksiput dan leher.
2. Perubahan Status Mental
Gangguan konsentrasi, cepat lupa, perubahan kepribadian, perubahan mood
dan berkurangnya inisiatif adalah gejala-gejala umum pada penderita dengan
tumor lobus frontal atau temporal. Gejala ini bertambah buruk dan jika tidak
ditangani dapat menyebabkan terjadinya somnolen hingga koma.
3. Seizure
Adalah gejala utama dari tumor yang perkembangannya lambat seperti
astrositoma, oligodendroglioma dan meningioma. Paling sering terjadi pada
tumor di lobus frontal baru kemudian tumor pada lobus parietal dan temporal.
4. Edema Papil
Gejala umum yang tidak berlangsung lama pada tumor otak, sebab dengan
teknik neuroimaging tumor dapat segera dideteksi. Edema papil pada awalnya
tidak menimbulkan gejala hilangnya kemampuan untuk melihat, tetapi edema
papil yang berkelanjutan dapat menyebabkan perluasan bintik buta,
penyempitan lapangan pandang perifer dan menyebabkan penglihatan kabur
yang tidak menetap.
5. Muntah
Muntah sering mengindikasikan tumor yang luas dengan efek dari massa
tumor tersebut juga mengindikasikan adanya pergeseran otak. Muntah
berulang pada pagi dan malam hari, dimana muntah yang proyektil tanpa
didahului mual menambah kecurigaan adanya massa intracranial.
6. Vertigo
Pasien merasakan pusing yang berputar dan mau jatuh.

E. PATOFISIOLOGI TUMOR OTAK


Tumor otak menyebabkan gangguan neurologis. Gejala-gejala terjadi
berurutan. Hal ini menekankan pentingnya anamnesis dalam pemeriksaan klien.
Gejala-gejalanya sebaiknya dibicarakan dalam suatu perspektif waktu. Gejala
neurologik pada tumor otak
biasanya dianggap disebabkan oleh
2 faktor gangguan fokal, disebabkan
oleh tumor dan tekanan intrakranial.
Gangguan fokal terjadi apabila
penekanan pada jaringan otak dan
infiltrasi/invasi langsung pada
parenkim otak dengan kerusakan
jaringan neuron. Tentu saja
disfungsi yang paling besar terjadi
pada tumor yang tumbuh paling cepat. Perubahan suplai darah akibat tekanan
yang ditimbulkan tumor yang tumbuh menyebabkan nekrosis jaringan otak.
Gangguan suplai darah arteri pada umumnya bermanifestasi sebagai kehilangan
fungsi secara akut dan mungkin dapat dikacaukan dengan gangguan
cerebrovaskuler primer (Febri, 2012).
Serangan kejang sebagai manifestasi perubahan kepekaan neuro
dihubungkan dengan kompresi invasi dan perubahan suplai darah ke jaringan otak.
Beberapatumor membentuk kista yang juga menekan parenkim otak sekitarnya
sehingga memperberat gangguan neurologis fokal. Peningkatan tekanan intra
kranial dapat diakibatkan oleh beberapa faktor : bertambahnya massa dalam
tengkorak, terbentuknya oedema sekitar tumor dan perubahan sirkulasi
cerebrospinal. Pertumbuhan tumor menyebabkan bertambahnya massa, karena
tumor akan mengambil ruang yang relatif dari ruang tengkorak yang kaku. Tumor
ganas menimbulkan oedema dalam jaruingan otak. Mekanisme belum
seluruhnyanya dipahami, namun diduga disebabkan selisih osmotik yang
menyebabkan perdarahan. Obstruksi vena dan oedema yang disebabkan kerusakan
sawar darah otak, semuanya menimbulkan kenaikan volume intrakranial.
Observasi sirkulasi cairan serebrospinaldari ventrikel laseral ke ruang sub
arakhnoid menimbulkan hidrocepalus.
Peningkatan tekanan intrakranial akan membahayakan jiwa, bila terjadi
secara cepat akibat salah satu penyebab yang telah dibicarakan sebelumnya.
Mekanisme kompensasi memerlukan waktu berhari-hari/berbulan-bulan untuk
menjadi efektif dan oelh karena itu tidak berguna apabila tekanan intrakranial
timbul cepat. Mekanisme kompensasi ini antara lain bekerja menurunkan volume
darahintra kranial, volume cairan serebrospinal, kandungan cairan intrasel dan
mengurangi sel-sel parenkim. Kenaikan tekanan yang tidak diobati mengakibatkan
herniasi ulkus atau serebulum. Herniasi timbul bila girus medialis lobus temporals
bergeser ke inferior melalui insisura tentorial oleh massa dalam hemisfer otak.
Herniasi menekan men ensefalon menyebabkab hilangnya kesadaran dan
menenkan saraf ketiga. Pada herniasi serebulum, tonsil sebelum bergeser ke bawah
melalui foramen magnum oleh suatu massa posterior. Kompresi medula oblongata
dan henti nafas terjadi dengan cepat. Intrakranialyang cepat adalah bradicardi
progresif, hipertensi sistemik (pelebaran tekanan nadi dan gangguan pernafasan),
Febri (2012).
F. PATHWAY
G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK TUMOR OTAK
1. CT scan dan MRI
Memperlihatkan semua tumor intrakranial dan menjadi prosedur investigasi
awal ketika penderita menunjukkan gejala yang progresif atau tanda-tanda
penyakit otak yang difus atau fokal, atau salah satu tanda spesifik dari sindrom
atau gejala-gejala tumor. Kadang sulit membedakan tumor dari abses ataupun
proses lainnya.
2. Foto polos dada
Dilakukan untuk mengetahui apakah tumornya berasal dari suatu metastasis
yang akan memberikan gambaran nodul tunggal ataupun multiple pada otak.
3. Pemeriksaan cairan serebrospinal
Dilakukan untuk melihat adanya sel-sel tumor dan juga marker tumor. Tetapi
pemeriksaan ini tidak rutin dilakukan terutama pada pasien dengan massa di
otak yang besar. Umumnya diagnosis histologik ditegakkan melalui
pemeriksaan patologi anatomi, sebagai cara yang tepat untuk membedakan
tumor dengan proses-proses infeksi (abses cerebri).
4. Biopsi stereotaktik
Dapat digunakan untuk mendiagnosis kedudukan tumor yang dalam dan untuk
memberikan dasar-dasar pengobatan dan informasi prognosis.
5. Angiografi Serebral
Memberikan gambaran pembuluh darah serebral dan letak tumor serebral.
6. Elektroensefalogram (EEG)
Mendeteksi gelombang otak abnormal pada daerah yang ditempati tumor dan
dapat memungkinkan untuk mengevaluasi lobus temporal pada waktu kejang.

H. PENATALAKSANAAN TUMOR OTAK


Faktor –faktor Prognostik sebagai Pertimbangan Penatalaksanaan
1. Usia
2. General Health
3. Ukuran Tumor
4. Lokasi Tumor
5. Jenis Tumor

Untuk tumor otak ada tiga metode utama yang digunakan dalam penatalaksaannya,
yaitu

a) Surgery
Terapi Pre-Surgery :
- Steroid ® Menghilangkan swelling, contoh dexamethasone
- Anticonvulsant ® Untuk mencegah dan mengontrol kejang, seperti
carbamazepine
- Shunt ® Digunakan untuk mengalirkan cairan cerebrospinal

Pembedahan merupakan pilihan utama untuk mengangkat tumor.


