Anda di halaman 1dari 27

REFERAT

REGIONAL ANESTHESIA

DISUSUN OLEH:

Dimas Rizky Nawawi 1102017072

Khadidjah Hania BSA 1102017122

Lulu Ah Janah 1102017129

Sultan Bahrain Nur Jusuf 1102017224

Syifa Nur Lathifah 1102017225

PEMBIMBING:

dr. Mega Ayu Marina S.A, Sp.An MARS

KEPANITERAAN KLINIK ILMU ANESTESI

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN BEKASI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

PERIODE 16 JULI – 20 AGUSTUS 2022


KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh
Alhamdulillahirabbil’alamin, puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan
kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan referat yang berjudul “REGIONAL ANESTHESIA DAN BLOK
SARAF PERIFER” Penulisan dan penyusunan laporan ini bertujuan untuk memenuhi
tugas Kepaniteraan Klinik di Departemen Ilmu Anestesi RSUD Kabupaten Bekasi.
Selain itu, tujuan lainnya adalah sebagai salah satu sumber pengetahuan
bagi pembaca, terutama pengetahuan mengenai Ilmu Anestesi, semoga dapat
memberikan manfaat. Penulisan laporan ini tidak terlepas dari bantuan dan
dorongan berbagai pihak. Maka dari itu, perkenankanlah penulis untuk
menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. dr. Mega Ayu Marina S.A., Sp.An, MARS selaku kepala SMF dan
konsulen dalam Ilmu Anestesi yang telah memberikan bimbingan serta
arahannya sehingga penyusunan referat ini dapat terselesaikan.
2. dr. Lira Panduwaty, Sp.An-KIC selaku konsulen dalam Ilmu Anestesi
yang telah memberikan bimbingan serta arahannya sehingga
penyusunan referat ini dapat terselesaikan.
3. dr. Putri Erlina selaku pembimbing kami yang telah memberikan
bimbingan serta arahannya sehingga referat ini dapat terselesaikan.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam
penyusunan laporan ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat
diharapkan untuk perbaikan di masa mendatang. Semoga laporan ini dapat
bermanfaat bagi kita semua, baik sekarang maupun di hari yang akan datang.
Aamiin.
Wassalamu’alaikum wa rahmatullahi wabarakatuh.

Bekasi, 24 Juli 2022

Penulis
1. ANATOMI
1.1. Columna Vertebralis

Spine atau columna vertebralis membentuk struktur dasar batang tubuh, yang terdiri dari
33-34 vertebra (7 vertebra cervicalis, 12 vertebra thoracalis, 5 vertebra lumbalis, 5 vertebra
sacralis, dan 5 vertertebra coccygea) dan discus intervertebralis). Spine merupakan persendian
dengan banyak segmen tetapi satu kesatuan fungsional yang berfungsi menjaga tubuh tetap tegak
dan menjaga keseimbangan gravitasi. Antara ruas-ruas tulang belakang dihubungkan oleh discus
intervertebralis. Setiap discus intervertebralis menerima beban yang berbeda satu dengan yang
lain, beban pada lumbal spine paling besar, secara anatomi kinesiologi mempunyai arti spesifik
yaitu sikap atau posisi torsion ataupun disequal mempengaruhi gerak dan fungsi pinggang secara
keseluruhan dan akan menimbulkan patologi tertentu.1

Tulang belakang berbeda dalam bentuk dan ukuran di berbagai tingkatan. Vertebra
serviks pertama, atlas, tidak memiliki tubuh dan memiliki artikulasi unik dengan dasar tengkorak
dan dengan vertebra kedua. Vertebra kedua, yang disebut sumbu, akibatnya memiliki permukaan
artikulasi yang atipikal juga. Semua 12 vertebra toraks berartikulasi dengan tulang rusuk yang
sesuai. Vertebra lumbalis memiliki tubuh vertebral silindris anterior yang besar. Sebuah cincin
berongga didefinisikan anterior oleh tubuh vertebral, lateral oleh pedikel dan proses transversal,
dan posterior oleh lamina dan proses spinosus. Lamina memanjang di antara prosesus
transversus dan prosesus spinosus, dan pedikel memanjang di antara korpus vertebra dan
prosesus transversus. Ketika ditumpuk secara vertikal, cincin berongga menjadi kanal tulang
belakang di mana sumsum tulang belakang dan penutupnya duduk. Tubuh vertebral individu
dihubungkan oleh diskus intervertebralis. Ada empat sendi sinovial kecil di setiap vertebra, dua
berartikulasi dengan vertebra di atasnya dan dua dengan vertebra di bawahnya. Ini adalah sendi
facet, yang berdekatan dengan proses transversal. Pedikel berlekuk di superior dan inferior, dan
takik ini membentuk foramen intervertebralis.

Kolumna spinalis biasanya membentuk huruf C ganda, menjadi cembung di bagian


anterior di daerah servikal dan lumbal. Elemen ligamen memberikan dukungan struktural dan,
bersama dengan otot pendukung, membantu mempertahankan bentuk yang unik. Secara ventral,
corpus vertebra dan diskus intervertebralis dihubungkan dan didukung oleh ligamen longitudinal
anterior dan posterior. Di bagian punggung, ligamentum flavum, ligamentum interspinous, dan
ligamentum supraspinous memberikan stabilitas tambahan. Pada pendekatan garis tengah, jarum
melewati tiga ligamen dorsal ini dan melalui ruang oval antara lamina tulang dan prosesus
spinosus dari ligamen yang berdekatan dan melalui ruang oval antara lamina tulang dan prosesus
spinosus dari vertebra yang berdekatan.
1.2. Spinal Cord

Kanalis spinalis berisi korda spinalis dengan pelindungnya (meninges), jaringan lemak,
dan sebuah plexus venosus. Meninges tersusun atas tiga lapisan: pia mater, arachnoid mater, dan
dura mater; semua bersambungan dengan pasangannya di kranium. Pia mater melekat sangat erat
dengan korda spinalis, sedang arachnoid mater biasanya lebih melekat pada duramater yang
lebih tebal dan padat. Cairan serebrospinal (CSF) berada di antara pia dan arachnoid mater pada
spatium sub arachnoid. Ruangan subdural spinal umumnya merupakan ruangan yang tidak
berbatas tegas, ruangan yang mungkin berada di antara membran durameter dan arachnoid
mater. Spasium epidural merupakan ruangan yang lebih jelas terletak dalam kanalis spinalis yang
dikelilingi oleh dura dan ligamentum flavum.

Sumsum tulang belakang biasanya memanjang dari foramen magnum ke tingkat L1 pada
orang dewasa. Pada anak-anak, sumsum tulang belakang berakhir di L3 dan bergerak naik
seiring bertambahnya usia. Akar saraf anterior dan posterior pada setiap tingkat tulang belakang
bergabung satu sama lain dan keluar dari foramen intervertebralis, membentuk saraf tulang
belakang dari C1 ke S5. Pada tingkat serviks, saraf muncul di atas vertebra masing-masing
tetapi, mulai dari T1, keluar di bawah vertebra mereka. Akibatnya, ada delapan akar saraf serviks
tetapi hanya tujuh vertebra serviks. Akar saraf servikal dan toraks atas muncul dari medula
spinalis dan keluar dari foramina vertebralis hampir pada tingkat yang sama. Tetapi, karena
medula spinalis biasanya berakhir di L1, akar saraf bawah berjalan agak jauh sebelum keluar dari
foramen intervertebralis. Saraf tulang belakang bagian bawah ini membentuk cauda equina. Oleh
karena itu, melakukan pungsi lumbal (subarachnoid) di bawah L1 pada orang dewasa (L3 pada
anak) biasanya menghindari potensi trauma jarum pada sumsum tulang belakang; kerusakan
pada cauda equina tidak mungkin karena akar saraf ini mengapung di kantung dural di bawah L1
dan cenderung ke “medula spinalis; kerusakan pada cauda equina tidak mungkin karena akar
saraf ini mengapung di kantung dural di bawah L1 dan cenderung didorong (bukan ditusuk) oleh
jarum yang maju.

Untuk mencapai cairan serebrospinal, maka jarum suntik harus menembus:

1. kulit
2. lemak subkutan
3. ligamentum supraspinosum
4. ligamentum interspinosum
5. ligamentum flavum
6. ruang epidural
7. Durameter
8. Ruang subarachnoid: yang terdiri dari spinal cord dan akar saraf yang dikelilingi oleh
CSF
2. ANESTESI REGIONAL
2.1. Definisi
Anestesi regional adalah tindakan untuk membuat bagian tubuh tertentu mati rasa
untuk menghilangkan rasa sakit atau memungkinkan prosedur bedah dilakukan. Anestesi
regional dapat digambarkan sebagai anestesi regional sentral atau neuraksial termasuk
anestesi spinal dan epidural dan anestesi saraf perifer.
Anestesi regional terdiri dari infiltrasi saraf perifer dengan agen anestesi dan
memblokir transmisi untuk menghindari atau menghilangkan rasa sakit. Ini berbeda dari
anestesi umum karena tidak mempengaruhi tingkat kesadaran pasien untuk
menghilangkan rasa sakit. Ada beberapa keuntungan dibandingkan anestesi umum,
seperti penghindaran manipulasi jalan napas, pengurangan dosis, efek samping obat
sistemik, waktu pemulihan lebih cepat, dan tingkat nyeri yang lebih rendah secara
signifikan setelah operasi.

2.2. Jenis-Jenis Anestesi Regional


A. Anestesi Spinal
a. Definisi
Analgesia spinal (intratekal, intradural, subdural, subarachnoid) merupakan
pemberian obat anestetik lokal ke dalam ruang subarachnoid untuk mendapatkan
analgesia setinggi dermatom tertentu dan relaksasi otot rangka.2 Pasien menjadi benar
benar mati rasa dan tidak bisa bergerak dari sekitar bagian bawah menurun sampai ke jari
kaki. Tujuan dari anestesi ini adalah untuk memblokir transmisi sinyal saraf. Pasien tetap
terjaga untuk prosedur ini tetapi mereka seringkali juga mendapatkan sedasi untuk
mengurangi kecemasan pasien. 3
Anestesi Subarachnoid hanya boleh dilakukan pada tempat dimana terdapat
peralatan resusitasi yang adekuat dan obat-obatan resusitasi dapat tersedia dengan cepat
untuk menangani komplikasi tindakan. Tindakan ini harus dilakukan oleh dokter yang
memiliki kemampuan yang cukup atau dalam arahan seorang dokter yang memiliki
kemampuan yang cukup. Anestesi neuroaksial tidak boleh dilakukan hingga pasien telah
diperiksa oleh seseorang yang memiliki kualifikasi dan oleh seorang dokter yang
memiliki izin untuk melakukan tindakan Subarachnoid block.3
b. Indikasi2
1. Bedah ektremitas bawah

2. Bedah panggul

3. Tindakan sekitar rektum-perineum


4. Bedah obstetri-ginekologi

5. Bedah urologi

6. Bedah abdomen bawah

7. Pada bedah abdomen atas dan bedah pediatri biasanya dikombinasi dengan
anestia umum ringan
c. Kontraindikasi2

Kontraindikasi absolut :

1. Pasien menolak

2. Infeksi pada tempat suntikan

3. Hipovolemia berat, syok

4. Koagulopati atau mendapat terapi antikoagulan

5. Tekanan intrakranial meningggi

6. Fasilitas resusitasi minim

7. Kurang pengalaman/tanpa didampingi konsultan anestesia

Kontraindikasi relatif:

1. Infeksi sistemik (sepsis, bakteremi)

2. Infeksi sekitar tempat suntikan

3. Kelainan neurologis

4. Kelainan psikis

5. Bedah lama

6. Penyakit jantung

7. Hipovolemia ringan

8. Nyeri punggung kronis


B. Anestesi Epidural
a. Definisi
Anestesi epidural adalah teknik neuraksial yang menawarkan berbagai aplikasi
yang lebih luas dari anestesi spinal dosis tunggal. Blok epidural dapat dilakukan pada
tingkat lumbar, toraks, atau serviks. Anestesi epidural sakral adalah disebut sebagai
caudal blok. Teknik epidural banyak digunakan untuk anestesi bedah, analgesia obstetrik,
kontrol nyeri pasca operasi, dan manajemen nyeri kronis. Epidural dapat digunakan
sebagai teknik suntikan tunggal atau dengan kateter yang memungkinkan bolus
intermiten atau infus kontinu, atau keduanya. Blok motor dapat berkisar dari tidak ada
hingga lengkap. Semua variabel ini dikendalikan oleh pilihan obat, konsentrasi, dosis,
dan tingkat injeksi. Anestesi epidural paling sering dilakukan di daerah lumbar. 4

b. Indikasi

1. Untuk analgesia saja, di mana operasi tidak dipertimbangkan. Sebuah anestesi


epidural untuk menghilangkan nyeri (misalnya pada persalinan) kemungkinan tidak
akan menyebabkan hilangnya kekuatan otot, tetapi biasanya tidak cukup untuk operasi.

2. Sebagai tambahan untuk anestesi umum. Hal ini dapat mengurangi kebutuhan
pasien akan analgesik opioid. Ini cocok untuk berbagai macam operasi, misalnya
histerektomi, bedah ortopedi, bedah umum (misalnya laparotomi) dan bedah vaskuler
(misalnya perbaikan aneurisma aorta terbuka).
3. Sebagai teknik tunggal untuk anestesi bedah. Beberapa operasi, yang paling
sering operasi caesar, dapat dilakukan dengan menggunakan anestesi epidural sebagai
teknik tunggal. Biasanya pasien akan tetap terjaga selama operasi. Dosis yang
dibutuhkan untuk anestesi jauh lebih tinggi daripada yang diperlukan untuk analgesia.
4. Untuk analgesia pasca-operasi, di salah satu situasi di atas. Analgesik diberikan
ke dalam ruang epidural selama beberapa hari setelah operasi, asalkan kateter telah
dimasukkan.
5. Untuk perawatan sakit punggung. Injeksi dari analgesik dan steroid ke dalam
ruang epidural dapat meningkatkan beberapa bentuk sakit punggung.
6. Untuk mengurangi rasa sakit kronis atau peringanan gejala dalam perawatan
terminal, biasanya dalam jangka pendek atau menengah.

c. Kontraindikasi4
Absolut
● Penolakan pasien
● Bakteremia
● Infeksi lokal di tempat tusukan
● Diatesis hemoragik atau antikoagulasi terapeutik
● Peningkatan tekanan intrakranial

Relatif

● Stenosis aorta yang signifikan


● Pirau kanan ke kiri dan hipertensi pulmonal
● Deformitas anatomi tulang belakang

C. Anestesi Kaudal

a. Definisi
Anestesi epidural kaudal adalah teknik regional yang umum di pasien
pediatrik. Ini juga dapat digunakan untuk operasi anorektal pada orang dewasa.
Ruang kaudal adalah bagian sakral dari ruang epidural. Anestesi kaudal
melibatkan jarum atau penetrasi kateter ligamen sacrococcygeal yang menutupi
hiatus sacral yang dibuat oleh lamina S4 dan S5 yang tidak menyatu.1

b. Indikasi5

Blok kaudal digunakan untuk prosedur di bawah diafragma seperti


pembedahan urogenital, rektal, inguinal dan ekstremitas bawah.

Anestesi kaudal dapat berguna pada populasi pediatrik untuk prosedur


sub-umbilikal, termasuk perbaikan hernia inguinalis, intervensi urologis,
perbaikan atresia anal, dan prosedur ekstremitas bawah. Anestesi kaudal dapat
berdiri sendiri atau menjadi suplemen anestesi umum untuk prosedur ini.

Suntikan epidural kaudal juga dapat membantu dalam pengelolaan nyeri


punggung bawah kronis yang tidak responsif terhadap manajemen medis
konservatif. Sementara nyeri punggung bawah nonmalignant dapat diobati dengan
suntikan steroid epidural kaudal, indikasinya lebih tepat untuk pasien tanpa nyeri
sendi faset atau mereka dengan nyeri sendi diskogenik dan faset.
Secara historis, analgesia epidural kaudal dengan penempatan kateter juga
digunakan pada populasi obstetri untuk analgesia persalinan selama kala dua
persalinan. Namun, kekhawatiran mengenai kemanjuran blok, penggunaan
anestesi lokal dalam jumlah besar menyebabkan kelumpuhan ekstremitas, dan
hipotensi ibu yang signifikan karena kontrol simpatektomi yang buruk
menyebabkan adopsi epidural lumbal sebagai andalan analgesia persalinan.

Blok kaudal mungkin lebih disukai daripada blok epidural lumbal karena
mereka memberikan blok sensorik dan motorik dari akar sakral dengan
simpatektomi terbatas (karena neuron simpatis preganglionik memanjang dari
tingkat T1 ke L2) dan berhubungan dengan penurunan risiko tusukan dural.

c. Kontraindikasi5

Kontraindikasi relatif lebih beragam. Stenosis tulang belakang


memberikan peningkatan risiko komplikasi neurologis setelah teknik neuraksial.
Pasien hipovolemik berada pada peningkatan risiko respons hipotensi karena efek
vasodilatasi dari teknik neuraksial. Sementara koagulopati parah merupakan
kontraindikasi mutlak untuk Teknik neuraksial, koagulopati yang kurang parah
perlu didiskusikan lebih lanjut. Pedoman paling mutakhir untuk teknik neuraksial
dalam pengaturan tromboprofilaksis atau antikoagulasi dapat dirujuk dari
American Society of Regional Anesthesia.

Infeksi sistemik dapat dianggap sebagai kontraindikasi relatif untuk setiap


teknik epidural, karena risiko teoritis menyemai ruang epidural dan risiko
vasodilatasi yang berkontribusi terhadap ketidakstabilan hemodinamik. Namun,
teknik neuraksial aman dilakukan setelah pasien menunjukkan respons terhadap
terapi antibiotik. Pada populasi anak, kontraindikasi lain yang memerlukan
pertimbangan termasuk kista pilonidal, anomali sakral (seperti meningomyelocele
sebelumnya), atau disraphisme tulang belakang (seperti sindrom tali pusat).

2.3 Posisi Regional Anestesi

1. Posisikan Pasien
Dalam menentukan landmark, pasien dapat di posisi duduk, lateral dekubitus, atau prone.

a. Posisi Duduk
Garis tengah lebih mudah teridentifikasi menggunakan posisi duduk,
terutama pada pasien obesitas. Kekurangan dari posisi duduk adalah
penggunakaan penggunaan obat hiperbarik dapat menyebabkan distribusi obat ke
arah kaudal sehingga menjadi block saddle.1
Pasien duduk dengan siku bertumpu pada paha atau meja samping tempat
tidur, atau mereka dapat memeluk bantal. fleksi dari tulang belakang
(melengkungkan punggung), memaksimalkan area "target". 1

Efek fleksi pada vertebra. A: Tampak belakang. B: Tampak samping.


Perhatikan area target(foramen interlaminar) untuk blok neuraksial bertambah
besar dengan fleksi.1
b. Lateral Dekubitus

Posisi lateral dekubitus lebih nyaman pada pasien yang kesakitan jika
diposisikan duduk, pasien yang lemah, dan pasien yang tersedasi berat.
Kekurangannya adalah posisi ini lebih sulit dilakukan. Pada posisi ini,
pasien tidur miring, dengan lutut fleksi, paha di tarik ke arah abdomen atau dada
seperti posisi fetal. Asisten sangat di perlukan untuk mempertahankan posisi ini. 1
c. Posisi Buie’s (Jackknife)
Posisi ini dapat digunakan untuk prosedur anorektal dengan menggunakan
obat anestesi isobarik atau hipobarik. Keuntungan posisi ini adalah posisi blok
neuroaksial sama dengan posisi operasi sehingga pasien tidak perlu bergerak
setelah injeksi, namun kurangnya fleksi menyebabkan teknik anestesi lebih sulit
karena sulitnya mencari celah. Konfirmasi jarum di ruang subarakhnoid adalah
dengan melakukan aspirasi CSF. 1

2.4 Teknik Analgesia Spinal

Posisi duduk atau posisi tidur lateral dekubitus dengan tusukan pada garis tengah ialah
posisi yang paling sering dikerjakan. Biasanya dikerjakan di atas meja operasi tanpa dipindah
lagi dan hanya diperlukan sedikit perubahan posisi pasien. Perubahan posisi berlebihan dalam 30
menit pertama akan menyebabkan menyebarnya obat.2

1. Setelah di monitor, tidurkan pasien misalkan dalam posisi lateral dekubitus. Beri bantal
kepala, selain enak untuk pasien juga supaya tulang belakang stabil. Buat pasien
membungkuk maximal agar processus spinosus mudah teraba. Posisi lain adalah duduk.2
2. Perpotongan antara garis yang menghubungkan kedua garis Krista iliaka, misal L2-L3,
L3-L4, L4-L5. Tusukan pada L1-L2 atau diatasnya berisiko trauma terhadap medula
spinalis.2
3. Sterilkan tempat tusukan dengan betadine atau alkohol.2
4. Beri anastesi lokal pada tempat tusukan,misalnya dengan lidokain 1-2% 2-3ml.2
5. Cara tusukan median atau paramedian. Untuk jarum spinal besar 22G, 23G, 25G dapat
langsung digunakan. Sedangkan untuk yang kecil 27G atau 29G dianjurkan
menggunakan penuntun jarum yaitu jarum suntik biasa semprit 10cc. Tusukkan
introduser sedalam kira-kira 2cm agak sedikit kearah sefal, kemudian masukkan jarum
spinal berikut mandrinnya ke lubang jarum tersebut. Jika menggunakan jarum tajam
(Quincke-Babcock) irisan jarum (bevel) harus sejajar dengan serat duramater, yaitu pada
posisi tidur miring bevel mengarah keatas atau kebawah, untuk menghindari kebocoran
likuor yang dapat berakibat timbulnya nyeri kepala pasca spinal. Setelah resistensi
menghilang, mandarin jarum spinal dicabut dan keluar likuor, pasang semprit berisi obat
dan obat dapat dimasukkan pelan-pelan (0,5ml/detik) diselingi aspirasi sedikit, hanya
untuk meyakinkan posisi jarum tetap baik. Kalau yakin ujung jarum spinal pada posisi
yang benar dan likuor tidak keluar, putar arah jarum 90º biasanya likuor keluar. Untuk
analgesia spinal kontinyu dapat dimasukan kateter.2
6. Posisi duduk sering dikerjakan untuk bedah perineal misalnya bedah hemoroid (wasir)
dengan anestetik hiperbarik. Jarak kulit-ligamentum flavum dewasa ± 6cm.2
Teknik Anestei Epidural
Pengenalan ruang epidural lebih sulit dibanding dengan ruang subaraknoid.2
1. Posisikan pasien pada saat tusukan seperti pada analgesia spinal.
2. Tusukan jarum epidural biasanya dikerjakan pada ketinggian L3-L4, karena jarak
antara igamentum flavum-durameter pada ketinggian adalah yang terlebar.
3. Jarum epidural yang digunakan ada dua macam.
- Jarum ujung tajam (crawford) : untuk dosis tunggal.
- Jarum ujung khusus (Tuohy) : Untuk pemandu memasukan kateter ke
ruang epidural.
4. Terdapat dua teknik khusus untuk mengkonfirmasi ruang epidural, yaitu teknik
hanging drop dan teknik loss of resistance.
- Teknik loss of resistance
Menghubungkan jarum epidural dengan spuit berisi udara atau air, lalu
perlahan - lahan jarum epidural diinsersikan sambil mendorong isi spuit. Saat
berada di ruang epidural, akan terjadi penurunan tekanan yang mendadak.2

- Hanging drop
Pada teknik ini menggunakan jarum epidual yang diisi NaCl sampai
terlihat ada tetes NaCl yang menggantung. Dengan mendorong jarum epidural
perlahan-lahan secara lembut sampai terasa menembus jaringan keras yang
kemudian disusul oleh tersedotnya tetes NaCl ke ruang epidural. Setelah yakin
ujung jarum berada dalam ruag epidual, dilakukan uji dosis.2

5. Uji dosis (test dose)

Setelah kateter epidural terpasang, lakukan tes dose untuk mengonfirmasi


bahwa kateter tidak berada di ruang subaraknoid atau di intravaskuler. Untuk
mengonfirmasi bahwa kateter tidak berada di ruang subaraknoid atau
intravaskuler, diberikan lidocaine 1,5% 3 ml dengan epinefrin 1:200.000 (0,005
mg/ml) 15 µg. Kateter berada di ruang subaraknoid bila terdapat blok yang cepat
seperti efek anestesi spinal dan keter berada di ruang intraveskuler bila terjadi
peningkatan laju nadi 20% atau lebih dari sebelum penyuntikan.2

Teknik Anestesi Kaudal

1. Posisi pasien terlungkup dengan simfisis diganjal (tungkai dan kepala lebih
rendah dari bokong) atau dekubitus lateral, terutama wanita hamil.
2. Dapat menggunakan jarum suntik biasa atau jarum dengan kateter vena ukuran
20-22 pada pasien dewasa.
3. Untuk dewasa biasa digunakan volum 12-15 ml (1-2 ml/ segmen).
4. Identifikasi hiatus sakralis dengan menemukan kornu sakralis kanan dan kiri dan
spina iliaka superior posterior. Dengan menghubungkan ketiga tonjolan tersebut
diperoleh hiatus sakralis.
5. Setelah dilakukan tindakan a dan antisepsis pada daerah hiatus sakralis, tusukkan
jarum mula-mula 90o terhadap kulit. Setelah diyakini masuk kanalis sakralis, ubah
jarum jadi 450-600 dan jarum didorong sedalam 1-2 cm. Kemudian suntikan NaCl
sebanyak 5 ml secara agak cepat sambil meraba apakah ada pembengkakan di
kulit untuk menguji apakah cairan masuk dengan benar di kanalis kaudalis.2
2.5 Persiapan Regional Anestesi
● Anamnesis
Hal – hal yang harus diperhatikan pada anamnesis sebagai berikut:1,6
- Identitas pasien (nama, umur, alamat, pekerjaan, berat badan, tinggi
badan, dll).
- Riwayat penyakit yang pernah atau sedang diderita yang mungkin dapat
menjadi penyulit dalam anestesi. Misalnya gangguan fungsi hati,
peningkatan tekanan intraabdomen (hamil, tumor intraabdomen, asites),
gangguan kardiovaskular, gangguan respirasi, diabetes mellitus.
- Identifikasi tempat penyuntikan. Adakah penyulit seperti deformitas
tulang belakang, processus spinosus tidak teraba dan mengidentifikasi
posisi pasien saat di anestesi
- Riwayat obat-obat yang sedang atau telah digunakan dan mungkin
menimbulkan interaksi. Contohnya antikoagulan, antihipertensi, obat
sedasi
- Riwayat alergi
- Riwayat pasien. Apakah pernah mendapat tindakan anestesi
sebelumnya. Hal ini sangat penting untuk mengetahui apakah ada
hal-hal tertentu yang perlu mendapatkan perhatian khusus, seperti
alergi, mual- muntah, nyeri otot, gatal-gatal atau sesak napas pasca
pembedahan sebelumnya, sehingga kita dapat merancang anesthesia
berikutnya dengan lebih baik.
● Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang harus dilakukan adalah keadaan umum, kesadaran,
tanda-tanda vital, pemeriksaan tinggi dan berat badan, tanda-tanda anemia, ikterus,
pemeriksaan fisik paru dan jantung, sianosis, dehidrasi, edema, kehamilan, serta apakah
pasien mengalami sesak.1,6
● Pemeriksaan penunjang
Setelah dilakukan pemeriksaan, kita dapat mengetahui beberapa masalah dan
memutuskan apakah diperlukan pemeriksaan lain seperti laboratorium, radiologi dan
elektrokardiogram. Radiologi rutin untuk foto toraks tidak diperlukan jika tidak ada
gejala atau abnormal pada dada, tapi pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit sebaiknya
rutin dilakukan pada pasien yang akan menjalani anestesi umum.1,6
A. Darah lengkap
B. Fungsi ginjal (ureum, kreatinin)
C. Fungsi Hati (SGPT, SGOT)
D. Glukosa Darah, HbA1c
E. Koagulasi: PT, PTT
F. Pemeriksaan β-hCG
G. Pemeriksaan radiologi: foto toraks, foto polos abdomen (BOF), USG,
CT Scan.
H. Pemeriksaan EKG bila umur lebih dari 35 tahun atau bila ada indikasi

2.6 Jenis Jarum dan Alat


● Anestesi Spinal
Persiapan Pasien
Pada dasarnya persiapan untuk analgesia spinal seperti persiapan pada anetesia umum.
Daerah sekitar tempat tusukan diteliti apakah akan menimbulkan kesulitan, misalnya ada
kelainan anatomis tulang tunggung atau pasien gemuk sekali sehingga tak teraba tonjolan
prosesus spinosus.1
1. Prosedur evaluasi pasien pra anestesi untuk menentukan kelayakan.
2. Perencanaan teknik pembedahan apa yang dilakukan.
3. Memastikan posisi pasien saat dilakukan anestesi (Duduk, lateral decubitus dan
prone/jackknife)
4. Mengetahui barisitas obat yang digunakan, barisitas obat yang lebih berat dari CSF
disebut hiperbarik sedangkan lebih rendah dari CSF disebut hipobarik. Adapun CSF
memiliki barisitas 1.003-1.008 pada suhu 37C. Jika cairan hiperbarik digunakan, obat
akan mengikuti gravitasi sehingga dalam posisi head-down, ketinggian blok spinal
semakin tinggi. Sebaliknya, dalam posisi head-up obat anestesi akan bergerak ke arah
kaudal sehingga blok spinal akan lebih rendah, Jika menggunakan obat hipobarik, hal
yang berlawanan akan terjadi karna obat akan bergerak berlawanan dengan gravitasi
dan berlawanan dengan obat hiperbarik. Penggunaan obat isobarik akan membuat obat
relatif berada di tempat penyuntikan.
5. Menentukan lokasi penyuntikan anestesi dengan landmark level tulang belakang.

6. Mengetahui kurvatura tulang belakang


7. Memasang kateter urin, kateter intravena (loading cairan) dan alat monitoring
8. Menentukan ketinggian blok neuroaksial.1
Persiapan Alat
Melengkapi peralatan tindakan asepsis, monitor pasien (Tekanan darah, Nadi,
Saturasi, Frekuensi Napas). obat-obat lokal Anestesi, obat-obat antidote lokal anestesi,
obat emergency (vasopressor fenilefrin, epinefrn, efedrin, atrofin sulfat), obat-obatan ;ain
(Asetaminofen, NSAID, Opioid sebagai analgesik) cairan, sarana peralatan anestesi
regional, USG, serta mesin anestesi. Jarum anestesi spinal secara umum terdapat
berujung tajam dan berujung tumpul, serta memiliki beberapa variasi ukuran, bevel serta
ujung jarum. Adapun jarum yang digunakan dalam anestesi spinal, yaitu: 1
1. Jarum quincke, merupakan jarum dengan injeksi di ujungnya.
2. Jarum whitacre, merupakan jarum dengan injeksi di samping.
3. Jarum sprotte, merupakan jarum dengan injeksi di samping dengan mulut jarum yang
lebih panjang.

Jarum whitacre dan sprotte merupakan jarum berujung tumpul, sedangkan jarum
quincke memiliki ujung tajam. Keuntungan menggunakan jarum yang tumpul adalah
mengurangi kejadian PDPH (post dural puncture headache). Kerugian penggunaan jarum
tumpul adalah diperlukan tekanan lebih besar saat penusukan dibanding jarum tajam.1
● Anestesi Epidural
Alat
Terdapat beberapa jenis jarum epidural. Jarum yang sering digunakan adalah jarum
Tuohy ukuran 17 - 18 G dengan panjang 3 - 5 inci ujung tumpul. Jarum lainnya adalah
jarum crawford dengan ujung tajam dan jarum Weiss winged adalah modifikasi dari
jarum Tuohy yang ditambahkan sayap untuk menstabilkan grip anestesiolog dalam
melakukan blok epidural. Jika diinginkan teknik anestesi epidural kontinu, digunakan
kateter epidural dengan ukuran 19 - 20 G yang dimasukkan melalui jarum epidural.1

● Anestesi Kaudal
Peralatan berikut diperlukan untuk melakukan blok epidural kaudal:1
- Jarum suntik biasa atau jarum dengan kateter vena (venocath. abocath) ukuran 20-22
pada dewasa
- Obat-obatan, vasopresor (epinefrin, efedrin)
- Larutan pembersih kulit, biasanya alkohol, klorheksidin, atau larutan yodium
- Alat pelindung diri (sarung tangan steril, masker, penutup kepala)
Ultrasonografi dapat membantu penempatan epidural caudal pada pasien anak atau
dewasa. Sebuah studi oleh Shin et al. menunjukkan bahwa identifikasi hiatus sakral
dengan ultrasound memfasilitasi penyelesaian penempatan epidural caudal. Standar emas
untuk keberhasilan blok epidural caudal adalah dengan panduan fluoroskopi. Namun, hal
ini jarang dilakukan di lingkungan ruang operasi karena ketidakpraktisan dan paparan
radiasi baik bagi pasien maupun penyedia layanan.
Untuk melakukan blok epidural caudal, dokter harus melakukan tinjauan riwayat pasien
dan pemeriksaan, dan mendapatkan persetujuan. Pemantauan ASA standar harus
dilakukan selama prosedur. Posisi pasien dapat dalam posisi lateral dekubitus atau
tengkurap. Jika lateral, kaki harus ditekuk di pinggul dan lutut sehingga pasien dalam
posisi stabil. Pada populasi pediatrik, pasien biasanya diinduksi sebelum penempatan
caudal. Prosedur time-out harus dilakukan, dan area tersebut disiapkan dengan betadine,
alkohol, atau chlorhexidine. Blok caudal tembakan tunggal menggunakan jarum Tuohy
atau Crawford dengan kemiringan 22 hingga 25 yang umumnya tidak memiliki stilet.

2.7 Obat Local Anestesi


a. Agen anestesi spinal
Banyak anestesi lokal telah digunakan untuk anestesi spinal di masa lalu, tetapi hanya
sedikit yang saat ini digunakan. Hanya larutan anestesi lokal bebas pengawet yang digunakan.
Penambahan vasokonstriktor (agonis -adrenergik, epinefrin [0,1-0,2 mg]) dan opioid
meningkatkan kualitas atau memperpanjang durasi anestesi spinal, atau keduanya.
Vasokonstriktor tampaknya menunda pengambilan anestesi lokal dari CSF dan mungkin
memiliki sifat analgesik tulang belakang yang lemah. Opioid dan clonidine juga dapat
ditambahkan ke anestesi spinal untuk meningkatkan kualitas dan durasi blok subarachnoid.
Sampai baru-baru ini di Amerika Utara, anestesi spinal hiperbarik lebih umum digunakan
daripada teknik hipobarik atau isobarik. Tingkat anestesi kemudian tergantung pada posisi pasien
selama dan segera setelah injeksi. Pada posisi duduk, “saddle block” dapat dicapai dengan
menjaga pasien tetap duduk selama 3 sampai 5 menit setelah injeksi, sehingga hanya saraf
lumbal bawah dan saraf sakral yang tersumbat. Jika pasien dipindahkan dari posisi duduk ke
posisi terlentang segera setelah injeksi, agen akan bergerak lebih cephalad ke daerah dependen
yang ditentukan oleh kurva thoracolumbar. Anestesi hiperbarik yang disuntikkan secara
intratekal dengan pasien dalam posisi dekubitus lateral berguna untuk prosedur ekstremitas
bawah unilateral. Pasien ditempatkan secara lateral, dengan ekstremitas yang akan dioperasi
dalam posisi tergantung. Jika pasien dipertahankan dalam posisi ini selama sekitar 5 menit
setelah injeksi, blok akan cenderung lebih padat dan mencapai tingkat yang lebih tinggi pada sisi
tergantung operasi.1
Jika anestesi regional dipilih untuk prosedur bedah yang melibatkan patah tulang pinggul
atau ekstremitas bawah, anestesi spinal hipobarik atau isobarik dapat berguna karena pasien tidak
perlu berbaring pada ekstremitas yang patah.
b. Agen anestesi epidural
Agen epidural dipilih berdasarkan efek klinis yang diinginkan, apakah akan digunakan
sebagai anestesi primer, suplementasi anestesi umum, atau analgesia. Durasi prosedur yang
diantisipasi mungkin memerlukan anestesi tembakan tunggal kerja pendek atau panjang atau
penyisipan kateter. Agen kerja pendek hingga menengah yang umum digunakan untuk anestesi
bedah termasuk kloroprokain, lidokain, dan mepivakain. Agen yang bekerja lebih lama termasuk
bupivacaine, levobupivacaine, dan ropivacaine.1
Mengikuti awal 1 sampai 2 mL per segmen bolus (dalam dosis fraksinasi), dosis berulang
yang diberikan melalui kateter epidural dilakukan pada interval waktu yang tetap (baik sebagai
bolus atau infus kontinu), berdasarkan pengalaman praktisi dengan agen , atau hanya redose
ketika blok menunjukkan beberapa derajat regresi. Setelah beberapa regresi di tingkat sensorik
telah terjadi, sepertiga sampai setengah dari dosis aktivasi awal umumnya dapat dengan aman
disuntikkan kembali dalam dosis tambahan.
Perlu dicatat bahwa kloroprokain, ester dengan onset cepat, durasi pendek, dan toksisitas
yang sangat rendah, dapat mengganggu efek analgesik opioid epidural. Formulasi chloroprocaine
sebelumnya dengan pengawet, khususnya asam bisulfit dan ethylenediaminetetraacetic (EDTA),
menghasilkan sindrom cauda equine ketika secara tidak sengaja disuntikkan dalam volume besar
secara intratekal. Sediaan bisulfit dari chloroprocaine diyakini terkait dengan neurotoksisitas,
sedangkan formulasi EDTA dikaitkan dengan nyeri punggung yang parah (mungkin karena
hipokalsemia lokal). Sebagian besar sediaan kloroprokain saat ini bebas pengawet dan tanpa
komplikasi ini.
Anestesi bedah diperoleh dengan formulasi bupivakain 0,5%. Formulasi 0,75%
bupivakain tidak lagi digunakan dalam kebidanan, karena penggunaannya dalam persalinan sesar
telah dikaitkan dengan laporan serangan jantung setelah injeksi intravena yang tidak disengaja
Konsentrasi bupivakain yang sangat encer (misalnya, 0,0625%) biasanya dikombinasikan
dengan fentanil dan fentanil. digunakan untuk analgesia untuk persalinan dan nyeri pasca
operasi. Dibandingkan dengan bupivakain, ropivakain dapat menghasilkan lebih sedikit blok
motorik pada konsentrasi yang sama sambil mempertahankan blok sensorik yang memuaskan.

c. Agen anestesi caudal


Dosis 0,5 hingga 1,0 mL/kg 0,125% hingga 0,25% bupivakain (atau ropivakain), dengan
atau tanpa epinefrin, dapat digunakan. Opioid juga dapat ditambahkan (misalnya, 30-40 mcg/kg
morfin). Clonidine juga sering disertakan. Efek analgesik blok dapat berlangsung selama
berjam-jam hingga periode pascaoperasi.1
Pada orang dewasa yang menjalani prosedur anorektal, anestesi kaudal dapat
memberikan blokade sensorik sakral yang padat dengan penyebaran cephalad yang terbatas.
Selanjutnya, injeksi dapat diberikan dengan pasien dalam posisi tengkurap, yang digunakan
untuk pembedahan. Dosis 15 sampai 20 mL 1,5% sampai 2,0% lidokain, dengan atau tanpa
epinefrin, biasanya efektif. Fentanil, 50 hingga 100 mcg, juga dapat ditambahkan. Teknik ini
harus dihindari pada pasien dengan kista pilonidal karena jarum dapat melewati jalur kista dan
berpotensi memasukkan bakteri ke dalam ruang epidural caudal.

2.8 Komplikasi Regional Anestesi


a. High neural blockade
Penyebaran blokade saraf dermatomal yang berlebihan dapat terjadi dengan mudah baik
dengan anestesi spinal atau epidural. Administrasi dosis yang berlebihan, kegagalan untuk
mengurangi dosis standar pada pasien tertentu (misalnya, orang tua, hamil, obesitas, atau sangat
pendek), atau sensitivitas yang tidak biasa atau penyebaran anestesi lokal mungkin bertanggung
jawab. Pasien mungkin mengeluh dispnea dan mengalami mati rasa atau kelemahan pada
ekstremitas atas. Mual sering mendahului hipotensi. Setelah penyebaran anestesi yang berlebihan
diketahui, pasien harus diyakinkan, suplementasi oksigen mungkin diperlukan, dan bradikardia
dan hipotensi harus diobati. Anestesi spinal naik ke tingkat serviks menyebabkan hipotensi berat,
bradikardia, dan insufisiensi pernapasan. Ketidaksadaran, apnea, dan hipotensi akibat anestesi
spinal tingkat tinggi disebut sebagai "tulang belakang tinggi," atau ketika blok meluas ke saraf
kranial, sebagai "tulang belakang total." Kondisi ini juga dapat terjadi setelah percobaan anestesi
epidural atau kaudal jika terjadi injeksi intratekal yang tidak disengaja. Apnea lebih sering
merupakan akibat dari hipotensi berat dan hipoperfusi meduler yang berkelanjutan daripada
respons terhadap kelumpuhan saraf frenikus dari anestesi akar C3-C5. Sindrom arteri spinalis
anterior telah dilaporkan setelah anestesi neuraksial, mungkin karena hipotensi berat yang
berkepanjangan bersama-sama dengan peningkatan tekanan intraspinal.1
Pengobatan blok neuraksial yang terlalu tinggi melibatkan pemeliharaan oksigenasi dan
ventilasi arteri yang memadai dan mendukung sirkulasi. Ketika insufisiensi pernapasan menjadi
jelas, selain oksigen tambahan dan ventilasi bantuan, intubasi dan ventilasi mekanis mungkin
diperlukan. Hipotensi dapat diobati dengan vasopresor intravena dan pemberian cairan intravena
secara cepat. Bradikardia dapat diobati dini dengan atropin. Efedrin atau epinefrin juga dapat
meningkatkan denyut jantung dan tekanan darah arteri.

b. Urinary Retention

Blok anestesi lokal serat akar S2-S4 menurunkan tonus kandung kemih dan menghambat
refleks berkemih. Opioid epidural juga dapat mengganggu berkemih normal.1

c. Neurological Injury

Mungkin tidak ada komplikasi yang lebih membingungkan atau menyusahkan daripada
defisit neurologis persisten setelah blok neuraksial yang tampaknya rutin. Hematoma epidural
atau abses harus disingkirkan. Baik akar saraf atau sumsum tulang belakang mungkin terluka.
Yang terakhir dapat dihindari jika blokade neuraksial dilakukan di bawah terminasi konus (L1
pada orang dewasa dan L3 pada anak-anak). Neuropati perifer pasca operasi dapat disebabkan
oleh trauma fisik langsung ke akar saraf. Meskipun sebagian besar sembuh secara spontan,
beberapa bersifat permanen. Setiap parestesia berkelanjutan selama anestesi/analgesia neuraksial
harus mengingatkan dokter untuk mengarahkan jarum. Suntikan harus segera dihentikan dan
jarum ditarik, jika injeksi dikaitkan dengan rasa sakit. Injeksi langsung ke sumsum tulang
belakang dapat menyebabkan paraplegia. Kerusakan pada conus medullaris dapat menyebabkan
disfungsi saraf sakral yang terisolasi. Tidak semua defisit neurologis yang dilaporkan setelah
anestesi regional adalah akibat langsung dari blok. Defisit neurologis pascamelahirkan, termasuk
neuropati kutaneus femoralis lateral dan foot drop, diakui sebagai komplikasi sebelum era
anestesi/analgesia epidural rutin.1

d. Backache

Saat jarum melewati kulit, jaringan subkutan, otot, dan ligamen, hal itu menyebabkan
berbagai tingkat trauma jaringan. Memar dan respon inflamasi lokal dengan atau tanpa spasme
otot refleks mungkin bertanggung jawab untuk sakit punggung pasca operasi. Kita harus ingat
bahwa hingga 25% sampai 30% pasien yang menerima anestesi umum juga mengeluh sakit
punggung pasca operasi, dan persentase yang signifikan dari populasi umum memiliki nyeri
punggung kronis. Nyeri atau nyeri punggung pascaoperasi biasanya ringan dan sembuh sendiri,
meskipun dapat berlangsung selama beberapa minggu. Pemberian obat acetaminophen atau
NSAID cukup membantu rasa nyeri tersebut.1
DAFTAR PUSTAKA

1. Butterworth, J., Mackey, D., & Wasnick, J. (2018). Morgan and Mikhail’s
Clinical Anesthesiology, 6th edition (6th ed.). McGraw Hill / Medical.
2. Said A latief dkk. Petunujuk Praktis Anestesiologi, ed 2 FKUI, Jakarta, 2002.
3. Kemenkes RI. (2015). Keputusan Menteri Kesehatan RI No HK.02.02/
Menkes/251/2015 tentang Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran
Anestesiologi Dan Terapi Intensif.
4. Avila Hernandez AN, Singh P. Anestesi Epidural. [Diperbarui 2022 Mar 9]. Di:
StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): Penerbitan StatPearls; 2022 Jan-.
5. Sanghvi C, Dua A. Anestesi Kaudal. [Diperbarui 2022 Apr 28]. Di: StatPearls [Internet].
Treasure Island (FL): Penerbitan StatPearls; 2022 Jan-.
6. Pardo, M. C. & Miller, R. D., 2018. Basics of Anesthesia. 7th penyunt.
Philadelphia: Elsevier.

Anda mungkin juga menyukai