FAKULTAS KESEHATAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS
INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI
DENPASAR
2022
LAPORAN PENDAHULUAN
A. KonsepPenyakit
1. Pengertian
Stroke adalah gangguan peredaran darah otak yang menyebabkan
defisit neurologis mendadak sebagai akibat iskemia atau hemoragi sirkulasi
saraf otak. Istilah stroke biasanya digunakan secara spesifik untuk
menjelaskan infark serebrum (Nurarif & Kusuma, 2015).
Stroke non hemoragik ialah tersumbatnya pembuluh darah yang
menyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti
(Nuratif & Kusuma, 2015). Stroke non hemoragik dapat berupa iskemia
atau emboli dan trombosis serebral, biasanya terjadi saat setelah lama
beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak terjadi perdarahan
namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat
timbul edema sekunder (Wijaya & Putri, 2013).
2. Etiologi
Terdapat beberapa penyebab menurut Black & Hawks (2014); Muttaqin
(2011) yang dapat menimbulkan stroke, diantara penyebabnya adalah
sebagai berikut:
a. Thrombosisserebri
b. Emboli
c. Hemoragik
d. Hipoksiaumum
3. Patofisiologi
Menurut (Muttaqin, 2011) Infark serebral adalah berkurangnya suplai
darah ke area tertentu di otak. Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor
seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi
kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat.
Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada
gangguan lokal (trombus, emboli, perdarahan, dan spasme vaskular) atau
karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung).
Aterosklerosis sering sebagai faktor penyebab infark pada otak. Trombus
dapat berasal dari plak arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area yang
stenosis, tempat aliran darah mengalami pelambatan atau terjadi turbulensi
Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai
emboli dalam aliran darah. Trombus mengakibatkan iskemia jaringan otak
yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan
kongesti di sekitar area. Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih
besar daripada area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam
beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan
berkurangnya edema klien mulai menunjukkan perbaikan. Oleh karena
trombosis biasanya tidak fatal, jika tidak terjadi perdarahan masif. Oklusi
pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan edema dan
nekrosis diikuti trombosis. Jika terjadi septik infeksi akan meluas pada
dinding pembuluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika
sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat . menyebabkan
dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan perdarahan
serebral, jika aneurisma pecah atau ruptur.
Perdarahan pada otak disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik clan
hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan
lebih sering menyebabkan kematian di bandingkan keseluruhan penyakit
serebro vaskulai; karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak,
peningkatan tekanan intrakranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan
herniasi otak pada falk serebri atau lewat foramen magnum.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hernisfer otak,
dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan kebatang
otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus
perdarahan otak di nukleus kaudatus, talamus, dan pons.
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia serebral:
Perubahan yang disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk
waktu 4-6 menit. Perubahan ireversibel jika anoksia lebih dari 10 menit.
Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah
satunya henti jantung.
4. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis Stroke Non Hemoragik menurut Misbach (2011) antara
lain :
1. Hipertensi
2. Hemiparesis (kelemahan) atau hemiplegia (paralisis)
3. Gangguansensorik
4. Gangguankeseimbangan
5. Nyeri kepala (migrain,vertigo)
6. Mual muntah
7. Disatria (kesulitanberbicara)
8. Perubahan mendadak status mental (apatis, somnolen, delirium,
suppor,koma)
b. FotoThorax
Dapat memperlihatkan keadaan jantung. Serta mengidentifikasi
kelainan paru yang potensial mempengaruhi proses manajemen dan
memperburuk prognosis.
c. Angiografiserebral
Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik seperti
perdarahan arteriovena atau adanya ruptur dan untuk mencari sumber
perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskular.
d. Lumbalpungsi
Tekanan yang meningkat dan disertai bercak darah pada carran lumbal
menunjukkan adanya hernoragi pada subaraknoid atau perdarahan pada
intrakranial. Peningkatan jumlah protein menunjukkan adanya proses
inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna
likuor masih normal (xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.
e. CTscan.
Pemindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi
henatoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, dan posisinya
secara pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal,
kadang pemadatan terlihat di ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.
f. MRI
MRI (Magnetic Imaging Resonance) menggunakan gelombang
magnetik untuk menentukan posisi dan besar/luas terjadinya perdarahan
otak. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area yang mengalami lesi dan
infark akibat dari hemoragik.
g. USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem
karotis).
h. EEG
Pemeriksaan ini berturuan untuk melihat masalah yang timbul dan
dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik
dalam jaringan otak.
6. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan menurut (Nurarif & Kusuma, 2015) sebagai berikut :
1. StadiumHiperakut
Tindakan pada stadium ini dilakukan di Instalasi Rawat Darurat dan
merupakan tindakan resusitasi serebro-kardio-pulmonal bertujuan agar
kerusakan jaringan otak tidak meluas. Pada stadium ini, pasien diberi
oksigen 2 L/menit dan cairan kristaloid/koloid ; hindari pemberian cairan
dekstrosa atau salin dalam H2O. Dilakukan pemeriksaan CT scan otak,
elektrokardiografi, foto toraks, darah perifer lengkap dan jumlah trombosit,
protrombin time/INR, APTT, glukosa darah, kimia darah (termasuk
elektrolit); jika hipoksia, dilakukan analisis gas darah. Tindakan lain di
Instalasi Rawat Darurat adalah memberikan dukungan mental kepada
pasien serta memberikan penjelasan pada keluarganya agar tetap tenang.
2. Stadium Akut
Pada stadium ini, dilakukan penanganan faktor-faktor etiologik
maupun penyulit. Juga dilakukan tindakan terapi fisik, okupasi, wicara dan
psikologis serta telaah sosial untuk membantu pemulihan pasien.
Penjelasan dan edukasi kepada keluarga pasien perlu, menyangkut dampak
stroke terhadap pasien dan keluarga serta tata cara perawatan pasien yang
dapat dilakukan keluarga.
a. StrokeIskemik
Terapi umum : letakkan kepala pasien pada posisi 30 o, kepala dan
dada pada satu bidang, ubah posisi tidur setiap 2 jam, mobilisasi dimulai
bertahap bila hemodnamik sudah stabil. Selanjutnya, bebaskan jalan nafas,
beri oksigen 1-2 liter/menit sampai didapatkan hasil analisis gas darah. Jika
perlu dilakukan intubasi. Demam diatasi dengan kompres dan antipiretik,
kemudian dicari penyeba harus dikoreksibnya jika kandung keih penuh
dikosongkan (sebaiknya dengan kateter intermiten). Pemberian nutrisi
dengan cairan isotonik, kristaloid atau koloid 1500-2000 ml dan elektrolit
sesuai kebutuhan, hindari cairan mengandung glukosa atau salin isotonik.
Pemberin nutrisi per oral hanya jika fungsi menelannya baik, jika
didapatkan gangguan menelan aau kesadarana menurun dianjurkan melalui
selang nasogastrik. Kadar guladarah>150mg
%harusdikoreksisampaibatasguladarahsewaktu 150 mg% dengan insulin
drip intravena kontinu selama 2-3 hari pertama. Hipoglikemia (kadar gula
darah > 60 mg% atau > 80mg% dengan gejala) diatasi segera dengan
dekstrosa 40% IV sampai kembali normal dan harus dicari penyebabnya.
Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obat-obatan
sesuai gejala. Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan kecuali bila
tekanan sistolik >220 mmHg, diastol > 120 mmHg. Mean arterial Blood
Pressure (MAP) > 130 mmHg (pada 2 kali pengukuran dengan selang
waktu 30 menit), atau didapatkan infark miokard akut, gagal jantung
kongestif serta gagal ginjal. Penurunan tekanan darah maksimal adalah
20% dan obat yang direkomendasikan : natrium nitroprusid, penyekat
reseptor alfa- beta, penyekat ACE, atau antagonis kalsium. Jika terjadi
Hipotensi yaitu tekanan sistol < 90 mmHg diastol < 70 mmHg diberi Nacl
0,9 % 250 ml selama 1 jam dilanjutkan 500 ml selama 4 jam dan 500 ml
selama 8 jam atau sampai hipotensi dapat diatasi. Jika belum terkoreksi
yaitu tekanan darah sistol masih < 90 mmHg dapat diberikan dopamin 2-
20ug/kg/menit sampai tekanan darah sistolik > 110 mmHg. Jika kejang
diberi diazepam 5-20 mg iv pelan-pelan selama 3 menit, maksimal 100 mg
perhari dilanjutkan pemberian antikonvulsan per oral (fenitoin
karbamaxepin). Jika kejang muncul setelah 2 minggu, diberikan
anikonvulsan peroral jangka panjang. Jika didapatkan tekanan ntrakranial
meningkat, diberi manitol bolus intavena 0,25 sampai 1g/kgBB per 30
menit, dan jika dicurigai fenomena rebound atau keadaan umum
memburuk dilanjutkan 0,25g/kg BB per 30 menit setiap 6jamselama3-
5hari.Harusdilakukanpemantauanosmolalitas(<320 mmol) sebagai
alternatif dapat diberikan larutan hipertonik (NaCL 3%) atau furosemid.
Terapi Khusus : ditujukan untuk reperfusi dengan pemberian
antiplatelet seperti aspirin dan anti koagulan atau yang dianjurkan dengan
trombolitik rtPA (recombinant tissue Plasminogen Actiatoe). Dapat juga
diberikan agen neuroproteksi yait sitikolin atau piracetam (jika didapatkan
afasia).
b. Stroke NonHemoragik
c. Stadium Subakut
Tindakan medis dapat berupa terapi kognitif, tingkah laku, menelan,
terapi wicara, dan bladder training (termasuk terapi fisik). Mengingat
perjalanan penyakit yang panjang, dibutuhkan penatalaksanaan khusus
intensif pasca stroke di rumah sakit dengan tujuan kemandirian pasien,
mengerti, memahami dan melaksanakan program preventif primer dan
sekunder.
Terapi fase subakut : Melanjutkan terapi sesuai kondisi akut
sebelumnya, penatalaksanaan komplikasi, restorasi/rehabilitasi (sesuai
kebutuhan pasien), yaitu fisioterapi, terapi wicara, terapi kognitif, dan
terapi okupasi, prevensi sekunder, edukasi keluarga dan Discharge
Planning.
1. Pengkajian
Anamnesa pada stroke meliputi identitas klien, keluhan utama, riwayat
penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat penyakit keluarga,
pengkajian bio-psiko-sosio-spiritual, dan pemeriksaan fisik.
a. Identitas Klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin,
pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam
MRS, nomor register, dan diagnosismedis.
b. Keluhan utama
Sering menjadi alasan klien untuk meminta pertolongan kesehatan
adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat
berkomunikasi, dan penurunan tingkat kesadaran.
c. Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke non hemoragik sering kali berlangsung sangat
mendadak, pada saat klien sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi
nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejan sampai tidak sadar, selain
gejala kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran disebabkan
perubahan di dalam intracranial. Keluhan perubahan perilaku juga
umum terjadi. Sesuai perkembangan penyakit, dapat terjadi letargi,
tidak responsif, dan konia.
d. Riwayat penyakitdahulu
Adanya riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, diabetes melitus,
penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala, kontrasepsi oral yang
lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-
obat adiktif, dan kegemukan. Pengkajian pemakaian obat-obat yang
sering digunakan klien, seperti pemakaian obat antihipertensi,
antilipidemia, penghambat beta, dan lainnya. Adanya riwayat merokok,
penggunaan alkohol dan penggunaan obat kontrasepsi oral. Pengkajian
riwayat ini dapat mendukung pengkajian dari riwayat penyakit sekarang
dan merupakan data dasar untuk mengkaji lebih jauh dan untuk
memberikan tindakan selanjutnya.
e. Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, diabetes
melitus, atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.
f. Pengkajian bio-psiko-sosio-spiritual.
Pengkajian bio-psiko-sosio-spiritual klien stroke meliputi beberapa
dimensi yang memungkinkan perawat dalam pemenuhan kebutuhan
dasar klien seperti bernafas, makan minum, eliminasi, gerak dan
aktivitas, istirahat dan tidur, rasa nyaman dan aman, pengaturan suhu
tubuh, serta untuk memperoleh persepsiyang jelas mengenai data sosial
klien dengan keluarga atau dengan orang sekitar, mengkaji status emosi,
kognitif, dan perilaku klien.
g. Data Subjektif :
1) Pasien mengatakan kepala terasa pusing
2) Pasien mengatakan memiliki riwayat darah tinggi
3) Pasien mengatakan bicara pelo sebelum kondisi tubuh sakit
4) Pasien mengatakan salah satu sisi bagian tubuh tangan dan kaki kiri
mengalami kelemahan
5) Pasien mengatakan kebutuhannya dibantu oleh keluarga
6) Pasien mengatakan tubuhnya lemah dan hanya berbaring di tempat
tidur saja
h. Data Objektif
1) Tekanan darah pasien tinggi melebihi batas normal
2) Pasien tampak lemah
3) Pasien tampak berbicara pelo
4) Kekuatan skala otot pada salah satu sisi tubuh pasien yang
mengalami kelemahanberbeda dengan salah satu sisi tubuh yang
sehat
5) Segala kebutuhan aktivitas pasien dibantu
6) Terpasang kateter
7) Kulit pasien teraba lembap atau kering
2. Diagnosa Keperawatan
3. Perencanaan
a. Prioritas Masalah
1) Risiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan
penurunan suplai oksigen ke otak
2) Gangguan mobilitasfisikberhubungan dengan gangguan
neuromuskular
3) Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan
neuromuskular
4) Inkontinensia urin berhubungan dengan disfungsi kandung kemih
5) Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan kelemahan fisik.
6) Gangguan integritas kulit yang berhubungan tirah baring lama.
7) Defisit nutrisi yang berhubungan dengan ketidakmampuan menelan
makanan
b. Rencana Perawatan
Diagnosa
No Tujuan (NOC) dan Kriteria Hasil Intervensi (NIC) Rasional
Keperawatan
1. Risiko perfusi serebral
Tujuan : 1. Pantau TTV tiap jam dan 1. Tanda-tanda vital merupakan
tidak efektif Setelah diberikan asuhan catathasilnya acuan untuk mengetahui
keperawatan … x 24jam, resiko keadaan umum pasien. Setiap
2. Kaji respon motorik
ketidakefektifan perfusijaringan perubahan keadaan akan terlihat
terhadap perintah
dapat tercapai secara optimal melalui tanda-tanda vital pasien.
sederhana
dengan kriteria hasil: 2. Mampu mengetahui tingkat
3. Pantau status neurologis
a) Tidak ada ortostatik respon motorikpasien
secarateratur (GCS)
hipertensi 3. Untuk mengetahui perubahan
4. Dorong latihan kaki aktif/
b) Mampu mempertahankan tingkat kesadaran pasien
pasif
tingkatkesadaran 4. Menurunkan statisvena
5. Posisikan kepala 30o-40o
c) Tekanan systole dan 5. Agar memfasilitasi drainase
dengan posisi leher tidak
diastole dalam rentang vena dari otak
menekuk / fleksi
yang diharapkan 6. Menurunkan resiko terjadinya
6. Kolaborasi pemberian obat
d) Tidak ada tanda-tanda komplikasi
sesuaiindikasi
peningkatan TIK (tidak
lebih dari 15 mmHg)
2. Resiko defisit nutrisi Setelah diberikan tindakan 1. Monitor intake pasien 1. Monitor intake pasien dilakukan
berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 jam untuk mendapatkan informasi dasar
ketidakmampuan diharapkan resiko defisit untuk perencanaan awal dan
menelan makanan nutridi dapat berkurang, validasi data
ditandai dengan dengan kriteria hasil 2. Mengetahui kemampuan dalam
keluarga pasien 2. Identifikasi kemampuan menelan dan perbaikan fungsi
1. Nafsu makan meningkat
mengatakan pasien menelan neurulogis
2. Tidak ada mual, muntah
susah menelan, 3. Monitor mual dan muntah
3. Tidak ada tanda-tanda
keluarga pasien 3. Monitor mual dan muntah dilakukan untuk mengetahui intake
malnutrisi
mengatakan pasien dan output nutrisi pasien
susah mengunyah, 4. Dengan makan sedikit demi sedikit
pasien tampak dapat meningkatkan intake nutrisi
4. Anjurkan untuk makan sedikit
terpasang NGT, N.V 5. Membantu makan dilakukan untuk
tapi sering
(Trigeminus) mengetahui perubahan nutrisi serta
terganggu. IX observasi lanjutan
5. Anjurkan keluarga membantu
(glosofaringeus) 6. Antiemetik adalah obat-obatan yang
memberi makan kepada pasien
terganggu. Pasien digunakan dalam penatalaksanaan
tampak susah mual dan muntah
menelan 7. Menentukan metode diet sehingga
6. Kolaborasi pemberian obat
dapat memenuhi asupan kalori yang
antiemetik
optimal
7. Kolaborasi dengan ahli gizi
tentang kebutuhan kalori dan
pilihan makanan
3. Gangguan mobilitas fisik Tujuan : 1. Kaji mobilisasi pasien 1. Untuk mengetahui tingkat
berhubungan Setelah diberikan asuhan kemandirian pasien dalam
dengangangguan keperawatan …x 24 jam mobilisasi
neuromuskular tingkat mobilitas klien meningkat.
Kriteria Hasil :
a) Klien meningkat dalam 2. Untuk mencegah kekakuan sendi,
aktivitas fisik 2. Ajarkan teknik latihan ROM kontraktur, kelelahan otot serta
b) Memverbalisasikan perasaan meningkatkan latihan fisik secara
mandiri
dalam meningkatkan
3. Mampu meningkatkan
kekuatan dan kemampuan 3. Libatkan keluarga dalam pengetahuan keluarga dalam
berpindah melakukan latihan gerak melakukan gerak (ROM) dan
c) Menunjukkan penggunaan (ROM), dan pemenuhan mengajarkan pasien dalam latihan
alat bantu secara benar ADL gerak
denganpengawasan.
4. Kolaborasi dengan tim medis 4. Kolaborasi dengan tim medis
tentang mobilitas klien. dapat membantu meningkatkan
mobilitas pasien seperti kolaborasi
dengan fisioterapis
4. Defisit perawatan diriTujuan : 1. Kaji kemampuan klien dan 1. Mengetahui seberapa jauh
berhubungan Setelah diberikan asuhan keluarga dalam perawatan kemampuan klien dan keluarga
dengankerusakan keperawatan …x 24 jam diri dalam merawat klien mengenai
neuromuskuler, kebutuhan perawatan diri klien kebersihan diri
kelemahan fisik terpenuhi. 2. Bantu memandikan klien 2. Dapat meningkatkan kebersihan
Kriteria hasil : klien
a) Pasien terlihat bersih dan rapi 3. Edukasi klien dan keluarga 3. Supaya klien dan keluarga
b) Pasien dapat melakukan pentingnya perawatan diri mengerti pentingnya tentang
kegiatan personal hygiene kebersihan diri
secara minimal atau dengan 4. Anjurkan keluarga untuk 4. Dengan memberi dukungan yang
bantuan. memberikan dukungan dan positif dalam aktivitas mandiri
dorongan kemandirian pada pada klien, mampu meningkatkan
pasien dalam melakukan kepercayaan klien dalam
aktivitas yang minimum melakukan aktivitas secara mandiri
dan bertahap
5. Tujuan :
Kerusakan integritas kulit 1. Anjurkan pasien untuk 1. Kulit bisa lembap dan mungkin
berhubungan dengan Setelah diberikan asuhan menggunakan pakaian merasa tidak dapat beristirahat
hemiparesis / keperawatan …x 24 jam yanglonggar atau perlu untukbergerak
hemiplegia, diharapkan kondisi kulit klien 2. Hindari kerutan pada 2. Menurunkan terjadinya risiko
penurunan mobilitas dalam keadaan baik tempattidur infeksi pada bagiankulit
3. Jaga kebersihan kulit agar 3. Cara pertama untuk mencegah
Kriteria Hasil : tetap bersih dankering terjadinya infeksi
a) Integritas kulit yang baik 4. Mobilisasi pasien (ubah 4. Mencegah terjadinya
bisa dipertahankan (sensasi, posisi pasien) setiap dua komplikasiselanjutnya
elastisitas, temperatur, jamsekali
hidrasi,pigmentasi) 5. Monitor kulit akan 5. Mengetahui perkembangan
b) Tidak ada luka/lesi pada adanyakemerahan terhadap terjadinya infeksikulit
kulit 6. Oleskan lotion atau 6. Menurunkan pemajanan
c) Menunjukkan pemahaman minyak/baby oil pada derah terhadap kuman infeksi pada
dalam proses perbaikan yangtertekan kulit
kulit dan mencegah
terjadinya cederaberulang
d) Mampu melindungikulit dan
mempertahankan
kelembaban kulit dan
perawatan alami.
6. Gangguan Tujuan : 1. Lakukan komunikasi 1. Mengobservasi komunikasi klien
Setelah diberikan asuhan dengan wajar, bahasa jelas, apakah benar-benar tidak bisa
komunikasi verbal keperawatan …x 24 jam sederhana dan bila perlu melakukankomunikasi
diharapkan diulang 2. Mengetahui bagaimana
berhubungan
komunikasidapatberjalan 2. Dengarkan dengan tekun kemampuan komunikasi klien
dengankerusakan denganbaik. jika klien mulaiberbicara tersebut
Kriteria hasil : 3. Berdiri di dalam lapang 3. Mengetahui derajat /tingkatan
neuromuskuler,
a) Kliendapat pandang klien pada saat kemampuan berkomunikasi klien
kerusakan sentral mengekspresikan perasaan bicara
b) Peningkatan dalam artikulasi 4. Latih otot bicara secara 4. Menurunkan terjadinya
bicara
bicara optimal komplikasilanjutan
c) Memahami maksud dan 5. Libatkan keluarga dalam 5. Keluarga mengetahui &mampu
pembicaraan oranglain melatih komunikasi verbal mendemonstrasikan cara
d) Pembicaraan pasien dapat padaklien dengan intonasi melatih komunikasi verbal pd
dipahami yang jelas dan bahasa yang klien tanpa bantuanperawat
mudah
4. Implementasi
5. Evaluasi
b. Status gizi pasien dalam keadaan baik, tidak ada tanda-tanda malnutrisi
d. Kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi dengan pasien tampak bersih dan
rapi
e. Kondisi kulit klien dalam keadaan baik, tidak ada tanda-tanda infeksi
Stroke Haemoragik
Eritrosit bergumpal, endotel
rusak
Stroke Non Haemoragik
Ketidakefektifan
Metabolisme
Penurunan suplai darah & O2 ke otak Peningkatan Asam Laktat Perfusi Jaringan
Anaerob
Serebral
Edema serebral
Defisit Neurologi
Disfungsi N. Kerusakan N.I (Olfaktorius), Penurunan fungsi N.X Kerusakan N.VII (facialis), Disfungsi N.XI Disfungsi
II(Optikus) N.II (Optikus), N.IV (vagus), N.IX N.IX (glossofaringeus) (assesoris) kandung kemih
(troklearis), N.XII (glosovaringeus)
Penurunan aliran (hipoglosus) Otot facial/oral menjadi lemah Penurunan fungsi Inkontinensia
Proses menelan tidak efektif
darah ke retina motorik dan Urin
Ketidakmampuan bicara muskuloskeletal
Perubahan ketajaman Refluks
Penurunan sensori, penghidu, Kelemahan pada satu /
kemampuan retina Disfagia Kerusakan artikular, tidak Gangguan
penglihatan, dan keempat anggota gerak
untuk menangkap dapat berbicara (disatria) Mobilitas
pengecap
objek Anoreksia Fisik
Hemiparesis/
Ketidakmampuan Defisit Nutrisi Gangguan hemiplegia kanan &
menghidu, melihat, Komunikasi Verbal kiri
dan mengecap
Defisit Perawatan Diri Kelemahan fisik umum
Gangguan Persepsi
Sensori
Tirah baring lama
Black, J dan Hawks, J. 2014. Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen Klinis untuk Hasil
yang Diharapkan. Dialihbahasakan oleh Nampira R. Jakarta: Salemba Emban
Patria.
Misbach J., 2011. Stroke, Aspek Diagnostik, Patofisiologi, Manajemen. Jakarta : Balai
Penerbit FK UI.
Moorhead, Sue. Dkk. (2016). Nursing Outcomes Classification (NOC) Edisi Kelima
Edisi Bahasa Indonesia, diterjemahkan oleh Nurjannah, Intansari. Yogyakarta :
Moco Media
NANDA. 2018. Diagnosa Keperawatan: Definisi & Klasifikasi 2018-2020 Edisi 11.
Jakarta: EGC
Potter & Perry. (2010). Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Edisi keempat, volume
2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran ECG
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth, edisi 8. Jakarta : EGC.
Wijaya, A.S dan Putri, Y.M. 2013. Keperawatan Medikal Bedah 2, Keperawatan
Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta : Nuha Medika