Anda di halaman 1dari 14

I.

Anatomi dan Fisiologi Anak

Gambar 1. Anatomi Saluran Pernapasan (Syaifuddin, 2012)

Organ pernafasan berguna bagi transgportasi gas-gas dimana organ-organ


pernafasan tersebut dibedakan menjadi bagian dimana udara mengalir yaitu rongga
hidung, pharynx, larynx, trakhea, dan bagian paru-paru yang berfungsi melakukan
pertukaran gas-gas antara udara dan darah.
A. Saluran nafas bagian atas, terdiri dari:
1. Hidung yang menghubungkan lubang-lubang sinus udara paraanalis yang masuk
kedalam rongga hidung dan juga lubang-lubang naso lakrimal yang menyalurkan air
mata kedalam bagian bawah rongga nasalis kedalam hidung
2. Parynx (tekak) adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tenggorokan sampai
persambungannya dengan esophagus pada ketinggian tulang rawan krikid maka
letaknya di belakang hidung (naso farynx), dibelakang mulut(oro larynx), dan
dibelakang farinx (farinx laryngeal)
B. Saluran pernafasan bagian bawah terdiri dari :
1. Larynx (Tenggorokan) terletak di depan bagian terendah pharnyx yang memisahkan
dari kolumna vertebra, berjalan dari farine-farine sampai ketinggian vertebra
servikalis dan masuk ke dalam trakhea di bawahnya.
2. Trachea (Batang tenggorokan) yang kurang lebih 9 cm panjangnya trachea berjalan
dari larynx sampai kira-kira ketinggian vertebra torakalis ke lima dan ditempat ini
bercabang menjadi dua bronchus (bronchi).
3. Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian kira-kira
vertebralis torakalis kelima, mempunyai struktur serupa dengan trachea yang dilapisi
oleh jenis sel yang sama. Cabang utama bronchus kanan dan kiri tidak simetris.
Bronchus kanan lebih pendek, lebih besar dan merupakan lanjutan trachea dengan
sudut lancip. Keanehan anatomis ini mempunyai makna klinis yang penting.Tabung
endotracheal terletak sedemikian rupa sehingga terbentuk saluran udara paten yang
mudah masuk kedalam cabang bronchus kanan. Kalau udara salah jalan, maka tidak
dapat masuk kedalam paru-paru akan kolaps (atelektasis).Tapi arah bronchus kanan
yang hampir vertical maka lebih mudah memasukkan kateter untuk melakukan
penghisapan yang dalam. Juga benda asing yang terhirup lebih mudah tersangkut
dalam percabangan bronchus kanan ke arahnya vertikal.
Cabang utama bronchus kanan dan kiri bercabang-cabang lagi menjadi segmen
lobus, kemudian menjadi segmen bronchus. Percabangan ini terus menerus sampai
cabang terkecil yang dinamakan bronchioles terminalis yang merupakan cabang
saluran udara terkecil yang tidak mengandung alveolus. Bronchiolus terminal kurang
lebih bergaris tengah 1 mm. Bronchiolus tidak diperkuat oleh cincin tulang rawan,
tetapi di kelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya dapat berubah, semua saluran
udara dibawah bronchiolus terminalis disebut saluran pengantar udara karena fungsi
utamanya dalah sebagai pengantar udara ketempat pertukaran gas paru-paru. Di luar
bronchiolus terminalis terdapat asinus yang merupakan unit fungsional paru-paru,
tempat pertukaran gas. Duktus alveolaris yang seluruhnya dibatasi oleh alveolus dan
sakus alveolaris terminalis merupakan struktur akhir paru-paru.
4. Paru merupakan organ elastik berbentuk kerucut yang terletak dalam rongga toraks
atau dada. Kedua paru-paru saling terpisah oleh mediastinum central yang
mengandung jantung dan pembuluh-pembuluh darah besar. Setiap paru mempunyai
apeks (bagian atas paru) dan dasar. Pembuluh darah paru dan bronchial, bronkus,
saraf dan pembuluh limfe memasuuki tiap paru pada bagian hilus dan membentuk
akar paru. Paru kanan lebih banyak daripada kiri, paru kanan dibagi menjadi tiga
lobus dan paru kiri dibagi menjadi dua lobus. Lobus-lobus tersebut dibagi lagi
menjadi beberapa segmen sesuai dengan segmen bronchusnya. Paru kanan
mempunyai 3 buah segmen pada lobus inferior, 2 buah segmen pada lobus medialis,
5 buah pada lobus superior kiri. Paru kiri mempunyai 5 buah segmen pada lobus
inferior dan 5 buah segmen pada lobus superior.Tiap-tiap segmen masih terbagi lagi
menjadi belahan-belahan yang bernama lobulus. Didalam lobulus, bronkhiolus ini
bercabang- cabang banyak sekali, cabang ini disebut duktus alveolus.Tiap duktus
alveolus berakhir pada alveolus yang diameternya antara 0,2- 0,3 mm. Letak paru di
rongga dada dibungkus oleh selaput tipis yang bernama selaput pleura.
Pleura dibagi menjadi dua: 1) pleura visceral (selaput dada pembungkus) yaitu
selaput paru yang langsung membungkus paru; 2) pleura parietal yaitu selaput yang
melapisi rongga dada sebelah luar. Antara kedua pleura ini terdapat rongga (kavum)
yang disebut kavum pleura. Pada keadaan normal, kavum pleura ini vakum (hampa
udara)sehingga paru dapat berkembang kempis dan juga terdapat sedikit cairan
(eksudat) yang berguna untuk meminyaki permukaannya (pleura), menghindarkan
gesekan antara paru dan dinding sewaktu ada gerakan bernafas. Tekanan dalam
rongga pleura lebih rendah dari tekanan atmosfir, sehingga mencegah kolpas paru
kalau terserang penyakit, pleura mengalami peradangan, atau udara atau cairan
masuk ke dalam rongga pleura, menyebabkan paru tertekan atau kolaps.

II. Konsep Dasar Penyakit


A. Definisi
Pneumonia merupakan penyakit peradangan akut pada paru yang disebabkan oleh
infeksi mikroorganisme dan sebagian kecil disebabkan oleh penyebab non-infeksi
yang akan menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas
setempat (Bradley et.al., 2011)
Pneumonia ialah suatu radang paru yang disebabkan oleh bermacam-macam
etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing yang mengensi jaringan paru
(alveoli). (DEPKES. 2006).
Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari
bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius dan alveoli, serta
menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. (Zuh
Dahlan. 2006).
Pneumonia merupakan peradangan akut parenkim paru yang biasanya berasal
dari suatu infeksi. Istilah pneumonia mencakup setiap keadaan radang paru, dengan
beberapa alveoli terisi cairan dan sel-sel darah.
Pneumonia adalah penyakit infeksi akut paru yang disebabkan terutama oleh
bakteri; merupakan penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) yang paling
sering menyebabkan kematian pada anak dan anak balita (Said 2007).
B. Etiologi
1. Bakteri
Pneumonia bakteri biasanya didapatkan pada usia lanjut. Organisme gram posifif
seperti : Steptococcus pneumonia, S. aerous, dan streptococcus pyogenesis.
Bakteri gram negatif seperti Haemophilus influenza, klebsiella pneumonia dan P.
Aeruginosa.
2. Virus
Disebabkan oleh virus influensa yang menyebar melalui transmisi droplet.
Cytomegalovirus dalam hal ini dikenal sebagai penyebab utama pneumonia virus.
3. Jamur
Infeksi yang disebabkan jamur seperti histoplasmosis menyebar melalui
penghirupan udara yang mengandung spora dan biasanya ditemukan pada kotoran
burung, tanah serta kompos.
4. Protozoa
Menimbulkan terjadinya Pneumocystis carinii pneumonia (CPC). Biasanya
menjangkiti pasien yang mengalami immunosupresi. (Reeves, 2001)

C. Manifestasi Klinis

Suriadi dan Rita (2001) menyebutkan manifestasi klinis yang terdapat pada
penderita pneumonia, yaitu :

1. Serangan akut dan membahayakan


2. Demam tinggi (pneumonia virus bagian bawah)
3. Batuk
4. Reles (ronchi)
5. Wheezing
6. Sakit kepala, malaise
7. Nyeri abdomen
8. Biasanya didahului infeksi saluran pernafasan bagian atas. Suhu dapat naik secara
mendadak (38 – 40 ºC), dapat disertai kejang (karena demam tinggi).

Gejala khas :

a. Sianosis pada mulut dan hidung.


b. Sesak nafas, pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung.
c. Gelisah, cepat lelah.
d. Batuk mula-mula kering produktif.
e. Kadang-kadang muntah dan diare, anoreksia.

Manifestasi klinis pada anak

Gejala umum saluran pernapasan bawah berupa batuk, takipnu, ekspektorasi


sputum, napas cuping hidung, sesak napas, merintih dan sianosis. Anak yang lebih
besar dengan pneumonia akan lebih suka berbaring pada sisi yang sakit dengan lutut
tertekuk karena nyeri dada. Tanda Pneuomonia berupa retraksi atau penarikan dinding
dada bagian bawah ke dalam saat bernafas bersama dengan peningkatan frekuensi
nafas, perkusi pekak, fremitrus melemah. Suara napas melemah, dan ronkhi.
(Mansjoer,2000,hal 467 )
Gejala penyakit pneumonia berupa napas cepat dan sesak napas, karena paru
meradang secara mendadak. Batas napas cepat adalah frekuensi pernapasan sebanyak
50 kali per menit atau lebih pada anak usia 2 bulan sampai kurang dari 1 tahun, dan
40 kali permenit atau lebih pada anak usia 1 tahun sampai kurang dari 5 tahun. Pada
anak dibawah usia 2 bulan, tidak dikenal diagnosis pneumonia. Pneumonia berat
ditandai dengan adanya batuk juga disertai kesukaran bernafas, napas sesak atau
penarikan dinding dada sebelah bawah ke dalam pada anak usia 2 bulan sampai
kurang dari 5 tahun. Pada kelompok usia ini dikenal juga pneumonia sangat berat,
dengan gejala pneumonia sangat berat, dengan gejala batuk, kesukaran bernapas
disertai gejala sianosis sentral dan tidak dapat minum.
Menurut Muttaqin (2008) pada awalnya keluhan batuk tidak produktif, tapi
selanjutnya akan berkembang menjadi batuk produktif dengan mucus purulen
kekuningan, kehijauan, kecoklatan atau kemerahan, dan sering kali berbau busuk.
Klien biasanya mengeluh mengalami demam tinggi dan menggigil (onset mungkin
tiba – tiba dan berbahaya ). Adanya keluhan nyeri dada pleuritis, sesak napas,
peningkatan frekuensi pernapasan, lemas dan nyeri kepala.

D. Patofisiologi

Pneumonia yang dipicu oleh bakteri bisa menyerang siapa saja, dari anak sampai
usia lanjut. Pecandu alcohol, pasien pasca operasi, orang-orang dengan gangguan
penyakit pernapasan, sedang terinfeksi virus atau menurun kekebalan tubuhnya , adalah
yang paling berisiko. Sebenarnya bakteri pneumonia itu ada dan hidup normal pada
tenggorokan yang sehat. Pada saat pertahanan tubuh menurun, misalnya karena penyakit,
usia lanjut, dan malnutrisi, bakteri pneumonia akan dengan cepat berkembang biak dan
merusak organ paru-paru. Kerusakan jaringan paru setelah kolonisasi suatu
mikroorganisme paru banyak disebabkan oleh reaksi imun dan peradangan yang
dilakukan oleh pejamu. Selain itu, toksin-toksin yang dikeluarkan oleh bakteri pada
pneumonia bakterialis dapat secara langsung merusak sel-sel system pernapasan bawah.
Pneumonia bakterialis menimbulkan respon imun dan peradangan yang paling mencolok.
Jika terjadi infeksi, sebagian jaringan dari lobus paru-paru, ataupun seluruh lobus,
bahkan sebagian besar dari lima lobus paru-paru (tiga di paru-paru kanan, dan dua di
paru-paru kiri) menjadi terisi cairan. Dari jaringan paru-paru, infeksi dengan cepat
menyebar ke seluruh tubuh melalui peredaran darah. Bakteri pneumokokus adalah
kuman yang paling umum sebagai penyebab pneumonia (Sipahutar, 2007).
Proses pneumonia mempengaruhi ventilasi. Setelah agen penyebab mencapai
alveoli, reaksi inflamasi akan terjadi dan mengakibatkan ektravasasi cairan serosa ke
dalam alveoli. Adanya eksudat tersebut memberikan media bagi pertumbuhan bakteri.
Membran kapiler alveoli menjadi tersumbat sehingga menghambat aliran oksigen ke
dalam perialveolar kapiler di bagian paru yang terkena dan akhirnya terjadi hipoksemia
(Engram 1998).
Setelah mencapai alveoli, maka pneumokokus menimbulkan respon yang khas
terdiri dari empat tahap yang berurutan (Price, 1995 : 711) :
1. Kongesti (24 jam pertama) : Merupakan stadium pertama, eksudat yang kaya protein
keluar masuk ke dalam alveolar melalui pembuluh darah yang berdilatasi dan bocor,
disertai kongesti vena. Paru menjadi berat, edematosa dan berwarna merah.
2. Hepatisasi merah (48 jam berikutnya) : Terjadi pada stadium kedua, yang berakhir
setelah beberapa hari. Ditemukan akumulasi yang masif dalam ruang alveolar,
bersama-sama dengan limfosit dan magkrofag. Banyak sel darah merah juga
dikeluarkan dari kapiler yang meregang. Pleura yang menutupi diselimuti eksudat
fibrinosa, paru-paru tampak berwarna kemerahan, padat tanpa mengandung udara,
disertai konsistensi mirip hati yang masih segar dan bergranula (hepatisasi = seperti
hepar).
3. Hepatisasi kelabu (3-8 hari) : Pada stadium ketiga menunjukkan akumulasi fibrin
yang berlanjut disertai penghancuran sel darah putih dan sel darah merah. Paru-paru
tampak kelabu coklat dan padat karena leukosit dan fibrin mengalami konsolidasi di
dalam alveoli yang terserang.
4. Resolusi (8-11 hari) : Pada stadium keempat ini, eksudat mengalami lisis dan
direabsorbsi oleh makrofag dan pencernaan kotoran inflamasi, dengan
mempertahankan arsitektur dinding alveolus di bawahnya, sehingga jaringan kembali
pada strukturnya semula. (Underwood, 2000 : 392).
E. Komplikasi
1. Demam menetap / kambuhan akibat alergi obat
2. Atelektasis (pengembangan paru yang tidak sempurna) terjadi karena obstruksi
bronkus oleh penumukan sekresi
3. Efusi pleura (terjadi pengumpulan cairan di rongga pleura)
4. Empiema (efusi pleura yang berisi nanah)
5. Delirium terjadi karena hipoksia
6. Super infeksi terjadi karena pemberian dosis antibiotic yang besar. Ex: penisilin
7. Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang.
8. Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial.
9. Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Leukosit, umumnya pneumonia bakteri didapatkan leukositosis dengan
predominan polimorfonuklear. Leukopenia menunjukkan prognosis yang
buruk.
b. Cairan pleura, eksudat dengan sel polimorfonuklear 300-100.000/mm. Protein
di atas 2,5 g/dl dan glukosa relatif lebih rendah dari glukosa darah.
c. Titer antistreptolisin serum, pada infeksi streptokokus meningkat dan dapat
menyokong diagnosa.
d. Kadang ditemukan anemia ringan atau berat.
2. Pemeriksaan mikrobiologik
a. Spesimen: usap tenggorok, sekresi nasofaring, bilasan bronkus atau sputum
darah, aspirasi trachea fungsi pleura, aspirasi paru.
b. Diagnosa definitif jika kuman ditemukan dari darah, cairan pleura atau
aspirasi paru.
3. Pemeriksaan imunologis
a. Sebagai upaya untuk mendiagnosis dengan cepat
b. Mendeteksi baik antigen maupun antigen spesifik terhadap kuman penyebab.
c. Spesimen: darah atau urin.
d. Tekniknya antara lain: Conunter Immunoe Lectrophorosis, ELISA, latex
agglutination, atau latex coagulation.
4. Pemeriksaan radiologis, gambaran radiologis berbeda-beda untuk tiap
mikroorganisme penyebab pneumonia.
a. Pneumonia pneumokokus: gambaran radiologiknya bervariasi dari infiltrasi
ringan sampai bercak-bercak konsolidasi merata (bronkopneumonia) kedua
lapangan paru atau konsolidasi pada satu lobus (pneumonia lobaris). Bayi dan
anak-anak gambaran konsolidasi lobus jarang ditemukan.
b. Pneumonia streptokokus, gambagan radiologik menunjukkan
bronkopneumonia difus atau infiltrate interstisialis. Sering disertai efudi pleura
yang berat, kadang terdapat adenopati hilus.
c. Pneumonia stapilokokus, gambaran radiologiknya tidak khas pada permulaan
penyakit. Infiltrat mula=mula berupa bercak-bercak, kemudian memadat dan
mengenai keseluruhan lobus atau hemithoraks. Perpadatan hemithoraks
umumnya penekanan (65%), < 20% mengenai kedua paru.

5. Collaborative Care Management

III. Rencana Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian
Pemerikasaan Fisik pada anak
1. Inspeksi
Perlu diperhatikan adanya takipnea dispne, sianosis sirkumoral, pernapasan
cuping hidung, distensi abdomen, batuk semula nonproduktif menjadi produktif,
serta nyeri dada pada waktu menarik napas. Batasan takipnea pada anak berusia
12 bulan – 5 tahun adalah 40 kali / menit atau lebih. Perlu diperhatikan adanya
tarikan dinding dada ke dalam pada fase inspirasi. Pada pneumonia berat, tarikan
dinding dada kedalam akan tampak jelas.
2. Palpasi
Suara redup pada sisi yang sakit, hati mungkin membesar, fremitus raba mungkin
meningkat pada sisi yang sakit, dan nadi mungkin mengalami peningkatan atau
tachycardia.
3. Perkusi
Suara redup pada sisi yang sakit.
4. Auskultasi
Auskultasi sederhana dapat dilakukan dengan cara mendekatkan telinga ke hidung
/ mulut anak. Pada anak yang pneumonia akan terdengar stridor. Sementara
dengan stetoskop, akan terdengar suara napas berkurang, ronkhi halus pada sisi
yang sakit, dan ronkhi basah pada masa resolusi. Pernapasan bronchial, egotomi,
bronkofoni, kadang terdengar bising gesek pleura (Mansjoer,2000).

Anda mungkin juga menyukai