Anda di halaman 1dari 72

LAPORAN KASUS

G2P1A0 Gravida 37 – 38 Minggu dengan Congestive Heart Failure


Post Peripartum Cardiomyopathy dan Anemia

Disusun oleh :
Salma Nara Fadhilla
1102015212

Pembimbing :
dr. Ronny, Sp.OG

KEPANITERAAN KLINIK OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


RSUD KABUPATEN BEKASI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
PERIODE 28 SEPTEMBER - 6 NOVEMBER 2020
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Segala puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha
Esa, karena atas rahmat dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan laporan kasus
dengan judul “G2P1A0 Gravida 37 – 38 Minggu dengan Congestive Heart Failure
Post Peripartum Cardiomyopathy” sebagai salah satu tugas Kepaniteraan Ilmu
Obstetri dan Ginekologi RSUD Kabupaten Bekasi. Tidak lupa shalawat serta salam
saya sampaikan kepada Nabi Besar Muhammad SAW.
Pada kesempatan ini, saya selaku penulis mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu kami untuk menyelesaikan makalah referat,
terima- kasih kepada dr.Ronny, Sp.OG selaku pembimbing dan klinisi kepaniteraan
Ilmu Obstetri dan Ginekologi yang telah meluangkan waktu dalam membimbing dan
memberi masukan-masukan kepada penulis, dan juga kepada seluruh dokter, staf
bagian kebidanan dan kandungan, orang tua saya yang telah mendukung secara moril
maupun materil demi terwujudnya, dan teman-teman sejawat lainnya yang turut
membantu penyusun selama kepanitraan di bagian Ilmu Obstetri dan Ginekologi.
Semoga Allah SWT memberikan balasan yang sebesar-besarnya atas bantuan yang
diberikan selama ini.
Saya menyadari bahwa dalam penulisan laporan kasus ini masih banyak
terdapat kekurangan. Oleh sebab itu, saya mengharapkan saran serta kritik yang dapat
membangun dalam laporan presentasi kasus ini untuk perbaikan di kemudian hari.
Semoga presentasi kasus ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Bekasi, Oktober 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul
Kata Pengantar......................................................................................................ii
Daftar Isi................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
BAB 2 Tinjauan Pustaka.......................................................................................2
2.1 Peripartum Cardiomyopathy (PPCM).........................................................2
2.1.1 Definisi..................................................................................................2
2.1.2 Epidemiologi.........................................................................................2
2.1.3 Etiopatogenesis.....................................................................................3
2.1.4 Gambaran Klinis.................................................................................9
2.1.5 Diagnosis.............................................................................................10
2.1.6 Diagnosis Banding.............................................................................15
2.1.7 Penatalaksanaan................................................................................16
2.1.8 Komplikasi..........................................................................................26
2.1.9 Prognosis.............................................................................................27
2.1.10 Kehamilan Berikutnya....................................................................28
2.2 Anemia Pada Kehamilan..........................................................................29
2.2.1 Definisi................................................................................................29
2.2.2 Epidemiologi.......................................................................................30
2.2.3 Etiologi................................................................................................31
2.2.4 Pencegahan dan Terapi.....................................................................33
BAB III Laporan Kasus
3.1 Identitas......................................................................................................35
3.2 Anamnesis..................................................................................................35
3.3 Pemeriksaan Fisik.....................................................................................39
3.4 Pemeriksaan Penunjang...........................................................................41

iii
3.5 Resume........................................................................................................46
3.6 Diagnosis Kerja..........................................................................................47
3.7 Penatalaksanaan........................................................................................47
3.8 Prognosis....................................................................................................47
3.9 Laporan Sectio Caesar..............................................................................48
3.10 CPPT.........................................................................................................49
BAB IV PEMBAHASAN.....................................................................................54
BAB V KESIMPULAN........................................................................................59
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................60

iv
BAB I

PENDAHULUAN

The European Society of Cardiology mendefinisikan Peripartum


Cardiomyopathy (PPCM) sebagai suatu keadaan kardiomiopati idiopatik,
berhubungan dengan kehamilan yang bermanifestasi sebagai gagal jantung karena
disfungsi sistolik ventrikel kiri, biasanya terjadi selama 1 bulan terakhir kehamilan
sampai 5 bulan masa postpartum pada wanita tanpa penyakit kardiovaskuler lain.
Angka kejadian PPCM sekitar 1:2200-4000 (USA), 1:1000 (Afrika Selatan),
dan 1:300 (Haiti). Di Asia didapati 1:1374 (Rumah Sakit Tersier di India), 1:1000
(Jepang), 1:837 (Pakistan), 34:100000 (Malaysia).1,3,7 Sedangkan angka kejadian
penyakit jantung dalam kehamilan di Indonesia pada tahun 2005 – 2006 sekitar 1,2
%.17 Faktor risiko yang berhubungan dengan kehamilan antara lain, umur saat hamil
>30 tahun, multipara (>3 kali hamil), kehamilan multifetal, preeclampsia, disfungsi
tiroid, penggunaan obat-obatan untuk membantu proses melahirkan, tokolisis yang
berkepanjangan, dan malnutrisi terutama obesitas (BMI >30).1,2,7
Diagnosis PPCM adalah suatu diagnosis eksklusi, dapat tidak disertai dilatasi
ventrikel kiri, namun fraksi ejeksi biasanya selalu <45%.1 Tujuan terapi PPCM adalah
memperbaiki oksigenasi dan mempertahankan cardiac output, sehingga prognosis
fetal dan maternal menjadi lebih baik. Intervensi diperlukan untuk menurunkan
preload dan afterload, serta memperbaiki kontraktilitas jantung.2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Peripartum Cardiomyopathy (PPCM)


2.1.1 Definisi
Terdapat berbagai definisi PPCM yang diulas lengkap.1 European Society of
Cardiology on the classification of cardiomyopathies menyatakan bahwa PPCM
adalah suatu bentuk non-familial, non-genetik dari dilated cardiomyopathy yang
berhubungan dengan kehamilan. American Heart Association mendefinisikan PPCM
sebagai penyakit langka dan adanya DCM primer yang didapat berhubungan dengan
disfungsi ventrikel kiri dan gagal jantung. National Heart Lung and Blood Institute
and the Office of Rare Diseases menyatakan PPCM jika (1) gagal jantung timbul
pada bulan terakhir kehamilan atau pada 5 bulan post-partum, (2) tidak ada penyebab
pasti timbulnya gagal jantung (3) tidak ada penyakit jantung yang ditemukan sebelum
kehamilan (4) disfungsi sistolik yang dapat dipastikan oleh echocardiography dengan
kriteria fraksi ejeksi ventrikel kiri <45%, pemendekan fractional <30% atau
keduanya, dengan atau tanpa dimensi end diastolic ventrikel kiri >2.7cm/m2 body
surface area.2
Definisi terkini dibuat oleh Heart Failure Association of the European Society
of Cardiology Working Group on PPCM pada tahun 2010 yang menyatakan bahwa
PPCM adalah suatu keadaan kardiomiopati idiopatik, berhubungan dengan
kehamilan, bermanifestasi sebagai gagal jantung karena disfungsi sistolik ventrikel
kiri, biasanya terjadi pada 1 bulan terakhir kehamilan sampai 5 bulan masa
postpartum; adalah diagnosis eksklusi, terjadi pada wanita tanpa penyakit
kardiovaskular lain, tidak harus disertai dengan dilatasi ventrikel kiri, namun fraksi
ejeksi biasanya selalu <45%.1

2.1.2 Epidemiologi
Berdasarkan berbagai literatur, kejadian PPCM sekitar 1:2200-4000 (USA),
1:1000 (Afrika Selatan), 1:1374 (Rumah Sakit Tersier di India), 1:1000 (Jepang),
2
1:837 (Pakistan), 34:100000 (Malaysia).1,3,4 Analisis retrospektif di pusat kesehatan
tersier di

3
Singapura mendapatkan insiden 0.89:1000 kelahiran hidup. Kasus tertinggi
dilaporkan di Nigeria, sebesar 1% dari semua kelahiran hidup dikarenakan budaya
orang Nigeria yang mengharuskan setiap ibu postpartum memakan kanwa (garam
danau yang sudah dikeringkan) sembari tidur di atas tempat tidur lempung yang
dipanaskan 2 hari sekali selama 40 hari setelah melahirkan. Tingginya masukan
garam menyebabkan overload cairan.3,5
Kardiomiopati peripartum unik untuk wanita hamil usia reproduktif. Di
Amerika didapatkan umur rerata penderita 31 ± 6 tahun. Sebagai acuan, umur rerata
kejadian PPCM adalah wanita antara 19-38 tahun.2 Di Indonesia, penelitian yang
dilakukan di Rumah Sakit Santo Antonius tahun 2008-2012 menunjukkan bahwa
penderita Kardiomiopati Peripartum paling banyak berusia 30-39 tahun yaitu
sebanyak 92,5% dan 20-29 tahun sebanyak 7,5%. Dengan persentase mortalitas
sebesar 20%.6
Faktor risiko PPCM diidentifikasi berupa penyakit seperti hipertensi (tekanan
darah >140/90 mmHg setelah kehamilan minggu ke-20), anemia, asma, penyakit
autoimun, diabetes melitus, dan merokok. Sedangkan faktor risiko yang berhubungan
dengan kehamilan antara lain, umur saat hamil >30 tahun, multipara (>3 kali hamil),
kehamilan multifetal, preeclampsia, eclampsia, disfungsi tiroid, penggunaan obat-
obatan untuk membantu proses melahirkan, tokolisis yang berkepanjangan, dan
malnutrisi terutama obesitas (BMI >30).1,2,7 Ras yang merupakan faktor risiko adalah
Afrika-Amerika. Insiden tiga hingga empat kali lebih tinggi pada wanita kulit hitam
daripada pada wanita kulit putih dan terendah pada wanita Hispanik.2,14

2.1.3 Etiopatogenesis
PPCM diketahui mempunyai patogenesis yang melibatkan banyak faktor.2
Hipotesis yang ada saat ini, gangguan vaskular yang disebabkan oleh efek
antivaskular atau hormonal pada akhir kehamilan dan periode awal pascapartum
(gambar 1) menginduksi kardiomiopati pada wanita dengan kecenderungan yang
mendasarinya.14

4
Gambar 1. Patobiologi kardiomiopati peripartum. Sekresi prolaktin oleh kelenjar
hipofisis anterior, peningkatan regulasi mikroRNA-146a endotelial (miRNA-146a),
dan sekresi plasenta larut yang menyerupai fms dari reseptor kinase 1 (sFlt-1)
menyebabkan disfungsi endotel dan kematian kardiomiosit; kerentanan genetik juga
ada pada beberapa pasien. VEGF = faktor pertumbuhan endotel vascular.14

A. Stres Oksidatif
Data baru menunjukkan keterlibatan stress oksidatif, prolactin-
cleaving protease cathepsin D, dan prolaktin pada patofisiologi PPCM.
Stres oksidatif adalah suatu stimulus poten untuk mengaktivasi Cathepsin
D dan Matrix Metalloproteinase-2 (MMP-2), suatu enzim yang dapat
menggenerasi prolaktin 16 kDa. Belakangan ini ditemukan korelasi erat
antara N-terminal brain natriuretic peptide (NTproBNP), suatu marker
tingkat stres dinding ventrikel dan gagal jantung, prolaktin, dan marker
untuk stres oksidatif (LDL teroksidasi) dan inflamasi (interferon-gama).1,8
Stres oksidatif sebagai trigger aktivasi Cathepsin D dalam
kardiomiosit akan memotong prolactin menjadi angiostatic and pro-
apoptotic

5
subfragment. Pasien PPCM akut mempunyai kadar low density lipoprotein
(LDL) serum tinggi (suatu indikasi stres oksidatif tinggi) dan juga
peningkatan kadar serum Cathepsin D yang teraktivasi, prolaktin total dan
fragmen prolaktin 16kDa yang bersifat angiostatik.1,8
Pada penelitian mencit, fragmen prolactin 16 kDa mempunyai efek
merusak kardiovaskular yang dapat menjelaskan patofisiologi PPCM.
Fragmen tersebut menginhibisi proliferasi dan migrasi sel endotel,
menginduksi apoptosis dan merusak struktur kapiler yang telah terbentuk.
Bentuk prolaktin ini meningkatkan vasokonstriksi dan merusak fungsi
kardiomiosit. Kadar prolaktin 16kDa yang tinggi tanpa keadaan PPCM
telah terbukti merusak mikrovaskuler jantung, menurunkan fungsi jantung
dan meningkatkan dilatasi ventrikel. Efek prolactin 16kDa berlawanan
dengan efek kardioprotektif prolaktin bentuk lengkap. Prolaktin 16kDa
tidak berfungsi melalui reseptor prolaktin bentuk lengkap.1,8
Pro-apoptotic serum markers (soluble death receptor sFas/Apo-1)
telah ditemukan kadarnya meningkat pada pasien PPCM. Marker ini juga
dapat memprediksi status fungsional, dan mortalitas penderita PPCM.1,8
Data eksperimental pada model mencit PPCM (mencit dengan
cardiomyocyterestricted deletion of the signal transducer and activator of
transcription-3, STAT3) menyatakan bahwa suatu mekanisme defensif
terhadap antioksidan yang rusak mungkin bertanggung jawab atas
terjadinya PPCM.1 Hasil penelitian ini ditunjang dengan data bahwa
penekanan produksi prolaktin oleh agonis reseptor dopamin D2,
bromokriptin, dapat mencegah terjadinya PPCM.1,8
B. Miokarditis
Selain stres oksidatif, inflamasi jantung disebut juga miokarditis, telah
diketahui berhubungan dengan PPCM. Salah satu penelitian hubungan
miokarditis dengan PPCM mengemukakan bahwa dari 26 pasien, 8 pasien
menunjukkan adanya viral genome pada biopsi miokardium. Virus tersebut

6
antara lain, parvovirus B19, human herpes virus 6, Epstein-Barr virus, dan
human cytomegalovirus. Penelitian itu berdasarkan hipotesis bahwa
perubahan sistem imun saat hamil dapat mengeksaserbasi infeksi de novo
atau mereaktivasi virus laten pada wanita hamil, menyebabkan miokarditis
yang berujung pada kardiomiopati.1,2,7,8
Marker inflamasi yang terdapat di serum (termasuk soluble death
receptor sFas/Apo-1), C-reactive protein, interferon gama (IFN-(γ), dan
IL- 6, ditemukan meningkat pada penderita PPCM. Mekanisme ini
didukung dengan non-randomized trial pada 58 pasien menggunakan
pentoxifylline.2 uga ditemukan bahwa kegagalan perbaikan klinis
behubungan dengan kadar IFN-(γ) yang tetap tinggi; hal ini penting sebagai
faktor penentu prognosis PPCM.1
Infeksi virus pada jantung merupakan salah satu etiologi yang
mungkin menyebabkan inflamasi peripartum. Beberapa penelitian
melaporkan bahwa sejenis cardiotropic enterovirus bertanggung jawab atas
terjadinya PPCM.1,2
C. Autoimun
Serum pasien PPCM ditemukan mempengaruhi maturisasi sel dendrit
in vitro, berbeda dibandingkan dengan serum wanita postpartum sehat.
Serum wanita PPCM mengandung titer autoantibodi tinggi terhadap
protein jaringan kardium yang tidak terdapat pada pasien kardiomiopati
idiopatik. Warraich dkk. Menyatakan bahwa tidak seperti yang ditemukan
pada DCM, yaitu up-regulation selektif G3 subclass immunoglobulin
(IgG3s), pada PPCM terdapat kenaikan kelas G dan semua subclass
immunoglobulin terhadap myosin heavy chain.1,9
Autoantibodi berasal dari sel fetal (microchimerism) (yang dapat
masuk ke dalam sirkulasi maternal), dan beberapa protein (seperti aktin dan
miosin) yang dilepaskan oleh uterus selama proses melahirkan telah
terdeteksi pada pasien PPCM. Autoantibodi ini bereaksi dengan protein
miokardium maternal yang kemudian menyebabkan PPCM.1,3,9
7
Multiparitas adalah

8
faktor risiko PPCM, menyimpulkan adanya pajanan terhadap antigen fetal
atau paternal dapat menyebabkan respon inflamasi miokardium abnormal.3
D. Genetik
The European Society of Cardiology mengklasifikasikan PPCM
sebagai suatu bentuk DCM nonfamilial dan nongenetik berhubungan
dengan kehamilan. Tetapi beberapa kasus PPCM telah terbukti
berhubungan dengan faktor genetik.10
Beberapa literatur melaporkan wanita PPCM mempunyai ibu atau
saudara perempuan didiagnosis PPCM, ada pula yang melaporkan
hubungan antara first-degree relative berjenis kelamin perempuan.1,10 Ada
juga yang melaporkan bahwa perempuan yang mempunyai gen DCM
(dilated cardiomyopahty), dapat berujung pada PPCM setelah kehamilan
karena adanya stres hemodinamik. Selain itu, terdapat hubungan antara
wanita dengan keluarga laki-laki yang mempunyai DCM.1
Penelitian 90 keluarga familial DCM dan PPCM mengungkapkan
adanya causative mutation yang dapat dideteksi lebih awal dengan
penapisan. Penelitian tersebut menemukan adanya mutasi
(c.149A>G,p.Gln50Arg) di dalam gen yang mengkode cardiac troponin C
(TNNC1).14 Adanya variasi genetik dalam JAK/STAT signaling cascade
juga dapat menjadi salah satu penyebab PPCM.1
Analisis silsilah yang dipengaruhi oleh kondisi dan register dari
dilated cardiomyopathy (DCM) mengidentifikasi varian dalam gen yang
menyandikan protein sarkomerik titin, myosin, dan troponin. Selanjutnya,
sekuensing dari 43 gen yang terkait dengan DCM pada 172 wanita dengan
PPCM mendeteksi 26 varian pemotongan, 65% di antaranya terjadi pada
TTN, gen yang mengkode titin. Varian yang dapat diidentifikasi terdapat
pada 15% wanita dengan PPCM, yang serupa dengan 17% prevalensi pada
wanita dengan DCM dan secara signifikan lebih tinggi daripada yang
terlihat pada populasi referensi. Mutasi pemotongan TTN terlihat pada
13% wanita
9
kulit hitam dan 8% wanita kulit putih dengan PPCM, yang bisa menjadi
salah satu penjelasan yang mungkin untuk prognosis yang lebih buruk yang
terlihat pada wanita kulit hitam dengan kondisi tersebut. Menariknya, tidak
ada perempuan kulit hitam dengan varian TTN yang mengalami hipertensi
atau pre-eklamsia, sedangkan 15 dari 17 perempuan kulit hitam tanpa
varian TTN mengalami hipertensi. Perbedaan ini menunjukkan
kemungkinan patofisiologi heterogen (bahwa penyakit hipertensi dan
kerentanan genetik tertentu dapat menyebabkan PPCM melalui mekanisme
yang berbeda) dan membutuhkan studi lebih lanjut.14
E. Faktor Angiogenik Plasenta
Prevalensi tinggi pre-eklamsia pada wanita dengan PPCM
menunjukkan kemungkinan patofisiologi bersama. Reseptor tirosin kinase
seperti fms yang larut (sFlt-1) adalah protein antiangiogenik yang
disekresikan oleh plasenta dalam jumlah yang meningkat secara
eksponensial menjelang akhir kehamilan. sFlt-1 menyita faktor
pertumbuhan endotel vaskular yang bersirkulasi (VEGF) dan faktor
pertumbuhan plasenta (PlGF) dan dianggap sebagai pendorong utama
hipertensi dan disfungsi endotel pada pra-eklamsia. Selain itu, kadar sFlt-1
berkorelasi dengan regangan longitudinal global dan peningkatan massa
ventrikel kiri pada wanita dengan preeklamsia. Kadar SFlt-1 menurun
dengan cepat setelah persalinan (setelah sumber plasenta sFlt-1
dihilangkan) pada wanita sehat tetapi tetap lebih tinggi dari kisaran normal
pada wanita dengan PPCM. Sumber sFlt-1 postpartum yang terus
meningkat saat ini tidak diketahui. Dalam kohort IPAC, konsentrasi sFlt-1
pada saat diagnosis PPCM berkorelasi dengan kelas fungsional New York
Heart Association (NYHA) pasien dan efek sampingnya. Perlu dicatat
bahwa kebanyakan wanita dengan PPCM hadir dalam periode postpartum;
kadar sFlt-1 dan hormon plasenta lainnya pada ibu mencapai puncaknya
selama persalinan,

1
dan puncak ini mungkin menjadi kontribusi pada sindrom yang
memanifestasikan postpartum.14
2.1.4 Gambaran Klinis
Kehamilan normal dihubungkan dengan perubahan fisiologis sistem
kardiovaskuler seperti peningkatan volume darah, peningkatan kebutuhan metabolik,
anemia ringan, perubahan resistensi vaskuler dengan adanya dilatasi ringan ventrikel
dan peningkatan curah jantung. Karenanya, awal manifestasi klinis PPCM mudah
terselubung.2
Presentasi klinis PPCM kurang lebih sama dengan gagal jantung sistolik
sekunder terhadap kardiomiopati. Tanda dan gejala awal PPCM biasanya menyerupai
temuan normal fisiologis kehamilan, termasuk oedem pedis, dyspneu d’effort,
ortopnea, paroxysmal nocturnal dyspnea, dan batuk persisten.2
Tanda dan gejala tambahan pasien PPCM adalah: abdominal discomfort
sekunder terhadap kongesti hepar, pusing, nyeri sekitar jantung dan epigastrium,
palpitasi, pada stadium lanjut didapat hipotensi postural, peningkatan tekanan vena
jugularis, murmur regurgitasi yang tidak ditemukan sebelumnya, serta gallop S3 dan
S4.5
Pada mayoritas pasien, 78% gejala didapati pada 4 bulan setelah melahirkan,
hanya 9% pasien menunjukkan gejala pada bulan terakhir kehamilan.1 Tanda dan
gejala paling sering dijumpai pada saat pasien datang adalah dengan NYHA
functional class III atau IV. Kadang pasien datang dengan aritmi ventrikel atau
cardiac arrest.1,5
Gejala PPCM diklasifikasikan menggunakan sistem New York Heart
Association sebagai berikut5,16:
a. Class I – Keadaan tanpa gejala
b. Class II – Gejala ringan hanya pada aktivitas berat
c. Class III – Gejala dengan aktivitas ringan
d. Class IV – Gejala pada saat istirahat
Trombosis ventrikel kiri tidak jarang ditemui pada pasien PPCM dengan LVEF
<35%. Komplikasi lain yang dapat dijumpai adalah embolisme perifer, termasuk
1
emboli serebral dengan konsekuensi neurologis serius dan embolisme koroner
mesenterium.1,2,5

2.1.5 Diagnosis
Definisi PPCM pertama kali dikemukakan pada tahun 1971 sebagai
perkembangan penyakit miokardial yang terjadi pertama kali pada akhir atau awal
kehamilan.2 Modifikasi definisi klasik ini menambahkan kriteria ekocardiografis
yang ketat. Pada tahun 2010, the European Society of Cardiology Working Group on
Peripartum Cardiomyopathy mengemukakan usulan modifikasi definisi PPCM.1

Gambar 3. Alur diagnostic PPCM17

1
A. Anamnesis
Kardiomiopati peripartum adalah diagnosis eksklusi, pasien harus telah
diperiksa dan disingkirkan penyebab lain gagal jantung selain kehamilan.1
Hal ini untuk menyingkirkan kemungkinan diagnosis idiopathic dilated
cardiomyopathy (IDCM).3 Pertimbangan diagnosis PPCM biasanya pada
masa postpartum, sedangkan IDCM pada trimester ke-2 kehamilan.
Keluhan yang dapat dialami pasien:15,16
1. Riwayat demam rematik
2. Dispneu waktu melakukan kegiatan dan atau waktu istirahat
3. Paroksismal nocturnal dispneu atau batuk malam hari
4. “Angina” atau “syncope” waktu melakukan kegiatan
5. Hemoptisis
6. Ortopnea progresif
7. Mudah Lelah

Tabel 1. Gejala dan tanda kardiovaskuler pada kehamilan17

B. Pemeriksaan Fisik
Beberapa temuan klinis pada penyakit jantung selama kehamilan:16
1. Sianosis
2. Jari gada
3. Distensi vena leher menetap

1
4. Murmur sistolik derajat 3/6 atau lebih
5. Murmur diastolic
6. Kardiomegali
7. Aritmia menetap
8. Bunyi jantung kedua terpisah menetap
9. Kriteria untuk hipertensi paru
Pemeriksaan fisik biasanya menemukan bukti kongesti sisi kiri (mis.,
Rongga paru) dan kongesti sisi kanan (mis., Peningkatan tekanan vena
jugularis, edema). Gallop S3 sisi kiri atau kanan (atau keduanya) dapat
terdengar, meskipun S3 gallop juga dapat terdengar pada kehamilan
normal.14Precordial thrill dan edema tungkai bawah, dapat ditemukan.15
Elektrokardiografi menunjukkan ritme sinus pada sebagian besar wanita
yang terkena, seringkali dengan kelainan segmen ST atau gelombang T non
spesifik, atau keduanya.14
C. Pemeriksaan Penunjang
Kejadian miokarditis banyak ditemukan pada PPCM, sehingga antigen
dan antibodi terhadap agen penyebab miokarditis dapat ditemukan, hal ini
biasanya tidak ditemukan pada IDCM. Ukuran jantung dapat kembali
normal pada PPCM, namun dapat juga menjadi progresif dan mempunyai
prognosis buruk jika tidak segera ditangani.3
Setelah berbagai etiologi telah disingkirkan, harus dipertimbangkan
kriteria berikut: keadaan kardiomiopati idiopatik, berhubungan dengan
kehamilan, bermanifestasi sebagai gagal jantung karena disfungsi sistolik
ventrikel kiri, biasanya terjadi selama 1 bulan terakhir kehamilan sampai 5
bulan masa postpartum, adalah diagnosis eksklusi, terjadi pada wanita
tanpa penyakit kardiovaskular lain, tidak harus disertai dilatasi ventrikel
kiri, namun fraksi ejeksi biasanya selalu <45%.1,2

1
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorik pada PPCM biasanya tidak menunjukkan
abnormalitas kecuali telah terjadi komplikasi hipoksia lanjut.
Pemeriksaan dapat digunakan untuk menyingkirkan diagnosis
diferensial seperti preeclampsia dan noncardiogenic pulmonary edema.2
Noncardiogenic pulmonary edema selama kehamilan adalah suatu
keadaan tekanan onkotik rendah, digambarkan dengan penurunan kadar
albumin serum (kadar yang diharapkan ~3,2 mg/dL); sehingga ketika
ada stressor lain, dapat terjadi edema pulmonar dengan tekanan
pengisian jantung normal; trigger paling sering antara lain
pyelonephritis dan infeksi lain, corticosteroids, dan tocolytics seperti
beta agonists dan magnesium sulfat.2
B-type natriuretic peptide. Akibat peningkatan LV end-diastolic
pressure karena disfungsi sistolik, sebagian besar pasien PPCM
memiliki konsentrasi BNP plasma atau N-terminal pro-BNP
(NTproBNP) meningkat. Dari 38 pasien PPCM, semua mempunyai
kadar NT-proBNP plasma abnormal (rata-rata 1727,2 fmol/mL)
dibandingkan dengan 21 wanita post partum sehat (rata-rata 339,5
fmol/mL); p<0,0001.1
2. Elektrokardiografi
Pada dua penelitan melibatkan 97 pasien Afrika Selatan, didapatkan
66% mempunyai hipertrofi ventrikel kiri dan 96% mempunyai
gelombang ST-T abnormal. Kadang terdapat aritmia kordis kronis.1
Studi lain menemukan QRS kompleks memanjang lebih dari 120 ms
pada EKG pasien PPCM sebagai predictor mortalitas.2 Diafragma yang
terangkat pada kehamilan tahap lanjut menyebabkan deviasi aksis kiri
15 derajat, dan di sadapan-sadapan inferior mungkin terlihat perubahan
ST ringan. Kehamilan tidak mengubah temuan voltase.16

1
3. Ekokardiografi
Ekocardiografi merupakan baku emas diagnosis PPCM. Tidak
semua pasien datang dengan dilatasi LV, tetapi LV end-diastolic
diameter >60 mm memprediksi kesembuhan minimal fungsi LV (sama
halnya dengan LVEF <30%). Kriteria diagnosis juga termasuk EF <45%
dan fractional shortening <30%.1
Pencitraan diperlukan untuk mencari trombus yang terbentuk akibat
gangguan LVEF. Ekocardiografi dianjurkan diulang sebelum pasien
pulang, pada 6 minggu, 6 bulan dan kemudian setiap tahun untuk
menilai efikasi terapi medis.1 Morfologi katup jantung biasanya dalam
batas normal, tetapi dilatasi ventrikel kiri bisa menyebabkan regurgitasi
mitral sekunder terhadap dilatasi anulus. Efusi perikardium minimal
dapat juga ditemukan pada awal dan pertengahan periode postpartum.3
4. Rontgent Thorax
Diagnosis harus cepat ditegakkan. Dispnea akut, takikardia atau
hipoksia, harus disertai Ro thorax untuk mendeteksi edema pulmoner,
mencari etiologi dan menyingkirkan pneumonia; dilaksanakan dengan
menggunakan pelindung abdomen.2
Fetal radiation exposure dengan 2 maternal chest radiographs
menggunakan abdominal shielding adalah sekitar 0.00007 rads.
Sedangkan batasan yang diterima untuk fetal radiation exposure selama
kehamilan adalah 5 rads.2
Patchy infiltrates di daerah paru bawah, dengan vascular
redistribution/cephalization, kardiomegali, dan efusi pleura,
mengindikasikan adanya gagal jantung kongestif. Harus
dipertimbangkan bahwa noncardiogenic pulmonary edema dapat
ditemukan jika wanita hamil terkena infeksi berulang, juga pada
keadaan tekanan jantung normal dan tidak ditemukan adanya
cephalization pembuluh darah.1

1
5. Pencitraan Jantung
Pencitraan jantung diindikasikan untuk semua wanita peripartum
dengan tanda dan gejala gagal jantung untuk menegakkan diagnosis dan
prognosis.1,5
6. MRI
Lebih akurat untuk menilai volume ruang jantung dan fungsi
ventrikel dibandingkan ekokardiografi, juga lebih sensitif untuk melihat
trombus. Magnetic resonance imaging dapat mengukur kontraksi
miokard secara segmental dan dapat mengidentifi kasi perubahan
miokard secara detail. Magnetic resonance imaging menggunakan
gadolinium jauh lebih sensitif untuk menyingkirkan diagnosis PPCM
dari miokarditis lainnya, tetapi gadolinium harus dihindari pada wanita
hamil.1

2.1.6 Diagnosis Banding


Tabel 2. Diagnosis banding sesak pada kehamilan14

1
Diagnosis banding meliputi kardiomiopati yang sudah ada sebelumnya, seperti
kardiomiopati dilatasi familial, miokarditis sebelumnya, dan kardiomiopati yang
diinduksi obat atau toksin; penyakit katup, dengan stenosis mitral dan stenosis aorta
menjadi kelainan katup yang paling sering ditemukan saat kehamilan; penyakit
jantung bawaan, seperti lesi shunt; dan hipertensi arteri pulmonalis.14

2.1.7 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan medis PPCM secara garis besar sama dengan terapi
Congestive Heart Failure (CHF) karena disfungsi sistolik, dengan pengecualian
pemberian terapi pada ibu hamil harus dipikirkan efek toksisitas pada janin. 11 Tujuan
akhir penatalaksanaan medis pasien PPCM adalah memperbaiki oksigenasi dan
menjaga cardiac output demi meningkatkan prognosis ibu dan anak.
Penatalaksanaan awal PPCM adalah istirahat, pembatasan garam, dan terapi
diuretik.11 Oksigen dapat diberikan lewat face mask atau continuous positive airway
pressure (CPAP) dengan tekanan 5-7,5 cm H2O untuk membantu meringankan
cardiac output dan mendapatkan saturasi oksigen arteri ≥95%.1,11 Pembatasan garam
kurang dari 2 g/hari dapat mencegah retensi air, sedangkan loop-diuretic dengan
dosis efektif terkecil dapat menurunkan pulmonary congestion. Restriksi cairan
kurang dari 2 L/hari mungkin tidak diperlukan pada kasus PPCM ringan-sedang.11
A. ACEI
Terapi angiotensin converting enzyme inhibitor (ACE-I) adalah
terapi lini pertama pada wanita postpartum, tetapi kontraindikasi pada ibu
hamil karena efek teratogeniknya terutama pada trimester kedua dan ketiga,
adanya hubungan peningkatan angka abortus, fetopati karena hipotensi
fetus, oligohidramnion-anuria, dan renal tubular dysplasia. ACE-I dapat
dan harus digunakan pada pasien PPCM masa postpartum dan aman untuk
wanita menyusui. Selain ACE-I, angiotensin receptor blocker (ARB) juga
dikontraindikasikan pada saat kehamilan karena efek toksisitasnya pada
janin.11

1
B. Vasodilator dan Nitrat
Hydralazine dan nitrat mengurangi afterload dan merupakan terapi
dasar untuk wanita hamil dengan PPCM. Nitrogliserin harus diberikan
secara parenteral untuk mengurangi afterload jika tekanan darah sistolik di
atas 110 mmHg. Pemberian dengan titrasi mulai dosis 10-20 μg/menit
sampai maksimum 200 μg/menit.1 Nitroprusside dikontraindikasikan pada
wanita hamil karena adanya risiko penumpukan thiocyanate dan cyanide
pada fetus.11
C. Inotropik
Dobutamin dan milrinon dapat digunakan untuk memberikan support
inotropic pada pasien dengan cardiac output rendah yang mempunyai
gejala kulit dingin dan lembap, vasokonstriksi sistemik yang menyebabkan
asidosis, gagal ginjal, disfungsi hati, dan gangguan kesadaran.1,11
Dobutamin memerlukan β-receptors untuk efek inotropiknya, sedangkan
milrinon tidak; hal ini penting dalam terapi pasien yang juga mendapat β-
blocker. Milrinon mempunyai sifat vasodilatasi sistemik dan pulmoner;
pada wanita dengan tekanan sistolik kurang dari 90 mmHg, dobutamin
lebih menguntungkan dibanding milrinon. Digoxin, digitalis dengan efek
inotropik, aman untuk kehamilan, dapat digunakan untuk memaksimalkan
kontraksi dan kontrol laju denyut jantung, tetapi kadar dalam serum harus
dipantau, karena jika berlebihan dapat menyebabkan prognosis buruk.11
D. Calcium Channel Blocker
Calcium channel blockers (CCB), kecuali amlodipin, memberikan
efek inotropik negative dan harus dihindari. Amlodipin, suatu CCB
golongan dihidropiridin telah dibuktikan dapat meningkatkan angka
kehidupan pada non-ischemic cardiomyopathy. Pada studi prospective
randomized amlodipine survival evaluation (PRAISE), ditemukan adanya
penurunan kadar interleukin-6 yang merupakan proinflammatory
interleukin pada plasma.11

1
E. Beta Blocker
Beta-blockers, seperti metoprolol, dapat menurunkan denyut jantung,
memperbaiki fungsi diastolik ventrikel kiri dan melindungi terhadap
aritmia. Beta-blockers digunakan sebagai terapi lini kedua karena
penggunaan jangka panjang pada masa prenatal dapat menyebabkan berat
badan lahir rendah (BBLR) pada bayi, meskipun beta-blocker relatif aman
untuk wanita menyusui. β-1 selective beta blocker lebih disukai dibanding
β-2 receptor blockade, karena secara teori β-2 dapat mempunyai aksi anti-
tocolytic.11
F. Diuretik
Diuretik harus digunakan secara terbatas pada kehamilan karena
dapat mengurangi peredaran darah plasenta. Diuretik terutama yang
digunakan adalah loop diuretic (furosemide) dan golongan thiazide
(hydrochlorothiazide/ HCT). Aldosteron antagonis, seperti spironolakton,
ditemukan memiliki efek anti-androgenik pada trimester pertama. Karena
efek eplerenon pada fetus manusia tidak dapat diprediksi, maka disarankan
untuk dihindari pemakaiannya pada saat kehamilan.11
G. Sensitizer Kalsium
Levosimendan merupakan agen kardiotropik lain yang dapat
memperbaiki cardiac output dengan meningkatkan respons miofilamen
terhadap kalsium intraseluler, dan peningkatan kadar kalsium intraseluler.
Levosimendan telah terbukti efektif meningkatkan cardiac output dan
menurunkan mortalitas. Levosimendan digunakan per parenteral dengan
laju 0,1-0,2 μg/kg/menit pada gagal jantung dengan atau tanpa loading dose
3-12 μg/kg dalam 10 menit.1
H. Antikoagulan
Antikoagulan disarankan untuk pasien PPCM, terutama bagi yang
mempunyai ejection fraction <35% dan mempunyai beberapa faktor risiko,
seperti dilatasi ventrikel berat, fibrilasi atrium, dan adanya trombus mural
pada echocardiography atau riwayat adanya trombus. Warfarin sangat
2
teratogenik pada awal kehamilan dan dapat menyebabkan fetal warfarin
syndrome, sedangkan pemakaian pada trimester kedua dan ketiga
menyebabkan fetal cerebral hemorrhage, microcephaly, buta, tuli, dan
gangguan pertumbuhan. Guideline American College of Cardiology and
the American Heart Association on the management of patients with heart
valve disease mengatakan bahwa jika diperlukan, warfarin mungkin aman
digunakan pada 6 minggu pertama kehamilan, akan tetapi terdapat risiko
embryopathy jika digunakan lebih dari itu. Namun, mengingat banyaknya
risiko yang menyertai pemakaiannya, warfarin sebaiknya digunakan pada
masa postpartum.11
Low-molecular-weight heparin (enoxaparin) lebih disukai pada saat
kehamilan karena tidak menembus plasenta dan mempunyai risiko rendah
untuk terjadinya osteoporosis dan trombositopenia, selain itu
bioavailabilitas lebih dapat diprediksi.11 Enoxaparin tidak boleh digunakan
pada wanita yang mempunyai artifi cial valves. Dosis yang biasa diberikan
adalah 40 mg qd atau bid. The American Society of Anesthesiology
merekomendasikan bahwa wanita dengan dosis tinggi LMWH tidak
mendapatkan anestesi spinal dan epidural untuk 24 jam setelah injeksi
terakhir. LMWH tidak dapat secara pasti dibalikkan efeknya dengan
protamine. Fresh Frozen Plasma dapat digunakan untuk menetralkan jika
pembedahan diperlukan.11
Selain itu, dapat pula digunakan low dose unfractionated heparin
(UFH). Pada PPCM dosisnya adalah 5.000 unit UFH subcutan dua atau
tiga kali sehari pada trimester pertama, 7.500 unit di trimester kedua, dan
10.000 unit dua kali sehari di trimester ketiga. Pada dasarnya, pasien
dengan PPCM disarankan untuk mendapatkan terapi antikoagulan sampai
fungsi ventrikel kiri menjadi normal menurut kriteria ekokardiografi.11

2
Tabel 3. Keamanan obat untuk kardiomiopati peripartum selama kehamilan dan
Menyusui14

Tabel 4. Obat Kardiovaskuler pada kehamilan12

Efek samping Penggunaan


Obat Penggunaan Keamanan
potensial saat menyusui
Adenosin Aritmia Belum dilaporkan Ya Data tidak ada
Amiodaron Aritmia Retardasi Data tidak ada
pertumbuhan Tidak
intra uterin,
prematuritas

2
ACE inhibitor Hipertensi Oligohidramnion, Tidak Ok
Retardasi
pertumbuhan
intra uterin, PDA,
Prematuritas,
hipotensi neonatal,
gagal ginjal, anemia,
kematian,
abnormalitas
muskoloskeletal
Penyekat Beta Hipertensi, Bradikardia janin, Ya Ok
aritmia Infark berat badan lahir
miokard, rendah,
iskemia, hipoglikemia,
kardiomiopati respiratory distress,
hipertropik, partus memanjang
hipertiroid,
stenosis mitral,
sindroma
Marfan,
kardiomiopati
Digoksin Aritmia, gagal Berat badan lahir Ya Ok
jantung rendah, prematurita

Dieretika Hipertensi, Mengurangi perfusi Belum Ok


gagal jantung utero plasenta jelas
kongestif

Flecainide Aritmia Kematian janin?; Ya Ok


Data terbatas

Lidokain Aritmia, anestesi Depresi susunan Ya Ok


saraf pusat neonatus

Heparin berat Katup mekanik, Perdarahan, Tidak Data Data terbatas


molekul keadaan jelas terbatas
rendah hiperkoagulasi, effeknya terhadap
trombosis vena densitas mineral
dalam, Fibrilasi tulang
atrium,
Sindroma
Eisenmenger

Nitrat Hipertensi Fetal distress dengan Ya Data tidak ada


hipotensi materna

2
Prokainamide Aritmia Tidak dilaporkan Ya Ok
Sodium Hipertensi, Janin keracunan Potensial Data tidak ada
nitropruside diseksi Aorta tiosianat tidak
Aman
Sotalol Aritmia Bradikardia janin, Data Ok
retardasi janin intra terbatas
uterine
Heparin Katup mekanik, Osteoporosis Ya Ok
unfractioned keadaan maternal
hiperkoagulasi, Perdarahan,
Trombosis vena trombositopenia,
dalam, Fibrilasi trombosis
atrium,
Sindroma
Eisenmenger
Warfarin Katup mekanik, Embriopati warfarin, Ya, setelah Ok
keadaan kelainan susunan 12
hiperkoagulasi, saraf minggu
Trombosis vena pusat nenatus gestasi
dalam, Fibrilasi
atrium,
Sindroma
Eisenmenger

I. Cardiac Resynchronization Therapy dan Implantable Cardioverters/


Defibrillators
Jika pasien PPCM mempunyai persistently severe LV-dysfunction 6
bulan setelah didiagnosis, walaupun telah menerima terapi medis secara
optimal, banyak yang menganjurkan pemasangan ICD (implantable
cardioverters/ defibrillator) yang dapat dikombinasi dengan CRT (cardiac
resynchronization therapy) jika pasien ter sebut juga memiliki gejala
NYHA (New York Heart Association) FC III atau IV dan durasi QRS > 120
ms.11
J. Strategi Terapi Baru
1. Agen Immunosuppressant
Prevalensi miokarditis pada pasien PPCM berkisar 9-78%. Dari
suatu penelitian yang bersifat single nonrandomized menyatakan

2
adanya keuntungan terapi imunosupresan pada wanita penderita PPCM
yang dibuktikan secara biopsi. Namun, the myocarditis treatment trial
tidak memperlihatkan adanya keuntungan nyata dari agen
imunosupresan dibandingkan dengan tingginya risiko terapi
imunosupresan, sehingga terapi ini belum banyak digunakan.11
2. Intravenous Immunoglobulin (IVIG)
Peran IVIG sebagai salah satu terapi PPCM ditelaah dalam
penelitian retrospektif dari 6 wanita yang diterapi IVIG dan 11 wanita
yang diterapi secara konvensional. Setelah 6 bulan, terdapat
peningkatan LVEF (left ventricular ejection fraction) yang bermakna
pada wanita yang diterapi dengan IVIG dibandingkan dengan terapi
konvensional (26% vs 13%). Akan tetapi, uji IMAC (controlled trial of
immune globulin in recent-onset dilated cardiomyopathy)
menunjukkan bahwa terapi imunoglobulin pada pasien dewasa dengan
recent-onset cardiomyopathy tidak mempengaruhi perbaikan LVEF
atau kapasitas fungsional pada follow-up.11
3. Bromocriptine
Hilfiker-Kleiner, et al, menyatakan bahwa terapi mencit dengan
bromocriptine telah terbukti mencegah terbentuknya PPCM. Laporan
kasus Jahn, et al, juga menyatakan bahwa bromocriptine dapat
mencegah penurunan kualitas ventrikel kiri dan fungsi sistolik ketika
diberikan bersamaan dengan terapi standar gagal jantung.11
Hasil pilot study yang menggunakan bromocriptine pada pasien
PPCM yang didiagnosis dalam 4 bulan setelah melahirkan
menunjukkan hal yang menjanjikan. Dosis bromocriptine yang
digunakan adalah 2,5 mg bid untuk 2 minggu, diikuti dengan 2,5 mg
qd untuk 4 minggu, menunjukkan perbaikan LVEF dari 27% pada
baseline sampai 58% saat 6 bulan. Dibandingkan pada pasien yang
diberikan terapi standar (27% pada baseline sampai 36% saat 6
bulan).11
2
Bromocriptine mesylate termasuk golongan alkaloid ergot yang
merupakan antagonis reseptor dopamin D2 yang menekan sekresi
prolaktin. Maka, berdasarkan konsep ini, obat-obatan yang dapat
menghambat sekresi prolaktin disimpulkan dapat mencegah
berlanjutnya PPCM.11
Bromocriptine telah digunakan selama 20 tahun untuk
menghentikan laktasi, pada saat periode penggunaan ini telah
dilaporkan beberapa kejadian infark miokard. Oleh karena itu, pasien
yang menerima terapi bromocriptine harus diberikan juga terapi anti-
koagulan.11
4. Cabergoline
Hasil studi kasus Jong, et al, memberikan kemungkinan bahwa
cabergoline, suatu antagonis reseptor dopamin mirip bromocriptine
dapat menurunkan kadar prolaktin dengan cepat yang akhirnya juga
menurunkan kadar NT pro-BNP. Terapi cabergoline juga memperbaiki
LVEF dalam 5 hari setelah pemberian. Studi kasus ini adalah yang
pertama dalam mengevaluasi potensi cabergoline pada pasien PPCM.11
5. Pentoxifylline
Penelitian Sliwa, et al, melibatkan 59 pasien PPCM pada satu
pusat Kesehatan mengevaluasi efek pentoxifylline, obat yang
menghambat produksi TNF-α (tumor necrosis factor-α), fungsi
ventrikel kiri, dan kadar TNF-α plasma. Grup pertama diberi terapi
diuretik, digoxin, enalapril, dan carvedilol, sedangkan grup kedua
diberi tambahan pentoxifylline 400 mg tiga kali sehari selain
terapi grup pertama. Hasil penelitian menyatakan penambahan
pentoxifylline memperbaiki outcome.11

2
K. Metode Persalinan
Pasien PPCM selama kehamilan memerlukan perawatan bersama
spesialis jantung dengan spesialis obstetri ginekologi. Kecuali terdapat
penurunan kondisi maternal atau fetal, tidak diperlukan terminasi
kehamilan lebih awal. Persalinan darurat tanpa memikirkan umur gestasi,
hanya dipertimbangkan pada PPCM berat dan status hemodinamik tidak
stabil.11
Pada dasarnya, melahirkan spontan per vaginam lebih dianjurkan
untuk wanita PPCM dengan kondisi jantung terkontrol dan fetus sehat.
Sectio caesarea terencana dianjurkan untuk wanita dalam keadaan kritis
dan memerlukan terapi inotropik atau support mekanis. Pada kala II
melahirkan spontan dapat dibantu menggunakan forsep atau vakum untuk
mempersingkat waktu melahirkan dan mengurangi beban jantung.11
Mengingat kurangnya bukti bahwa persalinan dini meningkatkan hasil
akhir ibu atau janin (dengan tidak adanya kemunduran yang akan datang),
wanita yang stabil dengan terapi medis dapat melanjutkan kehamilan
dengan pemantauan ketat. Kelahiran sesar harus dipertimbangkan dalam
kasus gagal jantung akut, menurut pedoman ESC dan AHA, tetapi
sebaliknya disediakan untuk indikasi kebidanan.14
Komplikasi kardiovaskuler selama proses melahirkan diantaranya
supine hypotension, peningkatan cardiac output, dan kehilangan darah.
Cairan intravena beserta continuous urinary catheter harus terpasang untuk
mencegah overload cairan dan edema pulmoner. Fetus harus dipantau
dengan kardiotokografi. Posisi left lateral decubitus (LLD) lebih
dianjurkan untuk memastikan venous return yang memadai dari vena cava
inferior.11
Analgesik epidural lebih dianjurkan pada kala 1 karena dapat
menstabilisasi cardiac output. Pada sectio caesarea continuous spinal
anesthesia dan kombinasi anestesi spinal dan epidural telah dianjurkan.
Kala III dalam fase melahirkan dapat dibantu dengan pemberian oxytocin
2
IM. Ergometrin merupakan kontraindikasi. Setelah melahirkan, auto
transfusi

2
darah dari ekstremitas bawah dan uterus yang berkontraksi dapat
meningkatkan preload secara signifikan, dianjurkan pemberian furosemide
iv.11

2.1.8 Komplikasi
Kebanyakan wanita dengan PPCM didiagnosis setelah datang dengan tanda
dan gejala gagal jantung. Satu studi menemukan bahwa 2,6% wanita yang mengalami
PPCM di AS antara 2004 dan 2011 juga mengalami syok kardiogenik.14
Tromboemboli tampaknya menjadi komplikasi berat PPCM yang paling
umum, mempengaruhi 6,6% wanita dengan PPCM di AS; tingkat yang sama (6,8%)
telah dilaporkan baru-baru ini oleh EURObservational Research Programme
worldwide registry. Trombosis dapat terjadi pada bilik jantung sisi kiri dan kanan.
Mekanisme yang mendasari trombosis intrakardiak pada PPCM meliputi dilatasi
jantung dan hipokontraksi yang menyebabkan stasis darah, serta cedera endotel.
Selain itu, kehamilan adalah keadaan hiperkoagulasi akibat peningkatan kadar faktor
VII, VIII, X, fibrinogen, dan faktor von Willebrand; penurunan aktivitas protein C
dan S; dan penurunan fibrinolisis — perubahan yang menjadi normal pada enam
hingga delapan minggu pascapartum.14
Aritmia berkontribusi besar terhadap morbiditas dan mortalitas pada wanita
dengan PPCM, dan kematian mendadak akibat takiaritmia ventrikel dianggap
bertanggung jawab atas lebih dari seperempat kematian pada populasi ini. Di AS
antara 2004 dan 2011, 2,1% wanita dengan PPCM mengalami serangan jantung, dan
2,9% menjalani implantasi perangkat jantung. Pada 49 wanita Jerman dengan PPCM
dan LVEF, ≤35% di antaranya menggunakan defibrilator kardioverter yang dapat
dikenakan selama 120 hari, enam pasien mengalami takiaritmia ventrikel; aritmia ini
termasuk lima episode fibrilasi ventrikel, dua episode takikardia ventrikel
berkelanjutan, dan satu episode takikardia ventrikel berkelanjutan. Analisis 9841
penerimaan rumah sakit untuk PPCM di AS menemukan bahwa aritmia terjadi pada
18,7% kasus, dengan takikardia ventrikel terjadi pada 4,2%.14

2
Tabel 5. Outcome Kehamilan Pasien dengan PPCM dan Komplikasi pada Janin13

2.1.9 Prognosis
Angka mortalitas dan morbiditas pasien dengan PPCM berbeda antara USA,
Haiti, dan Afrika Selatan. Faktor prediksi mortalitas independen yang masih perlu
dipelajari lebih lanjut adalah gejala, kelas NYHA, LVEF, durasi QRS, dan onset
lambat. Pada penelitian Sliwa, et al, angka mortalitas untuk 29 wanita berkisar antara
32%, sedangkan pada penelitian besar pada populasi di Haiti oleh Fett, et al, angka
mortalitas berkisar antara 15,8%.11 Siu, dkk (2001) memperluas klasifikasi NYHA
dan mengembangkan suatu skor untuk memperkirakan penyulit jantung pada
kehamilan. Risiko edema paru, aritmia menetap, stroke, henti jantung, atau kematian
jantung secara substansial meningkat dengan adanya pertambahan dari faktor
berikut16:
1. Riwayat gagal jantung, serangan iskemik transien, aritmia atau stroke
2. NYHA dasar kelas III atau IV atau sianosis
3. Obstruksi sisi kiri yang didefinisikan sebagai luas katup mitral yang kurang
dari 2 cm2, luas katup aorta kurang dari 1,5 cm2, atau gradien tractus aliran
keluar ventrikel kiri puncak diatas 30 mmHg dengan ekokardiografi
4. Fraksi ejeksi kurang dari 40 persen
3
Tabel 6. Mortalitas maternal penyakit jantung pada kehamilan

2.1.10 Kehamilan Berikutnya


Karena sedikitnya data tentang PPCM, sulit melakukan konseling individual,
tetapi adanya LVEF <25% pada saat terdiagnosis atau LVEF tidak kembali normal
setelah melahirkan, pasien dengan riwayat PPCM disarankan untuk tidak hamil lagi. 11
Semua pasien harus diberi informasi bahwa kehamilan mempunyai efek negatif
terhadap fungsi jantung, dan dapat terjadi gagal jantung yang berujung pada
kematian.11
Wanita dengan riwayat PPCM harus disarankan menggunakan metode
kontrasepsi karena menghentikan kehamilan mungkin tidak dapat mencegah PPCM.
Intrauterine device/ IUD (copper dan progesterone releasing IUD) adalah tipe yang
paling efektif dan pada jangka panjang tidak meningkatkan risiko trombo-embolisme.
Kontrasepsi yang mengandung hormon kombinasi (estrogen dan progestin - bentuk

3
sintetik progesteron) harus dihindari. Estrogen dapat meningkatkan risiko trombo-
embolisme dan harus dihindari, tetapi pemberian progesteron saja aman dipakai.
Metode barrier tidak disaran kan karena tingginya tingkat kegagalan. Pilihan untuk
sterilisasi dapat dipertimbangkan, seperti vasektomi, tubal ligation, dan insersi tubal
stent.11
Jika ingin hamil lagi, dianjurkan menjalani tes echocardiography yang dapat
disertai dobutamin stress test. Dobutamine stress echocardiography dapat digunakan
untuk menetapkan daya kontraksi ventrikel kiri pasien yang telah sembuh dari PPCM.
Wanita yang sebelumnya mempunyai riwayat PPCM dan fungsi ventrikel kiri telah
dibuktikan kembali normal pada dobutamin stress echocardiography, mempunyai
kemungkinan 35% untuk kembali mengidap PPCM pada kehamilan berikutnya. 11 Jika
hasil yang didapat adalah abnormal atau tidak terdapat perbaikan, maka kehamilan
berikutnya sangat tidak disarankan.11

2.2 Anemia Pada Kehamilan


2.2.1 Definisi
Wanita hamil rentan terhadap kelainan hematologi yang dapat mempengaruhi
wanita usia subur. Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) (1998)
mendefinisikan anemia pada wanita hamil yang diberikan zat besi menggunakan
persentil ke-5 -11 g/ dL pada trimester pertama dan ketiga, 10,5 g/ dL pada
trisemester kedua.18 Dalam praktik rutin, konsentrasi Hb kurang dari 11 g/dl pada
akhir trimester pertama dan < 10 g/dl pada trimester kedua dan ketiga diusulkan
menjadi batas bawah untuk mencari penyebab anemia dalam kehamilan.20

3
Gambar 4. Konsentrasi Hb persentil 5
dengan usia gestasi.18

Tabel 7. Nilai batas untuk anemia pada perempuan.19

2.2.2 Epidemiologi
Sebagian besar perempuan mengalami anemia selama kehamilan, baik di
negara maju maupun negara berkembang. Badan Kesehatan Dunia atau World Health
Organization (WHO) memperkirakan bahwa 35 -75 % ibu hamil di negara
berkembang dan 18 % ibu hamil di negara maju mengalami anemia. Namun, banyak
di antara mereka yang telah menderita anemia pada saat konsepsi, dengan perkiraan
prevalensi sebesar 43,7% pada perempuan yang tidak hamil di negara berkembang
dan 12% di negara yang lebih maju.19

3
2.2.3 Etiologi
Penyebab anemia tersering adalah defisiensi zat-zat nutrisi. Seringkali
defisiensinya bersifat multipel dengan manifestasi klinik yang disenai infeksi, gizi
buruk, atau kelainan herediter seperti hemoglobinopatilo. Namun, penyebab
mendasar anemia nutrisional meliputi asupan yang tidak cukup, absorbsi yang tidak
adekuat, bertambahnya zat gizi yang hilang, kebutuhan yang berlebihan, dan
kurangnya utilisasi nutrisi hemopoietik. Sekitar 75 % anemia dalam kehamilan
disebabkan oleh defisiensi besi yang memperlihatkan gambaran eritrosit mikrositik
hipokrom pada apusan darah tepi. Penyebab tersering kedua adalah anemia
megalobiastik yang dapat disebabkan oleh defisiensi asam folat dan defisiensi
vitamin B12. Penyebab anemia lainnya yang jarang ditemui antara lain adalah
hemoglobinopati, proses inflamasi, toksisitas zat kimia, dan keganasan.19

Tabel 8. Etiologi anemia dalam kehamilan

Klasifikasi Etiologi anemia dalam kehamilan :


A. Defisiensi Besi
Defisiensi besi merupakan defisiensi nutrisi yang paling sering
ditemukan baik di negara maju maupun negara berkembang. Risikonya

3
meningkat pada kehamilan dan berkaitan dengan asupan besi yang tidak
adekuat dibandingkan kebutuhan pertumbuhan janin yang cepat.19
Untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi dapat dilakukan
dengan anamnese. Hasil anamnesa didapatkan keluhan cepat lelah, sering
pusing, mata berkunang-kunang dan keluhan mual muntah pada hamil
muda. Pada pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan dengan
menggunakan metode sahli, dilakukan minimal 2 kali selama kehamilan
yaitu trimester I dan III.19
Pemberian suplementasi besi setiap hari pada ibu hamil sampai minggu
ke-28 kehanrilan pada ibu hamil yang belum mendapar besi dan nonanemik
(Hb < 11 g/dl dan feritin > 20 ug/l) menurunkan prevalensi anemia dan
bayi berat lahir rendah. Namun, pada ibu hamil dengan kadar Hb yang
normal (>13,2 g/dl) mendapatkan peningkatan risiko defisiensi tembaga
dan zinc. Selain itu, pemberian suplementasi besi elemental pada dosis 50
mg berkaitan dengan proporsi bayi KMK dan hipertensi maternal yang
lebih tinggi dibandingkan kontrol.19
B. Defiensi Asam Folat
Asam folat merupakan satu-satunya vitamin yang kebutuhannya
berlipat dua ketika kehamilan. Kekurangan asam folat mengakibatkan
peningkatan kepekaan, lelah berat, dan gangguan tidur. Kekurangan asam
folat yang besar mengakibatkan anemia megaloblastik atau megalositik
karena asam folat berperan dalam metabolism normal makanan menjadi
energi, pematangan sel datah merah, sintesis DNA, pertumbuhan sel, dan
pembentukan heme. Gejala anemia megaloblastik adalah diare, depresi,
lelah berat, ngantuk berat, pucat, dan perlambatan frekuensi nadi.19
Defisiensi asam folat ringan juga telah dikaitkan dengan anomali
kongenital janin, terutama defek pada penutupan tabung nevral (newral
tube defects). Selain itu, defisiensi asam folat dapat menyebabkan kelainan
pada jantung, saluran kemih, alat gerak, dan organ 1ainnya. Mutasi gen
yang
3
mempengaruhi enzim-enzim metabolisme folat, tenrtama mutasi 677C -->
T pada gen MTHFR, juga berpredisposisi terhadap kelainan kongenital. 19
Penatalaksanaan defisiensi asam folat adalah pemberian folat secara
oral sebanyak 1 sampai 5 mg per hari. Pada dosis 1 mg, anemia umumnya
dapat dikoreksi meskipun pasien mengalami pula malabsorbsi. Ibu hamil
sebaiknya mendapat sedikitnya 400 ug folat per hari. 19
C. Anemia Aplastik dan Hipoplastik
Ada beberapa laporan mengenai anemia aplastik yang terkait dengan
kehamilan, tetapi hubungan antara keduanya tidak jelas. Pada beberapa
kasus, yang terjadi adalah eksaserbasi anemia aplastik yang telah ada
sebelumnya oleh kehamilan dan hanya membaik setelah terminasi
kehamilan. Pada kasus-kasus lainnya, apiasia terjadi selama kehamilan dan
dapat kambuh pada kehamilan berikutnya Terminasi kehamilan atau
persalinan dapat memperbaiki fungsi sumsum tulang, tetapi penyakit dapat
memburuk bahkan menjadi fatal setelah persalinan. Terapi meliputi
terminasi kehamilan elektif, terapi suportif, imunosupresi, atau
transplantasi sumsum tulang setelah persalinan.
D. Anemia Hemolitik
Anemia disebabkan karena penghancuran sel darah merah berlangsung
lebih cepat daripada pembuatannya. Menurut penelitian, ibu hamil dengan
anemia paling banyak disebabkan oleh kekurangan zat besi (Fe) serta asam
folat dan viamin B12. Pemberian makanan atau diet pada ibu hamil dengan
anemia pada dasarnya ialah memberikan makanan yang banyak
mengandung protein, zat besi (Fe), asam folat, dan vitamin B12.19

2.2.4 Pencegahan dan terapi


Pencegahan anemia defisiensi besi dapat dilakukan dengan suplementasi besi
dan asam folat. WHO menganjurkan untuk memberikan 60 mg besi selama 6 bulan
untuk memenuhi kebutuhan fisiologis selama kehamilan. Literatur lain menyebutkan

3
dosis anjuran besi 100 mg setiap hari selama 16 minggu atau lebih pada kehamilan.
Pada wilayah dengan prevalensi anemia yang tinggi, dianjurkan untuk memberikan
suplementasi sampai tiga bulan postpartum.7
Koreksi anemia dan suplai cadangan besi dapat dilakukan dengan pemberian
preparat besi oral seperti fero sulfat, fero fumarat, atau fero glukonas yang
memberikan sekitar 200 mg besi elemental per hari. Sediaan parenteral yaitu fero
sukrosa dapat digunakan pada ibu hamil yang tidak dapat minum secara peroral.
Pemberian suplementasi besi setiap hari pada ibu hamil sampai minggu ke-28
kehamilan pada ibu hamil yang belum mendapat zat besi dan non-anemis (Hb < 11
gr/dL dan ferritin > 20 µg/dL) menurunkan prevalensi anemia dan bayi berat lahir
rendah.2,7

Tabel 9. Kandungan zat besi pada preparat besi (Sharma J.B. 2010)5
Preparat Dosis preparat (mg) Kandungan zat besi (mg)
Fero fumarat 200 65
Fero glukonat 300 35
Fero glisin sulfat 225 45
Fero suksinat 100 35
Fero sulfat 300 60

Disamping suplementasi besi, sumber zat besi dari makanan seperti daging,
ayam, dan ikan dapat digunakan untuk pencegahan anemia defisiensi besi. Daging,
ayam, dan ikan dapat meningkatkan absorpsi besi (2-3 kali lipat lebih cepat diserap
dibanding suplementasi besi saja). Jus jeruk juga direkomendasikan untuk kehamilan.
Sumber zat besi lainnya didapat seperti tahu, kacang tanah, bayam, roti gandum,
kacang polong, susu, telur, dan kismis.4,10

3
BAB III

LAPORAN KASUS

3.1 IDENTITAS
Nama : Ny. LS
Umur : 32 tahun
Tanggal lahir : 11 September 1988
Agama : Islam
Alamat : Perum Bumi Kahuripan
Suku : Palembang
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Pendidikan Terakhir : SMA
Tanggal masuk rumah sakit : 5 Oktober 2020 pukul 23.30 WIB
Status : Sudah menikah
Nama suami : Tn. FT
Usia : 31 tahun
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Pendidikan Terakhir : SMA

3.2 ANAMNESIS
Anamnesis secara auto-anamnesis kepada pasien pada tanggal 6 September 2020
pukul 07.30 WIB
Keluhan Utama
Pasien mengeluh sesak sejak 3 hari yang lalu
Keluhan Tambahan
Batuk, dada berdebar, dan perut mulas

3
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien G2P1A0 gravida 37-38 minggu datang ke RSUD Kabupaten
Bekasi pada hari Senin tanggal 5 Oktober 2020 pukul 23.30 WIB dengan
keluhan sesak nafas sejak 3 hari yang lalu. Sesak dirasakan meskipun pasien
sedang beristirahat. Saat tidur pasien harus mengganjal punggungnya dengan
2-3 bantal untuk mengurangi sesak. Pasien sering terbangun malam hari
karena sesak. Keluhan disertai dengan adanya dada berdebar. Tidak ada
keluhan bunyi ngik saat bernapas. Keluhan nyeri dada disangkal. Terdapat
batuk tetapi tidak berdahak sejak 1 bulan yang lalu dan memberat sejak 3 hari
yang lalu. Batuk tidak disertai adanya darah. Keluhan demam disangkal.
Keluhan serupa pernah dirasakan setelah 40 hari melahirkan anak pertama dan
membuat pasien berobat ke dokter dan dinyatakan menderita peripartum
kardiomiopati. Sejak saat itu pasien rutin kontrol ke dokter jantung selama 3
tahun dan telah dinyatakan sembuh.
BAK dan BAB masih normal. Tidak terdapat keluhan pusing, nyeri
ulu hati, maupun pandangan kabur.
Keluhan disertai dengan perut terasa mulas sejak 24 jam yang lalu.
Mulas dirasakan hilang timbul. Menurut pasien, mulas dirasakan sekitar 2-3
kali dalam waktu 15 menit dengan waktu sekitar 20 detik. Keluhan tidak
disertai dengan keluar air-air, lendir, maupun darah dari jalan lahir. Gerakan
janin masih dirasakan oleh ibu.
Pasien mengaku ketika kehamilan anak pertama dan hamil saat ini,
rutin memeriksakan kehamilannya ke bidan. Pasien mengaku seminggu yang
lalu telah di USG oleh dokter spesialis kandungan di RS Karya Medika I
dengan hasil bayi hidup, sesuai dengan usia kehamilan, dengan taksiran berat
bayi lahir 3300 gram. Pasien tidak membawa hasil tersebut ke RSUD
Kabupaten Bekasi. Pasien mengaku tekanan darahnya selalu normal baik saat
kehamilan anak pertama maupun kehamilan saat ini.

3
Selama kehamilan baik kehamilan pertama maupun saat ini, pasien
tidak pernah mengalami perdarahan dari jalan lahir maupun demam tinggi.
Tidak ada keluhan keputihan baik sebelum maupun selama masa kehamilan.
Pasien juga tidak memiliki gigi berlubang.
Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien pernah mengalami keluhan serupa setelah 40 hari melahirkan
anak pertama dan dinyatakan menderita PPCM. Riwayat gigi berlubang
disangkal. Pasien juga mengaku tidak memiliki penyakit hipertensi, diabetes,
paru, asma, anemia maupun alergi.
Riwayat Penyakit Keluarga
Hipertensi, diabetes melitus, jantung, paru, asma, dan alergi disangkal.
Riwayat Pengobatan dan Masuk Rumah Sakit
Setelah 40 hari melahirkan anak pertama, pasien pernah dirawat di
ICU dengan diagnosis PPCM selama 4 hari. Setelah pulang dari rumah sakit
pasien melakukan pengobatan rutin untuk keluhan tersebut setiap 6 bulan
sekali selama 3 tahun hingga dinyatakan sembuh oleh dokter. Selama 3 tahun
pasien mengonsumsi furosemid dan vitamin untuk jantung.
Riwayat Kebiasaan
Pasien tidak memiliki kebiasaan merokok, minum minuman
beralkohol maupun penyalahgunaan zat-zat terlarang.
Riwayat Menstruasi
Menarche usia : 14 tahun
Siklus haid : teratur, setiap 28 hari sekali
Lama haid : 7 hari
Keluhan : tidak terdapat keluhan saat menstruasi
Volume rata-rata: ± 100 cc
Riwayat Pernikahan
Pasien menikah pertama kali umur 23 tahun, menikah hanya 1 kali dan sudah
10 tahun.

4
Riwayat KB
Jenis KB : Tidak melakukan KB
Lama pemakaian :-
Keluhan :-
Riwayat Obstetri
G2P1A0
Anak hidup (AH) 1
Hari Pertama Haid Terakhir (HPHT) : 16 Januari 2020
Hari Perkiraan Lahir (HPL) : 23 Oktober 2020
Usia kehamilan berdasar HPHT : 37 – 38 minggu

Tabel 10. Riwayat Persalinan Pasien


Tahun Usia Jenis Anak Anak
No Penolong Penyulit
partus kehamilan persalinan JK BB/TB sekarang
1 2013 40 Normal Bidan - P 3800 Hidup
minggu gr/50cm

2 Hamil saat ini

Antenatal Care
Selama kehamilan, pasien sudah empat kali memeriksakan diri ke
bidan dan satu kali memeriksakan diri ke dokter spesialis kandungan.
Pemeriksaan kehamilan oleh bidan dilakukan pada: trimester 1 sebanyak 1
kali, trimester 2 sebanyak 2 kali, trimester 3 sebanyak 1 kali.
Pasien di USG oleh dokter spesialis kandungan pada trimester 3
dengan hasil bayi hidup dan sesuai usia kehamilan. Pasien memeriksakan
diri ke dokter spesialis jantung untuk keluhan sesaknya dan dilakukan
pemeriksaan echocardiografi dengan hasil pompa jantung menurun,
sehingga pasien di rujuk ke RSUD Kabupaten Bekasi.

4
3.3 PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan dilakukan pada tanggal 7 Oktober 2020.
a. Pemeriksaan Umum
1. Kesan Umum : Tampak sakit sedang
2. Kesadaran : Composmentis
3. Antropometri :
Berat Badan (BB) : 50 kg
Tinggi Badan : 157 cm
4. Tanda Vital :
TD : 117/83 mmHg
HR : 129x/menit
RR : 24x/menit
Suhu : 36,8 0C
SpO2 : 99% terpasang nasal kanul dengan O2 4 liter
b. Status Generalis
1. Kepala : normochepal
2. Mata: edema palpebra (-/-), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
3. Wajah: pucat(-), sianosis (-), cloasma gravidarum (-)
4. Leher: pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-), JVP dalam batas normal,
trakea di tengah.
5. Thorax:
Paru: gerakan dada kanan dan kiri simetris, vesicular breathing sound (VBS)
simetris (+/+), ronki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung: bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
6. Abdomen: status obstetrikus
7. Genitalia: status obstetrikus
8. Ekstremitas atas: edema (-/-), CRT < 2 detik
Ekstremitas atas: edema tungkai (+/+) pitting +3, CRT<2 detik.

4
c. Status Obstetri
A. Pemeriksaan Luar
i. Inspeksi:
Wajah : chloasma gravidarum (-), conjungtiva anemis (-/-)
Payudara : tegang, hiperpigmentasi areola (+).
Abdomen : cembung, linea nigra (+), striae gravidarum (+).
ii. Palpasi
TFU : 28 cm
Leopold I : Bokong
Leopold II : Punggung kiri
Leopold III : Kepala
Leopold IV : Divergen, 3/5 PAP
TBBJ : 2480 gram
iii. Auskultasi
DJJ : 150 kali/menit
B. Pemeriksaan Dalam
Vulva dan vagina : tidak terdapat kelainan.
Porsio : porsio tebal dan lunak
Pembukaan serviks : 1 cm
Ketuban :+
Presentasi : kepala

4
3.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Pemeriksaan Laboratorium
Tabel 11. Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 6 Oktober 2020 jam
01.26 WIB
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
HEMATOLOGI
Darah Lengkap
Hemoglobin 10,5 (L) 12 – 16 g/dL
Hematokrit 31 (L) 38 – 47 %
Eritrosit 3,90 (L) 4.2 – 5.4 juta/µL
MCV 79 (L) 80 – 96 fL
MCH 27 (L) 28 – 33 pg/mL
MCHC 34 33 – 36 g/dL
Trombosit 322000 (H) 150000 – 450000/µL
Leukosit 8200 5000 – 10000/µL
Hitung Jenis
Basofil 0 0,0 – 1,0 %
Eosinofil 1 1,0 – 6,0 %
Neutrofil 71 (H) 50 – 70 %
Limfosit 20 20 – 40 %
NLR 3,55 ≤ 5,80
Monosit 8 2–9%
Laju Endap Darah 38 (H) < 15 mm/jam
Golongan Darah + Rhesus
Golongan Darah A
Rhesus (+) Positif
KIMIA KLINIK
SGOT (AST) 14 < 32 U/L

4
SGPT (ALT) 7 < 31 U/L
Ureum Kreatinin
Ureum 15 15 – 40 mg/dL
Kreatinin 0,3 (L) 0,51 – 0,95 mg/dL
eGFR 152,0 >60 ml/Min/1,73 m2
Glukosa Sewaktu 75 (L) 80 – 170 mg/dL
Asam Urat 4,6 2,6 – 5,8 mg/dL
IMUNOLOGI
Anti COVID (Rapid IgG/M)
Anti COVID IgM Non reaktif *Non Reaktif: Tidak
menyingkirkan kemungkinan
COVID-19
Saran: Ulang pemeriksaan
dalam waktu 7 – 10 hari
*Reaktif : Konformasi dengan
metode PCR

Anti COVID 1gG Non Reaktif *Non Reaktif: Tidak


menyingkirkan kemungkinan
COVID-19
Saran: Ulang pemeriksaan
dalam waktu 7 – 10 hari
*Reaktif : Konformasi dengan
metode PCR

SEROLOGI
Anti HIV Penyaring
HIV reagen 1 Non reaktif Non reaktif
PETANDA HEPATITIS
HBsAg (Rapid) Non reaktif Non reaktif
URINALISA
Protein Urin Kuantitatif (-) Negatif Negatif

4
Tabel 12. Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 6 Oktober 2020 jam
06.34 WIB
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
HEMOSTASIS
Waktu Perdarahan 2,30 1 – 3 menit
Waktu Pembekuan 5,00 1 – 6 menit

B. Pemeriksaan CTG (06 Oktober 2020)

C. Pemeriksaan EKG (Tanggal 6 Oktober 2020)

4
D. Pemeriksaan Rontgent Thoraks (06 Oktober 2020)

Interpretasi:
 Tampak trakea ditengah
 Cor : CTR > 50%
 Pulmo :
- Corakan bronchovascular pulmo dextra dan sinistra baik
- Tidak tampak infiltrate pada kedua lapang paru
 Hilus dextra dan sinistra tidak menebal
 Kedua sinus costophrenicus dan diaphragma tidak dapat dinilai
 Tulang dan jaringan lunak baik
Kesan : Kardiomegali

4
E. Pemeriksaan Echocardiografi (Karya Medika)
(: ) 2DE + M (: ) (: ) CFM
MODE DOPPLER (COLOR)
MEASUREMENT Normal Value
Atrium Root Diameter 24 (20 – 37 mm)
Dimension 28 (5 – 40 mm)
LA/AO Ratio (< 1,3)
Ventricle Dimension 26 (< 30 mm)
EDD 52 (35 – 52 mm)
ESD 39 (26 – 36 mm)
IVS Diastole (7 – 11 mm)
IVS Systole
IVS Fract. Thickening % (> 30%)
PW Diastole (7 – 11 mm)
PW Systole
PW Fract. Thickening % (> 30%)
EF 47 % (53 – 77 mm)
IVS/PW Ratio (<1,3)
Valve EPSS Mitral regurgitasi (< 10 mm)
M.V.A (> 3 cm2)
Trikuspid
Valve Dalam batas
Mitral Valve normal
COMMENTS Dilatasi ruang jantung, dilatasi LV
Fungsi sistolik LV menurun, EF 47%
Kontraktilitas RV cukup
Katup-katup mitral regurgitasi
Katup lain dalam batas normal
Trombus (-)
KESIMPULAN Fungsi sistolik LV menurun
MR mild
Sesuai gambaran post PPCM

4
3.5 RESUME
Pasien Ny. LS G2P1A0 dengan usia kehamilan 37-38 minggu datang ke
RSUD Kabupaten Bekasi pada hari Senin tanggal 5 Oktober 2020 pukul 23.30
WIB dengan keluhan sesak nafas sejak 3 hari yang lalu. Sesak saat istirahat (+),
sesak saat malam hari (+). Saat tidur pasien harus mengganjal punggungnya
dengan 2-3 bantal untuk mengurangi sesak. Keluhan dada berdebar (+). Terdapat
batuk tetapi tidak berdahak sejak 3 hari yang lalu. Perut terasa mulas sejak 24
jam yang lalu. Mulas dirasakan hilang timbul sekitar 2-3 kali dalam waktu 15
menit dengan waktu sekitar 20 detik. Keluhan tidak disertai dengan keluar air-
air, lendir, maupun darah dari jalan lahir. Gerakan janin masih dirasakan oleh
ibu. HPHT pasien tanggal 16 Januari 2020 dan HPL tanggal 23 Oktober 2020,
dengan usia kehamilan berdasar HPHT adalah 37-38 minggu. Riwayat PPCM
(+). Gigi berlubang, hipertensi, diabetes, paru, asma, maupun alergi disangkal.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan takikardi, tanda vital lainnya dalam
batas normal. Pada status generalis didapatkan oedema pitting +3 pada pedis
bilateral. Pada pemeriksaan luar obstetri, pada abdomen tampak linea nigra (+),
striae gravidarum (+). Pada palpasi tinggi fundus 28 cm, leopold I berupa
bokong, leopold II punggung berada di kiri, leopold III presentasi kepala, leopold
IV divergen, 3/5 PAP. Pada auskultasi didapatkan denyut jantung janin
150x/menit. Pada pemeriksaan dalam, terdapat pembukaan serviks 1 cm,
konsistensi tebal lunak, dengan ketuban (+). Pemeriksaan penunjang, didapatkan
anemia dengan kadar Hb 10,5 g/dL dan hematocrit rendah, pemeriksaan darah
lainnya dalam batas normal. Pemeriksaan elektrokardiografi didapatkan T
inverted pada lead I, aVL, V3-V6. Echocardiografi didapatkan dilatasi ruang
jantung (dilatasi LV) serta fungsi sistolik LV menurun EF 47% sesuai dengan
gambaran post PPCM. Rontgent thoraks didapatkan adanya kardiomegali.

4
3.6 DIAGNOSIS KERJA
G2P1A0 Gravida 37 – 38 Minggu dengan Congestive Heart Failure Post
Peripartum Cardiomyopathy dan anemia, Janin tunggal hidup intrauterine
presentasi kepala

3.7 PENATALAKSANAAN
a. Non-medikamentosa:
1. Tirah baring posisi Fowler
2. Oksigenasi dengan O2 nasal kanul 3-4 lpm
3. Infus RL 10 tpm
4. Kateter urin
5. Pro SC
6. Konsul Jantung untuk rencana SC
(Jawaban: Acc operasi, inj. Lasix 2 amp, post op masuk ICU/HCU)
7. Konsul Anestesi untuk rencana SC
(Jawaban: Acc operasi)
b. Medikamentosa:
1. Injeksi Furosemid 20 mg/8 jam
c. KIE :
1. Edukasi pasien dan suami dalam diagnosis serta tentang rencana
tindakan yang akan dilakukan
2. Edukasi pasien terkait risiko apabila berencana untuk hamil lagi dikemudian
hari

3.8 PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad sanactionam : dubia ad malam
Quo ad functionam : dubia ad bonam

5
3.9 LAPORAN SECTIO CAESAR
Tanggal 6 Oktober 2020
Dokter bedah dr Ronny, Sp.OG
Antibiotik Profilaksis Injeksi Ceftriakson 1 gram pukul 11.00 WIB
Diagnosis Prabedah G2P1A0 Gravida 37 – 38 Minggu dengan CHF
Post Peripartum Cardiomyopathy, Janin tunggal
hidup
presentasi kepala
Tindakan Pembedahan SC
Diagnosis Pasca Bedah P2A0 post SC dengan CHF Post PPCM
Dokter Anestesi dr. Mega Ayu Marina, S.A, Sp. An, MARS
Jenis Anestesi SA
Posisi Pasien Supinasi
Uraian Pembedahan Dilakukan insisi melintang
Bayi laki-laki lahir jam 14.08
BB 3196 gram
Panjang bayi 36 cm
APGAR score 4/6
Kedua tuba ovarium normal
Perdarahan ± 200 cc
Belum dilakukan MOW

5
3.10 CATATAN PERKEMBANGAN PASIEN TERINTEGRASI
Tanggal,
Jam dan
Lokasi Temuan Klinis dan Penatalaksanaan
Pemeriksaan

7/10/20 jam S/ Pasien mengeluh nyeri luka post op, demam (-), perdarahan dari
09.00 WIB di luka post op (-), sesak sudah tidak dirasakan, kentut (+), BAB dan
ruang HCU BAK (+)
O/
Keadaan umum: tampak sakit ringan
Kesadaran: composmentis
Tanda Vital:
TD : 124/85 mmHg
N : 122 x/mnt
RR : 25 x/mnt
Sh : 36,5°C
Status generalis: dalam batas normal
Status Obstetri:
Kontraksi : Baik
TFU: 2 jari dibawah pusat
Luka operasi terawat, perdarahan (-)
Lochea : Rubra
Intake: 602 cc Output : Urin : 200 cc

EKG:

5
Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
URINALISA
Urin Lengkap
Makroskopis
Warna Merah Kuning
Kekeruhan Agak Keruh Jernih
Kimia Urin
pH 6,0 4,6 – 8,0
Berat Jenis 1,020 1,001 – 1,035
Glukosa (Urin) (-) negatif (-) negatif
Protein Urin Positif 2 Negatif
Urobilinogen 0,2 < 1,0 mg/dL
Darah Samar (Urin) Positif 3 (-) negatif
Bilirubin (-) negatif (-) negatif
Nitrit (-) negatif (-) negatif
Keton (-) negatif (-) negatif
Leukosit Esterase Positif 1 (-) negatif
Sedimen
Eritrosit 70 – 85 < 5 /LPB
Leukosit 5–6 < 5 / LPB
Sel Epitel Positif 1 1+/LPB
Kristal Negatif
Silinder Negatif
Bakteri (-) negatif (-) negatif
Lain-lain Negatif
HEMATOLOGI
Darah Lengkap
Hemoglobin 8,3 (L) 12 – 16 g/dL
Hematokrit 25 (L) 38 – 47 %
Eritrosit 3,10 (L) 4.2 – 5.4 juta/µL
MCV 79 (L) 80 – 96 fL
MCH 27 (L) 28 – 33 pg/mL
MCHC 34 33 – 36 g/dL
Trombosit 367000 (H) 150000 – 450000/µL
Leukosit 17800 5000 – 10000/µL
Hitung Jenis
Basofil 0 0,0 – 1,0 %
Eosinofil 0 (L) 1,0 – 6,0 %
Neutrofil 84 (H) 50 – 70 %
Limfosit 9 (L) 20 – 40 %
NLR 9,33 (H) ≤ 5,80

5
Monosit 7 2–9%
Laju Endap Darah 55 (H) < 15 mm/jam
KIMIA KLINIK
SGOT (AST) 15 < 32 U/L
SGPT (ALT) 7 < 31 U/L
Glukosa Sewaktu 103 80 – 170 mg/dL
Ureum Kreatinin
Ureum 19 15 – 40 mg/dL
Kreatinin 0,4 (L) 0,51 – 0,95 mg/dL
eGFR 138,3 >60 ml/Min/1,73 m2

A/ P2Ao post SC hari ke II dengan CHF Post PPCM

P/
Non-medikamentosa:
1. Tirah baring
2. Infus D5% : RL (2:1) 12 tpm
3. Kateter urin
4. Diet 1900 kkal protein 20% 150 gr
Medikamentosa:
1. Drip Cynto 2 ampul tiap ganti cairan
2. Injeksi Ceftriaxone 3x1 gram
3. Profenid Supp 3x1

8/10/20 jam S/ Pasien mengeluh nyeri luka post op, demam (-), perdarahan (-)
12.00 WIB di O/
Ruang Rawat Keadaan umum: baik
Inap Camelia Kesadaran: composmentis
Tanda Vital:
TD : 121/83 mmHg
N : 89 x/mnt
RR : 21 x/mnt
Sh : 36,5°C
Status generalis: dalam batas normal
Status Obstetri:
Kontraksi : Baik
TFU: 2 jari dibawah pusat
Luka operasi terawat
Lochea : Rubra

5
EKG:

A/ P2Ao post SC hari ke III dengan CHF Post PPCM


P/
Non-medikamentosa:
1. Tirah baring
2. Infus RL 10 tpm
3. Diet 1900 kkal protein 20% 150 gr
Medikamentosa:
1. Extra Dulcolax Supp 1x100 mg
2. Cefixime 2 x 200 mg P.O
3. Asam mefenamat 3 x 500 mg P.O
4. SF 2 X 1 P.O

9/10/20 jam S/ Pasien mengeluh nyeri luka post op (berkurang)


10.30 WIB di O/
Ruang Rawat Keadaan umum: baik
Inap Camelia Kesadaran: composmentis
Tanda Vital:
TD : 112/79 mmHg
N : 80 x/mnt
RR : 21 x/mnt
Sh : 36,5°C
Status generalis: dalam batas normal
Status Obstetri:
Kontraksi : Baik
TFU: 3 jari dibawah pusat
Luka operasi terawat

5
Lochea : Rubra
A/ P2A0 post SC hari ke IV dengan CHF Post PPCM

P/ BLPL
Non-medikamentosa:
1. GV
Medikamentosa:
1. Cefixime 2 x 200 mg P.O
2. Asam mefenamat 3 x 500 mg P.O
3. SF 2 x 1 P.O

5
BAB IV

PEMBAHASAN

PPCM adalah suatu keadaan kardiomiopati idiopatik, berhubungan dengan


kehamilan, bermanifestasi sebagai gagal jantung karena disfungsi sistolik ventrikel
kiri, biasanya terjadi pada 1 bulan terakhir kehamilan sampai 5 bulan masa
postpartum.1 Faktor risiko PPCM diidentifikasi berupa penyakit seperti hipertensi
(tekanan darah >140/90 mmHg setelah kehamilan minggu ke-20), anemia, asma,
penyakit autoimun, diabetes melitus, dan merokok. Sedangkan faktor risiko yang
berhubungan dengan kehamilan antara lain, umur saat hamil >30 tahun, multipara (>3
kali hamil), kehamilan multifetal, preeclampsia, eclampsia, disfungsi tiroid,
penggunaan obat-obatan untuk membantu proses melahirkan, tokolisis yang
berkepanjangan, dan malnutrisi terutama obesitas (BMI >30).14
Presentasi klinis PPCM kurang lebih sama dengan gagal jantung sistolik
sekunder terhadap kardiomiopati. Tanda dan gejala awal PPCM biasanya menyerupai
temuan normal fisiologis kehamilan, termasuk oedem pedis, dyspneu d’effort,
ortopnea, paroxysmal nocturnal dyspnea, dan batuk persisten.2 Gejala PPCM
diklasifikasikan menggunakan sistem New York Heart Association sebagai
berikut5,16: Class I – Keadaan tanpa gejala, Class II – Gejala ringan hanya pada
aktivitas berat, Class III – Gejala dengan aktivitas ringan, dan Class IV – Gejala pada
saat istirahat,
Pasien pada kasus ini didiagnosa dengan G2P1A0 Hamil 37 – 38 Minggu
dengan CHF Post Peripartum Cardiomyopathy dan anemia, Janin tunggal hidup
presentasi kepala. Hal yang mendasari diagnosa tersebut yaitu:
1. Anamnesis
HPHT pasien tanggal 16 Januari 2020 dan HPL tanggal 23 Oktober
2020. Usia kehamilan berdasar HPHT dengan pengakuan pasien sama yaitu
37-38 minggu. Pasien mengeluhkan sesak nafas sejak 3 hari yang lalu. Sesak
saat istirahat (+), sesak saat malam hari (+). Saat tidur pasien harus
mengganjal punggungnya dengan 2-3 bantal untuk mengurangi sesak.
5
Keluhan dada

5
berdebar (+). Hal ini sesuai dengan gejala pada PPCM yaitu: Dispneu waktu
melakukan kegiatan dan atau waktu istirahat (+), paroksismal nocturnal
dispneu (+) Ortopnea progresif (+), serta oedem pedis (+).15,16 Pada kasus juga
didapatkan adanya riwayat keluhan serupa pada 40 hari setelah melahirkan
anak pertama, sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa PPCM terjadi
karena disfungsi sistolik ventrikel kiri, biasanya terjadi pada 1 bulan terakhir
kehamilan sampai 5 bulan masa postpartum. Pasien tidak memiliki riwayat
penyakit lain seperti hipertensi, asma, maupun DM. Faktor resiko untuk
kekambuhan gejala PPCM saat ini adalah usia ibu saat ini yaitu 32 tahun (>30
tahun).14 Berdasarkan pada kasus ini, pasien tergolong dalam kategori NYHA
Class IV yaitu gejala ada walaupun saat beristirahat.16
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik pasien didapatkan takikardi (129x/menit). Pada
status generalis didapatkan oedema pitting +3 pada pedis bilateral. Pada
pemeriksaan luar obstetri, pada abdomen tampak linea nigra (+), striae
gravidarum (+). Pada palpasi tinggi fundus 28 cm, leopold I berupa bokong,
leopold II punggung berada di kiri, leopold III presentasi kepala, leopold IV
divergen, 3/5 PAP. Pada auskultasi didapatkan denyut jantung janin
150x/menit. Pada pemeriksaan dalam, terdapat pembukaan serviks 1 cm,
konsistensi tebal lunak, dengan ketuban (+). Menurut teori, tanda yang dapat
ditemukan pada pasien dengan PPCM adalah sebagai berikut: Sianosis, jari
gada, distensi vena leher menetap, murmur sistolik derajat 3/6 atau lebih,
murmur diastolic, kardiomegali, aritmia menetap, bunyi jantung kedua
terpisah menetap, oedema pedis dan kriteria untuk hipertensi paru.15,16 Tanda
yang ditemukan pada kasus ini hanyalah oedema pitingg +3 pada regio pedis
bilateral. Diagnosa janin tunggal hidup intrauterin presenstasi kepala
didapatkan dari hasil pemeriksaan obstetri yaitu pemeriksaan tinggi fundus
uteri dan Leopold I-IV.

5
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien didapatkan anemia
dengan kadar Hb 10,5 g/dL dan hematocrit rendah, pemeriksaan darah lainnya
dalam batas normal. Diagnosis anemia dapat ditegakkan oleh karena hasil
kadar Hb pada trimester III pasien < 11 g/dL, dengan nilai MCV, dan MCH
yang sedikit lebih rendah dari normal.18 Pemeriksaan elektrokardiografi
didapatkan T inverted pada lead I, aVL, V3-V6. Gambaran EKG pada PPCM
dapat ditemukan gelombang ST-T abnormal, kadang terdapat aritmia kordis
kronis.12 Gambaran EKG pasien dapat disebabkan oleh beberapa kondisi
seperti iskemik anteroseptal jantung, akut myocarditis, emboli pulmonal
maupun hipertrofi ventrikel. Hasil echocardiografi didapatkan adanya dilatasi
ventrikel kiri disertai EF menurun (47%) yang sesuai dengan teori PPCM
yaitu dapat ditemukan adanya dilatasi LV, namun belum memenuhi kriteria
diagnosis EF
<45% dan fractional shortening <30% (tidak diperiksa). 1 Pada pasien, hasil
rontgent thoraks dengan perut dilindungi apron didapatkan adanya
kardiomegali. Pada teori, Patchy infiltrates di daerah paru bawah, dengan
vascular redistribution/cephalization, kardiomegali, dan efusi pleura,
mengindikasikan adanya gagal jantung kongestif.1
Pada pasien dilakukan terminasi kehamilan secara sectio caesar. Tatalaksana
pra bedah, pasien dalam posisi Fowler dan diberikan oksigen 3-4 liter melalui nasal
kanul untuk mengurangi sesak. Berdasarkan teori, saat persalinan, pasien dengan
penyakit jantung harus menghindari posisi supinasi dan pasien pada posisi lateral
decubitus serta pemberian oksigen untuk meminimalisir dampak hemodinamik dari
kontraksi uterus.17 Pasien mendapat injeksi Furosemid 20 mg/8 jam, serta
pemasangan kateter urine untuk monitoring output. Diuretik hanya boleh digunakan
jika terdapat kongesti pulmonal karena diuretik dapat menurunkan aliran darah
plasenta. Furosemid (loop diuretic) dan hidroklorotiazida adalah yang paling sering
digunakan. Ketika edema paru didiagnosis, loop diuretik harus menjadi pengobatan
lini pertama. Mulai dengan 10 mg furosemid, karena wanita hamil memiliki GFR
6
yang meningkat yang

6
memfasilitasi sekresi obat ke dalam loop Henle. Furosemid dapat meningkatkan
ekskresi air dengan mengganggu sistem transportasi pengikat klorida, sehingga
menghambat reabsorpsi natrium dan klorida pada lengkung ascendens dari henle dan
tubulus distal ginjal. Furosemid digunakan untuk efek diuresis dan mengoreksi
kelebihan volume intravaskular. Furosemide dapat melewati plasenta dan dapat
mempengaruhi elektrolit janin; oleh karena itu, dosis efektif terendah harus
digunakan.17
Secara umum, persalinan sesar dilakukan bila ada indikasi obstetrik.
Persalinan sesar dianjurkan untuk wanita dengan:
a. Stenosis aorta berat (AS)
b. Bentuk hipertensi pulmonal berat (termasuk sindrom Eisenmenger)
c. Gagal jantung akut
d. Dipertimbangkan pada pasien dengan prostesis katup jantung mekanik untuk
mencegah masalah dengan persalinan pervaginam yang terencana.
e. Sindrom Marfan
f. Diseksi aorta kronik atau akut
Persalinan lebih awal tanpa memperhatikan usia kehamilan harus
dipertimbangkan pada wanita dengan gagal jantung stadium lanjut dan
ketidakstabilan hemodinamik meskipun dalam pengobatan. Persalinan sesar harus
dipertimbangkan untuk indikasi obstetrik atau untuk pasien dengan dilatasi aorta
ascenden >45 mm, stenosis aorta berat, persalinan prematur dengan antikoagulan
oral, sindrom Eisenmenger, atau gagal jantung berat (Rekomendasi IIa-C).16 Operasi
seksio sesarea direkomendasikan dengan kombinasi anestesi spinal dan epidural.
Pada pasien belum dilakukan MOW (tubektomi). Indikasi MOW adalah
sebagai berikut:
a. Indikasi medis umum adanya gangguan fisik atau pisikis yang akan menjadi
lebih berat bila wanita ini hamil lagi. Gangguan fisik yang dialami seperti
tuberculosis pulmonum, penyakit jantung, dan sebagainya; gangguan pisikis

6
yang di alami yaitu seperti skizofernia (psikosis), sering menderita psikosa
nifas, dan lain-lain.
b. Indikasi medis obstetric yaitu toksemia gravidarum yang berulang, seksio
sesarea yang berulang, histerektomi obstetri;
c. Indikasi medis ginekologik pada waktu melakukan operasi ginekologik dapat
pula dipertimbangkan untuk sekaligus melakukan sterilisasi;
d. Indikasi sosial ekonomi adalah indikasi berdasarkan beban sosial ekonomi
yang sekarang ini terasa bertambah berat; mengikuti rumus 120 yaitu
perkalian jumlah anak hidup dan umur ibu, misalnya umur ibu 30 tahun
dengan anak hidup 4, maka hasil perkalianya adalah 120; mengikuti rumus
100 umur ibu 25 tahun ke atas dengan anak hidup 4 orang, umur ibu 30 tahun
keatas dengan anak hidup 3 orang, umur ibu 35 tahun keatas dengan anak
hidup 2 orang.20
Pasien memiliki indikasi medis untuk dilakukan MOW yaitu dengan adanya
penyakit jantung yang dapat memberat apabila pasien hamil kembali. Namun,
dikarenakan usia pasien masih diatas 30 tahun, sesuai indikasi sosial ekonomi, maka
pasien baru akan dilakukan MOW apabila sudah memiliki jumlah anak hidup
sebanyak 3 orang.
Pasca persalinan, pasien mendapat terapi sebagai berikut:
1. Infus D5% : RL (2:1) 12 tpm
Setelah 24 jam pertama pasien pada post operasi, pemberian cairan infus
banyak mengandung elektrolit yang diperlukan agar jaringan tidak terjadi
hipertermi, dehidrasi dan komplikasi pada tubuh lainnya. Cairan yang
diberikan biasanya dextrose 5% atau 10% dan RL secara bergantian.21
2. Drip Cynto 2 ampul tiap ganti cairan
Cyntosinon berisi oksitosin 10 IU/ml untuk menjaga kontraksi uterus
dan mencegah perdarahan.

6
3. Injeksi Ceftriaxone 3x1 gram dilanjutkan Cefixime 2x200 mg PO
Penggunaan antibiotic pada proses bedah sesar diberikan untuk
profilaksis dan terapi pascabedah. Antibiotik diberikan secara injeksi selama
2-
3 hari kemudian dilanjutkan pemberian secara oral 5 sampai 7 hari.22
Ceftriaxone adalah obat untuk infeksi yang disebabkan oleh bakteri patogen
digunakan sebagai profilaksis perioperatif, dan infeksi pada pasien gangguan
kekebalan tubuh.
4. Profenid Supp 3x1 dilanjutkan dengan Asam Mefenamat 3x500 mg
Profenid supp berisi kandungan ketoprofen 100 mg. Ketoprofen dan
asam mefenamat termasuk obat golongan NonSteroidal Anti-inflammatory
Drug (NSAID) derivat asam propionate, yang digunakan untuk mengurangi
nyeri pasca operasi.
5. Extra Dulcolax Supp 1x100 mg
Konstipasi merupakan salah satu komplikasi pascabedah, sehingga
diperlukan laksatif untuk melunakkan feses. Kegunaan laksatif pada pasien ini
dapat mengurangi pasien untuk mengejan sehingga menurunkan risiko
terbukanya jahitan pasca SC maupun menurunkan risiko peningkatan beban
jantung akibat mengejan.
6. SF 2 X 1 P.O
SF berisi sulfat ferrosus dan asam folat. Pada pasien Hb sebelum operasi
10,5 g/dL dan pasca operasi 8,3 g/dL dan dikategorikan anemia. Oleh karena
itu pasien mendapat terapi penambah darah dikarenakan kadar Hb>7 g/dL
serta tidak didapatkan gejala klinis seperti pusing, padangan berkunang-
kunang, atau taikardia.23
Prognosis pada pasien ini, untuk quo ad vitam dinilai ad bonam dikarenakan
pasien cepat mendapatkan terapi dari tim medis. Quo ad sanationam dinilai dubia ad
malam dikarenakan meskipun LVEF dapat kembali normal, tetap ada risiko PPCM
berulang di kehamilan berikutnya. Quo ad functional dinilai dubia ad bonam karena
belum dilakukan MOW.
6
BAB V
KESIMPULAN

Kardiomiopati peripartum adalah keadaan kardiomiopati idiopatik, berhubungan


dengan kehamilan, bermanifestasi sebagai gagal jantung karena disfungsi sistolik
ventrikel kiri, biasanya terjadi selama 1 bulan terakhir kehamilan sampai 5 bulan
masa postpartum, adalah diagnosis eksklusi, terjadi pada wanita tanpa penyakit
kardiovaskular lain, tidak harus disertai dengan dilatasi ventrikel kiri, namun fraksi
ejeksi biasanya selalu <45%.
Faktor risiko PPCM termasuk multipara, umur ibu lebih dari 30 tahun, kehamilan
dengan bayi lebih dari 1, hipertensi gestasional, anemia, asma dan ras Afrika-
Amerika. Bermacam teori etiopatogenesis PPCM antara lain stres oksidatif, prolaktin,
autoimun dan genetik. Manifestasi klinis PPCM hampir sama dengan gagal jantung
kongestif pada umumnya, namun dapat dibedakan melalui anamnesis dan
pemeriksaan penunjang, terutama ekokardiografi sebagai baku emas.
Kardiomiopati peripartum merupakan kegawatdaruratan medis yang harus segera
didiagnosis secara tepat untuk memperbaiki prognosis melalui penanganan yang
tepat. Jika ukuran ventrikel dapat kembali normal setelah kehamilan dan masa
postpartum, prognosis jangka pendek sangat baik, walaupun sequele untuk kehamilan
berikutnya tidak begitu dipahami. Kegagalan jantung untuk kembali normal
dihubungkan dengan morbiditas dan mortalitas tinggi.

6
DAFTAR PUSTAKA

1. Sliwa K, et al. Position statement on current state of knowledge on aetiology,


diagnosis, management, and therapy of peripartum cardiomyopathy: A position
statement from the heart failure association of the European society of cardiology
working group on peripartum cardiomyopathy. Eur J Heart Failure 2010;
12(8):767-78. doi: 10.1093/eurjhf/hfq120.
2. Setiantiningrum M, Rehatta V. Definisi, Etiopatogenesis, dan Diagnosis
Kardiomiopati Peripartum. CDK-218 2014; 41 (7): 492 – 496.
3. Mishra VN, Mishra N, Devanshi. Review article: Peripartum cardiomyopathy.
JAPI 2013;61:268-73. Available on: http://www.japi.org/april_2013/06_ra
_peripartum_ cardiomyopathy.pdf
4. Lim CP, Sim DKL. Peripartum cardiomyopathy: experience in an Asian tertiary
centre. Singapore Med J 2013;54(1):24-7. Available on:
http://www.sma.org.sg/UploadedImg/fi les/SMJ/5401/5401a1.pdf
5. Carson MP. Peripartum cardiomyopathy. Emedicine online 2013. Available on:
http://emedicine.medscape.com/article/153153-overview.
6. Rinta F. Naskah Publikasi: Gambaran Kardiomiopati Peripartum Di Rumah Sakit
Santo Antonius Tahun 2008-2012. Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura
Pontianak 2014. Available on: https://media.neliti.com/media/publications/
193639-ID-gambaran-kardiomiopati-peripartum-di-rum.pdf
7. Ramachandran R, Rewari V, Trikha A. Anaesthetic management of patients with
peripartum cardiomyopahty. J. Obstetr. Anaesth. Crit. Care 2011;1(1):5-12.
http://www.joacc.com/article.asp?issn=22494472;year=2011;volume=1;issue=1;
spage=5;epage=12;aulast=Ramachandran
8. Chopra S, Verghese PP, Jacob JJ. Bromocriptine as a new therapeutic agent for
peripartum cardiomyopahty. Indian J. Endocrinol. Metabolism 2012;16(7):60-2.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3354950/

6
9. Shah T et al. Peripartum Cardiomyopathy: a contemporary review.
Debakeyheartcenter.com/journal 2013; MDCVJ-IX(1):38-43. Available on:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3600883/pdf/MDCVJ-09-
038.pdf
10. Van Spaendonck-Zwarts KY et al. Peripartum cardiomyopathy as a part of
familial dilated cardiomyopathy. Circulation 2010;121:2169-75. Available on:
http://circ.ahajournals.org/content/121/20/2169.full.pdf+html
11. Setiantiningrum M, Rentta JEVE. Penatalaksanaan Kardiomiopati Peripartum.
CDK-228 2015; 42 (5): 356 – 360.
12. Corieza. Referat Penyakit Jantung dalam Kehamilan. Diunduh dari Diunduh dari
http://www.scribd.com/doc/36187354/Referat-Kardiomiopati, 12 Oktober 2020
13. Peripartum kardiomitopati. Edisi 2008. Diunduh dari
http://www.jpma.org.pk/full_article_text.php?article_id=2050), 12 Oktober 2020
14. Honigberg MC, Givertz MM. Peripartum cardiomyopathy. BMJ 2019;364:k5287
doi: 10.1136/bmj.k5287.
15. Panduan Praktik Klinik Obstetri dan Ginekologi Edisi II 2. Bandung: Dep
Obstetri dan Ginekologi RSUP Dr. Hasan Sadikin FK Universitas Padjajaran.
2018;17–19.
16. Cuningham FG, et al. 2012. Obstetri Williams Edisi 23 Vol 2. Jakarta: EGC. P.
1011-1016.
17. Blauwet LA, Cooper LT. Diagnosis and management of peripartum
cardiomyopathy. Heart 2011;97:1970e1981. doi:10.1136/heartjnl-2011-300349
18. Cuningham FG, et al. Obsterti Williams Edisi 24. Unistated States: Mc Graw
Hill.2014;1101-1124
19. Prawirohardjo S, 2008. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Jakarta: PT.
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. P.774-799
20. Asih dan Oesman. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemakaian metode
kontrasepsi jangka panjang. Jakarta: Puslitbang KB dan Kesehatan Reproduksi
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional; 2009.

6
21. Moore. Esensial Obstetri dan Ginekologi Edisi 2. Jakarta: Hipokpates; 2001.
22. Dania H, Baroroh F, Bachri MS. Evaluasi Penggunaan Antibiotik Pada Pasien
Bedah Sesar di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Bantul Yogyakarta
23. Manuaba IB. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana.
Jakarta: EGC;2012.

Anda mungkin juga menyukai