Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN TUBERCOLOSIS

OLEH :

NAMA : PUTU AWANDA ARYADIPTA


NIM : 2014901126

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI
2020/2021
LAPORAN PENDAHULUAN

A. Konsep Teori Kebutuhan.

1. Definisi

Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit infeksi pada saluran nafas bawah
yang menular disebabkan mycobakterium tuberkulosa yaitu bakteri batang tahan
asam baik bersifat patogen atau saprofit dan terutama menyerang parenkim paru.

Gejala sistemik pada umumnya penderita akan mengalami demam. Demam


tersebut berlangsung pada waktu sore dan malam hari disertai dengan keluar
keringat dingin meskipun tanpa kegiatan, kemudian kadang hilang. Gejala ini akan
timbul lagi beberapa bulan seperti demam influenza biasa dan seolah-olah sembuh
(tidak demam lagi).Gejala lain adalah malaise (seperti perasaan lesu) yang bersifat
kronik diserti rasa tidak enak badan, lemah, lesu, pegal-pegal, nafsu makan
berkurang, badan semakin kurus, pusing, serta mudah lelah. Gejala sistemik ini
terdapat baik pada tuberkulosis paru maupun tuberkulosis yang menyerang organ
lain. (Bambang Ruswanto,2010)

2. Anatomi Fisiologi

Paru adalah struktur elastik yang dibungkus dalam sangkar toraks, yang
merupakan suatu bilik udara kuat dengan dinding yang dapat menahan tekanan.
Paru-paru ada dua, merupakan alat pernafasan utama, paru-paru mengisi rongga
dada, terletak di sebelah kanan dan kiri dan di tengah dipisahkan oleh jantung
beserta pembuluh darah besarnya dan struktur lainnya yang terletak di dalam
mediastinum. Mediastinum adalah dinding yang membagi rongga toraks menjadi
dua bagian.

Mediastinum terbentuk dari dua lapisan pleura. Semua struktur toraks


kecuali paru-paru terletak diantara kedua lapisan pleura. Bagian terluar paru-paru
dilindungi oleh membran halus dan licin yang disebut pleura yang juga meluas
untuk membungkus dinding interior toraks dan permukaan superior diafragma,
sedangkan pleura viseralis melapisi paru-paru. Antara kedua pleura ini terdapat
ruang yang disebut spasium pleura yang mengandung sejumlah kecil cairan yang
melicinkan permukaan dan memungkinkan keduanya bergeser dengan bebas
selama ventilasi.

Setiap paru dibagi menjadi lobus-lobus. Paru kiri terdiri atas lobus atas dan
bawah. Sementara paru kanan mempunyai lobus atas, tengah dan bawah. Setiap
lobus lebih jauh dibagi lagi menjadi segmen yang dipisahkan oleh fisurel yang
merupakan perluasan pleura. Dalam setiap lobus paru terdapat beberapa divisi-
divisi bronkus. Pertama adalah bronkus lobaris (tiga pada paru kanan dan pada
paru kiri). Bronkus lobaris dibagi menjadi bronkus segmental (sepuluh pada paru
kanan dan delapan pada paru kiri). Bronkus segmental kemudian dibagi lagi
menjadi bronkus sub segmental.

Bronkus ini dikelilingi oleh jaringan ikat yang memiliki arteri, limfotik dan
syaraf. Bronkus subsegmental membantu percabangan menjadi bronkiolus.
Bronkiolus membantu kelenjar submukosa yang memproduksi lendir yang
membentuk selimut tidak terputus untuk laposan bagian dalam jalan nafas.
Bronkus dan bronkiolus juga dilapisi sel-sel yang permukaannya dilapisi oleh silia
dan berfungsi untuk mengeluarkan lendir dan benda asing menjauhi paru-paru
menuju laring. Bronkiolus kemudian membentuk percabangan menjadi bronkiolus
terminalis yang tidak mempunyai kelenjar lendir dan silia. Bronkiolus terminalis
kemudian menjadi saluran transisional antara kalan udara konduksi dan jalan udara
pertukaran gas. Bronkiolus respiratori kemudian mengarah ke dalam duktus
alveolus dan jakus alveolar kemudian alveoli. Pertukaran oksigen dan
karbondioksida terjadi di dalam alveoli. Paru terbentuk oleh sekitar 300 juta
alveoli. Terdapat tiga jenis sel-sel alveolar, yaitu tipe I adalah sel membentuk
dinding alveolar. Sel-sel alveolar tipe II adalah sel-sel yang aktif secara metabolik,
mensekresi sufraktan, suatu fostolipid yang melapisi permukaan dalam dan
mencegah alveolar agar tidak kolaps. Sel alveoli tipe III adalah makrofag yang
merupakan sel-sel fagosit besar yang memakan benda asing, seperti lendir dan
bakteri, bekerja sebagai mekanisme pertahanan yang penting (Smeltzer & Bare,
2002).

3. Patofisiologis

Penularan tuberculosis paru terjadi karena kuman


dibersinkan atau dibatukkan keluar menjadi droplet nuclei dalam
udara. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1-2 jam,
tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan
kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap kuman dapat tahan selama
berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang
sehat akan menempel pada jalan nafas atau paru- paru. Partikel dapat masuk
ke alveolar bila ukurannya kurang dari 5 mikromilimeter.
Tuberculosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas
perantara sel. Sel efektornya adalah makrofag sedangkan limfosit (biasanya sel
T) adalah imunoresponsifnya. Tipe imunitas seperti ini basanya lokal,
melibatkan makrofag yang diaktifkan ditempat infeksi oleh limposit dan
limfokinnya. Raspon ini desebut sebagai reaksi hipersensitifitas (lambat).
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi
sebagai unit yang terdiri dari 1-3 basil. Gumpalan basil yang besar cendrung
tertahan dihidung dan cabang bronkus dan tidak menyebabkan penyakit (
Dannenberg 1981).
Setelah berada diruang alveolus biasanya dibagian bawah lobus atas
paru- paru atau dibagian atas lobus bawah, basil tuberkel ini membangkitkan
reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak didaerah tersebut dan
memfagosit
bakteria namun tidak membunuh organisme ini. Sesudah hari-hari pertama
leukosit akan digantikan oleh makrofag . Alveoli yang terserang akan mengalami
konsolidasi dan timbul gejala pneumonia akut. Pneumonia seluler akan sembuh
dengan sendirinya, sehingga tidak ada sisa atau proses akan berjalan terus dan
bakteri akan terus difagosit atau berkembang biak didalam sel. Basil juga
menyebar melalui getah bening menuju kelenjar getah bening regional. Makrofag
yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga
membentuk sel tuberkel epiteloid yang dikelilingi oleh limposit. Reaksi ini butuh
waktu 10-20 hari.
Nekrosis pada bagian sentral menimbulkan gambangan seperti keju yang
biasa disebut nekrosis kaseosa. Daerah yang terjadi nekrosis kaseosa dan jaringan
granulasi disekitarnya yang terdiri dari sel epiteloid dan fibroblast menimbulkan
respon yang berbeda.Jaringan granulasi menjadi lebih fibrosa membentuk jaringan
parut yang akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel.
Lesi primer paru dinamakn fokus ghon dan gabungan terserangnya kelenjar
getah bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks ghon. Respon lain
yang dapat terjadi didaerah nekrosis adalah pencairan dimana bahan cair lepas
kedalam bronkus dan menimbulkan kavitas. Materi tuberkel yang dilepaskan dari
dinding kavitas akan masuk kedalan percabangan trakeobronkhial. Proses ini
dapat terulang lagi kebagian paru lain atau terbawa kebagian laring, telinga tengah
atau usus.
Kavitas yang kecil dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dan meninggalkan
jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda lumen brokus dapat menyempit dan
tertutup oleh jaringan parut yang terdapt dekat dengan perbatasan bronkus rongga.
Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran
penghubung sehingga kavitas penuh dengan bahan perkejuan dan lesi mirip dengan
lesi kapsul yang terlepas. Keadaan ini dapat dengan tanpa gejala dalam waktu lama
atau membentuk lagi hubungan dengan brokus sehingge menjadi peradangan aktif.
Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme
yang lolos dari kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah
kecil, kadang dapat menimbulkan lesi pada oragan lain.
penyeban ini disebut limfohematogen yang biasabya sembuh sendiri.
Penyebaran hematogen biasanya merupakan fenomena akut yang dapat
menyebabkan tuberkulosis milier.Ini terjadi apabila fokus nekrotik merusak
pembuluh darah sehingga banyak organisme yang masuk kedalam sistem vaskuler
dan tersebar keorgan-organ lainnya.
4. Etiologi

Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh basil


mikrobakterium tuberkulosis tipe humanus, sejenis kuman yang yang berbentuk
batang dengan ukuran panjang 1-4/mm dan tebal 0,3-0,6/mm. Sebagian besar
kuman terdiri atas asam lemak (lipid).
Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap asam (asam alkkohol)
sehingga disebut bakteri tahan asam (BTA) dan ia juga lebih tahan terhadap
gangguan kimia dan fisis. Kuman dapat bertahan hidup pada udara kering maupun
dingin (dapat tahan bertaun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman
bersifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit lagi dan menjadikan
tuberculosis menjadi aktif lagi. Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini
menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi oksigennya.
Dalam hal ini tekanan bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari pada bagian
lainnya, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit
tuberkulosis.
Kuman ini tahan hidup pada udara kering maupun dalam keadaan dingin
(dapat tahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman berada
dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan
menjadikan tuberkulosis aktif kembali. Sifat lain kuman adalah aerob. Sifat ini
menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang tinggi kandungan
oksigennya. Dalam hal ini tekanan bagian apikal paru-paru lebih tinggi dari pada
bagian lainnya, sehingga bagian apikal ini merupakan tempat predileksi penyakit
tuberkulosis.
Basil mikrobakterium tersebut masuk kedalam jaringan paru melalui saluran
napas (droplet infection) sampai alveoli, maka terjadilah infeksi primer (ghon)
selanjutnya menyebar kekelenjar getah bening setempat dan terbentuklah primer
kompleks (ranke). keduanya dinamakan tuberkulosis primer, yang dalam
perjalanannya sebagian besar akan mengalami penyembuhan. Tuberkulosis paru
primer, peradangan terjadi sebelum tubuh mempunyai kekebalan spesifik terhadap
basil mikobakterium.
Tuberkulosis yang kebanyakan didapatkan pada usia 1-3 tahun. Sedangkan
yang disebut tuberkulosis post primer (reinfection) adalah peradangan jaringan
paru oleh karena terjadi penularan ulang yang mana di dalam tubuh terbentuk
kekebalan spesifik terhadap basil tersebut.
5. Manifestasi Klinis
Keluhan yang diraskan pasien pasien tuberkulosis dapat bermacam-
macam atau malah banyak ditemukan TB paru tanpa keluhan sama sekali
dalam pemeriksaan kesehatan .keluhan yang terbanyak:
1. Demam
Biasanya subfebril menyerupai demam influenza. Tetapi kadang-kadang pana
0
badan dapat mencapai 40-41 Celsius. Serangan demam pertama dapat
sembuh sebentar ,tetapi kemudian dapat timbul kembali. Begitulah seterusnya
hilang timbul demam influenza ini ,sehingga pasien merasa tidak pernah
terbeba dari serangan demam influenza. Keadaan ini sangat terpengaruh oleh
daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman tuberkolosis
masuk.

2. Batuk/batuk berdarah
gejala ini bayak ditemukan.batuk terjadi karena adanya iritasi pada
bronkus.batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk radang keluar.
Karena terlibatnya bronkus pada setiap penyakit tidak sama.mungkin saja
batuk baru ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni
setelah minggu-mimggu atau berbulan-bulan peradangan bermula.sifat batuk
dimulai dari batuk kering (non-produktif) kemudian setelah timbul peradagan
menjadi produktif(menghasilkal sputum). keadaan yang lanjut adalah berupa
batuk darah karena terdapat pembuuh darah yang pecah.kebanyakan batuk
darah pada tuberkulusis terjadi pada kavitas,tetapi dapat juga terjadi pada
ulkus dinding bronkus.
3. sesak bernafas
pada penyakit ringan (baru tumbuh)belum dirasakan sesak nafas.sesak nafas
akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut,yang infiltrasinya sudah
meliputi setengah bagian paru-paru dan takipneu.

4. nyeri dada
gejala ini agak jarang ditemukan.nyeri dada timbul bila infiltrasinya radang
sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis .terjadi gesekan
kedua pleura sewaktu pasien menarik/melepaskan napasnya.

5. Malaise dan kelelahan


Penyakit tuberculosis bersifat radang menahun, gejala malaise sering ditemukan
berupa anaoreksia tidak ada nafsu makan,badan makin kurus (berat badan
turun), sakit kepala, keringat malam, dll. Selain itu juga terjadi kselitan tidur
pada malam hari. Gejala malaise ini makin lama makin berat dan terjadi ilang
timbul secara tidak teratur.

6. Komplikasi
Komplikasi Penyakit TB paru bila tidak ditangani dengan benar akan
menimbulkan komplikasi seperti: pleuritis, efusi pleura, empiema, laringitis,TB usus
Menurut Depkes RI (2002), merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada penderita
tuberculosis paru stadium lanjut yaitu :
 Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat
mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau karena tersumbatnya
jalan napas.
 Atelektasis (paru mengembang kurang sempurna) atau kolaps dari lobus
akibat retraksi bronchial.
 Bronkiektasis (pelebaran broncus setempat) dan fibrosis (pembentukan
jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru.
 Pneumotorak spontan: kolaps spontan karena kerusakan jaringan Paru.
 Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, dan ginjal.
 Insufisiensi kardio pulmoner
7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Sputum
Pemeriksaan sputum ini penting karena dengan ditemukannya kuman BTA
pada sputum seseorang sudah dapat didiagnosa tuberkulosis paru.Pemeriksaan sputum
juga dapat mengevaluasi pengobatan yang sudah diberikan. Pemeriksaan ini
mudah dan murah, tapi kadang-kadang sulit untuk mendapatkan sampel sputum.
Apabila ditemui kesulitan dalam mendapatkan sampel maka dapat dilakukan hal
sebagai berikut :
 Pada pemeriksaan sputum pasien dianjurkan minum air sebanyak +2liter dan
dianjurkan melakukan reflex batuk
 Memberi tambahan obat-obat mukolitik eks-pektoran atau dengan inhalasi larutan
garam hipertonik selama 20-30 menit.
Sputum yang diperiksa terdiri dari 3 spesimen, yaitu :
 Dahak setempat pertama ketika pasien datang
 Dahak pagi hari berisi semua dahak yang terkumpul selama 1-2 jam pertama
 Dahak setempat kedua ketika pasien kembali membawa dahak pagi hari.
Cara pemeriksaan sediaan sputum yang dilakukan adalah :
 Pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop biasa
Dengan sediaan pulasan yang dipakai ialah menurut Wright-Giemza, pulasan gram
dan pulasan terhadap kuman tahan asam, yang penting adalah Ziehl-Nesslen dan
pulasan gram.Untuk pemeriksaan gram lebih bermakna, sebaiknya sputum yang
diperoleh dicuci beberapa kali dengan larutan gram steril supaya kuman-kuman yang
melekat hanya pada unsur-unsur sputum dan yang tidak berasal dari bronkus menjadi
hanyut.Jika hendak memakai sputum yang dipekatkan terlebih dulu untuk mencari
bakteri tahan asam, carilah sebagian dari sputum ituyang berkeju atau yang purulent
untuk dijadikan sediaan yang lebih tipis.
Pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop fluoresense dengan sinar
ultraviolet.Walaupun sensitivitasnya tinggi sangat jarang dilakukan karena pewarnaan
yang dipakai (auraminro-damin) dicurigai bersifat karsinogenik.
Pemeriksaan biakan Setekah 4-6 minggu penanaman sputum dalam medium
biakan koloni kuman Tuberkulosis mulai tampak.Bila setelah 1 minggu pertumbuhan
koloni tidak juga tampak biakan dinyatakan negative.Sediaan yang dipakai yaitu
Lowenstein Jensen, kudoh atau ogawa.
Saat ini sudah dikembangkan pemeriksaan biakan sputum BTA dengan cara bactee
(bactee 400 radio metric system) dimana kuman sudah dapat dideteksi dalam 7-10
hari. Disamping itu dengan teknik Polimerase Chain Rection (PCR) dapat dideteksi
kuman BTA lebih cepat. Hasil pemeriksaan dinyatakan positif apabila sedikitnya dua
dari tiga specimen hasilnya positif. Bila hanya satu specimen yang positif perlu
diadakan pemeriksaan lebih lanjut foto rontgen dada atau pemerisaan sputum
Sewaktu, Pagi, Sewaktu (SPS) diulang :
a. Kalau hasil rontgen mendukung tuberkulosis paru, maka penderita di diagnosis
sebagai penderita tuberkulosis paru BTA positif.
b. Kalau hasil rontgen tidak mendukung tuberkulosis paru maka pemeriksaan dahak
diulangi dengan SPS lagi.
Apabila fasilitas memnungkinkan maka dapat dilakukan pemeriksaan biakan.
Bila 3 spesimen dahak hasilnya negative, diberikan antibiotic spectrum luas (missal :
contrimocsasol atau amoksisilin) Selama 1-2 minggu, bila tidak ada perubahan,
namun gejala klinis tetap mencurigakan tuberkulosis paru, ulangi pemeriksaan dahak
SPS.
a. Kalau hasil SPS positive, maka didiagnosis sebagai penderita tuberkulosis paru BTA
positive
b. Kalau hasil SPS tetap negative, dilakukan pemeriksaan foto rontgen dada, untuk
mendukung diagnosis tuberkulosis paru
1) Bila hasil rontgen mendukung tuberkulosis paru, didiagnosis sebagai penderita
tuberkulosis paru BTA negative rontgen positive
2) Bila hasil rontgen tidak mendukung tuberkulosis paru, pendrita tersebut bukan
tuberkulosis paru
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat alur prosedur diagnostic untuk suspek tuberkulosis
paru pada bagian berikut ini.

Tes Tuberkulin
Biasanya dipakai tes mantoux yakni dengan menyuntikan 0,1 cc tuberculin
P.P.D (puriviet protein derivative) intrakutan berkekuatan 5 T.U (Intermediate
Streng). Tes tuberculin hanya digunakan untuk menentukan apakah seorang individu
sedang atau pernah mengalami infeksi M.Tuberculosa, M.bofis, vaksinasi BCG dan
mycobacteria pathogen lainnya.Dasar tes tuberculin ini adalah reaksi alergi tipe
lambat. Pada penularan dengan kuman pathogen baik yang virulen maupun tidak
tubuh manusia akan mengadakan reaksi imunologi dengan dibentuknya antibody
seluler pada permulaan dan kemudian diikuti oleh pembentukan antibody humoral
yang perannya akan menekan antibody seluler. Bila pembentukan antibody seluler
cukup misalnya pada penularan dengan kuman yang sngat virulen dan jumlah kuman
yang sangat besar atau pada keadaan dimana pembentukan antibody humoral amatlah
berkurang maka akan mudah terjadi penyakit sesudah penularan.
Setelah 48-72 jam tuberculin disuntikkan, akan timbul reaksi berupa indurasi
kemerah-merahan yang terdiri dari infiltrasi limfosit yakni reaksi persenyawaan
antara antibody selular dan antigen tuberculin. Banyak sedikitnya reaksi
persenyawaan antibody seluler dan antigen tuberculin amat dipengaruhi oleh antibody
humoral, makin besar pengaruh antibody humoral makin kecil indurasi yang
dihasilkan.

Klasifikasi tes mantoux intradermal reaksi tuberculin (tuberculin dengan TU PDD) :


a. Indurasi >5mm diklasifikasikan positive dalam kelompok berikut ini :
 Orang dengan HIV positive
 Baru-baru ini kontak dengan orang yang menderita TB
 Orang dengan perubahan fibrotic pada radiografi dada yang sesuai dengan
gambaran TB lama yang sudah sembuh
 Pasien yang menjalani transplantasi organ dan pasien yang mengalami
penekanan imunitas (menerima setara dengan >15 mg/hari pretmisone selama
>1 bulan)
b. Indurasi >10mm diklasifikasikan positive dalam kelompok berikut ini :
 Baru tiba (<5 tahun) dari Negara yang berprevalensi tinggi
 Pemakaian obat-obatan yang disuntikkan
 Penduduk dan pekerja yang berkumpul pada lingkungan yang berisiko tinggi
(penjara, rumah-rumah perawatan, panti jompo, rumah sakit, penampungan
tunawisma)
 Pegawai laboratorium mikrobiologi
 Orang dengan keadaan klinis pada daerah mereka yang berisiko tinggi
 Anak dibawah usia 4 tahun atau anak-anak dan remaja yang terpanjan orang
dewasa kelompok berisiko tinggi
c. Indurasi >15mm, diklasifikasikan positive dalam kelompok berikut ini :
 Orang dengan faktor risiko TB yang tidak diketahui
Biasanya hampir seluruh pasien tuberkulosis memberikan reaksi mantoux yang
positive (99,8%). Kelamahan tes ini juga terdapat positive palsu yakni pada
pemberian BCG atau terinfeksi dengan mycobacterium lain. Negative palsu lebih
banyak ditemui daripada positive palsu.

Hal-hal yang memberikan reaksi tuberculin berkurang (negative palsu) yakni :


 Pasien yang baru 2-10 minggu terpajan tuberkulosis
 Anergi, penyakit sistemik berat (sarkoidosis, LE)
 Penyakit exsantematous dengan panas yang akut : morbilli, cacar air, poliomyelitis
 Reaksi hipersensitivitas menurun pada penyakit limforetikuler (Hodgkin)
 Pemberian kortikosteroid yang lama, pemberian obat-obatan imunosupresi lainnya
 Usia tua, malnutrisi, uremia, penyakit keganasan.

Untuk pasien dengan HIV positive, tes mantoux kurang lebih 5 mm, dinilai positive.

Pemeriksaan Sinar X (Radiologis)


Gambaran rontgen yang memberikan kesan kuat tentang adanya tuberkulosis
adalah :
a) Bagian atas paru menunjukkan bayangan berupa bercak atau bernoduler
b) Kavitas (lubang)
c) Bayangan dengan perkapuran dapat menyebabkan kesulitan dalam diagnosis. Dapat
terjadi pneumonia tau tumor paru di tepat-tepat yang dulunya terdapat tuberkulosis
yang sudah sembuh lalu mengapur.

Bayangan-bayangan lain yang mungkin berkaitan dengan tuberkulosis adalah :


a) Bayangan bentuk oval atau bundar soliter (tuberkuloma)
b) Kelanainan pada hillus dan mediastinum disebabkan oleh pembesaran kelenjar limfe
(complex primer yang bertahan)
c) Bayangan titik-titik kecil yang tersebar (tuberkulosis millier).

Pemeriksaan Darah
Pemeriksaan ini kurang mendapatkan perhatian karena hasilnya kadang-
kadang meragukan, hasilnya tidak sensitive dan tidak spesifik.Pada saat tuberkulosis
paru mulai aktifakan mendapatkan jumlah leukosit yang sedikit meninggi dengan
hitung jenis pergeseran ke kiri.Jumlah limfosit masih dibawah normal.Laju endap
darah mulai meningkat.Bila penyakit mulai sembuh jumlah leukosit kembali normal
dan jumlah limfosit masih meninggi.Laju endap darah mulai turun kea rah normal
lagi.
Hasil pemeriksaan darah lain didapatkan juga :
a) Anemia ringan dengan gambaran normokrom dan normositer.
b) Gama globulin meningkat
c) Kadar natrium darah menurun.

Pemeriksaan tersebut juga tidak spesifik.


Pemeriksaa serologis yang pernah dipakai adalah reaksi takahashi.
Pemeriksaan ini dapat menunjukkan proses tuberkulosis masih aktif atau tidak.
Dengan hasil positive pada titer 1/28.Pemeriksaan ini juga kurang mendapatkan
perhatian karena angka-angka positive palsu dan negative palsunya masih besar.
Belakangan ini juga dipakai pemeriksaan serologis yakni PAP-TB (Perosidase
Anti Peroksida).Prinsip pemeriksaan ini adalah menentukan adanya antibody IgG
yang spesifik tergadap antigen M.tuberculosa.sebagai antigen dipakai polimer
sitoplasma m.tuberkulin van bovis BCG yang dihancurkan secara ultrasonil dan
dipsahkan secara ultrasentrifus. Hasil uji PAP-TB dinyatakan patologis bila pada titer
1:10.000 didapatkan hasil uji PAP-TB positive.Hasil positive palsu kadang-kadang
masih didapatkan pada pasien reumatik, kehamilan dan masa 3 bulan revaksinasi
BCG.Uji ini dapat membantu mengakkan diagnosis TB aktif serta memantau hasil
terapi dan dapat mendeteksi adanya kekambuhan, juga dapat mengidentifikasi TB
aktif baik diluar paru maupun diparu.
Uji serologis lainnya adalah uji mycodot.disini dipakai antigen LAM
(Lipoarabinomanan) yang dilekatkan pada uatu alat yang bebentuk sisir plastic.Sisir
iini dicelupkan kedalam serum pasien. Antibody spesifik anti LAM dalam serum akan
terdeteksi sebagai perubahan warna pada sisir yang intensitasnya sesuai dengan
jumlah antibody.

Diagnosis
Dari uraian-uraian sebelumnya tuberkulosis paru cukup mudah dikenal mulai
dari keluhan-keluhan klinis, gejala-gejala, kelainan fisis, kelainan radiologis sampai
dengan kelaianan bakteriologis. Tetapi dalam prakteknya tidaklah selalu mudah
menegakkan diagnosisnya. Menurut American Thoracic Society dan WHO 1964
diagnosis pasti tuberkulosis paru adalah dengan menemukan kuman Mycobacterium
tuberculose dalam sputum atau jaringan paru secara biakan. Tidak semua pasien
memberikan sediaan atau biakan sputum ysng positif Karena kelainan paru yang
belum berhubungan dengan bronkus atau pasien tidak bias membatukkan sputumnya
dengan baik. Kelainan baru jelas setelah penyakit berlanjut sekali. Di Indonesia agak
sulit menerapkan diagnosis di atas karena fasilitas laboratorium yang sangat terbatas
untuk pemeriksaan biakan. Sebenarnya dengan menemukan kuman BTA dalam
sediaan sputum secara mikroskopik biasa, sudah cukup untuk memastikan diagnosis
tuberkulosis paru, Karena kekerapan Mycobacterium atypic di Indonesia sangat
rendah. Sesungguhnya begitu hanya 30-70%saja dari seluruh kasus tuberkulosis paru
yang dapat didiagnosis secara bakteriologis.
Diagnosis tuberkulosis paru masih banyak ditegakkan berdasarkan kelainan
klinisdan radiologis saja. Kesalahan diagnosis dengan cara ini cukuip banyak
sehingga memberikan efek terhadap pengobatan yang sebenarnya tidak diperlukan.
Oleh sebba itu dalam diagnosis , tuberkulosis paru sebaiknya dicantumkan status
klinis, status radiologis dan status kemoterapi. WHO tahun 1991 memberikan criteria
pasien tuberkulosis paru.
a) Pasien dengan sputum BTA positif : 1. Pasien yang pada pemeriksaan
sputumnya secara mikroskopis ditemukan BTA, sekurang-kurangnya
pada 2 x pemeriksaan, atau 2. Satu sediaan sputumnya positif disertai
kelainan radiologis yang sesuai dengan gambaran TB aktif, atau 3.
Satu sediaan sputumnya positif disertai bukan biakannya postifif.
b) Pasien dengan sputum BTA negative: 1. Pasien yang pada pemeriksaan
secara mikroskopis tidak ditemukan BTA sedikitnyapada 2 x
pemeriksaan tetapi gambaran radiologis sesuai dengan TB aktif atau 2.
Pasien yang ada pemeriksaan sputumnya secara mikroskopis tidak
ditemukan BTA sama sekali, tetapi pada biakannya positif.
Di samping TB paru terdapat juga TB ekstra paru, yakni pasien dengan
kelainan histologis atau dengan gambaran klinis sesuai dengan TB aktif atau pasien
dengan satu sediaan dari organ ekstra parunya menunjukkan hasil bakteri M.
tuberculosae .
Diluar pembagian tersebut diatas pasien digolongkan lagfi berdasarkan
riwayat penyakitnya, yakni :
 Kasus baru, yakni pasien yang tidak mendapat obat anti TB lebih dari 1 bulan.
 Kasus kambuh, yakni pasien yang pernah dinyatakan sembuh dari TB, tetapi
kemudian timbul lagi TB aktifnya.
 Kasus gagal (smear positive fallure), yakni :
- Pasien yang sputum BTA-nya tetap positif setelah mendapat obat anti TB
lebih dari 5 bulan, atau
- Pasien yag menghentikan pengobatannya setelah mendapat obat anti TB 1-5
bulan dan sputum BTA-nya positif.
 Kasus kronik, yakni pasien yang sputum BTAnya tetap positif setelah mendapat
pengopbatan ulang (retreatment) lengkap yang disupervisi dengan baik.
Hal lain yang agak jarang ditemukan adalah cryptic tuberculosis. Disini pemeriksaan
radiologis dan laboratorium / sputum menunjukkan hasil negative dan kelainan klinisnya
sangat minimal (biasanya demam saja dan dianggap sebagai fever of unknown origin.
Diagnosis diberikan berdasarkan percobaan terapi dengan obat anti tuberkulosis seperti
INH + etambutol selama 2 minggu. Bila keluhan membaik terapi dengan obat anti
tuberkulosis diteruskan sebagaimana mestinya. Bila tidak ada perbaikan maka obat-obat
di atas dihentikan.

8. Penatalaksanaan Medis
A. Pencegahan
a. Pemeriksaan kontak, yaitu pemeriksaan terhadap individu yang bergaul erat
dengan penderita tuberculosis paru BTA positif.
b. Mass chest X-ray, yaitu pemeriksaan missal terhadap kelompok – kelompok
populasi tertentu misalnya : karyawan rumah sakit, siswa – siswi pesantren.
c. Vaksinasi BCG d. Kemofolaksis dengan menggunakan INH 5 mg/kgBB
selama 6 – 12 bulan dengan tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi
bakteri yang masih sedikit.
d. Komunikasi, informasi, dan edukasi tentang penyakit tuberculosis kepada
masyarakat.
B. Pengobatan Tuberkulosis paru diobati terutama dengan agen kemoterapi
( agen antituberkulosis ) selama periode 6 sampai 12 bulan. Lima medikasi
garis depan digunakan adalah Isoniasid ( INH ), Rifampisin ( RIF ),
Streptomisin ( SM ), Etambutol ( EMB ), dan Pirazinamid ( PZA ).
Kapremiosin, kanamisin, etionamid, natrium para-aminosilat, amikasin, dan
siklisin merupakan obat – obat baris kedua

B. Tinjauan Teori Askep Kebutuhan Dasar

A. Pengkajian
a) Data Subyektif
Pasien mengatakan sesak nafas
Pasien mengatakan batuk keluar dahak

b) Data Obyektif
Pasien tampak sesak, batuk berdahak,
Pasien tampak meringis
B. Diagnosa Keperawatan

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental, kelemahan
upaya batuk buruk.
2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi mukopurulen dan kekurangan
upaya batuk.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan permukaan efek paru.
Kerusakan membran di alveolar, kapiler, sekret kevtal dan tebal
4. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses peradangan
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah,
anoreksia.
6. Gangguan pada istirahat tidur berhubungan dengan sesak nafas dan batuk
7. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan dan inadekuat oksigenasi untuk
aktivitas
8. Kurang pengetahuan mengenai kondisi aturan tindakan dan pencegahan berhubungan
dengan jalan interpretasi inibrasi, keterbatasan kognitif
9. Resiko tinggi infeksi terhadap penyebaran berhubungan dengan pertahan primer
adekuat, kerusakan jaringan penakanan proses inflamasi, malnutrisi

C. Perencanaan

a) Prioritas Keperawatan

Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental,


kelemahan upaya batuk buruk

b) Rencana Asuhan Keperawatan

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental,


kelemahan upaya batuk buruk

a) Tujuan : bersihan jalan nafas efektif


b) KH : pasien dapat mempertahankan jalan nafas dan mengeluarkan
sekret tanpa bantuan

c) Intervensi
1) Kaji fungsi pernafasan contoh bunyi nafas, kecepatan, irama, dan
kelemahan dan penggunaan otot bantu.
Rasional : Peningkatan bunyi nafas dapat menunjukkan
atelektasis, ronchi, mengi menunjukkan akumulasi
sekret/ketidakmampuan untuk membersihkan jalan nafas yang dapat
menimbulkan penggunaan otot akseseri pernafasan dan peningkatan
kerja pernafasan.

2) Catat kemampuan untuk mengeluarkan mukosa batuk efektif, catat


karakter, jumlah sputum, adanya hemoptisis
Rasional : Pengeluaran sulit bila sekret sangat tebal sputum
berdarah kental/darah cerah (misal efek infeksi, atau tidak kuatnya
hidrasi).

3) Berikan klien posisi semi atau fowler tinggi


Rasional : Posisi membantu memaksimalkan ekspansi paru dan
menurunkan upaya pernafasan.

4) Bersihkan sekret dari mulut dan trakea, penghisapan sesuai keperluan


Rasional : Mencegah obstruksi respirasi, penghisapan dapat
diperlukan bila pasien tidak mampu mengeluarkan sekret.

5) Pertahankan masukan cairan sedikitnya 2500 m/hari kecuali kontra


indikasi
Rasional : Pemasukan tinggi cairan membantu untuk
mengencerkan sekret, membantu untuk mudah dikeluarkan.

2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi mukopurulen dan


kekurangan upaya batuk

a) Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan pola nafas kembali


aktif
b) KH : dispnea berkurang, frekuensi, irama dan kedalaman dan
pernafasan normal

c) Intervensi
1) Kaji kualitas dan kedalaman pernafasan penggunaan otot aksesoris,
catat setiap perubahan
Rasional : Kecepatan biasanya meningkat, dispnea terjadi
peningkatan kerja nafas, kedalaman pernafasan dan bervariasi
tergantung derajat gagal nafas.

2) Kaji kualitas sputum, warna, bau dan konsistensi


Rasional : Adanya sputum yang tebal, kental, berdarah dan
purulen diduga terjadi sebagai masalah sekunder.

3) Baringkan klien untuk mengoptimalkan pernafasan (semi fowler)


Rasional : Posisi duduk memungkinkan ekspansi paru
maksimal upaya batuk untuk memobilisasi dan membuang sekret.

3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan penurunan permukaan efek


paru, kerusakan membran alveolar, kapiler, sekret kental dan tebal

a) Tujuan : tidak ada tanda-tanda dispnea


b) KH : melaporkan tidak adanya penurunan dispnea, menunjukkan
perbaikan ventilasi dan O2 jaringan adekuat dengan AGP dalam
rentang normal, bebes dari gejala, distres pernafasan.

c) Intervensi dan rasional


1) Kaji dispnea, takipnea, tidak normal atau menurunnya bunyi nafas,
peningkatan upaya pernafasan, terbatasnya ekspansi dinding dada dan
kelemahan.
Rasional : TB paru menyebabkan efek luas pada paru dari
bagian kecil bronkopneumonia sampai inflamasi difus luas nekrosis
effure pleural untuk fibrosis luas.

2) Evaluasi tingkat kesadaran, catat sianosis dan perubahan pada warna


kulit, termasuk membran mukosa dan kuku
Rasional : Akumulasi sekret/pengaruh jalan nafas dapat
mengganggu O2 organ vital dan jaringan.

3) Tunjukkan/dorong bernafas dengan bibir selama endikasi, khususnya


untuk pasien dengan fibrosis atau kerusakan parenkim
Rasional : Membuat tahanan melawan udara luar untuk
mencegah kolaps atau penyempitan jalan nafas, sehingga membantu
menyebarkan udara melalui paru dan menghilangkan atau menurunkan
nafas pendek.

4) Tingkatkan tirah baring / batasi aktivitas dan bantu aktivitas pasien


sesuai keperluan
Rasional : Menurunkan konsumsi oksigen/kebutuhan selama
periode penurunan pernafasan dapat menurunkan beratnya gejala.

5) Kolaborasi medis dengan pemeriksaan ACP dan pemberian oksigen


Rasional : Mencegah pengeringan membran mukosa,
membantu pengenceran sekret.

4. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses peradangan

a) Tujuan : Suhu tubuh kembali normal


b) Kriteria hasil : Suhu tubuh dalam rentang normal (36,0 C – 37,0C)
c) Intervensi dan rasional :
1) Pantau suhu tubuh
Rasional : Sebagai indikator untk mengetahui status hipertermi
2) Anjurkan untuk mempertahanan masukan cairan adekuat untuk
mencegah dehidrasi
Rasional : Dalam kondisi demam terjadi peningkatan evaporasi
yang memicu timbulnya dehidrasi
3) Berikan kompres hangat pada lipatan ketiak dan femur
Rasional : Menghambat pusat simpatis dan hipotalamus
sehingga terjadi vasodilatasi kulit dengan merangsang kelenjar
keringat untuk mengurangi panas tubuh melalui penguapan
4) Anjurkan pasin untuk memakai pakaian yang menyerap keringat
Rasional : Kondisi kulityang mengalami lembab memicu
timbulnya pertumbuhan jamur. Juga akan mngurangi kenyamanan
pasien.
5) Kolaborasi pemberian antipiretik
Rasional : Mengurangi panas dengan farmakologis

5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan


kelemahan, anoreksia, ketidakcukupan nutrisi

a) Tujuan : kebutuhan nutrisi terpenuhi (tidak terjadi perubahan nutrisi)


b) Kriteria hasil : pasien menunjukkan peningkatan berat badan dan
melakukan perilaku atau perubahan pola hidup.

c) Intervensi dan rasional:


1) Catat status nutrisi pasien dari penerimaan, catat turgor kulit, berat
badan dan derajat kekurangannya berat badan, riwayat mual atau
muntah, diare.
Rasional : berguna dalam mendefinisikan derajat/luasnya
masalah dan pilihan intervensi yang tepat

2) Pastikan pada diet biasa pasien yang disukai atau tidak disukai.
Rasional : membantu dalam mengidentifikasi kebutuhan
pertimbangan keinginan individu dapat memperbaiki masukan diet.
3) Selidiki anoreksia, mual dan muntah dan catat kemungkinan hubungan
dengan obat, awasi frekuensi, volume konsistensi feces.
Rasional : Dapat mempengaruhi pilihan diet dan
mengidentifikasi area pemecahan masalah untuk meningkatkan
pemasukan atau penggunaan nutrien.

4) Dorong dan berikan periode istirahat sering.


Rasional : Membantu menghemat energi khususnya bila
kebutuhan meningkat saat demam.

5) Berikan perawatan rnulut sebelum dan sesudah tindakan pernafasan.


Rasional : Menurunkan rasa tidak enak karena sisa sputum
atau obat untuk pengobatan respirasi yang merangsang pusat muntah.
6) Dorong makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein.
Rasional : Masukan nutrisi tanpa kelemahan yang tidak perlu
atau kebutuhan energi dari makan makanan banyak dari menurunkan
iritasi gaster.

7) Kolaborasi, rujuk ke ahli diet untuk menentukan komposisi diet.


Rasional : bantuan dalam perencanaan diet dengan nutrisi
adekuat untuk kebutuhan metabolik dan diet.

6. Gangguan pola istirahat tidur berhubungan dengan sesak nafas dan batuk.

a) Tujuan : agar pola tidur terpenuhi.


b) Kriteria hasil : pasien dapat istirahat tidur tanpa terbangun.

c) intervensi dan rasional:


1) Diskusikan perbedaan individual dalam kebutuhan tidur berdasarkan
hal usia, tingkat aktivitas, gaya hidup tingkat stress.
Rasional : rekomendasi yang umum untuk tidur 8 jam tiap
malam nyatanya tidak mempunyai fungsi dasar ilmiah individu yang
dapat rileks dan istirahat dengan mudah memerlukan sedikit tidur
untuk merasa segar kembali dengan bertambahnya usia, waktu tidur.
Total secara umum menurun, khususnya tidur tahap IV dan waktu
tahap meningkat
.
2) Tingkatkan relaksasi, berikan lingkungan yang gelap dan terang,
berikan kesempatan untuk memilih penggunaan bantal, linen dan
selimut, berikan ritual waktu tidur yang menyenangkan bila perlu
pastikan ventilasi ruangan baik, tutup pintu ruangan bila klien
menginginkan.
Rasional : tidur akan sulit dicapai sampai tercapai relaksasi,
lingkungan rumah sakit dapat mengganggu relaksasi.

7. Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan keletihan dan inadekuat


oksigen untuk aktivitas.

a) Tujuan : agar aktivitas kembali efektif.


b) Kriteria hasil : pasien mampu melakukan aktifitas secara mandiri dan
tidak kelelahan setelah beraktivitas.

c) Intervensi dan rasional:


1) Jelaskan aktivitas dan faktor yang meningkatkan kebutuhan oksigen
seperti merokok. suhu sangat ekstrim, berat badan kelebihan, stress.
Rasional : merokok, suhu ekstrim dan stress menyebabkan
vasokastriksi yang meningkatkan beban kerja jantung dan kebutuhan
oksigen, berat badan berlebihan, meningkatkan tahapan perifer yang
juga meningkatkan beban kerja jantung.

2) Secara bertahap tingkatan aktivitas harian klien sesuai peningkatan


toleransi.
Rasional : mempertahankan pernafasan lambat, sedang dan
latihan yang diawasi memperbaiki kekuatan otot asesori dan fungsi
pernafasan.

3) Memberikan dukungan emosional dan semangat


Rasional : rasa takut terhadap kesulitan bernafas dapat
menghambat peningkatan aktivitas.

4) Setelah aktivitas kaji respon abnormal untuk meningkatkan aktivitas.


Rasional : intoleransi aktivitas dapat dikaji dengan
mengevaluasi jantung sirkulasi dan status pernafasan setelah
beraktivitas.

8. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) mengenai kondisi, aturan tindakan


dan pencegahan berhubungan dengan salah satu interprestasi informasi,
keterbatasan kognitif, tidak lengkap informasi yang ada.

a) Tujuan : pengetahuan pasien bertambah tentang penyakit tuberkulosis


paru.
b) Kriteria hasil : pasien menyatakan mengerti tentang penyakit
tuberkulosis paru.

c) Intervensi dan rasional:


1) Kaji kemampuan pasien untuk belajar
Rasional : belajar tergantung pada emosi dari kesiapan fisik
dan ditingkatkan pada tahapan individu.

2) Berikan instruksi dan informasi tertulis pada pasien untuk rujukan


contoh: jadwal obat.
Rasional : informasi tertulis menentukan hambatan pasien
untuk mengingat sejumlah besar informasi pengulangan menguatkan
belajar.

3) Jelaskan dosis obat, frekuensi pemberian, kerja yang diharapkan dan


alasan pengobatan lama, dikaji potensial interaksi dengan obat atau
subtansi lain.
Rasional : meningkatkan kerjasama dalam program
pengobatan dan mencegah penghentian obat sesuai perbaikan kondisi
pasien..

4) Dorong untuk tidak merokok.


Rasional : meskipun merokok tidak merangsang berulangnya
TBC tetapi meningkatkan disfungsi pernafasan.

5) Kaji bagaimana yang ditularkan kepada orang lain


Rasional : pengetahuan dapat menurunkan resiko penularan
atau reaktivitas ulang juga komperkasi sehubungan dengan reaktivitas.
9. Resiko tinggi infeksi terhadap penyebaran atau aktivitas ulang berhubungan
dengan pertahanan primer tidak adekuat, kerusakan jaringan, penekanan
proses inflamasi, mal nutrisi.

a) Tujuan : tidak terjadi infeksi terhadap penyebaran.


b) Kriteria hasil : pasien mengidentifikasi intervensi untuk mencegah atau
menurunkan resiko penyebaran infeksi, melakukan perubahan pola
hidup.

c) Intervensi dan rasional:


1) Kaji patologi penyakit dan potensial penyebaran infeksi ' melalui
droplet udara selama batuk, bersin, meludah, bicara, tertawa.
Rasional : membantu pasien menyadari/menerima perlunya
mematuhi program pengobatan untuk mencegah pengaktifan berulang
atau komplikasi serta membantu pasien atau orang terdekat untuk
mengambil langkah untuk mencegah infeksi ke orang lain.

2) Identifikasi orang lain yang beresiko, missal: anggota keluarga, sahabat


karib/teman.
Rasional : orang-orang yang terpejan ini perlu program terapi
obat untuk mencegah penyebaran/terjadinya infeksi.

3) Kaji tindakan kontrol infeksi sementara, missal: masker atau isolasi


pernafasan.
Rasional: dapat membantu menurunkan rasa terisolasi pasien
dan membuang stigma sosial sehubungan dengan penyakit menular.

4) Anjurkan pasien untuk batuk/bersin dan mengeluarkan pada tisu dan


menghindari meludah. Kaji pembuangan tisu sekali pakai dan teknik
mencuci tangan yang tepat, dorong untuk mengulangi demonstrasi.
Rasional : perilaku yang diperlukan untuk mencegah
penyebaran

5) Tekanan pentingnya tidak menghentikan terapi obat.


Rasional : periode singkat berakhir 2-3 hari setelah kemoterapi
awal, tetapi pada adanya rongga atau penyakit luas, sedang resiko
penyebaran infeksi dapat berlanjut sampai 3 bulan.

6) Dorong memilih mencerna makanan seimbang, berikan makan sering,


makanan kecil pada jumlah, makanan besar yang tepat.
Rasional : adanya anoreksia (mal nutrisi sebelumnya,
merendahkan tahapan terhadap proses infeksi dan mengganggu
penyembuhan, makanan kecil dapat meningkatkan pemasukan semua.
C. Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai
tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan
disusun dan ditujukan kepada perawat untuk membantu klien mencapai tujuan
yang diharapkan. Adapun tujuan dari pelaksanaan adalah membantu klien
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan meliputi peningkatan kesehatan
atau pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dari fasilitas yang dimiliki.
Perencanaan tindakan keperawatan akan dapat dilaksanakan dengan baik jika
klien mempunyai keinginan untuk berpartisiasi dalam pelaksanaan tindakan
keperawatan. Selama perawatan atau pelaksanaan perawat terus melakukan
pengumpulan data dan memilih tindakan perawatan yang paling sesuai dengan
kebutuhan klien. dan meprioritaskannya. Semua tindakan keperawatan
dicatat ke dalam format yang telah ditetapkan institusi.

D. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir proses keperewatan untuk
melengkapi proses keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaan telah
berhasil dicapai, melalui evaluasi memungkinkan perawatan untuk memonitor
kealpaan yang terjadi selama tahap pengkajian, analisa perencanaan dan
pelaksanaan tindakan. Meskipun tahap evaluasi diletakkan pada akhir proses
keperawatan , tetapi evaluasi merupakan bagian integral pada setiap tahap
proses keperawatan. Diagnosa juga perlu dievaluasi untuk menentukan
apakah realistik dapat dicapai dan efektif.
Daftar Pustaka

Bambang Ruswanto.2010. Analisis Spasial Sebaran Tuberkulosis paru ditinjau dari Faktor
Lingkungan Dalam dan Luar Rumah Di Kabupaten pekalongan.diakses dari
http://eprints.undip.ac.id/23875/1/BAMBANG_RUSWANTO.pdf. tanggal : 14 juni 2012

Crofton, John,2002.Tuberculosis klinis.Jakarta:Widya Medika, hal 93-104

Anonim, 2012, Asuhan Keperawatan Tb Paru, diakses tanggal 30 Oktober 2012 jam
09.03 dari http://akperpemprov.jatengprov.go.id/

Dewi, Kusma . 2011. Laporan Pendahuluan Pada Pasien Dengan Tuberkulosis Paru.
Diakses tanggal 30 Oktober 2012 jam 10.15 dari http://www.scribd.com /doc/52033675/

Ni Putu Ari Widiastuti.2010.Asuhan Keperawatan TB Paru.diakses dari


http://nursingisbeautiful.wordpress.com/2010/10/09asuhan-keperawatan-tb-paru/ tanggal: 21
juni 2012

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.2002.Pedoman Diagnosa dan Penatalaksaan


Tuberkulosis di Indonesia.diakses dari http://www.klikpdpi.com/konsensus/tb/tb.pdf.tanggal :
21 juni 2012

Price,Sylvia A,& Lorraine M Wilson,2005.Patofisiologi volume 2.Jakarta:EGC,hal 852-861


Sudoyo, Aru W dkk,2009.Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid III.Jakarta:Internal
Publishing,hal 2230-2238

Utis Sutisna dan Trimar Handayani.2009.TBC Paru.diakses dari


http://arifwr.wordpress.com/2009/06/09/tbc-paru/.Tanggal : 21 juni 2012

E. WOC
Mycobacterium tuberculosis

Airbone / inhalasi droplet

Saluran pernafasan

Saluran pernafasan atas Saluran pernafasan bawah

Bakteri yang besar bertahan di bronkus Paru -paru

Peradangan bronkus Alveoli

Penumpukan secret Alveolus Terjadi pendarahan


Mengalami konsolidasi
dan eksudasi
Penyebaran Bakteri
Gangguan
Efektif tidak efektif pertukaran gas

Sekret keluar saat batuk Sekret sulit dikeluarkan

Batuk terus menerus Obstruksi Demam Anoreksia Keletihan


malaese mual
muntah Intoleransi
Peningkatan
suhu tubuh aktivitas
Terhisap orang sehat Sesak nafas
Perubahan
nutrisi
Resiko Gangguan pola kurang dari
penyebaran nafas tidak kebutuhan
infeksi efektif

Gangguan pola
istirahat tidur
Bersihan jalan
nafas tidak
efektif

Anda mungkin juga menyukai