OLEH:
B. Klasifikasi
Menurut Pudiastuti (2011) stroke terbagi menjadi 2 kategori yaitu stroke
hemoragik dan stroke non hemoragik atau stroke iskemik.
1. Stroke hemoragik
Stroke hemoragik adalah stroke karena pecahnya pembuluh darah sehingga
menghambat aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu
daerah otak dan merusaknya. Hampir 70% kasus stroke hemoragik diderita oleh
penderita hipertensi. Stroke hemoragik digolongkan
digolongkan menjadi 2 jenis yaitu :
a. hemoragik intraserebral (perdarahan yang terjadi di dalam jaringan otak),
b. hemoragik subaraknoid (perdarahan yang terjadi pada ruang subaraknoid atau
ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan yang menutupi otak.
2. Stroke non hemoragik
Stroke non hemoragik atau stroke iskemik terjadi karena tersumbatnya
pembuluh darah yang menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau
keseluruhan terhenti. Hal ini disebabkan oleh aterosklerosis yaitu penumpukan
kolesterol pada dinding pembuluh darah atau bekuan darah yang telah menyumbat
suatu pembuluh darah ke otak. Stroke iskemik ini dibagi 3 jenis yaitu:
a. stroke trombotik (proses terbentuknya thrombus hingga
hi ngga menjadi gumpalan),
b. stroke embolik (tertutupnya pembuluh arteri oleh bekuan darah),
c. hipoperfusion sistemik (aliran darah ke seluruh bagian tubuh berkurang karena
adanya gangguan denyut jantung).
C. Etiologi
Penyebab stroke menurut pembagiannya yaitu :
1. Stroke Hemoragik
a. Perdarahan intraserebrum hipertensif.
b. Perdarahan subaraknoid (PSA): ruptura aneurisma secular (berry), rupture
malformasi arteriovena (MAV), trauma.
c. Penyalahgunaan kokain, amfetamin
d. Perdarahan akibat tumor otak
e. Infark hemoragik
f. Penyakit perdarahan sistemik termasuk penggunaan obat antikoagulan.
2. Stroke Non Hemoragik
a. Trombosis (Bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher).
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga
menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapa menimbulkan oedema dan kongesti
di sekitarnya.Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur atau
bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan
penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi serebral.Tanda dan
gejala neurologis seringkali memburuk pada 48 jam setelah thrombosis.
Adapun beberapa keadaan ini yang menjadi penyebab trombosis yaitu :
1) Atherosklerosis
Atherosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya
kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah. Manifestasi klinis
atherosklerosis bermacam-macam. Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme
berikut :
otak.
3) Hipotensi
Penurunan tekanan darah yang tiba-tiba bisa menyebabkan berkurangnya
aliran darah ke otak, yang biasanya menyebabkan seseorang pingsan. Stroke
bisa terjadi jika hipotensi ini sangat parah dan menahun.
D. Pathway
E. Faktor Risiko
Faktor resiko stroke dapat dikategorikan kedalam faktor resiko yang tidak dapat
dimodifikasi (non-modifiable) dan dapat dimodifikasi (modifiable).
1. Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi (non-modifiable)
Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi meliputi usia, jenis kelamin, ras, dan
herediter/keturunan.
a. Usia. Resiko stroke meningkat seiring dengan pertambahan usia, dua kali lipat
lebih besar ketika seseorang berusia 55 tahun. Namun, stroke dapat terjadi
b. Penyakit jantung.
Penyakit jantung meliputi fibrilasi atrial, infark miokard, kardiomiopati,
abnormalitas katup jantung, dan kelainan jantung conginetal juga temasuk
kedalam faktor resiko stroke. Fibrilasi atrium adalah faktor risiko yang paling
penting diobati.
c. Dibetes melitus.
DM merupakan faktor resiko yang penting terhadap kejadian stroke, dan
meningkatkan resiko kejadian stroke pada semua usia. Individu dengan
diabetes mellitus memiliki resiko lima kali lebih besar terserang stroke dari
stroke.
f. Efek alkohol terhadap resiko stroke tergantung pada jumlah yang alcohol
dikonsumsi. Mengkonsumsi lebih dari 1-2 minuman beralkohol setiap hari
memiliki resiko tinggi terhadap hipertensi, yang juga meningkatkan resiko
mereka menderita stroke.
g. Obesitas.
Obesitas juga berkaitan dengan hipertensi, gula darah tinggi, dan kadar lipid
darah, yang semuanya meningkatkan risiko stroke.
h. Hubungan ketidakaktifan fisik dan peningkatan risiko stroke sama besar baik
pada pria maupun wanita, tanpa memandang etnis/ras. Manfaat aktivitas fisik
yang rutin dilakukan baik ringan maupun sedang dapat memberikan efek yang
menguntungkan terutama untuk menurunkan faktor risiko.
i. Diet.
Pengaruh diet pada stroke belum demikian jelas, meskipun diet tinggi lemak
jenuh dan rendah konsumsi buah dan sayuran dapat meningkatkan risiko
stroke. Penggunaan obat-obatan terlarang, terutama penggunaan kokain, telah
dikaitkan dengan risiko stroke.
j. Sleep apnea merupakan faktor risiko independen untuk stroke dan dapat
meningkatkan risiko stroke atau kematian 2 kali lipat.
F. Manifestasi Klinis
1. Stroke Hemoragik
Stoke hemoragik menyebabkan defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi
(pembuluh darah mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak
adekuat dan jumlah aliran darah kolateral. Stroke akan meninggalkan gejala sisa
karena fungsi otak tidak akan membaik sepenuhnya.
Berikut gejala dari stroke :
a. Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh ( hemiparese atau hemiplegia)
b. Lumpuh pada salah satu sisi wajah “ Bell’s Palsy”
Palsy”
c. Tonus otot lemah atau kaku
Gejalanya :
a. Unilateral headache
1) Disartria
2) Afasia, bilamana mengenai hemisfer dominan
3) Amourosis fugaks (transient monocular blindness) ipsilateral menetap
4) Hemiparesis/paralisis kontralateral
5) Hemiparestesia/anestesia kontralateral
6) Brancio-Facial atau defisit ekstremitas bawah kontralateral
7) Deviasi konjugue ke arah lesi
b. Sistem vertebro-basilaris
1) Nistagmus
2) Diplopia
3) Gangguan penglihatan/pergerakan bola mata
4) Vornitus
5) Parestesia sirkumoral
6) Vertigo
7) Tinitus
8) Amnesia
9) Disartria
10) Disfagia
11) Drop attack
12) Hemihipestesia
13) Ataksia serebeller ipsilateral
Tanda dan gejala yang muncul sangat tergantung pada daerah dan luasnya daerah
otak yang terkena:
a. Pengaruh terhadap status mental
Tidak sadar : 30% – 40%
Konfuse : 45% dari pasien biasanya sadar
b. Daerah arteri serebri media, arteri karotis interna akan menimbulkan:
Hemiplegia kontralateral yang disertai hemianesthesia (30%-80%)
Afasia bila mengenai hemisfer dominant (35%-50%)
Apraksia bila mengenai hemisfer non dominant(30%)
c. Daerah arteri serebri anterior akan menimbulkan gejala:
Hemiplegia dan hemianesthesia kontralateral terutama tungkai (30%-80%)
bicara.
d. Apraksia yaitu ketidakmampuan untuk melakukan tindakan yang
dipelajari sebelumnya,
s ebelumnya, seperti terlihat ketika klien mengambil sisir dan
berusaha untuk menyisir rambutnya.
rambutnya.
e. Disfagia, dimana klien mengalami kesulitan dalam menelan karena stroke
pada arteri vertebrobasiler yang mepengaruhi saraf yang mengatur proses
menelan, yaitu N V (trigeminus), N VII (facialis), N IX (glossofarengeus) dan
N XII (hipoglosus).
f. Pada klien stroke juga mengalami perubahan dalam penglihatan seperti
diplopia.
g. Horner’s syndrome,
syndrome, hal ini disebabkan oleh paralisis nervus simpatis pada
mata sehingga bola mata seperti tenggelam, ptosis pada kelopak mata atas,
kelopak mata bawah agak naik keatas, kontriksi pupil dan berkurangnya air
mata.
h. Unilateral neglected
neglected merupakan ketidak mampuan
mampuan merespon
merespon stimulus dari
sisi kontralateral infark
i nfark serebral,
ser ebral, sehingga mereka sering mengabaikan
salah satu sisinya.
i. Defisit sensori disebabkan oleh stroke pada bagian sensorik dari lobus parietal
G. Patofisiologi
1. Stroke Hemoragic
Tahapan patofisologi terjadinya stroke adalah kerusakan
ker usakan pembuluh darah otak,
pembuluh darah tidak mampu mengalirkan darah atau pembuluh darah pecah dan
bagian otak yang memperoleh darah dari pembuluh yang rusak tadi fungsinya
menjadi terganggu hingga timbul gejala-gejala stroke.
Tahapan tersebut tidak terjadi dalam waktu singkat. Pada tahap pertama
dimana dinding pembuluh darah yang mengalirkan darah ke otak mula-mula
terkena berupa aterosklerosis pada pembuluh-pembuluh yang kecil. Penebalan
dinding pembuluh darah ini terjadi berangsung-angsur dan diakibatkan oleh
hipertensi, DM, peninggian kadar asam urat atau lemak dalam darah, perokok
berat dll.
Proses penebalan timbul berangsur-angsur dalam waktu beberapa tahun atau
akhirnya suatu saat terjadi sumbatan dimana aliran darah yang terjadi cukup
ditolerir oleh otak. Akhirnya karena sempitnya lumen pembuluh darah tersebut
tidak cukup lagi memberi darah pada pembuluh darah otak ini menyebabkan
kerapuhan dan pembuluh darah menjadi pecah dan timbul perdarahan. Pada saat
dimana pembuluh darah tersebut pecah atau tersumbat hingga aliran darah tidak
cukup lagi memberi darah lalu timbul gejala-gejala neurologik berupa
kelumpuhan, tidak bisa bicara atau pingsan, diplopia secara mendadak. Sumbatan
pembuluh darah otak dapat juga terjadi akibat adanya bekuan-bekuan darah dari
luar otak (jantung atau pembuluh besar tubuh) atau dari pembuluh darah leher
(karotis) yang terlepas dari dinding pembuluh tersebut dan terbawa ke otak lalu
menyumbat. Karena fungsi otak bermacam-macam, maka gejala stroke juga
timbul tergantung pada daerah mana otak yang terganggu. Penyumbatan atau
pecahnya pembuluh darah secara mendadak dapat menimbulkan gejala dan tanda
tanda--
tanda neurologik yang memiliki sifat, mendadak, tidak ada gejala-gejala dini atau
gejala peningkatan dan timbulnya iskemi atau kerusakan otak,gejala neurologik
yang timbul selalau terjadi pada satu sisi badan, gejala-gejala klinik yang timbul
mencapai maksimum beberapa jam setelah serangan . Umumnya kurang dari 24
jam, jadi misalnya pagi hari
har i serangan stroke timbul berupa kelemahan pada badan
sebelah kanan kemudian berangsur-angsur menjadi lumpuh sama sekali.
Perdarahan pada stroke hemoragik biasanya terjadi pada intraserebral dan
darah.
b. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya thrombus dan perdarahan
aterm.
c. Dapat terbentuk thrombus yang kemudian terlepas sebagai emboli.
pembuluh darah otak tetap konstan walaupun ada perubahan tekanan perfusi
otak.
d. Kelainan jantung menyebabkan menurunnya curah jantung dan karena
lepasnya embolus sehingga menimbulkan iskhemia otak.
e. Suplai darah ke otak dapat berubah pada gangguan fokal (thrombus, emboli,
perdarahan dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan umum (Hypoksia
karena gangguan paru dan jantung). Arterosklerosis sering/cenderung sebagai
faktor penting terhadap otak. Thrombus dapat berasal dari flak arterosklerotik
atau darah dapat beku pada area yang stenosis, dimana aliran darah akan
H. Pathway (terlampir)
I. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah rutin diperlukan sebagai dasar pembelajaran dan mungkin
pula menunjukkan faktor resiko stroke seperti polisitemia, trombositosis,
b. CT perfussion
Modalitas ini merupakan modalitas baru yang berguna untuk
mengidentifikasi daerah awal terjadinya iskemik. Dengan melanjutkan
pemeriksaan scan setelah kontras, perfusi dari region otak dapat diukur.
Adanya hipoatenuasi menunjukkan terjadinya iskemik di daerah tersebut.
c. CT angiografi (CTA)
Pemeriksaan CT scan non kontras dapat dilanjutkan dengan CT
angiografi (CTA). Pemeriksaan ini dapat mengidentifikasi defek pengisian
arteri serebral yang menunjukkan lesi spesifik dari pembuluh darah penyebab
stroke. Selain itu, CTA juga dapat memperkirakan jumlah perfusi karena
daerah yang mengalami hipoperfusi memberikan gambaran hipodense.
d. MR angiografi (MRA)
MRA juga terbukti dapat mengidentifikasi lesi vaskuler dan oklusi
lebih awal pada stroke akut. Sayangnya, pemerikasaan ini dan pemeriksaan
MRI lainnya memerlukan biaya yang tidak sedikit serta waktu pemeriksaan
yang agak panjang. Protokol MRI memiliki banyak kegunaan untuk pada
stroke akut. MR T1 dan T2 standar dapat dikombinasikan dengan protokol
lain seperti diffusion-weighted imaging (DWI) dan perfussion-weighted
imaging (PWI) untuk meningkatkan sensitivitas agar dapat mendeteksi stroke
non hemoragik akut. DWI dapat mendeteksi iskemik lebih cepat daripada CT
scan dan MRI. Selain itu, DWI juga dapat mendeteksi iskemik pada daerah
kecil. PWI dapat mengukur langsung perfusi daerah di otak dengan cara yang
serupa dengan CT perfusion. Kontras dimasukkan dan beberapa gambar
thorasik. Selain itu, modalitas ini juga lebih akurat untuk mengidentifikasi
trombi pada atrium kiri. Modalitas lain yang juga berguna untuk mendeteksi
kelainan jantung adalah EKG dan foto thoraks.
J. Penatalaksanaan
1. Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat, posisi miring jika muntah dan
boleh dimulai mobilisasi bertahap jika hemodinamika stabil.
2. Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat, bila perlu
diberikan ogsigen sesuai kebutuhan.
3. Tanda-tanda vital diusahakan stabil
4. Bed rest
5. Koreksi adanya hiperglikemia atau hipoglikemia
6. Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
onset stroke, dalam dosis 0,9 mg/kg (maksimal 90 mg) dan 10% dari dosis
tersebut diberikan secara bolus IV sedang sisanya diberikan dalam tempo 1 jam.
Tiga bulan setelah pemberian rt-PA didapati pasien tidak mengalami cacat atau
hanya minimal. Efek samping dari rt-PA ini adalah perdarahan intraserebral, yang
menit. Diberikan tiap 4-6 jam atau infus kontinu. Dosis biasa: 500 mg (50.000
unit) per hari. Bolus initial 50 mg diikuti infus 250 mg dalam 1 liter garam
fisiologis atau glukose. Dosis disesuaikan dengan Whole Blood Clotting Time.
Nilai normal: 5-7 menit, dan level terapetik
te rapetik heparin: memanjang sampai 15 menit.
Reaksi yang merugikan: hemoragi, alopesia, osteoporosis dan diare.
c. Hemoreologi
Pada stroke iskemik terjadi perubahan hemoreologi yaitu peningkatan
hematokrit, berkurangnya fleksibilitas eritrosit, aktivitas trombosit, peningkatan
kadar fibrinogen dan aggregasi abnormal eritrosit, keadaan ini menimbulkan
terus, kecuali bila terjadi reaksi yang merugikan. Konsentrasi puncak tercapai 2
jam sesudah diminum. Cepat diabsorpsi, konsentrasi di otak rendah.
r endah. Hidrolise ke
asam salisilat terjadi cepat, tetapi tetap aktif. Ikatan protein plasma: 50-80 persen.
Waktu paro (half time) plasma: 4 jam. Metabolisme secara konjugasi (dengan
glucuronic acid dan glycine). Ekskresi lewat urine, tergantung pH. Sekitar 85
persen dari obat yang diberikan
di berikan dibuang lewat urin pada suasana alkalis. Reaksi
yang merugikan: nyeri epigastrik, muntah, perdarahan, hipoprotrombinemia dan
diduga: sindrom Reye.
b. Tiklopidin (ticlopidine) dan klopidogrel (clopidogrel)
Pasien yang tidak tahan aspirin atau gagal dengan terapi aspirin, dapat
menggunakan tiklopidin atau clopidogrel. Obat ini bereaksi dengan mencegah
aktivasi platelet, agregasi, dan melepaskan granul platelet, mengganggu fungsi
membran platelet dengan penghambatan ikatan fibrinogen-platelet yang
diperantarai oleh ADP dan antraksi platelet-platelet. Efek samping tiklopidin
adalah diare (12,5 persen) dan netropenia (2,4 persen). Bila obat dihentikan akan
reversibel. Pantau jumlah sel darah putih tiap 15 hari selama 3 bulan. Komplikas
yang lebih serius, teyapi jarang, adalah pur-pura trombositopenia trombotik dan
anemia aplastik.
4. Pembedahan
Indikasi pembedahan pada completed stroke sangat dibatasi. Jika kondisi
pasien semakin buruk akibat penekanan batang otak yang diikuti infark serebral
maka pemindahan dari jaringan yang mengalami infark harus dilakukan.
a. Karotis Endarterektomi
Prosedur ini mencakup pemindahan trombus dari arteri karotis interna yang
mengalami stenosis. Pada pasien yang mengalami stroke di daerah sirkulasi
anterior atau yang mengalami stenosis arteri karotis interna yang sedang hingga
berat. Karotis Endarterektomi adalah prosedur bedah untuk membersihkan plak
dan membuka arteri karotis yang menyempit di leher. Endarterektomi dan aspirin
lebih baik digunakan daripada penggunaan aspirin saja untuk mencegah stroke.
Endarterektomi tidak dapat digunakan untuk stroke di daerah vertebrobasiler
atau oklusi karotis lengkap. Angka mortalitas akibat prosedur karotis
jantung.
Sebuah kateter tube yang sangat kecil di insersikan ke dalam arteri di lipatan
paha
Melalui system sirkulasi sampai mencapai area yang tersumbat di arteri
karotis
Dapat juga mengahancurkan bekuan dengan mengembangkan balon kecil
didalam dindng pembuluh darah (angioplasty)
Setelah menggembungkan balon sementara waktu, dokter biasanya
meninggalkan kawat berbentuk sirkular (stent) ke dalam pembuluh darah
untuk menjaga agar pembuluh darah tetap terbuka
K. Komplikasi
Menurut Pudiastuti (2011) pada pasien stroke yang berbaring lama dapat terjadi
masalah fisik dan emosional diantaranya:
Pasien stroke tidak bisa batuk dan menelan dengan sempurna, hal ini
menyebabkan cairan terkumpul di paru-paru dan selanjutnya menimbulkan
pneumoni.
4. Atrofi dan kekakuan sendi (Kontraktur)
Hal ini disebabkan karena kurang gerak dan immobilisasi.
5. Depresi dan kecemasan
Gangguan perasaan sering terjadi pada stroke dan menyebabkan reaksi
emosional dan fisik yang tidak diinginkan karena terjadi perubahan dan
kehilangan fungsi tubuh.
Suhu
c. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan umum
Kesadaran : umumnya mengalami penurunan kesadaran.
Suara bicara : kadang mengalami gangguan yaitu sukar
dimengerti, kadang tidak bisa bicara.
Tanda-tanda vital : tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi.
2) Pemeriksaan integumen
Kulit : jika klien kekurangan oksigen, kulit akan tampak pucat dan
jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan buruk. Di
samping itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus
terutama pada daerah yang menonjol karena klien stroke
hemoragik harus bed rest 2-3 minggu.
Kuku : perlu dilihat adanya clubbing finger, cyanosis.
Rambut: umumnya tidak ada kelainan.
Pemeriksaan refleks
Pada fase akut reflek fisiologis sisi yang lumpuh akan
menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis
akan muncul kembali didahuli dengan refleks
patologis.(Jusuf Misbach, 1999)
d. Pemeriksaan Diagnostik
1) Pemeriksaan radiologi
CT scan : Didapatkan hiperdens fokal, kadang-
kadang masuk ventrikel, atau menyebar ke
permukaan otak. (Linardi Widjaja, 1993)
MRI : Untuk menunjukkan area yang mengalami
hemoragik. (Marilynn E. Doenges, 2000)
Angiografi serebral : Untuk mencari sumber perdarahan seperti
aneurisma atau malformasi vaskuler.
(Satyanegara, 1998)
Pemeriksaan foto thorax : Dapat memperlihatkan keadaan jantung,
apakah terdapat pembesaran ventrikel kiri yang
merupakan salah satu tanda hipertensi kronis
pada penderita stroke. (Jusuf Misbach, 1999).
2) Pemeriksaan laboratorium
Pungsi lumbal : Pemeriksaan likuor yang merah biasanya
dijumpai pada perdarahan yang masif,
sedangkan perdarahan yang kecil biasanya
warna likuor masih normal (xantokhrom)
sewaktu hari-hari pertama. (Satyanegara,
1998)
Pengkajian GADAR
1. Pengkajian Primer
Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret
akibat kelemahan reflek batuk
Breathing
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan
yang sulit dan atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi
Circulation
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut,
takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan
membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut
2. Pengkajian Sekunder
Aktivitas dan istirahat
Data Subyektif:
Kesulitan dalam beraktivitas ; kelemahan, kehilangan sensasi atau
paralysis
Mudah lelah, kesulitan istirahat ( nyeri atau kejang otot).
Data obyektif:
Perubahan tingkat kesadaran.
), kelemahan umum.
Sirkulasi
Data Subyektif:
Riwayat penyakit jantung ( penyakit katup jantung, disritmia,
disritmi a, gagal
jantung, endokarditis bacterial )
Polisitemia.
Data obyektif:
Hipertensi arterial
Integritas ego
Data Subyektif:
Perasaan tidak berdaya, hilang harapan
Data obyektif:
Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesediahan ,
Anuria
Distensi abdomen (kandung kemih sangat penuh)
Makan/ minum
Data Subyektif:
Nafsu makan hilang
Data obyektif:
Problem dalam mengunyah ( menurunnya reflek palatum dan
faring)
Obesitas ( factor resiko)
Sensori neural
Data Subyektif:
Pusing / syncope ( sebelum CVA / sementara selama TIA )
arachnoid.
lumpuh/mati
Penglihatan berkurang
Data obyektif:
Status mental ; koma biasanya menandai stadium perdarahan ,
stimuli taktil
Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan motorik
Reaksi dan ukuran pupil : tidak sama dilatasi dan tak bereaksi pada
Data obyektif:
Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot / fasial
Respirasi
Data Subyektif:
Perokok (factor resiko)
Keamanan
Data obyektif:
pernah dikenali
Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan regulasi
suhu tubuh
Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap
keamanan, berkurang kesadaran diri
Interaksi social
Data obyektif:
Problem berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi
MASALAH KEPERAWATAN
• Risiko perfusi serebral tidak efektif
• Bersihan jalan nafas tidak efektif
• Gangguan mobilitas fisik
• Gangguan komunikasi verbal
• Defisit nutrisi
• Gangguan persepsi sensori
• Defisit perawatan diri
• Risiko gangguan intergritas kulit
• Risiko cedera
• Harga diri rendah situasional
INTERVENSI KEPERAWATAN
o
Kondisi klinis terkait Auskultasi bunyi nafas
o Gullian barre syndrome o Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
o Sclerosis multiple o Monitor nilai AGD
o Myasthenia gravis o Monitor hasil x-ray thoraks
o Prosedur diagnostic (mis. 2. Terapeutik
Bronkoskopi, transesophageal o Atur interval pemantauan respirasi
echocardiography [TEE]) sesuai kondisi pasien
o Depresi system saraf pusat o Dokumentasikan hasil
o Cedera kepala pemantauandukasi
o Stroke o Jelaskan tujuan dan prosedur
o Kuadriplegia pemantauan
o Sindrom aspirasi meconium o Informasikan hasil pemantauan, jika
o Infeksi saluran napas perlu
Pencegahan jatuh
1. Tindakan
o Identifikasi factor risiko jatuh
o Identifikasi factor ligkungan yang
meningkatkan risiko jatuh
o Hitung risiko jatuh dengan
menggunakan skala
o Monitor kemampuan berpindah dari
tempat tidur ke kunsi roda dan
sebaliknya
Terapeutik
o Orientasi ruangan pada pasien dan
keluarga
o Pastikan roda tempat tidur dan kursi
roda slalu dalam keadaan terkunci
o Pasang hedrail tempat tidur
o Atur tempat tidur mekanis dalam posisi
rendah
o Gunakan alat bantu berjalan
Edukasi
o Ajurkan memanggil perawat jika
membutuhkan bantuan untuk berpindah
o Anjurkan menggunka alas kaki yang
tidak licin
o Anjurkan berkonsetrasi untuk menjaga
keseimbangan tubuh
o Anjurkan melebarkan kaki untuk
meningkatkan keseimbangan saat berdiri
Defisit perawatan diri Perawatan diri Dukungan perwatan diri
Penyalahgunaan zat Persepsi stimulasi kulit sedang darah sebelum memulai mobiliasi
Usia lanjut Persepsi posisi tubuh sedang Monitor kondisi umum selama
Pemajanan toksin lingkungan Perbedaan bau sedang melakukan mobilisasi
Perbedaan rasa sedang
Gejala dan tanda mayor Terapeutik
Subyektif Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan
Mendengar suara bisikan atau alat bantu (mis.pagar tempat tidur)
melihat bayangan Fasilitasi melakukan pergerakan ,jika
Merasakan sesuatu melalui idera perlu
perabaan, penciuman, Libatkan keluarga untuk membantu
pendengaran, penglihatan atau pasien dalam meningkatkan pergerakan
pengecapan
Objektif Edukasi
Distorsi sensori Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
Respons tidak sesuai Anjurkan melakukan mobilisasi dini
Bersikap seolah melihat, Ajarkan mobilisasi sederhana yang
mendengar, mengecap, meraba, harus dilakukan (mis. Duduk di tempat
atau mencium sesuatu tidur,duduk disisi tempat tidur,pindah
Gejala dan tanda minor dari tempat tidur kekursi.
Subyektif
Menyatakan kesal Dukungan perawatan diri
Menyendiri Observasi
Melamun Identifikasi adanya keyakinan tidak
Konsentrasi buruk rasional
Disorientasi waktu, tempat, orang
atau situasi
Curiga Terapeutik
Melihat ke satu arah Fasilitasi mengidentifikasi situasi
Mondar-mandir perasaan muncul dan respons terhadap
situasi
Bicara sendiri
Kondisi klinis terkait Fasilitasi mengidentifikasi refleksi
perasaaan yang destruktif
Glaucoma
Fasilitasi mengidentifikasi dampak
Katarak
situasi pada hubungan keluarga
Gangguan refraksi
Fasilitasi memahami perasaan bersalah
Trauma okuler
Trauma pada saraf kranialis II, adalah reaksi umum terhadap trauma
III, IV, dan VI akibat stroke, ,penganiayaan ,berduka ,bencana atau
aneurisma intracranial, kecelakaan.
trauma/tumor otak Fasilitasi dukungan spiritual ,jika perlu.
Infeksi okuler
Presbikusis Edukasi
Malfungsi alat bantu dengar Bimbing untuk mengakui kesalahan diri
Delirium sendiri
Demensia Ajarkan mengidentifikasi perasaan
Gangguan amnestic bersalah yang menyakitkan
Penyakit terminal Ajarkan menggunakan teknik
Gangguan psikotik menghentikan pikiran dan substitusi
pikiran dengan relaksasi otot saat
pikiran bersalah terus dirasakan
dirasakan
Ajarkan mengidentifikasi pilihan untuk
mencegah ,mengganti,menebus
kesalahan ,dan penyelesaian.
Risiko gangguan integritas Setelah dilakukan asuhan keperawatan Perawatan integritas kulit
kulit/jaringan selama … x … jam, diharapkan integritas Observasi
Factor risiko kulit dan jaringan meningkat dengan Identifikasi penyebab gangguan
Perubahan sirkulasi kriteria hasil : integritas kulit
Perubahan status nutrisi Integritas kulit dan jaringan Terapeutik
Kekurangan/kelebihan volume Elastisitas meningkat Ubah posisi tiap 2 jam tirah baring
cairan Hidrasi meningkat Lakukan pemijatan pada area
Penurunan mobilitas Perfusi jaringan meningkat penonjolan tulang, jika perlu
Bahan kimia iritatif Kerusakan jaringan menurun Bersihkan peneal dengan air hangat,
Suhu lingkungan yang ekstrem Kerusakan lapisan kulit menurun terutama selama periode diare
Factor mekanis atau factor Nyeri menurun Gunakan produk berbahan petroleum
elektris Perdarahan menurun atu minyak pada kulit kering
Terapi radiasi Kemerahan menurun Gunakan produk berbahan ringan/alami
Kelembaban Hematoma menurun dan hipoalergik pada kulit sensitive
Proses penuaan Pigmentasi abnormal menurun Hindari produk berbahan dasar alcohol
Neuropati perifer Jaringan parut menurun pada kulit kering
Perubahan pigmentasi Nekrosis menurun Edukasi
Perubahan hormonal Abrasi kornea menurun Anjurkan menggunakan pelembab
Penekanan pada tonjolan tulang Suhu kulit membaik Anjurkan minum air yang cukup
Kurang terpapar informasi Sensasi membaik Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
tentang upaya Tekstur membaik Anjurkan meningkatkan asupan buah
mempertahankan/melindungi dan sayur
Pertumbuhan rambut membaik
integritas jaringan Anjurkan menghindari terpapar suhu
Kondisi klinis terkait ekstrim
Imobilisasi Anjurkn mandi dan menggunakan sabun
Gagal jantung kongestif secukupnya
Gagal ginjal
Diabetes mellitus
Imunodefisiensi
Kateterisasi jantung
Harga diri rendah situasional Setelah dilakukan asuhan keperawatan Promosi harga diri
Definisi: evaluasi atau perasaan negatif selama …. X …. Jam, diharapkan harga Observasi
terhadap diri sendiri atau kemampuan diri meningkat dengan kriteria hasil: Identifikasi budaya, agama, ras, jenis
klien sebagai respon terhadap situasi saat Harga diri kelamin, dan usia terhadap harga diri
ini. Penilaian diri positif meningkat Monitor verbalisasi yang merendahkan diri
Perasaan memiliki kelebihan atau sendiri
Penyebab: kemampuan positif meningkat Monitor tingkat harga diri setiap waktu,
Perubahan pada citra tubuh Perasaan malu menurun sesuai kebutuhan
Perubahan peran social Perasaan tidak mampu melakukan
Ketidakadekuatan pemahaman apapun menurun Terapeutik
Perilaku tidak konsisten dengan nilai Motivasi terlibat dalam verbalisasi positif
Kegagalan hidup berulang untuk diri sendiri
Riwayat kehilangan Diskusikan kepercayaan terhadap penilaian
Riawayat penolakan diri
Transisi perkembangan Diskusikan pengalaman yang meningkatkan
harga diri
Gejala dan tanda mayor Diskusikan persepsi negative diri
Subjekif Diskusikan alasan mengkritik diri atau rasa
Menilai diri negatif (misalnya tidak bersalah
berguna, tidak tertolong) Diskusikan penetapan tujuan realistis untuk
Merasa malu/bersalah mencapai harga diri yang lebih tinggi
Melebih-lebihkan penilaian negatif Berikan umpan balik positif atas
tentang diri sendiri peningkatan mencapai tujuan
Menolak penilaian positif tentang diri
sendiri Edukasi
Objektif Jelaskan kepada keluarga pentingnya
Berbicara pelan dan lirih dukungan dalam perkembangan konsep
Menolak berinteraksi dengan orang positif diri pasien
lain Anjurkan mengidentifikasi kekuatan yang
Berjalan menunduk dimiliki
Postur tubuh menunduk Anjurkan mempertahankan kontak mata
Ketidakmampuan mengabsorpsi Berat badan Indeks Massa Tubuh Identifikasi perlunya penggunaan selang
nutrien (IMT) membaik nasogastrik
Peningkatan kebutuhan metabolisme Frekuensi makan membaik Monitor asupan makanan
Faktor ekonomi (misalnya finansial Nafsu makan membaik Monitor berat badan
tidak mencukupi Bising usus membaik Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Faktor psikologis (misalnya stres,
keengganan untuk makan)
Terapeutik
Gejala dan tanda mayor Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika
Subjektif : (tidak tersedia) perlu
Objektif: Fasilitasi menentukan pedoman diet
Berat badan menurun minimal 10% (misalnya piramida makanan)
di bawah rentang ideal Sajikan makanan secara menarik dan suhu
Gejala dan tanda minor yang sesuai
Subjektif: Berikan makanan tinggi serat untuk
Cepat kenyang setelah makan mencegah konstipasi
Kram/nyeri abdomen Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi
Nafsu makan menurun protein
Objektif Berikan suplemen makanan, jika perlu
Bising usus hiperaktif Hentikan pemberian makanan melalui
Otot pengunyah lemah selang nasogastrik jika asupan oral dapat
Otot menelan lemah ditoleransi
Membran mukosa pucat
Sariawan
Serum albumin turun Edukasi
Rambut rontok berlebihan Anjurkan posisi duduk, jika mampu
Diare Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian medikasi sebelum
makan (misalnya pereda nyeri, antiemetik),
jika perlu
Indeks masa tubuh diatas persentil Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
ke-75 sesuai usia Anjurkan melakukan mobilisasi dini
Efek agen farmakologis Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus
Program pembatasan gerak dilakukan (mis. duduk di tempat tidur,
Nyeri duduk di sisi tempat tidur, pindah dari
tempat tidur ke kursi)
Kurang terpapar informasi tentang
aktivitas fisik
Dukungan perawatan diri
Kecemasan
Observasi
Gangguan kognitif
Identifikasi kebiasaan aktivitas perawatan
Keengganan melakukan pergerakan
diri sesuai usia
Monitor tingkat kemandirian
Identifikasi kebutuhan alat bantu kebersihan
diri, berpakaian, berhias, dan makan
Terapeutik
Sediakan lingkungan yang terapeutik
Edukasi
Jelaskan kepada pasien/keluarga tujuan dan
rencanakan latihan bersama
Anjurkan duduk ditempat tidur, di sisi
tempat tidur (menjuntai), atau di kursi,
sesuai toleransi
Ajarkan melakukan latihan rentang gerak
aktif dan pasif secara sistematis
Anjurkan mamvisualisasikan gerak tubuh
sebelum memulai gerakan
Anjurkan ambulansi, sesuai toleransi
Kolaborasi
Kolaborasi dengan fisioterapi dalam
mengembangkan dan melaksanakan
program latihan
DAFTAR PUSTAKA
Price, SA. & Wilson, LM. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Volume 2. 6th ed. Jakarta:EGC;110
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.