Pembedahan pada tumor otak bertujuan utama untuk melakukan dekompresi
dengan cara mereduksi efek massa sebagai upaya menyelamatkan nyawa serta
memperoleh efek paliasi. Dengan pengambilan massa tumor sebanyak
mungkin diharapkan pula jaringan hipoksik akan terikut serta sehingga akan
diperoleh efek radiasi yang optimal. Diperolehnya banyak jaringan tumor
akan memudahkan evaluasi histopatologik, sehingga diagnosis patologi
anatomi diharapkan akan menjadi lebih sempurna. Namun pada tindakan
pengangkatan tumor jarang sekali menghilangkan gejala-gelaja yang ada pada
penderita.

b. Radiotherapy
Radioterapi merupakan salah satu modalitas penting dalam
penatalaksanaan proses keganasan. Berbagai penelitian klinis telah
membuktikan bahwa modalitas terapi pembedahan akan memberikan hasil
yang lebih optimal jika diberikan kombinasi terapi dengan kemoterapi dan
radioterapi.
Sebagian besar tumor otak bersifat radioresponsif (moderately
sensitive), sehingga pada tumor dengan ukuran terbatas pemberian dosis
tinggi radiasi diharapkan dapat mengeradikasi semua sel tumor. Namun
demikian pemberian dosis ini dibatasi oleh toleransi jaringan sehat
disekitarnya. Semakin dikit jaringan sehat yang terkena maka makin tinggi
dosis yang diberikan. Guna menyiasati hal ini maka diperlukan metode serta
teknik pemberian radiasi dengan tingkat presisi yang tinggi.
Glioma dapat diterapi dengan radioterapi yang diarahkan pada tumor
sementara metastasis diterapi dengan radiasi seluruh otak. Radioterapi jyga
digunakan dalam tata laksana beberapa tumor jinak, misalnya adenoma
hipofisis.
c. Chemotherapy
Pada kemoterapi dapat menggunakan powerfull drugs, bisa menggunakan satu
atau dikombinasikan. Tindakan ini dilakukan dengan tujuan untuk membunuh
sel tumor pada klien. Diberikan secara oral, IV, atau bisa juga secara shunt.
Tindakan ini diberikan dalam siklus, satu siklus terdiri dari treatment intensif
dalam waktu yang singkat, diikuti waktu istirahat dan pemulihan. Saat siklus
dua sampai empat telah lengkap dilakukan, pasien dianjurkan untuk istirahat
dan dilihat apakah tumor berespon terhadap terapi yang dilakukan ataukah
tidak.

I. KOMPLIKASI TUMOR OTAK


1. Edema Serebral
Peningkatan cairan otak yang berlebih yang menumpuk disekitar lesi sehingga
menambah efek masa yang mendesak (space-occupying). Edema Serebri dapat
terjadi ekstrasel (vasogenik) atau intrasel (sitotoksik).
2. Hidrosefalus
Peningkatan intracranial yang disebabkan oleh ekspansin massa dalam rongga
cranium yang tertutup dapat di eksaserbasi jika terjadi obstruksi pada aliran
cairan serebrospinal akibat massa.
3. Herniasi Otak
Peningkatan intracranial yang terdiri dari herniasi sentra, unkus, dan singuli.
4. Epilepsi
5. Metastase ketempat lain

J. PROGNOSIS TUMOR OTAK


Meskipun diobati, hanya sekitar 25% penderita kanker otak yang bertahan hidup
setelah 2 tahun. Prognosis yang lebih baik ditemukan pada astrositoma dan
oligodendroglioma, dimana kanker biasanya tidak kambuh dalam waktu 3-5 tahun
setelah pengobatan. Sekitar 50% penderita meduloblastoma yang diobati bertahan
hidup lebih dari 5 tahun. Pengobatan untuk kanker otak lebih efektif dilakukan
pada:
1. Penderita yang berusia dibawah 45 tahun.
2. Penderita astrositoma anaplastik.
3. Penderita yang sebagian atau hampir seluruh tumornya telah diangkat melalui
pembedahan.

K. ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN TUMOR OTAK


1. Pengkajian
a. Data Demografi
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur, agama,
pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status
perkawinan, dan penanggung biaya.
b. Riwayat Sakit dan Kesehatan
- Keluhan utama: Biasanya klien mengeluh nyeri kepala
c. Riwayat penyakit saat ini
Klien mengeluh nyeri kepala, muntah, papiledema, penurunan tingkat
kesadaran, penurunan penglihatan atau penglihatan double,
ketidakmampuan sensasi (parathesia atau anasthesia), hilangnya ketajaman
atau diplopia.
d. Riwayat penyakit dahulu
Klien pernah mengalami pembedahan kepala
e. Riwayat penyakit keluarga
Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang mungkin ada
hubungannya dengan penyakit klien sekarang, yaitu riwayat keluarga
dengan tumor kepala.
f. Pengkajian psiko-sosio-spiritual
Perubahan kepribadian dan perilaku klien, perubahan mental, kesulitan
mengambil keputusan, kecemasan dan ketakutan hospitalisasi, diagnostic
test dan prosedur pembedahan, adanya perubahan peran.

2. Pemeriksaan Fisik ( ROS : Review of System )


Pemeriksaan fisik pada klien dengan tomor otak meliputi pemeriksaan fisik
umum per system dari observasi keadaan umum, pemeriksaan tanda-tanda
vital, B1 (breathing), B2 (Blood), B3 (Brain), B4 (Bladder), B5 (Bowel), dan
B6 (Bone).
a. Pernafasan B1 (breath)
- Bentuk dada : normal
- Pola napas : tidak teratur
- Suara napas : normal
- Sesak napas : ya
- Batuk : tidak
- Retraksi otot bantu napas ; ya
- Alat bantu pernapasan : ya (O2 2 lpm)
b. Kardiovaskular B2 (blood)
- Irama jantung : irregular
- Nyeri dada : tidak
- Bunyi jantung ; normal
- Akral : hangat
- Nadi : Bradikardi
- Tekanana darah Meningkat
c. Persyarafan B3 (brain)
- Penglihatan (mata) : Penurunan penglihatan, hilangnya ketajaman
atau diplopia.
- Pendengaran (telinga): Terganggu bila mengenai lobus temporal
- Penciuman (hidung) : Mengeluh bau yang tidak biasanya, pada lobus
frontal
- Pengecapan (lidah) : Ketidakmampuan sensasi (parathesia atau
anasthesia)
- Afasia : Kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan
ekspresif atau kesulitan berkata-kata, reseotif atau berkata-kata
komprehensif, maupun kombinasi dari keduanya.
- Ekstremitas : Kelemahan atau paraliysis genggaman tangan tidak
seimbang, berkurangnya reflex tendon.
- GCS : Skala yang digunakan untuk menilai tingkat kesadaran pasien,
(apakah pasien dalam kondisi koma atau tidak) dengan menilai respon
pasien terhadap rangsangan yang diberikan.
- Hasil pemeriksaan dinyatakan dalam derajat (score) dengan rentang
angka 1– 6 tergantung responnya yaitu :
d. Perkemihan B4 (bladder)
- Kebersihan : bersih
- Bentuk alat kelamin : normalUretra : normal
- Produksi urin: normal
e. Pencernaan B5 (bowel)
- Nafsu makan : menurun
- Porsi makan : setengah
- Mulut : bersih
- Mukosa : lembap
f. Muskuloskeletal/integument B6 (bone)
- Kemampuan pergerakan sendi : bebas
- Kondisi tubuh: kelelahan

3. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial.
b. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penekanan medula
oblongata.
c. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan
tekanan intrakranial, pembedahan tumor, edema serebri.
d. Resiko cedera berhubungan dengan vertigo sekunder terhadap hipotensi
ortostatik.
e. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan efek afasia pada
ekspresi atau interpretasi.
f. Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
efek kemoterapi dan radioterapi.
g. Gangguan persepsi sensori visual berhubungan dengan aneurisma.
h. Gangguan persepsi sensori penghidu berhubungan dengan aneurisma.
i. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan nyeri akibat tidak mampu
menggerakan leher.
4. Intervensi Keperawatan
a. Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan intrakranial.
Tujuan : Nyeri yang dirasakan berkurang`1 atau dapat diadaptasi oleh
klien
Kriteria hasil :
(1) Klien mengungkapkan nyeri yang dirasakan berkurang atau dapat
diadaptasi ditunjukkan penurunan skala nyeri. Skala = 2
(2) Klien tidak merasa kesakitan.
(3) Klien tidak gelisah

Intervensi :

1. Kaji keluhan nyeri: intensitas, karakteristik, lokasi, lamanya, faktor


yang memperburuk dan meredakan
Rasional: Nyeri merupakan pengalaman subjektif dan harus
dijelaskan oleh pasien. Identifikasi karakteristik nyeri dan faktor yang
berhubungan merupakan suatu hal yang amat penting untuk memilih
intervensi yang cocok dan untuk mengevaluasi keefektifan dari terapi
yang diberikan
2. Instruksikan pasien/keluarga untuk melaporkan nyeri dengan segera
jika nyeri timbul.
Rasional: Pengenalan segera meningkatkan intervensi dini dan dapat
mengurangi beratnya serangan.
3. Berikan kompres dingin pada kepala
Rasional: Meningkatkan rasa nyaman dengan menurunkan
vasodilatasi.
4. Mengajarkan tehnik relaksasi dan metode distraksi
Rasional: Akan melancarkan peredaran darah, dan dapat mengalihkan
perhatian nyerinya ke hal-hal yang menyenangkan
5. Kolaborasi pemberian analgesic
Rasional: Analgesik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri
berkurang
6. Observasi adanya tanda-tanda nyeri non verbal seperti ekspresi wajah,
gelisah, menangis/meringis, perubahan tanda vital.
Rasional: Merupakan indikator/derajat nyeri yang tidak langsung
yang dialami.

b. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan denga penekanan medula


oblongata.
Tujuan : Pola pernafasan kembali normal
Kriteria Hasil :
1. Pola nafas efekif
2. GDA normal
3. Tidak terjadi sianosis

Intervensi:

1. Pantau frekuensi, irama, kedalaman pernafasan. Catat ketidakteraturan


pernafasan
Rasional: Mengidentifkasi adanya masalah paru atau obstruksi jalan
nafas yang membahayakan oksigenasi serebral atau menandakan
infeksi paru.
2. Posisikan semi fowler
3. Anjurkan pasien untuk melakukan nafas dalam
4. Auskultasi suara nafas, perhatikan daerah hipoventilasi dan adanya
suara-suara tambahan yang tidak normal
5. Kolabolasi. Berikan terapi oksigen
Rasional: Memaksimalkan oksigen pada darah arteri dan membantu
dalam pencegahan hipoksia. Jika pusat pernafasan tertekan, mungkin
diperlukan ventilasi mekanik
6. Perubahan dapat menandakan awitan kompliasi pulmonal atau
menandakan lokalisasi keterlibatan otak. Pernapasan lambat , periode
apnea dapat perlunya ventilasi mekanis.
7. Memudahkan ekspansi paru dan menurunkan kemungkinan lidah jatuh
yang menyumbat jalan nafas.
8. Membuat pola nafas lebih teratur

c. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan peningkatan


tekanan intrakranial, pembedahan tumor, edema serebri.
Tujuan : Perfusi jaringan membaik ditandai dengan tanda-tanda vital
stabil.
Kriteria hasil :
1. Tekanan perfusi serebral >60mmHg, tekanan intrakranial <15mmHg,
tekanan arteri rata-rata 80-100mmHg
2. Menunjukkan tingkat kesadaran normal
3. Orientasi pasien baik
4. RR 16-20x/menit
5. Nyeri kepala berkurang atau tidak terjadi

Intervensi:

1. Monitor secara berkala tanda dan gejala peningkatan TIK


Rasional: Mengetahui fungsi retikuler aktivasi sistem dalam batang
otak, tingkat kesadaran memberikan gambaran adanya perubahan TIK
2. Kaji perubahan tingkat kesadaran, orientasi, memori, periksa nilai GCS
Rasional: Mengetahui keadaan umum pasien, karena pada stadium
awal tanda vital tidak berkolerasi langsung dengan kemunduran status
neurologi
3. Kaji tanda vital dan bandingkan dengan keadaan sebelumnya
4. Kaji fungsi autonom: jumlah dan pola pernapasan, ukuran dan reaksi
pupil, pergerakan otot
Rasional: Respon pupil dapat melihat keutuhan fungsi batang otak dan
pons
5. Kaji adanya nyeri kepala, mual, muntah, papila edema, diplopia, kejang
Rasional: Merupakan tanda peningkatan TIK
6. Ukur, cegah, dan turunkan TIK
7. Pertahankan posisi dengan meninggikan bagian kepala 15-300, hindari
posisi telungkup atau fleksi tungkai secara berlebihan
Rasional: Peninggian bagian kepala akan mempercepat aliran darah
balik dari otak, posisi fleksi tungkai akan meninggikan tekanan
intraabomen atau intratorakal yang akan mempengaruhi aliran darah
balik dari otak
8. Monitor analisa gas darah, pertahankan PaCO2 35-45 mmHg, PaO2 >
80mmHg
Rasional: Menurunnya CO2 menyebabkan vasokonstriksi pembuluh
darah
9. Kolaborasi dalam pemberian oksigen
Rasional: Memenuhi kebutuhan oksigen
10. Hindari faktor yang dapat meningkatkan TIK
11. Istirahatkan pasien, hindari tindakan keperawatan yang dapat
mengganggu tidur pasien
Rasional: Keadaan istirahat mengurangi kebutuhan oksigen
12. Berikan sedative atau analgetik dengan kolaboratif
Rasional: Mengurangi peningkatan TIK
d. Resiko cedera berhubungan dengan vertigo sekunder terhadap hipotensi
ortostatik.
Tujuan : Diagnosa tidak menjadi masalah actual
Kriteria hasil :
1. Pasien dapat mengidentifikasikan kondisi-kondisi yang menyebabkan
vertigo
2. Pasien dapat menjelaskan metode pencegahan penurunan aliran darah
di otak tiba-tiba yang berhubungan dengan ortostatik.
3. Pasien dapat melaksanakan gerakan mengubah posisi dan mencegah
drop tekanan di otak yang tiba-tiba.
4. Menjelaskan beberapa episode vertigo atau pusing

Intervensi:

1. Kaji tekanan darah pasien saat pasien mengadakan perubahan posisi


tubuh.
2. Diskusikan dengan klien tentang fisiologi hipotensi ortostatik.
3. Ajarkan teknik-teknik untuk mengurangi hipotensi ortostatik
4. Untuk mengetahui pasien mengakami hipotensi ortostatik ataukah
tidak.
5. Untuk menambah pengetahuan klien tentang hipotensi ortostatik.
6. Melatih kemampuan klien dan memberikan rasa nyaman ketika
mengalami hipotensi ortostatik

e. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan efek afasia pada


ekspresi atau interpretasi.
Tujuan : Tidak mengalami kerusakan komunikasi verbal dan
menunjukkan kemampuan komunikasi verbal dengan orang lain dengan
cara yang dapat di terima.
Kriteria Hasil:
1. Pasien dapat mengidentifikasi pemahaman tentang masalah
komunikasi.
2. Pasien dapat membuat metode komunikasi dimana kebutuhan dapat
diekspresikan
3. Pasien dapat menggunakan sumber-sumber dengan tepat

