Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA PASIEN GANGGUAN SISTEM PERSYARAFAN STROKE


DI RUANG SAHADEWA RSUD SANJIWANI GIANYAR

OLEH:

NI MADE LINDA ADIMAHARANI


NIM. PO7120319070
PRODI NERS

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2019
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM PERSYARAFAN
STROKE

2.1. KONSEP DASAR TEORI


A. Definisi
Stroke adalah serangan otak yang timbul secara mendadak dimana terjadi
gangguan fungsi otak sebagian atau menyeluruh sebagai akibat dari gangguan
aliran darah oleh karena sumbatan atau pecahnya pembuluh darah tertentu di otak
sehingga menyebabkan sel-sel otak kekurangan darah, oksigen atau zat - zat
makanan dan akhirnya dapat terjadi kematian sel-sel tersebut dalam waktu relatif
singkat. (Yayasan Stroke Indonesia 2009).
Menurut Price & Wilson (2006) pengertian dari stroke adalah setiap gangguan
neurologik mendadak yang terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah
melalui sistem suplai arteri otak. Stroke juga didefinisikan sebagai kelainan fungsi
otak yang timbul mendadak, disebabkan karena terjadi gangguan peredaran darah
otak dan bisa terjadi pada siapa saja dan kapan saja (Muttaqin, 2008). Lebih lanjut
Irfan (2010) menyebutkan stroke atau cerebrovascular accident merupakan
gangguan sistem saraf pusat dan merupakan penyebab utama gangguan aktivitas
fungsional pada orang dewasa.
Dari beberapa uraian diatas dapat
dapat disimpulkan
disimpulkan bahwa pengertian stroke
adalah gangguan sirkulasi serebral yang disebabkan oleh sumbatan atau
penyempitan pembuluh darah oleh karena emboli, trombosis atau perdarahan
serebral sehingga terjadi penurunan aliran darah ke otak yang timbulnya secara
mendadak. Stroke diklasifikasikan menjadi dua yaitu stroke non hemoragik dan
stroke hemoragik berdasarkan kelainan dan tanda gejala yang dialami oleh pasien.

B. Klasifikasi
Menurut Pudiastuti (2011) stroke terbagi menjadi 2 kategori yaitu stroke
hemoragik dan stroke non hemoragik atau stroke iskemik.
1. Stroke hemoragik
Stroke hemoragik adalah stroke karena pecahnya pembuluh darah sehingga
menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu
daerah otak dan merusaknya. Hampir 70% kasus stroke hemoragik diderita oleh
penderita hipertensi. Stroke hemoragik digolongkan
digolongkan menjadi 2 jenis yaitu :
a. hemoragik intraserebral (perdarahan yang terjadi di dalam jaringan otak),
b. hemoragik subaraknoid (perdarahan yang terjadi pada ruang subaraknoid atau
ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan yang menutupi otak.
2. Stroke non hemoragik
Stroke non hemoragik atau stroke iskemik terjadi karena tersumbatnya
pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau
keseluruhan terhenti. Hal ini disebabkan oleh aterosklerosis yaitu penumpukan
kolesterol pada dinding pembuluh darah atau bekuan darah yang telah menyumbat
suatu pembuluh darah ke otak. Stroke iskemik ini dibagi 3 jenis yaitu:
a. stroke trombotik (proses terbentuknya thrombus hingga
hi ngga menjadi gumpalan),
b. stroke embolik (tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah),
c. hipoperfusion sistemik (aliran darah ke seluruh bagian tubuh berkurang karena
adanya gangguan denyut jantung).

C. Etiologi
Penyebab stroke menurut pembagiannya yaitu :
1. Stroke Hemoragik
a. Perdarahan intraserebrum hipertensif.
b. Perdarahan subaraknoid (PSA): ruptura aneurisma secular (berry), rupture
malformasi arteriovena (MAV), trauma.
c. Penyalahgunaan kokain, amfetamin
d. Perdarahan akibat tumor otak
e. Infark hemoragik
f. Penyakit perdarahan sistemik termasuk penggunaan obat antikoagulan.
2. Stroke Non Hemoragik
a. Trombosis (Bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher).
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga
menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapa menimbulkan oedema dan kongesti
di sekitarnya.Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau
bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan
penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral.Tanda dan
gejala neurologis seringkali memburuk pada 48 jam setelah thrombosis.
Adapun beberapa keadaan ini yang menjadi penyebab trombosis yaitu :
1) Atherosklerosis
Atherosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya
kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah. Manifestasi klinis
atherosklerosis bermacam-macam. Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme
berikut :

- Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran darah.


- Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi thrombosis.
thrombosis.
- Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan
kepingan thrombus (embolus)
- Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan
terjadi perdarahan.
2) Hypercoagulasi pada polysitemia
Darah bertambah kental, peningkatan viskositas /hematokrit meningkat dapat

melambatkan aliran darah serebral.


3) Arteritis ( radang pada arteri )
b. Embolisme serebral (Bekuan darah atau material lain yang di bawa ke otak
dari bagian otak atau dari bagian tubuh lain).
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan
darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung
yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut berlangsung
cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik. Beberapa keadaan dibawah ini
dapat menimbulkan emboli :

1) Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease (RHD)


2) Myokard infark
3) Fibrilasi, Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan
ventrikel sehingga darah terbentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktu kosong
sama sekali dengan mengeluarkan embolus-embolus kecil.
4) Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan terbentuknya
gumpalan-gumpalan pada endocardium.

Penyebab lain terjadinya stroke non hemoragik adalah :


1) Infeksi
Peradangan juga menyebabkan menyempitnya pembuluh darah, terutama yang
menuju ke otak.
2) Obat-obatan
Ada beberapa jenis obat-obatan yang justru dapat menyebabkan stroke seperti:
amfetamin dan kokain dengan jalan mempersempit lumen pembuluh darah ke

otak.
3) Hipotensi
Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan berkurangnya
aliran darah ke otak, yang biasanya menyebabkan seseorang pingsan. Stroke
bisa terjadi jika hipotensi ini sangat parah dan menahun.
D. Pathway

E. Faktor Risiko
Faktor resiko stroke dapat dikategorikan kedalam faktor resiko yang tidak dapat
dimodifikasi (non-modifiable) dan dapat dimodifikasi (modifiable).
1. Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi (non-modifiable)
Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi meliputi usia, jenis kelamin, ras, dan
herediter/keturunan.
a. Usia. Resiko stroke meningkat seiring dengan pertambahan usia, dua kali lipat
lebih besar ketika seseorang berusia 55 tahun. Namun, stroke dapat terjadi

juga pada semua usia.


b. Jenis kelamin. Sroke juga lebih umum terjadi pada laki-laki dari pada wanita,
namun lebih banyak wanita meninggal akibat stroke dari pada laki-laki.
c. Ras. Ras Africa- America (berkulit hitam) memiliki resiko yang lebih besar
mengalami stroke daripada ras yang berkulit putih. Hal ini berhubungan
dengan tingginya insiden hipertensi, obesitas, dan diabetes mellitus pada ras
Africa-America.
d. Riwayat keluarga. Riwayat keluarga terhadap kejadian stroke, serangan TIA
sebelumnya, atau stroke sebelumnya juga meningkatkan risiko terjadinya

stroke. Orang tua yang pernah mengalami stroke dikaitkan dengan


peningkatan risiko 3 kali lipat kejadian stroke pada keturunannya.
keturunannya.
2. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi
Faktor resiko yang dapat dimodifikasi adalah faktor-faktor yang berpotensi dapat
diubah melalui perubahan gaya hidup dan tindakan medis, sehingga mengurangi
risiko terjadinya stroke.
a. Hipertensi.
Hipertensi merupakan faktor resiko terjadinya stroke baik non
non perdarahan
perdarahan
atau perdarahan, dan juga menjadi factor terjadinya gangguan jantung yang

menjadi penyebab munculnya emboli otak. Hipertensi sangat berpengaruh


pada peredaran darah otak, karena menyebabkan terjadinya penebalan dan
remodeling pembuluh darah hingga memperkecil diameternya.

b. Penyakit jantung.
Penyakit jantung meliputi fibrilasi atrial, infark miokard, kardiomiopati,
abnormalitas katup jantung, dan kelainan jantung conginetal juga temasuk
kedalam faktor resiko stroke. Fibrilasi atrium adalah faktor risiko yang paling
penting diobati.
c. Dibetes melitus.
DM merupakan faktor resiko yang penting terhadap kejadian stroke, dan
meningkatkan resiko kejadian stroke pada semua usia. Individu dengan
diabetes mellitus memiliki resiko lima kali lebih besar terserang stroke dari

pada individu yang tidak menderita


menderita diabetes mellitus.
d. Peningkatan kolesterol serum.
Hiperlipidemia didefinisikan sebagai kondisi dimana kadar kolesterol total
lebih atau sama dengan 240 ml/dl. Kadar kolesterol yang tinggi merupakan
faktor resiko terjadinya penyakit kardiovaskular dan sebrovaskular.
e. Merokok.
Merokok merupakan faktor risiko untuk stroke, karena dapat meningkatkan
efek terbentuknya thrombus dan pembentukan aterosklerosis pada pembuluh
darah. Merokok meningkatkan hampir dua sampai emapt kali lipat resiko

stroke.
f. Efek alkohol terhadap resiko stroke tergantung pada jumlah yang alcohol
dikonsumsi. Mengkonsumsi lebih dari 1-2 minuman beralkohol setiap hari
memiliki resiko tinggi terhadap hipertensi, yang juga meningkatkan resiko
mereka menderita stroke.
g. Obesitas.
Obesitas juga berkaitan dengan hipertensi, gula darah tinggi, dan kadar lipid
darah, yang semuanya meningkatkan risiko stroke.
h. Hubungan ketidakaktifan fisik dan peningkatan risiko stroke sama besar baik

pada pria maupun wanita, tanpa memandang etnis/ras. Manfaat aktivitas fisik
yang rutin dilakukan baik ringan maupun sedang dapat memberikan efek yang
menguntungkan terutama untuk menurunkan faktor risiko.

i. Diet.
Pengaruh diet pada stroke belum demikian jelas, meskipun diet tinggi lemak
jenuh dan rendah konsumsi buah dan sayuran dapat meningkatkan risiko
stroke. Penggunaan obat-obatan terlarang, terutama penggunaan kokain, telah
dikaitkan dengan risiko stroke.
j. Sleep apnea merupakan faktor risiko independen untuk stroke dan dapat
meningkatkan risiko stroke atau kematian 2 kali lipat.

F. Manifestasi Klinis

1. Stroke Hemoragik
Stoke hemoragik menyebabkan defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi
(pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak
adekuat dan jumlah aliran darah kolateral. Stroke akan meninggalkan gejala sisa
karena fungsi otak tidak akan membaik sepenuhnya.
Berikut gejala dari stroke :
a. Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh ( hemiparese atau hemiplegia)
b. Lumpuh pada salah satu sisi wajah “ Bell’s Palsy”
Palsy”
c. Tonus otot lemah atau kaku

d. Menurun atau hilangnya rasa


e. Gangguan lapang pandang “ Homonimus Hemianopsia
Hemianopsia”
f. Gangguan bahasa (Disatria: kesulitan dalam membentuk kata; afhasia atau
disfasia: bicara defeksif/kehilangan bicara)
g. Gangguan persepsi
h. Gangguan status mental
Gejala yang ditimbulkan dapat pula diklasifikasikan berdasarkan sistem peredaran
darah yang terkena.
1. Sistem Karotis

Gejalanya :
a. Unilateral headache
1) Disartria
2) Afasia, bilamana mengenai hemisfer dominan
3) Amourosis fugaks (transient monocular blindness) ipsilateral menetap

4) Hemiparesis/paralisis kontralateral
5) Hemiparestesia/anestesia kontralateral
6) Brancio-Facial atau defisit ekstremitas bawah kontralateral
7) Deviasi konjugue ke arah lesi
b. Sistem vertebro-basilaris
1) Nistagmus
2) Diplopia
3) Gangguan penglihatan/pergerakan bola mata
4) Vornitus

5) Parestesia sirkumoral
6) Vertigo
7) Tinitus
8) Amnesia
9) Disartria
10) Disfagia
11) Drop attack
12) Hemihipestesia
13) Ataksia serebeller ipsilateral

14) Sindrom horner ipsilateral


15) Oftalmoplegia internuklearis

Tanda dan gejala yang muncul sangat tergantung pada daerah dan luasnya daerah
otak yang terkena:
a. Pengaruh terhadap status mental
 Tidak sadar : 30% – 40%
 Konfuse : 45% dari pasien biasanya sadar
b. Daerah arteri serebri media, arteri karotis interna akan menimbulkan:
 Hemiplegia kontralateral yang disertai hemianesthesia (30%-80%)
 Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35%-50%)
 Apraksia bila mengenai hemisfer non dominant(30%)
c. Daerah arteri serebri anterior akan menimbulkan gejala:
 Hemiplegia dan hemianesthesia kontralateral terutama tungkai (30%-80%)

 Inkontinensia urin, afasia, atau apraksia tergantung hemisfer mana yang


terkena
d. Daerah arteri serebri posterior
 Nyeri spontan pada kepala
 Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35-50%)
e. Daerah vertebra basiler akan menimbulkan:
 Sering fatal karena mengenai pusat-pusat vital di batang otak
 Hemiplegia alternans atau tetraplegia
 Kelumpuhan pseudobulbar (kelumpuhan otot mata, kesulitan menelan,
emosi labil)
Apabila dilihat bagian hemisfer mana yang terkena, gejala dapat berupa:
a. Stroke hemisfer kanan
 Hemiparese sebelah kiri tubuh
 Penilaian buruk
 Mempunyai kerentanan terhadap sisi kontralateral sebagai kemungkinan
terjatuh ke sisi yang berlawanan
b. stroke hemisfer kiri
 Mengalami hemiparese kanan
 Perilaku lambat dan sangat berhati-hati
 Kelainan bidang pandang sebelah kanan
 Disfagia global
 Afasia
 Mudah frustasi

2. Stroke Non Hemoragik


a. Kehilangan Motorik. Stroke adalah penyakit motor neuron atas dan
mengakibatkan kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik.
Disfungsi motor yang paling umum adalah Hemiparesis (kelemahan) dan
hemiplegia (paralisis pada satu sisi tubuh) sering terjadi setelah stroke,
yang biasanya desebabkan karena stroke pada bagian
bagian anterior atau bagian
tengah arteri serebral, sehingga memicu terjadinya infark bagian motorik dari
kortek frontal.

b. Aphasia, klien mengalami defisit dalam kemampuan berkomunikasi,


termasuk berbicara, membaca, menulis dan memahami bahasa lisan.
Terjadi jika pusat bahasa primer yang terletak
terlet ak di hemisfer
hemisf er yang terletak
di hemisfer kiri serebelum
se rebelum tidak mendapatkan aliran darah dari arteri
a rteri
serebral tengah karena mengalami stroke, ini terkait erat dengan area
wernick dan brocca.
c. Disatria, dimana klien mampu memahami percakapan tetapi sulit untuk
mengucapkannya, sehingga bicara sulit dimengerti. Hal ini disebabkan
oleh terjadinya paralisis otot yang bertanggung jawab untuk menghasilkan

bicara.
d. Apraksia yaitu ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang
dipelajari sebelumnya,
s ebelumnya, seperti terlihat ketika klien mengambil sisir dan
berusaha untuk menyisir rambutnya.
rambutnya.
e. Disfagia, dimana klien mengalami kesulitan dalam menelan karena stroke
pada arteri vertebrobasiler yang mepengaruhi saraf yang mengatur proses
menelan, yaitu N V (trigeminus), N VII (facialis), N IX (glossofarengeus) dan
N XII (hipoglosus).
f. Pada klien stroke juga mengalami perubahan dalam penglihatan seperti

diplopia.
g. Horner’s syndrome,
syndrome, hal ini disebabkan oleh paralisis nervus simpatis pada
mata sehingga bola mata seperti tenggelam, ptosis pada kelopak mata atas,
kelopak mata bawah agak naik keatas, kontriksi pupil dan berkurangnya air
mata.
h. Unilateral neglected
neglected merupakan ketidak mampuan
mampuan merespon
merespon stimulus dari
sisi kontralateral infark
i nfark serebral,
ser ebral, sehingga mereka sering mengabaikan
salah satu sisinya.
i. Defisit sensori disebabkan oleh stroke pada bagian sensorik dari lobus parietal

yang disuplai oleh arteri serebral bagian anterior dan medial.


j. Perubahan perilaku, terjadi jika arteri yang terkena stroke bagian otak yang
mengatur perilaku dan emosi mempunyai
mempunyai porsi yang bervariasi, yaitu bagian
kortek serebral, area temporal, limbik, hipotalamus, kelenjar pituitari yang
mempengarui korteks motorik dan area bahasa.

k. Inkontinensia baik bowel ataupun kandung kemih merupakan salah satu


bentuk neurogenic blader atau ketidakmampuan kandung kemih, yang
kadang terjadi setelah stroke. Saraf mengirimkan pesan ke otak tentang
pengisian kandung kemih tetapi otak tidak dapat enginterpretasikan secara
benar pesan tersebut dan tidak mentransmisikan pesan ke kandung kemih
untuk tidak mengeluarkan urin. Ini yang menyebabkan terjadinya
frekuensi urgensi dan inkontinensia.

G. Patofisiologi

1. Stroke Hemoragic
Tahapan patofisologi terjadinya stroke adalah kerusakan
ker usakan pembuluh darah otak,
pembuluh darah tidak mampu mengalirkan darah atau pembuluh darah pecah dan
bagian otak yang memperoleh darah dari pembuluh yang rusak tadi fungsinya
menjadi terganggu hingga timbul gejala-gejala stroke.
Tahapan tersebut tidak terjadi dalam waktu singkat. Pada tahap pertama
dimana dinding pembuluh darah yang mengalirkan darah ke otak mula-mula
terkena berupa aterosklerosis pada pembuluh-pembuluh yang kecil. Penebalan
dinding pembuluh darah ini terjadi berangsung-angsur dan diakibatkan oleh

hipertensi, DM, peninggian kadar asam urat atau lemak dalam darah, perokok
berat dll.
Proses penebalan timbul berangsur-angsur dalam waktu beberapa tahun atau
akhirnya suatu saat terjadi sumbatan dimana aliran darah yang terjadi cukup
ditolerir oleh otak. Akhirnya karena sempitnya lumen pembuluh darah tersebut
tidak cukup lagi memberi darah pada pembuluh darah otak ini menyebabkan
kerapuhan dan pembuluh darah menjadi pecah dan timbul perdarahan. Pada saat
dimana pembuluh darah tersebut pecah atau tersumbat hingga aliran darah tidak
cukup lagi memberi darah lalu timbul gejala-gejala neurologik berupa

kelumpuhan, tidak bisa bicara atau pingsan, diplopia secara mendadak. Sumbatan
pembuluh darah otak dapat juga terjadi akibat adanya bekuan-bekuan darah dari
luar otak (jantung atau pembuluh besar tubuh) atau dari pembuluh darah leher
(karotis) yang terlepas dari dinding pembuluh tersebut dan terbawa ke otak lalu
menyumbat. Karena fungsi otak bermacam-macam, maka gejala stroke juga

timbul tergantung pada daerah mana otak yang terganggu. Penyumbatan atau
pecahnya pembuluh darah secara mendadak dapat menimbulkan gejala dan tanda
tanda--
tanda neurologik yang memiliki sifat, mendadak, tidak ada gejala-gejala dini atau
gejala peningkatan dan timbulnya iskemi atau kerusakan otak,gejala neurologik
yang timbul selalau terjadi pada satu sisi badan, gejala-gejala klinik yang timbul
mencapai maksimum beberapa jam setelah serangan . Umumnya kurang dari 24
jam, jadi misalnya pagi hari
har i serangan stroke timbul berupa kelemahan pada badan
sebelah kanan kemudian berangsur-angsur menjadi lumpuh sama sekali.
Perdarahan pada stroke hemoragik biasanya terjadi pada intraserebral dan

subarachnoid. Perdarahan intraserebral biasanya timbul karena pecahnya


mikroaneurisma (Berry aneurysm) akibat hipertensi maligna. Pecahnya pembuluh
darah otak terutama karena hipertensi ini mengakibatkan darah masuk ke dalam
jaringan otak, membentuk massa atau hematom yang menekan jaringan otak dan
menimbulkan oedema di sekitar otak. Peningkatan TIK yang terjadi dengan cepat
dapat mengakibatkan kematian yang mendadak karena herniasi otak. Perdarahan
intra cerebral sering dijumpai di daerah putamen, talamus, sub kortikal, nukleus
kaudatus, pon, dan cerebellum. Hipertensi kronis mengakibatkan perubahan
struktur dinding permbuluh darah berupa lipohyalinosis atau nekrosis fibrinoid.

Perdarahan subarachnoid (PSA) terjadi akibat pembuluh darah disekitar


permukaan otak pecah, sehingga terjadi ekstravasasi darah ke ruang subarachnoid.
Perdarahan subarachnoid umumnya disebabkan oleh rupturnya aneurisma sakular
atau perdarahan dari arteriovenous malformation (AVM).
2. Stroke Non Hemoragic
Infark ischemic cerebri sangat erat hubungannya dengan aterosklerosis dan
arteriosklerosis. Aterosklerosis dapat menimbulkan bermacam-macam manifestasi
klinis dengan cara:
a. Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi aliran

darah.
b. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya thrombus dan perdarahan
aterm.
c. Dapat terbentuk thrombus yang kemudian terlepas sebagai emboli.

d. Menyebabkan aneurisma yaitu lemahnya dinding pembuluh darah atau


menjadi lebih tipis sehingga dapat dengan mudah robek.
Faktor yang mempengaruhi aliran darah ke otak:
a. Keadaan pembuluh darah.
b. Keadan darah : viskositas darah meningkat, hematokrit meningkat, aliran
darah ke otak menjadi lebih lambat, anemia berat, oksigenasi ke otak menjadi
menurun.
c. Tekanan darah sistemik memegang peranan perfusi otak. Otoregulasi otak
yaitu kemampuan intrinsik pembuluh darah otak untuk mengatur agar

pembuluh darah otak tetap konstan walaupun ada perubahan tekanan perfusi
otak.
d. Kelainan jantung menyebabkan menurunnya curah jantung dan karena
lepasnya embolus sehingga menimbulkan iskhemia otak.
e. Suplai darah ke otak dapat berubah pada gangguan fokal (thrombus, emboli,
perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan umum (Hypoksia
karena gangguan paru dan jantung). Arterosklerosis sering/cenderung sebagai
faktor penting terhadap otak. Thrombus dapat berasal dari flak arterosklerotik
atau darah dapat beku pada area yang stenosis, dimana aliran darah akan

lambat atau terjadi turbulensi. Oklusi pada pembuluh darah


darah serebral oleh
embolus menyebabkan oedema dan nekrosis diikuti thrombosis dan hypertensi
pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan menyebabkan
kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebrovaskuler. Anoksia
serebral dapat reversibel untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan irreversible
dapat anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena
gangguan yang bervariasi, salah satunya cardiac arrest.

H. Pathway (terlampir)

I. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah rutin diperlukan sebagai dasar pembelajaran dan mungkin
pula menunjukkan faktor resiko stroke seperti polisitemia, trombositosis,

trombositopenia, dan leukemia). Pemeriksaan ini pun dapat menunjukkan


kemungkinan penyakit yang sedang diderita saat ini seperti anemia.
b. Pemeriksaan kimia darah dilakukan untuk mengeliminasi kelainan yang
memiliki gejalah seperti stoke (hipoglikemia, hiponatremia) atau dapat pula
menunjukka penyakit yang diderita pasien saat ini (diabetes, gangguan ginjal).
c. Pemeriksaan koagulasi dapat menunjukkan kemungkinan koagulopati pada
pasien. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna jika digunakan terapi
trombolitik dan antikoagulan.
d. Biomarker jantung juga penting karena eratnya hubungan antara stroke

dengan penyakit jantung koroner. Penelitian lain juga mengindikasikan


adanya hubungan anatara peningkatan enzim jantung dengan hasil yang buruk
dari stroke.
2. Pemeriksaan Radiologi
a. CT scan kepala non kontras
Modalitas ini baik digunakan untuk membedakan stroke hemoragik dan
stroke non hemoragik secara tepat kerena pasien stroke non hemoragik
memerlukan pemberian trombolitik sesegera mungkin. Selain itu, pemeriksaan
ini juga berguna untuk menentukan distribusi anatomi dari stroke dan

mengeliminasi kemungkinan adanya kelainan lain yang gejalahnya mirip


dengan stroke (hematoma, neoplasma, abses). Adanya perubahan hasil CT
scan pada infark serebri akut harus dipahami. Setelah 6-12 jam setelah stroke
terbentuk daerah hipodense regional yang menandakan terjadinya edema di
otak. Jika setelah 3 jam terdapat daerah hipodense yang luas di otak maka
diperlukan pertimbangan ulang mengenai waktu terjadinya stroke. Tanda lain
terjadinya stroke non hemoragik adalah adanya insular
i nsular ribbon sign, hiperdense
MCA (oklusi MCA), asimetris sulkus, dan hilangnya perberdaan gray-white
matter.

b. CT perfussion
Modalitas ini merupakan modalitas baru yang berguna untuk
mengidentifikasi daerah awal terjadinya iskemik. Dengan melanjutkan
pemeriksaan scan setelah kontras, perfusi dari region otak dapat diukur.
Adanya hipoatenuasi menunjukkan terjadinya iskemik di daerah tersebut.

c. CT angiografi (CTA)
Pemeriksaan CT scan non kontras dapat dilanjutkan dengan CT
angiografi (CTA). Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi defek pengisian
arteri serebral yang menunjukkan lesi spesifik dari pembuluh darah penyebab
stroke. Selain itu, CTA juga dapat memperkirakan jumlah perfusi karena
daerah yang mengalami hipoperfusi memberikan gambaran hipodense.
d. MR angiografi (MRA)
MRA juga terbukti dapat mengidentifikasi lesi vaskuler dan oklusi
lebih awal pada stroke akut. Sayangnya, pemerikasaan ini dan pemeriksaan

MRI lainnya memerlukan biaya yang tidak sedikit serta waktu pemeriksaan
yang agak panjang. Protokol MRI memiliki banyak kegunaan untuk pada
stroke akut. MR T1 dan T2 standar dapat dikombinasikan dengan protokol
lain seperti diffusion-weighted imaging (DWI) dan perfussion-weighted
imaging (PWI) untuk meningkatkan sensitivitas agar dapat mendeteksi stroke
non hemoragik akut. DWI dapat mendeteksi iskemik lebih cepat daripada CT
scan dan MRI. Selain itu, DWI juga dapat mendeteksi iskemik pada daerah
kecil. PWI dapat mengukur langsung perfusi daerah di otak dengan cara yang
serupa dengan CT perfusion. Kontras dimasukkan dan beberapa gambar

dinilai dari waktu ke waktu serta dibandingkan.


e. USG, ECG, EKG, Chest X-Ray
Untuk evaluasi lebih lanjut dapat digunakan USG. Jika dicurigai stenosis
atau oklusi arteri karotis maka dapat dilakukan pemeriksaan dupleks karotis.
USG transkranial dopler berguna untuk mengevaluasi anatomi vaskuler
proksimal lebih lanjut termasuk di antaranya
antaran ya MCA, arteri karotis intrakranial,
i ntrakranial,
dan arteri vertebrobasiler. Pemeriksaan ECG (ekhokardiografi) dilakukan pada
semua pasien dengan stroke non hemoragik yang dicurigai mengalami emboli
kardiogenik. Transesofageal ECG diperlukan untuk mendeteksi diseksi aorta

thorasik. Selain itu, modalitas ini juga lebih akurat untuk mengidentifikasi
trombi pada atrium kiri. Modalitas lain yang juga berguna untuk mendeteksi
kelainan jantung adalah EKG dan foto thoraks.

J. Penatalaksanaan
1. Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat, posisi miring jika muntah dan
boleh dimulai mobilisasi bertahap jika hemodinamika stabil.
2. Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat, bila perlu
diberikan ogsigen sesuai kebutuhan.
3. Tanda-tanda vital diusahakan stabil
4. Bed rest
5. Koreksi adanya hiperglikemia atau hipoglikemia
6. Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit

7. Kandung kemih yang penuh dikosongkan, bila perlu lakukan kateterisasi


8. Pemberian cairan intravena berupa kristaloid atau koloid dan hindari
penggunaan glukosa
glukosa murni atau cairan hipotonik.
9. Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau suction berlebih yang dapat
meningkatkan TIK.
10. Nutrisi per oral hanya diberikan jika fungsi menelan baik. Jika kesadaran
menurun atau ada gangguan menelan sebaiknya dipasang NGT.
11. Penatalaksanaan spesifiknya yaitu
yaitu dengan pemberian obat
obat neuroprotektor,
neuroprotektor,
antikoagulan, trombolisis intraven, diuretic, antihipertensi, dan tindakan

pembedahan, menurunkan TIK


TIK yang tinggi (Sylvia dan Lo
Lorraine
rraine 2006).

Secara medis, stroke dapat diatasi dengan cara berikut yaitu :


1. Terapi Trombolitik
Tissue plasminogen activator (recombinant t-PA) yang diberikan secara
intravena akan mengubah plasminogen menjadi plasmin yaitu enzim proteolitik
yang mampu menghidrolisa fibrin, fibrinogen dan protein pembekuan lainnya.
Pada penelitian NINDS (National Institute of Neurological Disorders and Stroke)
di Amerika Serikat, rt-PA diberikan dalam waktu tidak lebih dari 3 jam setelah

onset stroke, dalam dosis 0,9 mg/kg (maksimal 90 mg) dan 10% dari dosis
tersebut diberikan secara bolus IV sedang sisanya diberikan dalam tempo 1 jam.
Tiga bulan setelah pemberian rt-PA didapati pasien tidak mengalami cacat atau
hanya minimal. Efek samping dari rt-PA ini adalah perdarahan intraserebral, yang

diperkirakan sekitar 6%. Penggunaan rt-PA di Amerika Serikat telah mendapat


pengakuan FDA pada
pada tahun 1996.
2. Antikoagulan
Warfarin dan heparin sering digunakan pada TIA dan stroke yang
mengancam. Suatu fakta yang jelas adalah antikoagulan tidak banyak artinya
bilamana stroke telah terjadi, baik apakah stroke itu berupa infark lakuner atau
infark massif dengan hemiplegia. Keadaan yang memerlukan penggunaan heparin
adalah trombosis arteri basilaris, trombosis arteri karotis dan infark serebral akibat
kardioemboli. Pada keadaan yang terakhir ini perlu diwaspadai terjadinya

perdarahan intraserebral karena pemberian heparin tersebut.


a. Warfarin
Segera diabsorpsi dari gastrointestinal. Terkait dengan protein plasma. Waktu
paro plasma: 44 jam. Dimetabolisir di hati, ekskresi: lewat urin. Dosis: 40 mg
(loading dose), diikuti setelah 48 jam dengan 3-10 mg/hari, tergantung PT. Reaksi
yang merugikan: hemoragi, terutama ren dan gastrointestinal.
b. Heparin
Heparin mempunyai efek vasodilatasi ringan. Heparin melepas lipoprotein
lipase. Dimetabolisir di hati, ekskresi lewat urin. Waktu paro plasma: 50-150

menit. Diberikan tiap 4-6 jam atau infus kontinu. Dosis biasa: 500 mg (50.000
unit) per hari. Bolus initial 50 mg diikuti infus 250 mg dalam 1 liter garam
fisiologis atau glukose. Dosis disesuaikan dengan Whole Blood Clotting Time.
Nilai normal: 5-7 menit, dan level terapetik
te rapetik heparin: memanjang sampai 15 menit.
Reaksi yang merugikan: hemoragi, alopesia, osteoporosis dan diare.
c. Hemoreologi
Pada stroke iskemik terjadi perubahan hemoreologi yaitu peningkatan
hematokrit, berkurangnya fleksibilitas eritrosit, aktivitas trombosit, peningkatan
kadar fibrinogen dan aggregasi abnormal eritrosit, keadaan ini menimbulkan

gangguan pada aliran darah. Pentoxyfilline merupakan obat yang mempengaruhi


hemoreologi yaitu memperbaiki mikrosirkulasi dan oksigenasi jaringan dengan
cara: meningkatkan fleksibilitas eritrosit, menghambat aggregasi trombosit dan
menurunkan kadar fibrinogen plasma. Dengan demikian eritrosit akan

mengurangi viskositas darah.Pentoxyfilline diberikan dalam dosis 16/kg/hari,


maksimum 1200 mg/hari dalam jendela waktu 12 jam sesudah onset.
3. Antiplatelet (Antiaggregasi Trombosit)
a. Aspirin
Obat ini menghambat sklooksigenase, dengan cara menurunkan sintesis atau
mengurangi lepasnya senyawa yang mendorong adhesi seperti thromboxane A2.
Aspirin merupakan obat pilihan untuk pencegahan stroke. Dosis yang dipakai
bermacam-macam, mulai dari 50 mg/hari, 80 mg/hari samapi 1.300 mg/hari.
Dosis lain yang diakui efektif ialah: 625 mg 2 kali sehari. Aspirin harus diminum

terus, kecuali bila terjadi reaksi yang merugikan. Konsentrasi puncak tercapai 2
jam sesudah diminum. Cepat diabsorpsi, konsentrasi di otak rendah.
r endah. Hidrolise ke
asam salisilat terjadi cepat, tetapi tetap aktif. Ikatan protein plasma: 50-80 persen.
Waktu paro (half time) plasma: 4 jam. Metabolisme secara konjugasi (dengan
glucuronic acid dan glycine). Ekskresi lewat urine, tergantung pH. Sekitar 85
persen dari obat yang diberikan
di berikan dibuang lewat urin pada suasana alkalis. Reaksi
yang merugikan: nyeri epigastrik, muntah, perdarahan, hipoprotrombinemia dan
diduga: sindrom Reye.
b. Tiklopidin (ticlopidine) dan klopidogrel (clopidogrel)

Pasien yang tidak tahan aspirin atau gagal dengan terapi aspirin, dapat
menggunakan tiklopidin atau clopidogrel. Obat ini bereaksi dengan mencegah
aktivasi platelet, agregasi, dan melepaskan granul platelet, mengganggu fungsi
membran platelet dengan penghambatan ikatan fibrinogen-platelet yang
diperantarai oleh ADP dan antraksi platelet-platelet. Efek samping tiklopidin
adalah diare (12,5 persen) dan netropenia (2,4 persen). Bila obat dihentikan akan
reversibel. Pantau jumlah sel darah putih tiap 15 hari selama 3 bulan. Komplikas
yang lebih serius, teyapi jarang, adalah pur-pura trombositopenia trombotik dan
anemia aplastik.

4. Pembedahan
Indikasi pembedahan pada completed stroke sangat dibatasi. Jika kondisi
pasien semakin buruk akibat penekanan batang otak yang diikuti infark serebral
maka pemindahan dari jaringan yang mengalami infark harus dilakukan.

a. Karotis Endarterektomi
Prosedur ini mencakup pemindahan trombus dari arteri karotis interna yang
mengalami stenosis. Pada pasien yang mengalami stroke di daerah sirkulasi
anterior atau yang mengalami stenosis arteri karotis interna yang sedang hingga
berat. Karotis Endarterektomi adalah prosedur bedah untuk membersihkan plak
dan membuka arteri karotis yang menyempit di leher. Endarterektomi dan aspirin
lebih baik digunakan daripada penggunaan aspirin saja untuk mencegah stroke.
Endarterektomi tidak dapat digunakan untuk stroke di daerah vertebrobasiler
atau oklusi karotis lengkap. Angka mortalitas akibat prosedur karotis

endarterektomi berkisar 1-5 persen. (Simon, Harvey. Stroke – Surgery)


b. Angioplasti dan Sten Intraluminal
Pemasangan angioplasti transluminal pada arteri karotis dan vertebral serta
pemasangan sten
ste n metal tubuler untuk menjaga patensi lumen pada stenosis arteri
serebri masih dalam penelitian. Suatu penelitian menyebutkan bahwa angioplasti
lebih aman dilaksanakan dibandingkan endarterektomi namun juga memiliki
resiko untuk terjadi restenosis lebih besar. Carotid angioplasty dan stenting (CAS)
digunakan sebagai alternative dari carotid endarterectoomi untuk beberapa pasien.
CAS berdasarkan pada prinsip yang sama seperti angioplasty untuk penyakit

jantung.
 Sebuah kateter tube yang sangat kecil di insersikan ke dalam arteri di lipatan
paha
 Melalui system sirkulasi sampai mencapai area yang tersumbat di arteri
karotis
 Dapat juga mengahancurkan bekuan dengan mengembangkan balon kecil
didalam dindng pembuluh darah (angioplasty)
 Setelah menggembungkan balon sementara waktu, dokter biasanya
meninggalkan kawat berbentuk sirkular (stent) ke dalam pembuluh darah
untuk menjaga agar pembuluh darah tetap terbuka

K. Komplikasi
Menurut Pudiastuti (2011) pada pasien stroke yang berbaring lama dapat terjadi
masalah fisik dan emosional diantaranya:

1. Bekuan darah (Trombosis)


Mudah terbentuk pada kaki yang lumpuh menyebabkan penimbunan cairan,
pembengkakan (edema) selain itu juga
j uga dapat menyebabkan embolisme paru yaitu
sebuah bekuan yang terbentuk dalam satu arteri yang mengalirkan darah ke paru.
2. Dekubitus
Bagian tubuh yang sering mengalami memar adalah pinggul, pantat, sendi
kaki dan tumit. Bila memar ini tidak dirawat dengan baik maka akan terjadi ulkus
dekubitus dan infeksi.
3. Pneumonia

Pasien stroke tidak bisa batuk dan menelan dengan sempurna, hal ini
menyebabkan cairan terkumpul di paru-paru dan selanjutnya menimbulkan
pneumoni.
4. Atrofi dan kekakuan sendi (Kontraktur)
Hal ini disebabkan karena kurang gerak dan immobilisasi.
5. Depresi dan kecemasan
Gangguan perasaan sering terjadi pada stroke dan menyebabkan reaksi
emosional dan fisik yang tidak diinginkan karena terjadi perubahan dan
kehilangan fungsi tubuh.

2.2. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN


DENGAN STROKE HEMORAGIK
PENGKAJIAN

Pada pengkajian dilakukan wawancara dan pemeriksaan laboraturium untuk


memperoleh informasi dan data yang nantinya akan digunakan sebagai dasar
untuk membuat rencana asuhan keperawatan klien.
a. Keadaan Umum
Meliputi kondisi seperti tingkat ketegangan/kelelahan, tingkat kesadaran
kualitatif atau GCS dan respon verbal klien.
b. Tanda-tanda Vital
Meliputi pemeriksaan:
 Tekanan darah: sebaiknya diperiksa dalam posisi yang berbeda, kaji tekanan

nadi, dan kondisi patologis.


 Pulse rate meningkat/menurun tergantung dari mekanisme kompensasi,

sistem konduksi jantung & pengaruh sistem saraf otonom.


 Respiratory rate

 Suhu

c. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
Kesadaran : umumnya mengalami penurunan kesadaran.
Suara bicara : kadang mengalami gangguan yaitu sukar
dimengerti, kadang tidak bisa bicara.
Tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi.
2) Pemeriksaan integumen
Kulit : jika klien kekurangan oksigen, kulit akan tampak pucat dan
jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk. Di
samping itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus
terutama pada daerah yang menonjol karena klien stroke
hemoragik harus bed rest 2-3 minggu.
Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis.
Rambut: umumnya tidak ada kelainan.

3) Pemeriksaan kepala dan leher


Kepala : bentuk normocephalik.
Muka : umumnya tidak simetris yaitu mencong ke salah
satu sisi.
Leher : kaku kuduk jarang terjadi. (Satyanegara, 1998)
4) Pemeriksaan dada
Pada pernafasan kadang didapatkan suara nafas terdengar ronchi,
wheezing ataupun suara nafas tambahan, pernafasan tidak teratur akibat
penurunan refleks batuk dan menelan.
5) Pemeriksaan abdomen
Didapatkan penurunan peristaltik usus akibat bed rest yang lama, dan
kadang terdapat kembung.
6) Pemeriksaan inguinal, genetalia, anus
Kadang terdapat incontinensia atau retensio urine.
7) Pemeriksaan ekstremitas
Sering didapatkan kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh.
8) Pemeriksaan neurologi
Tanda-tanda perangsangan selaput otak
 Kaku kuduk (-)
 Tanda kaki Brudzinski (-)
 Tanda kernig (-)
 Tanda leher Brudzinski (-)
Pemeriksaan nervus cranialis
Umumnya terdapat gangguan nervus cranialis VII dan
XII central.
Pemeriksaan motorik
Hampir selalu terjadi kelumpuhan/kelemahan pada
salah satu sisi tubuh.
Pemeriksaan sensorik
Dapat terjadi hemihipestesi.

Pemeriksaan refleks
Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan
menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis
akan muncul kembali didahuli dengan refleks
patologis.(Jusuf Misbach, 1999)

d. Pemeriksaan Diagnostik
1) Pemeriksaan radiologi
CT scan : Didapatkan hiperdens fokal, kadang-
kadang masuk ventrikel, atau menyebar ke
permukaan otak. (Linardi Widjaja, 1993)
MRI : Untuk menunjukkan area yang mengalami
hemoragik. (Marilynn E. Doenges, 2000)
Angiografi serebral : Untuk mencari sumber perdarahan seperti
aneurisma atau malformasi vaskuler.
(Satyanegara, 1998)
Pemeriksaan foto thorax : Dapat memperlihatkan keadaan jantung,
apakah terdapat pembesaran ventrikel kiri yang
merupakan salah satu tanda hipertensi kronis
pada penderita stroke. (Jusuf Misbach, 1999).
2) Pemeriksaan laboratorium
Pungsi lumbal : Pemeriksaan likuor yang merah biasanya
dijumpai pada perdarahan yang masif,
sedangkan perdarahan yang kecil biasanya
warna likuor masih normal (xantokhrom)
sewaktu hari-hari pertama. (Satyanegara,
1998)

Pemeriksaan darah rutin


Pemeriksaan kimia darah : Pada stroke akut dapat terjadi
hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai
250 mg dalam serum dan kemudian

berangsur-angsur turun kembali. (Jusuf


Misbach, 1999)
Pemeriksaan darah lengkap : Untuk mencari kelainan pada darah itu
sendiri. (Linardi Widjaja, 1993)

Pengkajian GADAR
1. Pengkajian Primer
Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret
akibat kelemahan reflek batuk
Breathing
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan
yang sulit dan atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi
Circulation
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut,
takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan
membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut
2. Pengkajian Sekunder
 Aktivitas dan istirahat
Data Subyektif:
 Kesulitan dalam beraktivitas ; kelemahan, kehilangan sensasi atau

paralysis
 Mudah lelah, kesulitan istirahat ( nyeri atau kejang otot).

Data obyektif:
 Perubahan tingkat kesadaran.

 Perubahan tonus otot ( flaksid atau spastic), paraliysis ( hemiplegia

), kelemahan umum.
 Sirkulasi
Data Subyektif:
 Riwayat penyakit jantung ( penyakit katup jantung, disritmia,
disritmi a, gagal
jantung, endokarditis bacterial )
 Polisitemia.

Data obyektif:
 Hipertensi arterial

 Disritmia, perubahan EKG

 Pulsasi : kemungkinan bervariasi

 Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal

 Integritas ego
Data Subyektif:
 Perasaan tidak berdaya, hilang harapan

Data obyektif:
 Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesediahan ,

kegembiraan kesulitan berekspresi diri


 Eliminasi
Data Subyektif
 Inkontinensia

 Anuria
 Distensi abdomen (kandung kemih sangat penuh)

 Tidak adanya suara usus (ileus paralitik)

 Makan/ minum
Data Subyektif:
 Nafsu makan hilang

 Nausea / vomitus menandakan adanya PTIK, kehilangan sensasi

lidah , pipi , tenggorokan, disfagia.


 Riwayat DM, Peningkatan lemak dalam darah.

Data obyektif:
 Problem dalam mengunyah ( menurunnya reflek palatum dan

faring)
 Obesitas ( factor resiko)

 Sensori neural
Data Subyektif:
 Pusing / syncope ( sebelum CVA / sementara selama TIA )

 Nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau perdarahan sub

arachnoid.

 Kelemahan, kesemutan/kebas, sisi yang terkena terlihat seperti

lumpuh/mati
 Penglihatan berkurang

 Sentuhan : kehilangan sensor pada sisi kolateral pada ekstremitas

dan pada muka ipsilateral ( sisi yang sama )


 Gangguan rasa pengecapan dan penciuman

Data obyektif:
 Status mental ; koma biasanya menandai stadium perdarahan ,

gangguan tingkah laku (seperti: letergi, apatis, menyerang) dan


gangguan fungsi kognitif
 Ekstremitas : kelemahan / paraliysis ( kontralateral pada semua

jenis stroke, genggaman tangan tidak imbang, berkurangnya reflek


tendon dalam ( kontralateral )
 Wajah: paralisis / parese ( ipsilateral )

 Afasia ( kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan


ekspresif/ kesulitan berkata kata, reseptif / kesulitan berkata kata
komprehensif, global / kombinasi dari keduanya.
 Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, pendengaran,

stimuli taktil
 Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan motorik

 Reaksi dan ukuran pupil : tidak sama dilatasi dan tak bereaksi pada

sisi ipsi lateral


 Nyeri / kenyamanan
Data Subyektif:
 Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya

Data obyektif:
 Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot / fasial

 Respirasi
Data Subyektif:
 Perokok (factor resiko)

 Keamanan
Data obyektif:

 Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan

 Perubahan persepsi terhadap tubuh, kesulitan untuk melihat objek,

hilang kewasadaan terhadap bagian tubuh yang sakit


 Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang

pernah dikenali
 Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan regulasi

suhu tubuh
 Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap
keamanan, berkurang kesadaran diri

 Kaji risiko jatuhnya

 Kaji Skor ADLnya

 Interaksi social
Data obyektif:
Problem berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi
MASALAH KEPERAWATAN
• Risiko perfusi serebral tidak efektif
• Bersihan jalan nafas tidak efektif
• Gangguan mobilitas fisik
• Gangguan komunikasi verbal
• Defisit nutrisi
• Gangguan persepsi sensori
• Defisit perawatan diri
• Risiko gangguan intergritas kulit
• Risiko cedera
• Harga diri rendah situasional

INTERVENSI KEPERAWATAN

Diagnosa Keperawatan Standar Luaran Keperawatan Standar Intervensi Keperawatan Indonesia


Indonesia
Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif SLKI : SIKI
Respirasi Latihan batuk efektif
Penyebab : Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Observasi
Fisiologis selama …. X…. jam, jam, maka bersihan o Identifikasi kemampuan batuk
o Spasme jalan napas jalan nafas meningkat dengan kriteria o Monitor adanya retensi spuntum
o Hipersekresi jalan napas hasil : o Monitor tanda dan gejala infeksi
o Disfungsi neuromuskuler o Batuk efektif meningkat o Monitor input dan output cairan (mis.
o Benda asing dalam jalan napas o Produksi spuntum menurun Jumlah dan karakteristik)
o Adanya jalan napas buatan o Mengi menurun 2. Terapeutik
o Sekresi yang tertahan o Wheezing menurun o Atur posisi semi fowler
o Hyperplasia dnding jalan napas o Meconium (pada neonates) o Buang secret pada tempat spuntum
o Proses infeksi menurun 3. Edukasi
o
Respon alergi o
Frekusni nafas membaik o
Jelaskan tujuan dan prosedur batuk
o Efek agen farmakologi (misal. o Pola nafas membaik efektif
Anastesi) 4. Kolaborasi
Situasional o Kolaborasi pemberian mukolitik atau
o Merokok aktif ekspektoran, jika perlu
o Merokok pasif
o Terpajan polutan Manajemen jalan nafas
1. Observasi
Gejala dan tanda : o Monitor pola nafas (frekuensi,
a. Mayor kedalaman, usaha nafas)
Subjektif o Monitor bunyi nafas tambahan (mis.
Tidak tersedia Gurgling,mengi,wheezing,ronkhi)
Obyektif 2. Terapeutik
o Batuk tidak efektif o Posisikan semi fowler
o Tidak mampu batuk o Berikan minuman hangat
o Sputum berlebih o Berikan oksigen
o Mengi, wheezing dan/atau ronkhi 3. Edukasi
kering o Anjurkan asupan cairan 200 ml/hari,
o Meconium di jalan napas (pada jika tidak kontraindikasi
neonatus) o Ajarkan teknik batuk efektif
b. Minor 4. Kolaborasi
Subyektif o Kolaborasi pemberian bronkodilator,
o Dispnea ekspektoran, mukolitik, jika perlu
o Sulit bicara
o Ortopnea Pemantauan respirasi
Obyektif 1. Observasi
o Batuk tidak efektif
o Monitor frekuensi, irama, kedalaman,
o Tidak mampu batuk
dan upaya nafas
o Bunyi napas menurun
o Monitor pola nafas (seperti bradipnea,
o Frekuensi napas berubah
takipnea, hiperventilasi, kussmaul,
o Pola napas berubah
cheyne-stokes, ataksisk)
o Monitor saturasi oksigen

o
Kondisi klinis terkait Auskultasi bunyi nafas
o Gullian barre syndrome o Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
o Sclerosis multiple o Monitor nilai AGD
o Myasthenia gravis o Monitor hasil x-ray thoraks
o Prosedur diagnostic (mis. 2. Terapeutik
Bronkoskopi, transesophageal o Atur interval pemantauan respirasi
echocardiography [TEE]) sesuai kondisi pasien
o Depresi system saraf pusat o Dokumentasikan hasil
o Cedera kepala pemantauandukasi
o Stroke o Jelaskan tujuan dan prosedur
o Kuadriplegia pemantauan
o Sindrom aspirasi meconium o Informasikan hasil pemantauan, jika
o Infeksi saluran napas perlu

Risiko cedera Tingkat cedera Pencegahan cedera


1. Observasi
Factor risiko: Setelah dilakukan tindakan keperawatan o Identifikasi lingkungan yang
Eksternal selama …. X…. jam, maka risiko cedera mengakibatkan cedera
o terpapar patogen menurun dengan kriteria hasil : o Identifikasi obat yang berotensi
o terpapar zat kimia toksik o toleransi aktifitas meningkat menyebabkan cedera
o terpapar agen nosokomial o nafsu makan meningkat o Indentifikasi kesesuaian alas kaki atau
o ketidakamanan transportasi o luka atau lecet menurun stoking elastis pada ekstremitas bawah
Internal o gangguan mobilitas menurun 2. Terapeutik
o ketidaknormalan profil darah o gangguan kognitif menurun o Sediakan pencahayaan yang memadai
o perubahan orientasi afektif o tekanan darah normal o Gunakan lampu tidur selama tidur
o perubahan sensasi o frekuensi nadi normal o Gunakan alas lantai bila berisiko
o disfungsi autoimun o frekuensi nafas normal mengalami cedera serius
o disfungsi biokimia o pola istirahat meningkat o Sediakan pispot atau urinal untuk
o hipoksia jaringan eliminasi diatas tempat tidur
o kegagalan mekanisme o Pastikan barang-barang pribadi mudah
o malnutrisi dijangkau
o perubahan fumgsi psikomotor o Pertahankan posisi tempat tidur di posisi
o perubahan fungsi kognitif terendah saat digunakan
o Pastikan roda tempat tidur atau kursi
roda dalm kondisi terkunci
o Gunakan pengaman tempat tidur sesuai
dengan kebijkan fasilitas pelayanan
kesehatan
o Diskusikan mengenai latihan dan terapi
fisik yang diperlukan
o Diskusikan mengenai alat bantu
mobilisasi
o Diskusikan bersama anggota keluarga
yang dapat mendampingi pasien
o Tingkatkan frekuensi observasi dan
pengawasan pasien
3. Edukasi
o Jelaskan alasan intervensi pencegahan

jatuh ke pasien dan keluarga


o Anjurkan berganti posisi secara perlahan

Pencegahan jatuh

1. Tindakan
o Identifikasi factor risiko jatuh
o Identifikasi factor ligkungan yang
meningkatkan risiko jatuh
o Hitung risiko jatuh dengan
menggunakan skala
o Monitor kemampuan berpindah dari
tempat tidur ke kunsi roda dan
sebaliknya
 Terapeutik
o Orientasi ruangan pada pasien dan
keluarga
o Pastikan roda tempat tidur dan kursi
roda slalu dalam keadaan terkunci
o Pasang hedrail tempat tidur
o Atur tempat tidur mekanis dalam posisi
rendah
o Gunakan alat bantu berjalan
 Edukasi
o Ajurkan memanggil perawat jika
membutuhkan bantuan untuk berpindah
o Anjurkan menggunka alas kaki yang
tidak licin
o Anjurkan berkonsetrasi untuk menjaga
keseimbangan tubuh
o Anjurkan melebarkan kaki untuk
meningkatkan keseimbangan saat berdiri
Defisit perawatan diri Perawatan diri Dukungan perwatan diri

Penyebab Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Tindakan


o gangguan muskuloskeletal selama …. X…. jam, maka bersihan o Identifikasi kebisaan akifitas perawatan
o gangguan neuromuscular jalan nafas meningkat dengan kriteria diri sesuai usia
o keleahan hasil : o Monitor tingkat kemandirian
o gangguan psikologis dan / atau o kemampuan mandi meningkat o Identifikasi kebutuhan alat bantu
psikotik o kemampuan mengenakan pakaian kebersihan diri, berpakaian, berhias, dan
o gangguan motivasi/ minat meningkat makan
o kemampun mkan menigkt 2. Terapeutik
Gejala dan tanda mayor o kemampan ke toilet (BAB/BAK) o Sediakan lingkungan yang terapeutik
Subjektif meningkat o Siapkan keperluan pribadi
o menolak melakukan perawatab o verbalisasi keinginan melakukan o Dampingi dalam melakukan perawatan
diri perawtan diri meningkat diri sampai mandiri
Objektif o minat melakukan perawatan diri o Fasilitasi untuk menerima keadaan
o tidak mampu mandi/ mengenakan meningkat ketergntungan

pakaian/ makan/ ketoilet/ berhias o


mempertahanka kebersihan diri o
Fasilitasi kemandirian, bantu jika tidak
secara mandiri meningkat mampu melakukan prawatan diri
o minat melakukan perawatan diri o mempertahankan kebersih mulut o Jadwalkan rutinitas perawatan diri
kurang meningkat 3. Edukasi
o Anjurkan Melakukan Perawatan Diri
Secara Konsisten Sesuai Kemampuan
Gangguan Persepsi Sensori Setelah dilakukan asuhan keperawatan Dukungan Mobilisasi
Penyebab selama … x … jam, diharapkan Observasi
 Gangguan penglihatan gangguan persepsi sensori membaik  Identifikasi adanya nyeri atau keluhan

 Gangguan pendengaran dengan kriteria hasil : fisik lainnya


 Gangguan penghidu Fungsi sensori  Identifikasi toleransi fisik melakukan

 Gangguan perabaan  Ketajaman pendengaran sedang pergerakan


 Hipoksia serebral  Ketajaman penglihatan sedang  Monitor frekuensi jantung dan tekanan

 Penyalahgunaan zat  Persepsi stimulasi kulit sedang darah sebelum memulai mobiliasi
 Usia lanjut  Persepsi posisi tubuh sedang  Monitor kondisi umum selama
 Pemajanan toksin lingkungan  Perbedaan bau sedang melakukan mobilisasi
 Perbedaan rasa sedang
Gejala dan tanda mayor Terapeutik
Subyektif  Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan
 Mendengar suara bisikan atau alat bantu (mis.pagar tempat tidur)
melihat bayangan  Fasilitasi melakukan pergerakan ,jika
 Merasakan sesuatu melalui idera perlu
perabaan, penciuman,  Libatkan keluarga untuk membantu
pendengaran, penglihatan atau pasien dalam meningkatkan pergerakan
pengecapan
Objektif Edukasi
 Distorsi sensori  Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
 Respons tidak sesuai  Anjurkan melakukan mobilisasi dini
 Bersikap seolah melihat,  Ajarkan mobilisasi sederhana yang
mendengar, mengecap, meraba, harus dilakukan (mis. Duduk di tempat
atau mencium sesuatu tidur,duduk disisi tempat tidur,pindah
Gejala dan tanda minor dari tempat tidur kekursi.

Subyektif
 Menyatakan kesal Dukungan perawatan diri
 Menyendiri Observasi
 Melamun  Identifikasi adanya keyakinan tidak
 Konsentrasi buruk rasional
 Disorientasi waktu, tempat, orang
atau situasi
 Curiga Terapeutik
 Melihat ke satu arah  Fasilitasi mengidentifikasi situasi
 Mondar-mandir perasaan muncul dan respons terhadap
situasi
 Bicara sendiri
Kondisi klinis terkait  Fasilitasi mengidentifikasi refleksi
perasaaan yang destruktif
 Glaucoma
 Fasilitasi mengidentifikasi dampak
 Katarak
situasi pada hubungan keluarga
 Gangguan refraksi
 Fasilitasi memahami perasaan bersalah
 Trauma okuler

 Trauma pada saraf kranialis II, adalah reaksi umum terhadap trauma
III, IV, dan VI akibat stroke, ,penganiayaan ,berduka ,bencana atau
aneurisma intracranial, kecelakaan.
trauma/tumor otak  Fasilitasi dukungan spiritual ,jika perlu.
 Infeksi okuler
 Presbikusis Edukasi
 Malfungsi alat bantu dengar  Bimbing untuk mengakui kesalahan diri
 Delirium sendiri
 Demensia  Ajarkan mengidentifikasi perasaan
 Gangguan amnestic bersalah yang menyakitkan
 Penyakit terminal  Ajarkan menggunakan teknik
 Gangguan psikotik menghentikan pikiran dan substitusi
pikiran dengan relaksasi otot saat
pikiran bersalah terus dirasakan
dirasakan
 Ajarkan mengidentifikasi pilihan untuk
mencegah ,mengganti,menebus
kesalahan ,dan penyelesaian.

Risiko gangguan integritas Setelah dilakukan asuhan keperawatan Perawatan integritas kulit
kulit/jaringan selama … x … jam, diharapkan integritas Observasi
Factor risiko kulit dan jaringan meningkat dengan  Identifikasi penyebab gangguan
 Perubahan sirkulasi kriteria hasil : integritas kulit
 Perubahan status nutrisi Integritas kulit dan jaringan Terapeutik
 Kekurangan/kelebihan volume  Elastisitas meningkat  Ubah posisi tiap 2 jam tirah baring
cairan  Hidrasi meningkat  Lakukan pemijatan pada area
 Penurunan mobilitas  Perfusi jaringan meningkat penonjolan tulang, jika perlu
 Bahan kimia iritatif  Kerusakan jaringan menurun  Bersihkan peneal dengan air hangat,
 Suhu lingkungan yang ekstrem  Kerusakan lapisan kulit menurun terutama selama periode diare
 Factor mekanis atau factor  Nyeri menurun  Gunakan produk berbahan petroleum
elektris  Perdarahan menurun atu minyak pada kulit kering
 Terapi radiasi  Kemerahan menurun  Gunakan produk berbahan ringan/alami
 Kelembaban  Hematoma menurun dan hipoalergik pada kulit sensitive

 Proses penuaan  Pigmentasi abnormal menurun  Hindari produk berbahan dasar alcohol
 Neuropati perifer  Jaringan parut menurun pada kulit kering
 Perubahan pigmentasi  Nekrosis menurun Edukasi
 Perubahan hormonal  Abrasi kornea menurun  Anjurkan menggunakan pelembab
 Penekanan pada tonjolan tulang  Suhu kulit membaik  Anjurkan minum air yang cukup
 Kurang terpapar informasi  Sensasi membaik  Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
tentang upaya  Tekstur membaik  Anjurkan meningkatkan asupan buah
mempertahankan/melindungi dan sayur
 Pertumbuhan rambut membaik
integritas jaringan  Anjurkan menghindari terpapar suhu
Kondisi klinis terkait ekstrim
 Imobilisasi  Anjurkn mandi dan menggunakan sabun
 Gagal jantung kongestif secukupnya
 Gagal ginjal
 Diabetes mellitus
 Imunodefisiensi

 Kateterisasi jantung
Harga diri rendah situasional Setelah dilakukan asuhan keperawatan Promosi harga diri
Definisi: evaluasi atau perasaan negatif selama …. X …. Jam, diharapkan harga Observasi
terhadap diri sendiri atau kemampuan diri meningkat dengan kriteria hasil:  Identifikasi budaya, agama, ras, jenis
klien sebagai respon terhadap situasi saat Harga diri kelamin, dan usia terhadap harga diri
ini.  Penilaian diri positif meningkat  Monitor verbalisasi yang merendahkan diri
 Perasaan memiliki kelebihan atau sendiri
Penyebab: kemampuan positif meningkat  Monitor tingkat harga diri setiap waktu,
 Perubahan pada citra tubuh  Perasaan malu menurun sesuai kebutuhan
 Perubahan peran social  Perasaan tidak mampu melakukan
 Ketidakadekuatan pemahaman apapun menurun Terapeutik
 Perilaku tidak konsisten dengan nilai  Motivasi terlibat dalam verbalisasi positif
 Kegagalan hidup berulang untuk diri sendiri
 Riwayat kehilangan  Diskusikan kepercayaan terhadap penilaian
 Riawayat penolakan diri
 Transisi perkembangan  Diskusikan pengalaman yang meningkatkan

harga diri
Gejala dan tanda mayor  Diskusikan persepsi negative diri
Subjekif  Diskusikan alasan mengkritik diri atau rasa
 Menilai diri negatif (misalnya tidak bersalah
berguna, tidak tertolong)  Diskusikan penetapan tujuan realistis untuk
 Merasa malu/bersalah mencapai harga diri yang lebih tinggi
 Melebih-lebihkan penilaian negatif  Berikan umpan balik positif atas
tentang diri sendiri peningkatan mencapai tujuan
 Menolak penilaian positif tentang diri
sendiri Edukasi
Objektif  Jelaskan kepada keluarga pentingnya
 Berbicara pelan dan lirih dukungan dalam perkembangan konsep
 Menolak berinteraksi dengan orang positif diri pasien
lain  Anjurkan mengidentifikasi kekuatan yang
 Berjalan menunduk dimiliki
 Postur tubuh menunduk  Anjurkan mempertahankan kontak mata

saat berkomunikasi dengan orang lain


Gejala dan tanda minor  Latih cara berpikir dan berperilaku positif
Subjektif  Latih meningkatkan kepercayaan pada
 Sulit berkonsentrasi kemampuan dalam menangani situasi
Objektif
 Kontak mata kurang
 Lesu dan tidak bergairah
 Pasif
 Tidak mampu membuat keputusan
Defisit nutrisi Setelah dilakukan asuhan keperawatan Manajemen nutrisi
Definisi: asupan nutrisi tidak cukup selama …. X …. Jam, diharapkan status Observasi
untuk memenuhi kebutuhan metabolisme nutrisi meningkat dengan kriteria hasil:  Identifikasi status nutrisi
 Porsi makanan yang dihabiskan  Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
Penyebab: meningkat  Identifikasi makanan yang disukai
 Ketidakmampuan menelan makanan  Kekuatan otot pengunyah meningkat  Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis
 Ketidakmampuan mencerna makanan  Kekuatan otot menelan meningkat nutrient

 Ketidakmampuan mengabsorpsi  Berat badan Indeks Massa Tubuh  Identifikasi perlunya penggunaan selang
nutrien (IMT) membaik nasogastrik
 Peningkatan kebutuhan metabolisme  Frekuensi makan membaik  Monitor asupan makanan
 Faktor ekonomi (misalnya finansial  Nafsu makan membaik  Monitor berat badan
tidak mencukupi  Bising usus membaik  Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
 Faktor psikologis (misalnya stres,
keengganan untuk makan)
Terapeutik
Gejala dan tanda mayor  Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika
Subjektif : (tidak tersedia) perlu
Objektif:  Fasilitasi menentukan pedoman diet
 Berat badan menurun minimal 10% (misalnya piramida makanan)
di bawah rentang ideal  Sajikan makanan secara menarik dan suhu
Gejala dan tanda minor yang sesuai
Subjektif:  Berikan makanan tinggi serat untuk
 Cepat kenyang setelah makan mencegah konstipasi

Kram/nyeri abdomen  Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi
 Nafsu makan menurun protein
Objektif  Berikan suplemen makanan, jika perlu
 Bising usus hiperaktif  Hentikan pemberian makanan melalui
 Otot pengunyah lemah selang nasogastrik jika asupan oral dapat
 Otot menelan lemah ditoleransi
 Membran mukosa pucat
 Sariawan
 Serum albumin turun Edukasi
 Rambut rontok berlebihan  Anjurkan posisi duduk, jika mampu
 Diare  Ajarkan diet yang diprogramkan

Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian medikasi sebelum
makan (misalnya pereda nyeri, antiemetik),
jika perlu

 Kolaborasi dengan ahli gizi untuk


menentukan jumlah kalori dan jenis nutrient
yang dibutuhkan, jika perlu
Risiko perfusi serebral tidak efektif Perfusi serebral Manajemen peningkatan TIK

Faktor risiko: kriteria hasil: Observasi


 Keabnormalan masa  Tingkat kesadaran  Identifikasi penyebab peningkatan TIK
protombin/tromboplastin parsial  Kognitif  Monitor MAP
 Aterosklerosis aorta  TIK  Monitor CVP
 Diseksi arteri  Sakit kepala  Monitor PAWP
 Fibrilasi atrium  Gelisah  Monitor PAP
 Tumor otak  Kecemasan  Monitor ICP
 Stenosis karotis  Agitasi  Monitor CPP
 Miksoma atrium  Demam  Monitor gelombang ICP
 Aneurisma serebri  Tekanan darah sistolik  Monitor status pernapasan
 Koagulopati  Tekanan darah diastolic  Monitor intake output cairan

 Dilatasi kardiomiopati  Reflek saraf  Monitor cairan serebro-spinalis


 Koagulasi intravaskuler Terapeutik
diseminata  Minimalkan stimulus dengan
 Embolisme menyediakan lingkungan tenang
 Cedera kepala  Berikan posisi semifowler
 Hiperkolesteronemia  Hindari maneuver vaisava
 Hipertensi  Cegah kejang
 Endokarditis infektif  Hindari penggunaan PEEP
 Katup prostetik meanis  Hindari pemberian cairan IV hipotonik
 Stenosis mitral  Atur ventilator agar PaCO2 optimal
 Neoplasma otak  Pertahankan suhu tubuh normal

 Infark miokard akut Kolaborasi


 Sindrom sick sinus  Kolaborasi pemberian sedasi dan anti
 Penyalahgunaan zat konvulsan
 Terapi tombolitik  Kolaborasi pemberian diuretic osmosis
 Efek samping tindakan  Kolaborasi pemberian pelunak tinja

Gangguan komunikasi verbal Komunikasi verbal Promosi komunikasi: defisit bicara

Penyebab: kriteria hasil: Observasi


 Penurunan sirkulasi serebral  Kemampuan bicara  Monitor kecepatan, tekanan, kuantitas,
 Gangguan neuromuskuler  Kemampuan mendengar volume, dan diksi bicara
 Gangguan pendengaran  Kesesuaian ekspresi wajah/tubuh  Monitor proses kognitif, anatomis, dan
 Gangguan musculoskeletal  Kontak mata fisiologi yg berkaitan dengan bicara
 Kelainan palatum  Afasia  Monitor frustasi, marah, depresi, atau
 Hambatan fisik  Disfasia hal lain yang menggenggu bicara
 Hambatan individu  Apraksia  Identifikasi perilaku emosional dan fisik
 Hambatan psikologis  Disleksia sebagai bentuk komunikasi
 Hambatan lingkungan  Disatria Terapeutik
 Afonia  Gunakan Metode komunikasi alternative
Gejala mayor:  Dislalia  Sesuaikan gaya komunikasi dengan
 Tidak mampu  Pelo kebutuhan
berbicara/mendengar  Gagap  Modifikasi lingkungan untuk
 Menunjukkan respon tidak sesuai meminimalkan bantuan
 Ulangi yang disampaikan pasien
Gejala minor:  Berikan duungan psikologis
 Afasia  Gunakan juru bicara
 Disfasia Edukasi
 Apraksia  Anjurkan bicara perlahan
 Disleksia  Ajaran pasien dan keluarga proses
 Disartria kognitif, anatomis, dan fisiologis yang
 Afonia berhubungan dengan kemampuan bicara
 Dislalia Kolaborasi
 Pelo  Rujuk ke ahli patologi bicara atau
 Gagap terapis
 Tidak ada kontak mata

 Sulit memahami komunikasi


 Sulit mempertahankan
komunikasi
 Sulit menggunakan espresi
wajah/tubuh
 Tidak mampu menggunakan
ekspresi wajah/tubuh
 Sulit menyusun kalimat
 Verbalisasi tidak tepat
 Sulit menggunakan kta-kata
 Disorientasi orang, ruang, dan
waktu
 Deficit penglihatan
 Delusi
Gangguan mobilitas fisik Setelah dilakukan asuhan keperawatan Dukungan mobilisasi
Definisi: kelemahan dalam gerakan fisik selama …. X …. Jam, diharapkan Observasi
dari satu atau lebih ekstremitas secara mobilitas fisik meningkat dengan kriteria  Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik
mandiri hasil: lainnya
 Pergerakan ekstremitas sedang  Identifikasi toleransi fisik melakukan
Penyebab:  Kekuatan otot sedang pergerakan
 Kerusakan integritas struktur tulang  Rentang gerak (ROM) sedang  Monitor frekuensi jantung dan tekanan
 Perubahan metabolisme darah sebelum memulai mobilisasi
 Ketidakbugaran fisik  Monitor kondisi umum selama melakukan
 Penurunan kendali otot mobilisasi
 Penurunan massa otot
 Penurunan kekuatan otot Terapeutik
 Keterlambatan perkembangan  Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat
 Kekakuan sendi bantu (mis.pagar tempat tidur)
 Kontraktur  Fasilitasi melakukan pergerakan, jika perlu
 Malnutrisi  Libatkan keluarga untuk membantu pasien
 Gangguan musculoskeletal dalam meningkatkan pergerakan
 Gangguan neuromuscular Edukasi

 Indeks masa tubuh diatas persentil  Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
ke-75 sesuai usia  Anjurkan melakukan mobilisasi dini
 Efek agen farmakologis  Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus
 Program pembatasan gerak dilakukan (mis. duduk di tempat tidur,
 Nyeri duduk di sisi tempat tidur, pindah dari
tempat tidur ke kursi)
 Kurang terpapar informasi tentang
aktivitas fisik
Dukungan perawatan diri
 Kecemasan
Observasi
 Gangguan kognitif
 Identifikasi kebiasaan aktivitas perawatan
 Keengganan melakukan pergerakan
diri sesuai usia
 Monitor tingkat kemandirian
 Identifikasi kebutuhan alat bantu kebersihan
diri, berpakaian, berhias, dan makan
Terapeutik
 Sediakan lingkungan yang terapeutik

(mis.suasana hangat, rileks, privasi)


 Siapkan keperluan pribadi (mis.parfum,
sikat gigi, dan sabun mandi)
 Dampingi dalam melakukan perawatan diri
sampai mandiri
 Fasilitasi untuk menerima keadaan
ketergantungan
 Fasilitasi kemandirian, bantu jika tidak
mampu melakukan perawatan diri
 Jadwalkan rutinitas perawatan diri
Edukasi
 Anjurkan melakukan perawatan mandiri
secara konsisten sesuai kemampuan

Teknik latihan penguatan sendi


Observasi

 Identifikasi keterbatasan fungsi dan gerak


sendi
 Monitor lokasi dan sifat ketidaknyamanan
atau rasa sakit selama gerakan/aktivitas
Terapeutik
 Lakukan pengendalian nyeri sebelum
memulai latihan
 Berikan posisi tubuh optimal untuk gerakan
sendi pasif atau aktif
 Fasilitasi menyusun jadwal latihan rentang
gerak aktif maupun pasif
 Fasilitasi gerak sendi teratur dalam batas-
batas rasa sakit, ketahanan, dan mobilitas
sendi
 Berikan penguatan positif untuk melakukan
latihan bersama

Edukasi
 Jelaskan kepada pasien/keluarga tujuan dan
rencanakan latihan bersama
 Anjurkan duduk ditempat tidur, di sisi
tempat tidur (menjuntai), atau di kursi,
sesuai toleransi
 Ajarkan melakukan latihan rentang gerak
aktif dan pasif secara sistematis
 Anjurkan mamvisualisasikan gerak tubuh
sebelum memulai gerakan
 Anjurkan ambulansi, sesuai toleransi
Kolaborasi
 Kolaborasi dengan fisioterapi dalam
mengembangkan dan melaksanakan
program latihan
DAFTAR PUSTAKA

Pudiastuti, R.2011.Penyakit pemicu stroke dilengkapi posyandu lansia dan


posbindu PTM.Yogyakarta: Nuha Medika

Price, SA. & Wilson, LM. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Volume 2. 6th ed. Jakarta:EGC;110
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai