PNEUMONIA
STASE KEPERAWATAN ANAK
Disusun Oleh :
FINA SUSANTRI
NIM. 20300017
A. DEFINISI
Pneumonia adalah radang paru-paru yang berkaitan dengan berbagai
mikroorganisme dan dapat menular dari komunitas atau dari rumah sakit/
nosocomial (Marry & Donna 2014).
Pneumonia adalah penyakit infeksi yang menyebabkan peradangan akut
parenkim paru-paru dan pemadatan eksudat pada jaringan paru-paru (Marni,
2014).
Pneumonia adalah salah satu penyakit peradangan akut parenkim paru
yang biasanya dari suatu infeksi saluran pernafasan bawah akut (ISNBA) dengan
gejala batuk dan disertai dengan sesak nafas yang disebabkan agen infeksius
berupa radang paru-paru yang disertai eksudasi dan konsolidasi dan dapat dilihat
melalui gambaran radiologis (Nurarif & Kusuma, 2015).
B. ETIOLOGI
Penyebaran infeksi terjadi melalui droplet dan sering disebabkan oleh
streptococus pneumonia, melalui selang infuse oleh stapylacocus aureus
sedangkan pada pemakaian ventilator oleh P. Aeruginosa dan entrobacter. Dan
masa kini terjadi karena perubahan keadaan pasien seperti kekebalan tubuh dan
penyakit kronis, polusi lingkungan, penggunanaan antibiotic yang tidak tepat.
Setelah masuk ke paru-paru, organisme bermultiplikasi dan jika telah berhasil
mengalahkan mekanisme pertahanan paru, terjadi pneumonia (Nurarif & Kusuma,
2015). Selain di atas penyebab terjadinya pneumonia sesuai penggolongannya
yaitu:
1. Bacteria: seperti Diplococus pneumonia, Pneumococus, Hemophilus Influinzae
2. Virus: Adeno Virus, Virus Influenza, Virus Sitomegalik
3. Mycoplasma Pneumonia
4. Jamur: Histoplasma Capsulatum, Aspergilur Species, Candida Albicans
5. Aspirasi: Makanan, Cairan Amnion, Benda Asing, Minyak Tanah dan Bensin
6. Pneumonia Hipostatik, Sindrom Loeffler.
Organisme secara umum dikaitkan degan infeksi meliputi Staphylacocus
aureus, Streptococus Pneumoniae, Haemophilus influenza, Mycoplasma,
Legionella, Chlamydia dan Pseudomonas aeruginosa (Marry & Donna, 2014).
C. ANATOMI FISIOLOGI
1. Rongga Hidung (Cavum N)
Udara dari luar akan masuk lewat rongga hidung (cavum nasalis).
Rongga hidung berlapis selaput lendir, di dalamnya terdapat kelenjar minyak
(kelenjar sebasea) dan kelenjar keringat (kelenjar sudorifera). Selaput lendir
berfungsi menangkap benda asing yang masuk lewat saluran pernapasan.
Selain itu, terdapat juga rambut pendek dan tebal yang berfungsi menyaring
partikel kotoran yang masuk bersama udara. Juga terdapat konka yang
mempunyai banyak kapiler darah yang berfungsi menghangatkan udara yang
masuk. Di sebelah belakang rongga hidung terhubung dengan nasofaring
melalui dua lubang yang disebut choanae. Pada permukaan rongga hidung
terdapat rambut-rambut halus dan selaput lendir yang berfungsi untuk
menyaring udara yang masuk ke dalam rongga hidung.
2. Faring (tenggorokan)
Udara dari rongga hidung masuk ke faring. Faring merupakan
percabangan 2 saluran, yaitu saluran pernapasan (nasofarings) pada bagian
depan dan saluran pencernaan (orofarings) pada bagian belakang. Pada bagian
belakang faring (posterior) terdapat laring (tekak) tempat terletaknya pita suara
(pita vocalis). Masuknya udara melalui faring akan menyebabkan pita suara
bergetar dan terdengar sebagai suara. Makan sambil berbicara dapat
mengakibatkan makanan masuk ke saluran pernapasan karena saluran
pernapasan pada saat tersebut sedang terbuka. Walaupun demikian, saraf kita
akan mengatur agar peristiwa menelan, bernapas, dan berbicara tidak terjadi
bersamaan sehingga mengakibatkan gangguan kesehatan. Fungsi utama
faring adalah menyediakan saluran bagi udara yang keluar masuk dan juga
sebagi jalan makanan dan minuman yang ditelan, faring juga menyediakan
ruang dengung(resonansi) untuk suara percakapan.
3. Pangkal Tenggorokan (laring)
Laring merupakan suatu saluran yang dikelilingi oleh tulang rawan.
Laring berada diantara orofaring dan trakea, didepan lariofaring. Salah satu
tulang rawan pada laring disebut epiglotis. Epiglotis terletak di ujung bagian
pangkal laring. Laring diselaputi oleh membrane mukosa yang terdiri dari
epitel berlapis pipih yang cukup tebal sehingga kuat untuk menahan getaran-
getaran suara pada laring. Fungsi utama laring adalah menghasilkan suara dan
juga sebagai tempat keluar masuknya udara. Pangkal tenggorok disusun oleh
beberapa tulang rawan yang membentuk jakun. Pangkal tenggorok dapat
ditutup oleh katup pangkal tenggorok (epiglotis). Pada waktu menelan
makanan, katup tersebut menutup pangkal tenggorok dan pada waktu bernapas
katup membuka. Pada pangkal tenggorok terdapat selaput suara yang akan
bergetar bila ada udara dari paru-paru, misalnya pada waktu kita bicara.
4. Batang tengorokan atau trakea
Tenggorokan berupa pipa yang panjangnya ± 10 cm, terletak sebagian
di leher dan sebagian di rongga dada (torak). Dinding tenggorokan tipis dan
kaku, dikelilingi oleh 4 cincin tulang rawan, dan pada bagian dalam rongga
bersilia. Silia-silia ini berfungsi menyaring benda-benda asing yang masuk ke
saluran pernapasan. Batang tenggorok (trakea) terletak di sebelah depan
kerongkongan. Di dalam rongga dada, batang tenggorok bercabang menjadi
dua cabang tenggorok (bronkus). Di dalam paru-paru, cabang tenggorok
bercabang-cabang lagi menjadi saluran yang sangat kecil disebut bronkiolus.
Ujung bronkiolus berupa gelembung kecil yang disebut gelembung paru-paru
(alveolus).
5. Cabang Batang Tenggorokan (Bronkus)
Tenggorokan (trakea) bercabang menjadi dua bagian, yaitu bronkus
kanan dan bronkus kiri. Struktur lapisan mukosa bronkus sama dengan trakea,
hanya tulang rawan bronkus bentuknya tidak teratur dan pada bagian bronkus
yang lebih besar cincin tulang rawannya melingkari lumen dengan sempurna.
Bronkus bercabang-cabang lagi menjadi bronkiolus. Batang tenggorokan
bercabang menjadi dua bronkus, yaitu bronkus sebelah kiri dan sebelah kanan.
Kedua bronkus menuju paru-paru, bronkus bercabang lagi menjadi bronkiolus.
Bronkus sebelah kanan(bronkus primer) bercabang menjadi tiga
bronkus lobaris (bronkus sekunder), sedangkan bronkus sebelah kiri bercabang
menjadi dua bronkiolus. Cabang-cabang yang paling kecil masuk ke dalam
gelembung paru-paru atau alveolus. Fungsi utama bronkus adalah
menyediakan jalan bagi udara yang masuk dan keluar paru-paru.
6. Bronchiolus
Tidak mengandung lempeng tulang rawan, tidak mengandung kelenjar
submukosa. Otot polos bercampur dengan jaringan ikat longgar, sel bronkiolar
tanpa silia (sel Clara). Lamina propria tidak mengandung sel goblet.
Bronchiolus berfungsi sebagai pengatur jumlah udara yang masuk dan keluar
dari alveoli.
7. Alveolus
Kantong berdinding sangat tipis pada bronkioli terminalis. Tempat
terjadinya pertukaran oksigen dan karbondioksida antara darah dan udara yang
dihirup. Jumlahnya 200 - 500 juta. Terdapat tiga jenis sel-sel alveolar Sel
alveolar tipe I adalah sel epitel yang membentuk diding alveolar, Tipe II sel-sel
yang aktif secara metabolik, mensekresi surfaktan, suatu fosfolifit yang
melapisi permukaan dalam dan mencegah alveolar agar tidak kolaps, dan Tipe
III makrofag yang merupakan sel-sel fagositis yang besar yang memakan
benda asing (mis, lendir, bakteri), dan bekerja sebagai mekanisme pertahan
yang penting.
D. KLASIFIKASI
Klasifikasi Pneumonia menurut (Nurarif & Kusuma, 2015) sebagai
berikut:
1. Klasifikasi pneumonia berdasarkan anatomi
a) Pneumonia Lobaris
Melibatkan seluruh atau satu bagian besar dari satu atau lebih lobus
paru. Bila kedua paru terkena, maka dikenal sebagai pneumoniabilateral
atau ganda
b) Pneumonia Loburalis (Bronkopneumonia)
Melibatkan terjadi pada ujung akhir bronkiolus yang tersumbat oleh
eksudat mukopurulen untuk membentuk bercak konsolidasi dalam lobus
yang berada didekatnya
c) Pneumonia Interstitial/Bronkiolitis
Proses inflamasi yang terjadi di dalam dinding alveolar dan
jaringan peribronkial serta interlobular
2. Klasifikasi pneumonia berdasarkan inang dan lingkungan:
a) Pneumonia Komunitas
Dijumpai pada pasien perokok, patoghen atipikal pada lansia, gram
negative pada pasien dari rumah jompo, dengan adanya PPOK, penyakit
penyerta.
b) Pneumonia Nosokomial
Tergantung 3 faktor yaitu tingkat berta sakit, adanya resiko untuk
jenis pathogen tertentu, dan masa menjelang timbul onset pneumonia.
Faktor utama pathogen tertentu:
Stapylacocus Auerus : Koma , Cedera Kepala, Influenza, pemakaian
obat IV, DM, gagal ginjal
Anaerob : Aspirasi, selesai operasi abdomen
Acinobacter spp : Antibiotic sebelum onset pneumonia dan
ventilasi mekanik
c) Pneumonia aspirasi
Disebabkan oleh infeksi kuman, pneumonitis kimia akibat aspirasi
bahan toksik, akibat aspirasi cairan inert misalnya cairan makanan atau
lambung, edema paru dan obstruksi mekanik simple oleh bahan padat
d) Pneumonia pada gangguan imun
Terjadi karena akibat proses penyakit dan akibat terapi. Peneybbab
infeksi dapat disebabkan ole kuman pathogen atau mikroorganisme yang
biasanya nonvirulen, berupa bakteri, protozoa, parasit, virus, jamur dn
cacing
E. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis pneumonia menurut (Nurarif & Kusuma, 2015).
1) Demam, sering tampak sebagai tanda infeksi yang pertama. Biasanya kisaran
38-40,5
2) Anoreksia/ tidak nafsu makan
3) Muntah, anak kecil mudah muntah bersamaan dengan penyakit yang
merupakan petunjuk awitan infeksi
4) Diare, biasanya ringan dan sementara tetapi bisa menjadi berat
5) Nyeri abdomen
6) Keluaran nasal sering menyertai infeksi pernafasan, mungkin encer
7) Bunyi pernafasan, seperti batuk, mengi, mengorok. Auskultasi terdengaar
mengi
8) Sakit tenggorokan, ditandai anak menolak untuk makan dan minum
9) Batuk, kesulitan bernafas atau napas cepat 1-5 tahun >40 kali
Selain itu, tanda dan gejala pneumonia yaitu keluar dahak tak bewarna,
batuk karena produksi mukus dan iritasi jalur udara, sakit kepala, nyeri otot, sakit
tulang sendi,kesulitan bernafas (Marry & Donna, 2014).
F. PATOFISIOLOGI
Pneumonia adalah hasil dari proliferasi patogen mikrobial di alveolar dan
respon terhadap patogen tersebut. Banyak cara mikroorganisme memasuki saluran
pernafasan bawah salah satunya adalah melalui aspirasi orofaring. Aspirasi dapat
terjadi pada kaum geriatri saat tidur atau pada pasien penurunan kesadaran.
Melalui droplet yang teraspirasi banyak patogen masuk.pneumonia sangat jarang
tersebar secara hematogen. Faktor mekanis host seperti rambut nares, turbinasi
dan arsitektur trakeobronkial yang bercabang mencegah mikroorganisme dengan
mudah masuk saluran pernafasan. Faktor lain yang berperan adalah reflek batuk
dan refleks tersedak yang mencegah aspirasi. Saat mikroorganisme akhirnya
berhasil masuk ke alveolus, tubuh masih memiliki makrofag alveolar. Pneumonia
akan muncul saat kemampuan makrofag membunuh mikroorganisme lebih rendah
dari kemampuan mikroorganisme bertahan hidup. Makrofag lalu akan
menginisiasi respons inflamasi host. Pada saat inilah manifestasi klinis pneumonia
akan muncul.
Respons inflamasi akan memicu penglepasan mediator inflamasi seperti
interleukin I dan TNF Tumor Neerosis Factor yang akan menghasilkan demam.
Netrofil akan bermigrasi ke paru-paru dan menyebabkan leukositosis perifer
sehingga meningkatkan sekresi purulen. Mediator inflamasi dan netrofil akan
menyebabkan kebocoran kapiler alveolar lokal. Bahkan eritrosit dapat keluar
akibat kebocoran ini dan menyebabkan hemoptisis. Pada keadaan tertentu bakteri
patogen dapat mengganggu vasokontriksi hipoksik yang biasanya muncul pada
alveoli yang terisi cairan hal ini akan menyebabkan hipoksemia berat
G. PATHWAY
PNEUMONIA Intoleransi
Aktivitas
Terhirup
Compliance paru
Masuk ke alveoli
Resiko Hipovolemia
Konsolidasi cairan Cairan menekan
sputum di jalan nafas Konsolidasi syaraf frenikus
cairan sputum
di lambung
Nyeri Akut
Bersihan Jalan Nafas
Tidak Efektif Asam Mual & Defisit
lambung muntah Nutrisi
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Sinar X
Mengidentifikasikan distribusi struktural misalnya lobar, bronchial dapat juga
menyatakan abses
2. Laboratorium
Biasanya LED nya meningkat
3. Pemeriksaan gram kultur, sputum dan darah
Untuk mengidentifikasi semua organisme yang ada
4. Pemeriksaan Radiologi
untuk mengetahui paru-paru menetapkan luas berat penyakit dan membantu
diagnosis penyakit, jenis pneumonia yang diderita (Nurarif & Kusuma, 2015).
I. KOMPLIKASI
Menurut Marni (2014), apabila tidak mendapatkan penanganan yang tepat
maka akan timbul komplikasi pneumonia antara lain:
1. Efusi pleura dan emfiema.
2. Hipoksemia.
3. Pneumonia kronik.
4. Bronkietasis.
5. Gangguan pertukaran napas.
6. Gagal napas.
7. Obstruksi jalan napas.
8. Apnea paru.
J. PENATALAKSANAAN MEDIS
Menurut Nixson (2016), penatalaksanaan keperawatan pneumonia antara
lain:
1. Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit.
2. Ekspektoron yang dapat dibantu dengan postural drainase.
3. Rehidrasi yang cukup dan adekuat.
4. Latihan nafas dalam dan batuk efektif sangat membantu.
5. Oksigenasi sesuai dengan kebutuhan dan yang adekuat.
6. Isolasi pernafasan sesuai dengan kebutuhan.
7. Diet tinggi kalori dan tinggi protein.
8. Terapi lain sesuai dengan komplikasi.
Menurut Nixson (2016), penatalaksanaaan medis pneumonia antara lain:
1. Pemberian antibiotik.
2. Pemberian antipiretik, analgetik, bronchodilator.
3. Pemberian oksigen.
4. Pemberian cairan indikasi.
K. DISCHARGE PLANNING
1. Ajarkan pada orangtua tentang pemberian obat
a. Dosis, rute dan waktu yang cocok dan menyelesaikan dosis selanjutnya
b. Efek samping
c. Respon anak
2. Berikan informasi kepada orang tua tentang cara pengendalian infeksi serta
cara pencegahannya:
a. Ikuti jadwal imunisasi
b. Hindari pemajanan kontak infeksius
3. Bayi: ASI Ekslusif 6 bulan, karena didalam kandungan ASI adanya sistem
kekebalan tubuh yang dapat menjaga anak sehingga tidak mudah terserang
penyakit
4. Gizi seimbang dan cukup sesuai usia anak
5. Hindari asap rokok dan merokok
6. Tutup mulut saat batuk karena penularan pneumonia banyak berasal dari
percikan batuk atau bersin pasien pneumonia
Kolaborasi
Kolaborasi pemantauan dosis oksigen
Kolaborasi penggunaan oksigen saat aktivitas
dan/atau tidur.
2 Pola nafas tidak efektif berhubungan Setelah dilakukan askep selama 3x24 jam MANEJEMEN JALAN NAPAS (I. 01011)
dengan hambatan upaya nafas diharapkan pola nafas membaik dengan 1. Observasi
kriteria hasil: Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman,
Tanda mayor 1. Frekuensi nafas membaik usaha napas)
Subjektif 2. Penggunaan otot bantu nafas Monitor bunyi napas tambahan (mis. Gurgling,
dispnea menurun mengi, weezing, ronkhi kering)
Objektif 3. PLB menurun Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
Penggunaan otot bantu 4. Tekanan ekspirasi dan inspirasi 2. Terapeutik
pernafasan meningkat Pertahankan kepatenan jalan napas dengan
fase ekspirasi memanjang 5. Kedalaman nafas membaik head-tilt dan chin-lift (jaw-thrust jika curiga
ortopnea detik
Objektif Lakukan hiperoksigenasi sebelum
Pernafasan pursed-lip Penghisapan endotrakeal
Pernafasaan cuping hidung Keluarkan sumbatan benda padat dengan
3 Defisit nutrisi (D.0019) setelah dilakukan tindakan keperawatan MANAJEMEN NUTRISI (I.03119)
berhubungan dengan 3 x 24 jam diharapkan STATUS NUTRISI
ketidakmampuan mengabsorbsi (L.03030) membaik dengan kriteria hasil Observasi
nutrien. Porsi makan yang dihabiskan Identifikasi status nutrisi
Gejala dan tanda mayor meningkat Identifikasi alergi dan intoleran makanan
Subjektif Kekuatan otot pengunyah meningkat Identifikasi makanan yang disukai
(tidak tersedia) Kekuatan otot menelan meningkat Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
Objektif Serum albumin meningkat Identifikasi perlunya penggunaan selang
Berat badan menurun Verbalisasi keinginan untuk nasogastrik
minimal 10% dibawah meningkatkan nutrisi meningkat Monitor asupan makanan
rentang ideaL Pengetahuan tentang pilihan Monitor berat badan
makanan yang sehat meningkat Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Gejala dan tanda minor
Pengetahuan tentang pilihan
Subjektif
minuman yang sehat nmeningkat Terapeutik
Cepat kenyang setelah makan
Pengetahuan tentang standar asupan Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
Kram/nyeri abdomen nutrisi yang tepat meningkat Fasilitasi menentukan pedoman diet
Nafsu makan menurun Penyiapan dari penyimpanan (mis.piramida makanan)
makanan yang aman meningkat Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang
Objektif Penyiapan dari penyimpanan sesuai
Bising usus hiperaktif minuman yang aman meningkat Berikan makanan tinggi serat untuk mencagah
Otot pengunyah lemah Sikat terhadap makanan/minuman konstipasi
Otot menelan lemah sesuai dengan tujuan kesehatan Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
Mambran mukosa pucat meningkat Berikan suplemen makanan, jika perlu
Sariawan Perasaan cepat kenyang menurun Hentikan pemberian makan melalui selang
Serum albumin turun Nyeri abdomen menurun nasogastrik jika asupan oral dapat ditoleransi
Indeks Masa Tubuh (IMT) membaik Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan
Bising usus membaik jumlah kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan,
jika perlu.
Tebal lipatan kulit trisep membaik
Membran mukosa membaik.
Edukasi
Jelaskan efek etrapi dan afek samoing obat
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesik,
sesuai indikasi
6 Hipertermi berhubungan dengan Setelah dilakukan inervensi keperawatan MANAGEMEN HIPERTERMI
proses penyakit selama 3x24 jam diharapkan termogulasi Observasi
Gejala dan tanda mayor membaik dengan kriteria hasil: Identifikasi penyebab hipertermi
Subjektif 1. suhu tubuh membaik Monitor suhu tubuh
- 2. suhu kulit membaik Monitor kadar elektrolit
Objektif 3. kulit merah menurun Monitor haluaran urin
Suhu tubuh di atas normal 4. Menggigil menurun
Monitor kompliksi akibat hipertermi
Gejala dan tanda minor Terapeutik
Subjektif
Sediakan lingkungan yang dingin
(tidak tersedia)
Longgarkan atau lepaskan pakaian
Objektif
Berikn cairan oral
Kulit merah
Berikan oksigen bila perlu
Kejang
Basahi dan kipasi permukaan tubuh
Taakikardi
Edukasi
Takipnea
Anjurkan tirah baring
Kulit terasa hangat
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian cairan dan elekrolit
intravena bila perlu
7 Bersihan jalan nafas tidak efektif Setelah dilakukan inervensi keperawatan MANEJEMEN JALAN NAPAS (I. 01011)
berhubungan dengan sekresi yang selama 3x24 jam bersihan jalan nafas
1. Observasi
tertahan meningkat dengan kriteria hasil:
Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman,
Tanda mayor 1. batuk efektif meningkat
usaha napas)
Tanda mayor objektif: 2. produksi sputum menurn
Monitor bunyi napas tambahan (mis. Gurgling,
Batuk tidak efektif atau tidak 3. dispneu menurun
mengi, weezing, ronkhi kering)
mampu batuk 4. frekuensi nafas membaik
Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
Sputum berlebih / obstruksi 5. pola nafas membaik
2. Terapeutik
dijalan nafas
Pertahankan kepatenan jalan napas dengan
Mengi, wheezing dan / atau
head-tilt dan chin-lift (jaw-thrust jika curiga
ronkhi kering.
trauma cervical)
Tanda minor
Posisikan semi-Fowler atau Fowler
Tanda minor subjektif:
Berikan minum hangat
Dispnea
Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
Sulit bicara
Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15
Ortopnea
detik
Tanda minor objektif:
Lakukan hiperoksigenasi sebelum
Gelisah
Penghisapan endotrakeal
Sianosis Keluarkan sumbatan benda padat dengan
Bunyi nafas menurun forsepMcGill
Frekuensi nafas berubah Berikan oksigen, jika perlu
Betz dan Sowden. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Edisi 5. Jakarta: EGC
Bulechek, Gloria dkk. 2013. Nursing Interventions Clasification (NIC) Edisi
Bahasa Indonesia .Jakarta: ELSEVIER
Digiulio Mary, Jackson Dona dkk. 2014. Keperawatan Medikal Bedah .
DeMYSTiFieD Yogyakarta: Rapha Publishing
Ethel, Slone. 2015. Anatomi dan Fisiologi Manusia untuk Pemula. Jakarta: EGC
Herdman, Heather. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2015-
2017 Edisi 10. Jakarta: Penerbit Buku Kedoteran EGC
Marni, 2014. Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Gangguan Pernapasan.
Yogyakarta:Gosyen Publishing
Moorhead, Sue dkk. 2013. Edisi Kelima Nursing Outcomes Clasification (NOC)
Pengukuran Outcomes Kesehatan Edisi Bahasa Indonesia. Jakarta:
ELSEVIER
Nurarif, Amir Huda dan Kusuma Hardi, 2015. aplikasi asuhan keperawatan
berdasarkan diagnosa medis dan NANDA NIC-NIC Jilid 3
: Yogyakarta:Mediaction Publisher
Terry, Cynthia Lee. 2014. Keperawatan Kritis DeMYSTiFieD. Yogyakarta:
Rapha Publishling
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Widiastuti dkk. 2012. Kamus Keperawatan. Jakarta: Prestasi Pustaka