Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

GAWAT DARURAT PADA PASIEN INFARK MIOKARD AKUT (IMA)

DI RUANG IGD RSUD SIDOARJO

Disusun oleh :

Nurjanah Shofi Dinar

201914401033

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN

SATRIA BHAKTI NGANJUK

DIPLOMA III KEPERAWATAN

TAHUN AKADEMIK 2021/2022


BAB I

TINJAUAN TEORI

I. KONSEP MEDIS HIPOGLIKEMIA

A. Definisi

Infark miokard akut adalah nekrosis miokard akibat aliran darah ke otot
jantung terganggu. (Suyono, 2005)

Infark Miokard Akut (IMA) adalah terjadinya nekrosis miokard yang cepat
disebabkan oleh karena ketidakseimbangan yang kritis antara aliran darah dan
kebutuhan darah miokard. (Morton, 2012)

Infark myokardium merupakan blok total yang mendadak dan arten koroner
besar atau cabang-cabangnya. Lamanya kerusakan myocardial bervariasi dan
bergantung kepada besar daerah yang diperfusi oleh arteri yang tersumbat. Infark
myocardium dapat berakibat nekrosis karena parut atau fibrosis, dan mendatangkan
kematian mendadak. (Barbara, 2006)

Dari ketiga pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa Infark Miokard
Akut (IMA) merupakan suatu keadaan dimana terjadi kerusakan atau kematian otot
jantung yang disebabkan oleh karena berkurangnya atau terhambatnya aliran darah
koroner secara tiba-tiba atau secara tiba-tiba kebutuhan oksigen meningkat tanpa
disertai perfusi arteri koroner yang cukup.

B. Etiologi

Menurut Nurarif (2013),. penyebab IMA yaitu

a. Faktor penyebab:

1. Suplai oksigen ke miocard berkurang yang disebabkan oleh 3 faktor

a) Faktor pembuluh darah: Aterosklerosis, spasme, arteritis.

b) Faktor sirkulasi: Hipotensi, stenosos Aurta, insufisiensi.

c) Faktor darah : Anemia, hipoksemia, polisitemia.


2. Curah janung yang menngkat

a) Aktifitas yang berlebihan.

b) Emosi

c) Makan terlalu banyak.

d) Hipetiroidisme.

3. Kebutuhan oksigen miocard meningkat pada :

a) kerusakan miocard

b) Hypertropimiocard.

c) Hypertensi diastolic.

b. Faktor predisposisi

1. Faktor resiko biologis yang tidak dapat diubah

a) Usia lebih dari 40 tahun.

b) Jenis kelamin: insiden pada pria tinggi, sedangkan pada wanita meningkat
setelah menopause.

c) hereditas.

d) Ras: lebih tinggi insiden pada kulit hitam.

2. Faktor resiko yang dapat diubah :

a. Mayor: hiperlipidemia, hipertensi, merokok, diabetes, obesitas, diet tinggi


lemak jenuh, aklori.

b. Minor: inaktifitas fisiK, pola kepribadian tipe A (emosional, agresit,


ambisius, kompetitif), stress psikologis berlebihan.

C. Klasifikasi

Menurut Sudoyo (2009), klasifikasi IMA yaitu sebagai berikut :

a. Berdasarkan lapisan otot yang terkena Infark Miokard Akut dapat dibedakan
1) Akut Miokard infark Transmural mengenal seluruh lapisan otot jantung
(dinding ventrikel).

2) Akut Miokard Infark Non Transmural /Subendokardial Infark infark otot


jantung bagian dalam (mengenal sepertuga miokardum).

b. Berdasakan tempat oklusinya pada pembuluh darah koroner

1) Akut Miokard Infark Anterior

2) Akut Miokard Infark Posterior.

3) Akut Miokard Infark Inferior.

D. Manifestasi Klinik

Manifestasi klinik IMA menurut Nurarif (2013), yaitu

a. Lokasi substernal, rerostemal, dan prekordial.

b. Sifat nyeri: rasa sakit seperti ditekan, terbakar, tertindih benda berat, ditusuk,
diperas, dan diplintir.

c. Nyeri hebat pada dada kiri menyebar ke bahu kiri, leher kiri dan lengan atas kiri.

d. Faktor pencetus latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan sesudah makan.

e. Gejala yang menyertai: keringat dingin, mual, muntan, Sulit bernatas, cemas dan
lemas.

f. Dispnea.

