Disusun Oleh:
Danti Fadhila 1102016046
Pembimbing:
dr. Ronny, Sp.OG
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................2
DAFTAR ISI.......................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN....................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.........................................................5
2.1 EMBRIOLOGI PLASENTA................................................5
2.2 DEFINISI............................................................................13
2.3 EPIDEMIOLOGI................................................................13
2.4 ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO............................13
2.5 KLASIFIKASI....................................................................16
2.6 PATOFISIOLOGI...............................................................17
2.7 DIAGNOSIS.......................................................................20
2.8 DIAGNOSIS BANDING....................................................21
2.9 TATALAKSANA...............................................................23
2.10 KOMPLIKASI..................................................................25
2.11 PROGNOSIS.....................................................................27
BAB III LAPORAN KASUS............................................................28
3.1. IDENTITAS PASIEN........................................................28
3.2. ANAMNESIS.....................................................................28
3.3. PEMERIKSAAN FISIK....................................................31
3.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG.......................................33
3.5. RESUME............................................................................35
3.6. DIAGNOSIS KERJA.........................................................36
3.7. RENCANA PENATALAKSANAAN...............................36
3.8. PROGNOSIS......................................................................36
3.9. FOLLOW UP....................................................................37
BAB IV ANALISA KASUS..............................................................38
BAB V KESIMPULAN....................................................................41
DAFTAR PUSTAKA........................................................................42
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Gambar 1. Pembentukan Plasenta Hari ke-8: Diferensiasi Trofoblas dan Massa Sel Dalam (Inner
Cell Mass).
Pada hari ke-8 hingga akhir dari minggu ke-2 kehamilan, trofoblas
membentuk2 lapisan; (1) sitotrofoblas di depan dan (2) sinsitiotrofoblas
yang berada di dalam endometrium. Tumbuh Membran Heuser
exocoelomic di antara sitotrofoblas dan yolksac primitif. Mesoderm ekstra
embrionik tumbuh kemudian membentuk kantung korion. Plasenta pars
5
fetalis dibentuk dari lapisan luar trofoblas. Pasca ovulasi, jaringan
endometrium masuk ke fase sekresi. Pada kehamilan endometrium menjadi
desidua, sekresi kelenjar dan vaskularisasi meningkat. Trofoblas
membentuk 2 lapis sel; 1) sel lapisan dalam dinamakan sitotrofoblas
berupa sel kuboid dan 2) sel di lapisan luar dinamakan sinsitiotrofoblas.
Sitotrofoblas berimplantasi di desidua basalis membentuk vill korialis,
kemudian menjadi plasenta pars embrional. Sinsitiotrofoblas
menghasilkan hormon hCG yang merangsang pembentukan progesteron
dari korpus luteum. Sinsitiotrofoblas menembus dinding uterus, bersamaan
dengan pertumbuhan inner cell mass, sel yang pluripoten membentuk 3
lapisan sel germinal. Sitotrofoblas dan sinsitiotrofoblas akan membentuk
primary chorionic villi sedangkan mesoderm ekstraembrionik akan
membentuk secondary villi akan berkembang membentuk sistem
kardiovaskular fetus sejak minggu ke-4 kehamilan. Bagian vili dan korion
frondosum membentuk bagian fetus dari plasenta sedangkan desidua
basalis menjadi bagian maternal dari plasenta (Gambar 2).
6
ke-5 kehamilan terjadi pembentukan septum desidua yang akan terproyeksi
menuju intervillous space membentuk kotiledon-kotiledon. (Gambar 3
dan 4).
7
terjadi invasi tahap kedua yaitu sel-sel trofoblas masuk ke dalam lumen
arteria spiralissampai basal arteri tersebut dalam miometrium. Selanjutnya
proses seperti tahap pertama kemudian terjadi lagi (penggantian endotel,
perusakan jaringan muskulo-elastik dan perubahan fibrinoid dinding arteri).
Akhir dari proses ini adalah pembuluhdarah yang berdinding tipis (thin-
walled), lemas (flaccid) dan berbentuk seperti kantong (saclike) yang
memungkinkan terjadinya dilatasi secara pasif untukmenyesuaikan dengan
kebutuhan aliran darah yang meningkat.
8
mendapat oksigen dan nutrisi dari ibu dari plasenta melalui plasenta vena
umbilikalis. Darah dialirkan sebagian melalui duktus venosus, sebagian lagi
ke hepar melewati vena porta, lalu selanjutnya masuk vena cava inferior.
Darah kemudian menuju atrium kanan dari jantung. Sebagian dialirkan
melalui foramen ovaledarah menuju atrium kiri ke ventrikel kiri dan
sebagian besar darah dialirkan ke aorta untuk dipompakan ke seluruh
tubuh. Sebagian kecil dari ventrikel kanan melalui sistempulmonal masuk
ke A. pulmonalis dan kembali ke aorta melalui duktus arteriosus. Darah
dari aorta abdominalis sebagian kembali melalui A. Iliaca Interna menuju
A. umbilikalis kembali ke plasenta. CO2 dan sisa metabolit dari janin
9
Gambar 7 Sirkulasi Uteroplasenta
10
vena selama kontraksi uterus dan mencegah pemerasan darah ibu dari ruang
intervili
11
juga menjelaskan mengapa plasenta previa bermigrasi lebih jarangdaripada
plasenta letak rendah dan mengapa plasenta anterior bermigrasi lebih sering
daripada plasenta posterior. Plasenta anterior bermigrasi lebih sering
daripada plasentaposterior. Hal ini mungkin disebabkan oleh trofotropisme.
Segmen bawah anterior uterus biasanya jauh lebih tipis dan akibatnya
memiliki suplai darah yang lebih sedikit daripada korpus uteri anterior.
Kondisi ini menyebabkan migrasi plasenta ke arah fundus. Namun, segmen
posterior uterus bagian bawah biasanya lebih tebaldibandingkan dengan
korpus posterior, sehingga sedikit atau tidak ada migrasi. Hal ini
menyebabkan migrasi yang lebih sedikit dari plasenta letak rendah di area
posterior. Penjelasan lain adalah teori plasentasi dinamis, di mana dinding
rahim anterior lebih mengembang daripada dinding posterior saat rahim
tumbuh. Segmen bawah rahim khususnya menjadi lebih besar selama
kehamilan karena pemanjangan dan hipertrofi, menyebabkan pembesaran
rahim terutama di sisi anterior, menjelaskan migrasi plasenta, terutama di
plasenta anterior. Hal penting lainnya adalah bahwa plasenta akan lebih
sulit untuk bermigrasi apabila terdapat bekas luka seksio sesarea. Untuk
kehamilan kembar, tingkat persistensi previa jauh lebih tinggi.
Plasenta previa disertai panjang serviks previa <30 mm di trimester ketiga
dapat meningkatkan risiko perdarahan, aktivitas uterus, dan kelahiran
prematur.
12
2.2 Definisi Plasenta Previa.
Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya tidak normal yaitu
berimplantasi rendah sehingga menutupi sebagian atau seluruh ostium
uteri internum (OUI). (L.prae = di depan; vias = jalan). Pada saat ini,
diagnosis hampir seluruhnya ditegakkan oleh pemeriksaan USG. Plasenta
previa dapat menyebabkan perdarahan yang berlebihan pada pelepasan
plasenta setelah melahirkan karena segmen bawah rahim lebih fibrous
(longgar) dan kurang berotot daripada fundus dan dengan demikian tidak
berkontraksi dengan baik di sekitar arteri spiralis. Pada plasenta previa,
darah yang hilang adalah darah ibu, kecuali untuk kasus vasa previa yang
jarang terjadi. Pada vasa previa, janin juga ikut hilang dan gangguan janin
dapat terjadi dengan cepat serta dapat menimbulkan gejala.
2.3 Epidemiologi.
Plasenta previa lebih banyak pada kehamilan dengan paritas tinggi dan
pada usia diatas 30 tahun. Juga lebih sering terjadi pada kehamilan ganda
daripada kehamilan tunggal. Insiden plasenta previa telah meningkat
selama 30 tahun terakhir. Insiden yang dilaporkan rata-rata 0,3 persen atau
1 kasus per 300 hingga 400 persalinan. Frekuensi kejadian plasenta previa
di Parkland Hospital dari 1988 hingga 2003 untuk hampir 250.000
kelahiran adalah 2,6 per 1000. Untuk periode 2004 hingga 2015, kejadian
plasenta previa meningkat menjadi 3,8 per 1000. Frekuensi serupa telah
dilaporkan dariAustria, Finlandia, dan Israel. Sedangkan Di Indonesia
dilaporkan oleh beberapa peneliti kasus plasenta previa berkisar antara
2,4% sampai 3,56% dari seluruh kehamilan.
1
dengan vaskularisasi abnormal pada endometrium yang disebabkan oleh
jaringan parut atau atrofi dari trauma, pembedahan atau infeksi sebelumnya.
Keadaan endometrium yang kurang baik menyebabkan plasenta harus
tumbuh meluas untuk mencakupi kebutuhan janin. Plasenta yang tumbuh
meluas akan mendekat atau menutupi ostium uteri internum.
1
lebih besar dari
1
empat dan yang memiliki lebih dari empat kelahiran sesar sebelumnya.
Wanita dengan insisi uterus sebelumnya dan plasenta previa memiliki
kemungkinan yang lebih tinggi bahwa histerektomi sesar akan
diperlukan karena terkait plasenta yang melekat secara tidak sehat.
Dalam satu penelitian, 6 persen wanita dengan persalinan sesar primer
untuk previa memerlukan histerektomi.
3. Merokok
Merokok meningkatkan risiko relatif plasenta previa dua kali lipat.
Telah dihipotesiskan bahwa hipoksemia karbon monoksida
menyebabkan hipertrofi plasenta sehingga memberikan kompensasi
dengan membentuk permukaan plasenta yang lebih luas. Merokok juga
dapat berhubungan dengan vaskulopati desidua. Terakhir, leiomioma
uteri merupakan faktor risiko terjadinya previa.
4. Kadar Serum Alfa-Fetoprotein Maternal (MSAFP)
MSAFP dapat meningkat secara abnormal karena alasan yang tidak
dapat dijelaskan selama skrining prenatal, meningkatkan risiko previa
dan sejumlah kelainan lainnya. Selain itu, wanita dengan tingkat
MSAFP previa dan komorbid: 2,0 kali lipat pada usia kehamilan 16
minggu berisiko lebih besar mengalami perdarahan akhir kehamilan
dan kelahiran prematur.
5. Assisted Reproductive Technology (ART)
Teknologi reproduksi berbantuan (ART) seperti IVF atau inseminasi
yang digunakan untuk konsepsi meningkatkan risiko plasenta previa.
Wanita dengan usia tua dan kehamilan multifetal merupakan risiko
yang umum untuk fertilisasi in vitro maupun plasenta previa.
6. Riwayat defisien pada endometrium karena adanya atau riwayat bekas
luka uterus :
1. Endometritis
2. Pengangkatan Plasenta Secara Manual
3. Kuretase
4. Fibroid Submukosa
1
7. Multiple Pregnancy
8. Riwayat Plasenta Previa sebelumnya
2.5 Klasifikasi.
Plasenta previa diklasifikasikan menjadi :
1. Plasenta previa totalis atau komplit adalah plasenta yang menutupi
seluruh ostium uteri internum.
2. Plasenta previa parsialis adalah plasenta yang menutupi sebagian ostium
uteri internum
3. Plasenta previa marginalis adalah plasenta yang tepinya berada pada
pinggir ostium uteri internum.
4. Plasenta letak rendah adalah plasena yatg berimplantasi pada segmen
bawah rahim demikian rupa sehingga tepi bawahnya berada pada jarak
lebih kurang 2 cm dari ostium uteri internum. Jarak yang lebih dari 2 cm
dianggap plasenta letak normal.
5. Vasa previa adalah pembuluh darah janin terdapat di membran yang
melintasi ostium
1
2.6 Patogenesis.
Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen
bawah rahim (SBR) sehingga menutupi seluruh atau sebagian dari ostium
uteri internum (OUI). Kejadian plasenta previa meningkat pada keadaan-
keadaan yang membuat kondisi endometrium kurang baik, misalnya
karena atrofi endometrium atau kurang baiknya vaskularisasi desidua pada
segmen atas uterus. Sebagai akibat dari hal tersebut, plasenta akan meluas
dalam upayanya untuk mendapatkan suplai darah yang lebih memadai.
Sejalan dengan bertambah membesarnya rahim dan meluasnya segmen
bawah bawah rahim kearah proksimal memungkinkan plasenta yang
berimplantasi pada segmen bawah rahim ikut berpindah mengikuti
perluasan segmen bawah rahim seolah-olah plasenta tersebut bermigrasi.
Ostium uteri yang secara dinamik mendatar dan meluas dalam persalinan
kala satu bisa mengubah luas permukaan serviks yang tertutup oleh
plasenta. Fenomena ini berpengaruh pada derajat atau klasifikasi plasenta
previa ketika pemeriksaan dilakukan baik dalam masa antenatal maupun
masa intranatal, dengan ultrasonografi. Oleh karena itu pemeriksaan
ultrasonografi perlu diulang secara berkala dalam asuhan antenatal
maupun intranatal.
Hipotesis sebagai alasan plasenta berimplantasi di segmen bawah
rahim adalah bahwa keberadaan area vaskularisasi endometrium yang
kurang optimal di rongga rahim bagian atas karena operasi atau kehamilan
sebelumnya sehingga implantasi trofoblas terjadi di segmen rahim bawah.
Dari hasil penelitian sebelumnya, sebanyak 52% plasenta previa
ditemukan pada wanita dengan riwayat seksio sesarea. Beberapa studi lain
telah mengobservasi bahwa peningkatan frekuensi plasenta previa pada
wanita dengan riwayat seksio sesarea atau abortus berhubungan dengan
prosedur pembedahan yang merusak rongga uterus, sehingga
menyebabkan plasenta berimplantasi ditempat yang lebih rendah. Pada
operasi seksio sesarea dilakukan sayatan pada dinding uterus sehingga
dapat mengakibatkan perubahan atropi pada desidua dan berkurangnya
1
vaskularisasi. Kedua hal tersebut dapat menyebabkan aliran darah ke
janin tidak cukup dan
1
mengakibatkan pelebaran tempat plasenta dan endometrium yang baik
untuk berimplantasi yaitu di segmen bawah rahim sehingga dapat
menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum. Insiden plasenta
previa meningkat sesuai jumlah abortus sebelumnya. Insiden plasenta
previa sebesar 0,32% pada wanita 1 kali abortus, dan 2,48% pada mereka
yang 4 kali melakukan abortus sebelumnya. Studi lain mengatakan bahwa
wanita dengan riwayat abortus ≥ 2 kali, 2,1 kali lebih berisiko untuk
terjadi plasenta previa.
Kejadian plasenta previa tiga kali lebih sering pada wanita multipara
daripada primipara. Pada multipara, plasenta previa disebabkan
vaskularisasi yang berkurang dan perubahan atrofi pada desidua akibat
persalinan masa lampau. Aliran darah ke plasenta tidak cukup dan
memperluas permukaannnya sehingga menutupi pembukaan jalan lahir.
Penelitian yang dilakukan oleh Wardana pada tahun 2012
menyatakan usia wanita produktif yang aman untuk kehamilan dan
persalinan adalah 20- 35 tahun. Wanita pada umur yang kurang dari 20
tahun mempunyai risiko yang lebih tinggi untuk mengalami plasenta
previa karena endometrium belum matang, dan kejadian plasenta previa
juga sering pada ibu yang berumur diatas 35 tahun karena kesuburan
endometrium berkurang. Wardana menyatakan peningkatan umur ibu
merupakan faktor risiko plasenta previa, karena sklerosis pembuluh darah
arteri kecil dan arteriol miometrium menyebabkan aliran darah ke
endometrium tidak merata sehingga plasenta tumbuh lebih lebar dengan
luas permukaan yang lebih besar, untuk mendapatkan aliran darah yang
adekuat.
Hipotesis lain adalah bahwa area permukaan plasenta yang sangat
besar, seperti pada kehamilan ganda atau sebagai respons terhadap
penurunan perfusi uteroplasenta, meningkatkan kemungkinan plasenta
akan menutupi atau menuju pada ostium servikalis. Plasenta letak rendah
atau plasenta previa lebih sedikit cenderung "bermigrasi" jika ada bekas
luka persalinan sesar sebelumnya. Hal ini disebabkan karena dinding
2
rahim yang
2
tanpa disertai plasenta tumbuh lebih cepat daripada daerah yang tertutup
plasenta.
Plasenta tidak benar-benar bergerak, tetapi jaringan tempat ia
tertanam akan berkembang, menyebabkan plasenta tampak bergerak ke
atas dan menjauhi serviks, tetapi ini terjadi pada kondisi normal.
Mekanisme yang sama tidak terjadi pada uterus yang sudah mengalami
luka operasi sesar. Satu hipotesis adalah bahwa adanya bekas luka seksio
sesarea menyebabkan perubahan kontraktilitas miometrium, mekanisme
yang lain mengemukakan bahwa tidak efektifnya perkembangan plasenta
untuk menjauhi serviks karena integritas zona sambungan miometrium-
endometrium terganggu. Oleh karena itu setiap perubahan pada lokasi
plasenta dapat memberikan bukti tidak langsung sebagai dampak dari
keberadaan bekas luka seksio sesarea pada fungsi rahim, yang mungkin
memiliki implikasi untuk kehamilan selanjutnya.
2
Pendarahan plasenta diperkirakan terjadi ketika perubahan
bertahap pada serviks dan segmen bawah rahim akibat perkembangan
kehamilan menciptakan ‘shearing force’ atau penggesekan ke tempat
perlekatan plasenta yang inelastis, yang mengakibatkan pelepasan
sebagian dari plasenta. Pemeriksaan vagina atau koitus juga dapat
mengganggu ruang intervili dan menyebabkan perdarahan. Perdarahan
terutama terjadi pada ibu, tetapi perdarahan janin dapat terjadi jika
vascular bed janin terganggu.
2.7 Diagnosis
1. Gejala klinis
a) Pendarahan tanpa sebab, tanpa rasa nyeri, dan biasanya berulang.
Darah biasanya berwarna merah segar.
Merupakan gejala terpenting. Biasanya mulai terjadi pada bulan ke-7,
hal ini dapat disebabkan oleh perdarahan sebelum bulan ke-7 memberi
gambaran yang tidak berbeda dari abortus dan perdarahan pada plasenta
previa disebabkan oleh pergerakan antara plasenta dan dinding rahim
b) Bagian terdepan janin tinggi (floating).
Disebabkan oleh plasenta terletak di kutub bawah sehingga bagian
terendah dapat mendekati pintu atas panggul.
c) Sering dijumpai kelainan letak janin.
d) Pendarahan pertama (first bleeding) biasanya tidak banyak dan tidak
fatal, kecuali bila dilakukan periksa dalam sebelumnya, sehingga pasien
sempat dikirim ke rumah sakit. Tetapi perdarahan berikutnya (reccurent
bleeding) biasanya lebih banyak.
e) Janin biasanya masih baik.
2
5. Kematian
2
Sedangkan bahaya yang melanda anak meliputi:
1. Hipoksia
2. Anemia
3. Kematian
Bahaya-bahaya pemeriksaan
Perdarahan pada ibu hamil trimester tiga harus selalu dicurigai sebagai
akibat plasenta previa atau solusio plasenta. Pemeriksaan dalam sebaiknya
dihindari, segera rujuk pasien ke fasilitas kesehatan seperti rumah sakit
untuk dilakukan pemeriksaan in speculo untuk menyingkirkan penyebab
lain. Pemeriksaan dalam dilakukan bila presentasi anak ialah presentasi
kepala, karena bila anak dalam presentasi bokong akan sukar untuk
dibedakan dengan plasenta yang akan diraba sebagai jaringan lunak.
2. Pemeriksaan dalam
Dari perabaan fornises, teraba bantalan lunak pada presentasi
kepala. Pemeriksaan dalam pada plasenta previa hanya dibenarkan bila
dikakukan di kamar operasi yang telah siap untuk melakukan operasi
segera. Cara ini dikenal sebagai ”double set-up” yang biasanya diikuti oleh
tindakan terminasi kehamilan.
3. Ultrasonografi
Ketepatan diagnosis dengan pencitraan USG mencapai 95% dan
pada USG transvaginam lebih tinggi lagi. Dengan USG biasanya diagnosis
plasenta previa sudah dapat ditegakkan sejak sebelum trimester ketiga.
Namun pada perkembangannya, dapat terjadi migrasi plasenta akibat
berkembangnya segmen bawah rahim sehingga plasenta seolah-olah
bergerak menjauhi ostium uteri internum.
2
Gambar 2. Plasenta previa. A. Pada gambar transvaginal ini pada usia kehamilan
34 minggu, anterior plasenta menutupi sepenuhnya ostium serviks interna yang
digariskan oleh panah. B. Gambar transvaginal pada usia kehamilan 34 minggu ini
menggambarkan plasenta posterior (panah) yang baru saja mencapai tingkat ostium
serviks interna.
2
Placentography Plasenta di segmen bawah Plasenta di segmen atas
(USG)
2
Pemeriksaan vagina Plasenta terasa di segmen Plasenta tidak terasa di segmen
bawah bawah. Pembekuan darah tidak
sama dengan plasenta
2.9 Penatalaksanaan.
Menurut Sukarni. I,. Sudarti (2014), penatalaksanaan plasenta previa yaitu:
(1) Konservatif
Dilakukan perawatan konservatif bila kehamilan kurang 37 minggu,
perdarahan tidak ada atau tidak banyak (Hb masih dalam batas normal),
tempat tinggal pasien dekat dengan rumah sakit (dapat menempuh
perjalanan dalam 1 menit). Perawatan konservatif berupa:
(a) Istirahat
(b) Pemberian hematinik dan spasmolitik untuk mengatasi anemia
(c) Memberikan antibotik bila ada indikasi
(d) Pemeriksaan USG, Hb, dan hematokrit.
2
(c) Plasenta previa lateralis atau marginalis dimana janin mati dan serviks
sudah matang, kepala sudah masuk pintu atas panggul dan tidak ada
perdarahan atau hanya sedikit maka lakukan amniotomi yang diikuti
dengan drips oksitosin pada partus pervaginam, bila gagal drips (sesuai
dengan protap terminasi kehamilan). Bila terjadi perdarahan banyak
lakukan seksio caesarea.
2
Siapkan darah pengganti untuk stabilisasi dan pemulihan kondisi ibu.
Lakukan perawatan lanjut pasca bedah termasuk pemantauan perdarahan,
infeksi dan keseimbangan cairan masuk dan cairan keluar.
2.10 Komplikasi
Kemungkinan infeksi nifas besar karena luka plasenta lebih dekat
pada ostium dan merupakan porte d’entrée yang mudah tercapai. Lagi
pula, pasien biasanya anemis karena perdarahan sehingga daya tahannya
lemah.2 Bahaya plasenta previa adalah :
1. Anemia dan syok hipovolemik karena pembentukan segmen rahim
terjadi secara ritmik, maka pelepasan plasenta dari tempat melekatnya
diuterus dapat berulang dan semakin banyak dan perdarahan yang terjadi
itu tidak dapat dicegah.
2. Akibat plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim dan sifat
segmen ini yang tipis mudahlah jaringan trofoblas dengan kemampuan
invasinya menorobos ke dalam miometrium bahkan sampai ke
3
perimetrium
3
dan menjadi sebab dari kejadian plasenta inkreta bahkan plasenta perkreta.
Paling ringan adalah plasenta akreta yang perlekatannya lebih kuat tetapi
vilinya masih belum masuk ke dalam miometrium. Walaupun tidak
seluruh permukaan maternal plasenta mengalami akreta atau inkreta akan
tetapi dengan demikian terjadi retensio plasenta dan pada bagian plasenta
yang sudah terlepas timbullah perdarahan dalam kala tiga. Komplikasi ini
lebih sering terjadi pada uterus yang yang pernah seksio sesaria.
Dilaporkan plasenta akreta terjadi sampai 10%-35% pada pasien yang
pernah seksio sesaria satu kali dan naik menjadi 60%-65% bila telah
seksio sesaria tiga kali.
3. Serviks dan segmen bawah rahim yang rapuh dan kaya pembuluh darah
sangat potensial untuk robek disertai dengan perdarahan yang banyak.
Oleh karena itu harus sangat berhati-hati pada semua tindakan manual
ditempat ini misalnya pada waktu mengeluarkan anak melalui insisi pada
segmen bawah rahim ataupun waktu mengeluarkan plasenta dengan
tangan pada retensio plasenta. Apabila oleh salah satu sebab terjadi
perdarahan banyak yang tidak terkendali dengan cara-cara yang lebih
sederhana seperti penjahitan segmen bawah rahim, ligasi a.uterina, ligasi
a.ovarika, pemasangan tampon atau ligasi a.hipogastrika maka pada
keadaan yang sangat gawat seperti ini jalan keluarnya adalah melakukan
histerektomi total. Morbiditas dari semua tindakan ini tentu merupakan
komplikasi tidak langsung dari plasenta previa.
4. Kelainan letak anak pada plasenta previa lebih sering terjadi. Hal ini
memaksa lebih sering diambil tindakan operasi dengan segala
konsekuensinya.
3
kortikosteroid untuk mempercepat pematangan paru janin sebagai upaya
antisipasi.
6. Solusio plasenta
7. Kematian maternal akibat perdarahan
8. Disseminated intravascular coagulation (DIC)
9. Infeksi sepsis.
2.11 Prognosis
Prognosis Neonatal:
Ada peningkatan mortalitas dan morbiditas neonatal tiga kali lipat hingga
empat kali lipat dengan plasenta previa terutama dari persalinan prematur.
Neonatus berada pada peningkatan risiko kelahiran prematur, berat badan
lahir rendah, skor APGAR lebih rendah, dan peningkatan risiko sindrom
gangguan pernapasan.
Prognosis Ibu:
Sekitar 90% kasus plasenta previa sembuh melalui persalinan. Jing et al.
2018 menemukan bahwa wanita dengan plasenta anterior memiliki faktor
prognostik yang lebih buruk dan lebih mungkin mengalami kehilangan
darah masif dantingkat histerektomi yang lebih tinggi dibandingkan
dengan lokasi lain. Hasil ini sekunder dari plasenta yang menempel pada
insisi uterus sebelumnya yang menyebabkan PAS dan insisi melewati
plasenta. Pasien dengan plasenta previa yang dikonfirmasi berisiko
mengalami transfusi darah, cedera pada organ terdekat, histerektomi sesar
(0,2%), masuk perawatan intensif, dan kematian. Ada juga peningkatan
risiko pada kehamilan berikutnya.
3
BAB III
IDENTIFIKASI KASUS
Nama : Ny. Y
Umur : 33 Tahun
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Suku : Sunda
Gol Darah :O
Alamat : Kavling Cimahi
No RM : 22886XX
Tanggal Masuk : 19 Mei 2022 pukul 03.00 WIB
3.2 ANAMNESIS
Keluhan Tambahan :
Pasien mengeuh badan terasa lemas
3
Riwayat Penyakit Sekarang :
Ibu G7P5A1 merasa hamil 35 minggu datang ke IGD Kebidanan
RSUD Kabupaten Bekasi pada tanggal 19 Mei 2022 pukul 03.00 WIB
mengeluh perdarahan dari jalan lahir sejak 3 jam SMRS. Perdarahan
membasahi ± 2 pembalut penuh. Pasien mengaku warna perdarahan yang
keluar dari jalan lahir merah segar dan disertai gumpalan. Keluhan nyeri
perut tidak ada. Pasien mengaku bahwa ini merupakan perdarahan banyak
pertama kalinya. Mules-mules yang semakin sering dan bertambah kuat
belum dirasakan ibu. Keluar cairan banyak dari jalan lahir belum
dirasakan ibu. Gerak janin dirasakan ibu. Pasien juga mengelukan
badannya terasa lemas sejak terjadinya perdarahan.
Namun sebelumnya sempat pernah timbul flek-flek darah pada 1 bulan
SMRS dan melakukan pemeriksaan USG di Klinik. Dari hasil USG
dikatakan bahwa ari-ari menutupi jalan lahir dan pasien dirujuk ketika
melahirkan harus di rumah sakit. Saat itu pasien tidak dirawat.
Tidak terdapat riwayat perdarahan pada kehamilan sebelumnya. Tidak
terdapat riwayat ari-ari menutupi jalan lahir pada kehamilan sebelumnya.
Pasien memiliki riwayat operasi caesar pada tahun 2013, 2017, dan 2019.
3
STATUS REPRODUKSI
Riwayat Menstruasi :
Menarche : 12 Tahun
Siklus haid : Teratur setiap 28 hari sekali
Lama haid : 5-7 hari
Banyaknya haid : 2 pembalut/hari
Keluhan saat haid : Tidak ada
Riwayat Pernikahan :
Pasien menikah sebanyak 2 kali. Pasien pertama kali menikah dan aktif
secara seksual pada usia 16 tahun, lama pernikahan 5 tahun (2005-2010).
Perkawinan dengan suami kedua pada usia 24 tahun, lama pernikahan 9
tahun (2013 - sampai saat ini).
Riwayat Kontrasepsi :
Pasien tidak pernah menggunakan alat kontrasepsi jenis apa pun.
Riwayat Obstetri:
Paritas : G7P5A1
HPHT : 20 September 2021
HPL : akhir Juni 2022
Usia kehamilan : 35 minggu
Riwayat Persalinan:
Tahun Tempat Usia Jenis Anak Anak
No Penolong Penyulit Nifas
partus Partus kehamilan persalinan JK BB sekarang
1 2007 Rumah >37 minggu Normal Paraji - L 3000 g t.a.k Hidup
2 2009 Rumah >37 minggu Normal Paraji - P 2800 g t.a.k Hidup
3 2010 ABORTUS
4 2013 RS >37 minggu SC Sp.OG Anemia L 2560 g t.a.k +
5 2017 RS >37 minggu SC Sp.OG HT P 2700 g t.a.k Hidup
3
6 2019 RS >37 minggu SC Sp.OG HT L 2500 g t.a.k Hidup
7 Hamil ini
Status Generalis
Kulit : Berwarna kuning langsat
Kepala : Normocephal, rambut tidak mudah dicabut
Wajah : Simetis, pucat (-)
Mata : Konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/-, RCL/RTCL
+/+ Hidung : Normal, napas cuping hidung (-), secret (-)
Telinga : Bentuk normal, secret (-/-) pembesaran KGB retroaurikuler
(-/-) dan preauricula (-/-)
Mulut : Bibir sianosis (-), mukosa mulut basah, faring hiperemis (-),
tonsil T1-T1 hiperemis (-)
3
Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-)
Paru : SN Vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-
Jantung : BJ I – II normal reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen : lihat status obstetri
Ekstremitas : Akral sedikit dingin, CRT <2", edema (-)
STATUS OBSTETRI
a. Pemeriksaan Luar
Inspeksi
Wajah : Chloasma gravidarum (+)
Payudara : Membesar (+/+), areola melebar dan hiperpigmentasi (+/+),
papilla mammae menonjol (+/+)
Abdomen : Tampak cembung gravida, linea nigra (+)
Palpasi
TFU : 30 cm
Leopold I : Teraba bagian keras, bulat, melenting, kesan kepala
Leopold II : Teraba bagian keras memanjang, kesan punggung
disebelah kanan dan bagian kecil-kecil menonjol, kesan ekstremitas
disebelah kiri
Leopold III : Teraba bagian lunak, tidak melenting, kesan bokong
Leopold IV : Konvergen
TBJ klinis : (30– 13) x 155 = 2.635 gram
Auskultasi
His : 1x10’x15”
DJJ : 129x/menit
b. Pemeriksaan Dalam
Vulva/vagina : Tidak dilakukan
Portio : Tidak dilakukan
3
Ø : Tidak dilakukan
3
Ketuban : Tidak dilakukan
Presentasi : Tidak dilakukan
4
Glukosa Sewaktu 96 mg/dL 80 – 170
Golongan darah & Rhesus
Golongan Darah O
Rhesus (+) positif
Hemostasis
PT 9,2 (L) detik 10,3 – 12,9
APTT 35.1 (H) detik 25,8 – 33,7
Serologi
HIV reagen 1 Non reaktif Non reaktif
HbsAg Non reaktif Non reaktif
Pemeriksaan (20/05/2022) – R. Camellia
Hasil Satuan Nilai rujukan
Hematologi
Hemoglobin 6,6 (LL) g/dL 12.0 – 16,0
Hematokrit 19 (LL) % 38,0 – 47,0
Eritrosit 2,30 (L) 106/uL 4,20 – 5,40
Trombosit 244 103/uL 150 – 450
Leukosit 16.1 (H) 103/uL 5,0 – 10,0
4
Pemeriksaan CTG 19/05/2022
Basal Heart Rate : 150 BPM
3.5 RESUME
Ny. Y, usia 33 tahun G7P5A1 gravida 35 minggu mengeluh perdarahan
dari jalan lahir sejak 3 jam SMRS. Perdarahan membasahi ± 2 pembalut
penuh. Pasien mengaku warna perdarahan yang keluar dari jalan lahir merah
segar dan disertai gumpalan. Sebelumnya sempat pernah timbul flek-flek
darah pada 1 bulan SMRS dan melakukan pemeriksaan USG di Klinik. Dari
hasil USG dikatakan bahwa ari-ari menutupi jalan lahir. Gerak janin dirasakan
ibu. Mules- mules dan keluar cairan dari jalan lahir belum dirasakan ibu.
Pasien memiliki riwayat operasi caesar pada tahun 2013, 2017, dan 2019.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tekanan darah 100/70 mmHg, nadi
109 x/menit, napas 22 x/menit, suhu 36,7 C, SpO2 98 %. Status generalis
terdapat konjungtiva anemis, chloasma gravidarum (+), payudara
membesar(+/+), areola melebar dan hiperpigmentasi(+/+), papilla mammae
menonjol (+/+), abdomen cembung gravida, linea nigra(+). Pada pemeriksaan
leopold didapakan TFU 30 cm, bagian teratas kepala, punggung kanan, bagian
4
terbawah bokong belum masuk PAP (konvergen). Pada janin didapatkan his
1x10’x15” dan DJJ 129x/menit. Tidak dilakukan pemeriksaan dalam.
Pada pemeriksaan USG Plasenta di corpus belakang meluas ke bawah
sampai menutupi seluruh OUI. Pemeriksaan CTG didapatkan basal heart rate
150 bpm. Pemeriksaan laboratorium didapatkan anemia berat (4,7 g/dL),
hematocrit menurun, leukositosis, neutrofilia, limfositopenia.
3.7 RENCANA
PENATALAKSANAAN Non
Medikamentosa :
- Observasi KU, TTV, DJJ
- Observasi perdarahan
- Pasang kateter urin
- Rujuk Sp.OG untuk pro SC + MOW
Medikamentosa :
- IVFD RL + 2 amp Bricasma 10 tpm
- Transfusi PRC 500cc -> Hb ≥ 10 gr/dL
- Inj. Asam traneksamat 3 x 1 amp
- Inj. Dexamethasone 2 x 1 amp IM, 2 x 24 jam -> pematangan paru
3.8 PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad sanactionam : ad bonam
Quo ad functionam : dubia
4
3.9 FOLLOW UP
22/05/2022 24/05/2022
S Pasien mengeluh nyeri pada luka Pasien mengatakan nyeri luka post
post op op sudahberkurang, sudah dapat
berjalan
O Keadaan umum: TSS Keadaan umum: TSS
Kesadaran: komposmentis Kesadaran: komposmentis
TD : 120/80 mmHg TD : 120/80 mmHg
Nadi : 88x/menit Nadi : 84x/menit
Suhu : 36,6oC Suhu : 36,7oC
Mata : CA +/+ Mata : CA +/+
Abdomen: Abdomen:
Inspeksi: tampak luka post op Inspeksi: tampak luka post op kering
belum kering, perut datar, simetris tidak ada tanda-tanda infeksi, perut
Palpasi: supel, nyeri tekan (+), TFU datar, simetris
2 jari dibawah pusat Palpasi: supel, nyeri tekan (+), TFU
Perkusi: Tymphani 2 jari dibawah pusat
Auskultasi: BU (+) Perkusi: Tymphani
Ekstremitas : Pembesaran KGB (-) Auskultasi: BU (+)
Lokore : Rubra Ekstremitas : Pembesaran KGB (-)
Laboratorium -> Hb : 7,2 Lokore : Rubra
Laboratorium -> Hb : 8,7
A P6A1 Post SC + MOW a/I Plasenta P6A1 Post SC + MOW POD 2 a/I
previa totalis + Riwayat SC 3x+ Plasenta previa totalis + Riwayat SC
Anemia berat 3x+ Anemia berat
P Perbaikan KU BLPL
IVFD RL 16 tpm
2 amp Oksitosin 16 tpm
Transfusi PRC s.d Hb ≥10 g/dL
Inj. Ceftriaxone 3x1 gram drip
4
BAB IV
ANALISIS KASUS
4
Pemeriksaan Fisik Pada pemeriksaan fisik didapatkan
- Observasi TTV, DDJ tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 109
- Konjungtiva anemis dan wajah pucat x/mnt, napas 22 x/menit, suhu 36,7 oC,
(anemia) SpO2 98%. Status generalis terdapat
Pemeriksaan Obstetri konjungtiva pucat.
- Bagian terendah janin sangat tinggi Pada pemeriksaan obstetri
- Ukuran panjang rahim berkurang didapatkan bagian terbawah janin
belum masuk PAP
Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan penunjang
- Hitung darah lengkap Pada pemeriksaan penunjang
- Ketepatan diagnosis dengan USG laboratorium didapatkan anemia ↓
transabdominal mencapai 95-98% berat (4,7 g/dL), hematocrit ↓.
- Jika lokasi plasenta masih dipertanyakan, Pada pemeriksaan USG didapatkan
maka sonografi transvaginal adalah metode Plasenta di corpus belakang meluas ke
penilaian yang paling akurat, aman, bawah sampai menutupi seluruh OUI.
meski ada pendarahan.
- MRI telah terbukti berguna untuk evaluasi
plasenta yang melekat secara tidak wajar ->
mahal, teknik ini sepertinya tidak akan
menggantikan sonografi untuk evaluasi
rutin dalam waktu dekat
4
- Perdarahan banyak dan aktif (≥500 cc atau (Hb 4,7 g/dL), dan terdapat
lebih tanpa memandang usia kehamilan) perdarahan banyak. Selain itu
- Keadaan umum ibu tidak baik (Hb < 8 dilakukan MOW karena jumlah anak
g/dL)
pasien sudah cukup dan mengurangi
- Janin mati / menderita anomali / keadaan
kejadian plasenta previa berulang.
yang mengurangi kelangsungan hidupnya
Rencana penanganan Sectio Caesaria dengan
indikasi:
- Plasenta previa totalis
- Plasenta previa pada primigravida
- Plasenta previa janin letak lintang atau
sungsang
- Fetal distress
- Plasenta letak rendah
- Perdarahan sangat banyak dan mengalir
cepat
4
BAB V
KESIMPULAN
4
DAFTAR PUSTAKA
Anderson-Bagga FM, Sze A. Placenta Previa. [Updated 2021 Jun 26]. In:
StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2021 Jan-
Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK539818/
Casanova, Robert. Beckmann and Ling’s Obstetrics and Gynecology. 8th ed. 2019.
Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Dashe JS, Hoffman BL, Casey BM, et
al. Multifetal Pregnancy. In: Williams Obstetrics, 25e [Internet]. New York,
NY: McGraw-Hill Education; 2018.Prawihardjo S dan Wiknjosastro, H.
2020. Ilmu Kebidanan; Perdarahan Pada Kehamilan Lanjut dan Persalinan .
Ed.4, Hal. 493. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
4
KSM/Dep. Obstetri & Ginekologi RSUP Dr.Hasan Sadikin Bandung Fakultas
Kedokteran Universitas Padjadjaran. Panduan Praktik Klinik Obstetri &
Ginekologi. 2021.Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas
Kesehatan Dasar dan Rujukan. Kemenkes RI. 2013.
Sadler, T. W., and Jan Langman. Langman's Medical Embryology. 13th ed.
Philadelphia: Wolters Kluwer Health/Lippincott Williams & Wilkins, 2016.
MLA Citation.
Yeeles, H., & Jha, S. (2016). Antepartum haemorrhage. Antenatal Disorders for
the MRCOG and Beyond, 13–26. doi:10.1017/cbo9781107585799.003