Anda di halaman 1dari 24

A.

Pengertian
Stroke merupakan penyakit kronis yang memberikan dampak berbahaya yang
diakibatkan oleh gangguan peredaran darah otak karena penyumbatan pembuluh
darah arteri akibat endapan darah pada pembuluh darah, pecahnya pembuluh
darah dampak kelemahan dinding pembuluh darah atau kelainan di keadaan darah
sendiri yang mengakibatkan kurangnya pasokan oksigen dan nutrisi ke otak yang
menimbulkan kerusakan di jaringan otak (Sulaiman & Anggriani, 2017). Penyakit
stroke dapat diakibatkan oleh beberapa faktor Faktor-faktor tersebut mencakup
faktor risiko yang tidak dapat diubah dan faktor risiko yang dapat diubah. Usia,
jenis kelamin, ras serta genetic adalah faktor yang tidak dapat dirubah
(Firmansyah, Setiawan, Wibowo, et al., 2021). Sedangkan hipertensi, merokok,
obesitas, diabetes mellitus merupakan factor yang masih bisa dirubah, tidak
melakukan perilaku hidup sehat, tidak rutin melakukan pemeriksaan rutin dan
memakan makanan dengan kandungan garam yang tinggi (Wayunah & Saefulloh,
2017).
Pola hidup dan pola makan sangat berpengaruh dalam timbulnya factor-faktor
resiko yang dapat terjadi seperti seringnya merokok, mengkonsumsi minuman
bersoda dan beralkohol sering memakan makanan cepat saji fast food and junk
food (Setiawan et al., 2020). pencegahan stroke dapat dilakukan dengan cara
menjalankan aktifitas sehat seperti berolahraga secara teratur, hindari minum
alkohol, tidak mengkonsumsi makanan yang berkolesterol tinggi serta tidak
merokok. Timbulnya stress akibat kesibukan yang sangat padat memerlukan
relaksasi (Srinayanti et al., 2021). Pasien dapat pulih apabila penanganan
dilakukan dengan tepat dan cepat, apabila penanganan terlambat dapat
mengakibatkan fatal (Simbolon et al., 2018). Menurut Stroke Engine, 80% stroke
dapat dihindari dengan menggunakan pengobatan dan pengendalian faktor-faktor
resiko stroke melalui modifikasi gaya hidup (Amila et al., 2019).

B. Klasifikasi

1. Stroke dapat diklasifikasikan menurut patologi dan gejala kliniknya, yaitu:


(Muttaqin, 2008)
a. Stroke Hemoragi,
Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan subarachnoid.
Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu.
Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa
juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun. Perdarahan
otak dibagi dua, yaitu:
1) Perdarahan intraserebra
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hipertensi
mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa
yang menekan jaringan otak, dan menimbulkan edema otak. Peningkatan
TIK yang terjadi cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak karena
herniasi otak. Perdarahan intraserebral yang disebabkan karena hipertensi
sering dijumpai di daerah putamen, thalamus, pons dan serebelum.
2) Perdarahan subaraknoid
Pedarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM.
Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi willisi
dan cabang-cabangnya yang terdapat diluar parenkim otak.Pecahnya arteri
dan keluarnya keruang subaraknoid menyebabkan TIK meningkat
mendadak, meregangnya struktur peka nyeri, dan vasospasme pembuluh
darah serebral yang berakibat disfungsi otak global (sakit kepala,
penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparase, gangguan hemisensorik,
dll)
b. Stroke Non Hemoragi
Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral, biasanya
terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari. Tidak
terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan
selanjutnya dapat timbul edema sekunder. Kesadaran umumnya baik.
2. Menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya, yaitu:
a. TIA (Trans Iskemik Attack) gangguan neurologis setempat yang terjadi selama
beberapa menit sampai beberapa jam saja. Gejala yang timbul akan hilang
dengan spontan dan sempurna dalam waktu kurang dari 24 jam.
b. Stroke involusi: stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana gangguan
neurologis terlihat semakin berat dan bertambah buruk. Proses dapat berjalan
24 jam atau beberapa hari.
c. Stroke komplit: dimana gangguan neurologi yang timbul sudah menetap atau
permanen. Sesuai dengan istilahnya stroke komplit dapat diawali oleh
serangan TIA berulang.
C. Etiologi
Penyebab stroke menurut Arif Muttaqin (2008):
a. Thrombosis Cerebral
Thrombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga
menyebabkan iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan oedema dan
kongesti di sekitarnya. Thrombosis biasanya terjadi pada orang tua yang
sedang tidur atau bangun tidur. Hal ini dapat terjadi karena penurunan aktivitas
simpatis dan penurunan tekanan darah yang dapat menyebabkan iskemi
serebral. Tanda dan gejala neurologis memburuk pada 48 jam setelah
trombosis.
Beberapa keadaan di bawah ini dapat menyebabkan thrombosis otak:
a. Aterosklerosis
Aterosklerosis merupakan suatu proses dimana terdapat suatu penebalan dan
pengerasan arteri besar dan menengah seperti koronaria, basilar, aorta dan
arteri iliaka (Ruhyanudin, 2007). Aterosklerosis adalah mengerasnya
pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding
pembuluh darah. Manifestasi klinis atherosklerosis bermacam-macam.
Kerusakan dapat terjadi melalui mekanisme berikut:
1) Lumen arteri menyempit dan mengakibatkan berkurangnya aliran darah.
2) Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadi trombosis.
3) Merupakan tempat terbentuknya thrombus, kemudian melepaskan kepingan
thrombus (embolus).
4) Dinding arteri menjadi lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan
terjadi perdarahan.
b. Hyperkoagulasi pada polysitemia
Darah bertambah kental, peningkatan viskositas/ hematokrit meningkat dapat
melambatkan aliran darah serebral.
c. Arteritis (radang pada arteri)
d. Emboli
Emboli serebral merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan
darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di
jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebral. Emboli tersebut
berlangsung cepat dan gejala timbul kurang dari 10-30 detik. Beberapa
keadaan dibawah ini dapat menimbulkan emboli:
1) Katup-katup jantung yang rusak akibat Rheumatik Heart Desease (RHD).
2) Myokard infark
3) Fibrilasi. Keadaan aritmia menyebabkan berbagai bentuk pengosongan
ventrikel sehingga darah terbentuk gumpalan kecil dan sewaktu-waktu
kosong sama sekali dengan mengeluarkan embolus-embolus kecil.
4) Endokarditis oleh bakteri dan non bakteri, menyebabkan terbentuknya
gumpalan-gumpalan pada endocardium.
b. Haemorhagik
Perdarahan intrakranial atau intraserebral termasuk perdarahan dalam ruang
subarachnoid atau kedalam jaringan otak sendiri. Perdarahan ini dapat terjadi
karena atherosklerosis dan hypertensi. Akibat pecahnya pembuluh darah otak
menyebabkan perembesan darah kedalam parenkim otak yang dapat
mengakibatkan penekanan, pergeseran dan pemisahan jaringan otak yang
berdekatan, sehingga otak akan membengkak, jaringan otak tertekan, sehingga
terjadi infark otak, oedema, dan mungkin herniasi otak.
c. Hipoksia Umum
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah:
a. Hipertensi yang parah
b. Cardiac Pulmonary Arrest
c. Cardiac output turun akibat aritmia
d. Hipoksia Setempat
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat adalah:
a. Spasme arteri serebral, yang disertai perdarahan subarachnoid.
b. Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migrain.

D. Patofisiologi
Infark serbral adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak.
Luasnya infark bergantung pada faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya
pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai
oleh pembuluh darah yang tersumbat. Suplai darah ke otak dapat berubah (makin
lmbat atau cepat) pada gangguan lokal (thrombus, emboli, perdarahan dan spasme
vaskuler) atau oleh karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan
jantung). Atherosklerotik sering/ cenderung sebagai faktor penting terhadap otak,
thrombus dapat berasal dari flak arterosklerotik, atau darah dapat beku pada area
yang stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi.
Thrombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah terbawa sebagai
emboli dalam aliran darah. Thrombus mengakibatkan; iskemia jaringan otak yang
disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan dan edema dan kongesti
disekitar area. Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar daripada
area infark itu sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-
kadang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema pasien mulai
menunjukan perbaikan. Oleh karena thrombosis biasanya tidak fatal, jika tidak
terjadi perdarahan masif. Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus
menyebabkan edema dan nekrosis diikuti thrombosis. Jika terjadi septik infeksi
akan meluas pada dinding pembukluh darah maka akan terjadi abses atau
ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat
menyebabkan dilatasi aneurisma pembuluh darah. Hal ini akan menyebabkan
perdarahan cerebral, jika aneurisma pecah atau ruptur.
Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh ruptur arteriosklerotik dan
hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan
menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebro vaskuler,
karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peningkatan tekanan
intracranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak. Kematian
dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak, dan perdarahan
batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan darah
ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus,
talamus dan pons.
Jika sirkulasi serebral terhambat, dapat berkembang anoksia cerebral.
Perubahan disebabkan oleh anoksia serebral dapat reversibel untuk jangka waktu
4-6 menit. Perubahan irreversibel bila anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia
serebral dapat terjadi oleh karena gangguan yang bervariasi salah satunya henti
jantung. Selain kerusakan parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif
banyak akan mengakibatkan peningian tekanan intrakranial dan menyebabkan
menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase otak.
Elemen-elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat
menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di daerah yang terkena
darah dan sekitarnya tertekan lagi. Jumlah darah yang keluar menentukan
prognosis. Apabila volume darah lebih dari 60 cc maka resiko kematian sebesar
93 % pada perdarahan dalam dan 71 % pada perdarahan lobar. Sedangkan bila
terjadi perdarahan serebelar dengan volume antara 30-60 cc diperkirakan
kemungkinan kematian sebesar 75 % tetapi volume darah 5 cc dan terdapat di
pons sudah berakibat fatal. (Misbach, 1999 cit Muttaqin 2008)

E. Pathway

Stroke Hemoragi Stroke Non Hemoragi

Peningkatan Tekanan
Trombus/ Emboli
Sistemik
di cerebal

Aneurisme
Suplai darah ke jaringan
cerebal tidak adekuat
Perdarahan
Arakhnoid/Ventrikel

Vasospasme arteri Perfusi jaringan


Hematoma Cerebal
cerebal cerebal tidak
efektif
PTIK/ Herniasi cerebal
Iskemik infark
Penurunan Penekanan
kesadaran saluran Deficit neurologi
pernafasan
Hemisfer kanan Hemisfer kiri

Pola Nafas Tidak Hemiparese/ hemiplegi Hemiparese/hemiplegi


Efektif kiri kanan
Area grocca

Kerusakan fungsi
N.VII Deficit Resiko Hambatan
perawatan diri kerusakan mobilitas fisik
integritas kulit
Gangguan Resiko trauma
komunikasi
verbal
Resiko aspirasi

Resiko jatuh
F. Manifestasi Klinis
Menurut Tarwoto (2013), manifestasi klinis stroke tergantung dari sisi atau
bagian mana yang terkena, rata-rata serangan, ukuran lesi dan adanya sirkulasi
kolateral. Pada stroke hemoragik, gejala klinis meliputi:
1. Kelumpuhan wajah atau anggota badan sebelah (hemiparise) atau hemiplegia
(paralisis) yang timbul secara mendadak. Kelumpuhan terjadi akibat adanya
kerusakan pada area motorik di korteks bagian frontal, kerusakan ini bersifat
kontralateral artinya jika terjadi kerusakan pada hemisfer kanan maka
kelumpuhan otot pada sebelah kiri. Pasien juga akan kehilangan kontrol otot
vulenter dan sensorik sehingga pasien tidak dapat melakukan ekstensi maupun
fleksi.
2. Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan
Gangguan sensibilitas terjadi karena kerusakan system saraf otonom dan
gangguan saraf sensorik.
3. Penurunan kesadaran (konfusi, delirium, letargi, stupor, atau koma), terjadi
akibat perdarahan, kerusakan otak kemudian menekan batang otak atau
terjadinya gangguan metabolik otak akibat hipoksia
4. Afasia (kesulitan dalam bicara)
Afasia adalah defisit kemampuan komunikasi bicara, termasuk dalam membaca,
menulis dan memahami bahasa. Afasia terjadi jika terdapat kerusakan pada area
pusat bicara primer yang berada pada hemisfer kiri dan biasanya terjadi pada
stroke dengan gangguan pada arteri middle sebelah kiri. Afasia dibagi menjadi 3
yaitu afasia motorik, sensorik dan afasia global. Afasia motorik atau ekspresif
terjadi jika area pada area Broca, yang terletak pada lobus frontal otak. Pada
afasia jenis ini pasien dapat memahami lawan bicara tetapi pasien tidak dapat
mengungkapkan dan kesulitan dalam mengungkapkan bicara. Afasia sensorik
terjadi karena kerusakan pada area Wernicke, yang terletak pada lobus
temporal. Pada afasia sensori pasien tidak dapat menerima stimulasi
pendengaran tetapi pasien mampu mengungkapkan pembicaraan. Sehingga
respon pembicaraan pasien tidak nyambung atau koheren. Pada afasia global
pasien dapat merespon pembicaraan baik menerima maupun mengungkapkan
pembicaraan.
5. Disatria (bicara cedel atau pelo)
Merupakan kesulitan bicara terutama dalam artikulasi sehingga ucapannya
menjadi tidak jelas. Namun demikian, pasien dapat memahami pembicaraan,
menulis, mendengarkan maupun membaca. Disartria terjadi karena kerusakan
nervus cranial sehingga terjadi kelemahan dari otot bibir, lidah dan laring.
Pasien juga terdapat kesulitan dalam mengunyah dan menelan.
6. Gangguan penglihatan, diplopia
Pasien dapat kehilangan penglihatan atau juga pandangan menjadi ganda,
gangguan lapangpandang pada salah satu sisi. Hal ini terjadi karena kerusakan
pada lobus temporal atau parietal yang dapat menghambat serat saraf optik pada
korteks oksipital. Gangguan penglihatan juga dapat disebabkan karena
kerusakan pada saraf cranial III, IV dan VI.
7. Disfagia
Disfagia atau kesulitan menelan terjadi karena kerusakan nervus cranial IX.
Selama menelan bolus didorong oleh lidah dan glottis menutup kemudian
makanan masuk ke esophagus
8. Inkontinensia
Inkontinensia baik bowel maupun badder sering terjadi karena terganggunya
saraf yang mensarafi bladder dan bowel.
9. Vertigo, mual, muntah, nyeri kepala, terjadi karena peningkatan tekanan
intrakranial, edema serebri.

G. Komplikasi
a. Infark serebri.
b. Hidrosephalus yang sebagian kecil menjadi hidrosephalus normotensif.
c. Fistula caroticocavernosum.
d. Epistaksis.
e. Peningkatan TIK, tonus otot abnormal.
f. Gangguan otak berat.
g. Kematian bila tidak dapat mengontrol respon pernafasan atau kardiovaskuler.
(Batticaca, 2008)

H. Pemeriksaan Penunjang
1. Angiografi serebral
Menentukan penyebab stroke scr spesifik seperti perdarahan atau obstruksi
arteri.
2. Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT).
Untuk mendeteksi luas dan daerah abnormal dari otak, yang juga mendeteksi,
melokalisasi, dan mengukur stroke (sebelum nampak oleh pemindaian CT).
3. CT scan
Penindaian ini memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma,
adanya jaringan otak yang infark atau iskemia dan posisinya secara pasti.
4. MRI (Magnetic Imaging Resonance)
Menggunakan gelombang megnetik untuk menentukan posisi dan bsar
terjadinya perdarahan otak. Hasil yang didapatkan area yang mengalami lesi
dan infark akibat dari hemoragik.
5. EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak
dari jaringan yang infark sehingga menurunya impuls listrik dalam jaringan
otak.
6. Pemeriksaan laboratorium
a. Lumbang fungsi: pemeriksaan likuor merah biasanya dijumpai pada
perdarahan yang masif, sedangkan pendarahan yang kecil biasanya warna
likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
b. Pemeriksaan darah rutin (glukosa, elektrolit, ureum, kreatinin)
c. Pemeriksaan kimia darah: pada strok akut dapat terjadi hiperglikemia.
d. gula darah dapat mencapai 250 mg di dalam serum dan kemudian
berangsur-rangsur turun kembali.
e. Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri.

I. Penatalaksanaan Medis

1) Pada fase akut

a) Terapi cairan, stroke beresiko terjadinya dehidrasi karena penurunan


kesadaran atau mengalami disfagia. Terapi cairan ini penting untuk
mempertahankan sirkulasi darah dan tekanan darah. The American Heart
Association sudah menganjurkan normal saline 50 ml/jam selama jam-
jam pertama dari stroke iskemik akut. Segera setelah stroke
hemodinamik stabil, terapi cairan rumatan bisa diberikan sebagai KAEN
3B/KAEN 3A. Kedua larutan ini lebih baik pada dehidrasi hipertonik
serta memenuhi kebutuhan hemoestasis kalium dan natrium. Setelah fase
akut stroke, larutan rumatan bisa diberikan untuk memelihara hemoestasis
elektrolit, khususnya kalium dan natrium.

b) Terapi oksigen, pasien stroke iskemik dan hemoragik mangalami


gangguan aliran darah ke otak. Sehingga kebutuhan oksigen sangat
penting untuk mengurangi hipoksia dan juga untuk mempertahankan
metabolisme otak. Pertahankan jalan napas, pemberian oksigen,
penggunaan ventilator, merupakan tindakan yang dapat dilakukan sesuai
hasil pemeriksaan analisa gas darah atau oksimetri

c) Penatalaksanaan peningkatan Tekanan Intra Kranial (TIK)

Peningkatan intra cranial biasanya disebabkan karena edema serebri, oleh


karena itu pengurangan edema penting dilakukan misalnya dengan
pemberian manitol, control atau pengendalian tekanan darah

d) Monitor fungsi pernapasan : Analisa Gas Darah

e) Monitor jantung dan tanda-tanda vital, pemeriksaan EKG

f) Evaluasi status cairan dan elektrolit

g) Kontrol kejang jika ada dengan pemberian antikonvulsan, dan cegah


resiko injuri

h) Lakukan pemasangan NGT untuk mengurangi kompresi labung dan


pemberian makanan

i) Cegah emboli paru dan tromboplebitis dengan antikoagulan

j) Monitor tanda-tanda neurologi seperti tingkat kesadaran, keadaan pupil,


fungsi sensorik dan motorik, nervus cranial dan reflex
2) Fase rehabilitasi

a) Pertahankan nutrisi yang adekuat

b) Program manajemen bladder dan bowel


c) Mempertahankan keseimbangan tubuh dan rentang gerak sendi (ROM)

d) Pertahankan integritas kulit

e) Pertahankan komunikasi yang efektif

f) Pemenuhan kebutuhan sehari-hari

g) Persiapan pasien pulang

3) Pembedahan

Dilakukan jika perdarahan serebrum diameter lebih dari 3 cm atau volume


lebih dari 50 ml untuk dekompresi atau pemasangan pintasan ventrikulo-
peritoneal bila ada hidrosefalus obstrukis akut.
4) Terapi obat-obatan

a) Antihipertensi : Katropil, antagonis kalsium

b) Diuretic : manitol 20%, furosemid

c) Antikolvusan : fenitoin

Sedangkan menurut Batticaca (2008), terapi perdarahan dan perawatan


pembuluh darah pada pasien stroke perdarahan adalah :
a) Antifibrinolitik untuk meningkatkan mikrosirkulasi dosis kecil

(1) Aminocaproic acid 100-150 ml% dalama cairan isotonic 2 kali


selama 3-5 hari, kemudian 1 kali selama 1-3 hari
(2) Antagonis untuk pencegahan permanen : Gordox dosis pertama
300.000 IU kemudian 100.000 IU 4 kali perhar i IV ; Contrical

dosis pertama 30.000 ATU, kemudaian 10.000 ATU 2 kali


per hari selama 5-10 hari
b) Natrii Etamsylate (Dynone) 250 mg x 4 hari IV sampai 10 hari

c) Kalsium mengandung obat ; Rutinium, Vicasolum, Ascorbicum

d) Profilaksis Vasospasme

(1) Calcium-channel antagonis (Nimotop 50 ml [10 mg per hari IV


diberikan 2 mg per jam selama 10-14 hari])
(2) Berikan dexason 8 4 4 4 mg IV (pada kasus tanpa DM,
perdarahan internal, hipertensi maligna) atau osmotic diuretic
(dua hari sekali Rheugloman (Manitol) 15% 200 ml IV diikuti
oleh 20 mg Lasix minimal 10-15 hari kemudian.

J. Pengkajian Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas
Meliputi identitas klien (nama, umur, jenis kelamin, status, suku, agama, alamat,
pendidikan, diagnosa medis, tanggal MRS, dan tanggal pengkajian diambil) dan
identitas penanggung jawab (nama, umur, pendidikan, agama, suku, hubungan
dengan klien, pekerjaan, alamat).
b. Keluhan Utama
Kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi
dan penurunan tingkat kesadaran.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Serangan stroke hemoragik sering kali berlangsung sangat mendadak saat klien
sedang melakukan aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan
kejang sampai tidak sadar, kelumpuhan separuh badan atau gangguan fungsi otak
yang lain.
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Adanya riwayat hipertensi, DM, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala,
kotrasepsi oral yang lama, penggunan obat-obat anti koagulasi, aspirin,
vasodilator, obat-obat adiktif, kegemukan.
e. Riwayat Penyakit Keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi, DM, atau adanya
riwayat stroke dari generasi terdahulu.
f. Pemeriksaan fisik
1) Kesadaran
Biasanya pada pasien stroke mengalami tingkat kesadaran samnolen, apatis,
sopor, soporos coma, hingga coma dengan GCS < 12 pada awal terserang
stroke. Sedangkan pada saat pemulihan biasanya memiliki tingkat kesadaran
letargi dan compos metis dengan GCS 13-15.
2) Tanda-tanda Vital
a) Tekanan darah
Biasanya pasien dengan stroke hemoragik memiliki riwayat
tekanan darah tinggi dengan tekanan systole > 140 dan diastole >
80
b) Nadi
Biasanya nadi normal
c) Pernafasan
Biasanya pasien stroke hemoragik mengalami gangguan pada
bersihan jalan napas
d) Suhu
Biasanya tidak ada masalah suhu pada pasien dengan stroke
hemoragik
2. Rambut
Biasanya tidak ditemukan masalah
3. Wajah
Biasanya simetris, wajah pucat. Pada pemeriksaan Nervus V
(Trigeminal) : biasanya pasien bisa menyebutkan lokasi usapan dan pada
pasien koma, ketika diusap kornea mata dengan kapas halus, klien akan
menutup kelopak mata. Sedangkan pada Nervus VII (facialis) : biasanya
alis mata simetris, dapat mengangkat alis, mengernyitkan dahi,
mengernyitkan hidung, menggembungkan pipi, saat pasien
menggembungkan pipi tidak simetris kiri dan kanan tergantung lokasi
lemah dan saat diminta mengunyah pasien kesulitan untuk mengunyah.

4. Mata

Biasanya konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, pupil


isokor, kelopak mata tidak oedema. Pada pemeriksaan nervus II (optikus) :
biasanya luas pandang baik 90°, visus 6/6. Pada nervus III
(okulomotoris) : biasanya diameter pupil 2mm/2mm, pupil kadang isokor
dan anisokor, palpebra dan reflek kedip dapat dinilai jika pasien bisa
membuka mata . Nervus IV (troklearis) : biasanya pasien dapat mengikuti
arah tangan perawat ke atas dan bawah. Nervus VI (abdusen) : biasanya
hasil nya pasien dapat mengikuti arah tangan perawat ke kiri dan kanan
5. Hidung
Biasanya simetris kiri dan kanan, terpasang oksigen, tidak ada
pernapasan cuping hidung. Pada pemeriksan nervus I (olfaktorius) :
kadang ada yang bisa menyebutkan bau yang diberikan perawat namun
ada juga yang tidak, dan biasanya ketajaman penciuman antara kiri dan
kanan berbeda dan pada nervus VIII (akustikus) : biasanya pada pasien
yang tidak lemah anggota gerak atas, dapat melakukan keseimbangan
gerak tangan-hidung
6. Mulut dan gigi
Biasanya pada pasien apatis, sopor, soporos coma hingga coma akan
mengalami masalah bau mulut, gigi kotor, mukosa bibir kering. Pada
pemeriksaan nervus VII (facialis) : biasanya lidah dapat mendorong pipi
kiri dan kanan, bibir simetris, dan dapat menyebutkan rasa manis dan asin.
Pada nervus IX (glossofaringeal) : biasanya ovule yang terangkat tidak
simetris, mencong kearah bagian tubuh yang lemah dan pasien dapat
merasakan rasa asam dan pahit. Pada nervus XII (hipoglasus) : biasanya
pasien dapat menjulurkan lidah dan dapat dipencongkan ke kiri dan kanan
namun artikulasi kurang jelas saat bicara
7. Telinga
Biasanya sejajar daun telinga kiri dan kanan. Pada pemeriksaan nervus
VIII (akustikus) : biasanya pasien kurang bisa mendengarkan gesekan jari
dari perawat tergantung dimana lokasi kelemahan dan pasien hanya dapat
mendengar jika suara keras dan dengan artikulasi yang jelas
8. Leher
Pada pemeriksaan nervus X (vagus) : biasanya pasien stroke hemragik
mengalami gangguan menelan. Pada peemeriksaan kaku kuduku biasanya
(+) dan bludzensky 1 (+)

9. Thorax

a) Paru-paru

Inspeksi : biasanya simetris kiri dan kanan

Palpasi : biasanya fremitus sam aantara kiri dan kanan

Perkusi : biasanya bunyi normal (sonor)

Auskultasi : biasanya suara normal (vesikuler)


b) Jantung
Isnpeksi : biasanya iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : biasanya ictus cordis teraba
Perkusi : biasanya batas jantung normal
Auskultasi : biasanya suara vesikuler
10. Abdomen

Inspeksi : biasanya simetris, tidak ada asites

Palpasi : biasanya tidak ada pembesaran hepar

Perkusi : biasanya terdapat suara tympani


Auskultasi: biasanya biasanya bising usus pasien tidak terdengar.
Pada pemeriksaan reflek dinding perut, pada saat perut pasien digores
biasanya pasien tidak merasakan apa-apa.
11. Ekstremitas

a) Atas

Biasanya terpasang infuse bagian dextra / sinistra. CRT biasanya


normal yaitu < 2 detik.Pada pemeriksaan nervus XI (aksesorius) :
biasanya pasien stroke hemoragik tidak dapat melawan tahanan pada
bahu yang diberikan perawat. Pada pemeriksaan reflek, biasanya saat
siku diketuk tidak ada respon apa-apa dari siku, tidak fleksi maupun
ekstensi (reflek bicep (-)) dan pada pemeriksaan tricep respon tidak ada
fleksi dan supinasi (reflek bicep (-)). Sedangkan pada pemeriksaan
reflek hoffman tromer biasanya jari tidak mengembang ketika diberi
reflek (reflek Hoffman tromer (+)).

b) Bawah
Pada pemeriksaan reflek, biasanya saat pemeriksaan bluedzensky I kaki
kiri pasien fleksi ( bluedzensky (+)). Pada saat telapak kaki digores
biasanya jari tidak mengembang (reflek babinsky (+)). Pada saat
dorsum pedis digores biasanya jari kaki juga tidak beresponn (reflek
caddok (+)). Pada saat tulang kering digurut dari atas ke bawah
biasanya tidak ada respon fleksi atau ekstensi (reflek openheim (+)) dan
pada saat betis diremas dengan kuat biasanya pasien tidak merasakan
apa-apa (reflek gordon (+)). Pada saat dilakukan reflek patella biasanya
femur tidak bereaksi saat di ketukkan (reflek patella (+)).

Nilai kekuatan otot


Respon Nilai
Tidak dapat sedikitpun kontraksi otot, lumpuh total 0
Terdapat sedikit kontraksi otot, namun tidak 1
didapatkan gerakan pada persendian yang harus
digerakkan oleh otot tersebut
Didapatkan gerakan, tapi gerakan tidak mampu 2
melawan gaya berat (gravitasi)
Dapat mengadakan gerakan melawan gaya berat 3
Disamping dapat melawan gaya berat ia dapat pula 4
mengatasi sedikit tahanan yang diberikan
Tidak ada kelumpuhan (normal) 5
Sumber: Debora, 2013

12. Test diagnostic


a) Radiologi

a) Angiografi serebri

Membantu menentukan penyebab dari stroke secara spesifik sperti


stroke perdarahan arteriovena atau adanya ruptur. Biasanya pada
stroke perdarahan akan ditemukan adanya aneurisma
b) Lumbal pungsi
Biasanya pada pasien stroke hemoragik, saat pemeriksaan cairan
lumbal maka terdapat tekanan yang meningkat disertai bercak
darah. Hal itu akan menunjukkkan adanya hemoragik pada
subarachnoid atau pada intrakranial
b) CT-Scan
Memperhatikan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya
jaringan otak yang infark atau iskemia, serta posisinya secara pasti.
Hasil pemerksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang masuk
ke ventrikel atau menyebar ke permukaan otak
c) Macnetic Resonance Imaging (MRI)
Menentukan posisi serta besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil
pemeriksaan biasanya didapatkan area yang mengalami lesi dan infark
akibat dari heemoragik
d) USG Doppler
Untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem
karotis)
e) EEG
Pemeriksaan ini bertujuan untuk melihat masalah yang timbul dan
dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik
dalam jaringan otak.
f) Laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap seperti Hb, Leukosit, Trombosit, Eritrosit.
Hal ini berguna untuk mengetahui apakah pasien menderita anemia.
Sedangkan leukosit untuk melihat sistem imun pasien. Bila kadar
leukosit diatas normal, berarti ada penyakit infeksi yang sedang
menyerang pasien.
g) Test darah koagulasi
Test darah ini terdiri dari 4 pemeriksaan, yaitu: prothrombin time,
partial thromboplastin (PTT), International Normalized Ratio (INR)
dan agregasi trombosit. Keempat test ini gunanya mengukur seberapa
cepat darah pasien menggumpal. Gangguan penggumpalan bisa
menyebabkan perdarahan atau pembekuan darah. Jika pasien
sebelumnya sudah menerima obat pengencer darah seperti warfarin,
INR digunakan untuk mengecek apakah obat itu diberikan dalam
dosis yang benar. Begitu pun bila sebelumnya sudah diobati heparin,
PTT bermanfaat untuk melihat dosis yang diberikan benar atau tidak.
h) Test kimia darah
Cek darah ini untuk melihat kandungan gula darah, kolesterol, asam
urat, dll. Apabila kadar gula darah atau kolesterol berlebih, bisa
menjadi pertanda pasien sudah menderita diabetes dan jantung. Kedua
penyakit ini termasuk ke dalam salah satu pemicu stroke (Robinson,
2014).

K. Diagnosa Keperawatan
1. Perfusi jaringan serebral tidak efektif
2. Gangguan Komunikasi Verbal
3. Gangguan Mobilitas Fisik
L. Rencana Keperawatan
No SDKI SLKI SIKI
.
1. Resiko Perfusi Setelah dilakukan Manajemen peningkatan
Serebral Tidak tindakan keperawatan tekanan intrakranial:
Efektif b.d selama 1x24 jam Observasi:
aliran darah ke diharapkan perfusi  Identifikasi
otak terhambat. serebral meningkat penyebab
dengan kriteria sebagai peningkatan TIK
berikut: (misalnya: lesi,
1. Tingkat kesadaran gangguan
meningkat (5) metabolism, edema
2. Tekanan intrakranial serebral)
menurun (5)  Monitor
3. Nyeri kepala tanda/gejala
berkurang (5) peningkatan TIK
4. Nilai rata-rata (misalnya: tekanan
tekanan darah membaik darah meningkat,
(5) tekanan nadi
5. Tekanan darah melebar,
diastolik membaik (5) bradikardia, pola
6. Kecemasan menurun napas ireguler,
(5) kesadaran menurun)
 Monitor MAP
(mean arterial
pressure) (LIHAT:
Kalkulator MAP)
 Monitor CVP
(central venous
pressure)
 Monitor PAWP,
jika perlu
 Monitor PAP, jika
perlu
 Monitor ICP (intra
cranial pressure)
 Monitor gelombang
ICP
 Monitor status
pernapasan
 Monitor intake dan
output cairan
 Monitor cairan
serebro-spinalis
(mis. Warna,
konsistensi)

Terapeutik
 Minimalkan
stimulus dengan
menyediakan
lingkungan yang
tenang
 Berikan posisi semi
fowler
 Hindari manuver
valsava
 Cegah terjadinya
kejang
 Hindari penggunaan
PEEP
 Hindari pemberian
cairan IV hipotonik
 Atur ventilator agar
PaCO2 optimal
 Pertahankan suhu
tubuh normal

Kolaborasi
 Kolaborasi
pemberian sedasi
dan antikonvulsan,
jika perlu
 Kolaborasi
pemberian diuretik
osmosis, jika perlu
 Kolaborasi
pemberian pelunak
tinja, jika perlu
2. Gangguan Setelah dilakukan Tindakan yang
Komunikasi tindakan keperawatan dilakukan pada
Verbal b.d selama 1x24 jam intervensi promosi
penurunan diharapkan komunikasi komunikasi: defisit
sirkulasi ke otak verbal meningkat bicaraberdasarkan
dengan kriteria sebagai SIKI, antara lain:
berikut: Observasi
1. kemampuan  Monitor kecepatan,
berbicara meningkat (5) tekanan, kuantitias,
2. kemampuan volume, dan diksi bicara
mendengar meningkat  Monitor progress
(5) kognitif, anatomis, dan
3. kesesuaian ekspresi fisiologis yang berkaitan
wajah/tubuh meningkat dengan bicara (mis:
(5) memori, pendengaran,
4. afasia menurun (5) dan Bahasa)
5. disfasia menurun (5)  Monitor frustasi, marah,
6. pemahaman depresi, atau hal lain
komunikasi membaik yang mengganggu
(5) bicara
 Identifikasi perilaku
emosional dan fisik
sebagai bentuk
komunikasi

Terapeutik
 Gunakan metode
komunikasi alternatif
(mis: menulis, mata
berkedip, papan
komunikasi dengan
gambar dan huruf,
isyarat tangan, dan
komputer)
 Sesuaikan gaya
komunikasi dengan
kebutuhan (mis:
berdiri di depan
pasien, dengarkan
dengan seksama,
tunjukkan satu
gagasan atau
pemikiran sekaligus,
bicaralah dengan
perlahan sambal
menghindari
teriakan, gunakan
komunikasi tertulis,
atau meminta
bantuan keluarga
untuk memahami
ucapan pasien)
 Modifikasi
lingkungan untuk
meminimalkan
bantuan
 Ulangi apa yang
disampaikan pasien
 Berikan dukungan
psikologis
 Gunakan juru bicara,
jika perlu

Edukasi
 Anjurkan berbicara
perlahan
 Ajarkan pasien dan
keluarga proses
kognitif, anatomis,
dan fisiologis yang
berhubungan dengan
kemampuan bicara

Kolaborasi
 Rujuk ke ahli
patologi bicara atau
terapis
3. Gangguan Setelah dilakukan Observasi
Mobilitas Fisik tindakan keperawatan  Identifikasi adanya
b.d kerusakan selama 1x24 jam nyeri atau keluhan
neurovaskuler diharapkan mobilitas fisik lainnya
fisik meningkat dengan  Identifikasi toleransi
kriteria sebagai berikut: fisik melakukan
1. pergerakan ambulasi
ekstremitas meningkat  Monitor frekuensi
(5) jantung dan tekanan
2. kekuatan otot darah sebelum
meningkat (5) memulai ambulasi
3. rentang gerak  Monitor kondisi
meningkat (5) umum selama
4. kaku sendi melakukan ambulasi
menurun(5) 2. Terapeutik
5. kelemahan fisik  Fasilitasi aktivitas
menurun (5) ambulasi dengan
alat bantu (mis.
tongkat, kruk)
 Fasilitasi melakukan
mobilisasi fisik, jika
perlu
 Libatkan keluarga
untuk membantu
pasien dalam
meningkatkan
ambulasi
3. Edukasi
 Jelaskan tujuan dan
prosedur ambulasi
 Anjurkan
melakukan ambulasi
dini
 Ajarkan ambulasi
sederhana yang
harus dilakukan
(mis. berjalan dari
tempat tidur ke
kursi roda, berjalan
dari tempat tidur ke
kamar mandi,
berjalan sesuai
toleransi)

Daftar Pustaka
1. Amila, A., Sinaga, J., & Sembiring, E. (2019). Pencegahan Stroke Berulang Melalui
Pemberdayaan Keluarga Dan Modifikasi Gaya Hidup. Jurnal Abdimas, 22(2), 143–
150.
2. Ariyanti, K. S., Sariyani, M. D., & Utami, L. N. (N.D.). Penyuluhan Kesehatan
Reproduksi Remaja Untuk Meningkatkan Pengetahuan Siswa Di Smp Negeri 3
Selemadeg Timur. 1161, 7–11.
3. Ariyanto, H., Malik, A. A., Widianti, W., & Oktavia, W. (2020). Prevalence And
Correlation Of Knowledge Levels With The Physical Activity Of Hypertension
Patients. Genius Journal, 1(2), 45–49.
4. Firmansyah, A., Setiawan, H., & Ariyanto, H. (2021). Studi Kasus Implementasi
Evidence-Based Nursing: Water Tepid Sponge Bath Untuk Menurunkan Demam
Pasien Tifoid.
5. Viva Medika: Jurnal Kesehatan, Kebidanan Dan Keperawatan, 14(2), 174–
181.Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan.    Jakarta: Salemba Medika
6. Santosa, Budi. 2007. Panduan Diagnosa Keperawatan NANDA 2005-2006. Jakarta:
Prima Medika
7. Smeltzer, dkk. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth
Edisi 8 Vol 2. alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih.
Jakarta: EGC.
8. Adib, M. 2009. Cara Mudah Memahami dan Menghindari Hipertensi, Jantung, dan
Stroke. Yogyakarta: Dianloka Pustaka.
9. Batticaca, F. B. 2008. Asuan Keperawatan Klien dengan Sistem Persarafan. Jakarta:
Salemba Medika.
10. Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai