Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
Stroke merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah infark miokard dan kanker
serta penyebab kecacatan nomor satu diseluruh dunia. Dampak stroke tidak hanya
dirasakan oleh penderita, namun juga oleh keluarga dan masyarakat disekitarnya.
Penelitian menunjukkan kejadian stroke terus meningkat di berbagai negara
berkembang, termasuk Indonesia (Endriyani, dkk., 2011; Halim dkk., 2013).

Menurut WHO, sebanyak 20,5 juta jiwa di dunia sudah terjangkit stroke tahun 2011.
Dari jumlah tersebut 5,5 juta jiwa telah meninggal dunia. Diperkirakan jumlah stroke
iskemik terjadi 85% dari jumlah stroke yang ada. Penyakit darah tinggi atau hipertensi
menyumbangkan 17,5 juta kasus stroke di dunia. Di Indonesia stroke merupakan
penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan kanker. Prevalensi stroke
mencapai 8,3 per 1000 penduduk, 60,7 persennya disebabkan oleh stroke non
hemoragik. Sebanyak 28,5 % penderita meninggal dunia dan sisanya mengalami
kelumpuhan total atau sebagian. Hanya 15 % saja yang dapat sembuh total dari
serangan stroke atau kecacatan (Nasution, 2013; Halim dkk., 2013).

Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2013, prevalensi penyakit stroke di Indonesia


meningkat seiring bertambahnya umur. Kasus stroke tertinggi yang terdiagnosis
tenaga kesehatan adalah usia 75 tahun keatas (43,1%) dan terendah pada kelompok
usia 15-24 tahun yaitu sebesar 0,2%. Prevalensi stroke berdasarkan jenis kelamin
lebih banyak laki-laki (7,1%) 2 dibandingkan dengan perempuan (6,8%). Berdasarkan
tempat tinggal, prevalensi stroke di perkotaan lebih tinggi (8,2%) dibandingkan
dengan daerah pedesaan (5,7%).

Menurut Dinkes Provinsi Jawa Tengah (2012), stroke dibedakan menjadi stroke
hemoragik dan stroke non hemoragik. Prevalensi stroke hemoragik di Jawa Tengah
tahun 2012 adalah 0,07 lebih tinggi dari tahun 2011 (0,03%). Prevalensi tertinggi
tahun 2012 adalah Kabupaten Kudus sebesar 1,84%. Prevalensi stroke non hemoragik
pada tahun 2012 sebesar 0,07% lebih rendah dibanding tahun 2011 (0,09%). Pada
tahun 2012, kasus stroke di Kota Surakarta cukup tinggi. Kasus stroke hemoragik
sebanyak 1.044 kasus dan 135 kasus untuk stroke non hemoragik.

Stroke non hemoragik dapat didahului oleh oleh banyak faktor pencetus dan sering
kali berhubungan dengan penyakit kronis yang menyebabkan masalah penyakit
vaskular seperti penyakit jantung, hipertensi, diabetes, obesitas, kolesterol, merokok,
dan stres.

Pada kenyataannya, banyak klien yang datang ke rumah sakit dalam keadaan
kesadaran yang sudah jauh menurun dan stroke merupakan penyakit yang
memerlukan perawatan dan penanganan yang cukup lama. Oleh karena itu peran
perawat sangat penting dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien stroke non
hemoragik, serta diharapkan tidak hanya fokus terhadap keadaan fisiknya saja tetapi
juga psikologis penderita.
BAB II
TINJAUAN TEORI

I. Konsep Dasar Stroke Non Hemoragik


A. Definisi
Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat emboli
dan trombosis serebral biasanya terjadi setelah lama beristirahat, baru
bangun tidur atau di pagi hari dan tidak terjadi perdarahan. Namun terjadi
iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema
sekunder. (Arif Muttaqin, 2008, hlm. 130).

Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang


cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala
yang berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian
tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskuler.

Stroke adalah cedera otak yang berkaitan dengan obstruksi aliran darah
otak. Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak
yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak sering ini
adalah kulminasi penyakit serebrovaskuler selama beberapa tahun
(Corwin, 2009, hlm. 122).

B. Klasifikasi
Stroke dapat diklasifikasikan menurut patologi dan gejala kliniknya, yaitu:
(Muttaqin, 2008, hlm. 130)
1. Stroke Hemoragik
Merupakan perdarahan serebral dan mungkin perdarahan
subarachnoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada
daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas
atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien
umumnya menurun. Perdarahan otak dibagi dua, yaitu:
a. Perdarahan intraserebral
Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena
hipertensi mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak,
membentuk massa yang menekan jaringan otak, dan menimbulkan
edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat
mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak.
Perdarahan intraserebral yang disebabkan karena hipertensi sering
dijumpai di daerah putamen, thalamus, pons dan serebelum.
b. Perdarahan subaraknoid
Pedarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma berry atau AVM.
Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi
willisi dan cabang-cabangnya yang terdapat diluar parenkim
otak.Pecahnya arteri dan keluarnya keruang subaraknoid
menyebabkan TIK meningkat mendadak, meregangnya struktur
peka nyeri, dan vasospasme pembuluh darah serebral yang
berakibat disfungsi otak global (sakit kepala, penurunan kesadaran)
maupun fokal (hemiparase, gangguan hemisensorik, dll)

2. Stroke Non Hemoragik


Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebral, biasanya
terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi
hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang
menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder.
Kesadaran umumnya baik.
Menurut perjalanan penyakit atau stadiumnya, yaitu:
a. TIA (Trans Iskemik Attack) gangguan neurologis setempat yang
terjadi selama beberapa menit sampai beberapa jam saja. Gejala
yang timbul akan hilang dengan spontan dan sempurna dalam waktu
kurang dari 24 jam.
b. Stroke involusi: stroke yang terjadi masih terus berkembang dimana
gangguan neurologis terlihat semakin berat dan bertambah buruk.
Proses dapat berjalan 24 jam atau beberapa hari.
c. Stroke komplit: dimana gangguan neurologi yang timbul sudah
menetap atau permanen . Sesuai dengan istilahnya stroke komplit
dapat diawali oleh serangan TIA berulang.
C. Etiologi atau Faktor Resiko
Menurut Smeltzer (2009, hlm. 90) stroke biasanya diakibatkan dari salah
satu dari empat kejadian yaitu:
1. Thrombosis serebral Arteriosklerosis serebral dan perlambatan
sirkulasi serebral adalah penyebabutama trombosis serebral, yang
merupakan penyebab paling umum dari stroke. Tanda-tanda trombosis
serebral bervariasi. Sakit kepala adalah awitan yang tidak umum.
Beberapa pasien dapat mengalami pusing, perubahan kognitif, atau
kejang, dan beberapa mengalami awitan yang tidak dapat dibedakan
dari haemorrhagi intracerebral atau embolisme serebral. Secara umum,
thrombosis serebral tidak terjadi dengan tiba-tiba, dan kehilangan
bicara sementara, hemiplegia, atau parestesia pada setengah tubuh
dapat mendahului awitan paralisis berat pada beberapa jam atau hari.
2. Embolisme serebral Embolus biasanya menyumbat arteri serebral
tengah atau cabang -cabangnya, yang merusak sirkulasi serebral.
Awitan hemiparesis atauhemiplegia tiba-tiba dengan afasia atau tanpa
afasia atau kehilangan kesadaran pada pasien dengan penyakit jantung
atau pulmonal adalah karakteristik dari embolisme serebral.
3. Iskemia serebral Iskemia serebral (insufisiensi suplai darah ke otak)
terutama karena konstriksi ateroma pada arteri yang menyuplai darah
ke otak.
4. Haemorhagi serebral
a. Haemorhagi ekstradural (haemorrhagi epidural) adalah kedaruratan
bedah neuro yang memerlukan perawatan segera. Keadaan ini
biasanya mengikuti fraktur tengkorak dengan robekan arteri tengah
arteri meninges lain, dan pasien harus diatasi dalam beberapa jam
cedera untuk mempertahankan hidup.
b. Patofisiologi Haemorhagi subdural pada dasarnya sama dengan
haemorrhagi epidu ral, kecuali bahwa hematoma subdural biasanya
jembatan vena robek. Karenanya periode pembentukan hematoma
lebih lama dan menyebabkan tekanan pada otak. Beberapa pasien
mungkin mengalami haemorrhagi subdural kronik tanpa
menunjukkan tanda atau gejala.
c. Haemorrhagi subarakhnoid dapat terjadi sebagai akibat trauma atau
hipertensi, tetapi penyebab paling sering adalah kebocoran
aneurisme pada area sirkulus Willisi dan malformasi arteri vena
kongenital pada otak.
d. Haemorrhagi intracerebral adalah perdarahan di substansi dalam
otak paling umum pada pasien dengan hipertensi dan aterosklerosis
serebral, karena perubahan degeneratif karena penyakit ini
biasanya menyebabkan rupture pembuluh darah. Biasanya awitan
tiba -tiba, dengan sakit kepala berat. Bila haemorrhagi membesar,
makin jelas deficit neurologik yang terjadi dalam bentuk penurunan
kesadaran dan abnormalitas pada tanda vital.

Factor Resiko
Stroke non hemoragik merupakan proses yang multi kompleks dan
didasari oleh berbagai macam faktor risiko. Ada faktor yang tidak
dapat dimodifikasi, dapat dimodifikasi dan masih dalam penelitian
yaitu:
1. Tidak dapat dirubah :
a. Usia
b. Jenis kelamin
c. Ras
d. Genetik
2. Dapat dirubah :
a. Hipertensi
b. Merokok
c. Diabetes
d. Fibrilasi atrium
e. Kelainan jantung
f. Hiperlipidemia
g. Terapi pengganti hormon
h. Anemia sel sabit
i. Obesitas
j. Aktifitas fisik

D. Patofisiologi
Stroke non hemoragik erat hubungannya dengan plak arterosklerosis yang
dapat mengaktifkan mekanisme pembekuan darah sehingga terbentuk
trombus yang dapat disebabkan karena hipertensi (Muttaqin, 2011).
Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah dan akan terbawa
sebagai emboli dalam aliran darah mengakibatkan terjadinya iskemia
jaringan otak dan menyebabkan hilangnya fungsi otak secara akut atau
permanen pada area yang teralokasi (Guyton & Hall, 2007).
Iskemia pada otak akan merusak jalur motorik pada serebrum. Iskemia
pada otak juga mengakibatkan batang otak yang mengandung nuclei
sensorik dan motorik yang membawa fungsi motorik dan sensorik
mengalami gangguan sehingga pengaturan gerak seluruh tubuh dan
keseimbangan terganggu (Guyton & Hall, 2007).

Area di otak yang membutuhkan sinyal untuk pergerakkan dan koordinasi


otot tidak ditrasmisikan ke spinal cord, saraf dan otot sehingga serabut
motorik pada sistem saraf mengalami gangguan untuk mengontrol
kekuatan dan pergerakan serta dapat mengakibatkan terjadinya kecacatan
pada pasien stroke (Frasel, Burd, Liebson, Lipschick & Petterson, 2008).
Iskemia pada otak juga dapat mengakibatkan terjadinya defisit neurologis
(Smeltzer & Bare, 2010).

E. Pathway
Terlampir

F. Manifestasi Klinis
Menurut (Smeltzer & Bare, 2010) tanda dan gejala yang timbul dapat
berbagai macam tergantung dari berat ringannya lesi dan juga topisnya.
Namun ada beberapa tanda dan gejala yang umum dijumpai pada penderita
stroke non hemoragik yaitu:
1. Gangguan Motorik
a. Tonus abnormal (hipotonus/ hipertonus)
b. Penurunan kekuatan otot
c. Gangguan gerak volunter
d. Gangguan keseimbangan
e. Gangguan koordinasi
f. Gangguan ketahanan
2. Gangguan Sensorik
a. Gangguan propioseptik
b. Gangguan kinestetik
c. Gangguan diskriminatif
3. Gangguan Kognitif, Memori dan Atensi
a. Gangguan atensi
b. Gangguan memori
c. Gangguan inisiatif
d. Gangguan daya perencanaan
e. Gangguan cara menyelesaikan suatu masalah
4. Gangguan Kemampuan Fungsional
a. Gangguan dalam beraktifitas sehari-hari seperti mandi, makan, ke
toilet dan berpakaian.
G. Pemeriksaan Diagnostik
Pencitraan otak sangat penting untuk mengkonfirmasi diagnosis stroke non
hemoragik. Non contrast computed tomography (CT) scanning adalah
pemeriksaan yang paling umum digunakan untuk evaluasi pasien dengan
stroke akut yang jelas. Selain itu, pemeriksaan ini juga berguna untuk
menentukan distribusi anatomi dari stroke dan mengeliminasi
kemungkinan adanya kelainan lain yang gejalanya mirip dengan stroke
(hematoma, neoplasma, abses).

Kasus stroke iskemik hiperakut (0-6 jam setelah onset), CT Scan biasanya
tidak sensitif mengidentifikasi infark serebri karena terlihat normal pada
>50% pasien, tetapi cukup sensitif untuk mengidentifikasi perdarahan
intrakranial akut dan/atau lesi lain yang merupakan kriteria eksklusi untuk
pemberian terapi trombolitik.

Teknik-teknik pencitraan berikut ini juga sering digunakan:


1. CT Angiografi
2. CT Scan Perfusion
3. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
Pungsi lumbal terkadang diperlukan untuk menyingkirkan meningitis atau
perdarahan subarachnoid ketika CT Scan negatif tetapi kecurigaan klinis
tetap menjadi acuan.

H. Komplikasi
Menurut (Smeltzer & Bare, 2010) komplikasi stroke meliputi hipoksia
serebral, penurunan aliran darah serebral, dan embolisme serebral.
1. Hipoksia serebral Fungsi otak bergantung pada kesediaan oksigen yang
dikirimkan ke jaringan. Hipoksia serebral diminimalkan dengan
pemberian oksigenasi adekuat ke otak. Pemberian oksigen,
mempertahankan hemoglobin serta hematokrit akan membantu dalam
mempertahankan oksigenasi jaringan.
2. Penurunan aliran darah serebral Aliran darah serebral bergantung pada
tekanan darah, curah jantung, dan integrasi pembuluh darah serebral.
Hidrasi adekuat cairan intravena, memerbaiki aliran darah dan
menurunkan viskositas darah. Hipertensi atau hipotensi perlu dihindari
untuk mencegah perubahan pada aliran darah serebral dan potensi
meluasnya area cedera.
3. Emolisme serebral Terjadi setelah infark miokard atau fibrilasi atrium.
Embolisme akan menurunkan aliran darah ke otak dan selanjutnya
akan menurunkan aliran darah ke serbral. Disritmia dapat
menimbulkan curah jantung tidak konsisten, disritmia dapat
menyebabkan embolus serebral dan harus segera diperbaiki.

I. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan khusus
Penderita stroke non hemoragik atau stroke iskemik biasanya
diberikan:
a. Anti agregasi platelet : Aspirin, tiklopidin, klopidogrel,
dipiridamol, cilostazol
b. Trombolitik : Alteplase (recombinant tissue plasminogen activator
(rt-PA))
c. Antikoagulan : heparin, LMWH, heparinoid (untuk stroke emboli)
d. Neuroprotektan
2. Penatalaksanaan faktor risiko
a. Antihipertensi : fase akut stroke dengan persyaratan tertentu
b. Antidiabetika : fase akut stroke dengan persyaratan tertentu
c. Antidislipidemi : atas indikasi
3. Terapi komplikasi
a. Antiedema : larutan Manitol 20%
b. Antibiotik, antidepresan, antikonvulsan : atas indikasi
c. Anti trombosis vena dalam dan emboli paru
4. Terapi non medikamentosa
a. Operatif
b. Phlebotomi
c. Neurorestorasi (dalam fase akut) dan rehabilitasi medik
d. Low Level Laser Therpahy (ekstravena/intravena)
e. Edukasi (aktifitas sehari-hari, latihan pasca stroke, diet)

II. Konsep Dasar Keperawatan


A. Pengkajian
1. Perubahan pada tingkat kesadaran atau responivitas yang dibuktikan dengan
gerakan, menolak terhadap perubahan posisi dan respon terhadap stimulasi,
berorientasi terhadap waktu, tempat dan orang
2. Ada atau tidaknya gerakan volunteer atau involunter ekstremitas, tonus otot,
postur tubuh, dan posisi kepala.
3. Kekakuan atau flaksiditas leher.
4. Pembukaan mata, ukuran pupil komparatif, dan reaksi pupil terhadap cahaya
dan posisi okular.
5. Warna wajah dan ekstremitas, suhu dan kelembaban kulit.
6. Kualitas dan frekuensi nadi, pernapasan, gas darah arteri sesuai indikasi, suhu
tubuh dan tekanan arteri.
7. kemampuan untuk bicara
8. Volume cairan yang diminum dan volume urin yang dikeluarkan setiap 24
jam.
9. Riwayat hipertensi, kebiasaan merokok, kebiasaan makanan dan umur.

Dari pengkajian secara umum tersebut diatas dapat dijabarkan sebagai berikut:
1. Pengkajian Primer
a. Airway Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan
sekret akibat kelemahan reflek batuk.
b. Breathing Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya
pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi
/aspirasi.
c. Circulation TD dapat normal atau meningkat, hipotensi terjadi pada tahap
lanjut, takikardi, bunyi jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan
membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut.
2. Pengkajian Sekunder
a. Aktivitas dan istirahat
Data Subyektif: kesulitan dalam beraktivitas; kelemahan, kehilangan
sensasi atau paralysis. Mudah lelah, kesulitan istirahat (nyeri atau kejang
otot).
Data obyektif: Perubahan tingkat kesadaran, perubahan tonus otot (flaksid
atau spastic), paraliysis (hemiplegia), kelemahan umum, gangguan
penglihatan.
b. Sirkulasi
Data Subyektif: Riwayat penyakit jantung (penyakit katup jantung,
disritmia, gagal jantung, endokarditis bacterial), polisitemia.
Data obyektif: Hipertensi arterial, Disritmia, perubahan EKG, Pulsasi:
kemungkinan bervariasi Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta
abdominal.
c. Integritas ego
Data Subyektif: Perasaan tidak berdaya, hilang harapan.
Data obyektif: Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesediahan,
kegembiraan, kesulitan berekspresi diri.
d. Eliminasi
Data Subyektif: Inkontinensia, anuria, distensi abdomen (kandung kemih
sangat penuh), tidak adanya suara usus(ileus paralitik)
e. Makan/ minum
Data Subyektif: Nafsu makan hilang, nausea/vomitus menandakan adanya
PTIK, kehilangan sensasi lidah, pipi, tenggorokan, disfagia. Riwayat DM,
peningkatan lemak dalam darah.
Data obyektif: Problem dalam mengunyah (menurunnya reflek palatum
dan faring) Obesitas (faktor resiko).
f. Sensori Neural
Data Subyektif:
Pusing/syncope (sebelum CVA/sementara selama TIA).
1) Nyeri kepala: pada perdarahan intra serebral atau perdarahan sub
arachnoid, kelemahan, kesemutan/kebas, sisi yang terkena terlihat
seperti lumpuh/mati, penglihatan berkurang.
2) Sentuhan: kehilangan sensor pada sisi kolateral pada ekstremitas dan
pada muka ipsilateral (sisi yang sama).
3) Gangguan rasa pengecapan dan penciuman.

Data obyektif:
1) Status mental: koma biasanya menandai stadium perdarahan, gangguan
tingkah laku (seperti: letergi, apatis, menyerang) dan gangguan fungsi
kognitif.
2) Ekstremitas: kelemahan/paraliysis (kontralateral) pada semua jenis
stroke, genggaman tangan tidak imbang, berkurangnya reflek tendon
dalam (kontralateral).
3) Wajah: paralisis/parese (ipsilateral).
4) Afasia (kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa), kemungkinan
ekspresif/ kesulitan berkata kata, reseptif/kesulitan berkata kata
komprehensif, global/kombinasi dari keduanya.
5) Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, pendengaran, stimuli
taktil.
6) Apraksia: kehilangan kemampuan menggunakan motorik.
7) Reaksi dan ukuran pupil: tidak sama dilatasi dan tak bereaksi pada sisi
ipsi lateral.
g. Nyeri/kenyamanan
Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya. Tingkah laku yang tidak stabil,
gelisah, ketegangan otot /fasial.
h. Respirasi
Perokok (factor resiko).
i. Keamanan
Motorik/sensorik masalah dengan penglihatan, perubahan persepsi
terhadap tubuh, kesulitan untuk melihat objek, hilang kewasadaan terhadap
bagian tubuh yang sakit. idak mampu mengenali objek, warna, kata, dan
wajah yang pernah dikenali, gangguan berespon terhadap panas, dan
dingin/gangguan regulasi suhu tubuh, gangguan dalam memutuskan,
perhatian sedikit terhadap keamanan, berkurang kesadaran diri.
j. Interaksi social
Problem berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral b.d
penyumbatan aliran darah
2. Kerusakan komunikasi verbal b.d gangguan sistem saraf
pusat.
3. Defisit perawatan diri; mandi b.d kerusakan
neuromuskular.
4. Hambatan mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuskular.
5. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d disfungsi neuromuskular
6. Ketidakseimbngan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakmampuan
untuk memasukkan atau mencerna nutrisi oleh karena faktor biologis
7. Risiko kerusakan integritas kulit
8. Risiko cedera

C. Intervensi
Diagnosa Kep Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
Ketidakefektifan NOC : NIC :
 Circulation status Peripheral Sensation Management
perfusi jaringan
 Tissue Prefusion : cerebral (Manajemen sensasi perifer)
serebral b.d Setelah dilakukan tindakan  Monitor adanya daerah tertentu yang
keperawatan selama….gangguan hanya peka terhadap
penyumbatan
mobilitas fisik teratasi dengan panas/dingin/tajam/tumpul
aliran darah kriteria hasil:  Monitor adanya paretese
a. Mendemonstrasikan status  Instruksikan keluarga untuk
sirkulasi yang ditandai mengobservasi kulit jika ada lsi atau
dengan : laserasi
 Tekanan systole  Gunakan sarun tangan untuk proteksi
dandiastole dalam rentang  Batasi gerakan pada kepala, leher dan
yang diharapkan punggung
 Tidak ada
 Monitor kemampuan BAB
ortostatikhipertensi
 Kolaborasi pemberian analgetik
 Tidak ada tanda tanda
peningkatan tekanan  Monitor adanya tromboplebitis
intrakranial (tidak lebih  Diskusikan mengenai penyebab
dari 15 mmHg) perubahan sensasi
b. Mendemonstrasikan
kemampuan kognitif yang
ditandai dengan:
 Berkomunikasi dengan
jelas dan sesuai dengan
kemampuan
 Menunjukkan perhatian,
konsentrasi dan orientasi
 Memproses informasi
 Membuat keputusan
dengan benar
c. Menunjukkan fungsi sensori
motori cranial yang utuh :
tingkat kesadaran mambaik,
tidak ada gerakan gerakan
involunter

Hambatan NOC : NIC :


 Joint Movement : Active Exercise therapy : ambulation
mobilitas fisik b.d
 Mobility Level  Monitoring vital sign
kerusakan  Self care : ADLs sebelm/sesudah latihan dan lihat
 Transfer performance respon pasien saat latihan
neuromuskular
Setelah dilakukan tindakan  Konsultasikan dengan terapi fisik
keperawatan selama….gangguan tentang rencana ambulasi sesuai
mobilitas fisik teratasi dengan dengan kebutuhan
kriteria hasil:  Bantu klien untuk menggunakan
 Klien meningkat dalam tongkat saat berjalan dan cegah
aktivitas fisik terhadap cedera
 Mengerti tujuan dari  Ajarkan pasien atau tenaga
peningkatan mobilitas kesehatan lain tentang teknik
 Memverbalisasikan ambulasi
perasaan dalam  Kaji kemampuan pasien dalam
meningkatkan kekuatan dan mobilisasi
kemampuan berpindah  Latih pasien dalam pemenuhan
 Memperagakan penggunaan kebutuhan ADLs secara mandiri
alat Bantu untuk mobilisasi sesuai kemampuan
(walker)  Dampingi dan Bantu pasien saat
mobilisasi dan bantu penuhi
kebutuhan ADLs ps.
 Berikan alat Bantu jika klien
memerlukan.
Ajarkan pasien bagaimana merubah
posisi dan berikan bantuan jika
diperlukan
Bersihan jalan NOC: NIC:
 Respiratory status :  Pastikan kebutuhan oral / tracheal
napas tidak efektif
Ventilation suctioning.
b.d disfungsi  Respiratory status : Airway  Berikan O2 ……l/mnt, metode………
patency  Anjurkan pasien untuk istirahat dan
neuromuskular
 Aspiration Control napas dalam
Setelah dilakukan tindakan  Posisikan pasien untuk memaksimalkan
keperawatan selama ventilasi
…………..pasien menunjukkan  Lakukan fisioterapi dada jika perlu
keefektifan jalan nafas  Keluarkan sekret dengan batuk atau
dibuktikan dengan kriteria hasil : suction
 Mendemonstrasikan batuk  Auskultasi suara nafas, catat adanya
efektif dan suara nafas yang suara tambahan
bersih, tidak ada sianosis dan  Berikan bronkodilator :
dyspneu (mampu - ………………………
mengeluarkan sputum, - ……………………….
bernafas dengan mudah, - ………………………
tidak ada pursed lips)  Monitor status hemodinamik
 Menunjukkan jalan nafas  Berikan pelembab udara Kassa basah
yang paten (klien tidak NaCl Lembab
merasa tercekik, irama nafas,
 Berikan antibiotik :
frekuensi pernafasan dalam
rentang normal, tidak ada …………………….
suara nafas abnormal) …………………….
 Mampu mengidentifikasikan  Atur intake untuk cairan
dan mencegah faktor yang mengoptimalkan keseimbangan.
penyebab.  Monitor respirasi dan status O2
 Saturasi O2 dalam batas  Pertahankan hidrasi yang adekuat untuk
normal mengencerkan sekret
 Foto thorak dalam batas  Jelaskan pada pasien dan keluarga
normal tentang penggunaan peralatan : O2,
Suction, Inhalasi.

Risiko kerusakan NOC : NIC : Pressure Management


 Tissue Integrity : Skin and  Anjurkan pasien untuk menggunakan
integritas kulit
Mucous Membranes pakaian yang longgar
 Status Nutrisi  Hindari kerutan padaa tempat tidur
 Tissue Perfusion:perifer  Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih
 Dialiysis Access Integrity dan kering
 Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien)
Setelah dilakukan tindakan setiap dua jam sekali
keperawatan selama….  Monitor kulit akan adanya kemerahan
Gangguan integritas kulit tidak  Oleskan lotion atau minyak/baby oil
terjadi dengan kriteria hasil: pada derah yang tertekan
 Integritas kulit yang baik  Monitor aktivitas dan mobilisasi
bisa dipertahankan pasien
 Melaporkan adanya  Monitor status nutrisi pasien
gangguan sensasi atau nyeri  Memandikan pasien dengan sabun dan
pada daerah kulit yang air hangat
mengalami gangguan  Gunakan pengkajian risiko untuk
 Menunjukkan pemahaman memonitor faktor risiko pasien
dalam proses perbaikan kulit (Braden Scale, Skala Norton)
dan mencegah terjadinya  Inspeksi kulit terutama pada tulang-
sedera berulang tulang yang menonjol dan titik-titik
 Mampu melindungi kulit tekanan ketika merubah posisi pasien.
dan mempertahankan  Jaga kebersihan alat tenun
kelembaban kulit dan  Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
perawatan alami pemberian tinggi protein, mineral dan
 Status nutrisi adekuat vitamin
 Sensasi dan warna kulit  Monitor serum albumin dan transferin
normal

Ketidakseimbngan NOC: NIC:


a. Nutritional status: Adequacy  Kaji adanya alergi makanan
nutrisi kurang dari
of nutrient  Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
kebutuhan tubuh b. Nutritional Status : food and menentukan jumlah kalori dan nutrisi
Fluid Intake yang dibutuhkan pasien
b.d
c. Weight Control  Yakinkan diet yang dimakan
Ketidakmampuan Setelah dilakukan tindakan mengandung tinggi serat untuk
keperawatan selama….nutrisi mencegah konstipasi
untuk
kurang teratasi dengan indikator:  Ajarkan pasien bagaimana membuat
memasukkan atau  Albumin serum catatan makanan harian.
 Pre albumin serum  Monitor adanya penurunan BB dan gula
mencerna nutrisi
 Hematokrit darah
oleh karena faktor  Hemoglobin  Monitor lingkungan selama makan
 Total iron binding capacity  Jadwalkan pengobatan dan tindakan
biologis
 Jumlah limfosit tidak selama jam makan
 Monitor turgor kulit
 Monitor kekeringan, rambut kusam,
total protein, Hb dan kadar Ht
 Monitor mual dan muntah
 Monitor pucat, kemerahan, dan
kekeringan jaringan konjungtiva
 Monitor intake nuntrisi
 Informasikan pada klien dan keluarga
tentang manfaat nutrisi
 Kolaborasi dengan dokter tentang
kebutuhan suplemen makanan seperti
NGT/ TPN sehingga intake cairan yang
adekuat dapat dipertahankan.
 Atur posisi semi fowler atau fowler
tinggi selama makan
 Kelola pemberan anti emetik:.....
 Anjurkan banyak minum
 Pertahankan terapi IV line
Catat adanya edema, hiperemik,
hipertonik papila lidah dan cavitas oval

BAB III
TINJAUAN TEORI

I. Kasus
Pada kasus ini pasien bernama Ny. T, pada saat di IGD keluarga pasien mengatakan
pada saat BAB dipagi hari, tiba-tiba tubuh Ny.T sebelah kiri menjadi lemas dan bibir
merok ke kanan. Lalu keluarga Ny.T membawa Ny.T ke SMC RS Telogorejo
Semarang pada pukul 06:58 WIB. Pada saat observasi di IGD hasil TD 229/113
mmHg, HR 68x/mnt, suhu 36,8 c, RR20x/mnt, Spo2 99%.

II. Resume Asuhan Keperawatan dengan Stroke Non Hemoragik


A. Pengkajian
Pasien bernama Ny.T adalah seorang lansia berusia 94 tahun, tinggal di Semarang,
Jawa Tengah. Pasien dibawa ke SMC RS Telogorejo dengan keluhan tiba-tiba
tubuh Ny.T sebelah kiri menjadi lemas dan bibir merok ke kanan. Keluarga
pasien mengatakan pada saat BAB dipagi hari, tiba-tiba tubuh Ny.T sebelah kiri
menjadi lemas dan bibir merok ke kanan. Lalu keluarga Ny.T membawa Ny.T ke
SMC RS Telogorejo Semarang pada pukul 06:58 WIB. Pada saat observasi di IGD
hasil TD 229/113 mmHg, HR 68x/mnt, suhu 36,8 c, RR20x/mnt, Spo2 99%. Dan
mendapatkan terapi infuse RL 20tpm, injeksi citicolin 1 gr, Ncardipin sp 1 ampul
habis dalam 4 jam, kemudian pasien dipindahkan ke ruang ICU kamar 17 pada
pukul 07: 04 WIB.

Pemeriksaan tanda-tanda vital yang didapat saat pengkajian: Kesadaran


Composmentis, GCS E1M5V6, S: 36,7 C, RR: 16 x/menit, N: 68 x/menit. Lingkar
lengan atas pasien: 18 cm, TB: 150 cm, BB: 45 kg.

Pengkajian primary survey didapatkan hasil Airway tidak ada penyumbatan jalan
nafas, tidak ada benda asing di mulut pasien. Breathing pergerakan nafas pasien
pada dada, RR 20x/mnt, tidak ada jejas pada dada, pasien menggunakan O2 nasal
3 liter, suara nafas vesikuler, normaltidak ada suara tambahan. Circulation nadi
arteri carotis teraba, nadi arteri redialis teraba 73x/mnt, tidak sianosis, ekstremitas
teraba hangat, tidak ada perdarahan dan luka. Disability pasien respon terhadap
rangsang suara, pasien mengalami kelemahan pada anggota tubuh sebelah kiri.
Exposure and environmental control terlihat kemerahan pada sacrum, asien diberi
selimut hangat untuk mencegah terjadinya hipotermia. Hasil pemeriksaan
laboratorium pada tanggal 14 November 2017 didapatkan hasil Hb 12,7 g/dl,
Leukosit: 4,9 103/ul, Hematokrit 10 %, Trombosit: 153 103/ul, Natrium 149
mmol/l, Kalium H 5,70 mmol/l, Calcium 9,7 mmol/L, Basofil H 4%, Band form L
0%, Monosit H 7%, Urinalisis: Berat jenis L 1.002, Ph H 8,0. Selama dirumah
sakit segala aktivitas pasien dapat melakukannya secara mandiri tanpa bantuan.

B. Diagnosa keperawatan
Dari kasus Ny. T dengan diagnosa SNH didapatkan analisa data berupa data
subyektif: pasien mengatakan tubuh sebelah kiri tidak bisa digerakkan. Data
obyektif: pasien terlihat lemas dapat berkomunikasi tetapi tidak jelas, S: 36,7 C,
RR: 16 x/menit, N: 68 x/menit. Pasien kesulitan untuk bergerak, ADL dilakukan
ditempat tidur. Dari data subyektif dan obyektif tersebut dapat diperoleh diagnosa
keperawatan pertama yaitu ketidakefektifan perfisi jaringan serebral b.d
penyumbatan aliran darah. Diagnosa keperawatan kedua diperoleh gangguan
mobilitas fisik b.d kerusakan neuromuscular.

C. Inervensi
Diagnosa pertama ketidakefektifan perfisi jaringan serebral b.d penyumbatan
aliran darah tujuannya setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
diharapkan perfusi jaringan kembali normal dangan kriteria hasil tekanan systole
dan diastole dalam rentang yang diharapkan, tidak ada ortostatik hipertensi, tidak
ada tanda tanda maka intervensi keperawatan yang dilakukan yaitu manajemen
sensasi perifer: monitor adanya daerah tertentu yang hanya peka terhadap
panas/dingin/tajam/tumpul, monitor adanya paretese, instruksikan keluarga untuk
mengobservasi kulit jika ada lsi atau laserasi, gunakan sarun tangan untuk
proteksi, batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung, monitor kemampuan
BAB. kolaborasi pemberian analgetik, monitor adanya tromboplebitis, diskusikan
mengenai penyebab perubahan sensasi.
Diagnose keperawatan kedua yaitu gangguan mobilitas fisik b.d kerusakan
neuromuscular tujuannya setelah diklakukan tindakan keperawatan selama 3x24
jam diharapkan gangguan mobilitas fisik teratasi dengan kriteria hasil klien
meningkat dalam aktivitas fisik, mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas,
memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan kemampuan
berpindah intervensi keperawatan yang dilakukan adalah Exercise therapy :
ambulation, monitoring vital sign sebelm/sesudah latihan dan lihat respon pasien
saat latihan, konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai
dengan kebutuhan, ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang teknik
ambulasi, kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi.
LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, Gloria M; Butcher, Howard K; Dochterman, Joanne M dan Wagner, Cheryl


M. (2016). Nursing interventions classification. Alih bahasa: Nurjannah dan
Tumanggor. Singapura: Elsevier

Dinkes, Jateng.Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2012. 2013, Semarang:
Dinkes Jateng.

Elizabeth J. Corwin. (2009). Buku Saku Patofisiologi Corwin. Jakarta: Aditya Media
Guyton A.C. and J.E. Hall 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9.
Jakarta: EGC.

Moorhead, Sue; Johnson, Marion; Maas, Meridean L; Swanson, Elizabeth. (2016)


Nursing outcomes classification. Alih bahasa: Nurjannah dan Tumanggor.
Singapura: Elsevier.

Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Persarafan.Jakarta: Salemba Medika.

Nurarif, Amin Huda dan Kusuma, Hardhi. (2015). Aplikasi asuhan keperawatan
berdasarkan diagnosa medis dan NANDA NIC NOC. Yogyakarta: Mediaction.

Riset Kesehatan Dasar(Riskesdas). (2013). Badan Penelitian dan Pengembangan


Kesehatan Kementerian RI tahun 2013.Diakses: 6 Desember 2017, dari
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesdas%20
2013.pdf

Smeltzer, S. C., & Bare B. G. ( 2009). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth ( Edisi 8 Volume 1). Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai