Anda di halaman 1dari 50

LAPORAN KASUS

G7P5A1 h. 35 Minggu Dengan Perdarahan Antepartum e.c


Plasenta Previa Totalis + Anemia Berat + Riwayat SC 3x

Disusun Oleh:
Danti Fadhila 1102016046

Pembimbing:
dr. Ronny, Sp.OG

KEPANITERAAN KLINIK ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KABUPATEN BEKASI
PERIODE 16 MEI 2022 –25 JUNI 2022
KATA PENGANTAR

Assalamua’alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh


Alhamdulillahirabbil’alamin, puji dan syukur senantiasa dipanjatkan
kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga
laporan kasus saya dengan judul “G7P5A1 h. 35 Minggu Dengan Perdarahan
Antepartum e.c Plasenta Previa Totalis + Anemia Berat + Riwayat SC 3x” ini
dapat diselesaikan. Penulisan dan penyusunan laporan ini bertujuan untuk
memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Ilmu Obstetri dan Ginekologi RSUD
Kabupaten Bekasi. Selain itu, tujuan lainnya adalah sebagai salah satu sumber
pengetahuan bagi pembaca, terutama mengenai Ilmu Obstetri dan Ginekologi,
semoga dapat memberikan manfaat.
Penulisan laporan kasus ini tidak terlepas dari bantuan dokter
pembimbing, staf pengajar, serta orang-orang sekitar yang terkait. Oleh karena itu,
saya ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. dr. Ronny, Sp.OG, selaku konsulen SMF Obstetri dan Ginekologi RSUD
Kabupaten Bekasi dan pembimbing laporan kasus yang telah memberikan
bimbingan juga arahannya hingga laporan ini dapat terselesaikan.
2. dr. Nandi Nurhandi, Sp.OG, selaku Kepala SMF Obstetri dan Ginekologi
RSUD Kabupaten Bekasi.
3. dr. Yedi Fourdiana Sukardi, Sp.OG dan dr. Djoni Nurung, Sp.OG (K),
selaku konsulen SMF Obstetri dan Ginekologi RSUD Kabupaten Bekasi.
4. Seluruh bidan, perawat, dan staf dibagian Obstetri dan Ginekologi RSUD
Kabupaten Bekasi.
5. Teman-teman sejawat dokter muda di RSUD Kabupaten Bekasi
Penulis menyadari penulisan laporan kasus ini masih jauh dari sempurna
mengingat keterbatasan ilmu yang penulis miliki. Untuk itu penulis mohon maaf
atas segala kekhilfan, serta dengan tangan terbuk mengarapkan kritik dan saran
untuk erbaikan di masa mendatang. Semoga penulisan laporan ini dapat
bermanfaat bagi semua yang membacanya.
Wassalamu’alaikum wa rahmatullahi wabarakatuh.

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................2

DAFTAR ISI.......................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN....................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.........................................................5
2.1 EMBRIOLOGI PLASENTA................................................5
2.2 DEFINISI............................................................................13
2.3 EPIDEMIOLOGI................................................................13
2.4 ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO............................13
2.5 KLASIFIKASI....................................................................16
2.6 PATOFISIOLOGI...............................................................17
2.7 DIAGNOSIS.......................................................................20
2.8 DIAGNOSIS BANDING....................................................21
2.9 TATALAKSANA...............................................................23
2.10 KOMPLIKASI..................................................................25
2.11 PROGNOSIS.....................................................................27
BAB III LAPORAN KASUS............................................................28
3.1. IDENTITAS PASIEN........................................................28
3.2. ANAMNESIS.....................................................................28
3.3. PEMERIKSAAN FISIK....................................................31
3.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG.......................................33
3.5. RESUME............................................................................35
3.6. DIAGNOSIS KERJA.........................................................36
3.7. RENCANA PENATALAKSANAAN...............................36
3.8. PROGNOSIS......................................................................36
3.9. FOLLOW UP....................................................................37
BAB IV ANALISA KASUS..............................................................38
BAB V KESIMPULAN....................................................................41
DAFTAR PUSTAKA........................................................................42

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang.


Perdarahan pada kehamilan harus selalu dianggap sebagai kelainan
yang berbahaya. Batas teoritis antara kehamilan muda dan kehamilan tua
adalah kehamilan 22 minggu, mengingat kemungkinan hidup janin di luar
uterus. Perdarahan antepartum yang berbahaya biasanya bersumber pada
kelainan plasenta, sedangkan perdarahan yang tidak bersumber pada
plasenta seperti kelainan serviks biasanya tidak terlalu berbahaya.
Perdarahan antepartum yang bersumber pada kelainan plasenta, yang
secara klinis biasanya tidak terlampau sukar untuk menentukannya, ialah
plasenta previa, dan solusio plasenta. Sekitar 3% dari semua perdarahan
antepartum di RS Ciptomangunkusumo disebabkan oleh 2 faktor diatas.
Perdarahan antepartum tanp arasa nyeri merupakan tanda khas plasenta
previa, apalagi kalau disertai tanda-tanda lainnya, seperti bagian terbawah
janin belum masuk ke dalam pintu atas panggul, atau kelainan letak janin.
Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada
segmen bawah rahim sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh
pembukaan jalan lahir. Pada keadaan normal plasenta terletak di bagian atas
uterus. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya gejalagejala seperti
perdarahan antepartum dan tidak dapat turunnya bagian terbawah janin ke
dalam panggul ibu.
Penanganan plasenta previa perlu mendapat perhatian yang khusus,
karena insidensinya terjadi kira-kira 1 dari 200 persalinan. Penanganan yang
bisa dilakukan adalah pengawasan antenatal dan pertolongan pertama, ini
perlu diajarkan pada tenaga medis agar dapat dideteksi secara cepat dan
diagnosis yang tepat untuk kasus-kasus plasenta previa, sehingga angka
morbiditas dan mortalitas ibu dan bayi dapat diturunkan.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Embriologi Plasenta

Setelah mengalami fertilisasi, kombinasi material genetik yang


mengandung masing masing 23 kromosom dari ovum yang bersatu dengan
23 kromosom spermatozoa membentuk zigot. Zigot kemudian memasuki
fase pembelahan sel (embrio) membentuk blastomer hingga berdiferensiasi
membentuk morula (32 sel embrio yang solid). Morula akan mengalami
blastulasi membentuk blastosit membentuk 2 lapisan sel; (1) Trofoblas di
bagian luar dan (2) Massa sel dalam (inner cell mass) (Gambar 1).
Trofoblas menjadi cikal bakal terbentuknya plasenta.

Gambar 1. Pembentukan Plasenta Hari ke-8: Diferensiasi Trofoblas dan Massa Sel Dalam (Inner
Cell Mass).

Pada hari ke-8 hingga akhir dari minggu ke-2 kehamilan, trofoblas
membentuk2 lapisan; (1) sitotrofoblas di depan dan (2) sinsitiotrofoblas
yang berada di dalam endometrium. Tumbuh Membran Heuser
exocoelomic di antara sitotrofoblas dan yolksac primitif. Mesoderm ekstra
embrionik tumbuh kemudian membentuk kantung korion. Plasenta pars

5
fetalis dibentuk dari lapisan luar trofoblas. Pasca ovulasi, jaringan
endometrium masuk ke fase sekresi. Pada kehamilan endometrium menjadi
desidua, sekresi kelenjar dan vaskularisasi meningkat. Trofoblas
membentuk 2 lapis sel; 1) sel lapisan dalam dinamakan sitotrofoblas
berupa sel kuboid dan 2) sel di lapisan luar dinamakan sinsitiotrofoblas.
Sitotrofoblas berimplantasi di desidua basalis membentuk vill korialis,
kemudian menjadi plasenta pars embrional. Sinsitiotrofoblas
menghasilkan hormon hCG yang merangsang pembentukan progesteron
dari korpus luteum. Sinsitiotrofoblas menembus dinding uterus, bersamaan
dengan pertumbuhan inner cell mass, sel yang pluripoten membentuk 3
lapisan sel germinal. Sitotrofoblas dan sinsitiotrofoblas akan membentuk
primary chorionic villi sedangkan mesoderm ekstraembrionik akan
membentuk secondary villi akan berkembang membentuk sistem
kardiovaskular fetus sejak minggu ke-4 kehamilan. Bagian vili dan korion
frondosum membentuk bagian fetus dari plasenta sedangkan desidua
basalis menjadi bagian maternal dari plasenta (Gambar 2).

Gambar 2. Komponen Fetal dan Maternal Plasenta. (21)

Trofoblas dan sel desidua basalis Bersatu membentuk jaringan


yang kaya akanmatriks ekstraselular. Di antara korion dengan lapisan
desidua terdapat intervillous space yang berisi darah maternal. Pada bulan
ke-4 dan

6
ke-5 kehamilan terjadi pembentukan septum desidua yang akan terproyeksi
menuju intervillous space membentuk kotiledon-kotiledon. (Gambar 3
dan 4).

Gambar 3. Struktur Plasenta: Septum Desidua, Decidual Plate, Korion

Gambar 4. Struktur Plasenta secara Makroskopik.

Pada kehamilan normal, proliferasi trofoblas menginvasi desidua


dan miometrium dalam dua tahap (Gambar 5). Pertama, sel-sel trofoblas
endovaskuler menginvasi arteri spiralis maternal yaitu dengan mengganti
endotel, merusak jaringan muskulo-elastik dinding arteri dan mengganti
dinding arteri dengan material fibrinoid. Proses ini selesai pada akhir
trimester I dan pada masa ini pula perluasan proses tersebut sampai
mengenai deciduomyometrial junction. Pada usia kehamilan 14-16 minggu,

7
terjadi invasi tahap kedua yaitu sel-sel trofoblas masuk ke dalam lumen
arteria spiralissampai basal arteri tersebut dalam miometrium. Selanjutnya
proses seperti tahap pertama kemudian terjadi lagi (penggantian endotel,
perusakan jaringan muskulo-elastik dan perubahan fibrinoid dinding arteri).
Akhir dari proses ini adalah pembuluhdarah yang berdinding tipis (thin-
walled), lemas (flaccid) dan berbentuk seperti kantong (saclike) yang
memungkinkan terjadinya dilatasi secara pasif untukmenyesuaikan dengan
kebutuhan aliran darah yang meningkat.

Gambar 5. Invasi Trofoblas pada Desidua dan Miometrium.

Sirkulasi Uteroplasental dan Fetoplasental


Sirkulasi pada plasenta terdiri dari sirkulasi uteroplasenta dan
fetoplasental. Siklus uteroplasental dimulai dari aliran darah maternal
menuju intervillous space melalui arteri spiralis desidua. Pertukaran
oksigen dan nutrisi terjadi ketika aliran darah berada di sekitar villi terminal
di intervillous space. Sirkulasi fetoplasental membawa darah
terdeoksigenasi dan minim nutrisi dari janin menuju pusat villi dari
pembuluh darah fetus. Sirkulasi janin melibatkan jantung dan pembuluh
darah dari sistem sirkulasi darah yang sejak awal pertumbuhan embrio
sudah terbentuk dan berkembang pesat pada masa janin (Gambar 6).
Fungsi sistem sirkulasi fetus adalah memenuhi kebutuhan darah untuk
pertumbuhan dan perkembangan sel di organ-organ seluruh tubuh janin.
Sistem sirkulasi prenatal berbeda dengan masa pacasalin, karena pada
masa janin paru belum berfungsi. Janin

8
mendapat oksigen dan nutrisi dari ibu dari plasenta melalui plasenta vena
umbilikalis. Darah dialirkan sebagian melalui duktus venosus, sebagian lagi
ke hepar melewati vena porta, lalu selanjutnya masuk vena cava inferior.
Darah kemudian menuju atrium kanan dari jantung. Sebagian dialirkan
melalui foramen ovaledarah menuju atrium kiri ke ventrikel kiri dan
sebagian besar darah dialirkan ke aorta untuk dipompakan ke seluruh
tubuh. Sebagian kecil dari ventrikel kanan melalui sistempulmonal masuk
ke A. pulmonalis dan kembali ke aorta melalui duktus arteriosus. Darah
dari aorta abdominalis sebagian kembali melalui A. Iliaca Interna menuju
A. umbilikalis kembali ke plasenta. CO2 dan sisa metabolit dari janin

kembali masuk sirkulasi ibu melalui sistem sirkulasi uteroplasenta.

Gambar 6. Sistem Kardiovaskular Janin.

Setelah terjadi pertukaran oksigen dan nutrisi, vena umbilikalis


membawa darah segar kaya oksigen dan nutrisi kembali menuju sistem
sirkulasi fetus. Saat aterm, jumlah aliran darah janin ke plasenta adalah
sebanyak 600-700 ml/menit (Gambar 7).

9
Gambar 7 Sirkulasi Uteroplasenta

Tekanan arteri uterin adalah sekitar 80-100 mmHg, arteri spiralis


adalah 70 mmHg,dan hanya 10 mmHg di dalam intervillous space.
Resistensi yang rendah dari pembuluhdarah uteroplasenta dan gradien
tekanan darah antara arteri uterina dan Tekanannya sekitar 80-100 mmHg
di arteri uterina, 70 mmHg di arteri spiralis, dan hanya 10 mmHgdi dalam
intervillous space. Resistensi yang rendah dari pembuluh darah
uteroplasenta dan gradien tekanan darah antara arteri uterina dan
intervillous space plasenta memungkinkan darah ibu mengalirkan darah ke
intervillous space secara efektif dan efisien. Oleh karena itu, darah di
intervillous space sepenuhnya mengalami pertukaransebanyak dua hingga
tiga kali per menit. Pada umumnya arteri spiralis tegak lurus dengan
dinding rahim, sedangkan venanya sejajar dengan dinding rahim. Susunan
ini memfasilitasi penutupan

10
vena selama kontraksi uterus dan mencegah pemerasan darah ibu dari ruang
intervili

Teori Migrasi Plasenta


Kejadian plasenta previa berkurang seiring dengan peningkatan usia
kehamilan akibat adanya proses “migrasi plasenta”. Proses ini terjadi pada
minggu ke-28 hingga minggu ke-34 kehamilan. Berasal dari temuan
sonografi, istilah migrasi plasenta diciptakan untuk menggambarkan
gerakan nyata plasenta menjauh dari ostium interna. Plasenta tidak
bergerak dengan sendirinya, dan mekanisme gerakan yang jelas tidak
sepenuhnya dipahami. Istilah migrasi mungkin tidak secara harfiah benar-
benar dikatakan bahwa plasenta bisa bergerak, karena plasenta
mengimplantasi pada suatu bagian di uterus. Proses ini dapat terjadi karena
ada pertumbuhan dan perkembangan uterus selama masa kehamilan
sehingga posisi relatif implantasi dapat berubah. Penjelasan pertama
tentang migrasi plasenta disebutkan karena adanya pergerakan plasenta
relatif terhadap os interna yang didapat dari hasil ultrasonografi. Jadi, setiap
diperiksa dan dikontrol dengan USG, terdapat adanya perubahan posisi
plasenta. Kedua, saat kehamilan berlanjut, pertumbuhan bagian bawah dan
atas segmen uterus berbeda. Dengan aliran darah yang lebih besar di rahim
bagian atas, pertumbuhan plasenta lebih mungkin diarahkan ke fundus-
trofotropisme. Banyak dari plasenta yang "bermigrasi" kemungkinan besar
tidak berimplantasi dan bertranformasi secara komplit.

Trofotropisme adalah proses atrofi margin plasenta yang tipis


karena suplai vaskular yang buruk. Bagian isthmik antara korpus dan
serviks uteri berkembang menjadi segmen bawah uterus. Bagian rahim ini
memiliki dinding otot yang lebih tipisdengan pembuluh darah yang lebih
sedikit. Korpus uteri memiliki dinding otot yang tebal dan suplai vaskular
yang lebih banyak, sehingga dengan berlanjutnya kehamilan, plasenta
bermigrasi ke bagian atas uteri dengan suplai vaskular yang lebih banyak.
Trofotropisme

11
juga menjelaskan mengapa plasenta previa bermigrasi lebih jarangdaripada
plasenta letak rendah dan mengapa plasenta anterior bermigrasi lebih sering
daripada plasenta posterior. Plasenta anterior bermigrasi lebih sering
daripada plasentaposterior. Hal ini mungkin disebabkan oleh trofotropisme.
Segmen bawah anterior uterus biasanya jauh lebih tipis dan akibatnya
memiliki suplai darah yang lebih sedikit daripada korpus uteri anterior.
Kondisi ini menyebabkan migrasi plasenta ke arah fundus. Namun, segmen
posterior uterus bagian bawah biasanya lebih tebaldibandingkan dengan
korpus posterior, sehingga sedikit atau tidak ada migrasi. Hal ini
menyebabkan migrasi yang lebih sedikit dari plasenta letak rendah di area
posterior. Penjelasan lain adalah teori plasentasi dinamis, di mana dinding
rahim anterior lebih mengembang daripada dinding posterior saat rahim
tumbuh. Segmen bawah rahim khususnya menjadi lebih besar selama
kehamilan karena pemanjangan dan hipertrofi, menyebabkan pembesaran
rahim terutama di sisi anterior, menjelaskan migrasi plasenta, terutama di
plasenta anterior. Hal penting lainnya adalah bahwa plasenta akan lebih
sulit untuk bermigrasi apabila terdapat bekas luka seksio sesarea. Untuk
kehamilan kembar, tingkat persistensi previa jauh lebih tinggi.
Plasenta previa disertai panjang serviks previa <30 mm di trimester ketiga
dapat meningkatkan risiko perdarahan, aktivitas uterus, dan kelahiran
prematur.

Gambar 8. Kemungkinan persistensi plasenta previa atau plasenta letak rendah 1


sampai 5 mm dari ostium interna saat kelahiran (penilaian sonografi pada usia
kehamilan <28 minggu).

12
2.2 Definisi Plasenta Previa.
Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya tidak normal yaitu
berimplantasi rendah sehingga menutupi sebagian atau seluruh ostium
uteri internum (OUI). (L.prae = di depan; vias = jalan). Pada saat ini,
diagnosis hampir seluruhnya ditegakkan oleh pemeriksaan USG. Plasenta
previa dapat menyebabkan perdarahan yang berlebihan pada pelepasan
plasenta setelah melahirkan karena segmen bawah rahim lebih fibrous
(longgar) dan kurang berotot daripada fundus dan dengan demikian tidak
berkontraksi dengan baik di sekitar arteri spiralis. Pada plasenta previa,
darah yang hilang adalah darah ibu, kecuali untuk kasus vasa previa yang
jarang terjadi. Pada vasa previa, janin juga ikut hilang dan gangguan janin
dapat terjadi dengan cepat serta dapat menimbulkan gejala.

2.3 Epidemiologi.

Plasenta previa lebih banyak pada kehamilan dengan paritas tinggi dan
pada usia diatas 30 tahun. Juga lebih sering terjadi pada kehamilan ganda
daripada kehamilan tunggal. Insiden plasenta previa telah meningkat
selama 30 tahun terakhir. Insiden yang dilaporkan rata-rata 0,3 persen atau
1 kasus per 300 hingga 400 persalinan. Frekuensi kejadian plasenta previa
di Parkland Hospital dari 1988 hingga 2003 untuk hampir 250.000
kelahiran adalah 2,6 per 1000. Untuk periode 2004 hingga 2015, kejadian
plasenta previa meningkat menjadi 3,8 per 1000. Frekuensi serupa telah
dilaporkan dariAustria, Finlandia, dan Israel. Sedangkan Di Indonesia
dilaporkan oleh beberapa peneliti kasus plasenta previa berkisar antara
2,4% sampai 3,56% dari seluruh kehamilan.

2.4 Etiologi dan Faktor Risiko.


Etiologi pasti dari plasenta praevia tidak diketahui, tetapi
kemungkinan terkait dengan kondisi yang ada sebelum kehamilan.
Hipotesis yang mungkin adalah bahwa plasenta praevia berhubungan

1
dengan vaskularisasi abnormal pada endometrium yang disebabkan oleh
jaringan parut atau atrofi dari trauma, pembedahan atau infeksi sebelumnya.
Keadaan endometrium yang kurang baik menyebabkan plasenta harus
tumbuh meluas untuk mencakupi kebutuhan janin. Plasenta yang tumbuh
meluas akan mendekat atau menutupi ostium uteri internum.

Faktor Risiko Plasenta Previa


1. Multiparitas
Multiparitas meningkatkan risiko plasenta previa. Kejadian pada 2,2%
wanita dengan paritas lima atau lebih besar secara signifikan lebih
tinggi daripada wanita dengan paritas lebih rendah. Interval antar
kehamilan tidak mempengaruhi angka ini.
2. Kelahiran Seksio Sesarea Sebelumnya
Wanita dengan satu atau lebih kelahiran seksio sesarea sebelumnya
memiliki risiko lebih besar untuk mengalami gangguan plasenta
berikutnya yang mencakup plasenta previa, solusio, atau plasenta yang
melekat secara tidak sehat. Risiko kumulatif untuk plasenta previa
yang timbul dengan meningkatnya jumlah kelahiran sesar sangat luar
biasa. Risikonya meningkat lebih jauh jika sebelumnya ada persalinan
sesar sebelum persalinan. Dalam satu studi Jaringan MFMU dari
30.132 wanita yang menjalani persalinan seksio sesarea, kejadiannya
adalah 1,3% untuk mereka yang hanya memiliki satu persalinan sesar
sebelumnya, tetapi menjadi 3,4% jika ada enam atau lebih sesar
sebelumnya. Dalam studi kohort retrospektif dari hampir 400.000
wanita yang melahirkan dua anak tunggal berturut-turut, mereka yang
melahirkan sesar untuk kehamilan pertama memiliki risiko 1,6 kali
lipat lebih besar untuk previa pada kehamilan kedua. Peneliti yang
sama ini melaporkan risiko 1,5 kali lipat lebih tinggi pada kelompok
dengan kelahiran melalui seksio sesarea sebelumnya berdasarkan enam
studi kohort berbasis populasi yang serupa. Kemungkinan previa
meningkat lebih dari delapan kali lipat pada wanita dengan paritas

1
lebih besar dari

1
empat dan yang memiliki lebih dari empat kelahiran sesar sebelumnya.
Wanita dengan insisi uterus sebelumnya dan plasenta previa memiliki
kemungkinan yang lebih tinggi bahwa histerektomi sesar akan
diperlukan karena terkait plasenta yang melekat secara tidak sehat.
Dalam satu penelitian, 6 persen wanita dengan persalinan sesar primer
untuk previa memerlukan histerektomi.
3. Merokok
Merokok meningkatkan risiko relatif plasenta previa dua kali lipat.
Telah dihipotesiskan bahwa hipoksemia karbon monoksida
menyebabkan hipertrofi plasenta sehingga memberikan kompensasi
dengan membentuk permukaan plasenta yang lebih luas. Merokok juga
dapat berhubungan dengan vaskulopati desidua. Terakhir, leiomioma
uteri merupakan faktor risiko terjadinya previa.
4. Kadar Serum Alfa-Fetoprotein Maternal (MSAFP)
MSAFP dapat meningkat secara abnormal karena alasan yang tidak
dapat dijelaskan selama skrining prenatal, meningkatkan risiko previa
dan sejumlah kelainan lainnya. Selain itu, wanita dengan tingkat
MSAFP previa dan komorbid: 2,0 kali lipat pada usia kehamilan 16
minggu berisiko lebih besar mengalami perdarahan akhir kehamilan
dan kelahiran prematur.
5. Assisted Reproductive Technology (ART)
Teknologi reproduksi berbantuan (ART) seperti IVF atau inseminasi
yang digunakan untuk konsepsi meningkatkan risiko plasenta previa.
Wanita dengan usia tua dan kehamilan multifetal merupakan risiko
yang umum untuk fertilisasi in vitro maupun plasenta previa.
6. Riwayat defisien pada endometrium karena adanya atau riwayat bekas
luka uterus :
1. Endometritis
2. Pengangkatan Plasenta Secara Manual
3. Kuretase
4. Fibroid Submukosa

1
7. Multiple Pregnancy
8. Riwayat Plasenta Previa sebelumnya

2.5 Klasifikasi.
Plasenta previa diklasifikasikan menjadi :
1. Plasenta previa totalis atau komplit adalah plasenta yang menutupi
seluruh ostium uteri internum.
2. Plasenta previa parsialis adalah plasenta yang menutupi sebagian ostium
uteri internum
3. Plasenta previa marginalis adalah plasenta yang tepinya berada pada
pinggir ostium uteri internum.
4. Plasenta letak rendah adalah plasena yatg berimplantasi pada segmen
bawah rahim demikian rupa sehingga tepi bawahnya berada pada jarak
lebih kurang 2 cm dari ostium uteri internum. Jarak yang lebih dari 2 cm
dianggap plasenta letak normal.
5. Vasa previa adalah pembuluh darah janin terdapat di membran yang
melintasi ostium

1
2.6 Patogenesis.
Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen
bawah rahim (SBR) sehingga menutupi seluruh atau sebagian dari ostium
uteri internum (OUI). Kejadian plasenta previa meningkat pada keadaan-
keadaan yang membuat kondisi endometrium kurang baik, misalnya
karena atrofi endometrium atau kurang baiknya vaskularisasi desidua pada
segmen atas uterus. Sebagai akibat dari hal tersebut, plasenta akan meluas
dalam upayanya untuk mendapatkan suplai darah yang lebih memadai.
Sejalan dengan bertambah membesarnya rahim dan meluasnya segmen
bawah bawah rahim kearah proksimal memungkinkan plasenta yang
berimplantasi pada segmen bawah rahim ikut berpindah mengikuti
perluasan segmen bawah rahim seolah-olah plasenta tersebut bermigrasi.
Ostium uteri yang secara dinamik mendatar dan meluas dalam persalinan
kala satu bisa mengubah luas permukaan serviks yang tertutup oleh
plasenta. Fenomena ini berpengaruh pada derajat atau klasifikasi plasenta
previa ketika pemeriksaan dilakukan baik dalam masa antenatal maupun
masa intranatal, dengan ultrasonografi. Oleh karena itu pemeriksaan
ultrasonografi perlu diulang secara berkala dalam asuhan antenatal
maupun intranatal.
Hipotesis sebagai alasan plasenta berimplantasi di segmen bawah
rahim adalah bahwa keberadaan area vaskularisasi endometrium yang
kurang optimal di rongga rahim bagian atas karena operasi atau kehamilan
sebelumnya sehingga implantasi trofoblas terjadi di segmen rahim bawah.
Dari hasil penelitian sebelumnya, sebanyak 52% plasenta previa
ditemukan pada wanita dengan riwayat seksio sesarea. Beberapa studi lain
telah mengobservasi bahwa peningkatan frekuensi plasenta previa pada
wanita dengan riwayat seksio sesarea atau abortus berhubungan dengan
prosedur pembedahan yang merusak rongga uterus, sehingga
menyebabkan plasenta berimplantasi ditempat yang lebih rendah. Pada
operasi seksio sesarea dilakukan sayatan pada dinding uterus sehingga
dapat mengakibatkan perubahan atropi pada desidua dan berkurangnya

1
vaskularisasi. Kedua hal tersebut dapat menyebabkan aliran darah ke
janin tidak cukup dan

1
mengakibatkan pelebaran tempat plasenta dan endometrium yang baik
untuk berimplantasi yaitu di segmen bawah rahim sehingga dapat
menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum. Insiden plasenta
previa meningkat sesuai jumlah abortus sebelumnya. Insiden plasenta
previa sebesar 0,32% pada wanita 1 kali abortus, dan 2,48% pada mereka
yang 4 kali melakukan abortus sebelumnya. Studi lain mengatakan bahwa
wanita dengan riwayat abortus ≥ 2 kali, 2,1 kali lebih berisiko untuk
terjadi plasenta previa.
Kejadian plasenta previa tiga kali lebih sering pada wanita multipara
daripada primipara. Pada multipara, plasenta previa disebabkan
vaskularisasi yang berkurang dan perubahan atrofi pada desidua akibat
persalinan masa lampau. Aliran darah ke plasenta tidak cukup dan
memperluas permukaannnya sehingga menutupi pembukaan jalan lahir.
Penelitian yang dilakukan oleh Wardana pada tahun 2012
menyatakan usia wanita produktif yang aman untuk kehamilan dan
persalinan adalah 20- 35 tahun. Wanita pada umur yang kurang dari 20
tahun mempunyai risiko yang lebih tinggi untuk mengalami plasenta
previa karena endometrium belum matang, dan kejadian plasenta previa
juga sering pada ibu yang berumur diatas 35 tahun karena kesuburan
endometrium berkurang. Wardana menyatakan peningkatan umur ibu
merupakan faktor risiko plasenta previa, karena sklerosis pembuluh darah
arteri kecil dan arteriol miometrium menyebabkan aliran darah ke
endometrium tidak merata sehingga plasenta tumbuh lebih lebar dengan
luas permukaan yang lebih besar, untuk mendapatkan aliran darah yang
adekuat.
Hipotesis lain adalah bahwa area permukaan plasenta yang sangat
besar, seperti pada kehamilan ganda atau sebagai respons terhadap
penurunan perfusi uteroplasenta, meningkatkan kemungkinan plasenta
akan menutupi atau menuju pada ostium servikalis. Plasenta letak rendah
atau plasenta previa lebih sedikit cenderung "bermigrasi" jika ada bekas
luka persalinan sesar sebelumnya. Hal ini disebabkan karena dinding

2
rahim yang

2
tanpa disertai plasenta tumbuh lebih cepat daripada daerah yang tertutup
plasenta.
Plasenta tidak benar-benar bergerak, tetapi jaringan tempat ia
tertanam akan berkembang, menyebabkan plasenta tampak bergerak ke
atas dan menjauhi serviks, tetapi ini terjadi pada kondisi normal.
Mekanisme yang sama tidak terjadi pada uterus yang sudah mengalami
luka operasi sesar. Satu hipotesis adalah bahwa adanya bekas luka seksio
sesarea menyebabkan perubahan kontraktilitas miometrium, mekanisme
yang lain mengemukakan bahwa tidak efektifnya perkembangan plasenta
untuk menjauhi serviks karena integritas zona sambungan miometrium-
endometrium terganggu. Oleh karena itu setiap perubahan pada lokasi
plasenta dapat memberikan bukti tidak langsung sebagai dampak dari
keberadaan bekas luka seksio sesarea pada fungsi rahim, yang mungkin
memiliki implikasi untuk kehamilan selanjutnya.

Gambar 10. Patogenesis dan Patofisiologi Plasenta Previa

2
Pendarahan plasenta diperkirakan terjadi ketika perubahan
bertahap pada serviks dan segmen bawah rahim akibat perkembangan
kehamilan menciptakan ‘shearing force’ atau penggesekan ke tempat
perlekatan plasenta yang inelastis, yang mengakibatkan pelepasan
sebagian dari plasenta. Pemeriksaan vagina atau koitus juga dapat
mengganggu ruang intervili dan menyebabkan perdarahan. Perdarahan
terutama terjadi pada ibu, tetapi perdarahan janin dapat terjadi jika
vascular bed janin terganggu.

2.7 Diagnosis
1. Gejala klinis
a) Pendarahan tanpa sebab, tanpa rasa nyeri, dan biasanya berulang.
Darah biasanya berwarna merah segar.
Merupakan gejala terpenting. Biasanya mulai terjadi pada bulan ke-7,
hal ini dapat disebabkan oleh perdarahan sebelum bulan ke-7 memberi
gambaran yang tidak berbeda dari abortus dan perdarahan pada plasenta
previa disebabkan oleh pergerakan antara plasenta dan dinding rahim
b) Bagian terdepan janin tinggi (floating).
Disebabkan oleh plasenta terletak di kutub bawah sehingga bagian
terendah dapat mendekati pintu atas panggul.
c) Sering dijumpai kelainan letak janin.
d) Pendarahan pertama (first bleeding) biasanya tidak banyak dan tidak
fatal, kecuali bila dilakukan periksa dalam sebelumnya, sehingga pasien
sempat dikirim ke rumah sakit. Tetapi perdarahan berikutnya (reccurent
bleeding) biasanya lebih banyak.
e) Janin biasanya masih baik.

Bahaya yang melanda ibu pada plasenta previa meliputi:


1. Syok hipovolemik
2. Infeksi
3. Emboli udara
4. Kelainan koagulopati

2
5. Kematian

2
Sedangkan bahaya yang melanda anak meliputi:
1. Hipoksia
2. Anemia
3. Kematian

Bahaya-bahaya pemeriksaan
Perdarahan pada ibu hamil trimester tiga harus selalu dicurigai sebagai
akibat plasenta previa atau solusio plasenta. Pemeriksaan dalam sebaiknya
dihindari, segera rujuk pasien ke fasilitas kesehatan seperti rumah sakit
untuk dilakukan pemeriksaan in speculo untuk menyingkirkan penyebab
lain. Pemeriksaan dalam dilakukan bila presentasi anak ialah presentasi
kepala, karena bila anak dalam presentasi bokong akan sukar untuk
dibedakan dengan plasenta yang akan diraba sebagai jaringan lunak.

2. Pemeriksaan dalam
Dari perabaan fornises, teraba bantalan lunak pada presentasi
kepala. Pemeriksaan dalam pada plasenta previa hanya dibenarkan bila
dikakukan di kamar operasi yang telah siap untuk melakukan operasi
segera. Cara ini dikenal sebagai ”double set-up” yang biasanya diikuti oleh
tindakan terminasi kehamilan.
3. Ultrasonografi
Ketepatan diagnosis dengan pencitraan USG mencapai 95% dan
pada USG transvaginam lebih tinggi lagi. Dengan USG biasanya diagnosis
plasenta previa sudah dapat ditegakkan sejak sebelum trimester ketiga.
Namun pada perkembangannya, dapat terjadi migrasi plasenta akibat
berkembangnya segmen bawah rahim sehingga plasenta seolah-olah
bergerak menjauhi ostium uteri internum.

2
Gambar 2. Plasenta previa. A. Pada gambar transvaginal ini pada usia kehamilan
34 minggu, anterior plasenta menutupi sepenuhnya ostium serviks interna yang
digariskan oleh panah. B. Gambar transvaginal pada usia kehamilan 34 minggu ini
menggambarkan plasenta posterior (panah) yang baru saja mencapai tingkat ostium
serviks interna.

2.8 Diagnosis Banding

Plasenta previa terkadang sulit dibedakan dengan penyebab


perdarahanlain yang terjadi pada bulan-bulan akhir kehamilan. Yang
paling umum dari yang harus dibedakan adalah perdarahan solusio
plasenta (abruptio placentae). Berikut tabel yang memperlihatkan
perbedaannya :
Plasenta previa Solusio plasenta (abruptio
placentae
 Gambaran klinis:
 Sifat perdarahan a) Tanpa rasa sakit, a) Nyeri, sering dikaitkan
tampaknya tanpa sebab dengan preeklamsia atau
dan berulang trauma dan terus menerus
b) Perdarahan terlihat b) Perdarahan terlihat,
tersembunyi atau biasanya
dicampur
 Karakter darah Merah terang Berwarna gelap
 Kondisi umum dan Proporsional dengan Di luar proporsi kehilangan
anemia kehilangan darah yang darah yang terlihat dalam
terlihat variasi tersembunyi atau
campuran

Gambaran Terdapat dalam 1/3 kasus
preeklampsia Tidak berhubungan
 Pemeriksaan abdomen
 Ketinggian uterus Tinggi badan proporsional Mungkin membesar secara
dengan usia kehamilan tidak proporsional dalam tipe
tersembunyi
 Perabaan uterus Lembut dan lunak Bisa tegang, lembut dan kaku
 Malpresentasi Malprentasi sering terjadi. Tidak terkait, kepala mungkin
Kepalanya melayang tinggi terlibat

2
 Placentography Plasenta di segmen bawah Plasenta di segmen atas
(USG)

2
 Pemeriksaan vagina Plasenta terasa di segmen Plasenta tidak terasa di segmen
bawah bawah. Pembekuan darah tidak
sama dengan plasenta

2.9 Penatalaksanaan.
Menurut Sukarni. I,. Sudarti (2014), penatalaksanaan plasenta previa yaitu:
(1) Konservatif
Dilakukan perawatan konservatif bila kehamilan kurang 37 minggu,
perdarahan tidak ada atau tidak banyak (Hb masih dalam batas normal),
tempat tinggal pasien dekat dengan rumah sakit (dapat menempuh
perjalanan dalam 1 menit). Perawatan konservatif berupa:
(a) Istirahat
(b) Pemberian hematinik dan spasmolitik untuk mengatasi anemia
(c) Memberikan antibotik bila ada indikasi
(d) Pemeriksaan USG, Hb, dan hematokrit.

Bila selama 3 hari tidak terjadi perdarahan setelah melakukan perawatan


konservatif maka lakukan mobilisasi bertahap. Pasien dipulangkan bila
tetap tidak ada perdarahan. Bila timbul perdarahan segera bawa ke rumah
sakit dan tidak boleh melakukan senggama.

(2) Penanganan aktif


Penanganan aktif bila perdarahan banyak tanpa memandang usia
kehamilan, umur kehamilan 37 minggu atau lebih, anak mati. Penanganan
aktif berupa persalinan pervaginam dan persalinan per abdominal.
Penderita di persiapkan untuk pemeriksaan dalam diatas meja operasi.
(double set up) yakni dalam keadaan siap operasi. Bila pemeriksaan dalam
didapatkan:
(a) Plasenta previa margnalis,
(b) Plasenta previa letak rendah

2
(c) Plasenta previa lateralis atau marginalis dimana janin mati dan serviks
sudah matang, kepala sudah masuk pintu atas panggul dan tidak ada
perdarahan atau hanya sedikit maka lakukan amniotomi yang diikuti
dengan drips oksitosin pada partus pervaginam, bila gagal drips (sesuai
dengan protap terminasi kehamilan). Bila terjadi perdarahan banyak
lakukan seksio caesarea.

Indikasi untuk melakukan seksio caesarea adalah:


(a) Plasenta previa totalis
(b) Perdarahan banyak tanpa henti
(c) Presentase abnormal
(d) Panggul sempit
(e) Keadaan serviks tidak menguntungkan (belum matang)
(f) Gawat janin

Menurut Prawirohardjo (2010), cara menyelesaikan persalinan pada


kehamilan dengan plasenta previa adalah sebagai berikut:
(a) Seksio caesarea
Prinsip utama dalam melakukan seksio caesarea (adalah untuk
menyelamatkan ibu, sehingga walaupun janin meninggal atau tak punya
harapan untuk hidup, tindakan ini tetap di laksanakan).
Tujuan seksio caesarea yaitu melahirkan janin dengan segera sehingga
uterus dapat segera berkontraksi dan menghentikan perdarahan dan
menghindarkan kemungkinan terjadinya robekan pada servik uteri, jika
janin di lahirkan pervaginam.

Tempat implantasi plasenta previa terdapat banyak vaskularisasi sehingga


serviks uteri dan segmen bawah rahim menjadi tipis dan mudah robek,
selain itu, bekas tempat implantasi plasenta sering menjadi sumber
perdarahan karena adanya perbedaan vaskularisasi dan susunan serabut
otot dengan korpus uteri.

2
Siapkan darah pengganti untuk stabilisasi dan pemulihan kondisi ibu.
Lakukan perawatan lanjut pasca bedah termasuk pemantauan perdarahan,
infeksi dan keseimbangan cairan masuk dan cairan keluar.

(b) Melahirkan pervaginam


Perdarahan akan berhenti jika ada penekanan pada plasenta. Penekanan
tersebut dapat dilakukan dengan cara-cara sebagai berikut:
1) Amniotomi dan akselerasi
Umunya dilakukan pada plasenta previa lateralis / marginalis dengan
pembukaan lebih dari 3 cm serta presentasi kepala. Dengan memecah
ketuban, plasenta akan mengikuti segmen bawah rahim dan di tekan
oleh kepala janin. Jika kontraksi uterus belum ada atau masih lemah,
akselerasi dengan infus oksitosin.
2) Versi Braxton Hicks
Tujuan melakukan versi braxton hicks ialah mengadakan temponade
plasenta dengan bokong (dan kaki) janin. Versi braxton hicks tidak
dilakukan pada pada janin yang masih hidup.
3) Cunam Willet-Gauss

2.10 Komplikasi
Kemungkinan infeksi nifas besar karena luka plasenta lebih dekat
pada ostium dan merupakan porte d’entrée yang mudah tercapai. Lagi
pula, pasien biasanya anemis karena perdarahan sehingga daya tahannya
lemah.2 Bahaya plasenta previa adalah :
1. Anemia dan syok hipovolemik karena pembentukan segmen rahim
terjadi secara ritmik, maka pelepasan plasenta dari tempat melekatnya
diuterus dapat berulang dan semakin banyak dan perdarahan yang terjadi
itu tidak dapat dicegah.

2. Akibat plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim dan sifat
segmen ini yang tipis mudahlah jaringan trofoblas dengan kemampuan
invasinya menorobos ke dalam miometrium bahkan sampai ke
3
perimetrium

3
dan menjadi sebab dari kejadian plasenta inkreta bahkan plasenta perkreta.
Paling ringan adalah plasenta akreta yang perlekatannya lebih kuat tetapi
vilinya masih belum masuk ke dalam miometrium. Walaupun tidak
seluruh permukaan maternal plasenta mengalami akreta atau inkreta akan
tetapi dengan demikian terjadi retensio plasenta dan pada bagian plasenta
yang sudah terlepas timbullah perdarahan dalam kala tiga. Komplikasi ini
lebih sering terjadi pada uterus yang yang pernah seksio sesaria.
Dilaporkan plasenta akreta terjadi sampai 10%-35% pada pasien yang
pernah seksio sesaria satu kali dan naik menjadi 60%-65% bila telah
seksio sesaria tiga kali.

3. Serviks dan segmen bawah rahim yang rapuh dan kaya pembuluh darah
sangat potensial untuk robek disertai dengan perdarahan yang banyak.
Oleh karena itu harus sangat berhati-hati pada semua tindakan manual
ditempat ini misalnya pada waktu mengeluarkan anak melalui insisi pada
segmen bawah rahim ataupun waktu mengeluarkan plasenta dengan
tangan pada retensio plasenta. Apabila oleh salah satu sebab terjadi
perdarahan banyak yang tidak terkendali dengan cara-cara yang lebih
sederhana seperti penjahitan segmen bawah rahim, ligasi a.uterina, ligasi
a.ovarika, pemasangan tampon atau ligasi a.hipogastrika maka pada
keadaan yang sangat gawat seperti ini jalan keluarnya adalah melakukan
histerektomi total. Morbiditas dari semua tindakan ini tentu merupakan
komplikasi tidak langsung dari plasenta previa.
4. Kelainan letak anak pada plasenta previa lebih sering terjadi. Hal ini
memaksa lebih sering diambil tindakan operasi dengan segala
konsekuensinya.

5. Kehamilan prematur dan gawat janin sering tidak terhindarkan karena


tindakan terminasi kehamilan yang terpaksa dilakukan dalam kehamilan
belum aterm. Pada kehamilan < 37 minggu dapat dilakukan amniosintesis
untuk mengetahui kematangan paru-paru janin dan pemberian

3
kortikosteroid untuk mempercepat pematangan paru janin sebagai upaya
antisipasi.

6. Solusio plasenta
7. Kematian maternal akibat perdarahan
8. Disseminated intravascular coagulation (DIC)
9. Infeksi sepsis.

2.11 Prognosis

Prognosis Neonatal:
Ada peningkatan mortalitas dan morbiditas neonatal tiga kali lipat hingga
empat kali lipat dengan plasenta previa terutama dari persalinan prematur.
Neonatus berada pada peningkatan risiko kelahiran prematur, berat badan
lahir rendah, skor APGAR lebih rendah, dan peningkatan risiko sindrom
gangguan pernapasan.

Prognosis Ibu:
Sekitar 90% kasus plasenta previa sembuh melalui persalinan. Jing et al.
2018 menemukan bahwa wanita dengan plasenta anterior memiliki faktor
prognostik yang lebih buruk dan lebih mungkin mengalami kehilangan
darah masif dantingkat histerektomi yang lebih tinggi dibandingkan
dengan lokasi lain. Hasil ini sekunder dari plasenta yang menempel pada
insisi uterus sebelumnya yang menyebabkan PAS dan insisi melewati
plasenta. Pasien dengan plasenta previa yang dikonfirmasi berisiko
mengalami transfusi darah, cedera pada organ terdekat, histerektomi sesar
(0,2%), masuk perawatan intensif, dan kematian. Ada juga peningkatan
risiko pada kehamilan berikutnya.

3
BAB III
IDENTIFIKASI KASUS

3.1 IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. Y
Umur : 33 Tahun
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Suku : Sunda
Gol Darah :O
Alamat : Kavling Cimahi
No RM : 22886XX
Tanggal Masuk : 19 Mei 2022 pukul 03.00 WIB

Nama Suami : Tn. R


Umur : 55 Tahun
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Tukang bangunan
Agama : Islam
Suku : Sunda
Alamat : Kavling Cimahi

3.2 ANAMNESIS

Dilakukan secara autoanamnesis dengan pasien pada tanggal 20 Mei 2022


pukul 09.00 WIB di ruang Camellia.
Keluhan Utama :
Keluar perdarahan dari jalan lahir

Keluhan Tambahan :
Pasien mengeuh badan terasa lemas

3
Riwayat Penyakit Sekarang :
Ibu G7P5A1 merasa hamil 35 minggu datang ke IGD Kebidanan
RSUD Kabupaten Bekasi pada tanggal 19 Mei 2022 pukul 03.00 WIB
mengeluh perdarahan dari jalan lahir sejak 3 jam SMRS. Perdarahan
membasahi ± 2 pembalut penuh. Pasien mengaku warna perdarahan yang
keluar dari jalan lahir merah segar dan disertai gumpalan. Keluhan nyeri
perut tidak ada. Pasien mengaku bahwa ini merupakan perdarahan banyak
pertama kalinya. Mules-mules yang semakin sering dan bertambah kuat
belum dirasakan ibu. Keluar cairan banyak dari jalan lahir belum
dirasakan ibu. Gerak janin dirasakan ibu. Pasien juga mengelukan
badannya terasa lemas sejak terjadinya perdarahan.
Namun sebelumnya sempat pernah timbul flek-flek darah pada 1 bulan
SMRS dan melakukan pemeriksaan USG di Klinik. Dari hasil USG
dikatakan bahwa ari-ari menutupi jalan lahir dan pasien dirujuk ketika
melahirkan harus di rumah sakit. Saat itu pasien tidak dirawat.
Tidak terdapat riwayat perdarahan pada kehamilan sebelumnya. Tidak
terdapat riwayat ari-ari menutupi jalan lahir pada kehamilan sebelumnya.
Pasien memiliki riwayat operasi caesar pada tahun 2013, 2017, dan 2019.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Riwayat anemia saat kehamilan ke 4 (+), riwayat hipertensi saat
kehamilan ke 5 dan 6 (+) dan riwayat operasi caesar (+). Keluhan riwayat
penyakit serupa, diabetes melitus, penyakit jantung, penyakit ginjal,
penyakit tiroid, asma, alergi, dan keganasan disangkal pasien.

Riwayat Penyakit Keluarga :


Keluarga tidak ada yang mengalami keluhan riwayat penyakit serupa.
Hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, penyakit ginjal, penyakit
tiroid, asma, alergi, dan keganasan disangkal.

3
STATUS REPRODUKSI
Riwayat Menstruasi :
 Menarche : 12 Tahun
 Siklus haid : Teratur setiap 28 hari sekali
 Lama haid : 5-7 hari
 Banyaknya haid : 2 pembalut/hari
 Keluhan saat haid : Tidak ada

Riwayat Pernikahan :
Pasien menikah sebanyak 2 kali. Pasien pertama kali menikah dan aktif
secara seksual pada usia 16 tahun, lama pernikahan 5 tahun (2005-2010).
Perkawinan dengan suami kedua pada usia 24 tahun, lama pernikahan 9
tahun (2013 - sampai saat ini).

Riwayat Kontrasepsi :
Pasien tidak pernah menggunakan alat kontrasepsi jenis apa pun.

Riwayat Obstetri:
 Paritas : G7P5A1
 HPHT : 20 September 2021
 HPL : akhir Juni 2022
 Usia kehamilan : 35 minggu

Riwayat Persalinan:
Tahun Tempat Usia Jenis Anak Anak
No Penolong Penyulit Nifas
partus Partus kehamilan persalinan JK BB sekarang
1 2007 Rumah >37 minggu Normal Paraji - L 3000 g t.a.k Hidup
2 2009 Rumah >37 minggu Normal Paraji - P 2800 g t.a.k Hidup
3 2010 ABORTUS
4 2013 RS >37 minggu SC Sp.OG Anemia L 2560 g t.a.k +
5 2017 RS >37 minggu SC Sp.OG HT P 2700 g t.a.k Hidup

3
6 2019 RS >37 minggu SC Sp.OG HT L 2500 g t.a.k Hidup
7 Hamil ini

Riwayat Antenatal Care


Pasien mengaku tidak rutin melakukan kontrol kehamilannya ke bidan
karena jauh dari tempat tinggalnya. Pasien kontrol kehamilan 2x pada
trimester I dan II di klinik dengan bidan.

3.3 PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan umum : Tampak sakit


sedang Kesadaran :
Composmentis Tanda vital
- Tekanan darah : 100/70 mmHg
- Nadi : 109 x/menit
- Suhu : 36,7 oC
- Pernafasan : 22 x/menit
- Saturasi O2 : 98% room air
BB : 60 kg
TB : 135 cm
BMI : 32,92 kg/m2

Status Generalis
Kulit : Berwarna kuning langsat
Kepala : Normocephal, rambut tidak mudah dicabut
Wajah : Simetis, pucat (-)
Mata : Konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/-, RCL/RTCL
+/+ Hidung : Normal, napas cuping hidung (-), secret (-)
Telinga : Bentuk normal, secret (-/-) pembesaran KGB retroaurikuler
(-/-) dan preauricula (-/-)
Mulut : Bibir sianosis (-), mukosa mulut basah, faring hiperemis (-),
tonsil T1-T1 hiperemis (-)

3
Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-)
Paru : SN Vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-
Jantung : BJ I – II normal reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : lihat status obstetri
Ekstremitas : Akral sedikit dingin, CRT <2", edema (-)

STATUS OBSTETRI
a. Pemeriksaan Luar
Inspeksi
 Wajah : Chloasma gravidarum (+)
 Payudara : Membesar (+/+), areola melebar dan hiperpigmentasi (+/+),
papilla mammae menonjol (+/+)
 Abdomen : Tampak cembung gravida, linea nigra (+)

Palpasi
 TFU : 30 cm
 Leopold I : Teraba bagian keras, bulat, melenting, kesan kepala
 Leopold II : Teraba bagian keras memanjang, kesan punggung
disebelah kanan dan bagian kecil-kecil menonjol, kesan ekstremitas
disebelah kiri
 Leopold III : Teraba bagian lunak, tidak melenting, kesan bokong
 Leopold IV : Konvergen
 TBJ klinis : (30– 13) x 155 = 2.635 gram

Auskultasi
 His : 1x10’x15”
 DJJ : 129x/menit

b. Pemeriksaan Dalam
 Vulva/vagina : Tidak dilakukan
 Portio : Tidak dilakukan

3
 Ø : Tidak dilakukan

3
 Ketuban : Tidak dilakukan
 Presentasi : Tidak dilakukan

3.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG


 Pemeriksaan (19/05/2022) – R. VK Delima
Hasil Satuan Nilai rujukan
Hematologi
Hemoglobin 4,7 (LL) g/dL 12.0 – 16,0
Hematokrit 14 (LL) % 38,0 – 47,0
Eritrosit 1,80 (L) 106/uL 4,20 – 5,40
MCV 77 (L) fL 80 – 96
MCH 26 (L) pg/mL 28 – 33
MCHC 34 g/dL 33 – 36
Trombosit 287 103/uL 150 – 450
Leukosit 16,5 (H) 103/uL 5,0 – 10,0
Hitung Jenis
Basofil 0 % 0,0 – 1,0
Eosinofil 0 (L) % 1,0 – 6,0
Neutrofil 83 (H) % 50 – 70
Limfosit 12 (L) % 20 – 40
NLR 6.92 (H) ≤ 5,80
Monosit 5 % 2–9
LED 70 (H) mm/jam < 15
Kimia Klinik
SGOT 64 (H) U/L < 32
SGPT 63 (H) U/L < 31
Ureum Kreatinin
Ureum 22 mg/dL 15 – 40
Kreatinin 0,8 mg/dL 0,51 – 0,95
eGFR 97,2 mL/min/1,72 m2 > 60

4
Glukosa Sewaktu 96 mg/dL 80 – 170
Golongan darah & Rhesus
Golongan Darah O
Rhesus (+) positif
Hemostasis
PT 9,2 (L) detik 10,3 – 12,9
APTT 35.1 (H) detik 25,8 – 33,7
Serologi
HIV reagen 1 Non reaktif Non reaktif
HbsAg Non reaktif Non reaktif
 Pemeriksaan (20/05/2022) – R. Camellia
Hasil Satuan Nilai rujukan
Hematologi
Hemoglobin 6,6 (LL) g/dL 12.0 – 16,0
Hematokrit 19 (LL) % 38,0 – 47,0
Eritrosit 2,30 (L) 106/uL 4,20 – 5,40
Trombosit 244 103/uL 150 – 450
Leukosit 16.1 (H) 103/uL 5,0 – 10,0

 Pemeriksaan USG 19/05/2022


Janin tunggal hidup intrauterine, Plasenta di corpus belakang meluas ke
bawah sampai menutupi seluruh OUI.

4
 Pemeriksaan CTG 19/05/2022
Basal Heart Rate : 150 BPM

3.5 RESUME
Ny. Y, usia 33 tahun G7P5A1 gravida 35 minggu mengeluh perdarahan
dari jalan lahir sejak 3 jam SMRS. Perdarahan membasahi ± 2 pembalut
penuh. Pasien mengaku warna perdarahan yang keluar dari jalan lahir merah
segar dan disertai gumpalan. Sebelumnya sempat pernah timbul flek-flek
darah pada 1 bulan SMRS dan melakukan pemeriksaan USG di Klinik. Dari
hasil USG dikatakan bahwa ari-ari menutupi jalan lahir. Gerak janin dirasakan
ibu. Mules- mules dan keluar cairan dari jalan lahir belum dirasakan ibu.
Pasien memiliki riwayat operasi caesar pada tahun 2013, 2017, dan 2019.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 100/70 mmHg, nadi
109 x/menit, napas 22 x/menit, suhu 36,7 C, SpO2 98 %. Status generalis
terdapat konjungtiva anemis, chloasma gravidarum (+), payudara
membesar(+/+), areola melebar dan hiperpigmentasi(+/+), papilla mammae
menonjol (+/+), abdomen cembung gravida, linea nigra(+). Pada pemeriksaan
leopold didapakan TFU 30 cm, bagian teratas kepala, punggung kanan, bagian

4
terbawah bokong belum masuk PAP (konvergen). Pada janin didapatkan his
1x10’x15” dan DJJ 129x/menit. Tidak dilakukan pemeriksaan dalam.
Pada pemeriksaan USG Plasenta di corpus belakang meluas ke bawah
sampai menutupi seluruh OUI. Pemeriksaan CTG didapatkan basal heart rate
150 bpm. Pemeriksaan laboratorium didapatkan anemia berat (4,7 g/dL),
hematocrit menurun, leukositosis, neutrofilia, limfositopenia.

3.6 DIAGNOSIS KERJA


Ibu : G7P5A1 gravida 35 minggu dengan Perdarahan Antepartum et
causa Plasenta Previa Totalis + Anemia Berat + Riwayat SC 3x
Bayi : Janin tunggal, hidup, intrauterine, presentasi bokong, DJJ : 129
X/menit reguler

3.7 RENCANA
PENATALAKSANAAN Non
Medikamentosa :
- Observasi KU, TTV, DJJ
- Observasi perdarahan
- Pasang kateter urin
- Rujuk Sp.OG untuk pro SC + MOW

Medikamentosa :
- IVFD RL + 2 amp Bricasma 10 tpm
- Transfusi PRC 500cc -> Hb ≥ 10 gr/dL
- Inj. Asam traneksamat 3 x 1 amp
- Inj. Dexamethasone 2 x 1 amp IM, 2 x 24 jam -> pematangan paru

3.8 PROGNOSIS
 Quo ad vitam : ad bonam
 Quo ad sanactionam : ad bonam
 Quo ad functionam : dubia
4
3.9 FOLLOW UP
22/05/2022 24/05/2022
S Pasien mengeluh nyeri pada luka Pasien mengatakan nyeri luka post
post op op sudahberkurang, sudah dapat
berjalan
O Keadaan umum: TSS Keadaan umum: TSS
Kesadaran: komposmentis Kesadaran: komposmentis
TD : 120/80 mmHg TD : 120/80 mmHg
Nadi : 88x/menit Nadi : 84x/menit
Suhu : 36,6oC Suhu : 36,7oC
Mata : CA +/+ Mata : CA +/+
Abdomen: Abdomen:
Inspeksi: tampak luka post op Inspeksi: tampak luka post op kering
belum kering, perut datar, simetris tidak ada tanda-tanda infeksi, perut
Palpasi: supel, nyeri tekan (+), TFU datar, simetris
2 jari dibawah pusat Palpasi: supel, nyeri tekan (+), TFU
Perkusi: Tymphani 2 jari dibawah pusat
Auskultasi: BU (+) Perkusi: Tymphani
Ekstremitas : Pembesaran KGB (-) Auskultasi: BU (+)
Lokore : Rubra Ekstremitas : Pembesaran KGB (-)
Laboratorium -> Hb : 7,2 Lokore : Rubra
Laboratorium -> Hb : 8,7
A P6A1 Post SC + MOW a/I Plasenta P6A1 Post SC + MOW POD 2 a/I
previa totalis + Riwayat SC 3x+ Plasenta previa totalis + Riwayat SC
Anemia berat 3x+ Anemia berat
P Perbaikan KU BLPL
IVFD RL 16 tpm
2 amp Oksitosin 16 tpm
Transfusi PRC s.d Hb ≥10 g/dL
Inj. Ceftriaxone 3x1 gram drip

4
BAB IV
ANALISIS KASUS

1. Bagaimana penegakan diagnosis pada pasien ini?


G7P5A1 H. 35 Minggu dengan Plasenta Previa Totalis + Anemia Berat
+ Riwayat SC 3x
Teori Kasus
Anamnesa : Anamnesis
Faktor Risiko Faktor risiko
- Multipara - Riwayat P5A0 (multiparitas)
- Mioma Uteri - Riwayat SC 3x
- Riwayat plasenta previa sebelumnya
- Kuretase berulang
- Riwayat Sectio Caesarea
- Usia lanjut >35 tahun
- Kadar Maternal Serum Alpha-Fetoprotein
(MSAFP)
- Multiple pregnancy
- Merokok

Gejala Klinis Gejala klinis


 Perdarahan dari jalan lahir tanpa rasa nyeri - Keluar darah dari jalan lahir sejak 3
 Timbul setelah bulan ke-7 jam SMRS, gumpalan darah (+)
 Pasien belum mengeluhkan tanda-tanda - Tidak disertai nyeri
kontraksi persalinan - Keluhan muncul tiba-tiba
 Tanpa sebab dan berulang - Lemas (+)

 Perdarahan berwarna merah cerah/segar


 Onset mendadak
 Mudah lemas dan cepat lelah (anemia)

4
Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan fisik didapatkan
- Observasi TTV, DDJ tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 109
- Konjungtiva anemis dan wajah pucat x/mnt, napas 22 x/menit, suhu 36,7 oC,
(anemia) SpO2 98%. Status generalis terdapat
Pemeriksaan Obstetri konjungtiva pucat.
- Bagian terendah janin sangat tinggi Pada pemeriksaan obstetri
- Ukuran panjang rahim berkurang didapatkan bagian terbawah janin
belum masuk PAP
Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan penunjang
- Hitung darah lengkap Pada pemeriksaan penunjang
- Ketepatan diagnosis dengan USG laboratorium didapatkan anemia ↓
transabdominal mencapai 95-98% berat (4,7 g/dL), hematocrit ↓.
- Jika lokasi plasenta masih dipertanyakan, Pada pemeriksaan USG didapatkan
maka sonografi transvaginal adalah metode Plasenta di corpus belakang meluas ke
penilaian yang paling akurat, aman, bawah sampai menutupi seluruh OUI.
meski ada pendarahan.
- MRI telah terbukti berguna untuk evaluasi
plasenta yang melekat secara tidak wajar ->
mahal, teknik ini sepertinya tidak akan
menggantikan sonografi untuk evaluasi
rutin dalam waktu dekat

2. Apakah penatalaksanaan pada pasien sudah tepat ?


Teori Kasus
Penatalaksanaan : Penatalaksanaan :
Rencanakan terminasi kehamilan jika Pasien dilakukan manajemen aktif
memenuhi kriteria sebagai berikut : dengan rencana penanganan section
- Kehamilan aterm (≥ 37 minggu) atau BB caesarea dan MOW karena pada
janin cukup kasus didapatkan plasenta previa
- Ada tanda-tanda inpartu/persalinan totalis, keadaan umum ibu tidak baik

4
- Perdarahan banyak dan aktif (≥500 cc atau (Hb 4,7 g/dL), dan terdapat
lebih tanpa memandang usia kehamilan) perdarahan banyak. Selain itu
- Keadaan umum ibu tidak baik (Hb < 8 dilakukan MOW karena jumlah anak
g/dL)
pasien sudah cukup dan mengurangi
- Janin mati / menderita anomali / keadaan
kejadian plasenta previa berulang.
yang mengurangi kelangsungan hidupnya
Rencana penanganan Sectio Caesaria dengan
indikasi:
- Plasenta previa totalis
- Plasenta previa pada primigravida
- Plasenta previa janin letak lintang atau
sungsang
- Fetal distress
- Plasenta letak rendah
- Perdarahan sangat banyak dan mengalir
cepat

4
BAB V
KESIMPULAN

Plasenta previa ialah plasenta yang berimplantasi rendah atau sangat


berdekatan dengan ostium uteri internum sehingga menutupi sebagian atau
seluruh ostium uteri internum. Implasntasi plasenta normalnya terjadi di dinding
depan, dinding belakang rahim atau di fundus uteri. Prevalensi yang dilaporkan
bervariasi antara satu dalam 100 hingga satu dalam 1.000 kelahiran hidup. Secara
umum kondisi ini ditemukan pada 0,4 persen hingga 0,6 persen dari semua
kelahiran. Gambaran klasik perdarahan di plasenta previa adalah onset mendadak,
tidak nyeri, tampaknya tanpa sebab, berulang dan biasanya berwarna merah
terang. Tatalaksan yang dapat diberikan dapat dibagi menjadi 2 yaitu terminasi
kehamilan dan ekpektatif.

4
DAFTAR PUSTAKA

Almabri, A, et al. 2017. Management of Placenta Previa During Pregnancy. The


Egyptian Journal of Hospital Medicine. KING ABDULAZIZ
UNIVERSITY.

Anderson-Bagga FM, Sze A. Placenta Previa. [Updated 2021 Jun 26]. In:
StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan-
Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK539818/

Brugger B, Guettler J, Gauster M. Go with the Flow—Trophoblasts in Flow


Culture. International Journal of Molecular Sciences. 2020;21(13):4666.

Casanova, Robert. Beckmann and Ling’s Obstetrics and Gynecology. 8th ed. 2019.

Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Dashe JS, Hoffman BL, Casey BM, et
al. Multifetal Pregnancy. In: Williams Obstetrics, 25e [Internet]. New York,
NY: McGraw-Hill Education; 2018.Prawihardjo S dan Wiknjosastro, H.
2020. Ilmu Kebidanan; Perdarahan Pada Kehamilan Lanjut dan Persalinan .
Ed.4, Hal. 493. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Fitrianingsih, 2014. Fitrianingsih U (2014).http : //ulfia26.blogspot. co. id/


2014/05/kti-plasenta-previa.html,

Jansen CHJR, Kastelein AW, Kleinrouweler CE, et al. Development of placental


abnormalities in location and anatomy. Acta Obstet Gynecol Scand.
2020;99(8):983-993. doi:10.1111/aogs.13834

Knöfler M, Haider S, Saleh L, Pollheimer J, Gamage TKJB, James J. Human


placenta and trophoblast development: key molecular mechanisms and
model systems. Cell Mol Life Sci. 2019;76(18):3479-3496.
doi:10.1007/s00018- 019- 03104-6

4
KSM/Dep. Obstetri & Ginekologi RSUP Dr.Hasan Sadikin Bandung Fakultas
Kedokteran Universitas Padjadjaran. Panduan Praktik Klinik Obstetri &
Ginekologi. 2021.Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas
Kesehatan Dasar dan Rujukan. Kemenkes RI. 2013.

Martaadisoebrata D et al. 2020. Obstetri Patologi: Ilmu Kesehatan Reproduksi Edisi


3. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, pp: 79-84

Pirjani R, Seifmanesh F, Tehranian A, Hosseini L, Heidari R, Ghajar A et al.


Placental implantation and migration following a previous caesarean section
scar. Australian and New Zealand Journal of Obstetrics and Gynaecology.
2016;57(1):115-117.

Sadler, T. W., and Jan Langman. Langman's Medical Embryology. 13th ed.
Philadelphia: Wolters Kluwer Health/Lippincott Williams & Wilkins, 2016.
MLA Citation.

Yeeles, H., & Jha, S. (2016). Antepartum haemorrhage. Antenatal Disorders for
the MRCOG and Beyond, 13–26. doi:10.1017/cbo9781107585799.003

Anda mungkin juga menyukai