Anda di halaman 1dari 36

LAPORAN PENDAHULUAN

PNEUMONIA
STASE KEPERAWATAN ANAK

Disusun Oleh :

FINA SUSANTRI
NIM. 20300017

PROGRAM STUDI NERS TAHAP PROFESI


STIKES CITRA DELIMA BANGKA BELITUNG
TAHUN AJARAN 2020/2021
KONSEP PENYAKIT PNEUMONIA

A. DEFINISI
Pneumonia adalah radang paru-paru yang berkaitan dengan berbagai
mikroorganisme dan dapat menular dari komunitas atau dari rumah sakit/
nosocomial (Marry & Donna 2014).
Pneumonia adalah penyakit infeksi yang menyebabkan peradangan akut
parenkim paru-paru dan pemadatan eksudat pada jaringan paru-paru (Marni,
2014).
Pneumonia adalah salah satu penyakit peradangan akut parenkim paru
yang biasanya dari suatu infeksi saluran pernafasan bawah akut (ISNBA) dengan
gejala batuk dan disertai dengan sesak nafas yang disebabkan agen infeksius
berupa radang paru-paru yang disertai eksudasi dan konsolidasi dan dapat dilihat
melalui gambaran radiologis (Nurarif & Kusuma, 2015).

B. ETIOLOGI
Penyebaran infeksi terjadi melalui droplet dan sering disebabkan oleh
streptococus pneumonia, melalui selang infuse oleh stapylacocus aureus
sedangkan pada pemakaian ventilator oleh P. Aeruginosa dan entrobacter. Dan
masa kini terjadi karena perubahan keadaan pasien seperti kekebalan tubuh dan
penyakit kronis, polusi lingkungan, penggunanaan antibiotic yang tidak tepat.
Setelah masuk ke paru-paru, organisme bermultiplikasi dan jika telah berhasil
mengalahkan mekanisme pertahanan paru, terjadi pneumonia (Nurarif & Kusuma,
2015). Selain di atas penyebab terjadinya pneumonia sesuai penggolongannya
yaitu:
1. Bacteria: seperti Diplococus pneumonia, Pneumococus, Hemophilus Influinzae
2. Virus: Adeno Virus, Virus Influenza, Virus Sitomegalik
3. Mycoplasma Pneumonia
4. Jamur: Histoplasma Capsulatum, Aspergilur Species, Candida Albicans
5. Aspirasi: Makanan, Cairan Amnion, Benda Asing, Minyak Tanah dan Bensin
6. Pneumonia Hipostatik, Sindrom Loeffler.
Organisme secara umum dikaitkan degan infeksi meliputi Staphylacocus
aureus, Streptococus Pneumoniae, Haemophilus influenza, Mycoplasma,
Legionella, Chlamydia dan Pseudomonas aeruginosa (Marry & Donna, 2014).
C. ANATOMI FISIOLOGI
1. Rongga Hidung (Cavum N)
Udara dari luar akan masuk lewat rongga hidung (cavum nasalis).
Rongga hidung berlapis selaput lendir, di dalamnya terdapat kelenjar minyak
(kelenjar sebasea) dan kelenjar keringat (kelenjar sudorifera). Selaput lendir
berfungsi menangkap benda asing yang masuk lewat saluran pernapasan.
Selain itu, terdapat juga rambut pendek dan tebal yang berfungsi menyaring
partikel kotoran yang masuk bersama udara. Juga terdapat konka yang
mempunyai banyak kapiler darah yang berfungsi menghangatkan udara yang
masuk. Di sebelah belakang rongga hidung terhubung dengan nasofaring
melalui dua lubang yang disebut choanae. Pada permukaan rongga hidung
terdapat rambut-rambut halus dan selaput lendir yang berfungsi untuk
menyaring udara yang masuk ke dalam rongga hidung.
2. Faring (tenggorokan)
Udara dari rongga hidung masuk ke faring. Faring merupakan
percabangan 2 saluran, yaitu saluran pernapasan (nasofarings) pada bagian
depan dan saluran pencernaan (orofarings) pada bagian belakang. Pada bagian
belakang faring (posterior) terdapat laring (tekak) tempat terletaknya pita suara
(pita vocalis). Masuknya udara melalui faring akan menyebabkan pita suara
bergetar dan terdengar sebagai suara. Makan sambil berbicara dapat
mengakibatkan makanan masuk ke saluran pernapasan karena saluran
pernapasan pada saat tersebut sedang terbuka. Walaupun demikian, saraf kita
akan mengatur agar peristiwa menelan, bernapas, dan berbicara tidak terjadi
bersamaan sehingga mengakibatkan gangguan kesehatan. Fungsi utama
faring adalah menyediakan saluran bagi udara yang keluar masuk dan juga
sebagi jalan makanan dan minuman yang ditelan, faring juga menyediakan
ruang dengung(resonansi) untuk suara percakapan.
3. Pangkal Tenggorokan (laring)
Laring merupakan suatu saluran yang dikelilingi oleh tulang rawan.
Laring berada diantara orofaring dan trakea, didepan lariofaring. Salah satu
tulang rawan pada laring disebut epiglotis. Epiglotis terletak di ujung bagian
pangkal laring. Laring diselaputi oleh membrane mukosa yang terdiri dari
epitel berlapis pipih yang cukup tebal sehingga kuat untuk menahan getaran-
getaran suara pada laring. Fungsi utama laring adalah menghasilkan suara dan
juga sebagai tempat keluar masuknya udara. Pangkal tenggorok disusun oleh
beberapa tulang rawan yang membentuk jakun. Pangkal tenggorok dapat
ditutup oleh katup pangkal tenggorok (epiglotis). Pada waktu menelan
makanan, katup tersebut menutup pangkal tenggorok dan pada waktu bernapas
katup membuka. Pada pangkal tenggorok terdapat selaput suara yang akan
bergetar bila ada udara dari paru-paru, misalnya pada waktu kita bicara.
4. Batang tengorokan atau trakea
Tenggorokan berupa pipa yang panjangnya ± 10 cm, terletak sebagian
di leher dan sebagian di rongga dada (torak). Dinding tenggorokan tipis dan
kaku, dikelilingi oleh 4 cincin tulang rawan, dan pada bagian dalam rongga
bersilia. Silia-silia ini berfungsi menyaring benda-benda asing yang masuk ke
saluran pernapasan. Batang tenggorok (trakea) terletak di sebelah depan
kerongkongan. Di dalam rongga dada, batang tenggorok bercabang menjadi
dua cabang tenggorok (bronkus). Di dalam paru-paru, cabang tenggorok
bercabang-cabang lagi menjadi saluran yang sangat kecil disebut bronkiolus.
Ujung bronkiolus berupa gelembung kecil yang disebut gelembung paru-paru
(alveolus).
5. Cabang Batang Tenggorokan (Bronkus)
Tenggorokan (trakea) bercabang menjadi dua bagian, yaitu bronkus
kanan dan bronkus kiri. Struktur lapisan mukosa bronkus sama dengan trakea,
hanya tulang rawan bronkus bentuknya tidak teratur dan pada bagian bronkus
yang lebih besar cincin tulang rawannya melingkari lumen dengan sempurna.
Bronkus bercabang-cabang lagi menjadi bronkiolus. Batang tenggorokan
bercabang menjadi dua bronkus, yaitu bronkus sebelah kiri dan sebelah kanan.
Kedua bronkus menuju paru-paru, bronkus bercabang lagi menjadi bronkiolus.
Bronkus sebelah kanan(bronkus primer) bercabang menjadi tiga
bronkus lobaris (bronkus sekunder), sedangkan bronkus sebelah kiri bercabang
menjadi dua bronkiolus. Cabang-cabang yang paling kecil masuk ke dalam
gelembung paru-paru atau alveolus. Fungsi utama bronkus adalah
menyediakan jalan bagi udara yang masuk dan keluar paru-paru.
6. Bronchiolus
Tidak mengandung lempeng tulang rawan, tidak mengandung kelenjar
submukosa. Otot polos bercampur dengan jaringan ikat longgar, sel bronkiolar
tanpa silia (sel Clara). Lamina propria tidak mengandung sel goblet.
Bronchiolus berfungsi sebagai pengatur jumlah udara yang masuk dan keluar
dari alveoli.
7. Alveolus
Kantong berdinding sangat tipis pada bronkioli terminalis. Tempat
terjadinya pertukaran oksigen dan karbondioksida antara darah dan udara yang
dihirup. Jumlahnya 200 - 500 juta. Terdapat tiga jenis sel-sel alveolar Sel
alveolar tipe I adalah sel epitel yang membentuk diding alveolar, Tipe II sel-sel
yang aktif secara metabolik, mensekresi surfaktan, suatu fosfolifit yang
melapisi permukaan dalam dan mencegah alveolar agar tidak kolaps, dan Tipe
III makrofag yang merupakan sel-sel fagositis yang besar yang memakan
benda asing (mis, lendir, bakteri), dan bekerja sebagai mekanisme pertahan
yang penting.

D. KLASIFIKASI
Klasifikasi Pneumonia menurut (Nurarif & Kusuma, 2015) sebagai
berikut:
1. Klasifikasi pneumonia berdasarkan anatomi
a) Pneumonia Lobaris
Melibatkan seluruh atau satu bagian besar dari satu atau lebih lobus
paru. Bila kedua paru terkena, maka dikenal sebagai pneumoniabilateral
atau ganda
b) Pneumonia Loburalis (Bronkopneumonia)
Melibatkan terjadi pada ujung akhir bronkiolus yang tersumbat oleh
eksudat mukopurulen untuk membentuk bercak konsolidasi dalam lobus
yang berada didekatnya
c) Pneumonia Interstitial/Bronkiolitis
Proses inflamasi yang terjadi di dalam dinding alveolar dan
jaringan peribronkial serta interlobular
2. Klasifikasi pneumonia berdasarkan inang dan lingkungan:
a) Pneumonia Komunitas
Dijumpai pada pasien perokok, patoghen atipikal pada lansia, gram
negative pada pasien dari rumah jompo, dengan adanya PPOK, penyakit
penyerta.
b) Pneumonia Nosokomial
Tergantung 3 faktor yaitu tingkat berta sakit, adanya resiko untuk
jenis pathogen tertentu, dan masa menjelang timbul onset pneumonia.
Faktor utama pathogen tertentu:
Stapylacocus Auerus : Koma , Cedera Kepala, Influenza, pemakaian
obat IV, DM, gagal ginjal
Anaerob : Aspirasi, selesai operasi abdomen
Acinobacter spp : Antibiotic sebelum onset pneumonia dan
ventilasi mekanik
c) Pneumonia aspirasi
Disebabkan oleh infeksi kuman, pneumonitis kimia akibat aspirasi
bahan toksik, akibat aspirasi cairan inert misalnya cairan makanan atau
lambung, edema paru dan obstruksi mekanik simple oleh bahan padat
d) Pneumonia pada gangguan imun
Terjadi karena akibat proses penyakit dan akibat terapi. Peneybbab
infeksi dapat disebabkan ole kuman pathogen atau mikroorganisme yang
biasanya nonvirulen, berupa bakteri, protozoa, parasit, virus, jamur dn
cacing

E. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis pneumonia menurut (Nurarif & Kusuma, 2015).
1) Demam, sering tampak sebagai tanda infeksi yang pertama. Biasanya kisaran
38-40,5
2) Anoreksia/ tidak nafsu makan
3) Muntah, anak kecil mudah muntah bersamaan dengan penyakit yang
merupakan petunjuk awitan infeksi
4) Diare, biasanya ringan dan sementara tetapi bisa menjadi berat
5) Nyeri abdomen
6) Keluaran nasal sering menyertai infeksi pernafasan, mungkin encer
7) Bunyi pernafasan, seperti batuk, mengi, mengorok. Auskultasi terdengaar
mengi
8) Sakit tenggorokan, ditandai anak menolak untuk makan dan minum
9) Batuk, kesulitan bernafas atau napas cepat 1-5 tahun >40 kali
Selain itu, tanda dan gejala pneumonia yaitu keluar dahak tak bewarna,
batuk karena produksi mukus dan iritasi jalur udara, sakit kepala, nyeri otot, sakit
tulang sendi,kesulitan bernafas (Marry & Donna, 2014).

F. PATOFISIOLOGI
Pneumonia adalah hasil dari proliferasi patogen mikrobial di alveolar dan
respon terhadap patogen tersebut. Banyak cara mikroorganisme memasuki saluran
pernafasan bawah salah satunya adalah melalui aspirasi orofaring. Aspirasi dapat
terjadi pada kaum geriatri saat tidur atau pada pasien penurunan kesadaran.
Melalui droplet yang teraspirasi banyak patogen masuk.pneumonia sangat jarang
tersebar secara hematogen. Faktor mekanis host seperti rambut nares, turbinasi
dan arsitektur trakeobronkial yang bercabang mencegah mikroorganisme dengan
mudah masuk saluran pernafasan. Faktor lain yang berperan adalah reflek batuk
dan refleks tersedak yang mencegah aspirasi. Saat mikroorganisme akhirnya
berhasil masuk ke alveolus, tubuh masih memiliki makrofag alveolar. Pneumonia
akan muncul saat kemampuan makrofag membunuh mikroorganisme lebih rendah
dari kemampuan mikroorganisme bertahan hidup. Makrofag lalu akan
menginisiasi respons inflamasi host. Pada saat inilah manifestasi klinis pneumonia
akan muncul.
Respons inflamasi akan memicu penglepasan mediator inflamasi seperti
interleukin I dan TNF Tumor Neerosis Factor yang akan menghasilkan demam.
Netrofil akan bermigrasi ke paru-paru dan menyebabkan leukositosis perifer
sehingga meningkatkan sekresi purulen. Mediator inflamasi dan netrofil akan
menyebabkan kebocoran kapiler alveolar lokal. Bahkan eritrosit dapat keluar
akibat kebocoran ini dan menyebabkan hemoptisis. Pada keadaan tertentu bakteri
patogen dapat mengganggu vasokontriksi hipoksik yang biasanya muncul pada
alveoli yang terisi cairan hal ini akan menyebabkan hipoksemia berat
G. PATHWAY
PNEUMONIA Intoleransi
Aktivitas

Bakteri, jamur, dan virus


Suplai O2

Terhirup
Compliance paru

Masuk ke alveoli

Proses peradangan Pola Nafas


Tidak Efektif

Suhu tubuh Infeksi Cairan Eksudat masuk


kedalam alveoli Difusi

Hipertermia Berkeringat, nafsu makan Sputum Gangguan


& minum Kerja sel goblet Tertelan ke Pertukaran
Produksi sputum lambung Gas

Resiko Hipovolemia
Konsolidasi cairan Cairan menekan
sputum di jalan nafas Konsolidasi syaraf frenikus
cairan sputum
di lambung

Nyeri Akut
Bersihan Jalan Nafas
Tidak Efektif Asam Mual & Defisit
lambung muntah Nutrisi

Bagan 2.1 Phatway Pneumonia

(Sumber: (Mansjoer & Suriadi dan rita Y, 2006)


dan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017)).

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Sinar X
Mengidentifikasikan distribusi struktural misalnya lobar, bronchial dapat juga
menyatakan abses
2. Laboratorium
Biasanya LED nya meningkat
3. Pemeriksaan gram kultur, sputum dan darah
Untuk mengidentifikasi semua organisme yang ada
4. Pemeriksaan Radiologi
untuk mengetahui paru-paru menetapkan luas berat penyakit dan membantu
diagnosis penyakit, jenis pneumonia yang diderita (Nurarif & Kusuma, 2015).

I. KOMPLIKASI
Menurut Marni (2014), apabila tidak mendapatkan penanganan yang tepat
maka akan timbul komplikasi pneumonia antara lain:
1. Efusi pleura dan emfiema.
2. Hipoksemia.
3. Pneumonia kronik.
4. Bronkietasis.
5. Gangguan pertukaran napas.
6. Gagal napas.
7. Obstruksi jalan napas.
8. Apnea paru.

J. PENATALAKSANAAN MEDIS
Menurut Nixson (2016), penatalaksanaan keperawatan pneumonia antara
lain:
1. Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit.
2. Ekspektoron yang dapat dibantu dengan postural drainase.
3. Rehidrasi yang cukup dan adekuat.
4. Latihan nafas dalam dan batuk efektif sangat membantu.
5. Oksigenasi sesuai dengan kebutuhan dan yang adekuat.
6. Isolasi pernafasan sesuai dengan kebutuhan.
7. Diet tinggi kalori dan tinggi protein.
8. Terapi lain sesuai dengan komplikasi.
Menurut Nixson (2016), penatalaksanaaan medis pneumonia antara lain:
1. Pemberian antibiotik.
2. Pemberian antipiretik, analgetik, bronchodilator.
3. Pemberian oksigen.
4. Pemberian cairan indikasi.

K. DISCHARGE PLANNING
1. Ajarkan pada orangtua tentang pemberian obat
a. Dosis, rute dan waktu yang cocok dan menyelesaikan dosis selanjutnya
b. Efek samping
c. Respon anak
2. Berikan informasi kepada orang tua tentang cara pengendalian infeksi serta
cara pencegahannya:
a. Ikuti jadwal imunisasi
b. Hindari pemajanan kontak infeksius
3. Bayi: ASI Ekslusif 6 bulan, karena didalam kandungan ASI adanya sistem
kekebalan tubuh yang dapat menjaga anak sehingga tidak mudah terserang
penyakit
4. Gizi seimbang dan cukup sesuai usia anak
5. Hindari asap rokok dan merokok
6. Tutup mulut saat batuk karena penularan pneumonia banyak berasal dari
percikan batuk atau bersin pasien pneumonia

L. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS


1. PENGKAJIAN
a. Data Demografi
1) Identitas Klien, meliputi :
a) Nama/Nama panggilan
b) Tempat tanggal lahir/usia
c) Jenis kelamin
d) A g a m a
e) Pendidikan
f) Alamat
g) Tanggal/jam masuk
h) Tanggal pengkajian
i) Diagnosa medis
2) Penanggung jawab pasien
3) Keluhan utama biasanya panas tinggi, sesak napas
4) Riwayat kesehatan
a) Riwayat Penyakit sekarang, tanyakan : Apakah masih ada batuk,
berapa lama, Apakah masih ada panas badan, Apakah nyeri dada
kalau batuk, Apakah ada riak kalau batuk
5) Riwayat kesehatan yang lalu, tanyakan : Frekuensi ISPA, Riwayat Alergi,
Kebiasaan merokok, Pengguaan obat-obatan, Imunisasi, Riwayat penyakit
keturunan
6) Riwayat Keluarga, tannyakan: Apakah ada keluarga yang menderita
batuk, Apakah ada keluarga yang menderita alergi, Apakah ada keluarga
yang menderita TBC, Cancer paru
7) Riwayat Lingkungan: Apakah rumah dekat dengan pabrik, Apakah
banyak asap atau debu, Apakah ada keluarga yang merokok
8) Pengkajian Fisik
Inspeksi:
a) Amati bentuk thorax
b) Amati Frekuensi napas, irama, kedalamannya
c) Amati tipe pernapasan : Pursed lip breathing, pernapasan diapragma,
penggunaan otot Bantu pernapasan
d) Tanda tanda reteraksi intercostalis , retraksi suprastenal
e) Gerakan dada
f) Adakan tarikan didinding dada , cuping hidung, tachipnea
g) Apakah daa tanda tanda kesadaran meenurun
Palpasi
a) Gerakan pernapasan
b) Raba apakah dinding dada panas
c) Kaji vocal premitus
d) Penurunan ekspansi dada
Auskultasi
a) dakah terdenganr stridor
b) Adakah terdengar wheezing
c) Evaluasi bunyi napas, prekuensi,kualitas, tipe dan suara tambahan
Perkusi
a) Suara Sonor/Resonans merupakan karakteristik jaringan paru normal
b) Hipersonor , adanya tahanan udara
c) Pekak/flatness, adanya cairan dalan rongga pleura
d) Redup/Dullnes, adanya jaringan padat
e) Tympani, terisi udara.
9) Pemeriksaan Fisik per sistems
a) Aktivitas/istirahat
Gejala : kelemahan, kelelahan, insomnia
Tanda : letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas.
b) Sirkulasi
Gejala : riwayat adanya
Tanda : takikardia, penampilan kemerahan, atau pucat
c) Makanan/cairan
Gejala : kehilangan nafsu makan, mual, muntah, riwayat diabetes
mellitus
Tanda : sistensi abdomen, kulit kering dengan turgor buruk,
penampilan kakeksia (malnutrisi)
d) Neurosensori
Gejala : sakit kepala daerah frontal (influenza)
Tanda : perusakan mental (bingung)
e) Nyeri/kenyamanan
Gejala : sakit kepala, nyeri dada (meningkat oleh batuk), imralgia,
artralgi
Tanda : melindungi area yang sakit (tidur pada sisi yang sakit untuk
membatasi gerakan)
f) Pernafasan
Gejala : adanya riwayat ISK kronis, takipnea (sesak nafas), dispnea.
Tanda : sputum: merah muda, berkarat
Bunyi nafas menurun : Warna: pucat/sianosis bibir dan kuku
g) Keamanan
Gejala : riwayat gangguan sistem imun misal: AIDS, penggunaan
steroid, demam.
Tanda : berkeringat, menggigil berulang, gemetar.
h) Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : riwayat mengalami pembedahan, penggunaan alkohol kronik
Tanda : DRG menunjukkan rerata lama dirawat 6 – 8 hari
i) Sistem Integumen
kulit pucat, cyanosis, turgor menurun (akibat dehidrasi sekunder),
banyak keringat , suhu kulit meningkat, kemerahan
j) Sistem Pulmonal
Pernafasan cuping hidung, hiperventilasi, batuk
(produktif/nonproduktif), sputum banyak, penggunaan otot bantu
pernafasan, pernafasan diafragma dan perut meningkat, Laju
pernafasan meningkat, terdengar stridor, ronchii pada lapang paru.
k) Sistem Cardiovaskuler
Denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokontriksi, kualitas darah
menurun
l) Sistem Neurosensori : GCS menurun, refleks menurun/normal, letargi
m) Sistem Musculoskeletal : tonus otot menurun, nyeri otot/normal,
retraksi paru dan penggunaan otot aksesoris pernafasan
n) Sistem perkemihan : produksi urine menurun/normal, konsistensi feses
normal/diare
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN, SLKI dan SIKI
Standar Diagnosa Standar Luaran Standar Intervensi
No Keperawatan Indonesia Keperawatan Indonesia Keperawatan Indonesia
(SDKI) (SLKI) (SIKI)
1 Gangguan pertukaran gas (D. 0003) Setelah dilakukan tindakan keperawatan PEMANTAUAN RESPIRASI (I.01014)
berhubungan dengan 3 x 24 jam diharapkan PERTUKARAN Observasi
ketidakseimbangan ventilasi-perfusi, GAS (L.01003) meningkat, dengan kriteria  Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya
perubahan membran alveolus- hasil : nafas
kapiler.  Tingkat kesadaran meningkat  Monitor pola nafas (seperti bradipnea, takipnea,
Gejala dan tanda mayor  Dipsnea menurun hiperventilasi, kussmaul, cheyne-stokes, bot,
Subjektif :  Bunyi nafas tambahan menurun ataksik)
 Dipsnea  Pusing menurun  Monitor kemampuan batuk efektif
Objektif :  Penglihatan kabur menurun  Monitor adanya produksi sputum
 PCO2 meningkat/menurun  Diaforesis menurun  Monitor adanya sumbatan jalan nafas
 PO2 menurun  Gelisah menurun  Palpasi kesimetrian ekspansi paru
 Takikardia  Nafas cuping hidung menurun  Auskultasi bunyi nafas
 pH arteri meningkat/menurun  PCO2 membaik  Monitor saturasi oksigen
 Bunyi nafas tambahan  PO2 membaik  Monitor nilai AGD

 Takikardia membaik  Monitor hasil x-ray toraks


Gejala dan tanda minor  pH arteri membaik Terapeutik
Subjektif :  sianosis membaik  Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi
 Pusing  pola nafas membaik pasien
 Penglihatan kabur  warna kulit membaik.  Dokumentasikan hasil pemantauan
Objektif : Edukasi
 Sianosis  Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
 Diaforesis  Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
 Gelisah
 Nafas cuping hidung TERAPI OKSIGEN (I.01026)

 Pola nafas abnormal Observasi

(cepat/lambat,  Monitor kecepatan aliran oksigen


regular/ireguler,  Monitor posisi alat terapi oksigen
dalam/dangkal)  Monitor aliran oksigen secara periodik dan
 Warna kulit abnormal (mis. pastikan fraksi yang diberikan cukup
Pucat, kebiruan)  Monitor efektifitas terapi oksigen (mis.
 Kesadaran menurun. Oksimetri, analisa gas darah), jika perlu
 Monitor kemampuan melepaskan oksigen saat
makan
 Monitor tanda-tanda hipoventilasi
 Monitor tanda dan gejala toksikasi oksigen dan
atelektasis
 Monitor tingkat kecemasan akibat terapi oksigen
 Monitor integritas mukosa hidung akibat
pemasangan oksigen
Terapeutik
 Bersihkan sekret pada mulut, hidung dan trakea,
jika perlu
 Pertahankan kepatenan jalan nafas
 Siapkan dan atur peralatan pemberian oksigen
 Berikan oksigen tambahan, jika perlu
 Tetap berikan oksigen saat pasien ditransportasi
 Gunakan perangkat oksigen yang sesuai dengan
tingkat mobilitas pasien
Edukasi
 Ajarkan pasien dan keluarga cara menggunakan
oksigen dirumah

Kolaborasi
 Kolaborasi pemantauan dosis oksigen
 Kolaborasi penggunaan oksigen saat aktivitas
dan/atau tidur.
2 Pola nafas tidak efektif berhubungan Setelah dilakukan askep selama 3x24 jam MANEJEMEN JALAN NAPAS (I. 01011)
dengan hambatan upaya nafas diharapkan pola nafas membaik dengan 1. Observasi
kriteria hasil:  Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman,
Tanda mayor 1. Frekuensi nafas membaik usaha napas)
Subjektif 2. Penggunaan otot bantu nafas  Monitor bunyi napas tambahan (mis. Gurgling,
 dispnea menurun mengi, weezing, ronkhi kering)
Objektif 3. PLB menurun  Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
 Penggunaan otot bantu 4. Tekanan ekspirasi dan inspirasi 2. Terapeutik
pernafasan meningkat  Pertahankan kepatenan jalan napas dengan
 fase ekspirasi memanjang 5. Kedalaman nafas membaik head-tilt dan chin-lift (jaw-thrust jika curiga

 Pola nafas abnormal (missal trauma cervical)

takipnea, bradipnea,  Posisikan semi-Fowler atau Fowler

hiperventilasi)  Berikan minum hangat

Tanda minor  Lakukan fisioterapi dada, jika perlu

Subjektif  Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15

 ortopnea detik
Objektif  Lakukan hiperoksigenasi sebelum
 Pernafasan pursed-lip  Penghisapan endotrakeal
 Pernafasaan cuping hidung  Keluarkan sumbatan benda padat dengan

 Diameter thoraks anterior– forsepMcGill

posterior meningkat  Berikan oksigen, jika perlu

 Kapasitas vital menurun 3. Edukasi

 Tekanan ekspirasi menurun  Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika


tidak kontraindikasi.
 Tekanan inspirasi menurun
 Ajarkan teknik batuk efektif
 Ekskursi dada berubah
4. Kolaborasi
Kondisi klinis terkait
 Kolaborasi pemberian bronkodilator,
 Depresi system saraf pusat
ekspektoran, mukolitik, jika perlu.
 Cedera kepala
 Trauma thoraks
 Gullian barre syndrome
 Sklerosis multipel
 Stroke
 Intoksidasi alcohol

3 Defisit nutrisi (D.0019) setelah dilakukan tindakan keperawatan MANAJEMEN NUTRISI (I.03119)
berhubungan dengan 3 x 24 jam diharapkan STATUS NUTRISI
ketidakmampuan mengabsorbsi (L.03030) membaik dengan kriteria hasil Observasi
nutrien.  Porsi makan yang dihabiskan  Identifikasi status nutrisi
Gejala dan tanda mayor meningkat  Identifikasi alergi dan intoleran makanan
Subjektif  Kekuatan otot pengunyah meningkat  Identifikasi makanan yang disukai
(tidak tersedia)  Kekuatan otot menelan meningkat  Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrien
Objektif  Serum albumin meningkat  Identifikasi perlunya penggunaan selang
 Berat badan menurun  Verbalisasi keinginan untuk nasogastrik
minimal 10% dibawah meningkatkan nutrisi meningkat  Monitor asupan makanan
rentang ideaL  Pengetahuan tentang pilihan  Monitor berat badan
makanan yang sehat meningkat  Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Gejala dan tanda minor
 Pengetahuan tentang pilihan
Subjektif
minuman yang sehat nmeningkat Terapeutik
 Cepat kenyang setelah makan
 Pengetahuan tentang standar asupan  Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
 Kram/nyeri abdomen nutrisi yang tepat meningkat  Fasilitasi menentukan pedoman diet
 Nafsu makan menurun  Penyiapan dari penyimpanan (mis.piramida makanan)
makanan yang aman meningkat  Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang
Objektif  Penyiapan dari penyimpanan sesuai
 Bising usus hiperaktif minuman yang aman meningkat  Berikan makanan tinggi serat untuk mencagah
 Otot pengunyah lemah  Sikat terhadap makanan/minuman konstipasi
 Otot menelan lemah sesuai dengan tujuan kesehatan  Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
 Mambran mukosa pucat meningkat  Berikan suplemen makanan, jika perlu
 Sariawan  Perasaan cepat kenyang menurun  Hentikan pemberian makan melalui selang
 Serum albumin turun  Nyeri abdomen menurun nasogastrik jika asupan oral dapat ditoleransi

 Rambut rontok berlebihan  Sariawan menurun Edukasi

 Diare  Rambut rontok menurun  Anjurkan posisi duduk, jika mampu


 Diare menurun  Ajarkan diet yang diprogramkan
 Berat badan membaik Kolaborasi

 Indeks Masa Tubuh (IMT) membaik  Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan

 Frekuensi makan membaik (mis. Pereda nyeri, antiemetik), jika perlu

 Nafsu makan membaik  Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menetukan

 Bising usus membaik jumlah kalori dan jenis nutrien yang dibutuhkan,
jika perlu.
 Tebal lipatan kulit trisep membaik
 Membran mukosa membaik.

PROMOSI BERAT BADAN (I.03136)


Observasi
 Identifikasi kemungkinan penyebab BB kurang
 Monitor adanya mual dan muntah
 Monitor jumlah kalori yang dikonsumsi sehari-
hari
 Monitor berat badan
 Monitor albumin, limfosit, dan elektrolit serum
Terapeutik
 Berikan perawatan mulut sebelum pemberian
makan, jika perlu
 Sediakan makanan yang tepat sesuai kondisi
pasien (mis.makanan dengan tekstur halus,
makanan yang diblender, makanan cair yang
diberikan melalui NGT atau gastrostomi, total
parenteral nutrision sesuai indikasi)
 Hidangkan makanan secara menarik
 Berikan suplemen, jika perlu
 Berikan pujian pada pasien/keluarga untuk
peningkatan yang dicapai
Edukasi
 Jelaskan jenis makanan yang bergizi, namun
tetap terjangkau
 Jelaskan peningkatan asupan kalori yang
dibutuhkan.
4 Intoleransi aktivitas (D.0056) setelah dilakukan tindakan keperawatan MANAJEMEN ENERGI (I.05178)
berhubungan dengan 3 x 24 jam diharapkan TOLERANSI Observasi
ketidakseimbangan antara suplai dan AKTIVITAS (L.05047) meningkat, dengan  Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
kebutuhan oksigen kriteria hasil : mengakibatkan kelelahan
 Frekuensi nadi meningkat  Monitor kelelahan fisik dan emosional
 Saturasi oksigen meningkat  Monitor pola dan jam tidur
Gejala dan tanda mayor  Kemudahan dalam melakukan  Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama
Subjektif aktivitas sehari-hari meningkat melakukan aktivitas
 Mengeluh lelah  Kecepatanberjalan meningkat Terapeutik
Objektif  Jarak berjalan meningkat  Sediakan lingkungan nyaman dan rendah
 Frekuensi jantung meningkat  Kekuatan tubuh bagian atas stimulus (mis. Cahaya, suara, kunjungan)
> 20% dari kondisi istirahat meningkat  Lakukan latihan rentang gerak pasif dan/atau
Gejala dan tanda minor  Kekuatan tubuh bagian bawah aktif
Subjektif meningkat  Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
 Dipsnea saat/setelah aktifitas  Toleransi dalam menaiki tangga  Fasilitasi duduk disisi tempat tidur, jka tidak
 Merasa tidak nyaman setelah meningkat dapat berpinda atau berjalan
beraktifitas  Keluhan lelah menurun Edukasi
 Merasa lemah  Dipsnea saat aktivitas menurun  Anjurkan tirah baring
Objektif  Dipsnea setelah aktivitas menurun  Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
 Tekanan darah berubah >  Perasaan lemah menurun  Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan
20% dari kondisi intirahat  Aritmia saat aktivitas menurun gejala kelelahan tidak berkurang
 Gambaran EKG menunjukkan  Aritmia setelah aktivitas menurun  Ajarkan strategi koping untuk mengurangi
aritmia saat/setelah aktivitas  Sianosis menurun kelelahan
 Gambaran EKG menunjukkan  Warna kulit membaik Kolaborasi
iskemia  Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
 Tekanan darah membaik
 Sianosis. meningkatkan asupan makanan
 Frekuensi nafas membaik
 EKG iskemia membaik.
TERAPI AKTIVITAS (I.05186)
Observasi
 Identifikasi defisit tingkat aktifitas
 Identifikasi kemampuan berpartisipasi dalam
aktivitas tertentu
 Identifikasi sumber daya untuk aktivitas yang
diinginkan
 Identifikasi strategi peningkatan partisipasi
dalam aktivitas
 Identifikasi makna aktivitas rutin (mis. Bekerja)
dan waktu luang
 Monitor respon emosional, fisik, sosial, dan
spiritual terhadap aktivitas
Terapeutik
 Fasilitasi fokus pada kemampuan, bukan defisit
yang dialami
 Sepakat komitmen untum meningkatkan
frekuensi dan rentang aktifitas
 Pasilitasi memiliki aktifitas dan tetapkan tujuan
aktifitas yeng konsisten sesuai kemampuan fisik,
psikologis, dan sosial
 Koordinasikan pemilihan aktifitas sesuai
kelompok usia
 Fasilitasi makna aktifitas yang dipilih
 Fasilitasi tranportasi untuk menghadiri aktifitas,
jika sesuai
 Fasilitasi pasien dan keluarga dalam
menyesuaikan lingkungan untuk mengakomodasi
aktivitas yang dipilih
 Fasilitasi aktivitas rutin (mis. Ambulasi,
mobilisasi, dan perawatan diri) sesaui kebutuhan
 Fasilitasi aktivitas penggantisaat mengalami
keterbatasan waktu, energi atau gerak
 Fasilitasi aktivitas motorik kasar untuk pasien
hiperaktif
 Tingkatkan aktivitas fisik untuk memelihara
berat badan, jika sesuai
 Fasilitasi aktivitas motorik untuk merelaksasikan
otot
 Fasilitasi aktivitas dengan komponen memori
implisit dan emosional (mis. Kegiatan
keagamaan khusus) untuk pasien demensia, jika
sesuai
 Libatkan dalam permaianan kelompok yang
tidak kompetitif, terstruktur dan aktif
 Tingkatkan keterlibatan dalam aktivitas retkreasi
dan diversifikasi untuk menurunkan kecemasan
(mis. Vocal grup, bola voli, tenis meja, jogging,
berenang, tugas sederhana, permaianan
sederhana, tugas rutin, tugas rumah tangga,
perawatan diri dan teka-teki dan kartu)
 Libatkan keluarga dalam aktivitas, jika perlu
 Fasilitasi pengembangan motivasi dan penguatan
diri
 Fasilitasi pasien dan keluarga memantau
kemajuannya sendiri untuk mencapai tujuan
 Jadwalkan aktivitas dalam rutinitas sehari-hari
 Berikan penguatan positif atas partisipasi dalam
aktivitas
Edukasi
 Jelaskan metode aktivitas fisik sehari-hari, jika
perlu
 Ajarkan cara melakukan aktivtas yang dipilih
 Anjurkan melakukan aktovotas fisik, sosial,
spiritual dan kognitif dalam menjaga fungsi dan
kesehatan
 Anjurkan terlibat dalam aktivitas kelompok atau
terapi, jika sesuai
 Anjurkan keluarga untuk memberikanpenguatan
positif atau partisipasi dalam aktivitas
Kolaborasi
 Kolaborasi dengan terapi okupasi dalam
merencanakan dan memonitor program aktivitas,
jika sesuai
 Rujuk pada pusat atau program aktivitas
komunitas, jika perlu.
5 Nyeri akut (D.0077) berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan MANAJEMEN NYERI (I.08238)
dengan agen pencedera fisiologis. 3 x 24 jam diharapkan TINGKAT NYERI Observasi
Gejala dan tanda mayor (L.08066) menurun, dengan kriteria hasil :  Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
Subjektif  Kemampuan menuntaskan aktivitas frekuansi, kualitas, intensitas nyeri
 Mengeluh nyeri meningkat  Identifikasi skala nyeri
Objektif  Keluhan nyeri menurun  Idnetifikasi respon nyeri nonverbal
 Tampak meringis  Meringis menurun  Identifikasi faktor yang memperberat dan
 Bersikap protektif  Sikap protektif menurun memperingan nyeri
(mis.waspada posisi  Gelisah menurun  Identifikasi pengaruh dan keyakinan tentang
menghindari nyeri)  Kesulitan tidur menurun nyeri
 Gelisah  Menarik diri menurun  Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon
 Frekuensi nadi meningkat  Berfokus pada diri sendiri menurun nyeri
 Sulit tidur  Diaforesis menurun  Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
Gejala dan tanda minor  Perasaan defresi(tertekan) menurun  Monitor keberhasilan terapi komplementer yang
Subjektif sudah diberikan
 Perasaan takut mengalami cedera
(tidak tersedia) berulang menurun  Monitor efek samping penggunaan analgetik
Objektif Terapeutik
 Anoreksia menurun
 Tekanan darah meningkat  Berikan teknik nonfarmakologis untuk
 Ketegangan otot menurun
 Pola nafas berubah mengurangin rasa nyeri (mis. TENS, hipnosis,
 Pupil dilatasi menurun
 Nafsu makan berubah akupresure, terapi musik, biofeedback, terapi
 Frekuensi nadi membaik
 Proses berpikir terganggu pijat, aromaterapi, teknik imajenasi terbimbing,
 Pola nafas membaik
 Menarik diri kompres hangat/dingin, terapi bermain)
 Tekanan darah membaik
 Berfokus pada diri sendiri  Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nteri
 Proses berpikir membaik
(mis. Suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
 Diaforesis
 Fokus membaik
 Fasilitasi istirahat dan tidur
 Fungsi berkemih membaik
 Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
 Perilaku membaik pemilihan strategi meredakan nyeri
 Nafsu makan membaik Edukasi

 Pola tidur membaik  Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu nyeri


 Jelaskan strategi meredakan nyeri
 Anjurkan monitor nyeri secara mandiri
 Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
 Ajarkan teknik nonfamakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian analgesik, jika perlu

PEMBERIAN ANALGESIK (I.08243)


Observasi
 Identifikasi karakteristik nyeri (mis. Pencetus,
pereda, kualitas, lokasi, intensitas, frekuensi,
durasi)
 Identifikasi riwayat alergi obat
 Identifikasi kesesuain jenis analgesik (mis.
Narkitika, non- narkotika, atau NSAID) dengan
tingkat keparahan nyeri
 Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
 Monitor efektifitas analgesik
Terapeutik
 Diskusikan jenis analgesik yang disukai untuk
mencapai analgesik optimal, jiak perlu
 Pertimbangkan penggunaan infust kontinu, atau
bolus opioid untuk mempertahankan kadar dalam
serum
 Tetapkan target aktifitas analgetik
untukmengoptimalkan respon pasien
 Dokumtasikan respon terhadap efek analgesik
dan efek yang tidak diinginkan

Edukasi
 Jelaskan efek etrapi dan afek samoing obat
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian dosis dan jenis analgesik,
sesuai indikasi
6 Hipertermi berhubungan dengan Setelah dilakukan inervensi keperawatan MANAGEMEN HIPERTERMI
proses penyakit selama 3x24 jam diharapkan termogulasi Observasi
Gejala dan tanda mayor membaik dengan kriteria hasil:  Identifikasi penyebab hipertermi
Subjektif 1. suhu tubuh membaik  Monitor suhu tubuh
- 2. suhu kulit membaik  Monitor kadar elektrolit
Objektif 3. kulit merah menurun  Monitor haluaran urin
 Suhu tubuh di atas normal 4. Menggigil menurun
 Monitor kompliksi akibat hipertermi
Gejala dan tanda minor Terapeutik
Subjektif
 Sediakan lingkungan yang dingin
(tidak tersedia)
 Longgarkan atau lepaskan pakaian
Objektif
 Berikn cairan oral
 Kulit merah
 Berikan oksigen bila perlu
 Kejang
 Basahi dan kipasi permukaan tubuh
 Taakikardi
Edukasi
 Takipnea
 Anjurkan tirah baring
 Kulit terasa hangat
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian cairan dan elekrolit
intravena bila perlu
7 Bersihan jalan nafas tidak efektif Setelah dilakukan inervensi keperawatan MANEJEMEN JALAN NAPAS (I. 01011)
berhubungan dengan sekresi yang selama 3x24 jam bersihan jalan nafas
1. Observasi
tertahan meningkat dengan kriteria hasil:
 Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman,
Tanda mayor 1. batuk efektif meningkat
usaha napas)
Tanda mayor objektif: 2. produksi sputum menurn
 Monitor bunyi napas tambahan (mis. Gurgling,
 Batuk tidak efektif atau tidak 3. dispneu menurun
mengi, weezing, ronkhi kering)
mampu batuk 4. frekuensi nafas membaik
 Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
 Sputum berlebih / obstruksi 5. pola nafas membaik
2. Terapeutik
dijalan nafas
 Pertahankan kepatenan jalan napas dengan
 Mengi, wheezing dan / atau
head-tilt dan chin-lift (jaw-thrust jika curiga
ronkhi kering.
trauma cervical)
Tanda minor
 Posisikan semi-Fowler atau Fowler
Tanda minor subjektif:
 Berikan minum hangat
 Dispnea
 Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
 Sulit bicara
 Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15
 Ortopnea
detik
Tanda minor objektif:
 Lakukan hiperoksigenasi sebelum
 Gelisah
 Penghisapan endotrakeal
 Sianosis  Keluarkan sumbatan benda padat dengan
 Bunyi nafas menurun forsepMcGill
 Frekuensi nafas berubah  Berikan oksigen, jika perlu

 Pola nafas berubah 3. Edukasi

Kondisi klinis terkait  Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika

 Infeksi saluran nafas tidak kontraindikasi.


 Ajarkan teknik batuk efektif
4. Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik, jika perlu.

PEMANTAUAN RESPIRASI (I.01014)


Observasi
 Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya
nafas
 Monitor pola nafas (seperti bradipnea, takipnea,
hiperventilasi, kussmaul, cheyne-stokes, bot,
ataksik)
 Monitor kemampuan batuk efektif
 Monitor adanya produksi sputum
 Monitor adanya sumbatan jalan nafas
 Palpasi kesimetrian ekspansi paru
 Auskultasi bunyi nafas
 Monitor saturasi oksigen
 Monitor nilai AGD
 Monitor hasil x-ray toraks
Terapeutik
 Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi
pasien
 Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
 Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Betz dan Sowden. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Edisi 5. Jakarta: EGC
Bulechek, Gloria dkk. 2013. Nursing Interventions Clasification (NIC) Edisi
Bahasa Indonesia .Jakarta: ELSEVIER
Digiulio Mary, Jackson Dona dkk. 2014. Keperawatan Medikal Bedah .
DeMYSTiFieD Yogyakarta: Rapha Publishing
Ethel, Slone. 2015. Anatomi dan Fisiologi Manusia untuk Pemula. Jakarta: EGC
Herdman, Heather. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2015-
2017 Edisi 10. Jakarta: Penerbit Buku Kedoteran EGC
Marni, 2014. Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Gangguan Pernapasan.
Yogyakarta:Gosyen Publishing
Moorhead, Sue dkk. 2013. Edisi Kelima Nursing Outcomes Clasification (NOC)
Pengukuran Outcomes Kesehatan Edisi Bahasa Indonesia. Jakarta:
ELSEVIER
Nurarif, Amir Huda dan Kusuma Hardi, 2015. aplikasi asuhan keperawatan
berdasarkan diagnosa medis dan NANDA NIC-NIC Jilid 3
: Yogyakarta:Mediaction Publisher
Terry, Cynthia Lee. 2014. Keperawatan Kritis DeMYSTiFieD. Yogyakarta:
Rapha Publishling
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik Edisi 1. Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Widiastuti dkk. 2012. Kamus Keperawatan. Jakarta: Prestasi Pustaka

Anda mungkin juga menyukai