Anda di halaman 1dari 38

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN

TUBERKULOSIS (TB) PARU

OLEH:
Ns. Ratika Yuzallia, S.Kep
NIP. 199407272019032001

PADANG
2017
LAPORAN PENDAHULUAN TUBERKULOSIS PARU

A. Anatomi Fisiologi Sistem Pernapasan


Organ-organ pernafasan yang dimiliki oleh manusia meliputi semua
struktur yang menghubungkan udara dari dan ke paru-paru. Organ tersebut
antara lain:
1. Nasal
Hidung terdiri dari lubang hidung, rongga hidung, dan ujung rongga
hidung. Rongga hidung banyak memiliki kapiler darah, dan selalu lembab
dengan adanya lendir yang dihasilkan oleh mukosa. Di dalam hidung udara
disaring dari benda-benda asing yang tidak berupa gas agar tidak masuk ke
paru-paru.
Fungsi nasal yaitu :
a. Bekerja sebagai saluran udara pernafasan
b. Sebagai penyaring udara pernafasan yang dilakukan oleh bulu-bulu
hidung
c. Dapat menghangatkan udara pernafasan oleh mukosa
2. Faring
Merupakan ruang dibelakang rongga hidung, yang merupakan jalan
masuknya udara dari rongga hidung. Pada ruang tersebut terdapat epiglotis
yang bertugas mengatur pergantian perjalanan udara pernafasan dan
makanan. Rongga faring terbagi menjadi 3 bagian yaitu :
a. Nasofaring : bagian sebelah atas yang sama tingginya dengan koan
b. Orofaring : bagian sebelah atas yang sama tingginya dengan istimus
kausium
c. Laringofaring : bagian bawah
3. Laring
Laring ditutupi oleh sebuah empang tenggorok yang disebut epiglotis
yang terdiri atas tulang rawan, epiglotis (tulang rawan penutup) dan tulang
rawan trikoid (cincin stempel) yang letaknya paling bawah. Pita suara
terletak di dinding laring bagian dalam. Epiglotis berfungsi pada saat kita
menelan makanan menutupi laring agar makanan tidak masuk ke saluran
pernafasan.
4. Trakea
Trakea berjalan dari laring sampai kira-kira ketinggian vertebra
torakalis kelima dan di tempat ini bercabang menjadi dua bronkus. Trakea
tersusun atas 16 sampai 20 lingkaran tak sempurna lengkap berupa cincin
tulang rawan yang diikat bersama oleh jaringan fibrosa dan yang
melengkapi lingkaran di sebelah belakang trakea, selain itu juga memuat
beberapa jaringan otot.
5. Bronkus
Merupakan cabang batang tenggorokan yang jumlahnya sepasang,
yang satu menuju paru-paru kiri dan yang satunya menuju paru-paru kanan.
Dinding bronkus terdiri atas lapisan jaringan ikat, lapisan jaringan epitel,
otot polos dan cincin tulang rawan.
6. Bronkhiolus
Bronkhiolus merupakan cabang dari bronkus, dinding dan salurannya
lebih tipis. Bronkiolus bercabang menjadi bagian lebih halus.
7. Alveolus
Saluran akhir dari saluran pernafasan yang berupa gelembung-
gelembung udara. Dinding alveolus sangat tipis setebal selapis sel, lembab,
dan berdekatan dengan kapiler-kapiler darah. Adanya alveolus
memungkinkan terjadinya luasnya daerah permukaan yang berperan
penting dalam pertukaran gas. Pada bagian alveolus inilah terjadinya
pertukaran gas-gas O2 dari udara bebas ke sel-sel darah, sedangkan
pertukaran CO2 dari sel-sel tubuh ke udara bebas terjadi.
Paru-paru terletak dalam rongga dada dibatasi oleh otot dada dan tulang
rusuk, pada bagian bawah dibatasi oleh diafragma yang kuat. Diantara selaput
dan paru-paru terdapat cairan limfa yang berfungsi untuk melindungi paru-paru
pada saat mengembang dan mengempis.
Fungsi utama sistem pernafasan adalah untuk memberikan darah gas
oksigen yang akan disalurkan ke seluruh tubuh.
B. Landasan Teoritis Penyakit
1. Defenisi
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis dan penularan melalui udara (Black, 1997).
Tuberkulosis adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang
parenkim paru (Smeltzer & Bare, 1997). Tuberkulosis adalah suatu penyakit
infeksi kronik pada paru yang karakteristiknya melalui formasi tuberkel
atau granulomas (Luckman & Sorensens, 1993). Tuberculosis adalah
penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis. Kuman batang tahan aerobic dan tahan asam ini dapat
merupakan organisme patogen maupun saprofit (Silvia A Price, 2005).
Tuberculosis (TB) adalah penyakit infeksius, yang terutama
menyerang parenkim paru, dengan agen infeksius utama Mycobacterium
tuberculosis (Smeltzer & Bare, 2001). Tuberculosis paru adalah penyakit
infeksi pada paru yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yaitu
suatu bakteri yang tahan asam (Suriadi, 2001).
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa Tuberkulosa
Paru (TBC) adalah penyakit infeksi yang menular, bersifat kronis, akut atau
sub akut dimana tempat predileksinya pada parenkim paru dan dapat meluas
pada bagian tubuh yang lain yang disebabkan oleh kuman Mikobakterium
Tuberkulosis berbentuk batang bersifat tahan terhadap asam (BTA), bersifat
dorman dan dapat hidup lama tetapi virulen dalam lingkungannya.
Klasifikasi Tuberculosis di Indonesia yang banyak dipakai berdasarkan
kelainan klinis, radiologist dan mikrobiologis:
a. Tuberkulosis paru
b. Bekas tuberculosis
c. Tuberkulosis paru tersangka yang terbagi dalam :
• TB paru tersangka yang diobati (sputum BTA negatif, tapi tanda –
tanda lain positif) TB paru tersangka yang tidak dapat diobati
(sputum BTA negatif dan tanda – tanda lain meragukan)
(Depkes RI, 2006)
2. Etiologi
Penyebab utama penyakit tuberkulosis paru adalah mycobacterium
tuberculosis, adalah batang aerobik tahan asam yang tumbuh dengan lambat
dan sensitif terhadap panas dan sinar ultraviolet. Mycobacterium bovis dan
Mycobacterium avium pernah tetapi kejadiannya jarang, berkaitan dengan
terjadinya infeksi tuberkulosis (Smeltzer dan Bare, 1997, h.584).
Penyebab dari penyakit tuebrculosis paru adalah terinfeksinya paru
oleh micobacterium tuberculosis yang merupakan kuman berbentuk batang
dengan ukuran sampai 4 mycron dan bersifat anaerob. Sifat ini yang
menunjukkan kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan
oksigennya, sehingga paru-paru merupakan tempat prediksi penyakit
tuberculosis. Kuman ini juga terdiri dari asal lemak (lipid) yang membuat
kuman lebih tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap gangguan kimia
dan fisik. Penyebaran mycobacterium tuberculosis yaitu melalui droplet
nukles, kemudian dihirup oleh manusia dan menginfeksi (Depkes RI, 2002).
Penularan penyakit TB biasanya melalui udara dengan inhalasi
droplet nucleus yang mengandung basil tuberkulosis berukuran 1-5 mikro
meter yang dapat melewati atau menembus sistem mukosilier saluran nafas,
sehingga dapat mencapai dan bersarang di bronkhiolus dan alveolus.
Kuman TB menyebar dari seorang penderita TB paru terbuka kepada orang
lain.

3. Patofisiologi
Individu rentan ynag menghirup basil tuberculosis dan menjadi
terinfeksi. Bakteri dipindahkan melalui jalan napas ke alveoli, tempat
mereka berkumpul dan mulai memperbanyak diri. Basil juga dipindahkan
melalui sistem limfe dan aliran darah kebagian tubuh lainnya (ginjal, tulang,
dan Korteks serebri), dan area paru-paru lainnya (lobus atas). Sistem imun
tubuh berespons dengan melakukan reaksi inflamasi, fagosit (neutrofil dan
makrofag) menelan banyak bakteri; limfosit spesifik tuberkulosis melisis
(menghancurkan) basil dan jaringan normal. Reaksi jaringan ini
mengakibatkan penumpukan eksudat dalam alveoli, menyebabkan
bronkopneumonia.
Infeksi awal biasanya terjadi 2 sampai 10 minggu setelah pemajanan.
Massa jaringan baru, yang disebut granulomas, yang merupakan gumpalan
basil yang masih hidup dan yang sudah mati dikelilingi oleh makrofag yang
membentuk dinding protektif. Granulomas diubah menjadi massa jaringan
fibrosa. Bagian (bakteri dan makrofag) menjadi nekrotik, membentuk massa
seperti keju. Massa ini dapat mengalami klasifikasi membentuk skar
kolagenosa. Bakteri menjadi dorman, tanpa perkembangan penyakit aktif.
Setelah pemajanan dan infeksi awal, individu dapat mengalami penyakit
aktif karena gangguan atau respon sistem imun. Penyakit aktif juga dapat
terjadi dengan infeksi ulang dan aktivasi bakteri dorman. Dalam kasus ini
tuberkel ghon memecah menyembuh, membentuk jaringan parut. Paru yang
terinfeksi menjadi lebih bengkak, mengakibatkan terjadinya
bronkopneumonia lebih lanjut, pembentukan tuberkel dan selanjutnya.
Kecuali proses tersebut dapat dihentikan, penyebarannya dengan lambat
mengarah kebawah kehilum paru-paru dan kemudian meluas kelobus yang
berdekatan.
Proses infeksi umumnya secara laten tidak menunjukkan gejala
sepanjang hidup, sekitar 10% individu yang awalnya terinfeksi mengalami
penyakit aktif dan menjadi sakit TB. Dengan integritas kekebalan yang
menurun karena malnutrisi, infeksi HIV, supresi kekebalan immunoterapi,
atau bertambahnya usia.

4. Manifestasi Klinis
Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala
khusus yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara
klinis tidak terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit
untuk menegakkan diagnosa secara klinik.
a. Gejala sistemik/umum, antara lain sebagai berikut:
• Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya
dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang
serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul.
• Penurunan nafsu makan dan berat badan.
• Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu (dapat disertai dengan
darah).
• Perasaan tidak enak (malaise), lemah.
b. Gejala khusus, antara lain sebagai berikut:
• Tergantung dari organ tubuh mana yang terkena, bila terjadi
sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru)
akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan
menimbulkan suara “mengi”, suara nafas melemah yang disertai
sesak.
• Kalau ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat
disertai dengan keluhan sakit dada.
• Bila mengenai tulang, maka akan terjadi gejala seperti infeksi tulang
yang pada suatu saat dapat membentuk saluran dan bermuara pada
kulit di atasnya, pada muara ini akan keluar cairan nanah.
• Pada anak-anak dapat mengenai meningen (lapisan pembungkus
otak) dan disebut sebagai meningitis (radang selaput otak),
gejalanya adalah demam tinggi, adanya penurunan kesadaran dan
kejang-kejang.

Menurut Perhimpunan Dokter Penyakit Dalam (2006) tanda dan


gejala tuberculosis dapat bermacam-macam antara lain:
a. Demam
Umumnya subfebris, kadang-kadang 40-410C, keadaan ini sangat
dipengaruhi oleh daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi
kuman tuberculosis yang masuk.
b. Batuk
Terjadi karena adanya iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk
membuang produk radang. Sifat batuk dimulai dari batuk kering (non
produktif). Keadaan setelah timbul peradangan menjadi produktif
(menghasilkan sputum atau dahak). Keadaan yang lanjut berupa batuk
darah haematoemesis karena terdapat pembuluh darah yang cepat.
Kebanyakan batuk darah pada TBC terjadi pada dinding bronkus.
c. Sesak nafas
Pada gejala awal atau penyakit ringan belum dirasakan sesak nafas.
Sesak nafas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut dimana
infiltrasinya sudah setengah bagian paru-paru.
d. Nyeri dada
Gejala ini dapat ditemukan bila infiltrasi radang sudah sampai pada
pleura, sehingga menimbulkan pleuritis, akan tetapi, gejala ini akan
jarang ditemukan.
e. Malaise
Penyakit TBC paru bersifat radang yang menahun. Gejala malaise
sering ditemukan anoreksia, berat badan makin menurun, sakit kepala,
meriang, nyeri otot dan keringat malam. Gejala semakin lama semakin
berat dan hilang timbul secara tidak teratur.

5. Cara Penularan
Penyakit tuberkulosis ditularkan dari orang ke orang oleh transmisi
melalui udara. Individu terinfeksi, melalui:
a. Berbicara
b. Batuk
c. Bersin
d. Tertawa
e. Menyanyi

6. Pencegahan
a. Pencegahan primer
Berikan tuberkulosis skin test kepada orang yang mengalami tanda dan
gejala atau pemeriksaan hasil laboratorium abnormalitas yang diduga
secara klinis tuberkulosis aktif, orang yang kontak dengan penderita TB
atau diduga TBC aktif sebara klinis, orang yang beresiko tinggi, hasil
rontgen abnormal.
b. Pencegahan sekunder
• Ajarkan klien dengan TB untuk kontrol mencegah organisme
dengan memakai masker, menutup mulut bila batuk dan membuang
sputum dengan benar.
• Evaluasi seseorang yang skin test TB positif tetapi tidak aktif
menderita untuk terapi pencegahan dengan obat isoniazid.
c. Pencegahan tersier
• Klien harus menjalankan terapi pengobatan dengan obat anti
tuberkulosis secara tuntas dan lengkap.
• Mengubah, mencegah dan menangani tingkah laku seseorang yang
mengalami perawatan TB.

7. Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik


a. Pemeriksaan Laboratorium
• Kultur Sputum : Positif untuk Mycobacterium tuberculosis pada
tahap aktif penyakit
• Ziehl-Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan
cairan darah) : Positif untuk basil asam-cepat.
• Tes kulit (Mantoux, potongan Vollmer) : Reaksi positif (area
indurasi 10 mm atau lebih besar, terjadi 48-72 jam setelah injeksi
intradcrmal antigen) menunjukkan infeksi masa lalu dan adanya
antibodi tetapi tidak secara berarti menunjukkan penyakit aktif.
Reaksi bermakna pada pasien yang secara klinik sakit berarti bahwa
TB aktif tidak dapat diturunkan atau infeksi disebabkan oleh
mikobakterium yang berbeda.
• Anemia bila penyakit berjalan menahun
• Leukosit ringan dengan predominasi limfosit
• LED meningkat terutama pada fase akut umumnya nilai tersebut
kembali normal pada tahap penyembuhan.
• GDA : mungkin abnormal, tergantung lokasi, berat dan sisa
kerusakan paru.
• Biopsi jarum pada jaringan paru : Positif untuk granuloma TB;
adanya sel raksasa menunjukkan nekrosis.
• Elektrolit : Dapat tak normal tergantung pada lokasi dan beratnya
infeksi; contoh hiponatremia disebabkan oleh tak normalnya retensi
air dapat ditemukan pada TB paru kronis luas.
b. Radiologi
• Foto thorax
Infiltrasi lesi awal pada area paru atas simpanan kalsium lesi sembuh
primer atau efusi cairan perubahan menunjukan lebih luas TB dapat
termasuk rongga akan fibrosa. Perubahan mengindikasikanTB yang
lebih berat dapat mencakup area berlubang dan fibrous. Pada foto
thorax tampak pada sisi yang sakit bayangan hitam dan diafragma
menonjol ke atas.
• Bronchografi
Merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan bronchus
atau kerusakan paru karena TB.
• Gambaran radiologi lain yang sering menyertai TBC adalah
penebalan pleura, efusi pleura atau empisema, penumothoraks
(bayangan hitam radio lusen dipinggir paru atau pleura).
c. Pemeriksaan fungsi paru
Penurunan kualitas vital, peningkatan ruang mati, peningkatan rasio
udara residu: kapasitas paru total dan penurunan saturasi oksigen
sekunder terhadap infiltrasi parenkim/fibrosis, kehilangan jaringan paru
dan penyakit pleural.

8. Komplikasi
TBC paru bila tidak ditangani dengan benar dan baik akan
menimbulkan komplikasi. Komplikasi terdiri atas:
a. Komplikasi dini
• Pleuritis.
• Efusi pleura.
• Empiema.
• Laringitis.
• Menjalar ke organ lain (otak, tulang, ginjal, kulit dan usus).
b. Komplikasi lanjut
• Obstruksi jalan nafas (Sindrom Obstruksi Pasca Tuberkulosis).
• Kerusakan parenkim berat (SOPT/Fibrosis Paru, Kor Pulmonal).
• Amiloidosis.
• Karsinoma paru.
• Sindrom Gagal Nafas Dewasa (ARDS), sering terjadi pada TB
milier dan kavitas TB.

9. Penatalaksanaan
Tuberkulosis paru diobati terutama dengan agens kemoterapi (agens
antituberkulosis) periode 6-12 bulan.
Lima garis depan digunakan adalah:
Isoniazid (INH): 5 mg/Kg/hr (IM/PO)
Rifamfisin (RIF): 10 mg/Kg/hr (PO)
Etambutol (EMB): 15-25 mg/Kg/hr (PO)
Streptomisin (SM): 15 mg/Kg/Hr (IM)
Pirazinamid (PZA): 15 – 30 mg/Kg/hr (PO)

Obat-obat baris kedua adalah:


Kapreomisin: 15 – 30 mg/Kg/Hr (IM)
Kanamicin: 15 – 30 mg/Kg/Hr (IM)
Etionamid: 15 – 20 mg/Kg/Hr (PO)
Natrium para amino salisilat: 150 mg/Kg/Hr (PO)
Sikloserin: 15 mg/Kg (PO)

C. Landasan Teoritis Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Identitas
Identitas pada klien harus diketahui diantaranya: nama, umur, agama,
pendidikan, pekerjaan, suku / bangsa, alamat, jenis kelamin, status
perkawinan, dan penanggungjawab.
b. Riwayat Kesehatan
• Keluhan utama
Keluhan yang sering menyebabkan klien dengan TB meminta
pertolongan tenaga kesehatan, dapat dibagi menjadi dua golongan:
1) Keluhan respiratoris, meliputi :
- Batuk nonproduktif/produktif atau sputum bercampur darah
- Batuk darah, seberapa banyak darah yang keluar atau hanya
berupa bercak-bercak darah
- Nyeri dada
2) Keluhan sistematis, meliputi :
- Demam, timbul pada sore atau malam hari mirip demam
influenza, hilang timbul, dan semakin lama semakin panjang
serangannya
- Keluhan sistematis lain : keringat malam, anoreksia,
penurunan berat badan, dan malaise.
• Riwayat penyakit saat ini
Pengkajian ringkas dengan PQRST dapat memudahkan melakukan
pengkajian.
Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi faktor
penyebab sesak nafas, apakah sesak nafas berkurang apabila
beristirahat?
Quality of Pain: seperti apa rasa sesak nafas yang dirasakan atau
digambarkan klien, apakah rasa sesaknya seperti tercekik atau susah
dalam melakukan inspirasi atau kesulitan dalam mencari posisi yang
enak dalam melakukan pernapasan?
Region: dimana rasa berat dalam melakukan pernapasan?
Severity of Pain: seberapa jauh rasa sesak dirasakan klien?
Time: berapa lama rasa nyeri berlangsung, kapan, bertambah buruk
pada malam hari atau siang hari, apakah gejala timbul mendadak,
perlahan atau seketika itu juga, apakah timbul terus-menerus atau
hilang timbul.
• Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian yang mendukund adalah apakah klien pernah menderita
TB sebelumnya, keluhan batuk lama pada masa kecil, tuberkulosis
dari organ lain, pembesaran kelenjar getah bening. Tanyakan
mengenai obat-obat yang biasa diminum oleh klien pada masa lalu
yang relevan, meliputi obat OAT dan antitusif. Kaji penurunan berat
badan dalam enam bulan terakhir.
• Riwayat penyakit keluarga
Secara patologi, TB paru tidak diturunkan tetapi perawat perlu
menanyakan apakah penyakit ini pernah dialami oleh anggota
keluarga lainnya sebagai faktor predisposisi di dalam rumah.

c. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada klien TB paru meliputi pemeriksaan fisik umum
per sistem dari observasi keadaan umum, pemeriksaan tanda-tanda vital,
B1 (breathing), B2 (blood), B3 (brain), B4 (bowel), dan B6 (bone), serta
pemeriksaan fisik fokus pada B1 dengan pemeriksaan yang menyeluruh
pada sistem pernafasan.

❖ Tanda-tanda Vital
Hasil pemeriksaan tanda-tanda vital pada klien dengan TB paru
biasanya didapatkan peningkatan suhu tubuh secara signifikan,
frekuensi nafas meningkat apabila disertai dengan sesak nafas, denyut
nadi meningkat seiring peningkatan suhu tubuh dan frekuensi
pernafasan, dan tekanan darah biasanya sesuai dengan adanya
penyakit penyulit seperti hipertensi.

❖ Pemeriksaan fisik fokus TB paru


B1 (breathing)
Inspeksi
Bentuk dada dan gerakan pernafasan
Biasanya pasien TB paru tampak kurus sehingga terlihat adanya
penurunan proporsi diameter bentuk dada antero-posterior
dibandingkan proporsi diameter lateral. Pada klien TB paru minimal
dan tanpa komplikasi, biasanya gerakan pernafasan tidak mengalami
perubahan. Meskipun demikian, jika terdapat komplikasi yang
melibatkan kerusakan luas parenkim paru biasanya pasien akan
terlihat sesak nafas, peningkatan frekuensi nafas, dan penggunaan otot
bantu pernafasan.

Batuk dan sputum


Pada klien TB biasanya didapatkan batuk produktif yang disertai
peningkatan produksi sekret dan sekresi sputum yang purulen.

Palpasi
Palpasi trakea
Pada TB paru dapat disertai adanya efusi pleura masif dan
pneumothoraks akan mendorong posisi trakea ke arah berlawanan dari
sisi sakit.

Gerakan dinding thoraks


Gerakan dada saat bernafas biasanya normal dan seimbang antara
bagian kanan dan kiri. Adanya penurunan gerakan dinding pernafasan
biasanya ditemukan pada klien TB paru dengan kerusakan parenkim
yang luas.

Gerakan suara (fremitus vokal)


Kapasitas untuk merasakan bunyi pada dinding dada disebut taktil
fremitus. Adanya penurunan taktil fremitus pada klien dengan TB
paru biasanya ditemukan pada klien yang disertai komplikasi efusi
pleura masif sehingga hantaran suara menurun karena transmisi
getaran suara harus melewati cairan yang berakumulasi di rongga
pleura.

Perkusi
Pada klien dengan TB paru minimal tanpa komplikasi, biasanya akan
didapatkan bunyi resonan atau sonor pada seluruh lapang paru. Pada
klien dengan TB paru yang disertai komplikasi seperti efusi pleura
akan didapatkan bunyi redup sampai pekak pada sisi yang sakit sesuai
banyaknya akumulasi cairan di rongga pleura. Apabila disertai
pneumothoraks, akan didaptkan bunyi hiperresonan.

Auskultas
Pada klien dengan TB paru didapatkan bunyi nafas tambahan (ronkhi)
pada sisi yang sakit. Bunyi yang terdengar melalui stetoskop ketika
klien berbicara disebut sebagai resonan vokal. Klien dengan TB paru
yang disertai komplikasi seperti efusi pleura dan pneumothoraks akan
didapatkan penurunan resonan vokal pada sisi yang sakit.
2. Perumusan Diagnosa (NANDA), Penentuan Kriteria Hasil (NOC), dan Perumusan Intervensi Keperawatan (NIC)

NO DIAGNOSA NOC NIC


1. Bersihan jalan nafas 1. Status pernapasan : patensi jalan napas 1. Pemasukan udara pada jalan napas dan stabilisasi
tidak efektif b.d Definisi : tingkatan dimana jalan lintas Definisi: pemasukan atau pemberian bantuan dengan insersi dan
penumpukan sekret trancheobronchial tetap terbuka stabilisasi jalan nafas buatan.
pada jalan nafas. Indikator : Tindakan:
• Pasien tidak mengalami demam • Memeriksa adanya dyspnea, dengkur , atau pernapasan burung
• Pasien tidak mengalami ansietas ketika pernapasan dengan oro/nasoparing.
• Pasien tidakak mengalami sesak napas • Mengubah jalan napas oro/nasoparing setiap hari dan memasukkan
• Kecepatan napas klien di dalam rentang mukosa.
yang diharapkan • Mendengarkan bunyi nafas sebelum memompa manset esopaghus
• Klien mampu mengeluarkan sputum dari dari eoa.
jalan napas • Memilih alat bantu nafas dengan volume yang tinggi dan tekanan
• Pasien tidak mengeluarkan bunyi pada yang rendah.
saat bernapas • Membantu dengan pemasukan pipa endotrakea dengan
mengumpulkan intubasi yang diperlukan dan alat-alat pada saat
keadaan darurat.
2. Status pernapasan : pertukaran gas • Memposisikan pasien , memberikan obat , dan memeriksa
Definisi : pertukaran co2 atau o2 di dalam komplikasi selama pemasukan pipa alat bantu nafas.
alveolar untuk menjaga konsentrasi gas • Memberi informasi mengenai prosedur intubasi pada pasien dan
arteri keluarga.
Indikator : • Mendengarkan bunyi dada setelah intubasi.
• Klien merasa nyaman saat bernapas
• Klien tidak mengalami dispne pada saat 2. Pengaturan jalan napas
bernapas Definisi: memfasilitasi jalan nafas.
• Klien tidak mengalami dispne pada saat Tindakan:
mengerahkan tenaga • Membuka jalan nafas dengan cara dagu diangkat atau rahang
• Klien tidak mengalami kurang istirahat ditinggikan.
• Klien tidak mengalami sianosis • Memposisikan pasien agar mendapatkan ventilasi yang maksimal.
• Kondisi pao2 klien dalam batas normal • Mengidentifikasi pasien berdasarkan penghirupan nafas yang
• Kondisi paco2 klien dalam batas normal potensial pada jalan nafas.
• Kondisi saturasi o2 klien dalam batas • Penghirupan nafas melalui mulut atau nasopharing.
normal • Memberikan terapi fisik pada dada.
• Tidal akhir klien masih di dalam rentang • Mengeluarkan sekret dengan cara batuk atau penyedotan.
yang diharapkan • Mendorong pernapasan yang dalam, lambat, bolak-balik, dan batuk.
• Menginstruksikan bagaimana batuk yang efektif.
• Hasil x-ray dada klien masih di dalam • Mendengarkan bunyi nafas, mancatat daerah yang mangalami
rentang yang diharapkan penurunan atau ada tidaknya ventilasi dan adanya bunyi tambahan.
• Perfusi ventilasi masih di dalam rentang • Mengajarkan pasien bagaimana penghirupan nafas yang tepat.
yang diharapkan • Memposisikan pasien untuk mengurangi dyspnea.
• Memeriksa keadaan pernafasan dan oksigen.
3. Status pernapasan : ventilasi
Definisi : perpindahan udara di dalam dan 3. Pembersihan jalan napas
di luar paru-paru Definisi:mengeluarkan secret/cairan pada jalan nafas dengan cara
Indikator : memasukkan kateter penyedot ke dalam mulut sampai trakea .
• Kedalaman napas klien dalam kondisi Tindakan:
normal • Menentukan kebutuhan penyedotan pada mulut dan/atau trakea.
• Klien mampu berbicara • Mendengarkan bunyi nafas sebelum dan sesudah penyedotan.
• Klien tidak mengerutkan bibir pada saat • Menginformasikan pada pasien dan keluarga mengenai penyedotan.
bernapas • Poemberian obat penenang.
• Klien tidak mengalami orthopnea • Melakukan pencegahan umum: memakai sarung tangan, kacamata
• Klien tidak mengalami napas pendek debu, dan masker.
• Klien tidak mengalami tactile fremitus • Menyisipkan bunyi sengau untuk memfasilitasi penyedotan pada
• Bunyi perkusi klien masih dalam batas nasotrakea.
normal
• Bunyi auskultasi klien masih dalam batas • Menginstruksikan pasien untuk mengambil nafas dalam beberapa
normal kali sebelum penyedotan di nasotrakea dan menggunakan oksigen
• Kondisi bronchophony klien masih dalam tambahan.
batas normal • Menggunakan alat yang steril untuk setiap penyedotan di trakea.
• Kondisi egophony klien masih dalam • Menginstruksikan pasien untuk mengambil nafas dalam secara
batas normal perlahan-lahan selama pemasukan kateter penyedotan melalui
• Volume tidal klien masih dalam batas nasotrakea.
normal • Memeriksa keadaan oksigen pasien (tingkat sa2o2 dan svo2) dan
• Kapasitas vital klien masih dalam batas keadaan hemodynamic (tingkat map dan irama cardiac) sebelum,
normal selama, dan sesudah penyedotan.
• Uji fungsi paru klien masih dalam batas • Berdasarkan durasi dari setiap penyedotan trakea dan melihat
normal respon pasien terhadap penyedotan.
• Melakukan penyedotan oropharing setelah menyelesaikan
penyedotan trakea.
• Membersihkan daerah di sekitar trakea setelah melakukan
penyedotan di trakea.
• Menghentikan penyedotan di trakea dan memberikan oksigen
tambahan jika pasien pernah mengalami bradikardia, penambahan
di ventrikel ectopy.
• Teknuk penyedotan yang bervariasi berdasarkan respon klinik
pasien.
• Mencata tipe dan jumlah secret yang ada.
• Menjadikan secret sebagai indicator untuk tes kebudayaan dan
sensitivitas.
• Memberi arahan pada pasien atau keluarga tentang bagaimana
penyedotan pada jalan nafas.

4. Peningkatan batuk
Definisi: pengambilan nafas dalam oleh pasien dengan yang menderita
tekanan intratorak yang tinggi dan mengompres parenchyma paru-paru
untuk mengeluarkan air.
Tindakan :
• Memeriksa hasil tes fungsi paru-paru, bagian dari kapasitas vital,
kekuatan inspirasi maksimal, kekuatan volume ekspirasi dalam 1
detik (fev1), dan fev1/fvc2, dengan tepat.
• Membantu memposisikan pasien pada posisi duduk dengan kepala
agak sedikit fleksi, lengan reflex, dan lutut fleksi.
• Membantu pasien mengambil beberapa kali nafas dalam.
• Membantu pasien mengambil nafas dalam, selam 2 detik, dan
membatukan 2 atau 3 kali berturut-turut.
• Menginstruksikan pasien untuk menghirup nafas dalam,
melengkung sedikit ke depan, melakukannya tiga atau empat
kegusaran (glottis buka lagi).
• Menginstruksikan pasien untuk mengambil beberapa kali nafas
dalam, menghembuskannya perlahan-lahan, dan membatukkan
pada terakhir hembusan.
• Memulai teknik penurunan dinding dada lateral/rusuk selama tahap
ekspirasi batuk.
• Menginstruksikan pasien untuk batuk yang dimulai dengan
penghirupan nafas secara maksimal.
2. Gangguan Status pernapasan Manajemen jalan nafas
pertukaran gas b.d Indikator : aktifitas :
ketidakseimbangan • Jumlah pernapasan diharapkan normal • posisikan klien pada posisi yang memudahkan untuk bernafas
perfusi ventilasi • Ritme pernapasan diharapkan normal dengan ventilasi yang besar
• Kedalaman pernapasan diharapkan • keluarkan sekresi melalui batuk yang efektif atau pengisapan
normal • mendorong bernafas dalam dan batuk yang efektif untuk
mengeluarkan spuctum
• Klien diharapkan tidak mengalami sesak • instruksikan bagaimana batuk yang efektif untuk mengeluarkan
nafas saat istirahat spuctum
• klien diharapkan tidak mengalami batuk • ajarkan klien bagaimana menarik nafas yang seharusnya (tehnik
lagi nafas dalam)
• Sianosis sudah tidak ada • posisikan klien untuk mengurangi sesak nafas
• Klien diharapkan tidak merasakan lelah • monitor status pernafasan dan oksigenasi
• mengajarkan cara batuk efektif dengan bantuan pembebatan.
Status pernafasan : Pertukaran Gas • Pemberian mukolitik dan hidrasi
Indikator :
• Kebutuhan jumlah oksigen terpenuhi Monitor respirasi
• Keseimbangan pertukaran jaringan aktifitas :
• Klien diharapkan tidak mengalami sesak • monitor jumlah, ritme dan usaha untuk bernafas.
nafas saat istirahat • Catat pergerakan dada, lihat kesimetrisan, penggunaan otot bantu
• Tidak gelisah saat beristirahat nafas dan reaksi otot supraklavikula dan interkosta
• Tidak terjadi sianosis • Monitor bunyi nafas
• Tidak somnolence • Catat jenis batuk
• Tidak mengalami kerusakan kognitif • Auskultasi bunyi paru
• Pemasangan WSD untuk mengurangi akumulasi udara di kavum
pleura
3. Ketidakseimbangan 1. Status Nutrisi : Intake Makanan Dan 1. Manajemen Nutrisi
nutrisi kurang dari Cairan Defenisi: Membantu dan mengatur keseimbangan intake makanan dan
kebutuhan tubuh b.d Definisi: tingkat nutrisi yang dapat cairan
malaise dan memenuhi kebutuhan metabolik Tindakan:
anoreksia Indikator : • Menanyakan apakah pasien mempunyai alergi terhadap makanan
• Intake nutrisi klien dalam keadaan • Menetukan makanan pilihan pasien
normal • Menentukan jumlah kalori dan jenis zat makanan yang diperlukan
• Intake makanan dan cairan klien dalam untuk memenuhi nutrisi, ketika berkolaborasi dengan ahli
keadaan normal makanan, jika diperlukan
• Energi klien dalam keadaan baik • Tunjukkan intake kalori yang tepat sesuai tipe tubuh dan gaya
• Berat badan klien dalam keadaan normal hidup
• Anjurkan menambah intake zat besi makanan, jika diperlukan
2. Status Nutrisi : Intake makanan dan • Memberi makanan yang sehat, bersih, dan lunak, jika diperlukan
Cairan • Memberi pasien makanan dan minuman tinggi protein, tinggi
Definisi : jumlah makanan yang masuk ke kalori, dan bernutrisi yang siap dikonsumsi, jika diperlukan
dalam tubuh lebih dari 24 jam • Menimbang berat badan pasien pad jarak waktu yang tepat
Indikator :
• Intake makanan yang masuk melalui 2. Mengontrol Nutrisi
mulut klien dalam keadaan normal Defenisi: Mengumpulkan dan menganalisis data pasien untuk
mencegah atau memperkecil malnutrisi.
• Intake cairan yang masuk melalui mulut Tindakan:
klien dalam keadaan normal • Menimbang berat badan pasien pada jarak yang ditentukan
• Intake cairan klien dalam keadaan normal • Memantau gejala kekuranagan dan penambahan berat badan
• Mengontrol turgor kulit, jika diperlukan
3. Status Nutrisi : Intake Nutrisi • Memantau kekeringan, tipisnya rambut sehingga mudah rontok
Indikator : • Memantau gusi saat menelan, karang gigi, dan penambahan luka
• Intake kalori klien dalam keadaan normal • Mengontrol mual dan muntah
• Intake protein klien dalam keadaan • Memantau pengukuran lapisan kulit: lapisan kulit trisep, lingkar
normal otot lengan, dan lingkar lengan
• Intake lemak klien dalam keadaan normal • Mengontrol albumin, jumlah protein, hemoglobin, dan tingkat
• Intake karbohidrat klien dalam keadaan hematocrit
normal • Mengontrol jumlah limfosit dan elektrolit
• Intake vitamin klien dalam keadaan
normal 3. Mengontrol Berat Badan
• Intake besi klien dalam keadaan normal Defenisi: Membantu memelihara penambahan berat tubuh dengan
• Intake kalsium klien dalam keadaan optimal
normal Tindakan:
• Bicarakan dengan pasien hubungan antara intake makanan, latihan,
penambahan berat badan, dan kekurangan berat badan
4. Pengontrolan Berat Badan • Bicarakan dengan pasien kondisi medis yang dapat mempengaruhi
Definisi : hasil tindakan seseorang dalam berat badan
mencapai dan memelihara berat badan • Memberitahu resiko kelebihan dan kekurangan berat badan
optimum untuk kesehatan • Memberi motivasi pada pasien untuk merubah kebiasaan makan
Indikator : • Menentukan ideal berat tubuh pasien
• Klien mampu memantau berat badan
dengan benar
• Klien menjaga intake kalori optimal
harian
• Klien mampu menjaga keseimbanagan
cairan
• Klien mampu mencapai berat badan
optimum
• Klien mampu memelihara berat badan
optimum
LAPORAN KASUS
3.1 DATA KLINIS

✓ Nama : Ny. S

✓ No. MR : 95.54.41

✓ Usia : 59 Th

✓ TB : 148 cm BB: 50Kg

✓ LILA : 25 cm

✓ Suhu : 37ºC

✓ Nadi : 88 x / menit. Nadi kuat

✓ Tekanan Darah : Lengan Kanan : 130/90 mmHg

✓ Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

3.2 Pengkajian

1. Alasan di rawat di Rumah sakit

Pasien masuk rumah sakit melalui poli klinik setelah tiba di RSUD Tapan
pasien mengeluh sesak nafas.

2. Riwayat Kesehatan Sekarang

Pada saat pengkajian, pasien mengeluh batuk dan sesak nafas sejak 3
minggu yang lalu.. Pasien mengatakan badan terasa lemah.. Pasien
mengatakan saat ini mengalami penurunan nafsu makan. Makanan yang
diberikan dari rumah sakit hanya habis ¼ porsi. Pasien mengatakan
mengalami penurunan berat badan kira-kira 3kg. Pasien mengatakan BAK
hanya keluar sedikit-sedikit berwarna kuning pekat dan BAB tidak ada
keluhan.
3. Riwayat Kesehatan Dahulu

Pasien mengatakan dahulu pernah operasi payudara sekitar 4 tahun yang


lalu.

4. Riwayat Kesehatan Keluarga

Pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit


yang sama.

POLA FUNGSIONAL GORDON

1. POLA PERSEPSI DAN PENANGANAN KESEHATAN

Persepsi terhadap penyakit : pasien mengatakan tidak percaya ketika


didiagnosa TBC, karena tidak ada keluarga yang menderita penyakit yang sama.

PENGGUNAAN:

Tembakau : ( √ ) tidak

Alkohol : ( √ ) tidak

Obat lain : ( √ ) tidak

Alergi (obat-obatan, makanan,plester, zat warna): ( √ ) tidak

Obat-obatan warung/tanpa resep: ( √ ) ya

Jika sakit kepala klien sering memakan obat Paramex warung.

2. POLA NUTRISI / METABOLISME

Nafsu makan : ( √ ) menurun

Perubahan BB 6 Bulan terakhir : klien mengatakan penurunan berat badan


sekitar 3 kg dalam 6 bulan terakhir.

Kesulitan Menelan ( disfagia) : tidak

Gigi : atas ( lengkap) bawah ( lengkap) banyak


caries
Riwayat masalah kulit/ penyembuhan : (√ ) kering

Makanan tambahan dari luar : Tidak ada

Gambaran diet klien dalam sehari dirumah :

makan pagi : nasi + lauk pauk + sayur (1/4 dari porsi makan)

makan siang : nasi + lauk pauk + sayur (1/4 dari porsi makan)

makan malam : nasi + lauk pauk + sayur (1/4 dari porsi makan)

Pantangan / alergi : tidak ada

3. POLA ELIMINASI

Kebiasaan Defekasi : 1 x frekuensi defekasi/hari

Konstipasi (-) diare (-)

Kebiasaan Berkemih : Frekuensi 5-6 kali/hari. Warna kuning pekat

Nokturia (-), hematuria (-), Inkontinensia (-)

4. POLA AKTIVITAS / OLAHRAGA

Kemampuan merawat diri :

0 = Mandiri 1 = dengan alat bantu 2 = bantuan dari orang lain

3 = Bantuan peralatan dan orang lain 4 = tergantung / tidak mampu

0 1 2 3 4

Makan/ minum √
Mandi

Berpakaian/ berdandan √

Toileting √

Mobilisasi di tempat √
tidur

Berpindah √

Berjalan √

Menaiki tangga √

Berbelanja √

Memasak √

Pemeliharaan rumah √

Kekuatan otot :

555 555

555 555

o massa dan tonus otot baik

Keluhan saat beraktivitas : lemah, lelah dan letih serta sesak nafas saat
beraktivitas

5. POLA ISTIRAHAT / TIDUR :

Kebiasaan : 5-6 jam / malam (√ ) tidur siang jam 14.00

Masalah : (√ ) terbangun
6. POLA KOGNITIF – PERSEPSI

Status mental : (√ ) sadar

Bicara : (√ ) normal

Bahasa sehari-hari : (√ ) bahasa Indonesia

Kemampuan membaca bahasa indonesia (√ ) ya

Kemampuan berkomunikasi (√ ) ya

Kemampuan memahami (√ ) ya

Tingkat ansietas (√ ) sedang

Keterampilan interaksi (√ ) tepat

Pendengaran : DBN

Pengihatan : Rabun jauh

Vertigo : -

Ketidaknyamanan/ nyeri : tidak ada

7. POLA HUBUNGAN

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Status pekerjaan : (√ ) tidak bekerja

Sistem pendukung : ( ) pasangan, ( ) tetangga/teman, (√ ) keluarga

tinggal berjauhan

8. POLA KOPING-TOLERANSI STRESS

Perhatian utama tentang perawatan di RS atau penyakit ( finansial,


perawatan diri) : perawatan klien di rumah sakit ditanggung oleh BPJS,
klien hanya menginginkan agar segera dapat sembuh dan kembali
kerumah.
Kehilangan/ perubahan besar di masa lalu : Klien mengatakan sangat
kehilangan masa-masa kehidupan sehatnya, dimana Ny. S ingin sekali
kembali sehat dan beraktifitas seperti sedia kala.

Hal yang dilakukan saat ada masalah : pasien selalu berdiskusi dan
melibatkan anaknya dalam pengambilan keputusan.

Keadaan emosi dalam sehari-hari : keadaan emosi sehari – hari


klien cemas, akibat penyakit yang diderita.

9. POLA KEYAKINAN- NILAI

Agama : ( √ ) Islam

Pantangan keagamaan : ( √ ) tidak

Pengaruh agama dalam kehidupan : pasien menyadari bahwa sakit yang


dideritanya merupakan ujian dari Allah swt. Pasien ikhlas menerimanya.
Pasien menganggap penyakit ini sebagai penghapus dosa.

Permintaan kunjungan rohaniawan pada saat ini : ( √) tidak

10. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan diagnostik :

1. EKG dengan hasil kardiomegali (+), bising(-)

Pemeriksaan laboratorium tanggal 11 November 2016 :

Hb : 12,5 g/dl n (12-16)

Leukosit : 11.780 /mm3 ꜛ (5.000-10.000)

Trombosit : 160.000 /mm3 n (150.000 – 400.000)

Hematokrit : 38% n (37-43)


11. PEMERIKSAAN FISIK

GAMBARAN

Tanda Vital TD : 130/90 mmHg Suhu : 37C

N : 88 x /I P : 32 x / i

Kulit mukosa kering, ikterik (-), lesi (-), sianosis (-)

Kepala Simetris, tidak ada nodul.

Leher sakit menelan (-), pembesaran kelenjar getah bening (-).

Tyroid : JVP : 5 + 2 cmH2O

Mata simetris dan lengkap, konjungtiva anemis -/-, sklera


ikterik -/-

Hidung simetris, lesi polip (-), kemerahan (-).

Telinga simetris, cairan berbau (-).

Mulut Bibir pucat, mukosa bibir kering.

Dada

1. Jantung I : Ictus tidak terlihat

P: ictus teraba 1 jari ICS V

Pe: pekak batas ICS VI

A: irama teratur

2. Paru I : simetris, lesi (-) menggunakan otot bantu pernafasan


(+)

P: premitus ki=ka, nyeri tekan (-)

Pe: sonor, cairan (-), massa (-)


A: Bronkovesikuler whezing (-), ronkhi ( -)

Abdomen I : perut tidak membuncit

P: Hepar/Lien tidak teraba

Pe: Timpani

A: BU (+)

Ekstremitas Atas ROM aktif, edema (-)

Ekstremitas bawah ROM pasif, edema (-)

Analisa Data

No Analisa data Diagnose

1 DS : Pola nafas tidak efektif

- Pasien mengatakan sesak

- Pasien mengatakan lemah dan lelah

DO :

- Pasien tampak sesak.

- RR : 32 x/menit

- Penggunaan otot bantu pernafasan (+)

4 DS : Intoleransi aktivitas

- Pasien mengatakan lemah


- Pasien mengatakan sesak nafas bila
beraktivitas berat

DO :

- TD : 130/90 mmHg

- Pasien tampak lemah

- Pasien tampak sesak

Diagnosa Keperawatan, NOC, dan NIC

Diagnosa NOC NIC

1. Pola nafas Status respirasi 1. Manajemen jalan nafas


tidak efektif Kriteria Hasil :
✓ Buka jalan nafas dengan
b.d kelelahan ✓ Rata-rata pernafasan
teknik mengangkat dagu
dalam batas normal
atau dengan mendorong
✓ Irama pernafasan
rahang sesuai keadaan
dalam rentang yang
diharapkan ✓ Posisikan pasien untuk

✓ Kedalaman memaksimalkan

pernafasan ventilasi yang potensial

✓ Tidak ada ✓ Posisikan pasien untuk


penggunaan otot- mengurangi dispnu
otot bantu
✓ Monitor pernafasan dan
pernafasan
status oksigen
✓ Tidak ada dipnea
✓ Auskultasi bunyi nafas
saat istirahat
✓ Auskultasi bunyi
pernafasan dalam 2.Terapi Oksigen
rentang yang ✓ Bersihkan sekresi mulut,
diharapkan hidung dan trakea

✓ Jaga kepatenan jalan


napas

✓ Sediakan peralatan
oksigen, system
humidifikasi

✓ Pantau aliran oksigen

✓ Pantau posisi peralatan


yang menyalurkan
oksigen pada pasien

✓ Secara teratur pantau


jumlah oksigen yang
diberikan pada pasien
sesuai dengan indikasi

✓ Pantau kemampuan
pasien mentoleransi
pemindahan oksigen
sambil makan

✓ Pantau tanda keracunan


oksigen dan tanda
hipoventilasi yang
dipengaruhi oksigen

✓ Monitor kecemasan
pasien terhadap
oksigenasi.

2. Intoleransi Perawatan diri Manajemen energi


aktivitas b.d
Indikator :
ketidakseimbangan ✓ Keseimbangan ✓ Tentukan pembatasan
oksigen istirahat dan tidur aktivitas fisik pasien
dengan aktifitas
✓ Jelaskan tanda yang
✓ Asupan makanan menyebabkan kelemahan
untuk mengurangi pada pasien
penyakit
✓ Memonitor respon
✓ Didampingi keluarga kardiorespirasi selama
aktivitas

✓ Monitor pola tidur

✓ Anjurkan bedrest

✓ Lakukan ROM
aktif/pasif

✓ Monitor respon
oksigenasi pasien

No Diagnosa Implementasi Evaluasi

1. Pola nafas tidak 1. Membuka jalan nafas S : pasien mengatakan sesak


efektif b.d dengan teknik mengangkat berkurang
kelelahan dagu atau dengan
Pasien mengatakan sesak
mendorong rahang sesuai
ketika dibuka oksigen
keadaan.
Pasien mengatakan lemah dan
2. Memposisikan pasien semi
lelah
fowler untuk
memaksimalkan ventilasi.

3. Memonitor pernafasan O : pasien tampak sesak

4. Mengauskultasi bunyi RR : 28 x/menit


nafas
5. Memberikan terapi O2 3 A : Masalah pola nafas tidak
Liter efektif belum teratasi

6. Memantau aliran oksigen

7. Memantau posisi peralatan P: Intervensi dilanjutkan


yang menyalurkan oksigen
- Semifowler
pada pasien
- Monitor pernafasan
8. Monitor kecemasan pasien
terhadap oksigenasi. - Terapi O2 3L

- Pantau aliran O2

2. Intoleransi 1. Menentukan pembatasan S: pasien mengatakan masih


aktivitas b.d aktivitas fisik pasien lemah dan sesak
ketidakseimbangan
2. Memonitor respon
oksigen
kardiorespirasi selama
O : pasien tampak sesak
aktivitas
Fatigue (+)
3. Memonitor pola tidur

4. Menganjurkan bedrest
A: malasah intoleransi
5. Melakukan ROM aktif dan
aktivitas belum teratasi
pasif

P : Intervensi dilanjutkan

- Pantau kardiorespirasi

- Bedrest

- Monitor pola tidur

- ROM aktif dan pasif


DAFTAR PUSTAKA

Brunner, Suddarth. 2013. Buku Ajar Kperewatan Medikal Bedah, edisi 8 vol.3.
Jakarta: EGC.
Bullechek,Gloria M.2004.Nursing Interventions Classification.USA:EGC
Jhonson, Marion., Meridean Maas. 2012. Nursing Outcomes Classification (NOC).
St. Louis: Mosby
Johnson, M., Maas, M., and Moorhead, Sue. 2000. Nursing Outcomes
Classification. USA : EGC.
McCloskey, Joanne C., Bullechek, Gloria M. 2012. Nursing Interventions
Classification (NIC). St. Loui: Mosby.
NANDA. 2010. Nursing Diagnoses: Definitions & Classification 2005-2006.
Philadelphia: NANDA International.
Nurarif, Amir dan Kusuma, Hardi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Media dan Nanda NIC-NOC. Jilid 2. Yogyakarta:
Medication Publishing.
Price and Wilson. 2005. Patofisiologi, Konsep Klinis Prose-proses Penyakit.
Jakarta : EGC.
Sjamsuhidajat, R. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : EGC.
Smeltzer and Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.
Wiley-Blackwell.2009. Nanda Internasional, Nursing Diagnosis. UK : EGC

Anda mungkin juga menyukai