Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN STROKE NON HEMORAGIK (SNH)


DI RUANG MELATI 4 RSUP DR. SOERADJI TIRTONEGORO
KLATEN

Stase Praktik Keperawatan Medikal Bedah

Disusun Oleh:
Dhea Mustika
19/451274/KU/21791

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN KESEHATAN MASYARAKAT DAN KEPERAWATAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2019
A. DEFINISI
 Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang
diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak (Smeltzer C. Suzanne,
2002).
 Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah gangguan neurologik mendadak yang
terjadi akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui system suplai
arteri otak (Sylvia A Price, 2006)
 Stroke non hemoragik adalah sindroma klinis yang awalnya timbul mendadak,
progresi cepat berupa deficit neurologis fokal atau global yang berlangsung 24
jam atau lebih atau langsung menimbul kematian yang disebabkan oleh
gangguan peredaran darah otak non straumatik (Arif Mansjoer, 2000)
 Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat emboli dan
trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun tidur
atau di pagi hari dan tidak terjadi perdarahan. Namun terjadi iskemia yang
menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. (Arif
Muttaqin, 2008).

B. KLASIFIKASI
Secara non hemoragik, stroke dapat dibagi berdasarkan manifestasi klinik dan
proses patologik (kausal):
1. Berdasarkan manifestasi klinis
a. Serangan Iskemik Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA)
Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak akan
menghilang dalam waktu 24 jam.
b. Defisit Neurologik Iskemik Sepintas/Reversible Ischemic Neurological
Deficit (RIND)
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama dari
24 jam, tapi tidak lebih dari seminggu.
c. Stroke Progresif (Progressive Stroke/Stroke In Evaluation) Gejala neurologik
makin lama makin berat.
d. Stroke komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke)
Kelainan neurologik sudah menetap, dan tidak berkembang lagi.
Berdasarkan proses patologik ( kausal)
2.
a. Stroke Trombotik
Stroke trombotik terjadi karena adanya penggumpalan pada pembuluh darah di
otak. Trombotik dapat terjadi pada pembuluh darah yang besar dan pembuluh darah
yang kecil. Pada pembuluh darah besar trombotik terjadi akibat aterosklerosis yang
diikuti oleh terbentuknya gumpalan darah yang cepat. Selain itu, trombotik juga
diakibatkan oleh tingginya kadar kolesterol jahat atau Low Density
Lipoprotein(LDL). Sedangkan pada pembuluh darah kecil, trombotik terjadi karena
aliran darah ke pembuluh darah arteri kecil terhalang. Ini terkait dengan hipertensi dan
merupakan indikator penyakit aterosklerosis.
b. Stroke Emboli/Non Trombotik
Stroke emboli terjadi karena adanya gumpalan dari jantung atau lapisan lemak
yang lepas. Sehingga, terjadi penyumbatan pembuluh darah yang mengakibatkan
darah tidak bisa mengaliri oksigen dan nutrisi ke otak.

C. ETIOLOGI
Pada tingkatan makroskopik, stroke non hemoragik paling sering disebabkan
oleh emboli ektrakranial atau trombosis intrakranial. Selain itu, stroke non
hemoragik juga dapat diakibatkan oleh penurunan aliran serebral. Pada tingkatan
seluler, setiap proses yang mengganggu aliran darah menuju otak menyebabkan
timbulnya kaskade iskemik yang berujung pada terjadinya kematian neuron dan
infark serebri.
1. Emboli
a. Embolus yang dilepaskan oleh arteria karotis atau vertebralis, dapat berasal
dari “plaque athersclerotique” yang berulserasi atau dari trombus yang
melekat pada intima arteri akibat trauma tumpul pada daerah leher.
b. Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada:
1) Penyakit jantung dengan “shunt” yang menghubungkan bagian kanan dan
bagian kiri atrium atau ventrikel.
2) Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun yang meninggalkan
gangguan pada katup mitralis.
3) Fibrilasi atrium
4) Infarksio kordis akut
5) Embolus yang berasal dari vena pulmonalis
6) Kadang-kadang pada kardiomiopati, fibrosis endrokardial, jantung
miksomatosus sistemik
c. Embolisasi akibat gangguan sistemik dapat terjadi sebagai:
1) Embolia septik, misalnya dari abses paru atau bronkiektasis
2) Metastasis neoplasma yang sudah tiba di paru.
3) Embolisasi lemak dan udara atau gas N (seperti penyakit “caisson”).
Emboli dapat berasal dari jantung, arteri ekstrakranial, ataupun dari
right-sided circulation (emboli paradoksikal). Penyebab terjadinya emboli
kardiogenik adalah trombi valvular seperti pada mitral stenosis, endokarditis,
katup buatan), trombi mural (seperti infark miokard, atrial fibrilasi,
kardiomiopati, gagal jantung kongestif) dan atrial miksoma. Sebanyak 2-3
persen stroke emboli diakibatkan oleh infark miokard dan 85 persen di antaranya
terjadi pada bulan pertama setelah terjadinya infark miokard.
2. Thrombosis
Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah besar
(termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus
Willisi dan sirkulus posterior). Tempat terjadinya trombosis yang paling sering
adalah titik percabangan arteri serebral utamanya pada daerah distribusi dari
arteri karotis interna. Adanya stenosis arteri dapat menyebabkan terjadinya
turbulensi aliran darah (sehingga meningkatkan resiko pembentukan trombus
aterosklerosis (ulserasi plak), dan perlengketan platelet.

Penyebab lain terjadinya trombosis adalah polisetemia, anemia sickle sel,


defisiensi protein C, displasia fibromuskular dari arteri serebral, dan
vasokonstriksi yang berkepanjangan akibat gangguan migren. Setiap proses yang
menyebabkan diseksi arteri serebral juga dapat menyebabkan terjadinya stroke
trombotik (contohnya trauma, diseksi aorta thorasik, arteritis.

D. PATOFISIOLOGI
Infark ischemic cerebri sangat erat hubungannya
dengan aterosklerosis dan arteriosklerosis. Aterosklerosis dapat menimbulkan
bermacam-macam manifestasi klinis dengan cara:
1. Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi aliran
darah.
2. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya thrombus dan perdarahan
aterm.
3. Dapat terbentuk thrombus yang kemudian terlepas sebagai emboli.
4. Menyebabkan aneurisma yaitu lemahnya dinding pembuluh darah atau
menjadi lebih tipis sehingga dapat dengan mudah robek.
Faktor yang mempengaruhi aliran darah ke otak:
1. Keadaan pembuluh darah.
2. Keadan darah : viskositas darah meningkat, hematokrit meningkat, aliran darah
ke otak menjadi lebih lambat, anemia berat, oksigenasi ke otak menjadi menurun.
3. Tekanan darah sistemik memegang peranan perfusi otak. Otoregulasi otak yaitu
kemampuan intrinsik pembuluh darah otak untuk mengatur agar pembuluh darah
otak tetap konstan walaupun ada perubahan tekanan perfusi otak.
4. Kelainan jantung menyebabkan menurunnya curah jantung dan karena
lepasnya embolus sehingga menimbulkan iskhemia otak. Suplai darah ke otak
dapat berubah pada gangguan fokal (thrombus, emboli, perdarahan dan
spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan umum (Hypoksia karena gangguan
paru dan jantung). Arterosklerosissering/cenderung sebagai faktor penting
terhadap otak. Thrombus dapat berasal dari flak arterosklerotik atau darah dapat
beku pada area yang stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau
terjadi turbulensi. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh
embolus menyebabkan oedema dan nekrosis diikuti thrombosis dan hypertensi
pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan menyebabkan
kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebrovaskuler. Anoksia
serebral dapat reversibel untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan irreversible
dapat anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh gangguan
salah satunya cardiac arrest.

E. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala dari stroke adalah (Baughman, C Diane.dkk,2000):
1. Kehilangan motorik
Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah
satu sisi) dan hemiparesis (kelemahan salah satu sisi) dan disfagia
2. Kehilangan komunikasi
Disfungsi bahasa dan komunikasi adalah disatria (kesulitan
berbicara) atau afasia (kehilangan berbicara).
3. Gangguan persepsi
Meliputi disfungsi persepsi visual humanus, heminapsia atau kehilangan
penglihatan perifer dan diplopia, gangguan hubungan visual, spesial dan
kehilangan sensori.
4. Kerusakan fungsi kognitif parestesia (terjadi pada sisi yang berlawanan).
5. Disfungsi kandung kemih meliputi: inkontinensiaurinarius transier,
inkontinensia urinarius peristen atau retensi urin (mungkin simtomatik dari
kerusakan otak bilateral), Inkontinensia urinarius dan defekasiyang berlanjut
(dapat mencerminkan kerusakan neurologi ekstensif).

Tanda dan gejala yang muncul sangat tergantung dengan daerah otak yang
terkena:
1. Penngaruh terhadap status mental: tidak sadar, konfus, lupa tubuh sebelah
2. Pengaruh secara fisik: paralise, disfagia, gangguan sentuhan dan sensasi,
gangguan penglihatan
3. Pengaruh terhadap komunikasi, bicara tidak jelas, kehilangan bahasa. Dilihat dari
bagian hemisfer yang terkena tanda dan gejala dapat berupa:
 Mengalami hemiparese kanan
 Perilaku lambat dan hati-hati
 Kelainan lapan pandang kanan
 Disfagia global
 Afasia
 Mudah frustasi
 Hemiparese sebelah kiri tubuh
 Penilaian buruk
 Mempunyai kerentanan terhadap sisi kontralateral sehingga memungkinkan
terjatuh ke sisi yang berlawanan tersebut.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Angiografi serebral
Menentukan penyebab stroke scr spesifik seperti perdarahan atau obstruksi
arteri.
2. Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT).
Untuk mendeteksi luas dan daerah abnormal dari otak, yang juga mendeteksi,
melokalisasi, dan mengukur stroke (sebelum nampak oleh pemindaian CT).
3. CT scan
Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma,
adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya secara pasti.
4. MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan bsar
terjadinya perdarahan otak. Hasil yang didapatkan area yang mengalami lesi
dan infark akibat dari hemoragik.
5. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari
jaringan yang infark sehingga menurunya impuls listrik dalam jaringan otak.
6. Pemeriksaan laboratorium
a. Lumbal pungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan pendarahan yang kecil biasanya warna
likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
b. Pemeriksaan darah rutin (glukosa, elektrolit, ureum, kreatinin)
c. Pemeriksaan kimia darah: pada strok akut dapat terjadi hiperglikemia.
d. gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian
berangsur-rangsur turun kembali.
Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri.
e.
G. KOMPLIKASI
Setelah mengalami stroke pasien mungkin akan mengalmi komplikasi,
komplikasi ini dapat dikelompokan berdasarkan:
1. Berhubungan dengan immobilisasi infeksi pernafasan, nyeri pada daerah
tertekan, konstipasi dan thromboflebitis.
2. Berhubungan dengan paralisis nyeri pada daerah punggung, dislokasi
sendi, deformitas dan terjatuh
3. Berhubungan dengan kerusakan otak epilepsi dan sakit kepala.
4. Hidrocephalus
Individu yang menderita stroke berat pada bagian otak yang mengontrol
respon pernapasan atau kardiovaskuler dapat meninggal.

H. PENATALAKSANAAN
Tujuan intervensi adalah berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan
melakukan tindakan sebagai berikut:

 Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan


lendiryang sering, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu
pernafasan.
 Mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk untuk usaha
memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
 Berusaha menentukan dan memperbaiki aritmia jantung.
 Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin
pasien harus dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak
pasif.
 Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala yang
berlebihan,

Pengobatan Konservatif
a. Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara percobaan,
tetapi maknanya: pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.
b. Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra
arterial.
c. Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat
reaksi pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
d. Anti koagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya/ memberatnya
trombosis atau emboli di tempat lain di sistem kardiovaskuler.
Pengobatan Pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral :
a. Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan
membuka arteri karotis di leher.
b. Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya
paling dirasakan oleh pasien TIA.
c. Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
d. Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurismia.

ASUHAN KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan Perfusi jaringan serebral berhubungan dengan aliran darah ke
otak terhambat
2. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan penurunan sirkulasi ke otak
3. Defisit perawatan diri: makan, mandi, berpakaian, toileting berhubungan
kerusakan neurovaskuler
4. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler
5. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan immobilisasi fisik
6. Resiko Aspirasi berhubungan dengan penurunan kesadaran
7. Resiko injuri berhubungan dengan penurunan kesadaranPola nafas tidak efektif
berhubungan dengan penurunan kesadaran.
RENCANA KEPERAWATAN
No Diagnosa Tujuan Intervensi
Keperawatan
1. Ketidakefektifan Perfusi Setelah dilakukan tindakan Monitorang neurologis
jaringan serebral b.d aliran keperawatan diharapkan 1. Monitor ukuran, kesimetrisan, reaksi dan bentuk pupil
darah ke otak terhambat. suplai aliran darah keotak 2. Monitor tingkat kesadaran klien
lancar dengan kriteria 3. Monitir tanda-tanda vital
hasil: 4. Monitor keluhan nyeri kepala, mual, muntah
5. Monitor respon klien terhadap pengobatan
- Nyeri kepala / vertigo 6. Hindari aktivitas jika TIK meningkat
berkurang sampai 7. Observasi kondisi fisik klien
de-ngan hilang
- Berfungsinya saraf
dengan baik
- Tanda-tanda vital stabil
Terapi oksigen
1. Bersihkan jalan nafas dari sekret
2. Pertahankan jalan nafas tetap efektif
3. Berikan oksigen sesuai intruksi
4. Monitor aliran oksigen, kanul oksigen dan sistem
humidifier
5. Beri penjelasan kepada klien tentang pentingnya
pemberian oksigen
6. Observasi tanda-tanda hipo-ventilasi
7. Monitor respon klien terhadap pemberian oksigen
8. Anjurkan klien untuk tetap memakai oksigen selama
aktifitas dan tidur
2. Kerusakan komunikasi Setelah dilakukan tindakan 1. Libatkan keluarga untuk membantu memahami /
verbal b.d penurunan keperawatan, diharapkan memahamkan informasi dari / ke klien
sirkulasi ke otak klien mampu untuk 2. Dengarkan setiap ucapan klien dengan penuh perhatian
berkomunikasi lagi dengan 3. Gunakan kata-kata sederhana dan pendek dalam
kriteria hasil: komunikasi dengan klien
4. Dorong klien untuk mengulang kata-kata
- dapat menjawab 5. Berikan arahan / perintah yang sederhana setiap interaksi
pertanyaan yang
dengan klien
diajukan perawat
6. Programkan speech-language teraphy
- dapat mengerti dan
7. Lakukan speech-language teraphy setiap interaksi dengan
memahami pesan-pesan klien
melalui gambar
- dapat mengekspresikan
perasaannya secara
verbal maupun
nonverbal
3. Defisit perawatan Setelah dilakukan tindakan 1 Kaji kamampuan klien untuk perawatan diri
diri; keperawatan, diharapkan 2 Pantau kebutuhan klien untuk alat-alat bantu dalam
mandi,berpakaian, makan, kebutuhan mandiri klien makan, mandi, berpakaian dan toileting
terpenuhi, dengan kriteria 3 Berikan bantuan pada klien hingga klien sepenuhnya bisa
hasil: mandiri
4 Berikan dukungan pada klien untuk menunjukkan
- Klien dapat makan aktivitas normal sesuai kemampuannya
dengan bantuan orang 5 Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan
lain / mandiri perawatan diri klien
- Klien dapat mandi
de-ngan bantuan orang
lain
- Klien dapat memakai
pakaian dengan bantuan
orang lain / mandiri
- Klien dapat toileting
dengan bantuan alat
4. Kerusakan mobilitas fisik Setelah dilakukan tindakan 1 Ajarkan klien untuk latihan rentang gerak aktif pada sisi
b.d kerusakan keperawatan selama, ekstrimitas yang sehat
neurovas-kuler diharapkan klien dapat 2 Ajarkan rentang gerak pasif pada sisi ekstrimitas yang
melakukan pergerakan parese / plegi dalam toleransi nyeri
fisik dengan kriteria hasil : 3 Topang ekstrimitas dengan bantal untuk mencegah atau
mangurangi bengkak
- Tidak terjadi kontraktur 4 Ajarkan ambulasi sesuai dengan tahapan dan kemampuan
otot dan footdrop
klien
- Pasien berpartisipasi
5 Motivasi klien untuk melakukan latihan sendi seperti
dalam program latihan
yang disarankan
- Pasien mencapai
6 Libatkan keluarga untuk membantu klien latihan sendi
keseimbangan saat
duduk
- Pasien mampu
menggunakan sisi tubuh
yang tidak sakit untuk
kompensasi hilangnya
fungsi pada sisi yang
parese/plegi
5. Resiko kerusakan Setelah dilakukan tindakan 1 Beri penjelasan pada klien tentang: resiko adanya luka
integritas kulit perawatan selama, tekan, tanda dan gejala luka tekan, tindakan pencegahan
b.d immobilisasi fisik
diharapkan pasien mampu agar tidak terjadi luka tekan)
mengetahui dan 2 Berikan masase sederhana
mengontrol resiko dengan - Ciptakan lingkungan yang nyaman
kriteria hasil : - Gunakan lotion, minyak atau bedak untuk pelicin
- Lakukan masase secara teratur
- Klien mampu - Anjurkan klien untuk rileks selama masase
menge-nali tanda dan - Jangan masase pada area kemerahan utk menghindari
gejala adanya resiko kerusakan kapiler
luka tekan - Evaluasi respon klien terhadap masase
- Klien mampu
berpartisi-pasi dalam 3 Lakukan alih baring
pencegahan resiko luka - Ubah posisi klien setiap 30 menit- 2 jam
tekan (masase - Pertahankan tempat tidur sedatar mungkin untuk
sederhana, alih ba-ring, mengurangi kekuatan geseran
manajemen nutrisi, - Batasi posisi semi fowler hanya 30 menit
manajemen tekanan). - Observasi area yang tertekan (telinga, mata kaki,
sakrum, skrotum, siku, ischium, skapula)
4 Berikan manajemen nutrisi
- Kolaborasi dengan ahli gizi
- Monitor intake nutrisi
- Tingkatkan masukan protein dan karbohidrat untuk
memelihara ke-seimbangan nitrogen positif
5 Berikan manajemen tekanan
- Monitor kulit adanya kemerahan dan pecah- pecah
- Beri pelembab pada kulit yang kering dan
pecah-pecah
- Jaga sprei dalam keadaan bersih dan kering
- Monitor aktivitas dan mobilitas klien
- Beri bedak atau kamper spritus pada area yang
tertekan
6. Resiko Injuri berhubungan Setelah dilakukan tindakan Risk Control Injury
dengan penurunan tingkat perawatan, diharapkan - menyediakan lingkungan yang aman bagi pasien
kesadaran tidak terjadi trauma pada - memberikan informasi mengenai cara mencegah
pasien dengan kriteria cedera
hasil: - memberikan penerangan yang cukup
- bebas dari cedera - menganjurkan keluarga untuk selalu menemani pasien
- mampu menjelaskan
factor resiko dari
lingkungan dan cara
untuk mencegah
cedera
- menggunakan
fasilitas kesehatan
7. Pola Nafas tidak efektif Setelah dilakukan tindakan Manajemen Status respiratori
berhubungan dengan perawatan diharapkan pola - Pertahankan jalan nafas yang paten
penurunan nafas pasien efektif - Observasi tanda-tanda hipoventilasi
kesadaran dengan kriteria hasil : - Berikan terapi O2
- Menujukkan jalan nafas - Dengarkan adanya kelainan suara tambahan
paten ( tidak merasa - Monitor vital sign
tercekik, irama nafas
normal, frekuensi nafas
normal,tidak ada suara
nafas tambahan
- Tanda-tanda vital dalam
batas normal

DAFTAR PUSTAKA

Johnson, M., et all. 2002. Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition. New Jersey: Upper Saddle River
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid Kedua. Jakarta: Media Aesculapius FKUI Mc Closkey, C.J., et all. 2002.
Nursing Interventions Classification (NIC) Second Edition. New
Jersey: Upper Saddle River
Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika
NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.
Price, A. Sylvia.2006 Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit edisi 4. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta: Prima Medika
Smeltzer, dkk. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2. alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry
Hartono, Monica Ester, Yasmin asih. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai