Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN (TINJAUAN TEORI)

A. DEFINISI

Pneumonia merupakanperadanganakutparenkimparu yang


biasanyaberasaldarisuatuinfeksi. Istilah pneumonia
mencakupsetiapkeadaanradangparu, dengan beberapa alveoli terisicairandansel-
seldarah.d.Pneumoniaadalahpenyakitinfeksiakutparu yang
disebabkanterutamaolehbakteri;merupakanpenyakitInfeksiSaluranPernapasanAk
ut (ISPA) yang paling seringmenyebabkankematianpadaanakdananakbalita.
(Chang, Esther. 2010)

Pneumonia adalah peradangan alveoli atau pada parenchim paru yang terjadi
pada anak. (Corwin, Elizabeth J. 2011)

Pneumonia ialahsuaturadangparu yang disebabkanolehbermacam-


macametiologisepertibakteri, virus, jamurdanbendaasing yang
mengensijaringanparu (alveoli).(DEPKES. 2009).

Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari


bronkiolusterminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, serta
menimbulkankonsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas
setempat. .(Sudigdiodi dan Imam Supardi, 2010)

Pneumonia merupakanperadanganakutparenkimparu yang


biasanyaberasaldarisuatuinfeksi. Istilah pneumonia
mencakupsetiapkeadaanradangparu, dengan beberapa alveoli terisicairandansel-
seldarah.

Pneumonia adalah penyakit infeksi akut paru yang disebabkan terutama oleh
bakteri;merupakan penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) yang
paling seringmenyebabkan kematian pada anak dan anak balita .(Sudigdiodi dan
Imam Supardi, 2012)

Pneumonia merupakan peradangan akut parenkim paru-paru yang biasanya


berasaldari suatu infeksi. (Corwin, Elizabeth J. 2009)

Pneumonia adalahsuatuperadanganparu yang disebabkanolehbermacam-


macametiologisepertibakteri, virus, jamurdanbendaasing (IKA, 2009)

Pneumonia adalah salah satu jenis pneumonia yang mempunyai pola


penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi di dalam
bronchi dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya. (Chang, Esther.
2010)

Pneumonia adalah penyebaran daerah infeksi yang berbercak dengan diameter


sekitar 3 sampai 4 cm mengelilingi dan juga melibatkan bronchi. (Corwin, Elizabeth J.
2011)
Bronchopneumoni adalah salah satu jenis pneumonia yang mempunyai pola
penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi di dalam
bronchi dan meluas ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya. (Chang, Esther.
2010)

Bronchopneomonia adalah penyebaran daerah infeksi yang berbercak dengan


diameter sekitar 3 sampai 4 cm mengelilingi dan juga melibatkan bronchi. ( Corwin,
Elizabeth J. 2011)

Menurut Whaley & Wong, Bronchopneumonia adalah bronkiolus terminal


yang tersumbat oleh eksudat, kemudian menjadi bagian yang terkonsolidasi atau
membentuk gabungan di dekat lobulus, disebut juga pneumonia lobaris.

Bronchopneumonia adalah suatu peradangan paru yang biasanya menyerang


di bronkeoli terminal. Bronkeoli terminal tersumbat oleh eksudat mokopurulen yang
membentuk bercak-barcak konsolidasi di lobuli yang berdekatan. Penyakit ini sering
bersifat sekunder, menyertai infeksi saluran pernafasan atas, demam infeksi yang
spesifik dan penyakit yang melemahkan daya tahan tubuh.(Sudigdiodi dan Imam
Supardi, 2010)

Kesimpulannya bronchopneumonia adalah jenis infeksi paru yang disebabkan


oleh agen infeksius dan terdapat di daerah bronkus dan sekitar alveo

B. ANATOMI FISIOLOGI

1. Saluran Pernafasan Bagian Atas


Saluran pernafasan bagian atas terdiri atas hidung, faring, laring, dan epiglotis,
yang berfungsi menyaring menghangatkan, dan melembabkan udara yang dihirup
a. Hidung
Bagian ini terdiri atas nares anterior (saluran di dalam lubang hidung) yang
memuat kelenjar sebaseus dengan di tutupi bulu kasar yang bermuara ke rongga
hidung. Bagian hidung lainnya adalah rongga hidung yang dilapisi oleh selaput
lendir yang mengandung pembuluh darah. Proses oksigenasi diawali dari sini.
Pada saat udara masuk melalui hidung, udara akan disaring oleh bulu-bulu yang
ada di dalam vestibulum (bagian rangga hidung), kemudian dihangatkan serta
dilembabkan.
b. Faring
Faring merupakan pipa yang memiliki otot, memanjang muli dari dasr
tenggorokan sampai dengan esofagus yang terletak dibelakang naso faring (di
belakang hidung), orofaring (di belakang mulut), dan larino faring (di belakang
faring).
c. Laring
Laring merupakan saluran pernafasan setelah faring yang terdiri atas bagian
tulang rawan yang diikat bersama ligamen dan membran, yang terdiri atasdua
lamina yang bersambung di garis tengah.
d. Epiglotis
Epiglotis merupakan katup tulang rawan yang berfungsi membantu menutup
laringketika orang sedang menelan.

2. Saluran Pernafasan Bagian Bawah


Saluran pernafasan bagian bawah terdiri atas trakea, tendon bronchus, segmen
bronchus, dan bronkhiolus yang berfungsi mengalirkan udara dan memproduksi
surfaktan.
a. Trakea
Trakhea atau disebut juga sebagi batang tenggorok yang memiliki panjang
kurang lebih 9 cm dimulai dari laring sampai kira-kira setinggi vertebra thorakalis
kelima. Trakhea tersebut tersusun atas enam belas dampai dua piluh lingkaran
toidak lengkap yang berupa cincin. Trakhea ini dilapisi oleh selaput lender yang
terdiri atas epithelium bersilia yang dapat mengeluarkan debu atau benda asing.
b. Bronkhus
Bentuk percabangan atau kelanjutan dari trakhea yang terdiri atas dua
percabangan yaitu kanan dan kiri. Pada bagian kanan lebih pendek dan lebar dari
pada bagian kiri yang memiliki tiga lobus atas, tengah, dan bawah; sedangkan
bronkus kiri lebih panjang dari bagian kanan yang berjalan dalam lobus atas dan
bawah, Kemudian saluran setelah bronkhus adalah bagian percabangan yang
disebut sebagai bronkhiolus.
c. Paru-paru
Merupakan organ utama dalam sistem pernafasan. Letak pari itu sendiri di dalam
rongga thoraks sehingga tulang selangka sampai dengan diafragma. Paru terdiri
atas beberapa lobus yang diselaputi oleh pleura yaitu pleura parietalis dan pleura
viseralis, kemudian juga dilindungi oleh cairan pleura yang berisi cairan
surfaktan.
Dalam setiap paru-paru terdapat sekitar 300 juta alveolus, karena alveolus pada
hakikatnya merupakan suatu gelembung gas yang dikelilingi oleh jalinan kapiler,
maka batas antara cairan dan gas membentuk suatu tegangan permukaan yang
cenderung mencegah pengembangan pada waktu ekspirasi. Tetapi untunglah
alveolus dilapisi oleh zat lipoprotein yang dinamakan surfaktan, yang dapat
mengurangi tegangan permukaan dan mengurangi resistensi terdapat
pengembangan pada waktu inspirasi, dan mencegah kolaps alveolus pada waktu
ekspirasi. Defisiensi surfaktan dianggap sebagai faktor penyaring pada
patogenesis sejumlah penyakit paru-paru (Corwin, Elizabeth J. 2011).

Secara umun individu yang terserang bronchopneumonia diakibatkan oleh

adanya penurunan mekanisme pertahanan tubuh terhadap virulensi organisme

patogen. Orang yang normal dan sehat mempunyai mekanisme pertahanan tubuh

terhadap organ pernafasan yang terdiri atas : reflek glotis dan batuk, adanya lapisan

mukus, gerakan silia yang menggerakkan kuman keluar dari organ, dan sekresi

humoral setempat.

Timbulnya bronchopneumonia disebabkan oleh virus, bakteri, jamur,

protozoa, mikobakteri, mikoplasma, dan riketsia. (Corwin, Elizabeth J. 2011) antara

lain:
1. Bakteri : Streptococcus, Staphylococcus, H. Influenzae, Klebsiella.

2. Virus : Legionella pneumoniae

3. Jamur : Aspergillus spesies, Candida albicans

4. Aspirasi makanan, sekresi orofaringeal atau isi lambung ke dalam paru-paru

5. Terjadi karena kongesti paru yang lama.

Sebab lain dari pneumonia adalah akibat flora normal yang terjadi pada pasien

yang daya tahannya terganggu, atau terjadi aspirasi flora normal yang terdapat dalam

mulut dan karena adanya pneumocystis cranii, Mycoplasma. (Corwin, Elizabeth J.

2011)

C. PATOFISIOLOGI

Bronchopneumonia selalu didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas

yang disebabkan oleh bakteri staphylococcus, Haemophillus influenzae atau karena

aspirasi makanan dan minuman. Dari saluran pernafasan kemudian sebagian kuman

tersebut masukl ke saluran pernafasan bagian bawah dan menyebabkan terjadinya

infeksi kuman di tempat tersebut, sebagian lagi masuk ke pembuluh darah dan

menginfeksi saluran pernafasan dengan ganbaran sebagai berikut:

1. Infeksi saluran nafas bagian bawah menyebabkan tiga hal, yaitu dilatasi pembuluh

darah alveoli, peningkatan suhu, dan edema antara kapiler dan alveoli.

2. Ekspansi kuman melalui pembuluh darah kemudian masuk ke dalam saluran

pencernaan dan menginfeksinya mengakibatkan terjadinya peningkatan flora

normal dalam usus, peristaltik meningkat akibat usus mengalami malabsorbsi dan

kemudian terjadilah diare yang beresiko terhadap gangguan keseimbangan cairan

dan elektrolit (Manurung, Santa dkk. 2008).


D. PATHWAY
E. MANIFESTASI KLINIS
Bronchopneumonia biasanya didahului oleh suatu infeksi di saluran

pernafasan bagian atas selama beberapa hari. Pada tahap awal, penderita

bronchopneumonia mengalami tanda dan gejala yang khas seperti menggigil, demam,

nyeri dada pleuritis, batuk produktif, hidung kemerahan, saat bernafas menggunakan

otot aksesorius dan bisa timbul sianosis (Manurung, Santa dkk. 2008).

Terdengar adanya krekels di atas paru yang sakit dan terdengar ketika terjadi

konsolidasi (pengisian rongga udara oleh eksudat (Manurung, Santa dkk. 2008).

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Untuk dapat menegakkan diagnosa keperawatan dapat digunakan cara:

1. Pemeriksaan Laboratorium

a. Pemeriksaan darah

Pada kasus bronchopneumonia oleh bakteri akan terjadi leukositosis

(meningkatnya jumlah neutrofil). (Tambayong,Jan.2011)

b. Pemeriksaan sputum

Bahan pemeriksaan yang terbaik diperoleh dari batuk yang spontan dan

dalam. Digunakan untuk pemeriksaan mikroskopis dan untuk kultur serta

tes sensitifitas untuk mendeteksi agen infeksius. (Tambayong,Jan.2011)

c. Analisa gas darah untuk mengevaluasi status oksigenasi dan status asam

basa. (Tambayong,Jan.2011)

d. Kultur darah untuk mendeteksi bakteremia

e. Sampel darah, sputum, dan urin untuk tes imunologi untuk mendeteksi

antigen mikroba. (Tambayong,Jan.2011)

2. Pemeriksaan Radiologi
a. Rontgen Thoraks

Menunjukkan konsolidasi lobar yang seringkali dijumpai pada infeksi

pneumokokal atau klebsiella. Infiltrat multiple seringkali dijumpai pada

infeksi stafilokokus dan haemofilus. (Price,Sylvia Anderson.2010)

b. Laringoskopi/ bronkoskopi untuk menentukan apakah jalan nafas

tersumbat oleh benda padat. (Price,Sylvia Anderson.2010)

F.     KOMPLIKASI
1.      Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau kolaps
paru merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau refleks batuk hilang. Terjadi apabila
penumpukan sekret akibat berkurangnya daya kembang paru-paru terus terjadi.
Penumpukan sekret ini akan menyebabkan obstruksi bronchus intrinsik. Obstruksi ini
akan menyebabkan atelektasis obstruksi dimana terjadi penyumbatan saluran udara
yang menghambat masuknya udara ke dalam alveolus.
2.      Empisema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga
pleura terdapat di satu tempat atau seluruh rongga pleura.
3.      Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang
4.      Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial
5.      Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak. Ini disebabkan apabila
terjadi penyebaran virus hemofilus influenza melalui hematogen ke sistem saraf
sentral. Penyebaran juga bisa dimulai saat terjadi infeksisaluranpernapasan.

G.    PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan Keperawatan yang dapat diberikan pada klienbronkopneumonia
adalah:
1. Menjaga kelancaran pernapasan
2. Kebutuhan istirahat
3. Kebutuhan nutrisi dan cairan
4. Mengontrol suhu tubuh
5. Mencegah komplikasi atau gangguan rasa nyaman dan nyaman

Sementara Penatalaksanaan medis yang dapat diberikan adalah:


1. Pemberian antiotik sesuai program
2. Oksigen 2 liter/menit (sesuai kebutuhan klien)
3. Jika sesak tidak terlalu hebat, dapat dimulai makan eksternal bertahap melalui
selang nasogastrik dengan feeding drip
4. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal dan
beta agonis untuk transpor muskusilier
5. Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit

ASUHAN KEPERAWATAN TEORI

A. PENGKAJIAN
1. Fokus  Pengkajian
Usia bronkopneumoni sering terjadi pada anak. Kasus terbanyak sering terjadi
pada anak berusia dibawah 3 tahun dan kematian terbanyak terjadi pada bayi
berusia kurang dari 2 bulan, tetapi pada usia dewasa juga masih sering mengalami
bronkopneumonia.
2. Keluhan Utama : sesak nafas
3. Riwayat Penyakit
a. Pneumonia Virus
Didahului oleh gejala-gejala infeksi saluran nafas, termasuk renitis (alergi) dan
batuk, serta suhu badan lebih rendah daripada pneumonia bakteri.
b. Pneumonia Stafilokokus (bakteri)
c. Didahului oleh infeksi saluran pernapasan akut atau bawah dalam beberapa
hari hingga seminggu, kondisi suhu tubuh tinggi, batuk mengalami kesulitan
pernapasan.
4. Riwayat Kesehatan Dahulu
Sering menderita penyakit saluran pernapasan bagian atas riwayat penyakit
fertusis yaitu penyakit peradangan pernapasan dengan gejala bertahap panjang dan
lama yang disertai wheezing (pada Bronchopneumonia).
5. Pengkajian Fisik
a. Aktivitas/istirahat.
Gejala:Kelemahan, kelelahan, tidak bisa tidur.
Tanda: Letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas.
b. Sirkulasi
Gejala : Riwayat adanya gagal jantung kronik.
Tanda : Takikardia, penampilan kemerahan atau pucat.
c. Makanan/cairan
Gejala : Kehilangan nafsu makan, mual/muntah.
Tanda:Distensi abdomen, hiperaktif bunyi usus, kulit kering dengan turgor
buruk, penampilan kaheksia (mal nutrisi).
d. Neurosensori
Gejala : Sakit kepala daerah frontal (influensa).
Tanda : Perubahan mental (bingung somnolen).
e. Nyeri/kenyamanan
Gejala : Sakit kepala, nyeri dada meningkat saat batuk, mialgia, atralgia.
Tanda : Melindungi area yang sakit.
f. Pernafasan
Gejala : Riwayat PPOM, takipnea, dipsnea, pernafasan dangkal, pelebaran
nasal.
Tanda : Sputum (merah muda, purulen), perkusi (pekak diatas area yang
konsolidasi), fremitus (traktil dan vocal bertahap meningkat dengan
konsolidasi), bunyi nafas (menurun atau tidak ada), warna (pucat atau cyanosis
bibir/kuku).
g. Keamanan
Gejala : Riwayat gangguan sistem imun, demam.
Tanda : Berkeringat, menggigil, gemetar, kemerahan.
h. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : Riwayat penyakit ISPA.
i. Tanda : Gelisah, bertanya-tanya.

2.      DiagnosaKeperawatan
1)      Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d banyaknya scret mucus
2)      Gangguan petukaran gas berhubungan dengan meningkatnya sekresi dan akumulasi eksudat
3)      Pola nafas tak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru, proses inflamasi
4)      Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d ketidak  mampuan pemasukan
b.d faktor biologis.
5)      Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan demam, menurunnya intake dan
tachipnea.

3.      RencanaKeperawatan

No Diagnosa Tujuan (NOC) Intervensi (NIC)


1 Bersihan jalan Setelah dilakukan Airway manajemenn
nafas tidak efektif askep … jam 1. Bebaskan jalan nafas dengan posisi
b/d banyaknya Status respirasi: leher ekstensi jika memungkinkan.
scret mucus terjadi 2.Posisikan pasien untuk
kepatenan jalan memaksimalkan ventilasi
nafas dg 3.Identifikasi pasien secara actual atau
KH: potensial untuk membebaskan jalan
Pasien tidak nafas.
merasa 4.Pasang ET jika memeungkinkan
tercekik ,tidak 5.Lakukan fisioterapi dada jika
sesak nafas, memungkinkan
auskultasi suara 6.Keluarkan lendir dengan suction
paru bersih,irama 7.Asukultasi suara nafas
nafas , frekuensi 8.Lakukan suction melalui ET
nafas dalam 9.Atur posisi untuk mengurangi
rentang normal, dyspnea
tanda vital dbn. 10.Monitor respirasi dan status
oksigen jika memungkinkan
11. berikan bronkodilator jika perlu

Airway Suction
  Tentukan kebutuhan suction melalui
oral atau tracheal
  Auskultasi suara nafas sebelum dan
sesudah suction
  Informasikan pada keluarga tentang
suction
  Masukan selang jalan afas melalui
hidung untuk memudahkan suction
  Bila menggunakan oksigen tinggi
(100% O2) gunakan ventilator atau
rescution manual.
  Gunakan peralatan steril, sekali pakai
untuk melakukan prosedur tracheal
suction.
  Monitor status O2 pasien dan status
hemodinamik sebelum, selama, san
sesudah suction.
  Suction oropharing setelah dilakukan
suction trachea.
  Bersihkan daerah atau area stoma
trachea setelah dilakukan suction
trachea.
  Hentikan tracheal suction dan berikan
O2 jika pasien bradicardia.
  Catat type dan jumlah sekresi dengan
segera

2 Gangguan Setelah dilakukan


Manajemen asam basa
petukaran gas askep … jam
Aktivitas :
berhubungan ventilasi dan
1. Pertahankan kepatenan akses IV
dengan pertukaran gas
2. Pertahankan kepatenan jalan nafas
meningkatnya efektif dengan
3. Pantau kadar eletrolit
sekresi dan KH:
4. Pantau pola nafas
akumulasi eksudat Keseimbangan
5. Sediakan terapi oksigen
elektrolit dan
Terapi Oksigen
asam basa, Nadi
Aktivitas :
dalam batas yang
1. Bersihkan secret mulut dan trakea
diharapkan, Irama
2. Jaga kepatenan jalan napas
jantung dalam
3. Sediakan peralatan oksigen, sistim
batas yang
diharapkan humadifikasi
4. Pantau aliran oksigen
5. Pantau posisi peralatan yang
menyalurkan oksigen pada pasien
6. Monitor aliran oksigen dalam liter
7. Monitor posisi pemasangan alat
oksigen

Manajemen Jalan Napas


3 Pola nafas tak Setelah dilakukan Aktivitas :
efektif askep … jam jam 1. Posisikan pasien untuk
berhubungan pola napas efektif memaksimalkan ventilasi
dengan penurunan dengan criteria 2. Identifikasi kebutuhan pasien akan
ekspansi paru, hasil : Kepatenan insersi jalan napas actual/potensial
proses inflamasi jalan napas, 3. Lakukan fisioterapi dada, sesuai
demam tidak ada, dengan kebutuhan
sesak tidak ada, 4. Bersihkan secret dengan
frekuensi napas menggunakan penghisapan
dalam batas 5. Dukung untuk bernapas pelan,
normal, irama dalam, berbalik dan batuk
napas teratur, 6. Instruksikan bagaimana cara batuk
keluaran sputum efektif
dari jalan napas, Bantuan Ventilasi
tidak adanya Aktivitas :
suara napas 1. Jaga kepatenan jalan napas
tamabahan 2. Berikan posisi yang mengurangi
dyspnea
3. Bantu perubahan posisi dengan
sering
4. Pantau kelemahan oto pernapasan
5. Mulai dan jaga oksigen tambahan
6. Bersihkan mulut,hidung dan sekret
trakea
7.   Observasi adanya tanda-tanda
hipoventilasi

Managemen nutrisi
1. Kaji pola makan klien
2. Kaji kebiasaan makan klien dan
4 Ketidakseimbangan setelah dilakukan makanan kesukaannya
nutrisi kurang dari askep … jam 3. Anjurkan pada keluarga untuk
kebutuhan tubuh terjadi meningkatkan intake nutrisi dan cairan
b/d ketidak peningkatan 4. kelaborasi dengan ahli gizi tentang
mampuan status nutrisi dg kebutuhan kalori dan tipe makanan
pemasukan b.d KH: yang dibutuhkan
faktor biologis. Mengkonsumsi 5. tingkatkan intake protein, zat besi
nutrisi yang dan vit c
adekuat. 6. monitor intake nutrisi dan kalori
Identifikasi 7. Monitor pemberian masukan cairan
kebutuhan nutrisi. lewat parenteral.

Nutritional terapi
 1.kaji kebutuhan untuk pemasangan
NGT
2. berikan makanan melalui NGT k/p
3. berikan lingkungan yang nyaman
dan tenang untuk mendukung makan
 monitor penurunan dan peningkatan
BB
4.   monitor intake kalori dan gizi

Manajemen cairan
Aktivitas :
setelah dilakukan 1. Timbang BB tiap hari
5 Risiko kekurangan askep … jam 2. Hitung haluaran
volume cairan tidak terjadi
berhubungan kekurangan 3. Pertahankan intake yang adekuat
dengan demam, volume cairan 4. Monitor status hidrasi
menurunnya intake dengan criteria 5. Monitor TTV
dan tachipnea. hasil : 6. Berikan terapi IV
Hidrasi, Terapi Intra vena
Membran mucus Aktifitas :
yang basah, Nafas 1. Atur pemberian IV sesuai resp dan
pendek tidak pantau hasilnya
ditemukan, Mata 2. Pantau jumlah tetes dan tempat
cekung tidak infuse IV
ditemukan, Bunyi 3. Periksa IV secara teratur
napas tambahan 4. Pantau TTV
tidak ditemukan 5. Catat intake dan output
6. Pantau tanda dan gejala yang
berhungan dengan infusion flebitis

DAFTAR PUSTAKA
Chang, Esther. 2010. Patofisiologi Aplikasi Pada Praktik Keperawatan. Jakarta : EGC

Cotran,robbins.2008.dasar patologis penyakit. Jakarta : EGC

Manurung, Santa dkk. 2008. Asuhan Keperawatan pada Pasien denganGangguan Sistem
Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika

Muttaqin, Arif. 2008. Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta:
Salemba Medika

Somantri, Irman. 2009. Asuhan Keperawatan pada Klien Gangguan Sistem Pernapasan. Edisi 2.
Jakarta: Salemba Medika

Tambayong,Jan.2011.Patofisiologi untuk keperawatan.Jakarta:EGC

Price,Sylvia Anderson.2010.Patofisiologi.Jakarta:EGC

Brunner dan Suddarth. 2013. Keperawatan Medikal Bedah Ed. 8 Vol 1. Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Jakarta.

Corwin, Elizabeth J. 2011. Buku Saku Patofisiologi. EGC. Jakarta.

Santi. 2011. Bronkitis Kronis, Bronkiektasis. wwwsanthi22santhi.blogspot.com. diakses tanggal 13


September 2015

Anda mungkin juga menyukai