A. Definisi
Stroke (CVA) atau penyakit serebrovaskular mengacu kepada setiap
gangguan neurologi mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya
aliran darah melalui sistem suplai arteri otak sehingga terjadi gangguan peredaran
darah otak yang menyebabkan terjadinya kematian otak sehingga mengakibatkan
seseorang menderita kelumpuhan atau kematian (Fransisca, 2008; Price & Wilson,
2006). Stroke trombotik yaitu stroke yang disebabkan karena adanya penyumbatan
lumen pembuluh darah otak karena trombus yang makin lama makin menebal,
sehingga aliran darah menjadi tidak lancar. Penurunan aliran darah ini
menyebabkan iskemik.
Stroke thrombosis dapat mengenai pembuluh darah besar termasuk sistem
arteri carotis atau pembuluh darah kecil termasuk percabangan sirkulus wilis dan
sirkulasi posterior. Tempat yang umum terjadi thrombosis adalah titik percabangan
arteri serebral khususnya distribusi arteri carotis interna.
B. Etiologi
Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau bangun
tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan
tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral.Tanda dan gejala
neurologis seringkali memburuk pada 48 jam setetah thrombosis.Beberapa keadaan
yang menyebabkan trombosis otak:
1
1. Atherosklerosis
Atherosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya
kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah. Manifestasi klinis
atherosklerosis bermacam-macam. Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme
berikut :
Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan
terjadi perdarahan.
2. Hypercoagulasi pada polysitemia
Darah bertambah kental , peningkatan viskositas /hematokrit meningkat dapat
melambatkan aliran darah serebral.
3. Arteritis( radang pada arteri )
C. Faktor Resiko
Stroke dapat dicegah dengan memanipulasi faktor-faktor risikonya. Faktor
risiko stroke ada yang tidak dapat diubah, tetapi ada yang dapat dimodifikasi
dengan perubahan gaya hidup atau secara medic. Menurut Sacco 1997, Goldstein
2001, faktor-faktor risiko pada stroke adalah :
1. Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor resiko mayor yang dapat diobati. Insidensi stroke
bertambah dengan meningkatnya tekanan darah dan berkurang bila tekanan
darah dapat dipertahankan di bawah 140/90 mmHg, baik pada stroke iskemik,
perdarahan intrakranial maupun perdarahan subarachnoid.
2. Penyakit jantung
Meliputi penyakit jantung koroner, kongestif, hipertrofi ventrikel kiri, aritmia
jantung dan atrium fibrilasi merupakan faktor risiko stroke.
3. Diabetes mellitus
Diabetes mellitus adalah faktor risiko stroke iskemik. Resiko pada wanita lebih
besar daripada pria. Bila disertai hipertensi, risiko menjadi lebih besar.
4. Viskositas darah
Meningkatnya viskositas darah baik karena meningkatnya hematokrit maupun
fibrinogen akan meningkatkan risiko stroke.
5. Pernah stroke sebelumnya atau TIA (Trancient Ischemic Attack)
50% stroke terjadi pada penderita yang sebelumnya pernah stroke atau TIA.
Beberapa laporan menyatakan bahwa 1/3 penderita TIA kemungkinan akan
mengalami TIA ulang, 1/3 tanpa gejala lanjutan dan 1/3 akan mengalami
stroke.
6. Peningkatan kadar lemak darah
Ada hubungan positif antara meningkatnya kadar lipid plasma dan lipoprotein
dengan aterosklerosis serebrovaskular; ada hubungan positif antara kadar
kolesterol total dan trigliserida dengan risiko stroke; dan ada hubungan negatif
antara menigkatnya HDL dengan risiko stroke.
7. Merokok
Risiko stroke meningkat sebanding dengan banyaknya jumlah rokok yang
dihisap per hari.
8. Obesitas
Sering berhubungan dengan hipertensi dan gangguan toleransi glukosa.
Obesitas tanpa hipertensi dan DM bukan merupakan faktor risiko stroke yang
bermakna.
9. Kurangnya aktivitas fisik/olahraga
Aktivitas fisik yang kurang memudahkan terjadinya penimbunan lemak.
Timbunan lemak yang berlebihan akan menyebabkan resistensi insulin
sehingga akan menjadi diabetes dan disfungsi endote.
10. Usia tua
Usia berpengaruh pada elastisitas pembuluh darah. Makin tua usia, pembuluh
darah makin tidak elastis. Apabila pembuluh darah kehilangan elastisitasnya,
akan lebih mudah mengalami aterosklerosis.
11. Jenis kelamin (pria > wanita)
12. Ras (kulit hitam > kulit putih)
D. Patofisiologi
Trombosis diawali dengan adanya kerusakan endotel, sehingga tampak
jaringan kolagen di bawahnya. Proses trombosis terjadi akibat adanya interaksi
antara trombosit dan dinding pembuluh darah, adanya kerusakan endotel pembuluh
darah. Endotel pembuluh darah yang normal bersifat antitrombosis karena adanya
glikoprotein dan proteoglikan yang melapisi sel endotel dan adanya prostasiklin
(PGI2) pada endotel yang bersifat vasodilator dan inhibisi platelet agregasi. Pada
endotel yang mengalami kerusakan, darah akan berhubungan dengan serat-serat
kolagen pembuluh darah, kemudian merangsang trombosit dan agregasi trombosit
dan merangsang trombosit mengeluarkan zat-zat yang terdapat di dalam granula-
granula di dalam trombosit dan zat-zat yang berasal dari makrofag yang
mengandung lemak. Akibat adanya reseptor pada trombosit menyebabkan
perlekatan trombosit dengan jaringan kolagen pembuluh darah
Infark serbral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak.
Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh
darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh
darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau
cepat) pada gangguan lokal (thrombus, emboli, perdarahan dan spasme vaskuler)
atau oleh karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung).
Atherosklerotik sering/cenderung sebagai faktor penting terhadap otak, thrombus
dapat berasal dari flak arterosklerotik , atau darah dapat beku pada area yang
stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi. Thrombus dapat
pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai emboli dalam aliran darah.
Thrombus mengakibatkan ;
1. Iskemia jaringan otak yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan.
2. Edema dan kongesti disekitar area
Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada area infark
itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang
sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema pasien mulai menunjukan
perbaikan,CVA. Karena thrombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi
perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus
menyebabkan edema dan nekrosis diikuti thrombosis. Jika terjadi septik infeksi
akan meluas pada dinding pembukluh darah maka akan terjadi abses atau
ensefalitis , atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat
menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal iniakan me yebabkan
perdarahan cerebral, jika aneurisma pecah atau ruptur. Perdarahan pada otak
lebih disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik dan hipertensi pembuluh darah..
Perdarahanintraserebral yang sangat luas akan menyebabkan kematian
dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebro vaskuler. Jika sirkulasi
serebral terhambat, dapat berkembang anoksia cerebral. Perubahan disebabkan
oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk jangka waktu 4-6 menit.
Perubahan irreversibel bila anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat
terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya cardiac arrest.
E. Manifestasi Klinis
Stroke iskemik merupakan penyakit yang progresif dengan berbagai macam
tampilan klinis, dari yang ringan hingga yang berat. Gambaran klinis stroke
iskemik dapat berupa kelemahan anggota tubuh (jarang pada kedua sisi),
hiperrefleksia anggota tubuh, kelemahan otot-otot wajah, dysarthria, dysfagia,
peningkatan reflex muntah, diplopia, nystagmus, kelemahan otot mata, dan
penurunan kesadaran.
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan radiologis
a) CT-Scan
Pada kasus stroke, CT-Scan dapat menentukan dan memisahkan antara
jaringan otak yang infark dan daerah penumbra. Selain itu, alat ini bagus
juga untuk menilai kalsifikasi jaringan. Berdasarkan beberapa studi terakhir,
CT-Scan dapat mendeteksi lebih dari 90% kasus stroke iskemik, dan
menjadi baku emas dalam diagnosis stroke.
b) Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Secara umum lebih sensitif dibandingkan CT-Scan. MRI juga dapat
digunakan pada kompresi spinal. Kelemahan alat ini adalah tidak dapat
mendeteksi adanya emboli paru, udara bebas dalam peritoneum dan fraktur.
Kelemahan lainnya adalah prosedur pemeriksaan yang lebih rumit dan lebih
lama, hanya sedikit sekali rumah sakit yang mempunyai, harga pemeriksaan
yang sangat mahal serta tidak dapat dipakai pada pasien yang memakai alat
pacemaker jantung dan alat bantu pendengaran.
2. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan pada stroke akut meliputi beberapa
parameter yaitu hematologi lengkap, kadar gula darah, elektrolit, ureum,
kreatinin, profil lipid, enzim jantung, analisis gas darah, protrombin time (PT)
dan activated thromboplastin time (aPTT), kadar fibrinogen serta D-dimer.
Polisitemia vera dan trombositemia esensial merupakan kelainan darah yang
dapat menyebabkan stroke. Polisitemia, nilai hematokrit yang tinggi
menyebabkan hiperviskositas dan mempengaruhi darah otak. Trombositemia
meningkatkan kemungkinan terjadinya agregasi dan terbentuknya trombus.
Kadar glukosa darah untuk mendeteksi adanya hipoglikemia dan hiperglikemia
dimana dapat dijumpai gejala neurologis. Pemeriksaan elektrolit bertujuan
mendeteksi gangguan natrium, kalium, kalsium, fosfat dan magnesium yang
semuanya dapat menyebabkan depresi susunan saraf pusat. Analisis gas darah
perlu dilakukan untuk mendeteksi penyebab metabolik, hipoksia dan
hiperkapnia. Profil lipid dan enzim jantung untuk menilai faktor resiko stroke.
PT dan aPTT untuk menilai aktivitas koagulasi serta monitoring terapi.
Sedangkan D-dimer diperiksa untuk mengetahui aktivitas fibrinolisis.
G. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis
Untuk mengobati keadaan akut perlu diperhatikan faktor-faktor kritis sebagai
berikut:
a. Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan:
Mempertahankan saluran napas yang paten, yaitu sering lakukan
penghisapan lendir, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi,
membantu pernapasan.
Mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi klien, termasuk usaha
memperbaiki hipertensi dan hipotensi.
b. Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung
c. Merawat kandung kemih, serta sedapat mungkin jangan memakai kateter
d. Menempatkan klien pada posisi yang tepat, harus dilakukan secepat
mungkin. Posisi klien harus diubah setiap 2 jam dan dilakukan latihan-
latihan gerak pasif.
2. Pengobatan Konservatif
a. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebri (ADS) secara percobaan,
tetapi maknanya pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan
b. Dapat diberikan histamine, aminophilin, asetazolamid, papaverin
intraarterial
c. Medikasi antitrombosit dapat diresepkan karena trombosit memainkan
peran sangat penting dalam pembentukan thrombus dan embolisasi.
d. Antikoagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya atau
memberatnya thrombosis atau embolisasi dari tempat lain dalam sistem
kardiovaskular.
3. Pengobatan Pembedahan
a. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis yaitu dengan
membuka arteri karotis di leher.
b. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan
manfaatnya paling dirasakan oleh pasien TIA.
c. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut.
d. Ligasi arteri karotis komunis di leher khusunya pada aneurisma.
H. Komplikasi
Setelah mengalami stroke klien mungkin akan mengalami komplikasi, komplikasi
ini dapat dikelompokkan berdasarkan:
1. Dalam hal immobilisasi: infeksi pernapasan, nyeri tekan, konstipasi, dan
tromboflebitis
2. Dalam hal paralisis: nyeri pada daerah punggung, dislokasi sendi, deformitas,
dan terjatuh
3. Dalam hal kerusakan otak: epilepsy dan sakit kepala
4. Hidrosefalus
I. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan pertukaran gas b.d ketidakseimbangan perfusi ventilasi dan
perubahan membran alveolar-kapiler
Ditandai dengan:
DS : klien mengatakan sulit bernapas, sesak napas
DO :
a. Gangguan visual
b. Penurunan karbondioksida
c. Takikardi
d. Tidak dapat istirahat
e. Somnolen
f. Irritabilitas
g. Hipoksia
h. Bingung
i. Dispnea, perubahan warna kulit (pucat, sianosis)
j. Hipoksemia dan hiperkarbia
k. Frekuensi, irama, dan kedalaman pernapasan abnormal
l. Diaphoresis
m. pH darah arteri abnormal
n. Mengorok/ stridor
2. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b.d peningkatan TIK
Ditandai dengan:
DS : keluarga mengatakan klien tidak sadar
DO :
a. Perubahan tingkat kesadaran
b. Gangguan atau kehilangan memori
c. Deficit sensorik
d. Perubahan tanda vital
e. Perubahan pola istirahat
f. Kandung kemih penuh
g. Gangguan berkemih
h. Demam
i. Batuk
j. Perubahan reflex
k. Perubahan kekuatan otot
l. Perubahan visual
m. Kejang
n. Pergerakan tidak terkontrol
3. Gangguan mobilitas fisik b.d gangguan neurovascular
Ditandai dengan:
DS : klien mengatakan sulit bergerak
DO :
a. Kelemahan
b. Parastesia
c. Paralisis
d. Kerusakan koordinasi
e. Keterbatasan rentang gerak
f. Penurunan kekuatan otot
4. Gangguan komunikasi verbal b.d gangguan sirkulasi serebral
Ditandai dengan:
DS : klien mengatakan sulit berbicara
DO :
a. Disartria
b. Afasia
c. Kata-kata tidak dimengerti
d. Tidak mampu memahami bahasa lisan dan tulisan
5. Defisit perawatan diri b.d paralisis, hemiparesis, quadriplegia
Ditandai dengan:
DS : klien mengatakan badan lumpuh sebagian atau seluruhnya
DO :
a. Klien bedrest
b. Perubahan TTV
c. Penurunan tingkat kesadaran
d. Klien terlihat tidak rapi dan kotor
6. Resiko penurunan curah jantung b.d kerusakan pada jaringan otak
Ditandai dengan:
DS : klien mengatakan jantung berdebar-debar
DO :
a. Perubahan irama jantung (aritmia, takikardia, bradikardia)
b. Perubahan preload (distensi vena jugularis, kelelahan, edema,
murmur, peningkatan dan penurunan tekanan vena pusat (CVP),
peningkatan dan penurunan tekanan pulmonal (PAPW), dan
perubahan berat badan.
c. Perubahan afterload (kulit dingin, sesak nafas atau apnea, oligouria,
pengisian kapiler lambat, penurunan nadi perifer, perubahan TD,
peningkatan dan penurunan resistensi pembuluh sistemik (SVR),
peningkatan dan penurunan PVR, dan perubahan warna kulit)
d. Perubahan kontraktilitas (crackles, batuk, orthopnea, CO>4 l/mnt,
CI< 2,5 l/menit, penurunan hantaran paksi S VI (VSWI), terdapat
suara S3 dan S4.
7. Kurangnya pengetahuan tentang perawatan stroke b.d kurangnya informasi
mengenai pencegahan, perawatan, dan pengobatan stroke di rumah
Ditandai dengan:
DS : klien, dan atau keluarga mengatakan tidak tahu tentang penyakitnya
DO :
a. Sulit mengikuti petunjuk
b. Tidak melakukan pemeriksaan secara akurat
c. Kurang mengenal masalah
d. Kurang dapat mengingat
e. Salah menginterpretasikan informasi
f. Keterbatasan pengetahuan
g. Tidak tertarik belajar
h. Tidak familiar terhadap sumber-sumber informasi
8. Resiko cedera b.d paralisis
Ditandai dengan:
DS : klien mengatakan kelumpuhan anggota gerak
DO :
a. Hemiplegia
b. Klien melakukan aktivitas dengan bantuan atau menggunakan alat
bantu
c. Berjalan lamban
9. Resiko aspirasi b.d kehilangan kemampuan untuk menelan
Ditandai dengan:
DS : klien atau keluarga mengatakan klien sulit menelan
DO :
a. Batuk saat menelan
b. Dispnea
c. Bingung
d. Penurunan PaCO2
10. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d ketidakmampuann
menelan sekunder dari paralisis.
Ditandai dengan:
DS : klien atau keluarga mengatakan klien sulit menelan
DO :
a. Klien menunjukkan ketidakadekuatan nutrisi
b. Terjadi penurunan BB 20% atau lebih dari berat badan ideal
c. Konjungtiva anemis
d. Hb abnormal
e. Sulit membuka mulut
f. Sulit menelan
g. Lidah sulit digerakkan
11. Gangguan proses pikir b.d gangguan aliran darah serebral, gangguan sensasi,
dan kegagalan interpretasi terhadap rangsangan lingkungan.
Ditandai dengan:
DS : klien mengatakan mengalami gangguan konsentrasi
DO :
a. Penurunan kesadaran (GCS menurun)
b. Penurunan agitasi
c. Kurang kooperatif
d. Gangguan memori
e. Gangguan bahasa
f. Labil
g. Gangguan persepsi
h. Perubahan gambaran diri
i. Perubahan sensasi
j. Perubahan pandangan
k. Perubahan mobilitas
J. Intervensi Keperawatan
No Tgl/ Tujuan
Intervensi Rasional
Dx jam Kriteria hasil
1 Setelah dilakukan intervensi
selama 1x24 jam, gangguan
pertukaran gas teratasi dengan
kriteria:
1 Klien akan merasa nyaman 1.1 Istirahatkan klien dalam posisi Posisi semilowler membantu dalam ekspansi otot-
semifowler otot pernapasan dengan pengaruh gravitasi
2 Klien mengatakan sesak 1.1 Pertahankan oksigenasi NRM 8-10 Oksigen sangat penting untuk reaksi yang
berkurang dan dapat lpm memelihara suplai ATP. Kekurangan oksigen pada
membandingkan dengan jaringan akan menyebabkan lintasan metabolism
keadaan sesak pada saat yang normal dengan akibat terbntuknya asam
serangan pada waktu yang laktat (asidosis metabolic) ini akan bersama
berbeda dengan asidosis respirtorik akan menghentikan
metabolisme. Regenerasi ATP akan berhenti
sehingga tidak ada lagi sumber energy yang terisi
dan terjadi kematian.
3 TD dalam batas normal 3.1 Observasi TTV tiap jam untuk Normalnya tekanan darah akan sama pada berbagai
18-44 tahun: 140/90 melindungi respon klien posisi. Nadi menandakan tekanan dinding arteri.
mmHg 45-64 tahun: Nadi > 50x/menit menunjukkan penurunan
150/95 mmHg elastisitas arteri, yang akan menyebabkan
≥65 tahun : 160/95 mmHg berkurangnya aliran darah arteri dan transport
Nadi dalam batas normal oksigen. Tekanan nadi <30x/menit menandakan
Remaja: 50-110x/menit
14
Dewasa: 70-82x/menit insufisiensi sirkulasi volume darah, yang
mengakibatkan kekurangan oksigen ringan. Suhu
aksila normalnya 36,70C
Suhu tubuh abnormal disebabkan oleh mekanisme
pertahanan tubuh yang menandakan tubuh
kehilangan daya tahan atau mekanisme pengaturan
suhu tubuh yang buruk
4 AGD dalam batas normal 4.1 Kolaborasi pemeriksaan Sesak nafas merupakan suatu bukti bahwa tubuh
pH: 7,35-7,45 AGD melakukan mekanisme kompensasi guna mencoba
CO2: 20-26mEq (bayi), 26- membawa oksigen lebih banyak ke jaringan. Sesak
28 mEq (dewasa) napas pada penyakit paru dan jantung
PO2 (PaO2) 80-110 mmHg mengkhawatirkan karena dapat timbul hipoksia
PCO2 (PaCO2) 35-45 mmHg
Sa O2: 95-97%
2. Setelah dilakukan intervensi
keperawatan, klien tidak
menunjukkan peningkaatan
TIK, dengan kriteria:
1. Klien akan mengatakan tidak 1.1 Ubah posisi klien secara bertahap Klien dengan paraplegia berisiko mengalami luka
sakit kepala dan merasa tekan (dekubitus). Perubahan posisi setiap 2 jam
nyaman dan melindungi respon klien dapat mencegah
teterjadinya luka tekan akibat tekanan yang lama
karena jaringan tersebut akan kekurangan nutrisi
dan oksigen yang dibawa oleg darah
15
Bedrest
2. Mencegah
bertujuan
cedera
mengurangi kerja fisik,
4.1beban
Atur posisi klien bedrest
kerja jantung, mengatasi keadaan high output yang disebabkan oleh tiroksin, anemia, beri-beri, dll, mengatasi keadaan yang dapat menyebabkan demam, takikardi
arterioles, dan yang merupakan beban kerja jantung.
4.2 Jaga susasana tenang Suasana terang akan memberikan rasa nyaman pada
klien dan mencegah ketegangan
4.3 Kurangi cahaya ruangan Cahaya merupakan salah satu rangsangan yang
beresiko terhadap TIK
16
sonde sesuai jadwal
Mencegah resiko cedera cedera jatuh dari tempat
tidur akibat tidak sadar
4.9 Pasang pagar tempat tidur
17
5= melokalisasi
nyeri 4=
menghindari nyeri
3= fleksi Perubahan pupil menunjukkan tekanan pada saraf
3. Pupil membaik 2= ekstensi okulomotorius atau optikus
1= tidak berespon
Saraf cranial VI atau saraf berhubungan dengan
abdusen, mengatur dan berhubungan dengan
abduksi mata. Saraf cranial V atau saraf trigeminus
3.1 Kaji respon pupil: pergerakan mata juga mengatur pergerakan mata
konjugasi diatur oleh saraf bagian
korteks dan batang otak Perubahan tanda vital menandakan peningkatan
4. TTV normal, GCS TIK. Perubahan nadi dapat menunjukkan tekanan
normal 3.2 Periksa pipil dengan penlight batang otak, pada awalnya melambat kemudian
meningkat untuk mengkompensasi hipoksia. Pola
pernapasan beragam melindungi gangguan pada
berbagai lokasi. Pernapasan chyne-stoke
(meningkat bertahap, peningkatan periode apnea)
menunjukkan kerusakan kedua henisfer serebri,
4.1 Kaji perubahan TTV mesenfalon, dan pons atas. Pernapasan ataksia
(tidak teratur dengan pernapasan dalam dan
dangkal) menandakan disfungsi pada medular.
Ketidakteraturan pernapasan: frekuensi melambat,
dengan pemanjangan periode apnea meningkatnya
TD, dan pelebaran tekanan nadi merupakan tanda
awal yang menunjukkan hipoksia.
18
4.2 Catat muntah, sakit kepala (konstan, Muntah akibat dari tekanan pada medulla.
letargi), gelisah, pernapasan yang Perubahan yang jelas (contoh letargi, gelisah,
kuat, gerakan yang tidak bertujuan, pernapasan yang kuat, gerakan yang tak bertujuan
dan perubahan fungsi dan perubahan fungsi mental). Kompensasi
pergerakan saraf, peningkatan TIK, dan nyeri.
Perubahan ini merupakan indikasi awal perubahan
TIK merangsang pusat muntah di otak dan
mengejan, yang dapat menyebabkan maneuver
valsava.
3 Klien akan memiliki mobilitas
fisik yang maksimal dengan Lobus frontal dan parietal berisi saraf-saraf yang
kriteria: mengatur fungsi motorik dan sensorik dan dapat
1. Tidak ada kontraktur 1.1 Kaji fungsi motorik dan sensorik dipengaruhi oleh iskemia atau perubahan tekanan
otot dengan mengobservasi setiap
2. Tidak ada ankilosis pada ekstremitas secara terpisah terhadap
sendi kekuatan dan gerakan normal,
3. Tidak terjadi atropi respon terhadap rangsang Mencegah terjadinya luka tekan akibat tidur terlalu
4. Mampu menggunakan lama pada satu sisi sehingga jaringan yang tertekan
alat bantu secara efektif 2.1 Ubah posisi klien tiap 2 jam akan kekurangan nutrisi yang dibawa darah
melaluui oksigen. Jangan gunakan bantal di bawah
lutut pada saat pasien terlentang karena resiko
terjadinya hiperekstensi pada lutut. Tetapi letakkan
gulungan handuk dalam jangka waktu singkat.
19
footdrop
3.1 Lakukan latihan secara teratur dan
letakkan telapak kaki klien di lantai
saat duduk di kursi atau papan Dapat terjadi dislokasi panggul jika meletakkan
penyangga saat tidur di tempat tidur kaki terkulai dan jatuh serta mencegah fleksi
3.2 Topang kaki saat mengubah posisi Posisi ini membidangi bahu dalam berputar dan
dengan meletakkan bantal di satu mencegah edema dan akibat fibrosis
sisi saat membalikkan klien
20
fleksi dan ibu jari dalam posisi pergerakan berhubungan dengan fibrosis sendi
berhubungan dengan abduksi. atau subluksasi
Gunakan pegangan berbentuk roll.
Lakukan latihan pasif, jika jari-jariKlien hemiplegia mempunyai ketidakseimbangan
pergelangan tangan spastic, gunakan sehingga perlu dibantu untuk keselamatan dan
splint. keamanan
Klien hemiplegia perlu latihan untuk belajar
3.6 Lakukan latihan di tempat tidur. berpindah tempat dengan cara aman dari kursi,
Lakukan latihan kaki sebanyak 5x toilet, dan kursi roda
kemudian ditingkatkan secara
perlahan sebanyak 20x setiap
latihan
21
4 Setelah dilakukan intervensi
selama 1x24 jam, pemenuhan
kebersihan mandi, gigi, dan
mulut, berpakaian, menyisir
rambut terpanuhi dengan
kriteria:
1. Klien tampak bersih dan rapi 1.1 Bantu klien mandi Memandikan klien merupakan alah satu cara
memperkecil infeksi nosokomial, dengan
memandikan klien perawat akan menemukan
kelainan pada kulit seperti memar, tanda lahir,
kulit
pucat, dekubitus, dll.
2. Napas tidak berbau 2.1 Lakukan oral higyene
Membersihkan mulut dan gigi, perawat dapat
mengetahui adanya kelainan seperti karies, gigi
palsu, gusi berdarah, napas bau aseton sebagai cirri
khas DM serta adanya tumor
3. Kebutuhan terpenuhi 3.1 Bantu klien berpakaian
3.2 Bantu klien menyisir rambur Merupakan bentuk fisioterapi
3.3 Bantu klien mengganti alas tempat Mengurangi resiko terjadinya ruam, infeksi pada
tidur klien
Alas tempat tidur tempat berkembangnya kuman
3.4 Ganti alas tempat tidur
22
5 Setelah dilakukan intervensi
keperawatan klien dapat
berkomunikasi secara efektif
dengan kriteria: Komunikasi membantu meningkatkan proses
1. Klien memahami dan 1.1 Lakukan terapi berbicara penyampaian dan penerimaan bahasa. Beberapa
membutuhkan komunikasi klien afasia perlu terapi bicara sehingga perlu
dilakukan sedini mungkin komunikasi akan efektif.
Klien yang memahami bahasa akan merespon
bahasa atau pesan dari komunkasi
23
Jika klien sulit mengerti ekspresi
verbal, ulangi kata-kata mulai
dari yang sederhana
Gunakan bahasa dengan lambat
dan berikan waktu untuk
merespon
Dengarkan dan amati secara
seksama saat berkomunikasi
dengan klien afasia
Antisipasi kebutuhan klien afasia,
untuk memahami perasaan tak
mampu berkomunikasi
Perpendek jarak komunikasi
dengan posisi langsung
berhadapan dan pembicaraan
langsung mengarah ke topik,
beritahu klien jika hendak
mengganti topik
6 Setelah dilakukan intervensi
keperawatan nutrisi terpenuhi
dengan kriteria:
1. Klien mampu 1.1 Kaji kebiasaan makan klien Kebiasaan makan klien akan mempengaruhi
menyampaikan keinginan keadaan nutrisinya
untuk makan
2. Klien menghabiskan porsi 2.1 Catat jumlah makanan yang dimakan Makanan yang telah disediakan telah disesuaikan
yang disediakan dengan kebutuhan klien
24
3. Berat badan dalam batas
normal 3.1 Kolaborasi dengan tim gizi dan Pemberian makanan pada klien disesuaikan dengan
dokter untuk pemenuhan kalori. kebutuhan nutrisi dan diagnosis penyakit serta usia,
Diet melindungi klien dari jenis kelamin, BB, TB, aktivitas, susu tubuh,
penyebab stroke, DM, dan penyakit metabolism.
lainnya
7 Setelah dilakukan intervensi
keperawatan selama 1x24 jam
klien tidak menunjukkan tanda-
tanda aspirasi dengan kriteria:
1. Tidak tersedak ketika 1.1 Kaji tanda aspirasi seperti demam, Klien dengan hemiplegia mengalami kelemahan
makan, tidak batuk ketika bunyi crackles, ronkhi, binngung, meneln sehingga resiko aspirasi
makan, tidak demam, tidak penurunan PaO2 pada AGD,
ada ronkhi memberikan makan dengan oral
2. Tidak ada perubahan warna atau
kulit NGT dengan senter untuk mengecek Jika terjadi aspirasi klien akan mengalami kesulitan
sumbatan bernapas sehingga terjadi gangguan pertukaran gas
yang ditandai dengan sesak napas, sianosis, dan
2.1 Kaji perubahan warna kulit seperti pucat.
pucat atau sianosis
25
K. Daftar Pustaka
Adib, M. 2009. Cara Mudah Memahami & Menghindari Hipertensi, Jantung, dan
Stroke. Dianloka Pustaka: Yogyakarta
Batticaca, Fransisca B. 2008. Asuhan Keperawatab pada Klien dengan Gangguan
Sistem Persyarafan. Salemba Medika: Jakarta
Corwin, Elisabeth J. 2001. Buku Saku Patofisiologi. EGC: Jakarta
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem
Persyarafan. Salemba Medika: Jakarta
Price & Wilson. 2006. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. EGC:
Jakarta
Potter & Perry. 2006. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan
Praktik Edisi 4. EGC: Jakarta
Smeltzer & Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC: Jakarta
26