Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN PENDAHULUAN SISTEM NEUROLOGI

Disusun Oleh:

NAMA: SIMON PETRUS

NIM : 3720200081

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM AS-SYAFI’IYAH

JAKARTA

2021
ASUHAN KEPERAWATAN EPILEPSI

1. Pengertian

Epilepsi merupakan gejala kompleks dari banyak gangguan fungsi otak


yang dikarakteristikkan oleh kejang berulang. Kejang merupakan akibat dari
pembebasan listrik yang tidak terkontrol dari sel saraf korteks serebral yang
ditandai dengan serangan tiba-tiba, terjadi gangguan kesadaran ringan, aktivitas
motorik, atau gangguan fenomena sensori.

Epilepsi adalah penyakit serebral kronik dengan karakteristik kejang


berulang akibat lepasnya muatan listrik otak yang berlebihan dan bersivat
reversibel

2. Etiologi

Epilepsi dapat mulai diidap pada usia kapan saja, umumnya kondisi ini
terjadi sejak masa kanak-kanak.
Berdasarkan penyebabnya, epilepsi dibagi dua, yaitu:

Epilepsi idiopatik, disebut juga sebagai epilepsi primer. Ini merupakan


jenis epilepsi yang penyebabnya tidak diketahui. Sejumlah ahli menduga
bahwa kondisi ini disebabkan oleh faktor genetik (keturunan).

Epilepsi simptomatik, disebut juga epilepsi sekunder. Ini merupakan jenis


epilepsi yang penyebabnya bisa diketahui. Sejumlah faktor, seperti luka
berat di kepala, tumor otak, dan stroke diduga bisa menyebabkan epilepsi
sekunder.

3. Patofisiologi
4. Klasifikasi Epilepsi

1. Sawan Parsial

i.      Sawan parsial sederhana

ii.     Sawan parsial kompleks 

2. Sawan Umum

-         Sawan lena

-         Sawan mioklonik

-         Sawan klonik

-         Sawan Tonik

-         Sawan tonik-klonik

-         Sawan atonik

3.Sawan tak tergolongkan

5. Manifestasi Klinis

Sawan Parsial (lokal, fokal)

-         Sawan Parsial Sederhana : sawan parsial dengan kesadaran tetap normal

1. Dengan gejala motorik

 Fokal motorik tidak menjalar: sawan terbatas pada satu bagian tubuh saja

 Fokal motorik menjalar : sawan dimulai dari satu bagian tubuh dan menjalar
meluas ke daerah lain. Disebut juga epilepsi Jackson.

 Versif : sawan disertai gerakan memutar kepala, mata, tuibuh.

 Postural : sawan disertai dengan lengan atau tungkai kaku dalam sikap
tertentu

 Disertai gangguan fonasi : sawan disertai arus bicara yang terhenti atau pasien
mengeluarkan bunyi-bunyi tertentu
1. Dengan gejala somatosensoris atau sensoris spesial; sawan disertai halusinasi
sederhana yang mengenai kelima panca indera dan bangkitan yang disertai
vertigo.

 Somatosensoris: timbul rasa kesemuatan atau seperti ditusuk-tusuk jarum.

 Visual : terlihat cahaya

 Auditoris : terdengar sesuatu

 Olfaktoris : terhidu sesuatu

 Gustatoris : terkecap sesuatu

 Disertai vertigo

1. Dengan gejala atau tanda gangguan saraf otonom (sensasi epigastrium, pucat,
berkeringat, membera, piloereksi, dilatasi pupil).

2. Dengan gejala psikis (gangguan fungsi luhur)

-  Disfagia : gangguan bicara, misalnya mengulang suatu suku kata, kata atau
bagian kalimat.

- Dimensia : gangguan proses ingatan misalnya merasa seperti sudah


mengalami, mendengar, melihat, atau sebaliknya. Mungkin mendadak
mengingat suatu peristiwa di masa lalu, merasa seperti melihatnya lagi.

-  Kognitif : gangguan orientasi waktu, merasa diri berubah.