E. Patofisiologi

Dua jenis kelainan yang terjadi pada IMA adalah komplikasi hemodinamik
dan aitmia. segera setelah terjad IMA daerah miokard setempat akan memperlihatkan
penonjolan sistolik (disknesia) dengan akibat penurunan ejection fraction, isi
sekuncup (stroke volume) dan peningkatan volume akhir distolik ventrikel kiri.
Tekanan akhir diastolik ventrikel kiri naik dengan akibat tekanan atrium kiri juga
naik. Feningkatan tekanan atrium kiri di atas 25 mmHg yang lama akan menyebabkan
transudasi cairan ke jaringan interstisium paru (gagal jantung). Pemburukan
hemodinamik ini bukan saja disebakan karena daerah infark, tetapi juga daerah
iskemik di sektarnya. Miokard yang masih relatif baik akan mengadakan kompensasi,
khususnya dengan bantuan rangsangan adrenergeik, untuk mempertahankan curah
jantung, tetapi dengan akibat peningkatan kebutuhan oksigen miokard. Kompensasi
ini jelas tidak akan memadai bila daerah yang bersangkutan juga mengalami iskemia
atau bahkan sudah fibrotik. Bila infark kecil dan miokard yang harus berkompensasi
masih normal, pemburukan hemodinamik akan minimal. Sebaliknya bila infark luas
dan miokard yang harus berkompensasi sudah buruk akibat iskemia atau infark lama,
tekanan akhir diastolik ventrikel kiri akan naik dan gagal jantung terjadi. Sebagai
akibat iMA sering terjadi perubahan bentuk serta ukuran ventrikel kirn dan tebal
jantung ventrikel baik yang terkena infark maupun yang non infark. Perubahan
tersebut menyebabkan remodeling ventrikel yang nantinya akan mempengaruhi fungsi
ventrikel dan timbulnya aritmia.

Perubahan-perubahan hemodinamik IMA ini tidak statis. Bila IMA makin


tenang fungsi jantung akan membaik walaupun tidak diobati. Hal ini disebabkan
karena daerah-daerah yang tadinya iskemik mengalami perbaikan. Daerah- daerah
diskinetik akibat IMA akan menjadi akinetik, karena terbentuk jaringan parut yang
kaku. Miokard sehat dapat pula mengalami hipertropi. Sebaliknya perburukan
hemodinamik akan terjadi bila iskemia berkepanjangan atau infark meluas. Terjadinya
penyulit mekanis sepertu ruptur septum ventrikel, regurgitasi miral akut dan
aneurisma ventrikel akan memperburuk Taal hemodnamik jantung

Aritmia merupakan penyulit IMA tersering dan terjadi terutama pada menit-
menit atau jam-jam pertama setelah serangan. Hal ini disebabkan oleh perubanan-
perubahan masa refrakter, daya hantar rangsangan dan kepekaaan tehadap
rangsangan. Sistem saraf otonom juga berperan besar terhadap terjadinya aritmia.
Pasien IMA inferior umumnya mengalami peningkatan tonus parasimpais dengan
akibat kecenderungan Draalanma meningkat, sedangkan peningkatan tonus simpatis
pada IMA inferior akan mempertinggi kecenderungan fibrilasi ventrikel dan perluasan
infark. (Price & Wilson, 2006)
F. Komplikasi

Perluasan infark dan iskemia pasca intark, artmia (sinus bradikard,


supraventrikular, takiaritmia, aritmia ventricular, gangguan konduksi), disfungsi otot
jantung (gagal jantung kiri, hipotensi), infark ventrikel kanan, defek mekanik, rupture
miokard, aneurisma ventrikel kiri, perikarditis, dan thrombus mural. (Nurarif, 2013)

G. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Mansjoer (2005), pemeriksaan penunjang IMA sebagai berikut :

a. EKG

Untuk mengetahui fungsi jantung: T Inverted, ST depresi, Q patologis

b. Enzim Jantung

CPKMB (isoenzim yang ditemukan pada otot jantung), LDH, AST (Aspartat
aminonittransferase) Troponin I, Troponin T.

c. Elektrolit

Ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan kontraktilitas, misal


hipokalemi, hiperkalemi

d. Sel darah putih

Leukosit (10.000 - 20.000) biasanya tampak pada hari ke-2 setelah IMA
berhubungan dengan proses inflamasi

e. Kecepatan sedimentasi

Meningkat pada ke-2 dan ke-3 setelah AMI , menunjukkan inflamasi.

f. Kimia

Mungkin normal, tergantung abnormalitas fungsi atau perfusi organ akut atau
kronis

g. GDA

Dapat menunjukkan hypoksia atau proses penyakit paru akut atau kronis.
h. Kolesterol atau trigliserida serum

Meningkat, menunjukkan arteriosclerosis sebagai penyebab AMI.

i. Foto / RO Dada

Mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung diduga GJK atau


aneurisma ventrikuler.

j. Ecokardiogram

Dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan katup atau dinding


ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi katup.

k. Pemeriksaan penciraan nuklir

1) Talium: mengevaluasi aliran darah miocardia dan status sel miocardia missal
lokasi atau luasnya IMA

2) Technetium : terkumpul dalam sel iskemi di sekitar area nekrotik

l. Pencitraan darah jantung (MUGA)

Mengevaluasi penampilan ventrikel khusus dan umum, gerakan dinding regional


dan fraksi ejeksi (aliran darah)

m. Anglografí koroner

Menggambarkan penyempitan atau sumbatan arteri koroner. Biasanya dilakukan


sehubungan dengan pengukuran tekanan serambi dan mengkaji fungsi ventrikel
kiri (fraksi ejeksi). Prosedur tidak selalu dilakukan pad fase AMI kecuali
mendekati bedah jantung angioplasty atau emergensi.

n. Digital suotraksion anglogfan (DSA)

o. Nuklear Magnetic Resonance (NMR)

Memungkinkan visualisasi aliran darah, serambi jantung atau katup ventikel,


lesivaskuer, pembentukan plak, area hekrosis atau inrark aan bekuan daran.
II. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

a. Identitas

Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur,


agama, pendidikan, pekerjaan, suku bangsa, alamat, jenis kelamin, status
perkawinan, dan penanggung biaya.

2. Pengkajian Primer

a. Airways

1) Sumbatan atau penumpukan secret.

2) Wheezing atau krekles.

3) Kepatenan jalan nafas.

b. Breathing

1) Sesak dengan aktiftas ringan atau istirahat.

2) RR lebh dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal.

3) Ronchi, krekles.

4) Ekspansi dada tidak penuh.

5) Penggunaan otot bantu nafas.

c. Circulation

1) Nadi lemah, tidak teratur.

2) Capillary refil.

3) Takikardi

4) TD meningkat / menurun

5) Edema.
6) Gelisah

7) Akral dingin

8) Kulit pucat, sianosis.

9) Output urine menurun.

d. Disability

Status mental: Tingkat kesadaran secara kualitatit dengan Glascow


Coma Scale (GCS) dan secara kwantitatif yaitu Compos mentis Sadar
sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan tentang keadaan
sekelilingnya. Apatis : keadaan kesadaran yang segan untuk berhubungan
dengan kehidupan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh. Somnolen: keadaan
Kesadaran yang mau tidur saja. Dapat dibangunkan dengan rangsang nyeri,
tetapi jatuh tidur lagi. Delinum: keadaan kacau motoik yang sangat,
memberontak, berteriak-teriak, dan tidak sadar terhadap orang lain, tempat,
dan waktu. Sopor/semi koma:keadaan kesadaran yang menyerupai
koma,reaksi hanya dapat ditimbulkan dengan rangsang nyeri. Koma keadaan
kesadaran yang hilang sama sekali dan tidak dapat dibangunkan dengan
rangsang apapun.

e. Exposure

Keadaan kulit, seperti turgor kelanan pada kulit dan keadaan


ketidaknyamanan (nyeri) dengan pengkajian PQRST.

3. Pengkajian Sekunder

a. AMPLE

1) Alergi: Rwayat pasien tentang alergi yang dimungkin kan pemicu


terjadinya penyakitnya.

2) edikasi: Berisi tentang pengobatan terakhir yang diminum sebelum sakit


terjadi (pengobatan rutin maupun acciaental

3) Past lhess: Penyakit terakhir yang diderita klien, yang dimungkin kan
menjadi penyebab atau pemicu terjadinya sakit sekarang.
4) Last Meal: Makanan terakhir yang dimakan klien.

5) Environment Event: Pengkajlan environment digunakan jka pasien dengan


kasus Non Trauma dan Event untuk pasien Trauma.

b. Pemeriksaan Fisik

1) Aktfitas

Data Subyektif

a. Kelemahan.

b. Kelelahan.

c. Tidak dapat tidur.

d. Pola hidup menetap.

e. Jadwal olahraga tidak teratur.

Data Obyektif:

a. Takikardi

b. Dispnea pada istirahat atau aktifitas.

2) Sirkulasi

Data subyektif : riwayat IMA sebelumnya, penyakit arteri koroner,


masalah tekanan darah, diabetes mellitus.

Data Obyektif :

a. Tekanan darah: Dapat nomal / naik turun, penubahan postural dicatat


dari tidur sampai duduk atau berdiri.

b. Nadi: Dapat normal penuh atau tidak kuat atau lemah kuat kualitasnya
dengan pengislan kapiler lambat, tidak teratus (disritmia)

c. Bunyi jantung Bunyi jantung ekstra: s3 atau s4 mungkin menunjukkan


gagal jantung atau penurunan kontraktilits atau komplain ventrikel.
d. Murmur

Bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot jantung:

 Friksi; dicurigai Perikarditis. Irama jantung dapat teratur atau


tidak teratur.

 Edema: Distensi vena juguler, edema dependent, perifer edema


umum,krekles mungkin ada dengan gagal jantung atau
ventrikel.

 Warna : pucat atau sianosis, Kuku datar, Pada membran


mukossa atau bibir.

3) Integritas ego

Data Subyektif : menyangkal gejala penting atau adanya kondisi takut


mati, perasaan ajal sudah dekat, marah pada penyakit atau perawatan,
khawatir tentang keuangan, kerja, keluarga.

Data Obyekif : menoleh, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah,


marah, perilaku menyerang. Focus pada diri Sendiri, Koma nyeri.

4) Eliminasi

Data Obyektif: normal, bunyi usus menurun.

5) Makanan atau cairan

Data Subyektif : mual, anoreksia, bersendawa, nyeri ulu hati atau terbakar

Data obyektif : penurunan turgor kulit, kulit kering, berkeringat, muntah,


perubahan berat badan.

6) Hygiene

Data subyekif atau Data obyektf Kesulitan melakukan tugas perawatan.

7) Neurosensori

Data subyektif : pusing, berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk
atau istrahat).
Data Obyektif: perubanan mental, kelemahan.

8) Nyeri atau ketidaknyamanan

Data subyektif:

a. Nyeri dada yang timbulnya mendadak (dapat atau tidak berhubungan


dengan aktiftas), tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin
(meskipun kebanyakan nyeri dalam dan viseral).

b. Lokasi: Tipikal pada dada anterior, substernal, prekordial, dapat


menyebar ke tangan, rahang. wajah. Tidak tertentu lokasinya seperti
epigastrium, siku, rahang abdomen, punggung, leher.

c. Kuaitas Crusing, menyempit, Derat, menetap, tertekan, seperti dapat


dilihat.

d. Intensitas: Biasanya 10 (pada skala 1 -10), mungkin pengalaman nyeri


paling buruk yang pernah dialami.

e. Catatan nyeri mungkin tidak ada pada paslen pasca Operasi, diabetes
melitus, hipertensi, lansia.

9) Pernafasan:

Data Subyektif:

a. Dispnea tanpa atau dengan keja.

b. Dispnea nocturnal.

c. batuk dengan atau tanpa produksi sputum.

d. riwayat merokok, penyakit pernafasan kronis.

Data obyektif

a. Peningkatan frekuensi pernafasan.

b. Nafas sesak/ kuat,

c. Pucat, sianosis.
d. Bunyi nafas(bersih, krekles, mengi), Sputum.

10) Interaksi sosial

Data subyektif:

a. Stress.

b. Kesulitan Koping dengan sressor yang ada misal penyakit, Perawatan


di RS.

Data Obyektif :

a. kesulitan istiranat dengan tenang

b. respon terlalu emosi (marah terus-menerus, takut)

c. Menarik diri

4. Diagnosa Keperawatan

a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (iskemia jaringan


sekunder terhadap sumbatan arteri)

b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan


kebutuhan oksigen

5. Rencana Keperawatan

a. Diagnosa : Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (iskemia


jaringan sekunder terhadap sumbatan arteri) (SDKI, D.0077 Hal.172)

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan 2x24 jam masalah nyeri bisa teratasi

Kriteria Hasil : (SLKI, L.08066 Hal.145)

- Keluhan nyeri menurun (5)

- Meringis menurun (5)

- Sikap protektif menurun (5)

- Gelisah menurun (5)


- Kesulitan tidur menurun (5)

- Frekuensi nadi membaik (5)

Intervensi : (SIKI, I.08238 Hal.201)

- Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri

- Identifikasi respon nyeri non verbal

- Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri

- Jelaskan strategi meredakan nyeri

- Kolaborasi pemberian analgetik,jika perlu

b. Diagnosa : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan


antara suplai dan kebutuhan oksigen (SDKI, D.0056 Hal.128)

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan 2x24 jam intoleransi aktifitas dapat


teratasi

Kriteria Hasil : (SLKI, L.05047 Hal.149)

- Frekuensi nadi meningkat (5)

- Keluhan lelah menurun (5)

- Dyspnea saat aktivitas menurun (5)

- Tekanan darah membaik (5)

- Fekuensi napas membaik (5)

Intoleransi : (SIKI, I.05178 Hal.176)

- Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan

- Monitor kelelahan fisik dan emosional

- Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus

- Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap


- Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan

6. Implementasi
Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam rencana
keperawatan (wartonah, 2015). Implementasi pada proses keperawatan
berorientasi pada tindakan, berpusat pada klien, dan diarahkan pada hasil. Setelah
menyusun rencana asuhan berdasarkan fase pengkajian dan diagnosis, perawat
mengimplementasikan perencanaan dan mengevaluasi hasil yang diharapkan.
Berdasarkan terminologi NIC, implementasi terdiri atas melakukan dan
mendokumentasikan tindakan yang merupakan tindakan keperawatan khusus yang
diperlukan untuk melaksanakan perencanaan.
7. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dalam proses keperawatan untuk dapat
menentukan keberhasilan dalam asuhan keperawatan (wartonah, 2015). Evaluasi
berfokus pada klien, baik itu individu maupun kelompok. Evaluasi dapat berupa
evaluasi tujuan atau hasil, proses, dan struktur. Evaluasi terdiri dari evaluasi
formatif yaitu menggambarkan hasik observasi dan analisis perawat terhadap
respon klien segera setelah tindakan. Sedangkan evaluasi sumatif dilakukan
setelah program selesai dan mendapatkan informasi efektivitas pengambilan
keputusan. Perawat akan menggunakan pendokumentasian dari pengkajian dan
kriteria hasil yang diharapkan sebagai dasar untuk menulis evaluasi sumatif
(deswani, 2011). Evaluasi asuhan keperawatan didokumentasikan dalam bentuk
SOAP (Dinarti, Aryani, Nurhaeni, Chairani,2013).
DAFTAR PUSTAKA

Andra, S.W., & Yessie,M.P. (2013). KMB1 Keperawatan Medikal Bedah Keperawatan
Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta : Nuha Medika

Brunner & Suddarth (2013). Keperawatan Medikal Bedah .Jakarta: EGC

Corwin, E.(2009). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.

Nuratif. (2013). Buku ajar Ilmu penyakit dalam. Jilid 1 Jakarta: Media Aesculapius

Tim Pokja DPP PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Defisi dan
indikator Diagnostik, Edisi 1, Jakarta : DPP PPNI

Tim Pokja DPP PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria
Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta:DPP PPNI.

Tim Pokja DPP PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Tindakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai