Stroke adalah kehilangan fungsi otak diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak,
biasanya merupakan akumulasi penyakit serebrovaskular selama beberapa tahun
(Smeltzer,2001).
Stroke merupakan sindrom klinis yang timbulnya mendadak, progresif cepat, serta berupa
defisit neurologis lokal dan atau global yang berlangsung 24 jam atau lebih. Selain itu, juga bias
langsung menimbulkan kematian yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non-
traumatic (Mansjoer,2000).
Stroke digunakan untuk menamakan sindrom hemiparesis atau hemiparalisis akibat lesi
vascular yang dapat bangkit dalam beberapa detik atau hari, bergantung pada jenis penyakit
yang menjadi penyebabnya (sidharta,1994).
Menurut WHO, Stroke is a rapidly developing clinical sign of focal or global disturbance of
cerebral function with symptoms lasting 24 hoursor longer, or leading to deth with no apparent
cause other than vascular signs (1998).
Klasifikasi Stroke
Menurut Satyanegara (1998), gangguan peredaran darah otak atau stroke dapat diklasifikasikan
menjadi dua, yaitu non-hemoragi/iskemik/infark dan stroke hemoragi.
1. Non-hemoragi/iskemik/infark.
a. Serangan Iskemi Sepintas (Transient Ischemic Attack-TIA).
TIA merupakan tampilan peristiwa berupa episode-episode serangan sesaat dari
suatu disfungsi serebral fokal akibat gangguan vascular, dengan lama seranagn
sekitar 2-15 menit sampai paling lama 24 jam.
b. Defisit Neurologis Iskemik Sepintas (Reversible Ischemic Neurology Deficit-RIND).
Gejala dan tanda gangguan neurologis yang berlangsung lebih lama 24 jam dan
kemudia pulih kembali (dalam jangka waktu kurang dari tiga minggu).
c. In Evolutional atau Progressing Stroke.
Gejala gangguan neurologis yang progresif dalam waktu enam jam atau lebih.
d. Stroke Komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke).
Gejala gangguan neurologis dengan lesi-lesi yang stabil selama periode waktu 18-24
jam, tanpa adanya progresivitas lanjut.
2. Stroke Hemoragi
Perdarahan intracranial dibedakan berdasarkan tempat perdarahannya, yakni dirongga
subraknoid atau didalam parenkim otak (intraserebral). Ada juga perdarahan yang
terjadi bersamaan pada kedua tempat diatas seperti : perdarahan subaraknoid yang
bocor kedalam otak atau sebaliknya. Selanjutnya gangguan-gangguan arteri yang
menimbulkan perdarahan otak spontan dibedakan lagi berdasarkan ukuran dan lokasi
regional otak.
Menurut Baughman (2000) yang menentukan timbulnya manifestasi stroke dikenal sebagai
factor resiko stroke. Adapun faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut :
1. Hipertensi.
Hipertensi merupakan factor resiko stroke yang potensial. Hipertensi dapat
mengakibatkan pecahnya maupun menyempitnya pembuluh darah otak. Apabila
pembuluh darah otak pecah, maka timbullah perdarahan otak dan apabila pembuluh
darah otak menyempit, maka aliran darah ke otak akan terganggu dan sel-sel otak akan
mengalami kematian.
2. Diabetes Melitus
Diabetes mellitus mampu menebalkan dinding pembuluh darah otak yang berukuran
besar. Menebalnya dinding pembuluh darah otak akan menyempitkan diameter
pembuluh darah tadi dan penyempitan tersebut kemudian akan menganggu kelancaran
aliran ke otak, yang pada akhirnya akan menyebabkan infark sel-sel otak.
3. Penyakit Jantung
Berbagai penyakit jantung berpotensi untuk menimbulkan stroke. Factor resiko ini akan
menimbulkan hambatan/sumbatan aliran darah ke otak karena jantung melepas
gumpalan darah atau sel-sel/jaringan yang telah mati kedalam aliran darah.
4. Gangguan aliran darah otak sepintas.
Pada umumnya bentuk-bentuk gejalanya adalah hemiparesis, disartria, kelumpuhan
otot-otot mulut atau pipi, kebutaan mendadak, hemiparestesi, dan afasia.
5. Hiperkolesterolemi.
Meningginya angka kolesterol dalam darah, terutama low density lipoprotein (LDL),
merupakan factor resiko penting untuk terjadinya arteriosclerosis (menebalnya dinding
pembuluh darah yang kemudian diikuti penurunan kada High Density Lipoprotein (HDL)
merupakan factor resiko untuk terjadinya penyakit jantung coroner.
6. Infeksi.
Penyakit infeksi yang mampu berperan sebagai factor resiko stroke adalah tuberkolosis,
malaria, lues (sifilis), leptospirosis, dan infeksi cacing.
7. Obesitas.
Obesitas merupakan factor resiko terjadinya penyakit jantung.
8. Merokok.
Merokok merupakan faktor resiko pertama untuk terjadinya infark jantung.
9. Kelainan pembuluh darah otak.
Pembuluh darah otak yang tidak normal dimana suatu saat akan pecah dan
menimbulkan perdarahan.
10. Lain-lain
Lanjut usia, penyakit paru-paru menahun, penyakit darah, asam urat yang berlebihan,
kombinasi berbagai faktor resiko secara teori.
Etiologi
Menurut Smeltzer (2001) stroke biasanya diakibatkan dari salah satu dari empat kejadian yaitu
sebagai berikot :
1. Trombosis Serebral
Arteriosclerosis serebral dan pelambatan sirkulasi serebral adalah penyebab utama
thrombosis serebral yang merupakan penyebab paling umum dari stroke. Tanda-tanda
trombosis serebral bervariasi. Sakit kepala adala onset yang tidak umum. Beberapa
pasien dapat mengalami pusing, perubahan kognitif, atau kejang, dan beberapa
mengalami onset yang tidak dapat dibedakan dari hemoragi intraserebral atau
embolisme serebral. Secara umum, trombosis serebral tidak terjadi dengan tiba-tiba ;
dan kehilangan bicara sementara, hemiplegia, atau perestia pada setengah tubuh dapat
memlalui onset paralisis berat pada beberapa jam/hari.
2. Embolisme Serebral
Embulos biasanya menyumbat arteri serebral tengah atau cabang-cabangnya sehingga
merusak sirkulasi serebral. Onset hemiparesis atau hemiplegia tiba-tiba dengan afasia,
tanpa afasia, atau kehilanagn kesadaran pada pasien dengan penyakit jantung atau
pulmonal adalah karakteristik dari embolisme serebral.
3. Iskemia Serebral
Iskemia serebral (insufisiensi suplai darah ke otak) terutama karena konstriksi atheroma
pada arteri yang menyuplai darah ke otak.
4. Hemoragi Serebral
a. Hemoragi Ekstradural (emoragi epidural) adalah kedaruratan bedah neuro yang
memerlukan perawatan segera. Keadaan ini biasanya mengikuti fraktur tengkorak
dengan robekan arteri tengah dan arteri meninges lain, dan pasien harus diatasi
dalam beberapa jam cedera untuk mempertahankan hidup.
b. Hemoragi subdural pada dasarnya sama dengan emoragi epidural , kecuali bahwa
hematoma subdural biasanya jembatan vena robek. Oleh karena itu, periode
pembentukan hematoma lebih lama dan menyebabkan tekana pada otak. Beberapa
pasien mungkin mengalami hemoragi subdural kronik tanpa menunjukkan tanda
atau gejala.
c. Hemoragi subaraknoid dapat terjadi sebagai akibat trauma atau hipertensi, tetapi
penyebab paling sering adalah kebocoran aneurisme pada area sirkulus Willisi dan
malformasi arteri vena kongenital pada otak.
d. Hemoragi intraserebral adalah perdarahan di substansi dalam otak, paling umum
terjadi pada pasien dengan hipertensi dan aterosklerosis serebral disebabkan oleh
perubahan degenerative karena penyakit ini biasanya menyebabkan rupture
pembuluh darah. Biasanya onset tiba-tiba, dengan sakit kepala berat. Bila hemoragi
membesar, makin jelas deficit neurologic yan terjadi dalam bentuk penurunan
kesadaran dan abnormalitas pada tanda vital.
Patofisiologi
Menurut Long (1996), otak sangan bergantung pada oksigen dan tidak mempunyai cadangan
oksigen. Bila terjadi anoksia seperti halnya yang terjadi pada CVA, metabolism diotak segera
mengalam perubahan, kematian sel dan kerusakan permanen dapat terjadi dalam 3 smpai 10
menit. Tiap kondisi yang menyebabkan perubahan perfusi otak akan menimbulkan hipoksia
atau anoksia. Hipoksia menyebabkan iskemik otak. Iskemik otak dalam waktu lama
menyebabkan sel mati permanen dan berakibat terjadi infark otak yang disertai dengan edema
otak karena pada daerah yang dialiri darah terjadi penurunan perfusi dan oksigen, serta
peningkatan karbon dioksida dan asam laktat.
Menurut Satyanegara (1998), adanya gangguan peredarah darah otak dapat menimbulkan jejas
atau cidera pada otak melalui empat mekanisme yaitu sebagai berikut :
Manifestasi klinik
Pemeriksaan fisik
Pada pasien stroke perlu dilakukan pemeriksaan lain seperti tingkat kesadaran, kekuatan otot,
tonus otot, serta pemeriksaan radiologi dan laboraturium. Pada pemeriksaan tingkat kesadaran
dilakukan pemeriksaan yang dikenal sebagai Glascow Coma Scale (GCS) untuk mengamati
pembukaan kelopak mata, kemampuan bicara, dan tanggap motoric (gerakan).
1. Membuka mata
Membuka spontan :4
Membuka dengan perintah : 3
Membuka mata karna rangsangan nyeri :2
Tidak mampu membuka mata :1
2. Kemampuan bicara
Orientasi dan pengertian baik :5
Pembicaraan yang kacau :4
Pembicaraan tidak pantas dan kasar : 3
Dapat bersuara, merintih :2
Tidak ada suara :1
3. Tanggapan motoric
Menanggapi perintah : 6
Reaksi gerakan local terhadap rangsang :5
Reaksi menghindar terhadap rangsang nyeri : 4
Tanggapan fleksi abnormal :3
Tanggapan ekstensi abnormal :2
Tidak ada gerakan :1
Menurut Tucker (1998), pemeriksaan pada penderita koma antara lain sebagai berikut :
Menurut Harsono (1996), prognosis dari stroke dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu sebagai
berikut :
Penatalaksanaan Stroke
Menurut Harsono (1996), kematian dan deteriosasi neurologis minggu pertama stroke iskemia
terjadi karena adaya edema otak. Edema otak timbul dalam beberapa jam setelah stroke
iskemik dan mencapai puncaknya 24-96 jam. Edema otak mula-mula cytofosic karena terjadi
gangguan pada metabolism seluler kemudian terdapat edema vasogenik Karena rusakya sawar
darah otak setempat. Untuk menurunkan edema otak, dilakukan hal-hal sebagai berikut :
1. Naikkan posisi kepala dan badan bagian atas setinggi 20-30 derajat.
2. Hindarkan pemberian cairan intravena yang berisi glukosa atau cairan hipotonik.
3. Pemberian osmoterapi seperti berikut ini.
a. Bolus marital 1 gr/kgBB dalam 20-30 menit kemudian dilanjutkan dengan dosis 0,25
gr/kgBB setiap 6 jam sampai maksimal 48 jam. Target osmolaritas 300-320
mmol/liter.
b. Gliserol 50% oral 0,25-1 gr/kgBB setiap 4 atau 6 jam atau gliserol 10 % Intravena 10
ml/kgBB dalam 3-4 jam (untuk edema serebri ringan, sedang)
c. Furosemide 1 mg/kgBB intravena
4. Intubasi dan hiperventilasi terkontrol dengan oksigen hiperbarik sampai PCO2 = 29-35
mmHg.
5. Tidakan bedah dikompresif perlu dikerjakan apabila terdapat supra tentoral 8. Dengan
pergeseran linea mediare atau serebral infark disertai efek rasa.
6. Steroid dianggap kurang menguntungkan untuk terapi udara serebral karena disamping
menyebabkan hiperglikemia juga naiknya risiko infeksi.
Pemeriksaan Penunjang
Menurut Harsono (1996) pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada penderita stroke
adalah sebagai berikut :
Komplikasi