Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA KLIEN DENGAN STROKE NON HEMORAGIK

Oleh :

I MADE FATRILIAN PRASETYA


209012415
KELOMPOK 10

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


STIKES WIRA MEDIKA BALI
DENPASAR
2021
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN DENGAN STROKE NON HEMORAGIK

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi
Stroke adalah gangguan peredaran darah otak yang menyebabkan
defisit neurologis mendadak sebagai akibat iskemia atau hemoragi sirkulasi
saraf otak [ CITATION Ami16 \l 1033 ]. Stroke merupakan sindrom klinis yang
timbulnya mendadak, progresif cepat, serta berupa defisit neurologis lokal
dan atau global yang berlangsung 24 jam atau lebih. Selain itu, juga bisa
langsung menimbulkan kematian yang disebabkan oleh gangguan peredaran
darah otak nontraumatik [ CITATION Tut12 \l 1033 ].
Stroke Non Hemoragik (stroke iskemik) merupakan suatu gangguan
fungsional otak yang terjadi secara mendadak dengan terjadinya
penggumpalan darah yang bersikulasi melalui pembuluh darah arteri yang
umumnya menyerang pada pagi hari hingga siang hari (pukul 06.00-12.00)
(Lingga, 2013). Stroke non hemoragik dapat berupa iskemia atau emboli dan
trombosis serebral, biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru
bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia
yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder
[ CITATION And13 \l 1033 ] . Stroke non hemoragik ialah tersumbatnya
pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau
keseluruhan terhenti [ CITATION Ami16 \l 1033 ].
2. Etiologi
Sari, Agianto, & Wahid (2015) menyebutkan stroke dapat disebabkan
oleh beberapa faktor, yaitu:
[ CITATION Sar15 \l 1033 ]
a. Trombosis serebri
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi
sehingga menyebabkan iskemia jaringan otak yang dapat menimbulkan
edema dan kongesti disekitarnya. Tanda dan gejala neurologi sering kali
memburuk dalam 48 jam setelah terjadinya thrombosis. Beberapa
keadaan di bawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak:
1) Aterosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta
berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah.
Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme berikut: lumen arteri
menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran darah, oklusi
mendadak pada pembuluh darah karena terjadi thrombosis yang
merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan
kepingan thrombus dan dinding arteri menjadi lemah.
2) Hiperkoagulasi darah bertambah kental, peningkatan
viskositas/hematocrit meningkat dapat melambatkan aliran darah
serebri.
3) Arteritis (radang pada arteri)
b. Emboli Serebri
Emboli serebri merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh
bekuan darah, lemak, dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari
thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebri.
Emboli serebri termasuk dalam urutan ke dua dari berbagai penyebab
utama.
Arum (2015) mengatakan selain hal-hal yang disebutkan diatas, ada
faktor-faktor lain yang menyebabkan stroke diantaranya::
[ CITATION Aru15 \l 1033 ]
a. Faktor risiko medis
Faktor risiko medis yang memperparah stroke adalah:
1) Arteriosklerosis (pengerasan pembuluh darah)
2) Adanya riwayat stroke dalam keluarga (factor keturunan)
3) Migraine (sakit kepala sebelah)
b. Faktor risiko pelaku
Stroke sendiri bisa terjadi karena faktor risiko pelaku. Pelaku
menerapkan gaya hidup dan pola makan yang tidak sehat. Hal ini terlihat
pada:
1) Kebiasaan merokok
2) Mengosumsi minuman bersoda dan beralkhohol
3) Suka menyantap makanan siap saji (fast food/junkfood)
4) Kurangnya aktifitas gerak/olahraga
5) Suasana hati yang tidak nyaman, seperti sering marah tanpa alasan
yang jelas
c. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi
1) Hipertensi (tekanan darah tinggi)
Tekanan darah tinggi merupakan peluang terbesar terjadinya stroke.
Hipertensi mengakibatkan adanya gangguan aliran darah yang mana
diameter pembuluh darah akan mengecil sehingga darah yang
mengalir ke otak pun berkurang. Dengan pengurangan aliran darah
keotak, maka otak kekurangan suplai oksigen dan glukosa, lama
kelamaan jaringan otak akan mati.
2) Penyakit jantung
Penyakit jantung seperti koroner dan infark miokard (kematian otot
jantung) menjadi faktor terbesar terjadinya stroke. Jantung
merupakan pusat aliran darah tubuh. Jika pusat pengaturan
mengalami kerusakan, maka aliran darah tubuh pun menjadi
terganggu, termasuk aliran darah menuju otak. Gangguan aliran
darah itu dapat mematikan jaringan otak secara mendadak ataupun
bertahap.
3) Diabetes Mellitus
Pembuluh darah pada penderita diabetes mellitus umumnya lebih
kaku atau tidak lentur. Hal ini terjadi karena adanya peningkatan
atau penurunan kadar glukosa darah secara tiba-tiba sehingga dapat
menyebabkan kematian otak.
4) Hiperkolesterolemia
Hiperkolesterolemia adalah kondisi dimana kadar kolesterol dalam
darah berlebih. LDL yang berlebih akan mengakibatkan
terbentuknya plak pada pembuluh darah. Kondisi seperti ini lama
kelamaan akan menganggu aliran darah, termasuk aliran darah ke
otak.
5) Obesitas
Obesitas atau overweight (kegemukan) merupakan salah satu factor
terjadinya stroke. Hal itu terkait dengan tingginya kadar kolesterol
dalam darah. Pada orang dengan obesitas, biasanya kadar LDL
(Low-Density Lipoprotein) lebih tinggi disbanding kadar HDL
(High-Density Lipoprotein). Untuk standar Indonesia,seseorang
dikatakan obes jika indeks massa tubuhnya melebihi 25 kg/m.
Sebenarnya ada dua jenis obesitas atau kegemukan yaitu obesitas
abdominal dan obesitas perifer. Obesitas abdominal ditandai dengan
lingkar pinggang lebih dari 102 cm bagi pria dan 88 cm bagi wanita.
6) Merokok
Menurut berbagai penelitian diketahui bahwa orang-orang yang
merokok mempunyai kadar fibrinogen darah yang lebih tinggi
dibanding orang-orang yang tidak merokok. Peningkatan kadar
fibrinogen mempermudah terjadinya penebalan pembuluh darah
sehingga pembuluh darah menjadi sempit dan kaku. Karena
pembuluh darah menjadi sempit dan kaku, maka dapat menyebabkan
gangguan aliran darah.
d. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
1) Usia
Semakin bertambahnya usia, semakin besar resiko terjadinya stroke.
Hal ini terkait dengan degenerasi (penuaan) yang terjadi secara
alamiah. Pada orang-orang lanjut usia, pembuluh darah lebih kaku
karena banyak penimbunan plak. Penimbunan plak yang berlebih akan
mengakibatkan berkurangnya aliran darah ke tubuh, termasuk otak.
2) Jenis Kelamin
Dibanding dengan perempuan, laki-laki cenderung beresiko lebih besar
mengalami stroke. Ini terkait bahwa laki-laki cenderung merokok.
Bahaya terbesar dari rokok adalah merusak lapisan pembuluh darah
pada tubuh.
3) Riwayat Keluarga
Jika salah satu anggota keluarga menderita stroke, maka kemungkinan
dari keturunan keluarga tersebut dapat mengalami stroke. Orang
dengan riwayat stroke pada keluarga memiliki resiko lebih besar untuk
terkena stroke dibanding dengan orang yang tanpa riwayat stroke pada
keluarganya.

4) Perbedaan Ras
Fakta terbaru menunjukkan bahwa stroke pada orang Afrika-Karibia
sekitar dua kali lebih tinggi daripada orang non-Karibia. Hal ini
dimungkinkan karena tekanan darah tinggi dan diabetes lebih sering
terjadi pada orang afrika-karibia daripada orang non-Afrika Karibia.
Hal ini dipengaruhi juga oleh factor genetic dan faktor lingkunga
3. Patofisiologi
Infark serebral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di
otak. Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan
besarnya pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area
yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak
dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal (trombus,
emboli, perdarahan, dan spasme vaskular) atau karena gangguan umum
(hipoksia karena gangguan paru dan jantung). AteroskIerosis sering sebagai
faktor penyebab infark pada otak. Trombus dapat berasal dan plak
arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang stenosis tempat aliran
darah mengalami pelambatan atau terjadi turbulensi [ CITATION Ari13 \l 1033 ].
Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai
emboli dalam aliran darah. Trombus mengakibatkan iskemia jaringan otak
yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan
kongesti di sekitar area. Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih
besar dari pada area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam
beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan
berkurangnya edema klien mulai menunjukkan perbaikan. Oleh karena
trombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi
pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan edema dan
nekrosis dikuti trombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada
dinding pembuluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika
sisa infeksi berada pada pcmbuluh darah yang tersumbat menyebabkan
dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan perdarahan
serebral, jika aneunrsma pecah atau rupture [ CITATION Ari13 \l 1033 ].
Perdarahan pada otak disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik dan
hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan
lebih sering menyebabkan kematian dibandingkan keseluruhan penyakit
serebro vaskular, karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak
peningkatan tekanan intrakranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan
herniasi otak pada falk serebri atau lewat foramen magnum [ CITATION Ari13 \l
1033 ].
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hermisfer
otak, dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke
batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus
perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus, dan pons. Jika sirkulasi
serebral terhambat, dapat berkembang anoksia serebral. Perubahan yang
disebabkan oleh anoksia serebral dapar reversibel untuk waktu 4-6 menit.
Perubahan ireversibel jika anoksia lebih dari 10 menit.Anoksia serebral dapat
terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya henti jantung
[ CITATION Ari13 \l 1033 ].
Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang
relatif banyak akan mengakibatkan peningkatan tekanan intrakranial dan
penurunan tekanan perfusi otak serta gangguan drainase otak. Elemen-
elemen vasoaktif darah yang keluar dan kaskade iskemik akibat menununnya
tekanan perfusi, menyebabkan saraf di area yang terkena darah dan
sekitarnya tertekan lagi. Jumlah darah yang keluar menentukan prognosis.
Jika volume darah lebih dan 60cc maka risiko kematian sebesar 93% pada
perdarahan dalam dan 71% pada perdarahan lobar. Sedangkan jika terjadi
perdarahan serebelar dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan
kemungkinan kematian sebesar 75%, narnun volume darah 5 cc dan terdapat
di pons sudah berakibat fatal [ CITATION Ari13 \l 1033 ].
Otak merupakan bagian tubuh yang sangat sensitif oksigen dan
gukosakarena jaringan otak tidak dapat menyimpan kelebihan oksigen dari
glukosa seperti halnya pada otot. Meskipun berat otak sekitar 2 % dari
seluruh berat badan, namun menggunakan sekitar 25 % suplayoksigen dan 70
% glukosa. Jika aliran darah ke otak terhambat maka akan terjadi iskemia dan
terjadi gangguan metabolisme otak yang kemudian terjadi gangguan perfusi
screbral. Area otak disekitar yang mengalami hipoperfus disebut penumbra.
Jika aliran darah ke otak terganggu lebih dan 30 detik pasien dapat menjadi
tidak sadar dan dapat terjadi kerusakanjaringan otak yang permanen jika
aliran darah otak terganggu lebih dan 4 menit [CITATION Tar13 \l 1033 ].
Untuk mempertahankan aliran darah ke otak maka tubuh akan
melakukan dua mekanisme tubuh yaitu mekanisme anastomosis dan
mekanisme autoregulasi. Meknisme anastomosis berhubungan dengan
suplay darah ke otak untuk pemenuhan kebutuhan oksigen danglukosa.
Sedangkan mekanisme autoregulasi adalah bagaimana otak
melakukanmekanisme/usaha sendiri dalam menjaga keseimbangan. Misalnya
jika terjadi hipoksemia otak maka pembuluh darah otak akan mengalami
vasodilatasi [CITATION Tar13 \l 1033 ].
4. Pathway Faktor resiko stroke
Ateriosklerosis

Aliran darah terhambat

Metabolisme Syok neurologik Hipoksia sel otak


anaerob
Resiko Perfusi Stroke Non Hemoragik
Nyeri Akut Peningkatan
Serebral Tidak
asam laktat
Efektif

Arteri vertebra basilaris


Arteri carotis interna Arteri cerebri media

Disfungsi N.II Disfungsi N.XI


Penurunan fungsi N.X dan N.IX Kerusakan neurocerebrospinal
Penurunan daya N.VII dan N. IX
Penurunan fungsi motorik dan muskuloskeletal
penglihatan Proses menelan Reflek batuk
tidak efektif Control otot facial/oral
menurun Kelemahan pada satu / keempat
Kemampuan retina untuk menjadi lemah
Disfagia anggota gerak
menangkap bayangan Penumpukan Ketidakmampuan bicara
sputum Hemiparase / plegi kanan dan kiri
Intake nutrisi kurang
Kerusakan articular,
Resiko Jatuh disatria Gangguan Mobilitas
Defisit Nutrisi Bersihan Jalan
Nafas Tidak Fisik
Efektif Gangguan Komunikasi
Verbal
5. Klasifikasi
Wijaya & Putri, (2013) mengatakan perjalanan penyakit atau stadium
pada stroke iskemik dapat diklasifikasikan menjadi 3 yaitu:
a. TIA (Trans Iskemik Attack)
Gangguan neurologis yang terjadi selama beberapa menit sampai
beberapa jam dengan gejala yang timbul akan hilang dengan spontan
dalam waktu kurang dari 24 jam.
b. Stroke Involusi
Stroke yang dapat terus berkembang dimana gangguan neurologis
terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses involusi ini dapat
berjalan selama 24 jam atau beberapa hari
c. Stroke Komplit
Gangguan neurologi yang dapat timbul dan sudah menetap atau
permanen, karena serangan TIA (Trans Iskemik Attack) yang berulang-
ulang.
6. Gejala Klinis
Wijaya dan Putri (2013) mengatakan gejala utama yang muncul pada
stroke adalah:
a. Timbulnya defisit neorologis sacara mendadak atau subakut didahului
gejala prodromal terjadi pada waktu istirahat atau bangun pagi dan
kesadaran biasanya tak menurun kecuali bila embolus cukup besar.
b. Gejala yang muncul pada perdarahan intraserebral adalah gejala
prodomal yang tidak jelas kecuali nyeri kepala karena hipertensi. Sifat
nyeri kepala hebat sekali, mual muntah seringkali teradi sejak permulaan
serangan.
c. Kesadaran biasanya menurun cepat termasuk koma (65% terjadi kurang
dari setengah jam, 23 % antara setengah sampai dua jam dan 12% terjadi
setelah 2 jam, sampai 19 hari).
d. Pada perdarahan subaraknoid didapatkan gejala prodomal berupa nyeri
kepala hebat dan akut. Kesadaran sering terganggu dan sangat bervariasi.
Ada gejala atau tanda rangsangan meninggal.
e. Edema papil dapat terjadi bila ada perdarahan subhialoid karena
pecahnya aneurisma pada arteri karotis interna.
f. Gejala neurologis yang timbul tergantung pada berat ringannya gangguan
pembuluh darah dan lokasinya , gejala yang muncul dapat berupa
kelumpuhan wajah dan anggota badan satu atau lebih anggota badan,
gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan, prubahan
mendadak status mental, afasia (bicara tidak lancer), ataksia anggota
badan, vertigo, mual muntah atau nyeri kepala.
g. Gejala khusus pada pasien stroke adalah kehilangan motorik misalnya
hemiplegia, hemiparesis, menurunnya tonus otot abnormal.
h. Kehilangan komunikasi misalnya disartria yaitu kesulitan bicara
disebabkan oleh paralisis otot yang bertanggung jawab untuk
menghasilkan bicara, disfasia atau afasia kehilangan bicara yang
terutama ekpresif/ represif.
i. Gangguan persepsi yaitu berupa homonimus hemianopsia yaitu
kehilangan setengah lapang pandang dimana sisi visual yang terkena
berkaitan dengan sisi tubuh yang paralisis, amforfosintesis yaitu keadaan
dimana cenderung berpaling
j. Gangguan visual spasia yaitu gangguan dalam mendapatkan hubungan
dua atau lebih objek dalam area spasial.
k. Kehilangan sensori antara lain tidak mampu merasakan posisi dan
gerakan bagian tubuh (kehilangan propriosetik) sulit mengintepretasikan
stimulasi visual, taktil dan auditorius.
7. Pemeriksaan Penunjang
Mutaqin (2013) menyebutkan pemeriksaan penunjang pada stroke non
hemoragik yaitu:
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Pemeriksaan Darah Lengkap
Darah yang diperiksa antara lain jumlah sel darah merah, sel darah
putih, leukosit, trombosit, dan lain-lain [ CITATION Ari13 \l 1033 ].
2) Tes darah Koagulasi
Tes ini terdiri dari tiga pemeriksaan, yaitu prothombin time, partial
thromboplastin time (PTT), international normalized ratio (INR),
dan agregasi trombosit. Keempat tes ini gunanya untuk mengukur
seberapa cepat darah si pasien menggumpal. Gangguan
penggumpalan bisa menyebabkan perdarahan atau pembekuan darah
[ CITATION Ari13 \l 1033 ].
3) Tes Kimia Darah
Cek darah ini untuk melihat kandungan gula darah, kolesterol, asam
urat, dan lain-lain. Andai kata kadar gula darah atau kolesterol
berlebih, bisa menjadi pertanda pasien sudah menderita diabetes
atau jantung. Kedua penyakit ini termasuk kedalam salah satu
pemicu stroke [ CITATION Ari13 \l 1033 ].
b. Pemeriksaan penunjang
1) Angiografi serebral
Membantu menentukan penyebab dan stroke secara spesifik seperti
perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari
sumber perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vascular
[ CITATION Ari13 \l 1033 ].
2) Lumbal pungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada cairan
lumbal menunjukkan adanya hemoragi pada subaraknoid atau
perdarahan pada intrakranial. Peningkatan jumlah protein
menunjukkan adanya proses inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor
merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan
perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal
(xantokrom) sewaktu hari-hari pertama [ CITATION Ari13 \l 1033 ].
3) CT scan
Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, dan
posisinya secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan
hiperdens fokal, kadang pemadatan terlihat di ventrikel, atau
menyebar ke permukaan otak [ CITATION Ari13 \l 1033 ].
4) MRI
MRI (Magnetic Imaging Resonance) menggunakan gelombang
magnetik untuk menentukan posisi dan besar/luas terjadinva
perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area yang
mengalami lesi dan infark akibat dan hemoragik [ CITATION Ari13 \l
1033 ].
5) USG Doppler
Mutaqqin (2013) mengatakan pemeriksaan USG Doppler dilakukan
untuk mengidentifkasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem
karotis).
6) EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan
dampak dan jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls
listrik dalam jaringan otak [ CITATION Ari13 \l 1033 ].
8. Penatalaksanaan
Tarwoto (2013) mengatakan penatalaksaan yang dilakukan pada
pasien dengan stroke non hemoragik yaitu:
[CITATION Tar13 \l 1033 ]
a. Penatalaksanaan Umum
1) Pada fase akut
a) Terapi cairan, pada fase akut stroke beresiko terjadinya
dehidrasi karena penurunan kesadaran atau mengalami disfagia.
Terapi cairan ini penting untuk mempertahankan sirkulasi darah
dan tekanan darah. The American Heart Association sudah
menganjurkan normal saline 50 mI/jam selama jam-jam
pertama dan stroke iskemik akut. Segera setelah hemodinarnik
stabil, terapi cairan rumatan bisa diberikan sebagai KAEN
3B/KAEN 3A. Kedua larutan ini Iebih baik pada dehidrasi
hipertonik serta memenuhi kebutuhan homeostasis kaliurn dan
natrium. Setelah fase akut stroke, larutan rumatan bisa
diberikan untuk memelihara homeostasis elektrolit, khususnya
kalium dan natrium.
b) Terapi oksigen pasien stroke iskemik dan hemoragik
mengalami gangguan aliran darah ke otak. Sehingga kebutuhan
oksigen sangat penting untuk mengurangi hipoksia dan
juga untuk mempertahankan metabolisme otak. Pertahankan
jalan napas pernberian oksigen penggunaan
ventilatormerupakan tindakan yang dapat dilakukan sesuai hasil
pemeriksaan analisa gas darah atau oksimetri.
c) Penatalaksanaan peningkatan tekanan intrakranial.
Peningkatan tekanan intrakranial biasanya disebabkan
karena edema serebri, oleh karena itu pengurangan edema
penting dilakukan misalnya dengan pemberian manitol, kontrol
atau pengendalian tekanan darah.
d) Monitor fungsi pernapasan : Analisa Gas Darah
e) Monitor Jantung dan tanda-tanda vital, pemeriksaan EKG. f)
Evaluasi status cairan dan elektrolit
f) Kontrol kejang jika ada dengan pemberian antikonvulsan,
dan cegah resiko injuri.
g) Lakukan pemasangan NGT untuk mengurangi kompresi
lambung dan pemberian rnakanan.
h) Cegah emboli paru dan tromboplebitis dengan antikoagulan.
i) Monitor tanda-tanda neurologi seperti tingkat kesadaran,
keadaan pupil, fungsi sensorik dan motorik, nervus kranial dan
refleks.
2) Fase rehabilitasi
a) Pertahankan nutrisi yang adekuat
b) Program managemen bladder dan bowel
c) Mempertahankan keseimbangan tubuh dan rentang gerak
sendi (ROM)
d) Pertahankan integriras kulit
e) Pertahankan komunikasi yang efekrif
f) Pemenuhan kebutuhan sehari-hari
g) Persiapan pasien pulang.
9. Komplikasi
Tarwoto (2013) mengatakan komplikasi stroke meliputi hipoksia
serebral, penurunan aliran darah serebral, dan luasnya area cedera.
a. Hipoksia serebral diminimalkan dengan memberi oksigenasi darah
adekuat ke otak. Fungsi otak bergantung pada ketersediaan oksigen yang
dikirimkan ke jaringan. Pemberian oksigen suplemen dan
mempertahankan hemoglobin serta hematrokrit pada tingkat dapat
diterima akan membantu dalam mempertahankan oksigenisasi jaringan.
b. Aliran darah serebral bergantung pada tekanan darah. Curah jantung,
dan integritas pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat (cairan
intravena) harus menjamin penurunan viskositas darah dan memperbaiki
aliran darah serebral. Hipertensi atau hipotensi eksterm perlu dihindari
dari untuk mencegah perubahan pada aliran darah serebral dan potensi
meluasnya area cedera.
c. Embolisme serebral dapat terjadi setelah infark miokard atau fibrilasi
atrium atau dapat berasal dari katup jantung prostetik. Embolisme akan
menurunkan aliran darah ke otak dan selanjutnya menurunkan aliran
darah serebral. Disritmia dapat mengakibatkan curah jantung tidak
konsisten dan pengehentika trombus lokal. Selain itu, disritmia dapat
menyebebkan embolus serebral dan harus diperbaiki.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Pengkajian pada stroke meliputi identitas klien, keluhan utama,
riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit
keluarga, riwayat pennyakit psikososial
a. Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan MRS,
nomor register, dan diagnosis medis.
b. Riwayat Sakit dan Kesehatan
1) Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan
adalah kelemahan anggota gerak sebalah badan, bicara pelo, tidak
dapat berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran.
2) Keluhan Utama
Serangan stroke berlangsuung sangat mendadak, pada saat klien
sedang melakukan aktivitas ataupun sedang beristirahat. Biasanya
terjadi nyeri kepala, mual, muntah, bahkan kejang sampai tidak
sadar, selain gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan
fungsi otak yang lain.
3) Riwayat penyakit sebelumnya
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes
melitus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala,
kontrasepsi oral yang lama, penggunaan anti kougulan, aspirin,
vasodilatator, obat-obat adiktif, dan kegemukan.
4) Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes
melitus, atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.
c. Pemeriksaan Fisik
1) B1 (Breathing)
Pada inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum,
sesak napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan
frekuensi pernapasan. Auskultasi bunyi napas tambahan seperti
ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi sekret dan
kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan pada klien
stroke dengan penurunan tingkat kesadaran koma. Pada klien dengan
tingkat kesadaran compos metris, pengkajian inspeksi pernapasannya
tidak ada kelainan. Palpasi toraks didapatkan taktil premitus
seimbang kanan dan kiri. Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas
tambahan.
2) B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan (syok
hipovolemik) yang sering terjadi pada klien stroke. Tekanan darah
biasanya terjadi peningkatan dan dapat terjadi hipertensi masif
(tekanan darah >200 mmHg).
3) B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung pada
lokasi lesi (pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang
perfusinya tidak adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder atau
aksesori). Lesi otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya.
Pengkajian B3 (Brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih
lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.
4) B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine
sementara karena konfusi, ketidakmampuan mengkomunikasikan
kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk mengendalikan kandung
kemih karena kerusakankontrol motorik dan postural. Kadang
kontrol sfingter urine eksternal hilang atau berkurang. Selama
periode ini, dilakukan kateterisasi intermiten dengan teknik steril.
Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukkan kerusakan
neurologis luas.
5) B5 (Bowel)
Didapatkan adanya keluhan kesulitan menelan, nafsu makan
menurun, mual muntah pada fase akut. Mual sampai muntah
disebabkan oleh peningkatan produksi asam lambung sehingga
menimbulkan masalah pemenuhan nutrisi. Pola defekasi biasanya
terjadi konstipasi akibat penurunan peristaltik usus. Adanya
inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis
luas.
6) B6 (Bone)
Stroke adalah penyakit UMN dan mengakibatkan kehilangan kontrol
volunter terhadap gerakan motorik. Oleh karena neuron motor atas
menyilang, gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi
tubuhh dapat menunjukkan kerusakan pada neuron motor atas pada
sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi motorik paling umum
adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi
otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi
tubuhh, adalah tanda yang lain. Pada kulit, jika klien kekurangan O2
kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor
kulit akan buruk. Selain itu, perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus
terutama pada daerah yang menonjol karena klien stroke mengalami
masalah mobilitas fisik. Adanya kesulitan untuk beraktivitas karena
kelemahan, kehilangan sensori atau paralise/ hemiplegi, serta mudah
lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat
d. PsikoSosialKultural
Pengkajian psikologis klien stroke meliputi beberapa dimensi yang
memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai
status emosi, kognitif dan perilaku klien. Dalam pola tata nilai dan
kepercayaan, klien biasanya jarang melakukan ibadah spiritual karena
tingkah laku yang tidak stabil dan kelemahan/kelumpuhan pada salah
satu sisi tubuh.
e. Pengkajian Saraf Kranial
1) Saraf I
Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada fungsi
penciuman.
2) Saraf II
Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensori primer
diantara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visual-
spasial (mendapatkan hubungan dua atau Iebih objek dalam area
spasial) sering terlihat pada klien dengan hemiplegia kiri. Klien
mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuan karena
ketidakmampuan untuk rnencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
3) Saraf III, IV, dan VI
Jika akibat stroke rnengakibatkan paralisis, pada satu sisi otot-otot
okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat
unilateral di sisi yang sakit.
4) Saraf V
Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan paralisis saraf
trigenimus, penurunan kemampuan koordinasi gerakan
mengunyah, penyimpangan rahang bawah ke sisi ipsilateral, serta
kelumpuhan satu sisi otot pterigoideus internus dan eksternus.
5) Saraf VII
Persepsi pengecapan dalarn batas normal, wajah asimetris, dan otot
wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.

6) Saraf VIII
Tidak ditemukan adanya tuli kondukrif dan tuli persepsi.
7) Saraf IX dan X
Kemampuan menelan kurang baik dan kesulitan membuka mulut.
8) Saraf XI
Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
9) Saraf XII
Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi, serta
indra pengecapan normal.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko perfusi serebral tidak efektif b.d. penurunan aliran darah dan
oksigen ke otak.
b. Bersihan jalan nafas b.d. hipersekresi jalan nafas d.d. pasien sesak nafas,
batuk tidak efektif, tidak mampu batuk, sputum berlebih, wheezing,
gelisah, sianosis, pola dan frekuensi nafas berubah.
c. Nyeri akut b.d. agen pencedera fisiologis (iskemia) d.d. pasien tampak
meringis, bersikap protektif, gelisah, frekuensi nadi meningkat, sulit
tidur, tekanan darah meningkat, pola nafas berubah, nafsu makan
berubah, berfokus pada diri sendiri dan diaforesis.
d. Defisit nutrisi b.d. dengan ketidakmampuan menelan makanan d.d. berat
badan menurun minimal 10%, bising usus hiperaktif, otot pengunyah
lemah, otot menelan lemah, membrane mukosa pucat, sariawan, serum
albumin turun, rambut rontok berlebihan dan diare.
e. Gangguan mobilitas fisik b.d. gangguan neuromuscular d.d. kekuatan
otot menurun, rentang gerak menurun, sendi kaku, gerakan tidak
terkoordinasi, gerakan terbatas dan fisik lemah.
f. Gangguan komunikasi verbal b.d. penurunan sirkulasi serebral d.d. tidak
mampu berbicara atau mendengar, menunjukkan respon tidak sesuai,
pelo, tidak ada kontak mata, sulit memahami komunikasi, sulit
menggunakan ekspresi wajah atau tubuh.
g. Resiko jatuh b.d. gangguan penglihatan (abiasio retina).

3. Intervensi
No. Tujuan dan
Intervensi Rasional
Dx kriteria hasil
1 Setelah dilakukan 1. Monitor tanda- 1. Mengetahui
asuhan tanda vital keadaan dan
keperawatan perkembangan
selama … x …. klien dengan
diharapkan resiko melihat tanda-
perfusi serebral tanda vitalnya
tidak efektif tidak 2. Monitor TIK 2. Memantau
terjadi dengan peningkatan TIK
kriteria hasil: 3. Monitor status 3. Memantau status
1. Tidak ada neurologi dengan neurologi klien
peningkatan ketat dan
tekanan bandingkan
intracranial dengan nilai
2. Tekanan darah normal
sistol normal 4. Periksa pasien 4. Mengetahui
(120mmHg) terkait ada apakah ada
3. Tekanan darah tidaknya gejala peningkatan TIK
diastolik kaku kuduk atau tidak
normal (80 5. Posisikan tinggi 5. Memberikan rasa
mmHg) kepala tempat nyaman dan
tidur 300 memberikan
ventilasi maksimal
6. Batasi cairan dan 6. Mengurangi
hindari cairan IV terjadinya
hipotonik peningkatan TIK
7. Edukasi keluarga 7. Memberikan
agar tetap pemahaman
berbicara dengan kepada keluarga
klien bahwa dukungan
dengan tetap
berbicara kepada
klien sangat
penting untuk
memotivasi klien
8. Delegatif 8. Membantu proses
pemberian therapy penyembuhan
obat klien
2 Setelah diberikan 1. Monitor respirasi 1. Mengetahui status
asuhan dan status O2 O2 pasien
keperawatan 2. Auskultasi suara 2. Mengetahui
selama …x … nafas, catat adanya adanya suara nafas
diharapkan suara tambahan tambahan
bersihan jalan 3. Berikan O2 3. Membantu
nafas tidak efektif memenuhi
dapat teratasi kebutuhan
dengan kriteria oksigenasi
hasil: 4. Anjurkan pasien 4. Untuk mengurangi
1. Tidak ada untuk istirahat dan gelisah dan sesak
dispnea napas dalam nafas
2. Frekuensi 5. Posisikan pasien 5. Untuk membantu
pernafasan untuk memaksimalkan
kembali memaksimalkan ventilasi
normal 30- ventilasi
60x/menit 6. Pertahankan 6. Untuk
3. Suara hidrasi yang mengencerkan
pernafasan adekuat untuk sekret atau sputum
kembali mengencerkan berlebih
normal sekret
vesikular 7. Lakukan 7. Membantu
4. Kemampuan fisioterapi dada mengeluarkan
untuk jika perlu sputum
mengeluarka 8. Keluarkan sekret 8. Batuk efektif dapat
n secret dengan batuk memaksimalkan
dengan baik, efektif atau pengeluaran
setiap batuk suction sputum berlebih
mengeluarka 9. Mengedukasi
n sekret 9. Jelaskan pada keluarga
(dahak encer) pasien dan
5. Pasien keluarga tentang
tampak penggunaan
tenang peralatan: O2,
Suction, Inhalasi. 10. Therapy untuk
10. Kolaborasi mengurangi faktor
pemberian therapy penyebab bersihan
bronkodilator, jalan nafas tidak
antibiotik  efektif.
3 Setelah dilakukan 1. Lakukan 1. Mengetahui skala
asuhan pengkajian nyeri nyeri dan
keperawatan komprehensif perkembangan
selama … x … yang meliputi nyeri yang
diharapkan nyeri lokasi, dirasakan pasien
menurun dengan karakteristik,
kriteria hasil: durasi, frekuensi,
1. Mampu kualitas, intensitas
menuntaskan atau beratnya
aktivitas nyeri dan faktor
secara mandiri pencetus
2. Keluhan nyeri 2. Berikan prinsip- 2. Memberikan rasa
menurun prinsip nyaman kepada
dengan skala manajemen nyeri pasien
nyeri dengan seperti teknik
rentang 0-10 relaksasi 3. Menambah
3. Tidak ada 3. Edukasi klien dan pengetahuan klien
sikap protektif keluarga klien dan keluarga
terhadap area dengan mengenai nyeri
nyeri memberikan yang dirasakan
4. Tidak ada informasi oleh pasien
gelisah mengenai nyeri
5. Tidak seperti penyebab
mengalami nyeri dan
kesulitan tidur antisipasi dari
6. Frekuensi ketidaknyamanan
nadi kembali akibat prosedur 4. Memberikan rasa
normal (60- 4. Kolaborasi dengan nyaman dan
100x/menit) keluarga pasien mengurangi
dan tim kesehatan kegelisahan pasien
lainnya untuk
memilih dan
mengimplementas
ikan tindakan
penurunan nyeri
nonfarmakologi
dan farmakologi
sesuai kebutuhan
4 Setelah dilakukan 1. Monitor kalori dan 1. Mengetahui
asuhan asupan makanan perkembangan
keperawatan status nutrisi
selama …x…. 2. Anjurkan pasien pasien
diharapkan nutrisi terkait dengan 2. Meningkatkan
pasien membaik kebutuhan kebutuhan nutrisi
dengan kriteria makanan tertentu pasien secara
hasil: berdasarkan teratur
1. Porsi perkembangan
makanan atau usia
yang (misalnya
dihabiskan peningkatan
meningkat asupan serat untuk
2. Perasaan mencegah
cepat konstipasi)
kenyang 3. Edukasi klien dan 3. Meningkatkan
menurun keluarga klien nafsu makan
3. Nyeri dengan pasien dan
abdomen menawarkan memberikan
menurun dari bimbingan informasi terkait
rentang 0-10 terhadap pilihan diet pasien
4. Berat badan makanan yang
membaik lebih sehat
5. Indeks massa 4. Kolaborasikan
tubuh dengan ahli gizi 4. Mengantisipasi
membaik mengenai diet jika asupan nutrisi
pasien pasien memburuk
5 Setelah dilakukan 1. Monitor lokasi 1. Mengetahui bagian
asuhan dan tubuh mana yang
keperawatan kecenderungan harus ditekankan
selama … x …. adanya nyeri dan dan tidak
diharapkan ketidaknyaman-an dilakukannya
gangguan selama pergerakan/
mobilitas fisik pergerakan/ mobilisasi
teratasi dengan aktivitas 2. Memberikan posisi
kriteria hasil: 2. Bantu pasien yang nyaman pada
1. Pergeraka mendapatkan pasien ketika
n posisi tubuh yang dilakukannya
ekstremita optimal untuk pergerakan
s pergerakan sendi
meningkat pasif maupun aktif 3. ROM dapat
2. Kekuatan 3. Dukung latihan melatih pergerakan
otot ROM aktif, sesuai sendi yang kaku
meningkat jadwal yang
3. Rentang teratur 4. ROM dapat
gerak 4. Lakukan latihan melatih pergerakan
(ROM) ROM pasif atau sendi yang kaku
dapat ROM dengan
meningkat bantuan 5. Mendukung pasien
5. Sediakan alat-alat ketika melakukan
bantu (misalnya latihan
tongkat, walker,
bantal atau
bantalan) untuk
mendukung pasien
dalam melakukan
latihan 6. Mempertahankan
6. Perkuat atau keseimbangan
berikan instruksi tubuh dan
bagaimana menopang
memposisikan tubuhnya ketika
tubuh dan melakukan
bagaimana pergerakan
melakukan
gerakan-gerakan
untuk
mempertahankan
atau meningkatkan
keseimbangan
selama latihan
atau aktivitas
sehari-hari 7. Mengedukasi
7. Edukasi klien dan untuk menambah
keluarga mengenai pemahaman klien
manfaat dan dan keluarga dan
tujuan melakukan mendorong untuk
latihan sendi melakukan latihan
yang telah
dinstruksikan
8. Membantu proses
8. Kolaborasi dengan penyembuhan
ahli terapi fisik klien
dalam
mengembangkan
dan menerapkan
sebuah program
latihan
6 Setelah dilakukan 1. Monitor kecepatan 1. Mengetahui
asuhan bicara, tekanan, perkembangan
keperawatan kuantitas, volume komuniksi verbal
selama … x …. dan diksi pasien
diharapkan 2. Monitor proses 2. Mengetahui
gangguan kognitif, anatomis, kemampuan pasien
komunikasi dan fisiologi dalam
verbal teratasi terkait dengan berkomunikasi
dengan kriteria kemampuan
hasil: berbicara
1. Kemampuan (misalnya,
berbicara memori,
meningkat pendengaran dan
2. Kemampuan bahasa)
mendengar 3. Sediakan metode 3. Melatih pasien
meningkat alternatif menulis agar gangguan
3. Kesesuaian dan membaca komunikasi verbal
ekspresi dengan cara yang cepat teratasi
wajah/tubuh tepat
dapat 4. Instruksikan 4. Melatih cara bicara
meningkat pasien untuk dan pergerakan
4. Tidak ada berbicara pelan bibir pasien
pelo 5. Edukasi pasien 5. Mempermudah
5. Tidak ada atau keluarga pasien menerima
gagap untuk pesan atau hal
6. Pemahaman menggunakan yang disampaikan
komunikasi proses kognitif, oleh klien dapat
membaik anatomis dan terima dengan
fisiologi yang mudah
terlibat dalam
kemampuan
berbicara
6. Kolaborasi
bersama keluarga 6. Mempercepat
dan ahli/terapis penyembuhan
bahasa patologis pasien
untuk
mengembangkan
rencana agar bisa
berkomunikasi
secara efektif
7 Setelah 1. Monitor gaya 1. Memantau
dilakukan asuhan berjalan (terutama kemampuan
keperawatan kecepatan), berjalan klien
selama … x …. keseimbangan dan
diharapkan resiko tingkat kelelahan
jatuh dapat dengan ambulasi
menurun dengan 2. Ajarkan pasien 2. Membantu pasien
kriteria hasil: untuk beradaptasi berjalan dengan
1. Jatuh dari terhadap baik dan
tempat modifikasi gaya mengurangi resiko
tidur dapat berjalan yang jatuh
menurun telah disarankan
2. Jatuh saat (terutama
berdiri kecepatan)
dapat 3. Sediakan
menurn pencahayaan yang 3. Membantu pasien
3. Jatuh saat cukup dalam dalam penglihatan
duduk rangka yang lebih jelas
dapat meningkatkan
menurun pandangan
4. Jatuh saat 4. Letakkan tempat
berjalan tidur mekanik 4. Mengurangi resiko
dapat pada posisi yang jatuh dari tempat
menurun paling rendah tidur
5. Jatuh saat 5. Edukasi klien dan
dipindahk keluarga mengenai 5. Memberikan
an dapat faktor resiko yang pemahan kepada
menurn berkontribusi klien dan keluarga
6. Jatuh saat terhadap adanya agar bisa untuk
naik kejadian jatuh dan meminimalkan
tangga bagaimana resiko jatuh
dapat keluarga bisa
menurn menurunkan
7. Jatuh saat resiko jatuh
di kamar 6. Kolaborasi dengan
mandi anggota tim 6. Mengurangi resiko
dapat kesehatan lain jatuh pasien
menurun untuk
8. Jatuh saat meminimalkan
membung efek samping dari
kuk dapat pengobatan yang
menurun berkontribusi pada
kejadian jatuh

4. Implementasi
Implementasi merupakan pelaksanaan perencanaan keperawatan
oleh perawat. Hal – hal yang perlu diperhatikan ketika melakukan
implementasi adalah intervensi dilaksanakan sesuai rencana setelah dilakukan
validasi, penguasaan interpersonal, intelektual, dan teknikal. Intervensi harus
dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat, keamanan fisik
dan psikologi dilindungi dan didokumentasi keperawatan berupa pencatatan
dan pelaporan [ CITATION Nik12 \l 1033 ].
5. Evaluasi
Rohmah & Walid (2012) menjelaskan bahwa fase akhir dari proses
keperawatan adalah evaluasi terhadap asuhan keperawatan yang diberikan.
Hal-hal yang dievaluasi adalah keakuratan, kelengkapan dan kualitas data,
teratasi atau tidaknya masalah klien, pencapaian tujuan serta ketepatan
intervensi keperawatan. Rohmah & Walid (2012) mengemukakan komponen
evaluasi hasil dapat dibagi menjadi 5 komponen, yaitu:
1) Menentukan kriteria, standard dan pernyataan evaluasi.
2) Mengumpulkan datamengenai keadaan klien terbaru.
3) Menganalisa dan membandingkan data terhadap kriteria dan standar.
4) Merangkum hasil dan membuat kesimpulan.
5) Melaksanakan tindakan yang sesuai berdasarkan kesimpulan.
Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai
tindakan keperawatan yang telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan
kebutuhan pasien secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan
yang dilakukan dengan format SOAP [ CITATION Nik12 \l 1033 ].
DAFTAR PUSTAKA

Ariani, T. A. (2012). Sistem Neurobehavior. Jakarta: Salemba Medika.

Arum. (2015). STROKE Kenali, Cegah dan Obati. Yogyakarta: Notebook.

Mutaqqin, A. (2013). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan


Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2016). Asuhan Keperawatan Praktis Berdasarkan


Penerapan Diagnosa Nanda, NIC, NOC dalam Berbagai Kasus Edisi
Revisi Jilid 2. Yogyakarta: Mediaction.

Rohmah, N., & Walid, S. (2012). Proses Keperawatan Teori dan Aplikasi.
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.

Sari, S. H., Agianto, & Wahid, A. (2015). Batasan Karakteristik dan Faktor yang
Berhubungan (Etiologi) Diagnosa Keperawatan: Hambatan Mobilitas Fisik
pada Pasien Stroke. Universitas Lambung Mangkurat, 12-21.

Tarwoto. (2013). Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Persarafan.


Jakarta: Sagung Keto.

Wijaya, A. S., & Putri, Y. M. (2013). Keperawatan Medikal Bedah 2


Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta: Nuha
Medika.

Anda mungkin juga menyukai