- Afektif : merasa sangat senang, susah, marah, takut.

-  Ilusi : perubahan persepsi benda yang dilihat tampak lebih kecil atau lebih
besar.

- Halusinasi kompleks (berstruktur) : mendengar ada yang bicara, musik,


melihat suatu fenomena tertentu, dll.

- Sawan Parsial Kompleks (disertai gangguan kesadaran)

1. Serangan parsial sederhana diikuti gangguan kesadaran : kesadaran mula-mula


baik kemudian baru menurun.

 Dengan gejala parsial sederhana A1-A4 : gejala-gejala seperti pada


golongan A1-A4 diikuti dengan menurunnya kesadaran.
 Dengan automatisme. Yaitu gerakan-gerakan, perilaku yang timbul dengan
sendirinya, misalnya gerakan mengunyah, menelan, raut muka berubah
seringkali seperti ketakutan, menata sesuatu, memegang kancing baju,
berjalan, mengembara tak menentu, dll.

 Dengan penurunan kesadaran sejak serangan; kesadaran menurun sejak


permulaan kesadaran.

 Hanya dengan penurunan kesadaran

 Dengan automatisme

1. Sawan Parsial yang berkembang menjadi bangkitan umum (tonik-klonik,


tonik, klonik)

2. Sawan parsial sederhana yang berkembang menjadi bangkitan umum.

3. Sawan parsial kompleks yang berkembang menjadi bangkitan umum.

4. Sawan parsial sederhana yang menjadi bangkitan parsial kompleks lalu


berkembang menjadi bangkitan umum.

1. Sawan Umum (Konvulsif atau NonKonvulsif)

1. Sawan lena (absence)

Pada sawan ini, kegiatan yang sedang dikerjakan terhenti, muka tampak
membengong, bola mata dapat memutar ke atas, tak ada reaksi bila diajak bicara.
Biasanya sawan ini berlangsung selama ¼ – ½ menit dan biasanya dijumpai pada
anak.

1. Hanya penurunan kesadaran

2. Dengan komponen klonik ringan. Gerakan klonis ringan, biasanya dijumpai


pada kelopak mata atas, sudut mulut, atau otot-otot lainnya bilateral.

3. Dengan komponen atonik. Pada sawan ini dijumpai otot-otot leher, lengan,
tangan, tubuh mendadak melemas sehingga tampak mengulai.

4. Dengan komponen klonik. Pada sawan ini, dijumpai otot-otot ekstremitas,


leher atau punggung mendadak mengejang, kepala, badan menjadi
melengkung ke belakang, lengan dapat mengetul atau mengedang.

5. Dengan automatisme

6. Dengan komponen autonom.


7. Lena tak khas (atipical absence)

Dapat disertai:

1. Gangguan tonus yang lebih jelas.

2. Permulaan dan berakhirnya bangkitan tidak mendadak.

2. Sawan Mioklonik

Pada sawan mioklonik terjadi kontraksi mendadak, sebentar, dapat kuat


atau lemah sebagian otot atau semua otot, seringkali atau berulang-ulang.
Bangkitan ini dapat dijumpai pada semua umur.

3. Sawan Klonik

Pada sawan ini tidak terjadi gerakan menyentak, repetitif, tajam, lambat,
dan tunggal multiple di lengan, tungkai atau torso. Dijumpai terutama sekali pada
anak.

4. Sawan Tonik

Pada sawan ini tidak ada komponen klonik, otot-otot hanya menjadi
kaku pada wajah dan bagian tubuh bagian atas, flaksi lengan dan ekstensi
tungkai. Sawan ini juga terjadi pada anak.

