Anda di halaman 1dari 15

A.

PENGERTIAN
WHO mendefinisikan stroke sebagai suatu gangguan fungsional otak yang terjadi secara
mendadak dengan tanda dan gejala klinis baik fokal maupun global yang berlangsung
lebih dari 24 jam, atau dapat menyebabkan kematian, disebabkan oleh gangguan
peredaran darah otak. (Muttaqin,2008)

Stroke atau Cerebro Vascular Accident merupakan kematian mendadak jaringan otak
yang disebabkan oleh kekurangan oksigen akibat pasokan darah yang terganggu. Infark
merupakan daerah otak yang telah mati karena kekurangan oksigen. Ada dua cara
kematian jaringan otak :
1. Stroke iskemik, penyebab infark yang paling sering, merupakan keadaan aliran darah
tersumbat atau berkurang di dalam arteri yang memperdarahi daerah otak tersebut.
2. Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi karena pembuluh darah di otak
pecah sehingga timbul iskhemik dan hipoksia di hilir. Penyebab stroke
hemoragi antara lain: hipertensi, pecahnya aneurisma, malformasi arteri
venosa. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif,
namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun
(Ria Artiani, 2009). Penyakit stroke hemorage terjadi karena perdarahan di dalam
dan di sekitar otak yang menimbulkan kompresi dan cedera otak. (Kowalak, 2003:
W13).

Cerebro Vascular Accident (CVA) merupakan peradaran darah ke otak yang putus
sementara. Otak kita bergantung kepada perbekalan darah yang kaya oksigen secara terus
menerus, yang dibawa oleh pembulu nadi (arteri). Jika darah berhenti misalnya karena
bekuan darah, bagian otak yang dibekali oleh nadi itu akan mati. (leila, 1992: 2).

B. KLASIFIKASI
Stroke terbagi menjadi dua :
1. Stroke iskemik
Tipe stroke ini terjadi karena aliran darah tersumbat atau berkurang aliran
darah ke daerah otak. Penyumbatan ini dapat terjadi karena aterosklerosis atau
pembentukan bekuan darah.
2. Stroke hemoragik
Stroke hemoragik disebabkan oleh perdarahan di dalam dan di sekitar otak.
Perdarahan yang mengisi ruang-ruang antara otak dan tulang kranium dinamakan
perdarahan subaraknoid. Keadaan ini terjadi karena ruktur aneurisma malformasi
arteiovenosa, dan trauma kepala. Perdarahan di dalam jaringan otak sendiri di kenal
dengan sebutan perdarahan intraserebral dan terutama disebabkan oleh hipertensi.
(Kowalak, 2003: W14).
a. Pendarahan intraserebral (termasuk perdarahan kedalam sereberum atau otak
kecil )
Perdarahan intraserebral atau perdarahan didalam otak (serebrum) ini terjadi
kalau darah dari pembuluh darah yang pecah membanjiri jaringan otak dan
merembes kedalamnya.Jumlah perdarahan dapat sedikit atau banyak (luas)
menurut ukuran pembuluh darah yang pecah dan keberhasilan penyumbatan
tempat bocor itu oleh bekuan darah.
b. Perdarahan subaraknoid
Pada perdarahan subaraknoid, letak perdarahnya berbeda dengan perdarahan
intraserebral; pada keadaan ini, darah mengalir keluar diantara kedua selaput otak
(meningen). Darah tersebut secara cepat menyebar pada permukaaan otak dan
bukan merembes kedalamnya. Perdarahan subaraknoid akan menimbulkan gejala
nyeri kepala yang hebat, terjadi tiba-tiba skali, dan datang dengan muntah-muntah
serta penurunan kesadaran. Kalau penderita dapat sadar kembali,kita akan
menemukan gejala kaku kuduk, keluhan silau terhadap cahaya, dan pada kasus
yang lebih ringan dapat ditemukan sedikit kelumpuhan.Para penderita pendarahan
suburaknoid kerap kali sudah mempunyai benjolan atau kantong kecil
(aneorisma) pada salah satu pembuluh otak; kantong kecil ini terbentik akibat
kelemahan atau peregangan pada pembulu darah tersebut.Keaadaan ini
dinamakan aneorisma berry dan umumnya dapat disembuhkan dengan
pembedahan. Penderita dengan perdarahan hebat dan dalam keadaan yang sangat
lemah bukan calon yang baik bagi tindakan pembedahan; dalam keadaaan seperti
ini diperlukan tindakan yang lebih koservatif.
c. Perdarahan subdural
Perdarahan ini disebabkan oleh cedera kepala, dan letaknya tepat dibawah
tengkorak sehingga mudah diatasi dengan pembedahan. (Thomas, 1988: 21).
C. ETIOLOGI
1. Stroke iskemik
a. Aterosklerosis merupakan endapan kolesterol dan plak di dalam dinding arteri.
Endapan ini dapat cukup besar untuk mempersempit lumen pembuluh arteri dan
mengurangi aliran darah selain menyebabkan arteri tersebut kehilangan
kemampuan meregang.
b. Trombus atau bekuan darah, terbentuk pada permukaan kasar plak aterosklerotik
yang terbentuk pada dinding arteri. Trombus dapat membesar dan akhirnya
menyumbat lumen arteri tersebut.
c. Embolus. Embolus berjalan lewat aliran darah dan dapat menyumbat pembuluh
arteri yang lebih kecil. Embolus (atau emboli jika berjumlah banyak) umumnya
berasal dari jantung ; disini berbagai penyakit dapat menyebabkan pembentukan
trombus.
2. Stroke hemoragik
a. Aneurisme merupakan keadaan dinding arteri yang melemah sehingga
menyebabkan arteri tersebut meregang dan menggelembung seperti balon.
Biasanya aneurisme terjadi di tempat yang terdapat percabangan arteri.
b. Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah yang dapat menyebabkan
arteriol kecil pecah di dalam otak. Darah yang dilepaskan di dalam jaringan otak
akan menimbulkan tekanan pada arteriol sekitarnya sehingga arteriol tersebut ikut
pecah dan menimbulkan perdarahan yang lebih luas. Hipertensi dapat pula
menyebabkan infark lakuner. Bentuk ini merupakan infark miniatur yang serupa
dengan strok komplek, tetapi memiliki skala yang lebih kecil. Infark lakuner
terjadi di dalam nukleus dan traktus spinalis otak dan menyerupai danau atau
lubang kecil-kecil.
c. Malformasi arteriovenosa merupakan kelainan pembuluh darah otak dan disini
arteri berhubungan langsung ke vena tanpa melewati jaringan kapiler (capillary
bed). Tekanan darah yang datang dari arteri tersebut terlalu tinggi bagi vena
sehingga membuat vena ini melebar sehingga dapat mengangkut darah dengan
volume yang lebih besar. Pelebaran ini dapat menyebabkan ruptur vena
tersebut. (Kowalak, 2003: W14).
D. FAKTOR RESIKO
1. Tidak dapat diubah
a. Usia
Merupakan faktor resiko paling penting terjadinya serangan strok.Penelitian
populasi menunjukan bilamana sesorangan hanya mempunyai satu faktor resiko
pada dirinya, faktor ini tidak akan banyak meningkat kemungkinan terjadinya
permasalahan strok. Permasalahan baru terjadi kalau penderita mempunyai
dua,tiga,atau emapat faktor resiko yang bergabung menjadi satu. Jadi, walaupun
tidak dapat mengubah usia,faktor-faktor lain yang disebutkan diatas dapat
dihindari.(Thomas, 1995: 114).
b. Jenis kelamin pria
c. Ras
d. Riwayat keluarga
e. Riwayat TIA atau stroke
Penderita yang pernah mengalami serangan iskemik otak sepintas (TIA) akan
menghadapi resiko untuk terjadi suatu serangan strok. Serangan iskemik sepintas
memebrikan gejala seperti serangan strok yang ringan,karena ada gangguan
penglihatan serta bicara, dan perasaan lemas atau gangguan sensorik pada salah
satu sisi tubuh. Gejala-gejala akan hilang dalam waktu 24jam.Serangan ini
dianggap sebagai suatu ancaman strok. (Thomas, 1995: 117).
f. Penyakit jantung koroner
Penderita penyakit katub jantung, yang mungkin timbul setelah demam
rematik, mempunyai kecendrungan untuk terjadinya trombus dalam jantung yang
kemudian terbawa darah ke dalam otak. Keadaan ini terutama terjadi bila irama
jantung menunjukan kelainan. Setiap orang yang pernah merasakan gejala
palpitasi (rasa berdeba-debar), atau ketika diperiksa denyut nadinya teraba
ketidakteraturan yang lebih dari sekedar denyutan ekstra yang kadang – kadang
timbul, harus menjalani pemeriksaan lebih lanjut. (Thomas, 1995: 118).
2. Dapat diubah
a. Hipertensi
Hipertensi merupakan satu-satunya faktor resiko yang terpenting tapi dapat
diobati karena pengobatan hipertensi dapat memperkecil kemungkinan terjadinya
strok hingga separuhnya. Namun, insidensi serangan stok sudah mulai terlihat
berkurang sekalipun belum ditemukan obat darah tinggi yang efektif. Ada
beberapa alasan yang menjelaskan penurunan insidensi ini, yaitu termasuk
kemungkinan garam sebagai penyebabnya dan tekanan darah penduduk menurun
bersamaan dengan berkurangnya kandungan garam dalam makanan setelah
ditemukan lemari es untuk mengawetkan makanan. Yang menarik untuk
diperhatikan, penurunan tekanan darah ternyata hanya memberikan pengaruh
yang amat kecil terhadap upaya untuk mengurangi kemungkinan terjadinya
serangan jantung. (Thomas, 1995: 115).
b. Diabetes mellitus
Penderita diabetes mempunyai kecenderungan lebih besar untuk mendapatkan
serangan strok daripada lainnya sehingga penyakit ini harus dikendalikan
secermat mungkin. Penyakit diabetes yang kurang terkontrol dapat
mengakibatkan penurunan volume plasma dalam peredaran darah. Keadaan ini
akan meningkatkan konsentrasi sel darah merah. (Thomas, 1995: 121).
c. Merokok
Rokok merupakan faktor resiko yang bermakna terjadi strok karena dianggap
membahayakan pembuluh darah, pertama–tama merokok akan memeprcepat
pengerasan pembuluh nadi (arteriosklerosis) dan kedua akan meningkatkan
kecendrungan pembekuan darah. (Thomas, 1995: 125).
d. Penyalah gunaan alkohol dan obat
Alkohol dianggap memberikan pengaruh yang berbahaya bagi peredaran darah
otak. Bahan ini dapat meningkatkan tekanan darah, menggangu metabolisme
hidratarang dan lemak dalam tubuh, dan juga mengganggu pembekuan
darah. (Thomas, 1995: 126).
e. Kontrasepsi oral
Pil kontrasepsi oral atau pil KB yang pertama kali digunakan mempunya
kandungan hormon ekstrogen hormon yang tinggi.Hal iniyang membuat sebagian
wanita mendapatkan serangan strok. (Thomas, 1995: 126).\
E. MANIFESTASI KLINIS
1. Kelemahan ekstremitas yang unilateral
2. Kesulitan bicara
3. Patirasi pada salah satu sisi tubuh
4. Sakit kepala
5. Gangguan penglihatan(diplopia, hemianopsia, ptosis
6. Rasa pening atau dizziness
7. Kecemasan (ansietas)
8. Perubahan tingkat kesadaran
(Barbara, 1996: 179).

F. PATOFISIOLOGI
Aliran darah di setiap otak terhambat karena trombus atau embolus, maka terjadi
kekurangan oksigen ke jaringan otot, kekurangan oksigen pada awalnya mungkin akibat
iskemia imun (karena henti jantung atau hipotensi) hipoxia karena proses kesukaran
bernafas suatu sumbatan pada arteri koroner dapat mengakibatkan suatu area infark
(kematian jaringan). (Sumber : Hudak dan Gallo). Perdarahan intraksional biasanya
disebabkan oleh ruptura arteri cerebri ekstravasasi darah terjadi di daerah otak atau
subarachnoid, sehingga jaringan yang terletak di dekatnya akan tertekan. Darah ini sangat
mengiritasi jaringan otak, sehingga mengakibatkan vasospasme pada arteri di sekitar
pendarahan, spasme ini dapat menyebaar ke seluruh hemisfer otak, bekuan darah yang
semua lunak akhirnya akan larut dan mengecil, otak yang terletak di sekitar tempat bekuan
dapat membengkak dan mengalami nekrosis. Infark regional kortikal, sub kortikal ataupun
infark regional di batang otak terjadi karena daerah perdarahan suatu arteri tidak/ kurang
mendapat aliran darah. Aliran/ suplai darah tidak disampaikan ke daerah tersebut oleh
karena arteri yang bersangkutan tersumbat atau pecah. Sebagai akibat keadaan tersebut
bias terjadinya anoksia atau hypoksia. Bila aliran darah ke otak berkurang sampai 24-30
ml/100 gr jaringan akan terjadi ischemia untuk jangka waktu yang lama dan bila otak
hanya mendapat suplai darah kurang dari 16 ml/100 gr jaringan otak, maka akan terjadi
infark jaringan otak yang permanen.(Sumber : DepKes 1993)
G. KOMPLIKASI
1. Bahu yang kaku
Sebagian penderita struk akan menderita perasaan nyeri dan kaku pada bahu di
sisi yang sakit. Ada tiga penyebab keadaan ini pertama, sendi bahu memerlukan
kisaran gerakan yang penuh di sepanjang hari. Jika hal ini terjadi, nyeri hebat dapat
terasa ketika bahu tersebut digerakkan. Kedua, lengan yang lumpuh merupakan beban
yang sangat berat sehingga bila tidak tersangga akan mengakibatkan pembengkakkan,
rasa nyeri serta kekakuan pada sendi tersebut. Penyebab ketiga yang paling sering
menimbulkan kekakuan bahu adalah kerusakan yang terjadi ketika penderita diangkat
secara ceroboh dengan memgang ketiaknya-bagian sendi dapat robek dan mengalami
inflamasi akibat pengangkatan ini.
2. Pneumonia
Akibat gangguan pada gerakan menelan, mobilitas dan pengembangan paru,
serta batuk yang parah setelah serangan stroke, maka dapat terjadi peradangan di
dalam rongga dada dan kadang-kadang pneumonia.
3. Trombosis vena provundus dan emboli pulmoner
Suatu trombus atau bekuan darah sangat sering terbentuk di dalam pembuluh
darah balik pada tungkai yang lumpuh, khususnya di daerah betis. Keadaan ini dapat
mengakibatkan pembengkakan pada pergelangan kaki di sisi tersebut, dengan nyeri
tekan pada otot betis. Kadang-kadang seluruh tungkai dapat membengkak dan terasa
nyeri atau pagal. Karena adanya tambahan cairan di dalam tungkai, gerakan kaki akan
terganggu. Kadang kala trombus dari pembuluh darah balik terlepas dan membentuk
suatu embolus yang terbawa darah ke dalam paru dan kemudian menyumbat satu atau
lebih arteri pulmonalis yang memperdarahi paru-paru. Keadaan ini mengakibatkan
kelainan emboli pulmoner yang kadang-kadanag dapat menimbulkan kematian setelah
serangan stroke. Gejalanya nyeri dada dan sesak napas.
4. Dekubitus
Karena penderita mengalami kelumpuhan dan kehilangan perasaanya,
dekubitus selalu menjadi ancaman khususnya di daerah bokong, panggul, pergelangan
kaki, tumit, dan bahkan telinga. Dekubitus dapat menimbulkan rasa nyeri dan dapat
menimbulkan suatu infeksi sehingga kulit luka pada permukaannya dan kuman dapat
masuk.
5. Kejang (konvulsi)
Beberapa penderita stroke dapat mengalami serangan kejang pada hari-hari
pertama setelah serangan. Serangan ini dapat berupa kedutan atau (twiching) atau
kejang kaku (spasme) pada otot, pernapasan yang berisik, lidah yang tergigit, mulut
yang berbuih, inkontinensia dan kehilangan kesadaran dalam waktu yang singkat.
Serangan ini lebih besar kemungkinannya terjadi bila korteks serebri sendiri telah
terkena, daripada serangan stroke yang mengenai struktur otak yang lebih dalam.
Kemungkinan lain disebabkan oleh emboli serebral.
6. Problem kejiwaan
Penderita sering mengalami depresi setelah serangan stroke. Disamping rasa
rendah diri yang bisa dipahami sebagai suatu reaksi emosional terhadap kemunduran
kualitas keberadaan mereka. Depresi merupakan penyebab utama yang menerangkan
mengapa penderita tidak mampu bereaksi dengan kecepatan yang normal terhadap
seyiap upaya remobilisasi. (Thomas, 1988: 46)

H. PENATALAKSANAAN/ TERAPI
1. Penatalaksanaan medis
a. Terapi medis
1) Neuroproteksi
2) Antikoagulasi
3) Trombolisis intravena
4) Trombolisis intra arteri
5) Terapi perfusi
6) Neuroproteksi
Pada stoke iskemik akut, dalam batas-batas waktu tertentu sebagian
besar cedera jariingan neuron dapat di pulihkan. Mempertahankan fungsi
jaringan adalah tujuan dari apa yang disebut sebagai strategi neuruprtektif.
Hipotermi adalah terapi neuroprotektif yang sudah lama di gunakan pada
kasus trauma otak dan terus di teliti pada stroke. Cara kerja metode ini adalah
menurunkan aktivitas metabolisme dan tentu saja kebutuhan oksigen sel-sel
neuro. Dengan demikian neuron terlindungi dari kerusakan lebih lanjut akibat
hipoksia berkepanjangan atau eksitotoksisitas yang dapat terjadi akibat jenjang
glutamat yang biasanya timbul akibat sel neuron. Pendekatan lain untuk
mempertahankan jaringan adalah pemakaian obat neuroprotektif. Banyak riset
stroke yang meneliti obata yang adapat menurunkan metabolisme neuron
mencegah pelepasan zat-zat toksik dari neuron yang rusak, atau memperkecil
respon hipereksitatorik yang merusak dari neuron-neuron di penumbra
iskemik yang mengelilingi daerah infark pada stroke.
7) Antikoagulasi
Diperlukan antikoagulasi dengan derajat yang lebih tinggi (INR 3,0-
4,0) untuk pasien stroke yang memiliki katub prostetik mekanis.
8) Trombolisis intravena
Resiko terbesar menggunakan terapi trombolitik adalah perdarahan
intraserebrum. Dengan demikian terapi harus digunakan hanya bagi pasien
yang telah di saring secara cerna dan yang tidak memenuhi satupun dari
kriteria eksklusi berikut :
a) Gambaran perdarahan intrakranium berupa masa yang besar pada CT.
b) Angiogram yang negativ untuk adanya bekuan
c) Peningkatan waktu protrombin/INR, yang mengisyaratkan kecendrungan
perdarahan
d) Adanya pembuluh dan luka yang belum sembuh dari trauma atau pemebdaha
yang baru terjadi
e) Tekanan darah diastolik yang sangat tinggi, hilangnya auturegulasi adalah
suatu resiko besar

I. ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a. Perubahan pada tingkat kesadaran atau responivitas yang dibuktikan dengan
gerakan, menolak terhadap perubahan posisi dan respon terhadap stimulasi,
berorientasi terhadap waktu, tempat dan orang
b. Ada atau tidaknya gerakan volunteer atau involunter ekstremitas, tonus otot,
postur tubuh, dan posisi kepala.
c. Kekakuan atau flaksiditas leher.
d. Pembukaan mata, ukuran pupil komparatif, dan reaksi pupil terhadap cahaya dan
posisi okular.
e. Warna wajah dan ekstremitas, suhu dan kelembaban kulit.
f. Kualitas dan frekuensi nadi, pernapasan, gas darah arteri sesuai indikasi, suhu
tubuh dan tekanan arteri.
g. Kemampuan untuk bicara
h. Volume cairan yang diminum dan volume urin yang dikeluarkan setiap 24 jam.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
a. Kerusakan mobilitas fisik
b. Perfusi jaringan tidak efektif
c. Kurang perawatan diri

3. INTERVENSI KEPERAWATAN
a. Kerusakan mobilitas fisik
NOC : Ambulasi/ROM normal dipertahankan.
Kriteria Hasil :
1) Sendi tidak kaku
2) Tidak terjadi atropi otot
NIC :
1) Terapi latihan Mobilitas sendi
2) Jelaskan pada klien&kelg tujuan latihan pergerakan sendi.
3) Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama latihan
4) Gunakan pakaian yang longgar
5) Kaji kemampuan klien terhadap pergerakan
6) Encourage ROM aktif
7) Ajarkan ROM aktif/pasif pada klien/keluarga.
8) Ubah posisi klien tiap 2 jam.
9) Kaji perkembangan/kemajuan latihan
b. Perfusi jaringan cerebral tidak
efektif NOC: perfusi jaringan
cerebral. Kriteria Hasil :
1) Perfusi jaringan yang adekuat didasarkan pada tekanan nadi perifer
2) kehangatan kulit
3) urine output yang adekuat dan tidak ada gangguan pada respirasi
NIC :

1) Perawatan sirkulasi
2) Peningkatan perfusi jaringan otak
3) Aktifitas :
a) Monitor status neurologic
b) monitor status respitasi
c) monitor bunyi jantung
4) letakkan kepala dengan posisi agak ditinggikan dan dalam posisi netral
5) kelola obat sesuai order
6) berikan Oksigen sesuai indikasi
c. Resiko infeksi
NOC : Risk Control
Kriteria Hasil :
1) Klien bebas dari tanda-tanda infeksi
2) Klien mampu menjelaskan tanda&gejala infeksi

NIC : Cegah infeksi

1) Mengobservasi & melaporkan tanda & gejala infeksi, seperti kemerahan,


hangat, rabas dan peningkatan suhu badan
2) Mengkaji suhu klien netropeni setiap 4 jam, melaporkan jika temperature
lebih dari 380C
3) Menggunakan thermometer elektronik atau merkuri untuk mengkaji suhu
4) Catat dan laporkan nilai laboratorium
5) Kaji warna kulit, kelembaban kulit, tekstur dan turgor lakukan dokumentasi
yang tepat pada setiap perubahan
6) Dukung untuk konsumsi diet seimbang, penekanan pada protein untuk
pembentukan system imun.
4. IMPLEMENTASI
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi
kestatus kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang
diharapkan (Gordon, 1994, dalam Potter & Perry, 1997). Ukuran intervensi
keperawatan yang diberikan kepada klien terkait dengan dukungan, pengobatan,
tindakan untuk memperbaiki kondisi, pendidikan untuk klien-keluarga, atau
tindakan untuk mencegah masalah kesehatan yang muncul dikemudian hari.
Untuk kesuksesan pelaksanaan implementasi keperawatan agar sesuai dengan
rencana keperawatan, perawat harus mempunyai kemampuan kognitif (intelektual),
kemampuan dalam hubungan interpersonal, dan keterampilan dalam melakukan
tindakan. Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan klien,
faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi
implementasi keperawatan, dan kegiatan komunikasi. (Kozier et al., 1995).

5. EVALUASI
Tahap evaluasi merupakan perbandingan yang sistematik dan terencana
tentang kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan, dilakukan
berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya.
Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai tindakan
keperawatan yang telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan klien
secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan.
Menurut Craven dan Hirnle (2000) Evaluasi didefenisikan sebagai keputusan
dari efektifitas asuhan keperawatan antara dasar tujuan keperawatan klien yang
telah ditetapkan dengan respon prilaku klien yang tampil.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Stroke adalah serangan otak yang timbulnya mendadak akibat tersumbat atau
pecahnya pembuluh darah otak. Stroke merupakan satu masalah kesehatan paling serius
dalam kehidupan modern saat ini. Jumlah penderita stroke terus meningkat setiap
tahunnya, bukan hanya menyerang mereka yang berusia tua, tetapi juga orang-orang muda
pada usia produktif.
Data penelitian mengenai pengobatan stroke hingga kini masih belum memuaskan
walaupun telah banyak yang dicapai, hasil akhir pengobatan kalau tidak meninggal hampir
selalu meninggalkan kecacatan. Agaknya pengobatan awal/dini seperti pencegahan sangat
bermanfaat, akan tetapi harus disertai dengan pengenalan dan pemahaman stroke pada
semua lapisan dan komjunitas dalam masyarakat.

B. SARAN
Mencegah lebih baik daripada mengobati. Istilah ini sudah sangat lumrah di kalangan
kita. Oleh karena itu, untuk mencegah terjadinya stroke, maka yang harus kita ubah mulai
sekarang adalah pola hidup dan pola makan yang sehat dan teratur. Jika kita membiasakan
hidup sehat, maka kita tidak akan mudah terserang penyakit.
DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth, , 2001, Keperawatan Medikal Bedah,EGC, Jakarta.


Brunner, I, S dan Suddarnth, Drs (2002) Buku Ajaran Keperawatan Medical Bedah Vol2
Jakarta: EGC
Carwin, J, E (2001) Buku Saku Patofisiologi, Jakarta: EGC
Carpenito Lynda Juall. 1999. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: EGC.
Doengoes, M.E., 2000, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, EGC, Jakarta.
Gleadle, Jonathan., 2005, Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik, EMS, Jakarta.
Henderson Leila. 2002. Stroke Panduan Perawatan. Jakarta: Arcan.
Kowalak. 2003. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta EGC.
Listiono L. Djoko. 1998. Ilmu Bedah Saraf Satyanegara Edisi III. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama.
Long Barbara. C. 1996. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Masjoer Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi ketiga Jilid Kedua. Jakarata: Media
Aesculapius.
Mardjono Mahar, Sidharta Priguna., 2006, Neurologi Klinis Dasar , P.T Dian Rakyat, Jakarta.
Gleadle, Jonathan., 2005, Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik, EMS, Jakarta.
Muttaqin Arif. 2008. Pengantar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem Peryarafan.
Jakarta: Salemba.
Price Sylvia. 2003. Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Thomas D.J. 1995. Stroke dan Pencegahannya. Jakarta: Arcan.
Widjaja Winardi. 1992. Simposium Tatalaksana Stroke 1992. Surabaya: IDASI.
Price, S.A., dan Wilson, L.M, 1995, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit,
EGC, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai