Anda di halaman 1dari 4

BURST LOBE

Burst lobe adalah pendarahan intrakranial yang mempengaruhi lobus otak (bagian dari
hemisfer otak) dan ditandai oleh pendarahan intraserebral kemudian berlanjut menjadi
perdarahan subdural. Burst lobe ini memiliki efek yang cukup fatal, karena biasanya
disebabkan adanya hematoma intraserebral yang disertai dengan hematoma subdural,
kontusio atau laserasi pada daerah yang sama. Paling sering terjadi pada lobus frontal dan
temporal. 1

Gambar 1. Suatu gambaran burst lobe

Gambar 2. Gambaran skematik dari burst lobe

- Perdarahan intraserebral

Hematoma intraserebri adalah perdarahan yang terjadi di dalam parenkim


otak. Perdarahan tipe ini terjadi akibat adanya laserasi atau kontusio jaringan yang
menyebabkan pecahnya pembuluh darah yang ada di dalam jaringan otak. Lesi otak
dapat berupa fokus perdarahan yang kecil umumnya disebabkan oleh akselerasi dan
deselerasi, sedangkan yang luas disebabkan oleh laserasi atau kontusio. Disebut
hematoma intraserebri jika volume perdarahan lebih dari 5 cc, sedangkan jika kurang
dari 5 cc disebut sebagai petechial intraserebri (kontusio serebri).

Perdarahan dapat terjadi segera, dapat pula beberapa hari atau minggu
kemudian, khususnya pada pasien lanjut usia. Sehingga dapat saja terdapat periode
lucid interval yang cukup lama yang kemudian diikuti dengan munculnya gejala
secara progresif. Defisit neurologis yang didapatkan sangat bervariasi dan tergantung
pada lokasi dan luas perdarahan. Gambaran klinis yang berat akan seperti perdarahan
otak akibat hipertensi, yaitu terjadi koma, hemiplegia, dilatasi pupil, tanda Babinski
positif bilateral, dan pernafasan yang menjadi iregular. Perdarahan pada lobus
temporal memberikan risiko besar terjadinya herniasi uncal yang berakibat fatal.

Gambar 3. Suatu gambaran perdarahan intraserebral

Manifestasi Klinik dari ICH ditentukan oleh ukuran dan lokasi dari
perdarahan, tetapi dapat meliputi beberapa gejala dibawah ini :
- Hipertensi, demam, atau aritmia
- Kaku kuduk
- Perdarahan subhyaloid retina
- Perubahan tingkat kesadaran
- Anisokoria (ukuran kedua pupil tidak sama)
- Defisit neurologis fokal

- Subdural hematoma
Subdural hematom diartikan sebagai penumpukan darah di antara dura dan
arachnoid. Lesi ini lebih sering ditemukan daripada epidural hematom. Angka
mortalitas subdural hematom 60-70 %. Hematoma ini lebih sering dibandingkan
hematoma epidural dan biasanya tidak terkait dengan fraktur kranium. Hematoma
subdural biasanya disebabkan oleh kerusakan bridging veins yang menyebabkan
perdarahan di ruang antara duramater dan araknoid. Hematoma subdural akut
memberikan gambaran lesi hiperdens berbentuk bulan sabit (konkaf) yang dapat
melewati sutura dan masuk ke dalam fisura interhemisfer namun tidak melewati garis
tengah. Jika hematoma ini menjadi subakut atau darah bercampur cairan LCS,
gambarannya bisa menjadi lesi isodens (terlihat berupa pergeseran sulkus). Sedangkan
hematoma subdural kronis (setelah 3 minggu) memberi gambaran hipodens.4
Berdasarkan waktu perkembangan lesi ini hingga memberikan gejala klinis,
dibedakan atas4:
1) Akut, gejala timbul dalam tiga hari pertama setelah cedera. Pada gambaran
CT-Scan, terdapat daerah hiperdens berbentuk bulan sabit. Jika penderita
anemis atau terdapat cairan serebro spinal yang mengencerkan darah di
subdural, gambaran tersebut bisa isodens atau bahkan hipodens.
2) Subakut, gejala timbul antara hari keempat sampai hari ke 20. Gambaran CT
berupa campuran hiper, iso dan hipodens.
3) Kronis, jika gejala timbul setelah tiga minggu. Sering timbul pada usia lanjut,
dimana terdapat atropi otak sehingga jarak permukaan korteks dan sinus vena
semakin menjauh dan rentan terhadap goncangan. Kadang-kadang benturan
ringan pada kepala sudah dapat menimbulkan SDH kronis. SDH kronis dapat
terus berkembang karena terjadinya pendarahan ulang (rebleeding) dan
tekanan osmotik yang lebih tinggi dalam cairan SDH kronis sebagai akibat
dari darah yang lisis, akan menarik cairan ke dalam SDH.

Gambar 4. Hematoma subdural akut (A), subakut (B), dan kronis (C). A,
Terdapat gambaran lesi hiperdens berbentuk bulan sabit (tanda panah putih) dengan
herniasi otak yang ditunjukkan oleh dilatasi temporal horn kontralateral (tanda panah
terputus). B, Hematoma menjadi isodens yang ditunjukkan oleh tidak tampaknya
sulkus (tanda panah putih) dibandingkan sisi sebelahnya (tanda panah hitam). C,
Gambaran hematoma menjadi hipodens (tanda panah putih) dan masih terdapat
pergeseran fisura interhemisfer (tanda panah terputus) dan kompresi ventrikel lateral.4

Gejala yang timbul pada subdural :


1. Subdural Hematoma Akut
- Gejala yang timbul segera hingga berjam - jam setelah trauma sampai
dengan hari ke tiga
- Biasanya terjadi pada cedera kepala yang cukup berat yang dapat
mengakibatkan perburukan lebih lanjut pada pasien yang biasanya
sudah terganggu kesadaran dan tanda vitalnya
- Perdarahan dapat kurang dari 5 mm tebalnya tetapi melebar luas
- Secara klinis subdural hematom akut ditandai dengan penurunan
kesadaran, disertai adanya lateralisasi yang paling sering berupa
hemiparese/plegi
2. Subdural Hematoma Subakut
- Berkembang dalam beberapa hari biasanya sekitar hari ke 3 – minggu
ke 3 sesudah trauma
- Perdarahan dapat lebih tebal tetapi belum ada pembentukan kapsula di
sekitarnya
- adanya trauma kepala yang menyebabkan ketidaksadaran, selanjutnya
diikuti perbaikan status neurologik yang perlahan-lahan.
- Namun jangka waktu tertentu penderita memperlihatkan tanda-tanda
status neurologik yang memburuk.
- Tingkat kesadaran mulai menurun perlahan-lahan dalam beberapa jam.
- Dengan meningkatnya tekanan intrakranial seiring pembesaran
hematoma, penderita mengalami kesulitan untuk tetap sadar dan tidak
memberikan respon terhadap rangsangan bicara maupun nyeri.
3. Subdural Hematoma Kronis
 Biasanya terjadi setelah minggu ketiga
 SDH kronis biasanya terjadi pada orang tua
 Trauma yang menyebabkan perdarahan yang akan membentuk kapsul,
saat tersebut gejala yang terasa Cuma pusing.
 Kapsul yang terbentuk terdiri dari lemak dan protein yang mudah
menyerap cairan dan mempunyai sifat mudah ruptur.
 Karena penimbunan cairan tersebut kapsul terus membesar dan mudah
ruptur, jika volumenya besar langsung menyebabkan lesi desak ruang.

DAFTAR PUSTAKA
1. Wahjoepramono E. Cedera kepala. Fakultas kedokteran Universitas Pelita Harapan,
Karawaci, Tangerang. 2005:1-2.
2. D RWEM. Neurology and Trauma: Oxford University Press; 2006.
3. Grafman J, Salazar AM. Traumatic brain injury: Elsevier; 2015.
4. Herring W. Learning Radiology E-Book: Recognizing the Basics: Elsevier Health
Sciences; 2015.

Anda mungkin juga menyukai