5. Sawan Tonik-Klonik

Sawan ini sering dijumpai pada umur di atas balita yang terkenal dengan
nama grand mal. Serangan dapat diawali dengan aura, yaitu tanda-tanda yang
mendahului suatu sawan. Pasien mendadak jatuh pingsan, otot-otot seluruh
badan kaku. Kejang kaku berlangsung kira-kira ¼ – ½ menit diikutti kejang
kejang kelojot seluruh tubuh. Bangkitan ini biasanya berhenti sendiri. Tarikan
napas menjadi dalam beberapa saat lamanya. Bila pembentukan ludah ketika
kejang meningkat, mulut menjadi berbusa karena hembusan napas. Mungkin
pula pasien kencing ketika mendapat serangan. Setelah kejang berhenti pasien
tidur beberapa lamanya, dapat pula bangun dengan kesadaran yang masih
rendah, atau langsung menjadi sadar dengan keluhan badan pegal-pegal, lelah,
nyeri kepala.

6. Sawan atonik
Pada keadaan ini otot-otot seluruh badan mendadak melemas sehingga
pasien terjatuh. Kesadaran dapat tetap baik atau menurun sebentar. Sawan ini
terutama sekali dijumpai pada anak.

7. Sawan Tak Tergolongkan

Termasuk golongan ini ialah bangkitan pada bayi berupa gerakan bola
mata yang ritmik, mengunyah, gerakan seperti berenang, menggigil, atau
pernapasan yang mendadak berhenti sederhana.

6. Pemeriksaan Diagnostik

1. Pungsi Lumbar

Pungsi lumbar adalah pemeriksaan cairan serebrospinal (cairan yang ada di otak
dan kanal tulang belakang) untuk meneliti kecurigaan meningitis. Pemeriksaan ini
dilakukan setelah kejang demam pertama pada bayi.

-         Memiliki tanda peradangan selaput otak (contoh : kaku leher)

-         Mengalami complex partial seizure

-         Kunjungan ke dokter dalam 48 jam sebelumnya (sudah sakit dalam 48 jam
sebelumnya)

-         Kejang saat tiba di IGD (instalasi gawat darurat)

-         Keadaan post-ictal (pasca kejang) yang berkelanjutan. Mengantuk hingga sekitar 1
jam setelah kejang demam adalah normal.

-         Kejang pertama setelah usia 3 tahun

Pada anak dengan usia > 18 bulan, pungsi lumbar dilakukan jika tampak tanda
peradangan selaput otak, atau ada riwayat yang menimbulkan kecurigaan infeksi sistem
saraf pusat. Pada anak dengan kejang demam yang telah menerima terapi antibiotik
sebelumnya, gejala meningitis dapat tertutupi, karena itu pada kasus seperti itu pungsi
lumbar sangat dianjurkan untuk dilakukan.

2. EEG (electroencephalogram)

EEG adalah pemeriksaan gelombang otak untuk meneliti ketidaknormalan


gelombang. Pemeriksaan ini tidak dianjurkan untuk dilakukan pada kejang demam yang
baru terjadi sekali tanpa adanya defisit (kelainan) neurologis. Tidak ada penelitian yang
menunjukkan bahwa EEG yang dilakukan saat kejang demam atau segera setelahnya
atau sebulan setelahnya dapat memprediksi akan timbulnya kejang tanpa demam di masa
yang akan datang. Walaupun dapat diperoleh gambaran gelombang yang abnormal
setelah kejang demam, gambaran tersebut tidak bersifat prediktif terhadap risiko
berulangnya kejang demam atau risiko epilepsi.

3. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan seperti pemeriksaan darah rutin, kadar elektrolit, kalsium, fosfor,


magnesium, atau gula darah tidak rutin dilakukan pada kejang demam pertama.
Pemeriksaan laboratorium harus ditujukan untuk mencari sumber demam, bukan sekedar
sebagai pemeriksaan rutin.

a. Neuroimaging

Yang termasuk dalam pemeriksaan neuroimaging antara lain adalah CT-scan


dan MRI kepala. Pemeriksaan ini tidak dianjurkan pada kejang demam yang baru
terjadi untuk pertama kalinya.

b. CT Scan

Untuk mendeteksi lesi pada otak, fokal abnormal, serebrovaskuler abnormal,


gangguan degeneratif serebral

c. Magnetik resonance imaging (MRI)

d. Kimia darah: hipoglikemia, meningkatnya BUN, kadar alkohol darah.

7. Pemeriksaan Fisik

Inspeksi      : membran mukosa, konjungtiva, ekimosis, epitaksis, perdarahan pada gusi,


purpura, memar, pembengkakan.

Palpasi        : pembesaran hepar dan limpha, nyeri tekan pada abdomen.

Perkusi        : perkusi pada bagian thorak dan abdomen.

Auskultasi : bunyi jantung, suara napas, bising usus.

8. Pencegahan

Upaya sosial luas yang menggabungkan tindakan luas harus ditingkatkan untuk
pencegahan epilepsi. Resiko epilepsi muncul pada bayi dari ibu yang menggunakan obat
antikonvulsi yang digunakan sepanjang kehamilan. Cedera kepala merupakan salah satu
penyebab utama yang dapat dicegah. Melalui program yang memberi keamanan yang tinggi
dan tindakan pencegahan yang aman, yaitu tidak hanya dapat hidup aman, tetapi juga
mengembangkan pencegahan epilepsi akibat cedera kepala. Ibu-ibu yang mempunyai resiko
tinggi (tenaga kerja, wanita dengan latar belakang sukar melahirkan, pengguna obat-obatan,
diabetes, atau hipertensi) harus di identifikasi dan dipantau ketat selama hamil karena lesi
pada otak atau cedera akhirnya menyebabkan kejang yang sering terjadi pada janin selama
kehamilan dan persalinan.

Program skrining untuk mengidentifikasi anak gangguan kejang pada usia dini, dan
program pencegahan kejang dilakukan dengan penggunaan obat-obat anti konvulsan secara
bijaksana dan memodifikasi gaya hidup merupakan bagian dari rencana pencegahan ini. Selain
dengan obat, penanganan epilepsi juga perlu ditunjang dengan pola hidup yang sehat, seperti olahraga secara
teratur, tidak mengonsumsi minuman beralkohol secara berlebihan, serta diet khusus.

Hal yang tak boleh dilakukan selama anak mendapat serangan :

¨      Meletakkan benda di mulutnya. Jika anak mungkin menggigit lidahnya selama serangan
mendadak, menyisipkan  benda di mulutnya kemungkinan tak banyak membantu. Anda
malah mungkin tergigit, atau parahnya, tangan Anda malah mematahkan gigi si anak.

¨      Mencoba membaringkan anak. Orang, bahkan anak-anak, secara ajaib memiliki kekuatan
otot yang luar biasa selama mendapat serangan mendadak. Mencoba membaringkan si
anak ke lantai bukan hal mudah dan tidak baik juga.

¨      Berupaya menyadarkan si anak dengan bantuan pernapasan mulut ke mulut selama dia
mendapat serangan mendadak, kecuali serangan itu berakhir. Jika serangan berakhir,
segera berikan alat bantu pernapasan dari mulut ke mulut  jika si anak tak bernapas.

9. Pengobatan

Pengobatan epilepsi adalah pengobatan jangka panjang. Penderita akan diberikan


obat antikonvulsan untuk mengatasi kejang sesuai dengan jenis serangan. Penggunaan obat
dalam waktu yang lama biasanya akan menyebabkan masalah dalam kepatuhan minum obat
(compliance) seta beberapa efek samping yang mungkin timbul seperti pertumbuhan
gusi, mengantuk, hiperaktif, sakit kepala, dll.

Penyembuhan akan terjadi pada 30-40% anak dengan epilepsi. Lama


pengobatan tergantung jenis epilepsi dan etiologinya. Pada serangan ringan selama 2-
3th sudah cukup, sedang yang berat pengobatan bisa lebih dari 5th. Penghentian
pengobatan selalu harus dilakukan secara bertahap. Tindakan pembedahan sering
dipertimbangkan bila pengobatan tidak memberikan efek sama sekali.
Penanganan terhadap anak kejang akan berpengaruh terhadap kecerdasannya.
Jika terlambat mengatasi kejang pada anak, ada kemungkinan penyakit epilepsi, atau
bahkan keterbalakangan mental. Keterbelakangan mental di kemudian hari. Kondisi
yang menyedihkan ini bisa berlangsung seumur hidupnya. Belum ada metode dan
obat untuk menyembuhkan epilepsi. Namun, ada obat untuk mencegah terjadinya
kejang yaitu obat yang dapat menahan gejala epilepsi, sehingga pengidapnya dapat
melakukan aktivitas sehari-hari dengan normal. Kejang-kejang pada pengidap epilepsi
perlu ditangani dengan tepat adalah untuk menghindari terjadinya situasi yang dapat
berakibat fatal. Misalnya terjatuh, tenggelam, atau mengalami kecelakaan saat
berkendara akibat kejang.

10. Penatalaksanaan

 Farmakoterapi

-         Anti konvulsion untuk mengontrol kejang

 Pembedahan

Untuk pasien epilepsi akibat tumor otak, abses, kista atau adanya anomali
vaskuler

Jenis obat yang sering digunakan :

 Phenobarbital (luminal).

Paling sering dipergunakan, murah harganya, toksisitas rendah.

 Primidone (mysolin)

Di hepar primidone di ubah menjadi phenobarbital dan phenyletylmalonamid.

 Difenilhidantoin (DPH, dilantin, phenytoin).

Dari kelompok senyawa hidantoin yang paling banyak dipakai ialah DPH.
Berhasiat terhadap epilepsi grand mal, fokal dan lobus temporalis.

Tak berhasiat terhadap petit mal.

Efek samping yang dijumpai ialah nistagmus,ataxia, hiperlasi gingiva dan


gangguan darah.
 Carbamazine (tegretol).

Mempunyai khasiat psikotropik yangmungkin disebabkan pengontrolan


bangkitan epilepsi itusendiri atau mungkin juga carbamazine memang
mempunyaiefek psikotropik.

Sifat ini menguntungkan penderita epilepsi lobus temporalis yang sering


disertai gangguan tingkahlaku.

Efek samping yang mungkin terlihat ialah nistagmus, vertigo, disartri, ataxia,
depresi sumsum tulang dan gangguan fungsi hati.

 Diazepam.

Biasanya dipergunakan pada kejang yang sedang berlangsung (status


konvulsi.).

Pemberian i.m. hasilnya kurang memuaskan karena penyerapannya lambat.


Sebaiknya diberikan i.v. atau intra rektal.

 Nitrazepam (Inogadon).

Terutama dipakai untuk spasme infantil dan bangkitan mioklonus.

 Ethosuximide (zarontine).

Merupakan obat pilihan pertama untuk epilepsi petit mal

 Na-valproat (dopakene)

Pada epilepsi grand mal pun dapat dipakai.

Obat ini dapat meninggikan kadar GABA di dalam otak.

Efek samping mual, muntah, anorexia

 Acetazolamide (diamox).

Kadang-kadang dipakai sebagai obat tambahan dalam pengobatan epilepsi.

Zat ini menghambat enzim carbonic-anhidrase sehingga pH otak menurun,


influks Na berkurang akibatnya membran sel dalam keadaan hiperpolarisasi.

 ACTH
Seringkali memberikan perbaikan yang dramatis pada spasme infantil.

Status epileptikus

Adalah serangan kejang kontinu dan berlangsung lebih dari 30 menit atau
serangkaian serangan epilepsi yang menyebabkan anak yang tidak sadar kembali.
Terapi awal diarahkan untuk menunjang dan mempertahankan fungsi-fungsi vital,
meliputi mempertahankan fungsi-fungsi vital, meliputi mempertahankan jalan napas
yang adekuat, pemberian oksigen, dan terapi hidrasi, serta dilanjutkan dengan
pemberian diazepam (Valium) atau fenobarbitol per IV. Diazepam per rektum
merupakan preparat yang sederhana, efektif, dan aman, untuk penatalaksanaan
epilepsi sebelum masuk rumah sakit. Lorazepam (Ativan) dapat menggantikan
diazepam IV sebagai obat pilihan. Preparat ini memiliki masa kerja yang lebih
panjang dan lebih sedikit menyebabkan gawat napas pada anak-anak di atas usia 2
tahun. Merupakan keadaan kedaruratan medis yang memerlukan intervensi segera
untuk mencegah cedera permanen pada otak, gagal napas, dan kematian.

Penatalaksanaan gawat darurat

Kejang tonik-klonik

Selama kejang :

Waktu episode kejang

-         lakukan pendekatan dengan tenang

-         jika anak berada dalam posisi berdiri atau duduk, baringkan anak

-         letakkan bantal atau lipatan selimut di bawah kepala anak. Jika tidak tersedia
kepala anak bisa disangga oleh kedua tangannya sendiri.

-         Jangan :

1. Menahan gerakan anak atau menggunakan paksaan

2. Memasukkan apapun ke dalam mulut anak

3. Memberikan makanan atau minuman

-         Longgarkan pakaian yang ketat

-         Lepaskan kacamata


-         Singkirkan benda-benda keras atau berbahaya

-         Biarkan serangan kejang berakhir tanpa gangguan

-         Jika anak muntah miringkan tubuh anak sebagai satu kesatuan ke salah satu sisi

Setelah kejang :

-         Hitung lamanya periode postiktal (pasca kejang)

-         Periksa pernapasan anak. Periksa posisi kepala dan lidah.

-         Reposisikan jika kepala anak hiperekstensi. Jika anak tidak bernapas, lakukan
pernapasan buatan dan hubungi pelayanan medis darurat.

-         Periksa sekitar mulut anak untuk menemukan gejala luka bakar/kimia atau
kecurigaan zat yang mengindikasikan keracunan

-         Pertahankan posisi tubuh anak berbaring miring

-         Tetap dampingi anak sampai pulih sepenuhnya

-         Jangan memberi makanan atau minuman sampai anak benar-benar sadar dan
refleks menelan pulih

-         Hubungi pelayanan kedaruratan medis jika diperlukan

-         Kaji faktor-faktor pemicu awitan kejang (kolaborasi).


Asuhan Keperawatan Epilepsi Pada Pasien Tn.B
Di Poli Rawat Inap

1.1 Pengkajian
1. Identitas pasien
1) Nama pasien : Tn. B
2) Jenis kelamin : Laki-Laki
3) Umur : 25 Tahun
4) Alamat : Jl.Kp.Beting Rt.17/08 No.89 Kel.Semper
barat Kec. Cilincing Jakarta Utara
5) Suku bangsa : Indonesia
6) Pekerjaan : Wira swasta
7) Pendidikan : SMP
8) Agama : ISLAM
9) Diagnosa medis : Epilepsi
10) Tanggal Pengkajian : 05 Mei 2021
2. Skenario kasus

Pasien datang ke polilinik dengan di tandu oleh kader kesehatan dalam


keadaan pingsan. Sebelum pingsan, pasien terkapar di lokasi kejadian sambil
menghentak-hentakkan tangan dan kaki kurang lebih 2 menit, lemas dan
langsung di berikan O2 4 l/menit sesampai nya di poliklinik, Setelah pasien
sadar, pasien tidak mengetahui apa yang terjadi sehingga ia dibawa ke
Poliklinik. Pasien mengatakan dirinya pusing, sesak, pasien tampak meringis
kesakitan, tidak ada mual, tidak ada muntah. Pasien mengatakan memang
memiliki riwayat epilepsi, pernah dirawat inap di rumah sakit dengan
diagnosis epilepsi namun tidak pernah pengobatan setelah pulang opname dan
tidak tahu nama obat-obtan yang di minum, GDS 106 mg/dL

Keadaan umum : Klien lemas

Kesadaran : Composmentis.

TTV
1) RR. : 20 x/menit
2) Suhu : 36,8 oc
3) Nadi. : 88 x/menit
4) TD. : 140/90 Mmhg

1) Riwayat penyakit keluarga


Tidak ada keluarga yang menderita penyakit yang sama seperti dialami
pasien.

1.2. Pemeriksaan fisik

a. Aktivitas

Gejala : kelelahan, malaise, kelemahan.

Tanda : kelemahan otot, somnolen.

b. Sirkulasi

Gejala : palpitasi.

Tanda : Takikardi, membrane mukosa pucat.

c. Eliminasi

Gejala : diare, nyeri, feses hitam, darah pada urin, penurunan haluaran urine.

d. Makanan / cairan

Gejala : anoreksia, muntah, penurunan BB, disfagia.

Tanda : distensi abdomen, penurunan bunyi usus, hipertropi gusi (infiltrasi gusi
mengindikasikan leukemia monositik akut).

e. Integritas ego

Gejala : perasaan tidak berdaya / tidak ada harapan.

Tanda : depresi, ansietas, marah.

f. Neurosensori
Gejala : penurunan koordinasi, kacau, disorientasi, kurang konsentrasi, pusing,
kesemutan.

Tanda : aktivitas kejang, otot mudah terangsang.

g. Nyeri / kenyamanan

Gejala : nyeri abdomen, sakit kepala, nyeri tulang / sendi, kram otot.

Tanda : gelisah, distraksi.

h. Pernafasan

Gejala : nafas pendek dengan kerja atau gerak minimal.

Tanda : dispnea, takipnea, batuk.

i. Keamanan

Gejala : riwayat infeksi saat ini / dahulu, jatuh, gangguan penglihatan, perdarahan
spontan, tak terkontrol dengan trauma minimal.

Tanda : demam, infeksi, purpura, pembesaran nodus limfe, limpa atau hati.

1.3. Analisa Data

N Tanggal Di Data Etiologi Problem


o Temukan
1 5 Mei 2021 DS : Pasien mengatakan Kelelahan Bersihan Jalan
sesak. otot Napas Tidak
DO : Pasien tampak pernapasan. Efektif.
diberikan O2: 4 l/menit, D.0001
lemas
TTV :

TD. : 140/90 Mmhg

Nadi. : 88 x/menit

Suhu : 36,8 oc

RR. : 20 x/menit
2 5 Mei 2021 DS : Pasien mengatakan Perubahan Nyeri Akut
pusing Metabolisme (D.0077)
DO : Pasien terlihat
meringis kesakitan ,
GDS 106 mg/dL
TD. : 140/90 Mmhg

Nadi. : 88 x/menit

Suhu : 36,8 oc

RR. : 20 x/menit

3 5 Mei 2021 DS: Pasien mengatakan keterbatasan D.0111 Defisit


tidak pernah kontrol kognitif, Pengetahuan
pengobatan sesudah kurang
pulang dari RS dan tidak pemajanan,
tahu apa itu epilepsi. atau
DO: Tampak pasien kesalahan
tidak tahu nama obat interpretasi
obatan yang di minum. informasi.

1.4. Diagnosa Keperawatan

1. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif berhubungan dengan kelelahan otot


pernapasan.
2. Nyeri Akut berhubungan dengan perubahan metabolisme.
3. Defisit Pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kurang
pemajanan, atau kesalahan interpretasi informasi.

1.5. Intervensi
1. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif berhubungan dengan kelelahan otot
pernapasan.
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1x24 Jam pasien tidak
mengalami gangguan pola napas dengan kriteria hasil :

-    RR dalam batas normal


-    Nadi dalam batas normal

Intervensi Rasional
Observasi

-Monitor pola napas -Untuk Mengetahui frekuensi, kedalaman,


usaha napas

- Untuk Mengetahui adanya suara


-Monitor bunyi napas tambahan
Gurgling, mengi, weezing, ronkhi kering

- Jaw-thrust jika curiga trauma cervical


-Pertahankan kepatenan jalan napas
dengan head-tilt dan chin-lift
- Untuk membantu mengurangi sesak
napas
-Posisikan semi-Fowler atau Fowler
- Minum air hangat bisa memperlancar
-Berikan minum hangat sirkulasi pada pembuluh darah, membuat
otot-otot tubuh menjadi rileks.

- Untuk membantu mengeluarkan dahak


di paru.
-Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
- Untuk mengoptimalkan oksigenasi
jaringan.

-Berikan oksigen, jika perlu - Untuk mengurangi bersin dan


mengurangi hidung gatal serta tersumbat.

-Kolaborasi dengan tim medis dalam


pemberian obat Analgesik -Obat Analgesik dapat meminimalkan
rasa nyeri
-Kolaborasi dengan tim medis dalam
pemberian obat Analgesik - Obat anti kejang dapat mengurangi
derajat kejang yang di alami pasien.

2. Nyeri Akut berhubungan dengan perubahan metabolisme, ditandai dengan : klien


secara non verbal menunjukkan gambar yang mewakili rasa sakit yang dialami,
wajah meringis kesakitan, klien tampak menangis.

Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawtan selama 1x24 jam, nyeri klien
berkurang dengan  kriteria hasil:

a) Klien secara non verbal menunjukkan gambar yang mewakili penurunan rasa
nyeri  yang dialami.
b) Klien tidak menangis lagi.
c) Wajah klien tampak ceria

Intervensi Rasional
MANAJEMEN NYERI

.Observasi -Untuk mengetahui lokasi nyeri

-lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,


kualitas, intensitas nyeri
-Untuk mengetahui skala nyeri
-Identifikasi skala nyeri

-Identifikasi respon nyeri non verbal -Untuk mengetahui respon nyeri non verbal
-Identifikasi faktor yang memperberat -Untuk mengetahui faktor pemberat
dan memperingan nyeri

Terapeutik

-Berikan teknik nonfarmakologis untuk


mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, -Untuk memberikan intervensi yang tepat
hypnosis, akupresur, terapi musik,
biofeedback, terapi pijat, aroma terapi,
teknik imajinasi terbimbing, kompres
hangat/dingin, terapi bermain)

-Fasilitasi istirahat dan tidur


-Mencegah terjadinya gangguan komplikasi
-Jelaskan strategi meredakan nyeri
-Mengurangi rasa nyeri yang dirasakan
pasien.

-Kolaborasi pemberian analgetik, jika


perlu -Untuk meredakan nyeri.

3.. Defisit pengetahuan pasien berhubungan dengan kurangnya informasi

Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 1x24 jam pasien mengetahui
tentan g penyakit dengan Kriteria hasil:

1) Perilaku sesuai anjuran meningkat

2) Kemampuan menjelaskan pengetahuan tentang suatu topik meningkat

3) Kemampuan menggambarkan pengalaman sebelumnya yang sesuai dengan topik


meningkat

4) Perilaku sesuai dengan pengetahuan meingkat

5) Pertanyaan tentang masalah yang dihadapi menurun

6) Persepsi yang keliru terhadap masalah menurun

Intervensi Rasional
Edukasi Perilaku Upaya Kesehatan . Edukasi

Observasi
1) Sediakan materi dan media pendidikan
kesehatan 1) Jelaskan penanganan masalah
kesehatan
2) Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai
2) Informasikan sumber yang tepat
kesepakatan
yang tersedia di masyarakat
3) Berikan kesempatan untuk Bertanya 3) Anjurkan menggunakan fasilitas
kesehatan
4) Anjurkan menentukan perilaku
4) Gunakan variasi mode Pembelajaran
spesifik yang akan diubah (mis.
Keinginan mengunjungi fasilitas
kesehatan)

5) Gunakan pendekatan promosi kesehatan


5) Ajarkan mengidentifikasi tujuan
dengan memperhatikan pengaruh dan
yang akan dicapai
hambatan dari lingkungan, sosial serta
budaya.

6) Berikan pujian dan dukungan terhadap


usaha positif dan pencapaiannya 6) Ajarkan program kesehatan
dalam kehidupan sehari hari

Anda mungkin juga menyukai