Disusun oleh :
201914401033
TINJAUAN TEORI
A. Definisi
Infark miokard akut adalah nekrosis miokard akibat aliran darah ke otot
jantung terganggu. (Suyono, 2005)
Infark Miokard Akut (IMA) adalah terjadinya nekrosis miokard yang cepat
disebabkan oleh karena ketidakseimbangan yang kritis antara aliran darah dan
kebutuhan darah miokard. (Morton, 2012)
Infark myokardium merupakan blok total yang mendadak dan arten koroner
besar atau cabang-cabangnya. Lamanya kerusakan myocardial bervariasi dan
bergantung kepada besar daerah yang diperfusi oleh arteri yang tersumbat. Infark
myocardium dapat berakibat nekrosis karena parut atau fibrosis, dan mendatangkan
kematian mendadak. (Barbara, 2006)
Dari ketiga pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa Infark Miokard
Akut (IMA) merupakan suatu keadaan dimana terjadi kerusakan atau kematian otot
jantung yang disebabkan oleh karena berkurangnya atau terhambatnya aliran darah
koroner secara tiba-tiba atau secara tiba-tiba kebutuhan oksigen meningkat tanpa
disertai perfusi arteri koroner yang cukup.
B. Etiologi
a. Faktor penyebab:
b) Emosi
d) Hipetiroidisme.
a) kerusakan miocard
b) Hypertropimiocard.
c) Hypertensi diastolic.
b. Faktor predisposisi
b) Jenis kelamin: insiden pada pria tinggi, sedangkan pada wanita meningkat
setelah menopause.
c) hereditas.
C. Klasifikasi
a. Berdasarkan lapisan otot yang terkena Infark Miokard Akut dapat dibedakan
1) Akut Miokard infark Transmural mengenal seluruh lapisan otot jantung
(dinding ventrikel).
D. Manifestasi Klinik
b. Sifat nyeri: rasa sakit seperti ditekan, terbakar, tertindih benda berat, ditusuk,
diperas, dan diplintir.
c. Nyeri hebat pada dada kiri menyebar ke bahu kiri, leher kiri dan lengan atas kiri.
d. Faktor pencetus latihan fisik, stress emosi, udara dingin, dan sesudah makan.
e. Gejala yang menyertai: keringat dingin, mual, muntan, Sulit bernatas, cemas dan
lemas.
f. Dispnea.
E. Patofisiologi
Dua jenis kelainan yang terjadi pada IMA adalah komplikasi hemodinamik
dan aitmia. segera setelah terjad IMA daerah miokard setempat akan memperlihatkan
penonjolan sistolik (disknesia) dengan akibat penurunan ejection fraction, isi
sekuncup (stroke volume) dan peningkatan volume akhir distolik ventrikel kiri.
Tekanan akhir diastolik ventrikel kiri naik dengan akibat tekanan atrium kiri juga
naik. Feningkatan tekanan atrium kiri di atas 25 mmHg yang lama akan menyebabkan
transudasi cairan ke jaringan interstisium paru (gagal jantung). Pemburukan
hemodinamik ini bukan saja disebakan karena daerah infark, tetapi juga daerah
iskemik di sektarnya. Miokard yang masih relatif baik akan mengadakan kompensasi,
khususnya dengan bantuan rangsangan adrenergeik, untuk mempertahankan curah
jantung, tetapi dengan akibat peningkatan kebutuhan oksigen miokard. Kompensasi
ini jelas tidak akan memadai bila daerah yang bersangkutan juga mengalami iskemia
atau bahkan sudah fibrotik. Bila infark kecil dan miokard yang harus berkompensasi
masih normal, pemburukan hemodinamik akan minimal. Sebaliknya bila infark luas
dan miokard yang harus berkompensasi sudah buruk akibat iskemia atau infark lama,
tekanan akhir diastolik ventrikel kiri akan naik dan gagal jantung terjadi. Sebagai
akibat iMA sering terjadi perubahan bentuk serta ukuran ventrikel kirn dan tebal
jantung ventrikel baik yang terkena infark maupun yang non infark. Perubahan
tersebut menyebabkan remodeling ventrikel yang nantinya akan mempengaruhi fungsi
ventrikel dan timbulnya aritmia.
Aritmia merupakan penyulit IMA tersering dan terjadi terutama pada menit-
menit atau jam-jam pertama setelah serangan. Hal ini disebabkan oleh perubanan-
perubahan masa refrakter, daya hantar rangsangan dan kepekaaan tehadap
rangsangan. Sistem saraf otonom juga berperan besar terhadap terjadinya aritmia.
Pasien IMA inferior umumnya mengalami peningkatan tonus parasimpais dengan
akibat kecenderungan Draalanma meningkat, sedangkan peningkatan tonus simpatis
pada IMA inferior akan mempertinggi kecenderungan fibrilasi ventrikel dan perluasan
infark. (Price & Wilson, 2006)
F. Komplikasi
G. Pemeriksaan Penunjang
a. EKG
b. Enzim Jantung
CPKMB (isoenzim yang ditemukan pada otot jantung), LDH, AST (Aspartat
aminonittransferase) Troponin I, Troponin T.
c. Elektrolit
Leukosit (10.000 - 20.000) biasanya tampak pada hari ke-2 setelah IMA
berhubungan dengan proses inflamasi
e. Kecepatan sedimentasi
f. Kimia
Mungkin normal, tergantung abnormalitas fungsi atau perfusi organ akut atau
kronis
g. GDA
Dapat menunjukkan hypoksia atau proses penyakit paru akut atau kronis.
h. Kolesterol atau trigliserida serum
i. Foto / RO Dada
j. Ecokardiogram
1) Talium: mengevaluasi aliran darah miocardia dan status sel miocardia missal
lokasi atau luasnya IMA
m. Anglografí koroner
1. Pengkajian
a. Identitas
2. Pengkajian Primer
a. Airways
b. Breathing
3) Ronchi, krekles.
c. Circulation
2) Capillary refil.
3) Takikardi
4) TD meningkat / menurun
5) Edema.
6) Gelisah
7) Akral dingin
d. Disability
e. Exposure
3. Pengkajian Sekunder
a. AMPLE
3) Past lhess: Penyakit terakhir yang diderita klien, yang dimungkin kan
menjadi penyebab atau pemicu terjadinya sakit sekarang.
4) Last Meal: Makanan terakhir yang dimakan klien.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Aktfitas
Data Subyektif
a. Kelemahan.
b. Kelelahan.
Data Obyektif:
a. Takikardi
2) Sirkulasi
Data Obyektif :
b. Nadi: Dapat normal penuh atau tidak kuat atau lemah kuat kualitasnya
dengan pengislan kapiler lambat, tidak teratus (disritmia)
3) Integritas ego
4) Eliminasi
Data Subyektif : mual, anoreksia, bersendawa, nyeri ulu hati atau terbakar
6) Hygiene
7) Neurosensori
Data subyektif : pusing, berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk
atau istrahat).
Data Obyektif: perubanan mental, kelemahan.
Data subyektif:
e. Catatan nyeri mungkin tidak ada pada paslen pasca Operasi, diabetes
melitus, hipertensi, lansia.
9) Pernafasan:
Data Subyektif:
b. Dispnea nocturnal.
Data obyektif
c. Pucat, sianosis.
d. Bunyi nafas(bersih, krekles, mengi), Sputum.
Data subyektif:
a. Stress.
Data Obyektif :
c. Menarik diri
4. Diagnosa Keperawatan
5. Rencana Keperawatan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan 2x24 jam masalah nyeri bisa teratasi
6. Implementasi
Implementasi merupakan tindakan yang sudah direncanakan dalam rencana
keperawatan (wartonah, 2015). Implementasi pada proses keperawatan
berorientasi pada tindakan, berpusat pada klien, dan diarahkan pada hasil. Setelah
menyusun rencana asuhan berdasarkan fase pengkajian dan diagnosis, perawat
mengimplementasikan perencanaan dan mengevaluasi hasil yang diharapkan.
Berdasarkan terminologi NIC, implementasi terdiri atas melakukan dan
mendokumentasikan tindakan yang merupakan tindakan keperawatan khusus yang
diperlukan untuk melaksanakan perencanaan.
7. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dalam proses keperawatan untuk dapat
menentukan keberhasilan dalam asuhan keperawatan (wartonah, 2015). Evaluasi
berfokus pada klien, baik itu individu maupun kelompok. Evaluasi dapat berupa
evaluasi tujuan atau hasil, proses, dan struktur. Evaluasi terdiri dari evaluasi
formatif yaitu menggambarkan hasik observasi dan analisis perawat terhadap
respon klien segera setelah tindakan. Sedangkan evaluasi sumatif dilakukan
setelah program selesai dan mendapatkan informasi efektivitas pengambilan
keputusan. Perawat akan menggunakan pendokumentasian dari pengkajian dan
kriteria hasil yang diharapkan sebagai dasar untuk menulis evaluasi sumatif
(deswani, 2011). Evaluasi asuhan keperawatan didokumentasikan dalam bentuk
SOAP (Dinarti, Aryani, Nurhaeni, Chairani,2013).
DAFTAR PUSTAKA
Andra, S.W., & Yessie,M.P. (2013). KMB1 Keperawatan Medikal Bedah Keperawatan
Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta : Nuha Medika
Nuratif. (2013). Buku ajar Ilmu penyakit dalam. Jilid 1 Jakarta: Media Aesculapius
Tim Pokja DPP PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Defisi dan
indikator Diagnostik, Edisi 1, Jakarta : DPP PPNI
Tim Pokja DPP PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria
Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta:DPP PPNI.
Tim Pokja DPP PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Tindakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.