Disusun Oleh:
NIM : 3720200081
JAKARTA
2021
ASUHAN KEPERAWATAN EPILEPSI
1. Pengertian
2. Etiologi
Epilepsi dapat mulai diidap pada usia kapan saja, umumnya kondisi ini
terjadi sejak masa kanak-kanak.
Berdasarkan penyebabnya, epilepsi dibagi dua, yaitu:
3. Patofisiologi
4. Klasifikasi Epilepsi
1. Sawan Parsial
2. Sawan Umum
5. Manifestasi Klinis
- Sawan Parsial Sederhana : sawan parsial dengan kesadaran tetap normal
Fokal motorik tidak menjalar: sawan terbatas pada satu bagian tubuh saja
Fokal motorik menjalar : sawan dimulai dari satu bagian tubuh dan menjalar
meluas ke daerah lain. Disebut juga epilepsi Jackson.
Postural : sawan disertai dengan lengan atau tungkai kaku dalam sikap
tertentu
Disertai gangguan fonasi : sawan disertai arus bicara yang terhenti atau pasien
mengeluarkan bunyi-bunyi tertentu
1. Dengan gejala somatosensoris atau sensoris spesial; sawan disertai halusinasi
sederhana yang mengenai kelima panca indera dan bangkitan yang disertai
vertigo.
Disertai vertigo
1. Dengan gejala atau tanda gangguan saraf otonom (sensasi epigastrium, pucat,
berkeringat, membera, piloereksi, dilatasi pupil).
- Disfagia : gangguan bicara, misalnya mengulang suatu suku kata, kata atau
bagian kalimat.
- Ilusi : perubahan persepsi benda yang dilihat tampak lebih kecil atau lebih
besar.
Dengan automatisme
Pada sawan ini, kegiatan yang sedang dikerjakan terhenti, muka tampak
membengong, bola mata dapat memutar ke atas, tak ada reaksi bila diajak bicara.
Biasanya sawan ini berlangsung selama ¼ – ½ menit dan biasanya dijumpai pada
anak.
3. Dengan komponen atonik. Pada sawan ini dijumpai otot-otot leher, lengan,
tangan, tubuh mendadak melemas sehingga tampak mengulai.
5. Dengan automatisme
Dapat disertai:
2. Sawan Mioklonik
3. Sawan Klonik
Pada sawan ini tidak terjadi gerakan menyentak, repetitif, tajam, lambat,
dan tunggal multiple di lengan, tungkai atau torso. Dijumpai terutama sekali pada
anak.
4. Sawan Tonik
Pada sawan ini tidak ada komponen klonik, otot-otot hanya menjadi
kaku pada wajah dan bagian tubuh bagian atas, flaksi lengan dan ekstensi
tungkai. Sawan ini juga terjadi pada anak.
5. Sawan Tonik-Klonik
Sawan ini sering dijumpai pada umur di atas balita yang terkenal dengan
nama grand mal. Serangan dapat diawali dengan aura, yaitu tanda-tanda yang
mendahului suatu sawan. Pasien mendadak jatuh pingsan, otot-otot seluruh
badan kaku. Kejang kaku berlangsung kira-kira ¼ – ½ menit diikutti kejang
kejang kelojot seluruh tubuh. Bangkitan ini biasanya berhenti sendiri. Tarikan
napas menjadi dalam beberapa saat lamanya. Bila pembentukan ludah ketika
kejang meningkat, mulut menjadi berbusa karena hembusan napas. Mungkin
pula pasien kencing ketika mendapat serangan. Setelah kejang berhenti pasien
tidur beberapa lamanya, dapat pula bangun dengan kesadaran yang masih
rendah, atau langsung menjadi sadar dengan keluhan badan pegal-pegal, lelah,
nyeri kepala.
6. Sawan atonik
Pada keadaan ini otot-otot seluruh badan mendadak melemas sehingga
pasien terjatuh. Kesadaran dapat tetap baik atau menurun sebentar. Sawan ini
terutama sekali dijumpai pada anak.
Termasuk golongan ini ialah bangkitan pada bayi berupa gerakan bola
mata yang ritmik, mengunyah, gerakan seperti berenang, menggigil, atau
pernapasan yang mendadak berhenti sederhana.
6. Pemeriksaan Diagnostik
1. Pungsi Lumbar
Pungsi lumbar adalah pemeriksaan cairan serebrospinal (cairan yang ada di otak
dan kanal tulang belakang) untuk meneliti kecurigaan meningitis. Pemeriksaan ini
dilakukan setelah kejang demam pertama pada bayi.
- Kunjungan ke dokter dalam 48 jam sebelumnya (sudah sakit dalam 48 jam
sebelumnya)
- Keadaan post-ictal (pasca kejang) yang berkelanjutan. Mengantuk hingga sekitar 1
jam setelah kejang demam adalah normal.
Pada anak dengan usia > 18 bulan, pungsi lumbar dilakukan jika tampak tanda
peradangan selaput otak, atau ada riwayat yang menimbulkan kecurigaan infeksi sistem
saraf pusat. Pada anak dengan kejang demam yang telah menerima terapi antibiotik
sebelumnya, gejala meningitis dapat tertutupi, karena itu pada kasus seperti itu pungsi
lumbar sangat dianjurkan untuk dilakukan.
2. EEG (electroencephalogram)
3. Pemeriksaan laboratorium
a. Neuroimaging
b. CT Scan
7. Pemeriksaan Fisik
Palpasi : pembesaran hepar dan limpha, nyeri tekan pada abdomen.
8. Pencegahan
Upaya sosial luas yang menggabungkan tindakan luas harus ditingkatkan untuk
pencegahan epilepsi. Resiko epilepsi muncul pada bayi dari ibu yang menggunakan obat
antikonvulsi yang digunakan sepanjang kehamilan. Cedera kepala merupakan salah satu
penyebab utama yang dapat dicegah. Melalui program yang memberi keamanan yang tinggi
dan tindakan pencegahan yang aman, yaitu tidak hanya dapat hidup aman, tetapi juga
mengembangkan pencegahan epilepsi akibat cedera kepala. Ibu-ibu yang mempunyai resiko
tinggi (tenaga kerja, wanita dengan latar belakang sukar melahirkan, pengguna obat-obatan,
diabetes, atau hipertensi) harus di identifikasi dan dipantau ketat selama hamil karena lesi
pada otak atau cedera akhirnya menyebabkan kejang yang sering terjadi pada janin selama
kehamilan dan persalinan.
Program skrining untuk mengidentifikasi anak gangguan kejang pada usia dini, dan
program pencegahan kejang dilakukan dengan penggunaan obat-obat anti konvulsan secara
bijaksana dan memodifikasi gaya hidup merupakan bagian dari rencana pencegahan ini. Selain
dengan obat, penanganan epilepsi juga perlu ditunjang dengan pola hidup yang sehat, seperti olahraga secara
teratur, tidak mengonsumsi minuman beralkohol secara berlebihan, serta diet khusus.
¨ Meletakkan benda di mulutnya. Jika anak mungkin menggigit lidahnya selama serangan
mendadak, menyisipkan benda di mulutnya kemungkinan tak banyak membantu. Anda
malah mungkin tergigit, atau parahnya, tangan Anda malah mematahkan gigi si anak.
¨ Mencoba membaringkan anak. Orang, bahkan anak-anak, secara ajaib memiliki kekuatan
otot yang luar biasa selama mendapat serangan mendadak. Mencoba membaringkan si
anak ke lantai bukan hal mudah dan tidak baik juga.
¨ Berupaya menyadarkan si anak dengan bantuan pernapasan mulut ke mulut selama dia
mendapat serangan mendadak, kecuali serangan itu berakhir. Jika serangan berakhir,
segera berikan alat bantu pernapasan dari mulut ke mulut jika si anak tak bernapas.
9. Pengobatan
10. Penatalaksanaan
Farmakoterapi
Pembedahan
Untuk pasien epilepsi akibat tumor otak, abses, kista atau adanya anomali
vaskuler
Phenobarbital (luminal).
Primidone (mysolin)
Dari kelompok senyawa hidantoin yang paling banyak dipakai ialah DPH.
Berhasiat terhadap epilepsi grand mal, fokal dan lobus temporalis.
Efek samping yang mungkin terlihat ialah nistagmus, vertigo, disartri, ataxia,
depresi sumsum tulang dan gangguan fungsi hati.
Diazepam.
Nitrazepam (Inogadon).
Ethosuximide (zarontine).
Na-valproat (dopakene)
Acetazolamide (diamox).
ACTH
Seringkali memberikan perbaikan yang dramatis pada spasme infantil.
Status epileptikus
Adalah serangan kejang kontinu dan berlangsung lebih dari 30 menit atau
serangkaian serangan epilepsi yang menyebabkan anak yang tidak sadar kembali.
Terapi awal diarahkan untuk menunjang dan mempertahankan fungsi-fungsi vital,
meliputi mempertahankan fungsi-fungsi vital, meliputi mempertahankan jalan napas
yang adekuat, pemberian oksigen, dan terapi hidrasi, serta dilanjutkan dengan
pemberian diazepam (Valium) atau fenobarbitol per IV. Diazepam per rektum
merupakan preparat yang sederhana, efektif, dan aman, untuk penatalaksanaan
epilepsi sebelum masuk rumah sakit. Lorazepam (Ativan) dapat menggantikan
diazepam IV sebagai obat pilihan. Preparat ini memiliki masa kerja yang lebih
panjang dan lebih sedikit menyebabkan gawat napas pada anak-anak di atas usia 2
tahun. Merupakan keadaan kedaruratan medis yang memerlukan intervensi segera
untuk mencegah cedera permanen pada otak, gagal napas, dan kematian.
Kejang tonik-klonik
Selama kejang :
- jika anak berada dalam posisi berdiri atau duduk, baringkan anak
- letakkan bantal atau lipatan selimut di bawah kepala anak. Jika tidak tersedia
kepala anak bisa disangga oleh kedua tangannya sendiri.
- Jangan :
- Jika anak muntah miringkan tubuh anak sebagai satu kesatuan ke salah satu sisi
Setelah kejang :
- Reposisikan jika kepala anak hiperekstensi. Jika anak tidak bernapas, lakukan
pernapasan buatan dan hubungi pelayanan medis darurat.
- Periksa sekitar mulut anak untuk menemukan gejala luka bakar/kimia atau
kecurigaan zat yang mengindikasikan keracunan
- Jangan memberi makanan atau minuman sampai anak benar-benar sadar dan
refleks menelan pulih
1.1 Pengkajian
1. Identitas pasien
1) Nama pasien : Tn. B
2) Jenis kelamin : Laki-Laki
3) Umur : 25 Tahun
4) Alamat : Jl.Kp.Beting Rt.17/08 No.89 Kel.Semper
barat Kec. Cilincing Jakarta Utara
5) Suku bangsa : Indonesia
6) Pekerjaan : Wira swasta
7) Pendidikan : SMP
8) Agama : ISLAM
9) Diagnosa medis : Epilepsi
10) Tanggal Pengkajian : 05 Mei 2021
2. Skenario kasus
Kesadaran : Composmentis.
TTV
1) RR. : 20 x/menit
2) Suhu : 36,8 oc
3) Nadi. : 88 x/menit
4) TD. : 140/90 Mmhg
a. Aktivitas
b. Sirkulasi
Gejala : palpitasi.
c. Eliminasi
Gejala : diare, nyeri, feses hitam, darah pada urin, penurunan haluaran urine.
d. Makanan / cairan
Tanda : distensi abdomen, penurunan bunyi usus, hipertropi gusi (infiltrasi gusi
mengindikasikan leukemia monositik akut).
e. Integritas ego
f. Neurosensori
Gejala : penurunan koordinasi, kacau, disorientasi, kurang konsentrasi, pusing,
kesemutan.
g. Nyeri / kenyamanan
Gejala : nyeri abdomen, sakit kepala, nyeri tulang / sendi, kram otot.
h. Pernafasan
i. Keamanan
Gejala : riwayat infeksi saat ini / dahulu, jatuh, gangguan penglihatan, perdarahan
spontan, tak terkontrol dengan trauma minimal.
Tanda : demam, infeksi, purpura, pembesaran nodus limfe, limpa atau hati.
Nadi. : 88 x/menit
Suhu : 36,8 oc
RR. : 20 x/menit
2 5 Mei 2021 DS : Pasien mengatakan Perubahan Nyeri Akut
pusing Metabolisme (D.0077)
DO : Pasien terlihat
meringis kesakitan ,
GDS 106 mg/dL
TD. : 140/90 Mmhg
Nadi. : 88 x/menit
Suhu : 36,8 oc
RR. : 20 x/menit
1.5. Intervensi
1. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif berhubungan dengan kelelahan otot
pernapasan.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1x24 Jam pasien tidak
mengalami gangguan pola napas dengan kriteria hasil :
Intervensi Rasional
Observasi
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawtan selama 1x24 jam, nyeri klien
berkurang dengan kriteria hasil:
a) Klien secara non verbal menunjukkan gambar yang mewakili penurunan rasa
nyeri yang dialami.
b) Klien tidak menangis lagi.
c) Wajah klien tampak ceria
Intervensi Rasional
MANAJEMEN NYERI
-Identifikasi respon nyeri non verbal -Untuk mengetahui respon nyeri non verbal
-Identifikasi faktor yang memperberat -Untuk mengetahui faktor pemberat
dan memperingan nyeri
Terapeutik
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1x24 jam pasien mengetahui
tentan g penyakit dengan Kriteria hasil:
Intervensi Rasional
Edukasi Perilaku Upaya Kesehatan . Edukasi
Observasi
1) Sediakan materi dan media pendidikan
kesehatan 1) Jelaskan penanganan masalah
kesehatan
2) Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai
2) Informasikan sumber yang tepat
kesepakatan
yang tersedia di masyarakat
3) Berikan kesempatan untuk Bertanya 3) Anjurkan menggunakan fasilitas
kesehatan
4) Anjurkan menentukan perilaku
4) Gunakan variasi mode Pembelajaran
spesifik yang akan diubah (mis.
Keinginan mengunjungi fasilitas
kesehatan)