Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

TBC

Oleh

Luh Putu Sukma Wirnayanti, S.Kep

C1223059

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BINA USADA BALI
2023
LAPORAN PENDAHULUAN (TINJAUAN TEORI)

A. DEFINISI
Penyakit akibat infeksi kuman Mycobacterium tuberculosis sistemis sehingga
dapat mengenai hampir semua organ tubuh dengan lokasi terbanyak diparu yang biasanya
merupakan lokasi infeksi primer.
Tuberculosis paru adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh mycobacterium
tuberculosis dengan gejala bervariasi (Mansjoer, 2015).
Tuberculosis paru adalah infeksi kronik yang disebabkan oleh pembentukan
granuloma pada jaringan yang terinfeksi (Isselbacker, 2016).
Tuberculosis paru merupakan infeksi yang disebabkan oleh mycobacterium
tuberculosis yang dapat menyerang pada berbagai organ tubuh mulai dari paru dan organ
di luar paruseperti kulit, tulang, persendian, selaput otak, usus serta ginjal yang sering
disebut dengan ekstrapulmonal TBC (Chandra, 2012).
Jadi tubercolusis paru adalah penyakit infeksi kronik yang disebabkan
mycobacterium tuberculosis dan pembentukan granuloma yang dapat menyerang pada
berbagai organ tubuh mulai dari paru dan organ di luar paru seperti kulit, tulang,
persendian, selaput otak, usus serta ginjal yang sering disebut dengan ekstrapulmonal
TBC.

B. ANATOMI FISIOLOGI

Berikut ini adalah gambar anatomi fisiologi dari sistem respirasi manusia:

Gambar Sistem Pernafasan

1. Saluran Pernafasan Bagian Atas


Saluran pernafasan bagian atas terdiri atas hidung, faring, laring, dan epiglotis, yang
berfungsi menyaring menghangatkan, dan melembabkan udara yang dihirup.
a. Hidung
Hidung atau nasal merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai dua
lubang (kavum nasal), dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasal) serta memiliki
bulu-bulu yang berguna untuk menyaring udara, debu dan kotoran yang masuk ke
dalam lubang hidung. Hidung terdiri dari tiga lapisan, yaitu:
1) Lapisan luar dinding yang terdiri dari kulit
2) Lapisan tengah terdiri dari otot-otot dan tulang rawan
3) Lapisan dalam terdiri dari selaput lendir yang berlipat-lipat yang disebut
karang hidung (konka nasal) yaitu konka nasal inferior, media, dan superior.
Diantara konka terdapat tiga buah meatus, yaitu meatus inferior, medialis dan
superior yang merupakan temat mengalirnya udara saat terjadi peroses
pernapasan.
b. Faring
Faring merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan dan jalan
makanan yang terdapat di bawah dasar tengkorak, yang terletak dibelakang
nasofaring (di belakang hidung), orofaring (di belakang mulut), dan laringofaring
(di belakang faring).
c. Laring
Laring merupakan saluran pernafasan dan bertindak sebagai pembentukan
suara, terdiri atas bagian tulang rawan yang diikat bersama ligamen dan membran,
yang terdiri atas du a lamina yang bersambung di garis tengah.
d. Epiglotis
Epiglotis merupakan katup tulang rawan yang berfungsi membantu
menutup laring ketika sedang menelan.

2. Saluran Pernafasan Bagian Bawah


Saluran pernafasan bagian bawah terdiri atas trakea, tendon bronchus, segmen
bronchus, dan bronkhiolus yang berfungsi mengalirkan udara dan memproduksi
surfaktan.
a. Trakea
Trakhea atau batang tenggorok merupakan lanjutan dari larink, dibentuk
oleh 16-20 cincin yang terdiri dari tulang rawan yang memiliki panjang 9-11 cm.
Trakhea ini dilapisi oleh selaput lendir yang terdiri atas epithelium bersilia yang
dapat mengeluarkan debu atau benda asing yang masuk bersama-sama dengan
udara pernapasan.
b. Bronkus
Bentuk percabangan atau kelanjutan dari trakhea yang terdiri atas dua
percabangan yaitu kanan dan kiri. Bronkus kanan terdiri dari 6-8 cincin yang
memiliki tiga cabang pada masing-masing lobus yaitu lobus superior, medial dan
inferior. Bronkus bagian kiri terdiri dari 9-12 cincin dan memiliki dua cabang
pada lobus superior dan inferior. Kemudian saluran setelah bronkus adalah bagian
percabangan yang disebut sebagai bronkhiolus.
c. Paru-paru
Paru-paru merupakan organ utama dalam sistem pernafasan. Letak paitu
sendiri di dalam rongga thoraks. Paru-paru terdiri atas beberapa lobus yang
diselaputi oleh pleura yaitu pleura parietalis dan pleura viseralis, kemudian juga
dilindungi oleh cairan pleura yang berisi cairan surfaktan (zat lipoprotein yang
dapat mengurangi tegangan permukaan dan mengurangi resistensi terdapat
pengembangan pada waktu inspirasi, dan mencegah kolaps alveolus pada waktu
ekspiras).
Paru-paru terdiri dari dua bagian yaitu pulmo dextrayang memiliki tiga
lobus yaitu lobus pulmo dextra superioryang terdiri dari 5 buah segmen,
lobus pulmo dextra medialis yang terdiri dari 2 buah segmen, dan lobus pulmo
dextra inferior yang terdiri dari 2 buah segmen. Pulmo sinistra memiliki dua
buah lobus yaitu lobus pulmo sinistra superior dan lobus pulmo sinistra
inferior, masing-masing lobus sinistra terdiri dari 5 segmen. Tiap-tiap segmen
tebagi menjadi lobulus.
Diantara lobulus dibatasi oleh jaringan ikat yang berisi pembuluh darah
getah bening dan saraf, dalam tap-tiap lobulus terdapat bronkiolus yang memiliki
cabang yang disebut duktus alveolus yang berakhir pada alveolus dengan
diameter 0,2-0,3 mm (Syaifuddin, 2017).

C. ETIOLOGI
Mycobacterium Tuberkulosis merupakan kuman berbentuk batang yang
berukuran dengan panjang 1-4 mm dan dengan tebal 0,3-0,6 mm. sebagian besar
komponen M. Tuberculosis adalah berupa lemak atau lipid sehingga kuman mampu tahan
terhadap asam serta sangat tahan dengan zat kimia dan factor fisik. Mikroorganisme ini
adalah bersifat aerob yaitu menyukai daerah yang banyak oksigen. Oleh karena itu, M.
tuberculosis senang tinggal di daerah apeks paru-paru yang dimana terdapat kandungan
oksigen yang tinggi. Daerah tersebut menjadi daerah yang kondusif untuk penyakit
Tuberkulosis (Somantri, 2018).
Kuman ini tahan pada udara kering maupun dalam keadaan dingin (dapat tahan
bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi karena kuman pada saat itu berada dalam
sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit dari tidurnya dan menjadikan
tuberculosis aktif kembali. Tuberculosis paru merupakan penyakit infeksi pada saluran
pernapasan. Basil mikrobakterium tersebut masuk kedalam jaringan paru melalui saluran
nafas (droplet infection) sampai alveoli, maka terjadilah infeksi primer (ghon)
selanjutnya menyerang kelenjar getah bening setempat dan terbentuklah primer kompleks
(ranke), keduanya ini dinamakan tuberculosis primer, yang dalam perjalanannya sebagian
besar akan mengalami penyembuhan. Tuberculosis paru primer, peradangan terjadi
sebelum tubuh mempunyai kekebalan spesifik terhadap basil mikobakterium.
Tuberculosis yang kebanyakan didapatkan pada usia 1-3 tahun. Sedangkan yang disebut
tuberculosis post primer (reinfection) adalah peradangan jaringan paru oleh karena terjadi
penularan ulang yang mana di dalam tubuh terbentuk kekebalan spesifik terhadap basil
tersebut (Abdul, 2015).
D. MANIFESTASI KLINIS/ TANDA DAN GEJALA
1. Sistemik
a. Malaise
b. Anoreksia
c. Berat badan menurun
d. Keringat malam
e. Akut :
1) Demam tinggi seperti flu
2) Menggiggil
f. Kronis
1) Demam akut
2) Sesak nafas
3) Sianosis
2. Respiratorik
a. Batuk lebih dari 2 minggu
b. Riak mukoid / mukopurulen
c. Nyeri dada
d. Batuk darah
e. Nyeri pleuritik
f. Sesak nafas
g. Gejala meningeal :
1) Nyeri kepala
2) Kaku kuduk

E. PATOFISIOLOGI
Infeksi yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis yang dapat menyerang pada
berbagai organ tubuh terutama pada alveolus yang menimbulkan respon inflamasi
(fagosit oleh neutrophil, makrofag, dan merusak parekim paru yang mengakibatkan
prodeksi sekret meningkat dan terjadinya batuk produktif yang menimbulkan
ketidakefektifan berhihan jalan nafas. Respon inflamasi juga mengakibatkan kerusakan
membran alveolar-kapiler yang merusak pleura dan atelaktasis sehingga timbul rasa sesak
nafas dan terjadi kerusakan pertukaran gas. Respon inflamasi ini mengakibatkan produksi
mediator nyeri meningkat dan nosiseptor terangsang yang mengakibatkan nyeri pada
dada sehingga terdapat diagnosa nyeri akut. Selanjutnya respon inflamasi ini juga
mengakibatkan reaksi sistematis yang menimbulkan anoreksia, mual dan BB menurun
sehingga adanya diagnosa nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, reaksi sistematis ini juga
mengakibatkan pasien menjadi lemah dan timbul diagnosa intoleransi aktivitas.
F. PATHWAY

Mikobakterium

Alveolus

Respon inflamasi (Fagosit oleh Neutropil,


Makrofag, dan merusak parekim paru)

Produkai secret meningkat Kerusakan membrane Produksi mediator nyeri Reaksi sistematis
alveolar-kapiler merusak meningkat
pleura, atelaktasis
Batuk produktif
Nosiseptor terangsang Anoreksia, mual dan Lemah
Sesak nafas, ekspansi toraks
Ketidakefektifan BB menurun
bersihan jalan nafas
Nyeri dada Intoleransi
Kerusakan pertukaran gas Nutrisi kurang dari aktivitas
kebutuhan tubuh
Nyeri akut
G. KLASIFIKASI
Penentuan klasifikasi penyakit tuberculosis memerlukansuatu “definisi kasus” yang
meliputi empat hal , yaitu:
1. Lokasi atau organ tubuh yang sakit: paru atau ekstra paru
2. Bakteriologi (hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis): BTA positifatau BTA
negative
3. Tingkat keparahan penyakit: ringan atau berat
4. Riwayat pengobatan TB sebelumnya: baru atau sudah pernah diobati

H. KOMPLIKASI
Menurut Suriadi (2017), kompliki dari TB Paru antara lain :
1. Meningitisas
2. Spondilitis
3. Pleuritis
4. Bronkopneumoni
5. Atelektasi

I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan yang dilakukan pada penderita TB paru adalah :
1. Pemeriksaan Diagnostik
2. Pemeriksaan sputum
Pemeriksaan sputum sangat penting karena dengan di ketemukannya kuman BTA
diagnosis tuberculosis sudah dapat di pastikan. Pemeriksaan dahak dilakukan 3 kali
yaitu: dahak sewaktu datang, dahak pagi dan dahak sewaktu kunjungan kedua. Bila
didapatkan hasil dua kali positif maka dikatakan mikroskopik BTA positif. Bila satu
positif, dua kali negatif maka pemeriksaan perlu diulang kembali. Pada pemeriksaan
ulang akan didapatkan satu kali positif maka dikatakan mikroskopik BTA negatif.
3. Ziehl-Neelsen (Pewarnaan terhadap sputum). Positif jika diketemukan bakteri tahan
asam.
4. Skin test (PPD, Mantoux)
Hasil tes mantaoux dibagi menjadi :
a. Indurasi 0-5 mm (diameternya ) maka mantoux negative atau hasil negative
b. Indurasi 6-9 mm ( diameternya) maka hasil meragukan
c. Indurasi 10- 15 mm yang artinya hasil mantoux positif
d. Indurasi lebih dari 16 mm hasil mantoux positif kuat
e. Reaksi timbul 48- 72 jam setelah injeksi antigen intrakutan berupa indurasi
kemerahan yang terdiri dari infiltrasi limfosit yakni persenyawaan antara
antibody dan antigen tuberculin
5. Rontgen dada
Menunjukkan adanya infiltrasi lesi pada paru-paru bagian atas, timbunan kalsium
dari lesi primer atau penumpukan cairan. Perubahan yang menunjukkan
perkembangan Tuberkulosis meliputi adanya kavitas dan area fibrosa.
6. Pemeriksaan histology / kultur jaringan
Positif bila terdapat Mikobakterium Tuberkulosis
7. Biopsi jaringan paru
Menampakkan adanya sel-sel yang besar yang mengindikasikan terjadinya nekrosis.
8. Pemeriksaan elektrolit
Mungkin abnormal tergantung lokasi dan beratnya infeksi.
9. Analisa gas darah (AGD)
Mungkin abnormal tergantung lokasi, berat, dan adanya sisa kerusakan jaringan paru.
10. Pemeriksaan fungsi paru
Turunnya kapasitas vital, meningkatnya ruang fungsi, meningkatnya rasio residu
udara pada kapasitas total paru, dan menurunnya saturasi oksigen sebagai akibat
infiltrasi parenkim / fibrosa, hilangnya jaringan paru, dan kelainan pleura (akibat dari
tuberkulosis kronis)

J. PENATALAKSANAAN
Menurut Muttaqin (2018), pentalaksanaan tuberkulosis paru menjadi tiga bagian, yaitu
pencegahan, pengobatan, dan penemuan penderita (active case finding).
1. Pencegahan Tuberkulosis Paru
a. Pemeriksaan kontrak
Pemeriksaan terhadap individu yang bergaul erat dengan penderita tuberkulosis
paru Basil Tahan Asam (BTA) positif. Pemeriksaan meliputi tes tuberkulin, klinis,
dan radiologi. Bila tes tuberkulin postif, maka pemeriksaan radiologis foto toraks
diulang pada 6 dan 12 bulan mendatang. Bila masih negatif diberikan Bacillus
Calmette dan Guerin (BCG) vaksinasi. Bila positif, berarti terjadi konversi hasil
tes tuberkulin dan diberikan kemoprofilaksi.
b. Mass chest X-ray, yaitu pemeriksaan massal terhadap kelompok-kelompok
populasi tertentu.
c. Vaksinasi BCG (Bacillus Calmette dan Guerin)
d. Kemoprofilaksis dengan menggunakan INH (Isoniazid) 5 % mg/kgBB selama 6-
12 bulan dengan tujuan menghancurkan atau mengurangi populasi bakteri yang
masih sedikit. Indikasi kemoprofilaksis primer atau utama ialah bayi menyusui
pada ibu dengan BTA positif, sedangkan kemoprofilaksis sekunder diperlukan
bagi kelompok berikut:
1) Bayi di bawah 5 tahun dengan basil tes tuberkulin positif karena resiko
timbulnya TB milier dan meningitis TB.
2) Anak remaja dibawah 20 tahun dengan hasil tuberkulin positif yang bergaul
erat dengan penderita TB yang menular
3) Individu yang menunjukkan konversi hasil tes tuberkulin dari negatif menjadi
positif
4) Penderita yang menerima pengobatan steroid atau obat imunosupresif jangka
panjang
5) Penderita diabetes melitus.
e. Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) tentang tuberkulosis kepada
masyarakat di tingkat puskesmas maupun petugas LSM (misalnya Perkumpulan
Pemberantasan Tuberkulosis Paru Indonesia-PPTI)

2. Pengobatan Tuberkulosis Paru


Program nasional pemberatasan tuberkulosis paru, WHO menganjurkan panduan
obat sesuai dengan kategori penyakit. Kategori didasarkan pada urutan kebutuhan
pengobatan, sehingga penderita dibagi dalam empat kategori antara lain, sebagai
berikut:
a. Kategori I
Kategori I untuk kasus dengan sputum positif dan penderita dengan sputum
negatif. Dimulai dengan fase 2 HRZS(E) obat diberikan setiap hari selama dua
bulan. Bila setelah 2 bulan sputum menjadi negatif dilanjutkan dengan fase
lanjutan, bila setelah 2 bulan masih tetap positif maka fase intensif diperpanjang
2-4 minggu, kemudian dilanjutkan tanpa melihat sputum positif atau negtaif. Fase
lanjutannya adalah 4HR atau 4H3R3 diberikan selama 6-7 bulan sehingga total
penyembuhan 8-9 bulan.
b. Kategori II
Kategori II untuk kasus kambuh atau gagal dengan sputum tetap positif. Fase
intensif dalam bentuk 2HRZES-1HRZE, bila setelah fase itensif sputum negatif
dilanjutkan fase lanjutan. Bila dalam 3 bulan sputum masih positif maka fase
intensif diperpanjang 1 bulan dengan HRZE (Obat sisipan). Setelah 4 bulan
sputum masih positif maka pengobtan dihentikan 2-3 hari. Kemudian periksa
biakan dan uji resisten lalu diteruskan pengobatan fase lanjutan.
c. Kategori III
Kategori III untuk kasus dengan sputum negatif tetapi kelainan parunya tidak luas
dan kasus tuberkulosis luar paru selain yang disebut dalam kategori I, pengobatan
yang diberikan adalah 2HRZ/6 HE, 2HRZ/4 HR, 2HRZ/4 H3R3
d. Kategori IV
Kategori ini untuk tuberkulosis kronis. Prioritas pengobatan rendah karena
kemungkinan pengobatan kecil sekali. Negara kurang mampu dari segi kesehatan
masyarakat dapat diberikan H saja seumur hidup, sedangkan negara maju
pengobatan secara individu dapat dicoba pemberian obat lapis 2 seperti Quinolon,
Ethioamide, Sikloserin, Amikasin, Kanamisin, dan sebagainya.
ASUHAN KEPERAWATAN SECARA TEORITIS

A. PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan tahap dimana perawat mengumpulkan data secara sistematis,
memilih dan mengatur data yang dikumpulkan dan mendokumentasikan data dalam
format yang didapat. Untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-
masalah klien sehingga dapat memberikan arah terhadap tindakan keperawatan (Tarwoto,
2015).
1. Identitas penderita
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat, status
perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk rumah sakit dan diagnosa
medis.
2. Keluhan Utama
Menggambarkan alasan seseorang masuk rumah sakit. Pada umumnya keluhan
utamanya yakni adanya rasa mual, muntah dan perdarahan.
3. Riwayat kesehatan sekarang
Menggambarkan perjalanan penyakit yang saat ini sedang dialaminya. Berisi tentang
kapan terjadinya mual, muntah, perdarahan. Penyebab terjadinya penyakit tersebut
serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk mengatasinya.
4. Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit gastritis atau penyakit – penyakit lain yang ada kaitannya
dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas. Adanya riwayat penyakit
jantung, obesitas, maupun arterosklerosis, tindakan medis yang pernah di dapat
maupun obat-obatan yang biasa digunakan oleh penderita.
5. Riwayat kesehatan keluarga
Dari genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang juga
menderita gastritis atau penyakit keturunan yang dapat menyebabkan terjadinya
penyakit tersebut.
6. Genogram
Genogram dapat menunjukan riwayat kesehatan keluarga, adanya faktor keturunan
atau genetik sebagai faktor predisposisi penyakit yang di derita klien. Pada kasus
diabetes militus, salah satu penyebabnya menyebutkan bahwa beberapa orang bisa
menjadi pembawa bakat (berupa gen).
7. Pola kegiatan sehari-hari ( 11 pola Gordon )
Pengkajian fokus terkait dengan penyakit gastritis meliputi :
a. Pola Pemeliharaan Kesehatan
Menggambarkan persepsi, pemeliharaan dan penanganan kesehatan. Persepsi
terhadap arti kesehatan dan penatalaksanaan kesehatan, kemampuan menyusun
tujuan, pengetahuan tentang praktek kesehatan.
b. Pola Nurtisi –Metabolik
Menggambarkan masukan nutrisi, balance cairan dan elektrolit, nafsu makan pola
makan, diet, kesulitan menelan, mual/muntah,makanan kesukaan.
c. Pola Eliminasi
Menjelaskan pola fungsi eksresi, kandung kemih dan kulit. Kebiasaan defekasi, ada
tidaknya masalah defekasi, masalah miksi (oliguri, disuri dll), penggunaan kateter,
frekuensi defekasi dan miksi, karakteristik urin dan feses, pola input cairan, infeksi
saluran kemih dll.
d. Pola Latihan-Aktivitas
Menggambarkan pola latihan, aktivitas, fungsi pernafasan dan sirkulasi. Pentingnya
latihan/gerak dalam keadaan sehat dan sakit, gerak tubuh dan kesehatan
berhubungan satu sama lain, Range Of Motion (ROM), riwayat penyakit jantung,
frekuensi, irama dan kedalaman nafas, bunyi nafas riwayat penyakit paru.
e. Pola Kognitif Perseptual
Menjelaskan persepsi sensori dan kognitif. Pola persepsi sensori meliputi
pengkajian fungsi penglihatan, pendengaran, perasaan, pembau dan kompensasinya
terhadap tubuh. Sedangkan pola kognitif didalamnya mengandung kemampuan
daya ingat klien terhadap persitiwa yang telah lama terjadi dan atau baru terjadi dan
kemampuan orientasi klien terhadap waktu, tempat, dan nama (orang, atau benda
yang lain).Tingkat pendidikan, persepsi nyeri dan penanganan nyeri, kemampuan
untuk mengikuti, menilai nyeri skala 0-10, pemakaian alat bantu dengar, melihat,
kehilangan bagian tubuh atau fungsinya, tingkat kesadaran, orientasi pasien,
adakah gangguan penglihatan, pendengaran, persepsi sensori (nyeri), penciuman
dan lain-lain.
f. Pola Istirahat-Tidur
Menggambarkan pola tidur, istirahat dan persepasi tentang energi. Jumlah jam tidur
pada siang dan malam, masalah selama tidur, insomnia atau mimpi buruk,
penggunaan obat, mengeluh letih.
g. Pola Konsep Diri-persepsi Diri
Menggambarkan sikap tentang diri sendiri dan persepsi terhadap kemampuan.
Kemampuan konsep diri antara lain gambaran diri, harga diri, peran, identitas dan
ide diri sendiri. Manusia sebagai system terbuka dimana keseluruhan bagian
manusia akan berinteraksi dengan lingkungannya. Disamping sebagai sistem
terbuka, manuasia juga sebagai mahkluk bio-psiko-sosio-kultural spriritual dan
dalam pandangan secara holistik.Adanya kecemasan, ketakutan atau penilaian
terhadap diri, dampak sakit terhadap diri, kontak mata, isyarat non verbal, ekspresi
wajah, merasa tak berdaya, gugup atau relaks.
h. Pola Peran dan Hubungan
Menggambarkan dan mengetahui hubungan dan peran klien terhadap anggota
keluarga dan masyarakat tempat tinggal klien. Pekerjaan, tempat tinggal, tidak
punya rumah, tingkah laku yang passive/agresif terhadap orang lain, masalah
keuangan dll.
i. Pola Reproduksi/Seksual
Menggambarkan kepuasan atau masalah yang aktual atau dirasakan dengan
seksualitas. Dampak sakit terhadap seksualitas, riwayat haid, pemeriksaan mamae
sendiri, riwayat penyakit hubungan seksual, pemeriksaan genital.
j. Pola Mekanisme Koping
Menggambarkan kemampuan untuk menangani stres dan penggunaan sistem
pendukung. Penggunaan obat untuk menangani stres, interaksi dengan orang
terdekat, menangis, kontak mata, metode koping yang biasa digunakan, efek
penyakit terhadap tingkat stres.
k. Pola Keyakinan dan Spiritual
Menggambarkan dan menjelaskan pola nilai, keyakinan termasuk spiritual.
Menerangkan sikap dan keyakinan klien dalam melaksanakan agama yang dipeluk
dan konsekuensinya. Agama, kegiatan keagamaan dan budaya, berbagi dengan
orang lain, bukti melaksanakan nilai dan kepercayaan, mencari bantuan spiritual
dan pantangan dalam agama selama sakit (Tarwoto, 2015).
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang tertahan
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi ventilasi
3. Nyeri Akut berhubungan dengan agen cedera biologis
4. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan faktor biologis
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara kebutuhan dan
suplai oksigen
C. INTERVENSI DAN RASIONAL
NO. DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL

1. Bersihan jalan nafas tidak Setelah dilakukan asuhan keperawatan Nic Label :
efektif berhubungan diharapkan bersihan jalan napas pasien 1. Pantau tanda-tanda vital 1. Mengetahui keadaan umum
dengan sekresi yang efektif dengan 2. Auskultasi suara nafas, perhatikan pasien
tertahan Kriteria hasil : bunyi nafas abnormal 2. Mengidentifikasi kelainan
Noc Label : 3. Monitor usaha pernafasan, pernafasan berhubungan dengan
1. Pasien melaporkan sesak berkurang pengembangan dada, dan obstruksi jalan napas
2. Pernafasan teratur keteraturan 3. Menentukan intervensi yang
3. Ekspandi dinding dada simetris 4. Observasi produksi sputum, tepat dan mengidentifikasi
4. Suara ronchi (-), wheezing (-) muntahan derajat kelainan pernafasan
5. Sputum berkurang atau tidak ada 5. Berikan klien air putih hangat 4. Merupakan indikasi dari
6. Frekuensi nafas normal sesuia umur sesuai kebutuhan jika tidak ada kerusakan jaringan otak
kontraindikasi 5. Membantu mengencerkan dahak
6. Lakukan fisioterapi dada sesuai dan meningkatkan rasa nyaman
indikasi 6. Membantu dalam pengeluaran
7. Lakukan suction bila perlu sekret klien sehingga jalan nafas
8. Berikan O2 sesuai indikasi klien kembali efektif
9. Berikan obat sesuai indikasi 7. Meningkatkan rasa nyaman
misalnya bronkodilator, antibiotic pasien dan membantu
atau steroid pengeluaran secret
8. Memenuhi kebutuhan O2
9. Membantu membebaskan jalan
napas secara kimiawi
2. Kerusakan pertukaran gas Setelah dilakukan asuhan keperawatan Nic Label :
berhubungan dengan diharapkan pertukaran gas kembali efektif 1. Kaji tanda-tanda vital dan catat 1. Mengetahui keadaan umum
ketidakseimbangan dengan penggunaan otot aksesori, napas pasien dan berguna dalam
perfusi ventilasi Kriteria hasil : bibir, ketidak mampuan berbicara evaluasi derajat distress
Noc Label : 2. Observasi warna kulit, membran pernapasan atau kronisnya proses
1. Pasien melaporkan keluhan sesak mukosa dan kuku, serta mencatat penyakit
berkurang adanya sianosis perifer (kuku) 2. Sianosis kuku menggambarkan
2. Tidak terjadi sianosis atau sianosis pusat (circumoral) vasokontriksi/respon tubuh
3. Tingkat kesadaran komposmentis 3. Mengobservasi kondisi yang terhadap demam. Sianosis cuping
4. Nadi teratur memburuk. Mencatat adanya hidung, membran mukosa, dan
5. TTV dalam batas normal sesuai hipotensi,pucat, cyanosis, kulit sekitar mulut dapat
dengan umur perubahan dalam tingkat mengindikasikan adanya
6. Hasil AGD dalam batas normal (PCO2 kesadaran, serta dispnea berat dan hipoksemia sistemik
: 35-45 mmHg, PO2 : 95-100 mmHg) kelemahan. 3. Mencegah kelelahan dan
4. Berikan posisi semifowler jika mengurangi komsumsi oksigen
tidak ada kontraindikasi untuk memfasilitasi resolusi
infeksi..
4. Meningkatkan ekspansi paru
optimal
3. Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan asuhan keperawatan Nic Label 1. Manajemen Nyeri
dengan agen cidera diharapkan nyeri berkurang dengan 1. Manajemen Nyeri a. Membantu pasien dalam
biologis Kriteria hasil : a. Lakukan pengkajian nyeri mengidentifikasi derajat
Noc Label : komprehensif yang meliputi kenyamanan dan kebutuhan
1. Kontrol Nyeri lokasi, karakteristik, efektif analgetik
- Mengenali kapan nyeri terjadi dari onset/durasi, frekuensi, b. Membantu pasien dalam
skala (3) ditingkatkan ke skala (4) kualitas. Intensitas atau berkomunikasi secara
- Menggambarkan factor penyebab beratnya nyeri dan factor efektif agar tidak terjadi
dari skala (3) ditingkatkan ke skala pencetus. kesalahpahaman
(4) b. Observasi adanya petunjuk c. Untuk membantu pasien
- Menggunakan tindakan non nonverbal mengenai ketidak- dalam meredakan nyeri
farmako atau farmako dari skala (3) nyamanan terutama pada 2. Pemberian Obat
ditingkatkan ke skala (4) mereka yang tidak dapat a. Agar tidak terjadi kesalahan
2. Kepuasan klien : Manajemen Nyeri berkomunikasi secara efektif dalam pemberian obat
- Nyeri terkontrol dari skala (3) c. Dorong pasien untuk b. Agar tidak ada kesalahan

ditingkatkan ke (4) menggunakan obat-obatan dalam pemberian obat

- Tingkat nyeri dipantau secara penurun nyeri yang adekuat c. Untuk mengetahui adanya

regular dari skala (3) ditingkatkan alergi obat atau tidak

ke (4)

2. Pemberian Analgesik
a. Ikuti prosedur yang sesuai dengan
Keterangan :
keakuratan dan keamanan
1. Skala 1 : berat
2. Skala 2 : cukup berat pemberian obat-obatan
3. Skala 3 : sedang b. Pertahankan aturan dan prosedur
4. Skala 4 : ringan yang sesuai dengan keakuratan dan
5. Skala 5 : tidak ada keamanan pemberian obat-obatan
c. Monitor kemungkinan alergi
terhadap obat, interaksi dan
kontraindikasi, termasuk obat-
obatan diluar konter obat-obatan
herbal.
4. Nutrisi kurang dari Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1. Manajemen nutrisi
kebutuhan tubuh diharapkan status nutrisi asupan makanan a. Kaji adanya alergi makanan a. Untuk mengetahui apakah
berhubungan dengan dan cairan teratasi b. Berikan informasi tentang pasien memiliki alergi makanan
faktor biologis Kriteria Hasil : kebutuhan nutrisi atau tidak
1. Asupan makanan adekuat c. Monitor mual muntah b. Agar pasien memahami
2. Asupan cairan adekuat d. Dorong konsumsi makanan pentingnya kebutuhan nutrisi
3. Tidak ada penurunan berat badan pasien c. Untuk mengetahui
e. Berikan minum yang cukup perkembangan pasien apakah
masih mengalami mual muntah
d. Agar kebutuhan nutrisi pasien
terpenuhi
e. Agar tidak terjadi dehidrasi
5. Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan asuhan keperawatan Nic Label 1. Manajemen Energy
berhubungan dengan diharapkan gangguan perfusi jaringan 1. Manajemen energy a. Membantu aktivitas fisik
ketidakseimbangan antara dapat diatasi dengan a. Kurangi ketidaknyamanan pasien
kebutuhan dan suplai Kriteria hasil : fisik yang dialami pasien yang b. Untuk meningkatkan nafsu
oksigen Noc Label : mempengaruhi fungsi kognitif, makan pasien
1. Malaise dari skala (3) ditingkatkan ke pemantauan diri dan c. Untuk meningkatkan waktu
skala (4) pengaturan aktivitas fisik istihat pasien
2. Gangguan aktifitas fisik dari skala (3) b. Konsultasikan dengan ahli gizi 2. Terapi Aktivitas
ditingkatkan ke skala (4) mengenai cara meningkatkan a. Melatih pasien melakukan
3. Gangguan kinerja peran dari skala (3) asupan energy dari makanan aktivitas
ditingkatkan ke skala (4) c. Tingkatkan tirah b. Melatih pasien untuk
4. Mempertahankan kebersihan diri dari baring/pembatasan kegiatan berpindah agar sendi tidak
skala (3) ditingkatkan ke skala (4) (misalnya meningkatkan waktu mengalami kekakuan
istirahat pasien) dengan 3. Bantuan Perawatan Diri
Rentang skala secukupnya yaitu pada waktu a. Melatih pasien dalam
d. Skala 1 : berat istirahat yang dipilih melakukan aktivitas secara
e. Skala 2 : cukup berat 2. Terapi aktivitas mandiri
f. Skala 3 : sedang a. Pertimbangkan kemampuan b. Membantu pasien dalam
g. Skala 4 : ringan klien dalam berpartisipasi melakukan kebersihan diri
h. Skala 5 : tidak ada melalui aktivitas spesifik seperti berpakain.
b. Bantu dengan aktifitas fisik c. Melatih pasien dalam
secara teratur (misalnya, melakukan perawatan diri
ambulasi, transfer/berpindah, secara mandiri
berputar dan kebersihan diri),
sesuai dengan kebutuhan
3. Bantuan perawatan diri
a. Monitor kemampuan diri
secara mandiri
b. Monitor kebutuhan pasien
terkait dengan alat-alat
kebersihan diri, alat bantu
untuk berpakaian, berdandan,
eleminasi dan makan.
c. Berikan bantuan sampai pasien
mampu melakukan perawatan
diri mandiri
D. IMPLEMENTASI
Implementasi keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang dilakukan oleh perawat
maupun tenaga medis lain untuk membantu pasien dalam proses penyembuhan dan
perawatan serta masalah kesehatan yang dihadapi pasien yang sebelumnya disusun
dalam rencana keperawatan (Nursallam, 2014). Tujuan dari implementasi adalah
membantu klien dalam mencapai peningkatan kesehatan baik yang dilakukan secara
maniri maupun kolaborasi dan rujukan.

E. EVALUASI

Tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan


seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaannya sudah
berhasil dicapai. Meskipun tahap evaluasi diletakkan pada akhir proses keperawatan,
evaluasi merupakan bagian integral pada setiap tahap proses keperawatan
Tujuan :
a. Untuk menentukan status perkembangan pasien.
b. Mendapatkan umpan balik.
c. Untuk menilai efektifitas, efisiensi, dan produktifitas dari tindakan keperawatan.
d. Untuk menilai pelaksanaan asuhan keperawatan.
Macam-Macam Evaluasi:
a. Evaluasi formatif
Hasil observasi dan analisa perawat terhadap respon pasien segera pada saat / setelah
dilakukan tindakan keperawatan ditulis pada catatan keperawatan
Contoh: membantu pasien duduk semifowler, pasien dapat duduk selama 30 menit
tanpa pusing.
b. Evaluasi Sumatif
Rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan analisa status kesehatan sesuai waktu
pada tujuan.Ditulis pada catatan perkembangan (Asmadi, 2016).
DAFTAR PUSTAKA

Abdul. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis Dan Nanda NIC-
NOC.Jilid 1&2. Yogyakarta:Mediaction Publishing

Asmadi. 2016. Konsep Dasar Keperawatan. Edisi 1. Jakarta : EGC

Chandra. 2012. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius

Isselbacker. 2016. Perawatan Pasien Penyakit Dalam.Yogyakarta : Gosyen

Mansjoer. 2015. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Volume 3. Jakarta: EGC

Muttaqin. 2018. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta: Salemba Medika

Nursallam. 2014. Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktik Keperawatan Profesional.


Edisi 3. Jakarta: Salemba Medika
Suriadi. 2017. Pengetahuan Tentang Tuberculosis Paru. Jakarta: Salemba Medika

Tarwoto. 2015. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan, Edisi 5. Jakarta: Salemba
Medika

Anda mungkin juga menyukai