OLEH :
1. Definisi
Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit infeksi pada saluran nafas bawah
yang menular disebabkan mycobakterium tuberkulosa yaitu bakteri batang tahan
asam baik bersifat patogen atau saprofit dan terutama menyerang parenkim paru.
2. Anatomi Fisiologi
Paru adalah struktur elastik yang dibungkus dalam sangkar toraks, yang
merupakan suatu bilik udara kuat dengan dinding yang dapat menahan tekanan.
Paru-paru ada dua, merupakan alat pernafasan utama, paru-paru mengisi rongga
dada, terletak di sebelah kanan dan kiri dan di tengah dipisahkan oleh jantung
beserta pembuluh darah besarnya dan struktur lainnya yang terletak di dalam
mediastinum. Mediastinum adalah dinding yang membagi rongga toraks menjadi
dua bagian.
Setiap paru dibagi menjadi lobus-lobus. Paru kiri terdiri atas lobus atas dan
bawah. Sementara paru kanan mempunyai lobus atas, tengah dan bawah. Setiap
lobus lebih jauh dibagi lagi menjadi segmen yang dipisahkan oleh fisurel yang
merupakan perluasan pleura. Dalam setiap lobus paru terdapat beberapa divisi-
divisi bronkus. Pertama adalah bronkus lobaris (tiga pada paru kanan dan pada
paru kiri). Bronkus lobaris dibagi menjadi bronkus segmental (sepuluh pada paru
kanan dan delapan pada paru kiri). Bronkus segmental kemudian dibagi lagi
menjadi bronkus sub segmental.
Bronkus ini dikelilingi oleh jaringan ikat yang memiliki arteri, limfotik dan
syaraf. Bronkus subsegmental membantu percabangan menjadi bronkiolus.
Bronkiolus membantu kelenjar submukosa yang memproduksi lendir yang
membentuk selimut tidak terputus untuk laposan bagian dalam jalan nafas.
Bronkus dan bronkiolus juga dilapisi sel-sel yang permukaannya dilapisi oleh silia
dan berfungsi untuk mengeluarkan lendir dan benda asing menjauhi paru-paru
menuju laring. Bronkiolus kemudian membentuk percabangan menjadi bronkiolus
terminalis yang tidak mempunyai kelenjar lendir dan silia. Bronkiolus terminalis
kemudian menjadi saluran transisional antara kalan udara konduksi dan jalan udara
pertukaran gas. Bronkiolus respiratori kemudian mengarah ke dalam duktus
alveolus dan jakus alveolar kemudian alveoli. Pertukaran oksigen dan
karbondioksida terjadi di dalam alveoli. Paru terbentuk oleh sekitar 300 juta
alveoli. Terdapat tiga jenis sel-sel alveolar, yaitu tipe I adalah sel membentuk
dinding alveolar. Sel-sel alveolar tipe II adalah sel-sel yang aktif secara metabolik,
mensekresi sufraktan, suatu fostolipid yang melapisi permukaan dalam dan
mencegah alveolar agar tidak kolaps. Sel alveoli tipe III adalah makrofag yang
merupakan sel-sel fagosit besar yang memakan benda asing, seperti lendir dan
bakteri, bekerja sebagai mekanisme pertahanan yang penting (Smeltzer & Bare,
2002).
3. Patofisiologis
2. Batuk/batuk berdarah
gejala ini bayak ditemukan.batuk terjadi karena adanya iritasi pada
bronkus.batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar.
Karena terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak sama.mungkin saja
batuk baru ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni
setelah minggu-mimggu atau berbulan-bulan peradangan bermula.sifat batuk
dimulai dari batuk kering (non-produktif) kemudian setelah timbul peradagan
menjadi produktif(menghasilkal sputum). keadaan yang lanjut adalah berupa
batuk darah karena terdapat pembuuh darah yang pecah.kebanyakan batuk
darah pada tuberkulusis terjadi pada kavitas,tetapi dapat juga terjadi pada
ulkus dinding bronkus.
3. sesak bernafas
pada penyakit ringan (baru tumbuh)belum dirasakan sesak nafas.sesak nafas
akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut,yang infiltrasinya sudah
meliputi setengah bagian paru-paru dan takipneu.
4. nyeri dada
gejala ini agak jarang ditemukan.nyeri dada timbul bila infiltrasinya radang
sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis .terjadi gesekan
kedua pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan napasnya.
6. Komplikasi
Komplikasi Penyakit TB paru bila tidak ditangani dengan benar akan
menimbulkan komplikasi seperti: pleuritis, efusi pleura, empiema, laringitis,TB usus
Menurut Depkes RI (2002), merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada penderita
tuberculosis paru stadium lanjut yaitu :
Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau karena tersumbatnya
jalan napas.
Atelektasis (paru mengembang kurang sempurna) atau kolaps dari lobus
akibat retraksi bronchial.
Bronkiektasis (pelebaran broncus setempat) dan fibrosis (pembentukan
jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
Pneumotorak spontan: kolaps spontan karena kerusakan jaringan Paru.
Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, dan ginjal.
Insufisiensi kardio pulmoner
7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Sputum
Pemeriksaan sputum ini penting karena dengan ditemukannya kuman BTA
pada sputum seseorang sudah dapat didiagnosa tuberkulosis paru.Pemeriksaan sputum
juga dapat mengevaluasi pengobatan yang sudah diberikan. Pemeriksaan ini
mudah dan murah, tapi kadang-kadang sulit untuk mendapatkan sampel sputum.
Apabila ditemui kesulitan dalam mendapatkan sampel maka dapat dilakukan hal
sebagai berikut :
Pada pemeriksaan sputum pasien dianjurkan minum air sebanyak +2liter dan
dianjurkan melakukan reflex batuk
Memberi tambahan obat-obat mukolitik eks-pektoran atau dengan inhalasi larutan
garam hipertonik selama 20-30 menit.
Sputum yang diperiksa terdiri dari 3 spesimen, yaitu :
Dahak setempat pertama ketika pasien datang
Dahak pagi hari berisi semua dahak yang terkumpul selama 1-2 jam pertama
Dahak setempat kedua ketika pasien kembali membawa dahak pagi hari.
Cara pemeriksaan sediaan sputum yang dilakukan adalah :
Pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop biasa
Dengan sediaan pulasan yang dipakai ialah menurut Wright-Giemza, pulasan gram
dan pulasan terhadap kuman tahan asam, yang penting adalah Ziehl-Nesslen dan
pulasan gram.Untuk pemeriksaan gram lebih bermakna, sebaiknya sputum yang
diperoleh dicuci beberapa kali dengan larutan gram steril supaya kuman-kuman yang
melekat hanya pada unsur-unsur sputum dan yang tidak berasal dari bronkus menjadi
hanyut.Jika hendak memakai sputum yang dipekatkan terlebih dulu untuk mencari
bakteri tahan asam, carilah sebagian dari sputum ituyang berkeju atau yang purulent
untuk dijadikan sediaan yang lebih tipis.
Pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop fluoresense dengan sinar
ultraviolet.Walaupun sensitivitasnya tinggi sangat jarang dilakukan karena pewarnaan
yang dipakai (auraminro-damin) dicurigai bersifat karsinogenik.
Pemeriksaan biakan Setekah 4-6 minggu penanaman sputum dalam medium
biakan koloni kuman Tuberkulosis mulai tampak.Bila setelah 1 minggu pertumbuhan
koloni tidak juga tampak biakan dinyatakan negative.Sediaan yang dipakai yaitu
Lowenstein Jensen, kudoh atau ogawa.
Saat ini sudah dikembangkan pemeriksaan biakan sputum BTA dengan cara bactee
(bactee 400 radio metric system) dimana kuman sudah dapat dideteksi dalam 7-10
hari. Disamping itu dengan teknik Polimerase Chain Rection (PCR) dapat dideteksi
kuman BTA lebih cepat. Hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya dua
dari tiga specimen hasilnya positif. Bila hanya satu specimen yang positif perlu
diadakan pemeriksaan lebih lanjut foto rontgen dada atau pemerisaan sputum
Sewaktu, Pagi, Sewaktu (SPS) diulang :
a. Kalau hasil rontgen mendukung tuberkulosis paru, maka penderita di diagnosis
sebagai penderita tuberkulosis paru BTA positif.
b. Kalau hasil rontgen tidak mendukung tuberkulosis paru maka pemeriksaan dahak
diulangi dengan SPS lagi.
Apabila fasilitas memnungkinkan maka dapat dilakukan pemeriksaan biakan.
Bila 3 spesimen dahak hasilnya negative, diberikan antibiotic spectrum luas (missal :
contrimocsasol atau amoksisilin) Selama 1-2 minggu, bila tidak ada perubahan,
namun gejala klinis tetap mencurigakan tuberkulosis paru, ulangi pemeriksaan dahak
SPS.
a. Kalau hasil SPS positive, maka didiagnosis sebagai penderita tuberkulosis paru BTA
positive
b. Kalau hasil SPS tetap negative, dilakukan pemeriksaan foto rontgen dada, untuk
mendukung diagnosis tuberkulosis paru
1) Bila hasil rontgen mendukung tuberkulosis paru, didiagnosis sebagai penderita
tuberkulosis paru BTA negative rontgen positive
2) Bila hasil rontgen tidak mendukung tuberkulosis paru, pendrita tersebut bukan
tuberkulosis paru
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat alur prosedur diagnostic untuk suspek tuberkulosis
paru pada bagian berikut ini.
Tes Tuberkulin
Biasanya dipakai tes mantoux yakni dengan menyuntikan 0,1 cc tuberculin
P.P.D (puriviet protein derivative) intrakutan berkekuatan 5 T.U (Intermediate
Streng). Tes tuberculin hanya digunakan untuk menentukan apakah seorang individu
sedang atau pernah mengalami infeksi M.Tuberculosa, M.bofis, vaksinasi BCG dan
mycobacteria pathogen lainnya.Dasar tes tuberculin ini adalah reaksi alergi tipe
lambat. Pada penularan dengan kuman pathogen baik yang virulen maupun tidak
tubuh manusia akan mengadakan reaksi imunologi dengan dibentuknya antibody
seluler pada permulaan dan kemudian diikuti oleh pembentukan antibody humoral
yang perannya akan menekan antibody seluler. Bila pembentukan antibody seluler
cukup misalnya pada penularan dengan kuman yang sngat virulen dan jumlah kuman
yang sangat besar atau pada keadaan dimana pembentukan antibody humoral amatlah
berkurang maka akan mudah terjadi penyakit sesudah penularan.
Setelah 48-72 jam tuberculin disuntikkan, akan timbul reaksi berupa indurasi
kemerah-merahan yang terdiri dari infiltrasi limfosit yakni reaksi persenyawaan
antara antibody selular dan antigen tuberculin. Banyak sedikitnya reaksi
persenyawaan antibody seluler dan antigen tuberculin amat dipengaruhi oleh antibody
humoral, makin besar pengaruh antibody humoral makin kecil indurasi yang
dihasilkan.
Untuk pasien dengan HIV positive, tes mantoux kurang lebih 5 mm, dinilai positive.
Pemeriksaan Darah
Pemeriksaan ini kurang mendapatkan perhatian karena hasilnya kadang-
kadang meragukan, hasilnya tidak sensitive dan tidak spesifik.Pada saat tuberkulosis
paru mulai aktifakan mendapatkan jumlah leukosit yang sedikit meninggi dengan
hitung jenis pergeseran ke kiri.Jumlah limfosit masih dibawah normal.Laju endap
darah mulai meningkat.Bila penyakit mulai sembuh jumlah leukosit kembali normal
dan jumlah limfosit masih meninggi.Laju endap darah mulai turun kea rah normal
lagi.
Hasil pemeriksaan darah lain didapatkan juga :
a) Anemia ringan dengan gambaran normokrom dan normositer.
b) Gama globulin meningkat
c) Kadar natrium darah menurun.
Diagnosis
Dari uraian-uraian sebelumnya tuberkulosis paru cukup mudah dikenal mulai
dari keluhan-keluhan klinis, gejala-gejala, kelainan fisis, kelainan radiologis sampai
dengan kelaianan bakteriologis. Tetapi dalam prakteknya tidaklah selalu mudah
menegakkan diagnosisnya. Menurut American Thoracic Society dan WHO 1964
diagnosis pasti tuberkulosis paru adalah dengan menemukan kuman Mycobacterium
tuberculose dalam sputum atau jaringan paru secara biakan. Tidak semua pasien
memberikan sediaan atau biakan sputum ysng positif Karena kelainan paru yang
belum berhubungan dengan bronkus atau pasien tidak bias membatukkan sputumnya
dengan baik. Kelainan baru jelas setelah penyakit berlanjut sekali. Di Indonesia agak
sulit menerapkan diagnosis di atas karena fasilitas laboratorium yang sangat terbatas
untuk pemeriksaan biakan. Sebenarnya dengan menemukan kuman BTA dalam
sediaan sputum secara mikroskopik biasa, sudah cukup untuk memastikan diagnosis
tuberkulosis paru, Karena kekerapan Mycobacterium atypic di Indonesia sangat
rendah. Sesungguhnya begitu hanya 30-70%saja dari seluruh kasus tuberkulosis paru
yang dapat didiagnosis secara bakteriologis.
Diagnosis tuberkulosis paru masih banyak ditegakkan berdasarkan kelainan
klinisdan radiologis saja. Kesalahan diagnosis dengan cara ini cukuip banyak
sehingga memberikan efek terhadap pengobatan yang sebenarnya tidak diperlukan.
Oleh sebba itu dalam diagnosis , tuberkulosis paru sebaiknya dicantumkan status
klinis, status radiologis dan status kemoterapi. WHO tahun 1991 memberikan criteria
pasien tuberkulosis paru.
a) Pasien dengan sputum BTA positif : 1. Pasien yang pada pemeriksaan
sputumnya secara mikroskopis ditemukan BTA, sekurang-kurangnya
pada 2 x pemeriksaan, atau 2. Satu sediaan sputumnya positif disertai
kelainan radiologis yang sesuai dengan gambaran TB aktif, atau 3.
Satu sediaan sputumnya positif disertai bukan biakannya postifif.
b) Pasien dengan sputum BTA negative: 1. Pasien yang pada pemeriksaan
secara mikroskopis tidak ditemukan BTA sedikitnyapada 2 x
pemeriksaan tetapi gambaran radiologis sesuai dengan TB aktif atau 2.
Pasien yang ada pemeriksaan sputumnya secara mikroskopis tidak
ditemukan BTA sama sekali, tetapi pada biakannya positif.
Di samping TB paru terdapat juga TB ekstra paru, yakni pasien dengan
kelainan histologis atau dengan gambaran klinis sesuai dengan TB aktif atau pasien
dengan satu sediaan dari organ ekstra parunya menunjukkan hasil bakteri M.
tuberculosae .
Diluar pembagian tersebut diatas pasien digolongkan lagfi berdasarkan
riwayat penyakitnya, yakni :
Kasus baru, yakni pasien yang tidak mendapat obat anti TB lebih dari 1 bulan.
Kasus kambuh, yakni pasien yang pernah dinyatakan sembuh dari TB, tetapi
kemudian timbul lagi TB aktifnya.
Kasus gagal (smear positive fallure), yakni :
- Pasien yang sputum BTA-nya tetap positif setelah mendapat obat anti TB
lebih dari 5 bulan, atau
- Pasien yag menghentikan pengobatannya setelah mendapat obat anti TB 1-5
bulan dan sputum BTA-nya positif.
Kasus kronik, yakni pasien yang sputum BTAnya tetap positif setelah mendapat
pengopbatan ulang (retreatment) lengkap yang disupervisi dengan baik.
Hal lain yang agak jarang ditemukan adalah cryptic tuberculosis. Disini pemeriksaan
radiologis dan laboratorium / sputum menunjukkan hasil negative dan kelainan klinisnya
sangat minimal (biasanya demam saja dan dianggap sebagai fever of unknown origin.
Diagnosis diberikan berdasarkan percobaan terapi dengan obat anti tuberkulosis seperti
INH + etambutol selama 2 minggu. Bila keluhan membaik terapi dengan obat anti
tuberkulosis diteruskan sebagaimana mestinya. Bila tidak ada perbaikan maka obat-obat
di atas dihentikan.
8. Penatalaksanaan Medis
A. Pencegahan
a. Pemeriksaan kontak, yaitu pemeriksaan terhadap individu yang bergaul erat
dengan penderita tuberculosis paru BTA positif.
b. Mass chest X-ray, yaitu pemeriksaan missal terhadap kelompok – kelompok
populasi tertentu misalnya : karyawan rumah sakit, siswa – siswi pesantren.
c. Vaksinasi BCG d. Kemofolaksis dengan menggunakan INH 5 mg/kgBB
selama 6 – 12 bulan dengan tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi
bakteri yang masih sedikit.
d. Komunikasi, informasi, dan edukasi tentang penyakit tuberculosis kepada
masyarakat.
B. Pengobatan Tuberkulosis paru diobati terutama dengan agen kemoterapi
( agen antituberkulosis ) selama periode 6 sampai 12 bulan. Lima medikasi
garis depan digunakan adalah Isoniasid ( INH ), Rifampisin ( RIF ),
Streptomisin ( SM ), Etambutol ( EMB ), dan Pirazinamid ( PZA ).
Kapremiosin, kanamisin, etionamid, natrium para-aminosilat, amikasin, dan
siklisin merupakan obat – obat baris kedua
A. Pengkajian
a) Data Subyektif
Pasien mengatakan sesak nafas
Pasien mengatakan batuk keluar dahak
b) Data Obyektif
Pasien tampak sesak, batuk berdahak,
Pasien tampak meringis
B. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental, kelemahan
upaya batuk buruk.
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi mukopurulen dan kekurangan
upaya batuk.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan permukaan efek paru.
Kerusakan membran di alveolar, kapiler, sekret kevtal dan tebal
4. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses peradangan
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah,
anoreksia.
6. Gangguan pada istirahat tidur berhubungan dengan sesak nafas dan batuk
7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan dan inadekuat oksigenasi untuk
aktivitas
8. Kurang pengetahuan mengenai kondisi aturan tindakan dan pencegahan berhubungan
dengan jalan interpretasi inibrasi, keterbatasan kognitif
9. Resiko tinggi infeksi terhadap penyebaran berhubungan dengan pertahan primer
adekuat, kerusakan jaringan penakanan proses inflamasi, malnutrisi
C. Perencanaan
a) Prioritas Keperawatan
c) Intervensi
1) Kaji fungsi pernafasan contoh bunyi nafas, kecepatan, irama, dan
kelemahan dan penggunaan otot bantu.
Rasional : Peningkatan bunyi nafas dapat menunjukkan
atelektasis, ronchi, mengi menunjukkan akumulasi
sekret/ketidakmampuan untuk membersihkan jalan nafas yang dapat
menimbulkan penggunaan otot akseseri pernafasan dan peningkatan
kerja pernafasan.
c) Intervensi
1) Kaji kualitas dan kedalaman pernafasan penggunaan otot aksesoris,
catat setiap perubahan
Rasional : Kecepatan biasanya meningkat, dispnea terjadi
peningkatan kerja nafas, kedalaman pernafasan dan bervariasi
tergantung derajat gagal nafas.
2) Pastikan pada diet biasa pasien yang disukai atau tidak disukai.
Rasional : membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan
pertimbangan keinginan individu dapat memperbaiki masukan diet.
3) Selidiki anoreksia, mual dan muntah dan catat kemungkinan hubungan
dengan obat, awasi frekuensi, volume konsistensi feces.
Rasional : Dapat mempengaruhi pilihan diet dan
mengidentifikasi area pemecahan masalah untuk meningkatkan
pemasukan atau penggunaan nutrien.
6. Gangguan pola istirahat tidur berhubungan dengan sesak nafas dan batuk.
D. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir proses keperewatan untuk
melengkapi proses keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaan telah
berhasil dicapai, melalui evaluasi memungkinkan perawatan untuk memonitor
kealpaan yang terjadi selama tahap pengkajian, analisa perencanaan dan
pelaksanaan tindakan. Meskipun tahap evaluasi diletakkan pada akhir proses
keperawatan , tetapi evaluasi merupakan bagian integral pada setiap tahap
proses keperawatan. Diagnosa juga perlu dievaluasi untuk menentukan
apakah realistik dapat dicapai dan efektif.
Daftar Pustaka
Bambang Ruswanto.2010. Analisis Spasial Sebaran Tuberkulosis paru ditinjau dari Faktor
Lingkungan Dalam dan Luar Rumah Di Kabupaten pekalongan.diakses dari
http://eprints.undip.ac.id/23875/1/BAMBANG_RUSWANTO.pdf. tanggal : 14 juni 2012
Anonim, 2012, Asuhan Keperawatan Tb Paru, diakses tanggal 30 Oktober 2012 jam
09.03 dari http://akperpemprov.jatengprov.go.id/
Dewi, Kusma . 2011. Laporan Pendahuluan Pada Pasien Dengan Tuberkulosis Paru.
Diakses tanggal 30 Oktober 2012 jam 10.15 dari http://www.scribd.com /doc/52033675/
E. WOC
Mycobacterium tuberculosis
Saluran pernafasan
Gangguan pola
istirahat tidur
Bersihan jalan
nafas tidak
efektif