Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN HOMECARE

DENGAN TBC PARU (TUBERCULOSIS PARU)


DI PUSKESMAS KENDALKEREP MALANG

ELYSSA ADDINNA NURHAMADA


NIM : 1401100074
KELOMPOK 10 B

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG


JURUSAN KEPERAWATAN MALANG
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN MALANG
FEBRUARI 2017
Pengertian
Tuberkulosis Paru adalah penyakit infeksi yang menyerang parenkim paru-paru yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini dapat juga menyebar ke bagian tubuh lain seperti: susunan syaraf,
ginjal, usus, tulang dan kelenjar limfe. Kuman Mycobacterium tuberculosis berbentuk batang, mempunyai
sifat khusus yaitu tahan terhadap asam, oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA).
(Somantri Irman, 2008 ).
Tubercolusis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium Tubercolusis. Kuman
ini biasanya menyerang paru-paru, tetapi dapat juga menyerang bagian lain dari tubuh seperti ginjal, tulang,
dan otak. Jika tidak ditangani dengan baik akan mengakibatkan kematian.
TBC adalah penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis. Kuman batang
aerobic dan tahan asam ini, dapat merupakan organism pathogen maupun saprofit. Ada beberapa
mikobakteri pathogen maupun saprofit. Ada beberapa mikobakteri pathogen, tetapi hanya strain bovin dan
manusia yang patogenik terhadap manusia. Basil tuberkel ini berukuran 0.3x2 sampai 4mm, ukuran ini lebih
kecil dari sel darah merah.
Tuberkulosis paru adalah penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim paru. Tuberculosis dapat
juga ditularkan ke bagian tubuh lainnya, terutama meningen, ginjal, tulang, dan nodus limfe (Suzanne dan
Brenda, 2001).
Tuberkulosis merupakan salah satu penyakitinfeksi yang dapat menyerang saluran pernafasan terutama paru-
paru. Pada dasarnya, bakteri penyebab TB dapat menyerang organ tubuh lain, misalnya kulit. Akan tetapi
sebagian besar bakteri TB menyerang paru-paru. Oleh karena itu, TB juga termasuk penyakit infeksi saluran
pernafasan akut. (Erlien, Penyakit Saluran Pernafasan, 2008).

Etiologi
Mycobacterium tuberkulosis merupakan jenis kuman berbentuk batang berukuran panjang 1 4 mm dengan
tebal 0,3 0,6 mm. Sebagian besar komponen M. Tuberkulosis adalah berupa lemak / lipid sehingga kuman
mampu tahan terhadap asam serta sangat tahan terhadap zat kimia dan faktor fisik. Mikroorganisme ini
adalah bersifat aerob yakni menyukai daerah yang banyak oksigen. Oleh karena itu, M. Tuberkulosis senang
tinggal di daerah apeks paru paru yang kandungan oksigennya tinggi. Daerah tersebut menjadi tempat
yang kondusif untuk penyakit tuberkulosis.
Saluran pernafasan dari hidung sampai ke bronchiolus dilapisi oleh membran mukosa bersilia, ketika udara
masuk melalui rongga hidung, maka dari itu; disaring, dihangatkan, dilembabkan. Ketiga proses ini
merupakan fungsi utama dari mukosa respirasi yang terdiri dari epitel toraks bertingkat, bersilia, dan bersel
goblet. Permukaan epitel dilapisi oleh lapisan mukus yang disekresi oleh sel goblek dan kelenjar serosa.
Partikel-partikel debu yang kasar dapat disaring oleh rambut-rambut yang terdapat dalam lubang hidung,
sedangkan partikel yang halus akan terjerat dalam lapisan mukus. Gerakan silia mendorong lapisan mukus
ke posterior di dalam rongga hidung, dan ke superior dalam sistem pernapasan bagian bawah menuju ke
faring. Dari sinilah lapisan mukus akan tertelan atau di batukkan keluar. Air untuk kelembaban diberikan
untuk lapisan mukus, sedangkan panas yang disuplay ke udara inspirasi berasal dari jaringan di bawahnya
yang kaya akan pembuluh darah. Jadi udara inspirasi telah disesuaikan sedimikian rupa sehingga bila udara
mencapai faring hampir bebas debu, bersuhu mendekati suhu tubuh, dan kelembabannya mencapai 100%.
Udara mengalir dari faring menuju laring atau kotak suara. Larynx merupakan rangkaian cincin tulang
rawan yang dihubungkan untuk otot dan mengandung pita suara. Di antara pita suara terdapat ruang
berbentuk segitiga yang bermuara ke dalam trachea dan dinamakan glotis. Glotis merupakan pemisah antara
saluran pernapasan bagian atas dan saluran pernapasan bagian bawah.
Meskipun laring merupakan dianggap berhubungan fungsi, tetapi fungsinya sebagai organ pelindung jauh
lebih penting. Pada waktu menelan, gerakan laring ke atas, penutupan glotis dan fungsi seperti pintu pada
aditus laring dan epiglotis yang berbentuk daun, berperan untuk mengarahkan makanan dan cairan masuk ke
dalam esofagus. Namun jika benda asing masih mampu masuk melalui glotis, maka larynx yang mempunyai
fungsi batuk akan membantu menghalau benda asing dan sekret keluar dari saluran pernapasan bagian
bawah. Trachea disokong oleh cincin tulang rawan yang berbentu seperti sepatu 5 inchi. Struktur kuda yang
panjangnya trachea dan bronchus dianalogkan dengan sebuah pohon, dan oleh karena itu dinamakan pohon
tracheal bronchial. Tempat percabangan trachea menjadi cabang utama bronchus kiri dan cabang utama
bronchus kanan dinamakan Karina. Karena banyak mengandung saraf dan dapat menimbulkan broncho
spasme hebat dan batuk, kalau saraf-saraf terangsang. Cabang utama bronchus kanan dan kiri tidak simetris.
Bronchus kanan lebih pendek lebih besar dan merupakan lanjutan trachea, yang arahnya hampir vertikal.
Baliknya bronchus kiri lebih panjang, lebih sempit dan merupakan lanjutan trachea yang dengan sudut yang
lebih paten, yang mudah masuk ke cabang utama bronchus kanan kalau udara tidak tertahan pada mulut atau
hidung. Kalau udara salah jalan, maka tidak masuk ke dalam paru-paru kiri, sehingga paru-paru akan kolaps.
Cabang utama bronchus kanan dan kiri bercabang-cabang lagi menjadi segumen bronchus. Percabangan ini
terus menerus sampai pada cabang terkecil yang dinamakan bronchioulus terminalis yang merupakan
cabang saluran udara terkecil yang mengandung alveolus.Semua saluran udara di bawah tingkat bronchiolus
terminalis disbut saluran penghantar udara ke tempat pertukaran gas-gas di luar bronchiolus terminalis.
Terdapat asinus yang merupakan unit fungsional paru-paru tempat pertukaran gas. Asinus terdiri dari
bronchiulus respiratorius yang kadang-kadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli yang berhasil dari
dinding mereka, puletus alviolaris yang seluruhnya dibatasi oleh alveolus dan saccus alveolus hanya
mempunyai satu lapisan sel saja yang tebal garis tengahnya lebih kecil dibandingkan dengan tebal garis
tengah sel darah merah. Dalam setiap paru-paru terdapat sekitar 300 juta alveolus dengan luas permukaan
seluas lapangan tenis. Tetapi alveolus dilapisi oleh zat lipoprotein yang dinamakan surfakton, yang dapat
mengurangi tegangan permukaan dan mengurangi resistensi terhadap pengembangan inspirasi, mencegah
kolaps pada alveolus pada waktu ekspirasi.
Cara Penularan
Sumber penularan adalah penderita Tuberkulosis Paru BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin, penderita
menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat
menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan
dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar
matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dahak bertahan selama beberapa jam dalam keadaan
yang gelap dan lembab. Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan
dari parunya. Makin tinggi derajat kepositifan hasil pemeriksaan dahak, makin menular pasien tersebut.
Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara
dan lamanya menghirup udara tersebut. (Depkes RI, 2008).

Tanda Gejala
Pada banyak individu yang terinfeksi tuberkulosis adalah asimtomatis. Pada individu lainnya, gejala
berkembang secara bertahap sehingga gejala tersebut tidak dikenali sampai penyakit telah masuk tahap
lanjut. Bagaimanapun gejala dapat timbul pada individu yang mengalami imunosupresif dalam beberapa
minggu setelah terpajan oleh basil.
Menurut Jhon Crofton (2002) gejala klinis yang timbul pada pasien Tuberculosis berdasarkan adanya
keluhan penderita adalah :
Batuk lebih dari 3 minggu
Batuk adalah reflek paru untuk mengeluarkan sekret dan hasil proses destruksi paru. Mengingat
Tuberculosis Paru adalah penyakit menahun, keluhan ini dirasakan dengan kecenderungan progresif walau
agak lambat. Batuk pada Tuberculosis paru dapat kering pada permulaan penyakit, karena sekret masih
sedikit, tapi kemudian menjadi produktif.
Dahak (sputum)
Dahak awalnya bersifat mukoid dan keluar dalam jumlah sedikit, kemudian berubah menjadi mukopurulen
atau kuning, sampai purulen (kuning hijau) dan menjadi kental bila sudah terjadi pengejuan.
Batuk Darah
Batuk darah yang terdapat dalam sputum dapat berupa titik darah sampai berupa sejumlah besar darah yang
keluar pada waktu batuk. Penyebabnya adalah akibat peradangan pada pembuluh darah paru dan bronchus
sehingga pecahnya pembuluh darah.
Sesak Napas
Sesak napas berkaitan dengan penyakit yang luas di dalam paru. Merupakan proses lanjut akibat retraksi dan
obstruksi saluran pernapasan.
Nyeri dada
Rasa nyeri dada pada waktu mengambil napas dimana terjadi gesekan pada dinding pleura dan paru. Rasa
nyeri berkaitan dengan pleuritis dan tegangan otot pada saat batuk.
Wheezing
Wheezing terjadi karena penyempitan lumen bronkus yang disebabkan oleh sekret, peradangan jaringan
granulasi dan ulserasi.
Demam dan Menggigil
Peningkatan suhu tubuh pada saat malam, terjadi sebagai suatu reaksi umum dari proses infeksi.
Penurunan Berat Badan
Penurunan berat badan merupakan manisfestasi toksemia yang timbul belakangan dan lebih sering
dikeluhkan bila proses progresif.
Rasa lelah dan lemah
Gejala ini disebabkan oleh kurang tidur akibat batuk.
Berkeringat Banyak Terutama Malam Hari
Keringat malam bukanlah gejala yang patogenesis untuk penyakit Tuberculosis paru. Keringat malam
umumnya baru timbul bila proses telah lanjut.

Gambaran klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :


Gejala respiratorik, meliputi :
Batuk
Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan. Mula-mula bersifat
non produktif kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada kerusakan jaringan.
Batuk darah
Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa garis atau bercak-bercak darah,
gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darah terjadi karena pecahnya
pembuluh darah.
Sesak napas
Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-hal yang menyertai
seperti efusi pleura, pneumothorakx, anemia dan lain-lain.
Nyeri dada
Nyeri dada pada tuberkulosis paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini timbul apabila sistem
persarafan di pleura terkena.
Gejala Sistemik, meliputi :
Demam
Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan malam hari mirip dengan influenza,
hilang timbul dan makin lama makin panjang serangannya sedang masa bebas serangan makin pendek.
Gejala sistemik lain
Gejala sistemik lain adalah keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan serta malaise.
Patofisiologi
Infeksi diawali karena seseorang menghirup basil Mycobacterium tuberculosis. Bakteri menyebar
melalui jalan nafas menuju alveoli lalu berkembang biak dan terlihat bertumpuk. Perkembangan
Mycobacterium tuberculosis juga dapat menjangkau sampai ke area lain dari paru-paru (lobus atas). Basil
juga menyebar melalui sistem limfe dan aliran darah ke bagian tubuh lain (ginjal, usus, tulang, susunan
syaraf). Selanjutnya, sistem kekebalan tubuh memberikan respons dengan melakukan reaksi inflamasi.
Neutrofil dan makrofag melakukan aksi fatositosis (menelan bakteri), sementara limfosit spesifik-
tuberkulosis menghancurkan (melisiskan) basil dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini mengakibatkan
terakumulasinya eksudat dalam alveoli yang menyebabkan bronkopneumonia. Infeksi awal biasanya timbul
dalam waktu 2-10 minggu setelah terpapar bakteri. Infeksi antara Mycobacterium tuberculosis dan sistem
kekebalan tubuh pada masa awal infeksi terbentuk sebuah massa jaringan baru yang disebut granuloma.
Granuloma terdiri atas kumpulan basil hidup dan mati yang dikelilingi oleh makrofag seperti dinding.
Granuloma selanjutnya berubah bentuk menjadi massa jaringan fibrosa. Bagian tengah dari massa tersebut
disebut ghon tubercle. Hal ini akan menjadi klasifikasi dan akhirnya membentuk jaringan kolagen,
kemudian bakteri menjadi nonaktif. Setelah infeksi awal, jika respons sistem imun tidak adekuat maka
penyakit akan lebih parah. Penyakit yang kian parah dapat timbul akibat infeksi ulang atau bakteri yang
sebelumnya tidak aktif kembali menjadi aktif. Pada kasus ini, ghon tubercle mengalami ulserasi sehingga
menghasilkan necrotizing caseosa di dalam bronkhus. Tuberkel yang ulserasi selanjutnya menjadi sembuh
dan membentuk jaringan parut. Paru-paru yang terinfeksi kemudian meradang, mengakibatkan timbulnya
bronkopneumonea, membentuk tuberkel, dan seterusnya. Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan
sendirinya. Proses ini berjalan terus dan basil terus difagosit atau berkembang biak di dalam sel. Makrofag
yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu membentuk sel tuberkel epiteloid
yang dikelilingi oleh limfosit (membutuhkan 10-20 hari). Daerah yang mengalami nekrosis dan jaringan
granulasi yang dikelilingi sel epiteloid dan fibroblas akan menimbulkan respon berbeda, kemudian pada
akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang dikeliling oleh tuberkel.
(Somantri Irman, 2008).

Klasifikasi Tbc
Klasifikasi Berdasarkan Organ Tubuh Yang Terkena:
Tuberkulosis paru Adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru. tidak termasuk pleura
(selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
Tuberkulosis ekstra paru Adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya
pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar limfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal,
saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.

Klasifikasi Berdasarkan Hasil Pemeriksaan Dahak Mikroskopis, Yaitu Pada TB Paru:


Tuberkulosis paru BTA positif
Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan gambaran tuberkulosis.
1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif.
1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya
hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
Tuberkulosis paru BTA negatif Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria
diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:
Minimal 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif
Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis
Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan

Klasifikasi Berdasarkan Tingkat Keparahan Penyakit.


TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk
berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto toraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang
luas (misalnya proses far advanced), dan atau keadaan umum pasien buruk.
TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu:
TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang
belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.
TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB
tulang belakang, TB usus, TB saluran kemih dan alat kelamin. Catatan: Bila seorang pasien TB ekstra paru
juga mempunyai TB paru, maka untuk kepentingan pencatatan, pasien tersebut harus dicatat sebagai pasien
TB paru. Bila seorang pasien dengan TB ekstra paru pada beberapa organ, maka dicatat sebagai TB ekstra
paru pada organ yang penyakitnya paling berat.

Klasifikasi Berdasarkan Riwayat Pengobatan Sebelumnya Dibagi Menjadi Beberapa Tipe Pasien, Yaitu:
Kasus Baru Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang
dari satu bulan (4 minggu).
Kasus Kambuh (Relaps) Adalah pasien TB yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan
telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau
kultur).
Kasus Putus Berobat (Default/Drop Out/DO) Adalah pasien TB yang telah berobat dan putus berobat 2
bulan atau lebih dengan BTA positif.
Kasus Gagal (Failure) Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi
positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
Kasus Pindahan (Transfer In) Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain
untuk melanjutkan pengobatannya.
Kasus lain Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok ini termasuk
Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan.

Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium darah rutin: LED normal/meningkat, limfositosis.
Pemeriksaan sputum BTA: untuk memastikan diagnostik TB paru, namun pemeriksaan ini tidak spesifik
karena hanya 30 70 % pasien yang dapat didiagnosis berdasarkan pemeriksaan ini.
Tes PAP (Peroksidase Anti Peroksidase)
Merupakan uji serologi imunoperoksidase memakai alat histogen staining untuk menentukan adanya IgG
spesifik terhadap basil TB.
Tes Mantoux/Tuberkulin
Merupakan uji serologi imunoperoksidase memakai alat histogen staining untuk menentukan adanya IgG
spesifik terhadap basil TB.
Tehnik Polymerase Chain Reaction
Deteksi DNA kuman secara spesifik melalui amplifikasi dalam meskipun hanya satu mikroorganisme dalam
spesimen juga dapat mendeteksi adanya resistensi.
Becton Dickinson diagnostic instrument Sistem (BACTEC)
Deteksi growth indeks berdasarkan CO2 yang dihasilkan dari metabolisme asam lemak oleh mikobakterium
tuberculosis.
MYCODOT
Deteksi antibody memakai antigen liporabinomannan yang direkatkan pada suatu alat berbentuk seperti sisir
plastic, kemudian dicelupkan dalam jumlah memadai memakai warna sisir akan berubah.
Pemeriksaan radiology: Rontgen thorax PA dan lateral
Gambaran foto thorax yang menunjang diagnosis TB, yaitu:
Bayangan lesi terletak di lapangan paru atas atau segment apikal lobus bawah
Bayangan berwarna (patchy) atau bercak (nodular)
Adanya kavitas, tunggal atau ganda
Kelainan bilateral terutama di lapangan atas paru
Adanya klasifikasi
Bayangan menetap pada foto ulang beberapa minggu kemudian
Bayangan millier

Menurut Sudoyo, dkk (2009), pemeriksaan diagnostik yang dapat dilakukan pada
klien dengan tuberculosis paru, yaitu:
Pemeriksaan radiologis (Photo Thorax)
Lokasi lesi tuberculin umumnya di daerah apex paru (segmen apical lobus atas atau segmen apical lobus
bawah), tetapi dapat juga mengenai lobus bawah (bagian inferior) atau di daerah hilus menyerupai tumor
paru (misalnya pada tuberculosis endobronkial).
Pada awal penyakit saat lesi masih merupakan sarang-sarang pneumonia, gambaran radiologis berupa
bercak-bercak seperti awan dan dengan batas-batas yang tidak tegas. Bila lesi sudah diliputi jaringan ikat
maka bayangan terlihat berupa bulatan dengan batas yang tegas. Lesi ini dikenal dengan tuberkuloma.
Pada kavitas bayangannya berupa cincin yang mula-mula berdinding tipis. lama-lama dinding menjadi
sklerotik dan terlihat menebal. Bila terjadi fibrosis terlihat bayangan yang bergaris-garis. Pada klasifikasi
bayangannya tambak sebagai bercak-bercak padat dengan densitas tinggi. Pada atelektasis terlihat seperti
fibrosis yang luas disertai penciutan yang dapat terjadi pada sebagian atau satu lobus maupun pada satu
bagian paru.
Gambaran tuberculosis millier terlihat berupa bercak-bercak halus yang umumnya tersebar merata pada
seluruh lapang paru.
Gambaran radiologis lain yang sering menyertai tuberculosis paru adalah penebalan pleura (pleuritis), massa
cairan dibagian bawah paru (efusi pleura/empiema), bayangan hitam radioulsen di pinggir paru/pleura
(pnemothorax).
Pada satu foto dada sering di dapatkan bermacam-macam bayangan sekaligus (pada tuberculosis yang sudah
lanjut) seperti infiltrate, garis-garis fibrotik, klasivikasi kavitas (non sklerotik/sklerotik) maupun atelektasis
dan emfisema.
Computed Tomography Scanning (CT-Scan)
Pemeriksaan radiologis dada yang lebih canggih dan saat ini sudah banyak dipakai di rumah sakit rujukan
adalah Computed Tomography Scanning (CT-Scan). Pemeriksaan ini lebih superior dibandingkan dengan
radiologis biasa. Perbedaan densitas jaringan terlihat lebih jelas dan sayatan dapat dibuat transversal.
Magnetic Resonsnce Imaging (MRI)
Pemeriksaan MRI ini tidak sebaik CT-Scan, tetapi dapat mengevalusai proses-proses dekat apek paru, tulang
belakang, perbatasan dada perut. Sayatan dapat dibuat transversal, segital dan koronal.
Darah
Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian, karena hasilnya kadang-kadang meragukan, hasilnya tidak
sensitive dan tidak spesifik. Pada saat tuberculosis baru mulai aktif akan didapatkan jumlah leukosit sedikit
meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih di bawah normal. Laju endap darah
mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh jumlah leukosit kembali normal dan jumlah limfosit masih
tinggi, laju endap darah mulai turun kearah normal lagi.
Sputum (BTA)
Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan 3 batang kuman BTA pada satu
sediaan. Dengan kata lain diperlukan 5.000 kuman dalam 1 ml sputum.
Tes tuberculin/tes mantoux
Pemeriksaan ini masih banyak dipakai untuk membantu menegakan diagnosis tuberculosis terutama pada
anak-anak (balita). Biasanya dipakai tes mantoux yakini dengan menyuntikan 0,1 cc tuberculin P.P.D
(purified protein derivative).
Bila ditakutkan reaksi hebat dengan 5 T.U dapat diberikan dulu 1 atau 2 T.U ( first strength). kadang-kadang
bila dengan 5 T.U masih memberikan hasil negative, berarti tuberculosis dapat disingkirkan , umumnya tes
mantoux dengan 5 T.U. Sudah cukup berarti. Tes tuberculin hanya menyatakan apakah seorang individu
sedang atau pernah terserang Mycobacterium tuberculosis, mycobacterium bovis.
Tes mantoux ini dapat dibagi kedalam beberapa kategori yaitu:
Indurasi 0-5 mm (diameternya ) mantoux negative = golongan non sensitivity.
Indurasi 6-9 mm: hasil meragukan = golongan low grade sensitivity. Disini peran antibody normal masih
menonjol.
Indurasi 10-15 mm: mantoux positif kuat = golongan hypersensitivity disini peran antibody selular paling
menonjol.

Penatalaksanaan Medis
Menurut Smeltzer & Bare (2001), penatalaksanaan TBC adalah :
Pengobatan
Tujuan terpenting dari tata laksana pengobatan tuberkulosis adalah eradikasi cepat M. tuberculosis,
mencegah resistensi, dan mencegah terjadinya komplikasi. Jenis dan dosis OAT :
Isoniazid (H)
Isoniazid (dikenal dengan INH) bersifat bakterisid, efektif terhadap kuman dalam keadaan metabolik aktif,
yaitu kuman yang sedang berkembang. Efek samping yang mungkin timbul berupa neuritis perifer, hepatitis
rash, demam Bila terjadi ikterus, pengobatan dapat dikurangi dosisnya atau dihentikan sampai ikterus
membaik. Efek samping ringan dapat berupa kesemutan, nyeri otot, gatal-gatal. Pada keadaan ini pemberian
INH dapat diteruskan sesuai dosis.
Rifampisin (R)
Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman semi-dorman (persisten). Efek samping rifampisin adalah
hepatitis, mual, reaksi demam, trombositopenia. Rifampisin dapat menyebabkan warna merah atau jingga
pada air seni dan keringat, dan itu harus diberitahukan pada keluarga atau penderita agar tidak menjadi
cemas. Warna merah tersebut terjadi karena proses metabolism obat dan tidak berbahaya.
Pirazinamid (P)
Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan suasana asam. Efek samping
pirazinamid adalah hiperurikemia, hepatitis, atralgia.
Streptomisin (S)
Bersifat bakterisid, efek samping dari streptomisin adalah nefrotoksik dan kerusakan nervus kranialis VIII
yang berkaitan dengan keseimbangan dan pendengaran.
Ethambutol (E)
Bersifat bakteriostatik, ethambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa berkurangnya
ketajaman penglihatan, buta warna merah dan hijau, maupun optic neuritis.

Pembedahan
Dilakukan jika pengobatan tidak berhasil, yaitu dengan mengangkat jaringan paru yang rusak, tindakan
ortopedi untuk memperbaiki kelainan tulang, bronkoskopi untuk mengangkat polip granulomatosa
tuberkulosis atau untuk reseksi bagian paru yang rusak.

Pencegahan
Menghindari kontak dengan orang yang terinfeksi basil tuberkulosis, mempertahankan status kesehatan
dengan asupan nutrisi adekuat, minum susu yang telah dilakukan pasteurisasi, isolasi jika pada analisa
sputum terdapat bakteri hingga dilakukan pengobatan, pemberian imunisasi BCG untuk meningkatkan daya
tahan tubuh terhadap infeksi oleh basil tuberkulosis virulen.

Terapi atau Pengobatan penderita TB dimaksudkan untuk :


1) menyembuhkan penderita sampai sembuh,
2) mencegah kematian,
3) mencegah kekambuhan, dan
4) menurunkan tingkat penularan.

Sesuai dengan sifat kuman TB, untuk memperoleh efektifitas pengobatan, maka prinsip-prinsip yang dipakai
adalah :
Menghindari penggunaan monoterapi. Obat Anti Tuberkulosis (OAT) diberikan dalam bentuk kombinasi
dari beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Hal ini
untuk mencegah timbulnya kekebalan terhadap OAT. Untuk menjamin kepatuhan penderita dalam menelan
obat, pengobatan dilakukan dengan pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh
seorang Pengawas Menelan Obat (PMO). Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan
lanjutan.
Pada tahap intensif (awal) penderita mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk
mencegah terjadinya kekebalan obat. Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat,
biasanya penderita menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu. Sebagian besar penderita
TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.
Pada tahap lanjutan penderita mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka waktu yang lebih
lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister (dormant) sehingga mencegah terjadinya
kekambuhan
Penggunaan Obat Anti TB yang dipakai dalam pengobatan TB adalah antibotik dan anti infeksi sintetis
untuk membunuh kuman Mycobacterium. Aktifitas obat TB didasarkan atas tiga mekanisme, yaitu aktifitas
membunuh bakteri, aktifitas sterilisasi, dan mencegah resistensi. Obat yang umum dipakai adalah Isonlazid,
Etambutol, Rifamplsln, Pirazinamid, dan Streptomisin. Kelompok obat ini disebut sebagai obat primer.
Isoniazid adalah obat TB yang paling poten dalam hal membunuh bakteri dibandingkan dengan rifampisin
dan streptomisin. Rifampisin dan pirazinamid paling poten dalam mekanisme sterilisasi. Sedangkan obat
lain yang juga pernah dipakai adalah Natrium Para Amino Salisilat, Kapreomisin, Sikloserin. Etionamid,
Kanamisin, Rifapentin dan Rifabutin. Natrium Para Amino Salisilat, Kapreomisin, Sikloserin, Etionamid,
dan Kanamisin umumnya mempunyai efek yang lebih toksik, kurang efektif. dan dipakai jika obat primer
sudah resisten. Sedangkan Rifapentin dan Rifabutin digunakan sebagai alternatif untuk Rifamisin dalam
pengobatan kombinasi anti TB.
Obat- Obat tuberkulosis yang di gunakan adalah :
Isoniazid (INH) : selama 6-12 bulan
Dosis terapi : 5-15,g/kg/hari diberikan sekali sehari
Dosis profilaksis : 5-10mg/kg/hari diberikan sekalisehari
Dosis maximum : 300mg/hari
Rimfapisin (R) : Selama 6-12 bulan
Dosis : 10-20 mg/kg/hari sekali sehari dalam keadaan perut kosong
Dosismaximum : 600mg/hari
Pirazinamid (Z) : selama 2-3 bulan pertama
Dosis : 25-35 mg/kg/hari di berikan 2x sehari
Dosis maximum : 2 gram/hari
Etambutol (E) : Selama 2-3 bulan pertama
Dosis : 15-20 mg/kg/hari do berikan sekali atau 2x sehari
Dosis maximum : 2 gram/hari
Streptomisin (S) : Selama 1-2 bulan pertama
Dosis:20-40 mg/kgbb/hari diberikan sekali sehari intramuskular
dosis maksimum : 1 gram/hari
Terapi lainnya
Diet
Diet yang diberikan pada penderita makanan yang tinggi kalori, protein agar penderita TB cepat sembuh,
maka penderita harus minum obat secara teratur sesuai petunjuk, makan-makan yang cukup gizi, rajin
kontrol ke puskesmas atau sarana.
Pembedahan
Peranan pembedahan dengan adanya OAT yang poten telah berkurang, indikasi pembedahan dibedakan
menjadi indikasi mutlak dan indisi relative.
Indikasi mutlak:
Semua pasien yang mendapat OAT adekuat tetapi sputum tetap +
Pasien batuk darah massif tidak dapat diatasi dengan cara konservatif
Pasien dengan fistula bronkopleura dan empiema yang tidak dapat diatasi secara konservatif
Indikasi relative:
Pasien dengan sputum dan batuk darah berulang
Kerusakan satu paru atau lobus dengan keluhan
Sisa cavitas yang menetap

Konsep Asuhan Keperawatan Keluarga

Pengkajian keluarga
Data Umum
Nama Puskesmas, Tanggal Pengkajian, Jarak untuk mencapai Puskesmas, Nama Kepala Keluarga, Umur,
Agama, Pendidikan, Pekerjaan, Suku/bangsa, Alamat.
Daftar Anggota Keluarga
Nama anggota keluarga, hubungan keluarga, jenis kelamin, umur, pendidikan, pekerjaan, agama, keadaan
kesehatan, KB dan Immunisasi.

Data Khusus Keluarga


Type Keluarga
Menjelaskan mengenai type keluarga beserta kendala atau masalah-masalah yang terjadi dengan type
keluarga tersebut, dimana keluarga dengan type extended maka akan berpengaruh terhadap cara
pengambilan keputusan untuk mengatasi TB paru pada anggota keluarganya.
Tahap Perkembangan Keluarga Saat Ini
Tahap perkembangan keluarga ditentukan berdasarkan tingkat perkembangan anak tertua dari keluarga inti
yang dikaji.
Tugas Perkembangan Keluarga yang Belum Terpenuhi
Menjelaskan secara singkat mengenai tugas perkembangan keluarga yang belum terpenuhi dan kendala
mengapa tugas perkembangan tersebut belum terpenuhi, hal ini perlu dikaji karena keluarga dengan TB paru
biasanya mempunyai beberapa tugas keluarga yang belum terpenuhi.

Keadaan Biologis Keluarga


Keadaan Kesehatan
Menggambarkan keadaan kesehatan keluarga, selain dari individu yang menderita TB paru.
Kebersihan Keluarga
Mengkaji kebersihan tubuh setiap anggota keluarga, kebersihan rumah dan sekitarnya, karena data ini sangat
mendukung terjadinya penyakit TB paru pada seluruh anggota.
Penyakit yang Sering Diderita
Mengkaji jenis penyakit apa yang biasa diderita oleh seluruh anggota keluarga, hal ini mengindikasikan
adanya pemaparan penyakit yang sudah lama dan mungkin sudah menginfeksi pada semua anggota keluarga
namun tidak dirasakan oleh keluarga, misalnya sering ditemukan demam, batuk-batuk, pada beberapa
anggota keluarga.

Penyakit Kronis/Menular
Penyakit TB paru adalah salah satu penyakit yang penularannya sangat cepat karena menular melalui
udara (droplet), oleh karena itu sangat perlu dikaji ada tidaknya anggota keluarga yang menderita penyakit
TB atau penyakit lain yang dapat ditularkan atau yang diturunkan, karena keadaan kesehatan yang menurun
akibat menderita suatu penyakit tertentu dapat menurunkan daya immunitas seseorang sehingga
mempermudah terjadinya penyakit TB paru.

Kecacatan Anggota Keluarga


Dikaji ada tidaknya anggota keluarga yang mengalami kecacatan fisik atau mentalnya.
Pola Makan
Kaji mengenai kebiasaan makan keluarga meliputi frekuensi makan dalam sehari, keseimbangan gizi, cara
pengolahan dan penyajian makannya, hal ini menunjukkan ada tidaknya perhatian keluarga terhadap anggota
keluarga yang menderita TB paru, dimana penderita tersebut memerlukan pemberian makanan dengan diet
Tinggi Kalori Tingggi Protein (TKTP).

Pola Istirahat
Menjelaskan mengenai kebiasaan istirahat / tidur keluarga meliputi berapa jam keluarga tidur dan adakah
kendala yang mempengaruhi pola istirahat keluarga, karena keluarga dengan anggota keluarga yang
menderita TB paru biasanya tidurnya akan terganggu karena batuk-batuk dan keringat malam.
Reproduksi / Akseptor KB
Menjelaskan mengenai jumlah anak, perencanaan pengaturan anak, metode KB yang digunakan dan
masalah yang terkait dengan kesehatan reproduksi keluarga.

Psikologis Keluarga
Keadaan Emosi / Mental
Kecemasan akan timbul pada klien dan keluarga karena ketakutan penyakit bertambah parah dan
menyebabkan kematian.
Koping keluarga
Mengkaji cara keluarga menyelesaikan masalah baik yang berhubungan dengan kesehatan maupun masalah
lainnya yang bisa terjadi dalam suatu rumah tangga terutama dalam menghadapi anggota keluarga yang
sedang menderita TB paru.
Kebiasaan Buruk
Mengkaji kebiasaan-kebiasaan buruk yang dapat mempengaruhi kesehatan anggota keluarga maupun
individu yang sakit TB paru seperti merokok, minum minuman keras, dan kebiasaan buruk lainnya.
Rekreasi
Mengkaji bagaimana keluarga meluangkan waktu bersama untuk melakukan refreshing atau rekreasi baik
yang sifatnya rutin maupun tidak rutin, baik yang bentuknya rekreasi keluar maupun rekreasi yang bisa
dilakukan di dalam rumah.

Pola Komunikasi Keluarga


Menjelaskan mengenai cara keluarga berkomunikasi satu dengan yang lainya di dalam keluarga, terutama
cara berkomunikasi anggota keluarga yang sakit TB paru dengan yang lainnya yang biasanya mengalami
gangguan karena takut tertular.
Pengambil Keputusan
Mengkaji siapa yang biasa berperan sebagi pengambil keputusan dalam keluarga terkait dengan
kemampuannya dalam mengendalikan dan mempengaruhi orang lain untuk mengubah perilaku ataukah
dilakukan dengan cara lain, misal musyawarah keluarga. Data perlu dikaji karena keluarga dengan masalah
kesehatan TB paru sangat memerlukan kerjasama seluruh anggota keluarga dalam mengatasinya terutama
para pengambil keputusan yang ada di keluarga, dimana keberhasilan program pengobatan sangat tergantung
dari kerjasama dan perhatian para pengambil keputusan di rumah.
Peran Informal
Menjelaskan mengenai peran informal dari setiap anggota keluarga, misalnya penurut, motivator, innovator,
dictator, dll. Hal ini perlu dikaji karena akan menentukan sejauhmana anggota keluarga berinisiatif untuk
menentukan sikapnya dalam menangani masalah TB paru yang terjadi pada angggota keluarganya.

Sosial Ekonomi Keluarga


Hubungan Dengan Orang lain
Penderita TB paru biasanya menarik diri dan mempunyai perasaan terkucilkan dari masyarakat jika
penyakitnya sudah diketahui dengan pasti. Jika klien belum mengetahui penyakitnya, respon klien akan
cenderung biasa saja dan cara hidup klien tidak akan berubah sehingga resiko penularan penyakit pada orang
lain besar.
Kegiatan Organisasi Sosial
Menjelaskan kegiatan yang diikuti oleh keluarga dalam organisasi sosial atau perkumpulan sosial, misal
kelompok pengajian, karang taruna, LSM dan sebagainya. Data ini dapat menunjukkan adanya perasaan
malu dalam mengikuti kegiatan tersebut, penderita TB paru yang dulunya aktif biasanya akan menghindari
setiap aktivitas rutinnya.
Keadaan Ekonomi
Ditentukan oleh pendapatan keluarga baik yang didapat oleh kepala keluarga maupun anggota keluarga yang
lain. Serta ditentukan juga oleh kebutuhan yang dikeluarkan oleh keluarga Penderita TB paru
di Indonesia biasanya memiliki keadaan ekonomi yang relatif menengah kebawah.

Spiritual Kultural Keluarga


Keadaan Beribadah
Menjelaskan mengenai kebiasaan keluarga dalam melakukan aktivitas ibadah sesuai agama yang dianutnya.
Keyakinan Tentang Kesehatan
Dikaji melalui pandangan hidup keluarga terhadap keadaan sehat. Sehingg dapat menjelaskan mengenai
keyakinan atau kepercayaan keluarga tentang kesehatan.
Nilai dan Norma
Menjelaskan mengenai nilai dan norma yang dianut oleh keluarga. Meliputi sesuatu yang dianggap baik atau
buruk oleh keluarga. Dapat juga dikaji kesesuaian antara nilai dan norma keluarga dengan nilai dan norma
yang berlaku dimasyarakat, dalam hal ini apakah keluarga mempunyai nilai atau norma yang menganggap
bahwa penyakit TB paru ini adalah suatu hukuman.
Adat yang Mempengaruhi Kesehatan
Mengkaji mengenai ada dan tidak adanya adat atau tabu-tabu yang dianut keluarga dan pengaruhnya
terhadap kesehatan.

Lingkungan Rumah
Kebersihan dan Kerapihan
Kebersihan rumah sangat berpengaruh besar terhadap resiko penyebaran infeksi dari anggota keluarga yang
menderita penyakit TB paru, sehingga memudahkan terjadinya TB paru pada anggota keluarga yang lain.
Penerangan
Penerangan yang cukup terutama dari sinar matahari sangat berguna untuk membasmi kuman-kuman TB
secara alamiah, oleh karena itu perlu dikaji keadaan penerangan dari sinar matahari di dalam rumah dan di
seluruh bagian rumah lainnya.
Ventilasi
Mengkaji tentang keadekuatan sirkulasi udara di dalam rumah.termasuk sarana yang memungkinkan
sirkulasi udara.
Jamban
Kaji letak, kepemilikannya, jumlah, jenis dan kebersihannya.
Sumber Air Minum
Menjelaskan mengenai sumber air yang digunakan untuk kebutuhan sehari-hari, termasuk jenisnya (PAM,
mata air, air sumur, pompa tanah dll) ketersediaan air bersih untuk kebutuhan rumah tangga.
Pemanfaatan Halaman
Menjelaskan mengenai bagaimana keluarga memanfaatkan halaman yang ada seperti digunakan sebagai
apotik hidup sehingga dapat dimanfaatkan untuk pembuatan obat-obatan tradisional.
Pembuangan Air Kotor
Menjelaskan mengenai cara pembuangan air kotor seperti dialirkan ke sungai, menggunakan septic tank,
termasuk jarak pembuangan dari sumber air minum.
Pembuangan Sampah
Menjelaskan bagaimana cara keluarga mengelola sampah misalkan dibakar, ditimbun, didaur ulang, dibuang
ke sungai, diangkut dan sebagainya.
Sumber Pencemaran
Menjelaskan mengenai apakah terdapat sumber pencemaran didekat rumah. Terkait dengan jenis
pencemaran (polusi), jenis zat pencemar (polutan), jarak dari rumah, tindakan yang telah dilakukan dalam
menanggulangi masalah tersebut, karena TB paru merupakan penyakit menular sehingga adanya sumber
pencemaran di sekitar rumah dapat mempercepat proses penularan TB paru.

Genogram
Genogram diisi untuk menggambarkan ada tidaknya penyakit yang diturunkan secara genetic dari generasi-
generasi sebelumnya (minimal 3 generasi keatas)

Denah Rumah
Denah rumah dibuat untuk memperlihatkan keadaan rumah, tata letak rumah sehingga dapat tergambar
seperti apa keadaan rumah penderita TB paru sehingga sampai terjadi penyakit TB paru pada salah seorang
anggota keluarganya

Kebiasaan Sehari-hari
Biologis
Pola Minum
Pola Makan
Pola Tidur
BAB / BAK
Aktifitas Sehari-hari
Rekreasi
Psikologis
Sosial
Hubungan Antar Keluarga
Hubungan Dengan Orang Lain
Spiritual / Kultural
Pelaksanaan Ibadah
Keyakinan Tentang Kesehatan
Pemeriksaan Fisik
Tanda-tanda vital :
Keadaan umum : Lemah, lesu, kurus
Kesadaran : Cendrung compos mentis
Tekanan darah : Normal
Suhu : Kadang-kadang tinggi terutama pada fase-fase
awal
Nadi : Cepat dan lemah
Pernafasan : Cepat dan tidak teratur, terlihat sesak dan adanya
tarikan dinding dada
Berat badan : : Biasanya terjadi penurunan berat badan yang
drastis
Tinggi badan : Cendrung tetap

Pemeriksaan head to toe


Kepala : Biasanya ditemukan rambut kusam dan kotor
Mata : Konjunngtiva cendrung pucat / anemis, mata cekung
Telinga : Pendengaran baik, cenderung tanpa keluhan
Hidung : Biasanya terdapat secret, kadang terlihat sulit bernafas,
tersengal-sengal atau bernafas dengan bantuan mulut,
tampak PCH ( Pernafasan Cuping hidung )
Mulut : Cenderung tak ada gangguan
Leher : Terdapat pembesaran kelenjar getah bening tapi kadang
juga tidak
Dada : Ditemukan data adanya tanda-tanda penarikan dinding
dada saat bernafas, suara nafas terdengar ronkhi, bentuk
dada biasanya ditemukan normal namun bentuk ruas
tulang belakang tampak kiposis
Abdomen : Bising usus biasanya meningkat karena klien sebenarnya
lapar tapi mual sehingga tidak nafsu makan
Ekstermitas : Klien bisa merasakan kelelahan yang sangat sehingga
tampak malas untuk beraktifitas
Integumen : Turgor kulit jelek, kulit kering bersisik

Diagnosa Masalah Keperawatan


Ketidakefektifan bersihan jalan napas b/d penumpukan eksudat ( banyaknya mukus )
Gangguan pertukaran gas b/d ketidakseimbangan perfusi ventilasi.
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d kurang nafsu makan, intake tak ade kuat.
Gangguan pola tidur b/d kecemasan.
DAFTAR PUSTAKA

Dongoes Marilynn, dkk (1999). Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta: EGC
Somantri Irman (2008). Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta:
Salemba Medika.
Mansjoer, Arif. 1999. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I. Jakarta: Media Aeculapius
Sudoyo dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi IV. Jakarta: FKUI.
A. PENGERTIAN HOMECARE
Home Care (HC) menurut Habbs dan Perrin, 1985 adalah merupakan layanan kesehatan yang dilakukan di
rumah pasien (Lerman D. & Eric B.L, 1993), Sehingga home care dalam keperawatan merupakan layanan
keperawatan di rumah pasien yang telah melalui sejarah yang panjang.

B. SEJARAH PERKEMBANGAN HOME CARE


1. DI LUAR NEGERI
Di Amerika, Home Care (HC) yang terorganisasikan dimulai sejak sekitar tahun 1880- an, dimana saat itu
banyak sekali penderita penyakit infeksi dengan angka kematian yang tinggi. Meskipun pada saat itu telah
banyak didirikan rumah sakit modern, namun pemanfaatannya masih sangat rendah, hal ini dikarenakan
masyarakat lebih menyukai perawatan dirumah. Kondisi ini berkembang secara professional, sehingga pada
tahun 1900 terdapat 12.000 perawat terlatih di seluruh USA (Visiting Nurses / VN ; memberikan asuhan
keperawatan dirumah pada keluarga miskin, Public Health Nurses, melakukan upaya promosi dan prevensi
untuk melindungi kesehatan masyarakat, serta Perawat Praktik Mandiri yang melakukan asuhan
keperawatan pasien dirumah sesuai kebutuhannya). (Lerman D. & Eric B.L, 1993).
Sejak tahun 1990-an institusi yang memberikan layanan Home Careterus meningkat sekitar 10% perthun
dari semula layanan hanya diberikan oleh organisasi perawat pengunjung rumah (VNA = Visiting Nurse
Association) dan pemerintah, kemudian berkembang layanan yang berorientasi profit (Proprietary
Agencies) dan yang berbasis RS (Hospital Based Agencies) Kondisi ini terjadi seiring dengan perubahan
system pembayaran jasa layanan Home Care (dapat dibayar melalui pihak ke tiga / asuransi) dan
perkembangan spesialisasi di berbagai layanan kesehatan termasuk berkembangnya Home Health
Nursing yang merupakan spesialisasi dari Community Health Nursing (Allender & Spradley, 2001)
Di UK, Home Care berkembang secara professional selama pertengahan abad 19, dengan mulai
berkembangnya District Nursing, yang pada awalnya dimulai oleh para Biarawati yang merawat orang
miskin yang sakit dirumah. Kemudian merek mulai melatih wanita dari kalangan menengah ke bawah untuk
merawat orang miskin yang sakit, dibawah pengawasan Biarawati tersebut (Walliamson, 1996 dalam
Lawwton, Cantrell & Harris, 2000). Kondisi ini terus berkembang sehingga pada tahun 1992 ditetapkan
peranDistrict Nurse (DN) adalah :
a. merawat orang sakit dirumah, sampai klien mampu mandiri
b. merawat orang sakaratul maut dirumah agar meninggal dengan nyaman dan damai
c. mengajarkan ketrampilan keperawatan dasar kepada klien dan keluarga, agar dapat digunakan pada saat
kunjungan perawat telah berlalu.
Selain District Nurse (DN), di UK juga muncul perawat Health Visitor (HV)yang berperan sebagai District
Nurse (DN) ditambah dengan peran lain ialah :
a. melakukan penyuluhan dan konseling pada klien, keluarga maupun masyarakat luas dalam upaya
pencegahan penyakit dan promosi kesehatan
b. memberikan saran dan pandangan bagaimana mengelola kesehatan dan kesejahteraan masyarakat sesuai
dengan kondisi setempat.

2. DI DALAM NEGERI
Di Indonesia, layanan Home Care (HC) sebenarnya bukan merupakan hal yang baru, karena merawat pasien
di rumah baik yang dilakukan oleh anggota keluarga yang dilatih dan atau oleh tenaga keperawatan melalui
kunjungan rumah secara perorangan, adalah merupakan hal biasa sejak dahulu kala. Sebagai contoh dapat
dikemukakandalam perawatan maternitas, dimana RS Budi Kemulyaan di Jakarta yang merupakan RS
pendidikan Bidan tertua di Indonesia, sejak berdirinya sampai sekitar tahun 1975 telah melakukan
programHome Care (HC) yang disebut dengan Partus Luar. Dalam layanan Partus Luar, bidan dan
siswa bidan RS Budi Kemulyaan melakukan pertolongan persalinan normal dirumah pasien, kemudian
diikuti dengan perawatan nifas dan neonatal oleh siswa bidan senior (kandidat) sampai tali pusat bayi puput
(lepas). Baik bidan maupun siswa bidan yang melaksanakan tugas Partus Luar dan tindak lanjutnya, harus
membuat laporan tertulis kepada RS tentang kondisi ibu dan bayi serta tindakan yang telah dilakukan.
Kondisi ini terhenti seiring dengan perubahan kebijakan Depkes yang memisahkan organisasi pendidikan
dengan pelayanan.

C. MENGAPA HOME CARE (HC) DIPERLUKAN ?


Akhir-akhir ini Home Care (HC) mendapat perhatian karena berbagai alasan, antara lain yaitu :
1. Bagi Klien dan Keluarga
a. Program Home Care (HC) dapat membantu meringankan biaya rawat inap yang makin mahal, karena
dapat mengurangi biaya akomodasi pasien, transportasi dan konsumsi keluarga
b. Mempererat ikatan keluarga, karena dapat selalu berdekatan pada saat anggoa keluarga ada yang sakit
c. Merasa lebih nyaman karena berada dirumah sendiri
d. Makin banyaknya wanita yang bekerja diluar rumah, sehingga tugas merawat orang sakit yang biasanya
dilakukan ibu terhambat oleh karena itu kehadiran perawat untuk menggantikannya

2. Bagi Perawat
a. Memberikan variasi lingkungan kerja, sehingga tidak jenuh dengan lingkungan yang tetap sama
b. Dapat mengenal klien dan lingkungannya dengan baik, sehingga pendidikan kesehatan yang diberikan
sesuai dengan situasi dan kondisi rumah klien, dengan begitu kepuasan kerja perawat akan meningkat.
Berbagai alasan tersebut membuat program layanan Home Care (HC) mulai diminati baik oleh pihak klien
dan keluarganya, oleh perawat maupun pihak rumah sakit.

Anda mungkin juga menyukai