Intervensi:

1. Perhatikan kesalahan dalam komunikasi dan berikan umpan balik.


2. Minta pasien untuk menulis nama atau kalimat yang pendek. Jika tidak
dapat menulis, mintalah pasien untuk membaca kalimat yang pendek.
3. Berika metode komunikasi alternative, seperti menulis di papan tulis,
gambar. Berikan petunjuk visual (gerakan tangan, gambar-gambar,
daftar kebutuhan, demonstrasi).
4. Katakan secara langsung dengan pasien, bicara perlahan, dan dengan
tenang. Gunakan pertanyaan terbuka dengan jawaban “ya/tidak”
selanjutnya kembangkan pada pertanyaan yang lebih komplek sesuai
dengan respon pasien.
5. Pasien mungkin kehilangan kemampuan untuk memantau ucapan yang
keluar dan tidak menyadari bahwa komunikasi yang diucapkannya
tidak nyata.
6. Menilai kemampuan menulis dan kekurangan dalam membaca yang
benar yang juga merupakan bagian dari afasia sensorik dan afasia
motorik.
7. Memberikan komunikasi tentang kebutuhan berdasarkan keadaan/
deficit yang mendasarinya.
f. Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuhberhubungan
dengan efek kemoterapi dan radioterapi
Tujuan : Kebutuhan nutrisi klien dapat terpenuhi dengan adekuat
Kriteria hasil:
1. Antropometri: berat badan tidak turun (stabil)
2. Biokimia: albumin normal dewasa (3,5-5,0) g/dl
3. Hb normal (laki-laki 13,5-18 g/dl, perempuan 12-16 g/dl)
4. Clinis: tidak tampak kurus, terdapat lipatan lemak, rambut tidak jarang
dan merah
5. Diet: klien menghabiskan porsi makannya dan nafsu makan bertambah
6. Kaji tanda dan gejala kekurangan nutrisi: penurunan berat badan,
tanda-tanda anemia, tanda vital

Intervensi:

1. Monitor intake nutrisi pasien


Rasional: Menentukan adanya kekurangan nutrisi pasien
2. Berikan makanan dalam porsi kecil tapi sering
Rasional: Mengurangi mual dan terpenuhinya kebutuhan nutrisi
3. Timbang berat badan 3 hari sekali
Rasional: Berat badan salah satu indikator kebutuhan nutrisi.
4. Monitor hasil laboratorium: Hb, albumin
Rasional: Menentukan status nutrisi
5. Kolaborasi dalam pemberian obat antiemetic
Rasional: Mengurangi mual dan muntah untuk meningkatkan intake
makanan

g. Gangguan persepsi sensori visual berhubungan dengan aneurisma


Tujuan : Mempertahankan fungsi penglihatan dan mencegah kerusakan
yang lebih parah
Kriteria Hasil:
1. Mempertahankan lapang pandang tanpa kehilangan lebih lanjut

Intervensi:

1. Kaji respon pupil


Rasional: Perubahan pupil menunjukkan tekanan pada syaraf
okulomotorius atau optikus
2. Inspeksi pupil dengan senter kecil untuk mengevaluasi ukuran,
konvigurasi, dan reaksi terhadap cahaya.
Rasional: Reaksi pupil diatur oleh syarafokulomotorius (syaraf cranial
III) pada batang otak..
3. Evaluasi tatapan klien untuk menentukan apakah terdapat konjugasi
(berpasangan, saling bekerja sama) atau apakah gerakan mata
abnormal.
Rasional: Gerakan mata konjugasi diatur dari bagian korteks dan
batang otak.
4. Evaluasi kemampuan mata untuk melakukan abduksi dan adduksi
Rasional: Syaraf cranial VI atau syaraf abdusen mengatur gerakan
abduksi dan adduksi mata. Syaraf cranial IV atau syaraf troklearis juga
mengatur gerakan mata.
5. Pastikan derajat atau tipe kehilangan penglihatan
Rasional: Mempengaruhi harapan masa depan pasien dan pilihan
intervensi
6. Dorong mengekspresikan perasaan tentang kehilangan atau
kemungkinan kehilangan penglihatan
Rasional: Intervensi dini mencegah kebutaan bagi pasien dalam
menghadapi kemungkinan atau mengalami kehilangan penglihatan
sebagian atau total. Meskipun kehilangan penglihatan telah terjadi tak
dapat diperbaiki kehilangan lanjut dapat dicegah.
7. Lakukan tindakan untuk membantu pasien menangani keterbatasan
penglihatan. Misalnya, kurangi kekacauan, atur perabot, ingatkan
memutar kepala ke subjek yang terlihat, perbaiki sinar suram dan
masalah penglihatan malam.
Rasional: Menurunkan bahaya keamanan sehubungan dengan
perubahan lapang pandang atau kehilangan penglihatan dan akomodasi
pupil terhadap sinar lingkungan
8. Lakukan tindakan pembedahan pada tumor yang masih bersifat jinak
(benigna).
Rasional: Mencegah terjadinya metastase ke organ lain serta
mencegah kerusakan yang lebih parah.
9. Agen hiperosmotik. Contoh: mannitol (osmitrol; gliserin)
Rasional: digunakan untuk menurunkan sirkulasi volume cairan,
dimana akan menurunkan produksi aquos humor bila pengobatan lain
belum berhasil.
10. Dipifevren hidroclorida (propine)
Rasional: Mungkin menguntungkan bila pasien tidak berespon pada
obat lain. Bebas efek samping seperti, penglihatan kabur, kebutaan
malam.

h. Gangguan persepsi sensori penghidu berhubungan dengan aneurisma


Tujuan: Mempertahankan fungsi pembau dan mencegah kerusakan yang
lebih parah
Kriteria Hasil: Mempertahankan fungsi pembau
Intervensi:
1. Lakukan uji indra pembau klien dengan memberi tester bau yang khas
seperti kopi dan bawang
Rasional: Mengetahui seberapa baik kemampuan membau klien
2. Memberi helth education kepada pasien mengenai penurunan fungsi
pembau
Rasional: Membantu pasien untuk dapat menerima kondisi yang
dialami

i. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan nyeri akibat tidak mampu


menggerakan leher
Tujuan : Memberikan kenyamanan gerak leher pada klien
Kriteria Hasil :
1. Klien dapat menggerakan leher secara normal
2. Klien dapat beraktifitas secara normal

Intervensi:

1. Kaji rentang gerak leher klien


2. Memberi helth education kepada pasien mengenai penurunan fungsi
gerak leher
3. Kolaburasi dengan fisioterapi
4. Mengetahui kemampuan gerak leher klien
5. Membantu pasien untuk dapat menerima kondisi yang dialami
6. Terapi dapat membantu mengembalikan gerak leher klien secara
normal
DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim. 2013. Tumor dan Kanker Otak. Di akses pada tanggal 20 November
2015 di http://tumorkankerotak.blogspot.co.id/.
2. Wikipedia. Tumor Otak. Di akses pada tanggal 20 November 2015 di
https://id.wikipedia.org/wiki/Tumor_otak
3. USU. 2010. Chapter II – Tumor Otak. Di akses pada tanggal 20 November
2015 di
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31137/4/Chapter%20II.pdf
4. Febri. 2012. Asuhan Keperawatan Tumor Otak. DI akses pada tanggal 20
November 2015 di https://nersfebri.wordpress.com/2012/04/01/asuhan-
keperawatan-askep-tumor-otak/
5. Septi. 2013. Askep Tumor Otak. Di akses pada tanggal 20 November 2015 di
http://septiapritayani.blogspot.co.id/2013/07/askep-tumor-beserta-
pathway_6.html

Anda mungkin juga menyukai