Anda di halaman 1dari 53

REFERAT

FISIOLOGI DAN PATOLOGI PLASENTA SERTA AIR KETUBAN

Disusun Oleh: Muhammad Reza Marifatullah


(1102016136)

Pembimbing:
dr. Nandi Nurhandi, Sp.OG

KEPANITERAAN KLINIK OBSTETRI DAN GINEKOLOGIRUMAH SAKIT


UMUM DAERAH KABUPATEN BEKASI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS YARSI
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Segala puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang
MahaEsa, karena atas rahmat dan hidayah-Nya saya dapat menyelesaikan referat
dengan judul “Fisiolgi dan Patologi Plasenta serta Air Ketuban” sebagai salah satu
tugas Kepaniteraan Ilmu Obstetri dan Ginekologi RSUD Kabupaten Bekasi.
Tidak lupa shalawat serta salam saya sampaikan kepada Nabi Besar Muhammad
SAW.
Pada kesempatan ini, saya selaku penulis mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu saya untuk menyelesaikan makalah laporan
kasus, terima kasih kepada dr.Nandi, Sp.OG(K) selaku pembimbing dan klinisi
kepaniteraan Ilmu Obstetri dan Ginekologi yang telah meluangkan waktu dalam
membimbing dan memberi masukan masukan kepada penulis, dan juga kepada
seluruh dokter, staf bagian kebidanan dan kandungan, orang tua saya yang telah
mendukung secara moril maupun materil demi terwujudnya, dan teman-teman
sejawat lainnya yangturut membantu penyusun selama kepanitraandi bagian Ilmu
Obstetri dan Ginekologi.
Saya menyadari bahwa dalam penulisan laporan kasus ini masih banyak terdapat
kekurangan. Oleh sebab itu, saya mengharapkan saran serta kritik yang dapat
membangun dalam laporan presentasi kasus ini untuk perbaikan di kemudian
hari. Semoga presentasi kasus ini dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semua.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Bekasi, Januari 2023

Penulis

1
2
BAB I
PENDAHULUAN

Plasenta merupakan organ yang penting untuk pertumbuhan,


perkembangan, dan ketahanan hidup janin. Jika plasenta mengalami gangguan
baik dalam prosespembentukan maupun pertumbuhannya akan mempengaruhi
fungsinya secara normal, yang pada akhirnya akan berdampak pada janin. Salah
satu dampak yang paling sering dilihat dari terganggunya mekanisme utero
plasenta adalah gangguan pada pertumbuhandan perkembangan.
Plasenta berasal dari lapisan trofoblast yang berubah menjadi sitotrofoblast dan
sinsitiotrofoblast. Sejak awal kehamilan plasenta telah terbentuk. Dengan bentuk
yang bervariasi, plasneta umumnya menempel pada bagian atas depan dan
belakang atau fundus. Plasenta secara fungsional merupakan tempat pertukaran
antara darah dari sirkulasi maternal ke sirkulasi fetal. Permukaan janin ditutupi
oleh amnion transparan, dibawahnya terdapat pembuluh darah korion.
Plasenta terdiri dari amnion, korion, vili korionik, ruang intervili,
cairan amnion,desidua (basal) dan umbilical cord yang merupakan penghubung
antara plasenta dan janin. Terdapat berbagai macam kelainan pada plasenta,
umbilical cord dan amnion baiksecara bentuk, implantasi, posisi hingga produksi.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Plasenta
2.1.1 Anatomi Plasenta
Pada trimester pertama, pertumbuhan plasenta lebih cepat
dibandingkan pertumbuhan janin, namun pada minggu ke-17 pasca menstruasi,
berat plasenta dan janin sama. Saat persalinan, berat plasenta sekitar seperenam
berat janin. Menurut Boyd dan Hamilton (1970), plasenta rata-rata aterm
memiliki diameter 185 mm dan ketebalan 23 mm, dengan volume 497 ml dan
berat 508 gram Pengukuran ini bervariasi secara luas, dan terdapat berbagai
variasi bentuk plasenta dan beberapa tipe insersi tali pusat.1 Menurut Benrschke
(2012) plasenta aterm memiliki berat 470 gram, berbentuk bulat hingga lonjong
dengan diameter 22 cm dan ketebalan 2.5 cm. Terdiri dari diskus plasenta,
2
membrane ekstraplasental dan 3 vesel umbilical cord.

Dilihat dari permukaan ibu, jumlah area konveks yang menonjol, disebut lobus,
bervariasi dari 10 sampai 38. Lobus dipisahkan oleh aluralur dengan kedalaman
yang bervariasi yang

4
melapisi septum plasenta, berasal dari lipatan lempeng basalis. Meski lobus yang
terlihat secara jelas biasanya disebut sebagaikotiledon, hal ini tidak akurat. Yang
benar adalah, lobulus atau kotiledon merupakan unit fungsional yang disokong
oleh masing- masing vilus primer. Jumlah total lobus plasenta tetap sama
sepanjang kehamilan, dan masing-masing lobus terus bertumbuh meski kurang
aktif pada minggu-minggu terakhir.1
Permukaan diskus yang menempel pada dinding rahim adalah lempeng basal,
yang dibagi oleh celah-celah menjadi bagian- bagian yang disebut kotiledon.
Permukaan janin adalah lempeng korionik, tempat masuknya tali pusat, biasanya
di tengah. Pembuluh darah janin besar yang berasal dari pembuluh tali pusat
kemudian menyebar dan bercabang melintasi lempeng korionik sebelum
memasuki vili batang parenkim plasenta. Dalam menelusuri ini, arteri janin
hampir selalu melintasi vena. Pelat korionik dan pembuluhnya ditutupi oleh
amnion tipis, yang dapat dengan mudah dikupas dari spesimen pascapersalinan.
2

Seperti yang direkomendasikan oleh American Institute of Ultrasound in


Medicine (20 13), lokasi plasenta dan hubungannya

5
dengan os serviks internal dicatat selama pemeriksaan sonografi prenatal. Seperti
yang divisualisasikan secara ultrasonik, plasenta normal adalah homogen dan
tebal 2 sampai 4 cm, terletak di atas miometrium, dan menjorok ke dalam
kantung amnion. Ruang retroplasenta adalah daerah hipoekoik yang memisahkan
miometrium dari lempeng basal dan berukuran kurang dari 1 sampai2 cm. Tali
pusat juga dicitrakan, tempat insersi janin dan plasenta diperiksa, dan pembuluh
darahnya dihitung. 2

2.1.2 Fisiologi Plasenta


Setelah pembuahan sperma dan ovum, empat pembelahan sel
mengarah ke morula (16 sel). Sekitar hari keempat setelah pembuahan, morula
memasuki rahim sebagai blastokista. Blastokistamembelah menjadi trofoblas dan
embrioblas. Sekitar 6 sampai 7 harikemudian, blastokista yang berdiferensiasi
berimplantasi ke dalam desidua uteri. Kemudian, trofoblas selanjutnya
membelah menjadi sinsitiotrofoblas dan sitotrofoblas; bersama-sama, ini
membentuk komponen janin dari plasenta. 3

6
Kedua jenis sel ini terletak di kedua sisi vili. Sitotrofoblas berada di lapisan dalam
vili korionik. Sinsitiotrofoblas adalah sel berinti banyak yang terletak di lapisan
luar vili korionik. Di antara lapisan sinsitiotrofoblas, lakuna terbentuk sebagai
penghubung langsung ke darah ibu. Sel-sel yang tersisa di sekitar lakuna, yang
disebut trabekula, menembus jauh ke dalam dinding rahim dan, kemudian,
berkembang menjadi pohon vili plasenta. Suplai darah ibu terletak di desidua
basalis endometrium, yang merupakan komponenibu dari plasenta.3

Setelah implantasi selesai, trofoblas akan berdiferensiasi mengikuti dua jalur


utama, yang membentuk vili dan ekstravili. Trofoblas vili akan menjadi vili
korion dimana berfungsi untuk membawa oksigen

7
dan nutrisi diantara fetus dan ibu. Manakala trofoblas ektravili akan bermigrasi
ke dalam desidua dan miometrium dan juga berfungsi untuk menginvasi
pembuluh darah ibu. Oleh itu, trofoblas ekstravili dapat diklasifikasikan lagi
sebagai trofoblas interstisial dan trofoblas endovaskular. Trofoblas interstisial
akan menginvasi desidua dan akhirnya tembus ke miometrium untuk membentuk
sel giant pada placental bed. Selain itu, trofoblas ini juga akan bertanggungjawab
untuk menginvasi arteri spiralis.1

Saat kehamilan berlanjut, sitotrofoblas vili perlahan menghilang dari vili


korionik. Selain itu, struktur vili berkembang untuk mengurangi jarak antara
darah ibu dan pembuluh darah janin, Dan perubahan ini menguntungkan
pertukaran ibu-janin. 3
Di bawah lapisan amnion, pembuluh darah korion bersambungan dengan
pembuluh darah fetus membentuk struktur yang dinamakan tali pusat. Biasanya
panjang tali pusat dapat mencapai 30 – 90 sentimeter dan berinsersi pada tengah
permukaan plasenta, tetapi ada juga yang berinsersi di pinggir plasenta. Tali
pusat berisi 2 arteri, 1 vena umbilikalis dan massa mukopolisakaridayang disebut
jeli Wharton. Vena berisi darah penuh oksigen sedangkan arteri yang kembali
dari janin berisi darah kotor. Pembuluh darah tali pusat berkembang dan
berbentuk seperti heliksagar terdapat fleksibilitas.

8
2.1.3 Fungsi Plasenta3
Plasenta memainkan peran penting dalam fisiologi ibu-janin.Plasenta
memiliki banyak tanggung jawab:
 Implantasi: Sinsitiotrofoblas, yang kemudian tumbuh sebagai bagian
dari plasenta, memfasilitasi implantasi dengan menginvasi langsung
dinding endometrium di dalam rahim.
 Pengenalan ibu terhadap kehamilan: Human chorionic gonadotropin
(hCG) disintesis dan dilepaskan dari sinsitiotrofoblas untuk
merangsang produksi progesteron luteal untuk mempertahankan
kehamilan. Tanpa produksi hCG, tidak adanya progesteron akan
memicu menstruasi dan, oleh karena itu, peluruhan endometrium
dengan zigot yang ditanamkan.
 Pertukaran nutrisi dan gas: Terminal vili adalah unit fungsionaldi mana

pertukaran nutrisi dan gas ibu-janin terjadi. Darah ibu menyediakan


oksigen, air dengan elektrolit, hormon, dan nutrisi lainnya. Sebagai
gantinya, janin mengeluarkan karbon dioksida,air, urea, hormon, dan
produk limbah lainnya. Sirkulasi ibu dan janin tidak bercampur.
Sebaliknya, aliran darah memoderasi

.
9
 Perlindungan janin dari serangan imunologis: Plasenta memiliki
kemampuan untuk memetabolisme banyak zat dan melindungi dari
infeksi mikroba. Makrofag dalam stroma vili korionik dan
sinsitiotrofoblas memainkan peran penting dalam perlindunganjanin.
Selain itu, banyak leukosit berada di desidua endometrium untuk
mendukung keberhasilan kehamilan.
 Persiapkan lingkungan: Banyak hormon dilepaskan dari plasenta
untuk mendukung kehamilan. Faktor pertumbuhan plasenta
dilepaskan dari plasenta untuk mempersiapkan tubuh ibu untuk
kehamilan dalam hal adaptasi kardiovaskular. Selain itu, faktor
pertumbuhan plasenta mendorong perkembangan dan kematangan
janin. Human chorionic somatomammotropin (HCS), juga dikenal
sebagai laktogen plasenta manusia (HPL) meningkatkan
perkembangan payudara dan mengubah metabolisme ibu. Ini
menurunkan sensitivitas insulin ibu sehingga lebih banyak glukosa
tersedia untuk janin.

2.1.4 Kelaianan Plasenta


a) Bentuk dan Ukuran
Kebanyakan plasenta berbentuk bulat atau oval tetapi juga sering ditemukan
dalam bentuk bervariasi.
1. Satu Janin Dengan Multipel Plasenta
Plasenta ini terbentuk terpisah menjadi dua lobus dengan ukuran yang sama.
Tali pusat berada diantara kedua lobus plasenta. Pada kondisi ini disebut juga plasenta
bilobata atau plasenta dupleks. Plasenta yang terdiri dari tiga lobus atau lebih jarang
ditemukan dan disebut multilobata.
2. Plasenta Succenturiata
Plasenta ini merupakan versi kecil nya dari plasenta bilobata. Terdapat satu atau
lebih lobus tambahan yang berjauhan dengan plasenta utama, dimana biasanya lobus ini
memiliki koneksi vaskularisasi dari janin. Lobus tambahan ini terkadang tertahan di dalam
uterus setelah kelahiran dan dapat menyebabkan perdarahan yang serius. Pada beberapa
kasus, terdapatnya juga vasa previa dapat menyebabkan perdarahan pada saat kelahiran
10
yang membahayakan.

3. Plasenta membranacea
Plasenta ini tipis dan lebar dan kadang hampir menutupi seluruh kavum uteri.
Plasenta membranasea memungkinkan terjadinya perdarahan yang serius terkait dengan
plasenta previa atau akreta.
4. Ring-Shaped Plasenta
Terdapat sedikit pada 1 dari 6000 kelahiran, plasenta ini berbentuk annular dan
terkadang terdapat lingkaran cincin pada plasenta. Bentuk ini merupakan variasi dari
plasenta membranasea. Karena adanya atrofi pada bagian dari lingkaran cincin, maka
bentuk tapal kuda lebih sering ditemukan. Kelainan ini terkait dengan kemungkinan
terjadinya perdarahan antepartum dan postpartum dan pertumbuhan janin terhambat
(Faye-Petersen and colleagues, 2006).
5. Plasenta Fenestrata
Pada anomali yang jarang ini, bagian tengah dari plasenta tidak ada. Terdapat
lubang pada plasenta, kelainan ini lebih sering melibatkan hanya pada jaringan vili dan
lempeng korion tetap utuh.

b) Plasentasi Ektrakorial
Pada bagian lempeng korion, yang mana berada pada sisi janin dari plasenta
lebih kecil dari lempeng basal plasenta, yang mana berada pada sisi maternal, bagian
perifer tidak tertutupi, keadaan ini disebut plasenta ekstrakorial. Pada plasenta
11
sirkumarginal, fibrin dan perdarahan terletak diantara plasenta dan lapisan amniochorion
diatasnya. Pada plasenta sirkumvallata sekeliling korion tebal, opak, dan terdapat daerah
sirkular berwarna abu-putih yang tersusun dari lipatan korion dan amnion. Secara klinis,
kehamilan dengan plasenta ekstrakorial memberikan hasil yang normal. Pada studi
observasi, plasenta sirkumvallata terkait dengan meningkatnya resiko perdarahan
antepartum dan kelahiran premature.

c) Plasenta Accreta, Inccreta, Percreta


Bentuk kelainan plasenta ini terjadi ketika trofoblas menginvasi myometrium
pada kedalaman yang bervariasi yang menyebabkan pelekatan abnormal. Pelekatan
abnormal ini lebih sering terjadi pada plasenta previa atau pelekatan plasenta pada uterus
yang sebelumnya dilakukan insisi atau perforasi.
Kelainan ini dikategorikan menjadi tiga yaitu : (1) plasenta accrete dimana vili
korialis bersentuhan dengan myometrium, (2) plasenta increta dimana vili korialis
menginvasi myometrium, (3) plasenta percreta dimana vili korialis menembus lapisan
serosa uterus.
Plasenta accreta menjadi meningkat sebagai komplikasi pada kehamilan,
terutama akibat peningkatan angka persalinan cesarean selama 50 tahun terakhir ini.
Beberapa faktor resiko terjadinya plasenta accreta antara lain riwayat persalinan cesarean
terutama yang disertai dengan plasena previa, mioma submukosa, riwayat kuretase,
12
Asherman’s syndrome, usia lanjut, grand multiparity, merokok, dan hipertensi kronik.
Patogenesis pasti terjadinya plasenta accreta tidak diketahui. Hipotesis yang diajukan
meliputi gangguan perkembangan pada desidua, invasi trofoblas yang berlebihan, atau
kombinasi keduanya. Terapi definitive plasenta accreta yang sudah lama diterima adalah
histerektomi.

13
Kandung kemih merupakan organ ekstrauterin yang paling sering terlibat ketika
terjadi plasenta percreta. Plasenta perkreta yang menginvasi kandung kemih berhubungan
dengan besarnya mortalitas dan morbiditas.
Plasenta accreta harus dicurigai pada wanita dengan plasenta previa, terutama
anterior dan riwayat cesarean atau operasi uterus lainnya. Antenatal ultrasonografi
merupakan teknik pilihan dalam mendiagnosis. Jika ultrasonografi tidak dianggap pasti,
atau letak plasenta pada bagian dinding posterior, magnetic resonance imaging dapat
dilakukan melakukan kontras gandolinium secara intravena. Peningkatan marker biokimia
pada serum maternal seperti peningkatan kadar alfa-fetoprotein dan human chorionic
gonadotropin dalam tiga kali tes skrining dilaporkan terkait dengan peningkatan resiko
terjadinya plasenta accreta. Diagnosis pasti biasanya dibuat setelah postpartum
histerektomi dimana pada area tersebut menunjukan adanya kontak langsung antara vili
korialis dengan myometrium dan tidak adanya desidua.
Wanita dengan plasenta accreta biasanya dilakukan persalinan secara cesarean.
Invasi yang meluas ke pelvis dan atau yang berpotensi terjadinya perdarahan intraoperative
masih lebih disukai dilakukan anestesi umum.
Histerektomi segera setelah persalinan tanpa mengeluarkan plasenta, dilaporkan
bahwa angka mortalitas dan morbiditas lebih rendah dibadingkan dengan tatalaksana
konservatif terutama pada kasus plasenta percreta. Komplikasi post operasi yang dapat
terjadi meliputi perdarahan post partum, post operasi disseminated intravascular
coagulopathy.
Cesarean histerektomi tanpa mengeluarkan plasenta harus benar – benar
dipertimbangkan pada kasus plasenta acreta pada wanita dengan multiparitas yang sudah
tidak tertarik untuk mempertahankan kesuburannya.

d) Gangguan Sirkulasi
Gangguan perfusi pada plasenta dapat di bagi menjadi : (1) gangguan pada
aliran darah maternal atau pada ruang intervilli, (2) gangguan pada aliran darah janin
melalui villi.
1. Gangguan Sirkulasi Darah Maternal
Subchorionic Fibrin Deposition. Hal ini disebabka karena aliran darah
maternal yang melambat pada ruang intervili dan kemudian terbentuk endapan fibrin.
Stasis dari darah secara spesifik terjadi pada daerah subkorionik dan lesi yang berkembang
14
biasanya terlihat sebagai plak yang berwarna putih atau kuning pada permukaan janin.
Perivillous Fibrin Deposition. Aliran darah maternal yang stasis pada sekitar
vili menyebabkan terbentuknya endapan fibrin yang daoar menyebabkan penurunan
oksigenasi vili – vili dan nekrosis sinsitiotrofoblas.
Maternal Floor Infarction. Lesi ini berupa tebal, putih, padat, permukaannya
berkerut yang menghalangi aliran darah maternal ke ruang intervili. Lesi ini berhubungan
dengan terjadinya keguguran, pertumbuhan janin terhambat, kelahiran premature, dan
kelahiran mati. Dampak yang merugikan ini terkadang terulang pada kehamilan
berikutnya. Etiopatogenesis masih belum dapat didefinisikan, tetapi pada beberapa kasus
terkait dengan lupus anticoagulant. Lesi ini tidak dapat dipastikan dengan sonografi
prenatal, tetapi mungkin dapat ditemukan adanya penebalan lempeng basal.
Interviillous Thrombus. Ini merupakan kumpulan dari koagulasi darah
maternal yang normalnya ditemukan pada ruang intervili yang tercampur dengan darah
janin dari vili yang bercelah. Secara kasar, berbentuk bulat atau oval dengan ukuran yang
bervariasi. Berwarna merah jika baru terbentuk atau berwarna putih-kuning jika sudah
lama. Intervilli trombi biasa terjadi dan tidak terkait dengan komplikasi yang merugikan
janin. Karena terdapat kemungkinan hubungan antara aliran darah ibu dan janin, maka
dapat menyebabkan peningkatan kadar serum alfa-fetoprotein pada ibu.
Infarction. Vili korialis mendapatkan oksigen dari sirkulasi maternal. Penyakit
uteroplasenta dapat mengurangi atau menghambat suplai darah yang dapat menyebabkan
infark pada villi. Hal ini biasa terjadi pada plasenta yang matur dan tidak berbahaya apabila
jumlahnya sedikit. Akan tetapi, apabila terdapat infark dalam jumlah yang banyak,
plasenta insufisiensi dapat terjadi.
Hematoma. Kesatuan dari maternal – plasenta – janin dapat membentuk
hematoma, berupa : (1) retroplasenta hematoma – antara plasenta dengan desidua yang
berdekatan ; (2) marginal hematoma – antara korion dan desidua pada pinggiran plasenta
– dikenal sebagai subchorionic hemorrhage; (3) subchorial thrombosis – dikenal juga
sebagai Breus mole – antara sepanjang bagian atas ruang intervilli dan dibawah lempeng
korion; (4) subamnionic hematoma

15
2. Gangguan Sirkulasi Darah Janin
Fetal Thrombotic Vasculopathy. Terjadinya deoksigenasi alirah darah janin
dari kedua arteri umbilical ke arteri yang berada pada lempeng korion yang membagi dan
memberikan cabang ke permukaan plasenta. Obstruksi pada bagian distal, mempengaruhi
bagian dari villi yang menyebabkan infark dan tidak berfungsi. Thrombi dengan jumlah
yang terbatas normalnya ditemukan pada plasenta yang matur, tetapi hal ini secara klinis
berarti apabila banyak vili yang mengalami infark.
Subamnionic Hematoma. Hematoma ini terletak antara plasenta dengan
ketuban. Hal ini secara akut sering terjadi pada persalinan kala tiga ketika pada traksi tali
pusat, pembuluh darah terputus dekat dengan insersi tali pusat.

e) Kalsifikasi plasenta
Garam kalsium dapat terendap diseluruh bagian plasenta, tetapi lebih sering di
lempeng basal. Kejadian kalsifikasi meningkat pada advancing gestation dan berhubungan
juga dengan nuliparitas, merokok, status sosioekonomi yang tinggi, usia ibu yang muda
dan meningkatnya kadar serum kalsium pada ibu. Konsumsi alkohol tidak terkait dengan
kalsifikasi plasenta. Kalsifikasi secara mudah dapat terlihat dengan sonografi.
16
Kalsifikasi plasenta sering ditemukan pada pemeriksaan ultrasonografi selama
kehamilan, dengan karakteristik endapat kalsium yang meluas pada plasenta, yang
menghasilkan gambaran focus ekogenik. Ketika proses pengendapan kalsium sudah
berlanjut pada lempeng basal dan septa, kalsifikasi terlihat seperti garis lurus atau bahkan
sirkular.
Peristiwa kalsifikasi plasenta biasanya berhubungan dengan usia kehamilan, dan
menjadi jelas kelihatan setelah usia kehamilan 36 minggu. Ketika kalsifikasi ini terlihat
sebelum usia kehamilan 36 minggu, maka dipertimbangkan sebagai kalsifasi plasenta
prematur.
Mekanisme yang mungkin terjadi melibatkan fisiologis (mirip dengan tulang),
distrofi (terkait dengan iskemi) atau proses metastase (mineralisasi pada lingkungan yang
jenuh atau supersaturasi).
Beberapa peneilitan melaporkan kalsifikasi plasenta premature terkait dengan
meningkatnya insidensi intrauterine growth restriction, berat bayi lahir rendah, nilai Apgar
score yang rendah, fetal distress, dan hipertensi gestational, sementara penelitian lainnya
melaporkan bahwa kalsifikasi plasenta premature tidak terkait dengan hal tersebut diatas.
Dampak kalsifikasi plasenta pada maternal antara lain perdarahan post partum
(total perdarahan 500 ml atau lebih selama persalinan), solution plasenta dan perawatan
ibu pada ICU. Sedangkan dampak kalsifikasi plasenta pada janin antara lain kelahiran
premature (kelahiran sebelum usia kehamilan 37 minggu), berat bayi lahir rendah (< 2500
gram), nilai Apgar score yang rendah ( <7 selama 5 menit) dan kematian neonates.

17
2.2 Plasenta Previa
2.2.1 Definisi
Plasenta previa dideskripsikan sebagai plasenta yang berimplantasi di segmen
bawah rahim yang menutupi sebagian atau seluruh ostium uteri internum.
2.2.2 Klasifikasi
Pada Fetal Imaging Workshop baru – baru ini yang di sponsori oleh National
Institute of Health (Dashe, 2013), direkomendaskan klasifikasi sebagai berikut ini :
 Plasenta previa – Ostium uteri internum tertutup sebagaian atau seluruhnya oleh
plasenta (total atau partial previa)
 Plasenta letak rendah – implantasi plasenta pada segmen bawah rahim dimana
pinggir plasenta tidak mencapai ostium uteri internum dan berjarak kurang lebih 2 cm dari
pinggir ostium uteri internum – Istilah sebelumnya adalah marginal previa, yang mana
plasenta berada pada tepi dari ostium uteri internum tetapi tidak menutupi.

2.2.3 Etiologi dan Fraktor resiko


Etiologi pasti terjadinya plasenta previa tidak diketahui. Terdapat beberapa
faktor yang meningkatkan kejadian plasenta previa, salah satunya kehamilan ganda, usia
ibu, multiparitas, persalinan caesarean sebelumnya, merokok.
Usia Ibu. Frekuensi terjadinya plasenta previa meningkat dengan adanya
hubungan akan usia ibu. Pada trial FASTER, dimana melibatkan lebih dari 36.000
18
perempuan, menunjukan bahwa plasenta previa terjadi sekitar 0,5 % pada perempuan
dengan usia kurang dari 35 tahun dibandingkan dengan 1,1 % yang terjadi pada perempuan
diatas usia 35 tahun (Clearly-Goldman, 2005)
Multiparitas. Babinszki, dkk (1999) melaporkan 2.2 persen insiden terjadi pada
perempuan dengan jumlah paritas lima atau lebih yang meningkat secara signifikan
dibandingkan perempuan dengan jumlah paritas yang rendah.

2.2.4 Gambaran Klinis


Perdarahan tanpa rasa nyeri merupakan karakteristik utama pada plasenta
previa. Perdarahan umumnya tidak terjadi sampai menjelang akhir dari trimester kedua
atau lebih, tetapi dapat juga terjadi sebelum pertengahan kehamilan. Perdarahan akibat
previa biasanya tidak memberikan gejala dan tanpa nyeri atau kontraksi. Biasanya
perdarahan dapat berhenti, tetapi berulang. Pada 10 persen perempuan, terutama
implantasi plasenta yang dekat dengan ostium uteri internum tetapi tidak menutupinya,
tidak terjadi perdarahan sampai pada onset persalinan. Perdarahan yang terjadi bervariasi
dari sedikit sampai banyak dan terkadang menyerupai solution plasenta.

2.2.5 Diagnosis
Kapanpun terjadi perdarahan uterus setelah pertengahan kehamilan, plasenta
previa atau solutio plasenta harus dipikirkan. Diagnosis pada pemeriksaan klinis dilakukan
menggunakan teknik double set-up. Pemeriksaan digital tidak seharusnya dilakukan
kecuali persalinan telah direncanakan. Pemeriksaan digital serviks dilakukan di ruang
operasi dan dengan persiapan untuk segera dilakukannya persalinan Caesar. Pemeriksaan
double set-up jarang diperlukan karena lokasi dari plasenta hampir dapat selalu dipastikan
melalui sonografi.

2,2,6 Manajemen Pada Plasenta Previa


Perempuan dengan plasenta previa ditangani berdasarkan kondisi klinis
individu. Tiga faktor yang biasanya dipertimbangkan antara lain usia janin dan maturitas;
persalinan; dan perdarahan serta tingkat keparahannya.
Jika janin masih dalam usia preterm dan tidak ada perdarahan aktif yang
persisten, tatalaksana yang dilakukan adalah observasi di unit obestetrik. Setelah
perdarahan berhenti sekitar 2 hari dan janin dinilai dalam kondisi sehat, maka ibu dapat
19
dipulangkan. Hampir semua perempuan dengan plasenta previa menjalani persalinan
cesarean. Beberapa dokter bedah merekomendasikan insisi kulit vertical. Persalinan
cesarean secara emergensi dilakukan lebih dari setengah karena terjadinya perdarahan
dimana sekitar seperempat membutuhkan transfusi perdarahan.

20
2.3 Kelaianan pada tali pusat
2.3.1 Vasa Previa
Ini merupakan variasi yang berbahaya dari insersi vilamentous yang mana
pembuluh darah pada selaput berada diatas ostium uteri internum. Pembuluh ini dapat
berada antara serviks dengan presentasi bawah janin. Oleh karena itu, rentan terhadap
kompresi dan juga laserasi atau robek. Faktor resiko terjadinya vasa previa antara lain
plasenta bilobata atau succenturiate, insersi tali pusat vilamentous dan plasenta previa pada
trimester kedua. Pada vasa previa yang teridentifikasi, direncakanan persalinan secara
caesarean.
Vasa previa didiagnosa ketika bagian dari tali pusat janin berada dalam selaput
ketuban yang berada diatas ostium uteri internum. Angka insidensi terjadinya vasa previa
sekitar 1 dari 3000 kehamilan. Vasa previa biasanya dapat terjadi pada saat pecahanya
selaput ketuban secara spontan ataupun buatan. Retrospektif diagnosis ditetapkan dengan
inspeksi visual atau pemeriksaan histopatological pada plasenta abnormal dan selaputnya.
Adanya vasa previa dapat dibuktikan melalui pemeriksaan color Doppler, terutama dengan
transvaginal scanning

21
2.3.2 Nuchal cord
Nuchal cord adalah komplikasi yang terjadi ketika tali pusat melilit
leher bayi satu kali atau lebih. Ini umum terjadi dan terjadi pada sekitar 15 hingga
35 persen kehamilan. Seringkali, tali nuchal tidak mempengaruhi hasil
kehamilan. Namun, jenis tali nuchal tertentu dapat menimbulkan risiko yang
signifikan bagi bayi. Tali nuchal dapat mengganggu pertukaran darah, nutrisi,
dan oksigen normal. Hal ini dapat menyebabkan berbagai cedera lahir, termasuk
ensefalopati hipoksik-iskemik (HIE), suatu bentuk kerusakan otak yang
disebabkan oleh kekurangan oksigen di sekitar waktu kelahiran. 2,13

22
2.3.4 True Knots
Ketika tali pusat membentuk simpul yang sebenarnya, kompresi tali
pusat yang parah dapat terjadi, yang dapat menyebabkan cedera lahir yang serius.
Penurunan aktivitas janin setelah 37 minggu kehamilan adalah tanda umum dari
simpul sejati (5). Denyut jantung yang tidak meyakinkan akan terjadi ketika
simpulnya cukup serius untuk menyebabkan kekurangan oksigen ke otak bayi.
Simpul sejati sering terjadi terkait dengan faktor-faktor berikut: Kehamilan
kembar monoamniotik, polihidramnion (terlalu banyak cairan ketuban),
multiparitas, tali pusar panjang, janin berukuran kecil, diabetes gestasional dan
amniosentesis. 2,13

23
2 .2.6 Umbilical cord prolapse
Prolaps tali pusat terjadi ketika tali pusat mulai tergelincir melalui
jalan lahir di depan (prolaps tali pusat) atau di samping (prolaps tali pusat) bayi.
Prolaps tali pusat merupakan komplikasi yang sangat berbahaya karena dapat
menyebabkan kompresi tali pusat (ketika tali pusat ditekan antara bagian
presentasi bayi dan jalan lahir), asfiksia lahir, dan berbagai cedera lahir serius
lainnya. 2.12
Profesional medis harus waspada terhadap kemungkinan prolaps tali
pusat, dan siap untuk melakukan intervensi dengan cepat jika diperlukan. Mereka
harus sangat berhati- hati ketika mengelola kehamilan yang melibatkan
presentasitali pusat pada trimester ketiga. Presentasi tali pusatmenggambarkan
situasi di mana tali pusat diposisikan antarabayi dan jalan lahir.

Jika ini terjadi sebelum 32 minggu, mungkin sembuh dengansendirinya, tetapi


jika terjadi pada trimester ketiga, intervensi mungkin diperlukan. Dokter harus
hati-hati memantaukesehatan bayi dan bersiap untuk melakukan operasi caesar
darurat jika masalah berlanjut. Dengan manajemen medis yang hati-hati, cedera
lahir yang serius dan cacat permanen seringkali dapat dihindari. 2.12
2.3.7 Short umbilical cords
Tali pusar yang pendek berisiko meregang dan putus. Ketikatali pusat
pendek, gerakan janin juga dapat menyebabkan tarikan berlebihan pada plasenta,
menyebabkannya terlepas dari dinding rahim (solusio plasenta). Solusio plasenta
dapat menyebabkan perdarahan/perdarahan ibu yang parah dan dapat
menghentikan bayi dari menerima oksigen yang cukup.Dalam beberapa kasus,
tali pusat yang pendek juga dapat mengindikasikan masalah kesehatan janin
seperti pembatasan pertumbuhan intrauterin (IUGR). Tali pendek dapat terlihat 24
pada USG prenatal. Bayi dengan tali pusat yang pendek juga dapat mulai
menunjukkan tanda-tanda gawat janin. Intervensi medis untuk tali pusat termasuk
seksio sesardan persalinan operatif.2

25
3.1 Cairan Ketuban
2.2.1 Definisi
Cairan ketuban atau cairan amnion adalah cairan yang memenuhi rahim.Cairan
ini ditampung di dalam kantung amnion yang disebut kantung ketuban atau kantung janin.
Cairan ketuban diproduksi oleh buah kehamilan, yaitu sel-sel trofoblas, kemudian akan
bertambah dengan produksi cairan janin, yaitu air seni janin. Sejak usia kehamilan 12
minggu, janin mulai minum air ketuban dan mengeluarkannya kembali dalam bentuk air
seni. Jadi ada pola berbentuk lingkaran atau siklus yang berulang.6
3.1.2 Anatomi dan Fisiologi Cairan Ketuban
Secara mikroskopis, selaput ketuban merupakan suatu struktur berlapis lapis
yang didominasi dengan jaringan penyangga dan jaringan epitel.Jaringan-jaringan
penyangga terdiri dari substrat matriks ekstraseluler kolagen dan non kolagen, seperti
fibronectin, integrin, febrilin, laminin dan proteoglican. Dibawah ini digambarkan struktur
selaput ketuban yang membentuk kantong kehamilan, yaitu:
1. Lapisan khorion, merupakan lapisan yang terluar berhubungan langsung dengan
jaringan desidua maternal. Berfungsi sebagai kerangka dari selaput. Terdiri 4 lapisan :
1.Lapisan Trophoblas. Lapisan ini melekat dengan lapisan sel desidua maternal,
terdiri dari
2–10 sel
tropoblas
dan akan

mengalami penipisan sesuai dengan usia kehamilan.


2. Lapisan Pseudobasement membrane.Lapisan tipis jaringan retikulin yang
berada antara trophoblas dengan lapisan reticular.
3. Lapisan Reticular. Lapisan jaringan retikulin ini merupakan bagian utama dari
membrane khorion yang terdiri dari sel-sel fibroblast dan sel Hofbauer yang bertugas
dalam proses transport metabolit aktif dan sebagai makrofag.
26
4. Lapisan Celular. Merupakan lapisan paling dalam dari membran khorion,
berbatasan dan melekat langsung dengan lapisan amnion.
5. Lapisan amnion, merupakan lapisan bagian dalam selaput ketuban serta paling
elastis dibandingkan Lapisan khorion. Lapisan ini memiliki 5 lapisan:
a. Spongy layer. Lapisan yang berbatasan langsung dengan khorion.
Merupakan lapisan reticular yang terdiri dari jaringan kolagen dan mucus.
Mempunyai kemampuan bergeser dan meregang. Merupakan lapisan “stress
absorber” yang terdiri kolagen tipe III. Walaupun lapisan amnion lebih tipis
dbanding lapisan korion, lapisan tersebut lebih elastis.
b. Fibroblast layer. Lapisan ini terdiri dari sel-sel mesenkimal yang berasal dari
mesoderm discus embrionik. Didapat banyak makrofag yang sering terlibat dalam
proses penipisan selaput ketuban.
c. Compact layer. Merupakan bagian yang paling tebal dan mengandung
kolagen interstisiial tipe I, kolagen tipe III dan kolagen tipe V. Bersama dengan
membran basal merupakan kerangka jaringan ikat yang kokoh.
d. Basement membrane. Merupakan bagian yang terdiri dari jaringan fibroblast
kompleks dalam jaringan retikulin. Memisahkan lapisan epithelial dengan
jaringan selaput ketuban lainnya. Didapatkan sel Hofbauer. Sangat kaya serabut
kolagen tipe III dan IV.
e. Epithelial lining. Merupakan lapisan terdalam dari selaput ketuban. Terdiri
dari selapis sel kuboid yang tidak bersilia. Permukaan bebas dari sel ini ditutupi
oleh mikrovili. Antar sel dihubungkan dengan desmosom. Embriologis berasal
dari ektoderm. Pada lapisan ini disekresi kolagen tipe III, IV dan glikoprotein
nonkolagen (laminin, nidogen, fibronektin) yang membentuk membran basal4
3.1.3 Embriologi Cairan Ketuban
Hari ke 6–7 setelah fertilisasi, embrio akan nidasi kedalam endometrium. Sel-
sel stroma endometrium mengalami perubahan yang disebut Decidual reaction, yang
ditandai dengan pembengkakan sel akibat akumulasi glikogen dan lipid kedalam
sitoplasmanya.Tujuan perubahan ini guna menyiapkan tempat untuk nidasi dari embrio.Sel
yang mengalami perubahan ini disebut Sel desidua.Setelah proses nidasi, bagian sel
desidua yang menutupi lapisan atas dari kantong khorionik disebut Lapisansel desidua
kapsularis, sedangkan lapisan yang membatasi antara kantong khorionik dengan dinding
endometrium uterus disebutLapisansel desidua basalis.Jaringan endometrium yang
27
mengalami desidualisasi selain ditempat nidasi blastokist disebut Lapisan sel desidua
parietalis. Dinding khorion yang berbatas dengan Lapisan desidua basalis disebut
Khorion frondusum.Sedangkan dinding khorion yang berbatasan dengan Lapisan desidua
kapsularis yang nantinya mengalami regresi disebut Khorion laeve.Akibat perkembangan
yang progresif pada trimester pertama, kantong khorion akan memenuhi seluruh rongga
kavum uteri dan menyebabkan Lapisan sel desidua kapsularis terdorong menjauhi
pasokan darah dari dinding endometrium sehingga Lapisan desidua kapsularis mengalami
degenarasi menjadi lebih tipis. Berikutnya, Khorion laeve akan kontak langsung dengan
Desidua parietalis dan berfusi menjadi satu pada pertengahan trimester kedua membentuk
Membran khorion amnion(selaput ketuban).Selaput Ketuban merupakan membran yang
avaskuler tetapi secara aktif terlibat dalam pengaturan jumlah cairan ketuban serta
memproduksi zat-zat bioaktif berupa peptida vasoaktif, faktor pertumbuhan dan sitokin5.

3.1.5 Volume Cairan Ketuban


Cairan amnion pada keadaan normal berwarna putih agak keruh karena adanya
campuran partikel solid yang terkandung di dalamnya yang berasal dari lanugo, sel epitel,
dan material sebasea. Volume cairan amnion pada keadaan aterm adalah sekitar 800 ml,
atau antara 400 ml -1500 ml dalam keadaan normal. Pada kehamilan 10 minggu rata-rata
volume adalah 30 ml, dan kehamilan 20 minggu 300 ml, 30 minggu 600 ml. Pada
kehamilan 30 minggu, cairan amnion lebih mendominasi dibandingkan dengan janin
sendiri.
Cairan amnion diproduksi oleh janin maupun ibu, dan keduanya memiliki peran
tersendiri pada setiap usia kehamilan. Pada kehamilan awal, cairan amnion sebagian besar
diproduksi oleh sekresi epitel selaput amnion. Dengan bertambahnya usia kehamilan,
produksi cairan amnion didominasi oleh kulit janin dengan cara difusi membran. Pada
kehamilan 20 minggu, saat kulit janin mulai kehilangan permeabilitas, ginjal janin
mengambil alih peran tersebut dalam memproduksi cairan amnion.
Pada kehamilan aterm, sekitar 500 ml per hari cairan amnion di sekresikan dari
28
urin janin dan 200 ml berasal dari cairan trakea. Pada penelitian dengan menggunakan
radioisotop, terjadi pertukaran sekitar 500 ml per jam antara plasma ibu dan cairan amnion.
Pada kondisi dimana terdapat gangguan pada ginjal janin, seperti agenesis
ginjal, akan menyebabkan oligohidramnion dan jika terdapat gangguan menelan pada
janin, seperti atresia esophagus, atau anensefali, akan menyebabkan polihidramnion
Volume cairan amnion pada setiap minggu usia kehamilan bervariasi, secara
umum volume bertambah 10 ml per minggu pada minggu ke-8 usia kehamilan dan
meningkat menjadi 60 ml per minggu pada usia kehamilan 21 minggu, yang kemudian
akan menurun secara bertahap sampai volume yang tetap setelah usia kehamilan 33
minggu. Normal volume cairan amnion bertambah dari 50 ml pada saat usia kehamilan 12
minggu sampai 400 ml pada pertengahan gestasi dan 1000 – 1500 ml pada saat aterm. Pada
kehamilan postterm jumlah cairan amnion hanya 100 sampai 200 ml atau kurang.
Brace dan Wolf menganalisa semua pengukuran yang dipublikasikan pada 12
penelitian dengan 705 pengukuran cairan amnion secara individual. Variasi terbesar
terdapat pada usia kehamilan 32-33 minggu. Pada saat ini, batas normalnya adalah 400 –
2100 ml1,2,3,4.

Gambar 2. Grafik yang menunjukkan perubahan volume cairan amnion


sesuai dengan penambahan usia gestasi. dikutip dari Gilbert 5

Faktor utama yang mempengaruhi volume air ketuban :


1. Pengaturan fisiologis aliran oleh fetus
2. Pergerakan air dan larutan didalam dan yang melintasi membran
29
3. Pengaruh maternal pada pergerakan cairan transplasenta
Volume air ketuban merupakan prediktor kemampuan janin menghadapi
persalinan, karena kemungkinan tali pusat terjepit antara bagian bayi dan dinding rahim
meningkat tatkala air ketuban sedikit. Hal ini akan menimbulkan gawat janin serta
persalinan diakhiri dengan bedah cesar.
3.1.6 Kandungan Cairan Ketuban
Pada awal kehamilan, cairan amnion adalah suatu ultrafiltrat plasma ibu. Pada
awal trimester kedua, cairan ini terdiri dari cairan ekstrasel yang berdifusi melalui kulit
janin sehingga mencerminkan komposisi plasma janin. Namun setelah 20 minggu,
kornifikasi kulit janin menghambat difusi ini dan cairan amnion terutama terdiri dari urin
janin.
Urin janin mengandung lebih banyak urea, kreatinin, dan asam urat
dibandingkan plasma. Selain itu juga mengandung sel janin yang mengalami deskuamasi,
verniks, lanugo dan berbagai sekresi. Karena zat-zat ini bersifat hipotonik, maka seiring
bertambahnya usia gestasi, osmolalitas cairan amnion berkurang. Cairan paru memberi
kontribusi kecil terhadap volume amnion secara keseluruhan dan cairan yang tersaring
melalui plasenta berperan membentuk sisanya. 98% cairan amnion adalah air dan sisanya
adalah elektrolit, protein, peptid, karbohidrat, lipid, dan hormon.3,7,8
Terdapat sekitar 38 komponen biokimia dalam cairan amnion, di antaranya
adalah protein total, albumin, globulin, alkalin aminotransferase, aspartat
aminotransferase, alkalin fosfatase, γ-transpeptidase, kolinesterase, kreatinin kinase,
isoenzim keratin kinase, dehidrogenase laktat, dehidrogenase hidroksibutirat, amilase,
glukosa, kolesterol, trigliserida, High Density Lipoprotein (HDL), low-density lipoprotein
(LDL), very-low-density lipoprotein (VLDL), apoprotein A1 dan B, lipoprotein, bilirubin
total, bilirubin direk, bilirubin indirek, sodium, potassium, klorid, kalsium, fosfat,
magnesium, bikarbonat, urea, kreatinin, anion gap , urea, dan osmolalitas.3,7,8
Faktor pertumbuhan epidermis (epidermal growth factor, EGF) dan factor
pertumbuhan mirip EGF, misalnya transforming growth factor-α, terdapat di cairan
amnion. Ingesti cairan amnion ke dalam paru dan saluran cerna mungkin meningkatkan
pertumbuhan dan diferensiasi jaringan-jaringan ini melalui gerakan inspirasi dan menelan
cairan amnion.1-7
Beberapa penanda (tumor marker) juga terdapat di cairan amnion termasuk α-
fetoprotein (AFP), antigen karsinoembrionik (CEA), feritin, antigen kanker 125 (CA-125),
30
dan 199 (CA-199). 1,2,3,5,7
 α-fetoprotein (AFP)
Merupakan suatu glikoprotein yang disintesa yolk sac janin pada awal
kehamilan Konsentrasinya dalam cairan amnion meningkat sampai kehamilan 13 minggu
dan kemudian akan berkurang.
Jika kadar AFP ini meningkat dan diiringi dengan peningkatan kadar asetil kolin
esterase menunjukan adanya kelainan jaringan syaraf seperti neural tube defect atau defek
janin lainnya.
Jika peningkatan kadar AFP tidak diiringi dengan peningkatan kadar
asetilkolinesterase menunjukan adanya kemungkinan etiologi lain atau adanya
kontaminasi dari darah janin.1
 Lesitin – Sfingomielin
Lesitin ( dipalmitoyl phosphatidycholine) merupakan suatu unsur yang penting
dalam formasi dan stabilisasi dari lapisan surfaktan yang mempertahankan alveolar dari
kolaps dan respiratori distress, sebelum minggu ke 34 kadar lesitin dan sfingomielin dalam
cairan amnion sama konsentrasinya. Setelah minggu ke 34 konsentrasi lesitin terhadap
sfingomielin relatif meningkat.
Jika konsentrasi lesitin dalam cairan amnion lebih dari dua kali kadar
sfingomielin ( L/S Ratio ), menunjukan resiko terjadinya gawat nafas pada janin sangat
rendah. Tetapi jika perbandingan kadar lesitin sfingomielin kecil dari dua resiko terjadinya
gawat nafas pada janin meningkat. Karena lesitin dan sfingomielin juga ditemukan pada
darah dan mekonium, kontaminasi oleh kedua substansi tersebut dapat membiaskan hasil.
Selama kehamilan sejumlah agen bioaktif bertumpuk di cairan amnion, kompartemen
cairan amnion merupakan suatu tempat penyimpanan yang luar biasa yang khususnya
bermanfaat dalam kehamilan dan persalinan.
Banyaknya agen bioaktif yang terakumulasi dalam cairan amnion selama
kehamilan merupakan suatu hal yang tipikal dari inflamasi jaringan. Suatu hal yang unik
dari agen agen bioaktif ini adalah bersifat uterotonik seperti PGE2 , PGF2 , PAF dan
endothelin-1, produk-produk ini dapat dilihat pada vagina dan cairan amnion setelah
proses persalinan dimulai. Agen-agen inflamasi ini penting peranannya dalam proses
dilatasi servik. 1,6,8,9
 Sitokin
Makrofag terdapat dalam cairan amnion dalam jumlah yang kecil sebelum
31
proses persalinan, sebenarnya leukosit tidak dapat melakukan penetrasi normal melalui
membran janin baik secara in vivo atau in vitro, tetapi dengan adanya inflamasi dari
desidua pada partus preterm, leukosit ibu akan diambil menuju cairan amnion, fenomena
juga pada partus yang aterm, aktivasi leukosit diakselerasi oleh inflamasi dan
memungkinkan melewati membran janin.1,6,8
 Interleukin -1β
Interleukin -1β merupakan sitokin primer, yang diproduksi secara cepat sebagai
respon dari infeksi dan perubahan imunologi dan Interleukin -1β akan merangsang sitokin
lain dan mediator inflamasi lainnya.
Interleukin -1β secara normal tidak terdeteksi sebelum proses persalinan,
Interleukin -1β baru akan muncul pada cairan amnion pada persalinan yang preterm atau
sebagai reaksi dari infeksi pada cairan amnion.
Pada kehamilan aterm, seperti prostaglandin, Interleukin -1β diproduksi pada
desidua setelah induksi persalinan atau dilatasi servik, yang kemudian akan didistribusikan
pada cairan amnion dan vagina.
Sitokin lainnya yang terdapat dalam cairan amnion adalah Interleukin -6 atau
Interleukin – 8. 1,6,8
 Prostaglandin
Prostaglandin terutama PGE2 juga PGF2α di dapatkan pada cairan amnion pada
semua tahap persalinan . Sebelum proses persalinan dimulai prostanoid dalam cairan
amnion dihasilkan dari ekskresi urine janin dan mungkin juga oleh kulit , paru-paru dan
tali pusat. Seiring dengan pertumbuhan janin , kadar prostaglandin dalam cairan amnion
meningkat secara bertahap.
Walaupun demikian tidak ada pertambahan kadar prostaglandin yang dapat
dihubungkan atau diinterprestasikan sebagai pertanda pre partus. Faktanya jumlah total
kadar prostaglandin dalam cairan amnion pada saat kehamilan cukup bulan sebelum
persalinan dimulai sangat kecil (sekitar 1µg) , karena waktu paruh prostaglandin dalam
cairan amnion sangat lama yaitu 6 – 12 jam jumlah dari prostaglandin yang memasuki
cairan amnion sangat kecil.
Hubungan antara peningkatan kadar prostaglandin dalam cairan amnion dan
inisiasi dari persalinan menjadi suatu tanda tanya selama lebih 30 tahun terakhir. 1,6,8
Keadaan Normal Cairan Ketuban
 Pada usia kehamilan cukup bulan volume 1000-1500 cc
32
 Keadaan jernih agak keruh
 Steril
 Bau khas, agak manis dan manis
 Terdiri dari 98-99% air, 1-2% garam-garam anorganik dan bahan
organic (protein terutama albumin), runtuhan rambut lanugo, vernix caseosa dan sel-sel
epitel
 Cirkulasi sekitar 500 cc/jam10
3.1.7 Fungsi Cairan Ketuban
Cairan amnion merupakan komponen penting bagi pertumbuhan dan
perkembangan janin selama kehamilan. Pada awal embryogenesis, amnion merupakan
perpanjangan dari matriks ekstraseluler dan di sana terjadi difusi dua arah antara janin dan
cairan amnion. Pada usia kehamilan 8 minggu, terbentuk uretra dan ginjal janin mulai
memproduksi urin. Selanjutnya janin mulai bisa menelan. Eksresi dari urin, sistem
pernafasan, sistem digestivus, tali pusat dan permukaan plasenta menjadi sumber dari
cairan amnion. Telah diketahui bahwa cairan amnion berfungsi sebagai kantong pelindung
di sekitar janin yang memberikan ruang bagi janin untuk bergerak, tumbuh meratakan
tekanan uterus pada partus, dan mencegah trauma mekanik dan trauma termal.
Cairan amnion juga berperan dalam sistem imun bawaan karena memiliki peptid
anti mikrobial terhadap beberapa jenis bakteri dan fungi patogen tertentu. Cairan amnion
adalah 98% air dan elektrolit, protein , peptide, hormon, karbohidrat, dan lipid. Pada
beberapa penelitian, komponen-komponen cairan amnion ditemukan memiliki fungsi
sebagai biomarker potensial bagi abnormalitas-abnormalitas dalam kehamilan. Beberapa
tahun belakangan, sejumlah protein dan peptide pada cairan amnion diketahui sebagai
faktor pertumbuhan atau sitokin, dimana kadarnya akan berubah-ubah sesuai dengan usia
kehamilan. Cairan amnion juga diduga memiliki potensi dalam pengembangan medikasi
stem cell1,2,3,4

33
Ada beragam fungsi cairan ketuban, antara lain sebagai bantalan atau peredam
atau pelindung yang menjaga janin terhadap benturan dari luar.
Cairan ketuban juga memungkinkan janin leluasa bergerak sekaligus tumbuh
bebas ke segala arah.Selain itu sebagai benteng terhadap kuman dari luar tubuh ibu dan
menjaga kestabilan suhu tubuh janin. Cairan ketuban juga merupakan alat bantu diagnosis
dokter pada pemeriksaan amniosentesis.
Perlu diketahui, air ketuban tidak membuka apalagi mendorong janin keluar.
Yang bertugas untuk itu adalah kontraksi rahim (his). Jadi walaupun ketuban sudah pecah
atau kadar airnya sedikit , pembukaan mulut rahim dan dorongan bayi untuk lahir tetap
akan terjadi selama ada kontraksi.
Pada kehamilan normal, cairan amnion memberikan ruang bagi janin untuk
tumbuh, bergerak, dan berkembang. Tanpa cairan amnion, uterus akan berkontraksi dan
menekan janin. Jika terjadi pengurangan volume cairan amnion pada awal kehamilan,
janin akan mengalami berbagai kelainan seperti gangguan perkembangan anggota gerak,
cacat dinding perut, dan sindroma Potter , suatu sindrom dengan gambaran wajah berupa
kedua mata terpisah jauh, terdapat lipatan epikantus, pangkal hidung yang lebar, telinga
yang rendah dan dagu yang tertarik ke belakang.
Pada pertengahan usia kehamilan, cairan amnion menjadi sangat penting bagi
perkembangan paru janin. Tidak cukupnya cairan amnion pada pertengahan usia
34
kehamilan akan menyebabkan terjadinya hipoplasia paru yang dapat menyebabkan
kematian.
Selain itu cairan ini juga mempunyai peran protektif pada janin, cairan ini
mengandung agen-agen anti bakteria dan bekerja menghambat pertumbuhan bakteri yang
memiliki potensi patogen. .Selama proses persalinan dan kelahiran cairan amnion terus
bertindak sebagai medium protektif pada janin untuk memantau dilatasi servik. Selain itu
cairan amnion juga berperan sebagai sarana komunikasi antara janin dan ibu. Kematangan
dan kesiapan janin untuk lahir dapat diketahui dari hormon urin janin yang diekskresikan
ke dalam cairan amnion.
Cairan amnion juga dapat digunakan sebagai alat diagnostik untuk melihat
adanya kelainan-kelainan pada proses pertumbuhan dan perkembangan janin dengan
melakukan kultur sel. Jadi cairan amnion memegang peranan yang cukup penting dalam
proses kehamilan dan persalinan. 11

3.1.8 Pengukuran Cairan Ketuban


Terdapat 3 cara yang sering dipakai untuk mengetahui jumlah cairan amnion,
dengan teknik single pocket ,dengan memakai Indeks Cairan Amnion (ICA), dan secara
subjektif pemeriksa.
Pemeriksaan dengan metode single pocket pertama kali diperkenalkan oleh
Manning dan Platt pada tahun 1981 sebagai bagian dari pemeriksaan biofisik, dimana
2ccm dianggap sebagai batas minimal dan 8 cm dianggap sebagai polihidramnion.
Metode single pocket telah dibandingkan dengan AFI menggunakan
amniosintesis sebagai gold standar. Tiga penelitian telah menunjukkan bahwa metode
pengukuran cairan ketuban dengan teknik Indeks Cairan Amnion (ICA) memiliki korelasi
yang lemah dengan volume amnion sebenarnya (R2 dari 0.55, 0.30 dan 0.24) dan dua dari
tiga penelitian ini menunjukkan bahwa teknik single pocket memiliki kemampuan yang
lebih baik.
Kelebihan cairan amnion seperti polihidramnion, tidak mempengaruhi fetus
secara langsung, namun dapat mengakibatkan kelahiran prematur. Secara garis besar,
kekurangan cairan amnion dapat berefek negatif terhadap perkembangan paru-paru dan
tungkai janin, dimana keduanya memerlukan cairan amnion untuk berkembang 6,7

35
Gambar 4. Pengukuran cairan amnion berdasarkan empat kuadran. dikutip dari
Gilbert5
Bagaimana mengetahui kecukupan jumlah cairan ketuban? Jumlah cairan
ketuban dapat dipantau melalui USG, tepatnya menggunakan parameter AFI (Amniotic
Fluid Index). Pada dasarnya, cairan ketuban sudah bisa dideteksi begitu seorang ibu
terlambat haid dan dengan USG sudah terlihat kantung janin karena itu berarti sudah
terbentuk cairan ketuban. Pada kehamilan normal, saat cukup bulan, jumlah cairan ketuban
sekitar 1000 cc.
Cairan ketuban dikatakan kurang bila volumenya lebih sedikit dari 500 cc. Hal
ini diketahui dari hasil pemeriksaan USG. Istilah medisnya oligohidramnion. Ibu harus
curiga jika ada cairan yang keluar secara berlebih atau sedikit tetapi terus menerus melalui
vagina. Biasanya berbau agak anyir, warnanya jernih dan tidak kental. Sangat mungkin itu
adalah cairan yang keluar atau merembes karena ketuban mengalami perobekan. Tanda
lainnya adalah gerak janin menyebabkan perut ibu terasa nyeri12.

3.2 Kelainan Cairan Ketuban


 Hidramnion (polihidramnion)
Air ketuban berlebihan, diatas 2000 cc. Dapat mengarahkan kecurigaan adanya
disertai kelainan kongenital susunan saraf pusat atau sistem pencernaan, atau gangguan
sirkulasi, atau hiperaktifitas sistem urinarius janin.
 Oligohidramnion
36
Air ketuban sedikit, dibawah 500 cc, umumnya kental, keruh, berwarna kuning
kehijauan4
 Hydrops Fetalis Non Imun
Merupakan keadaan dimana terjadi akumulasi cairan ekstraseluler tanpa adanya
antibodi yang menyerang antigen sel darah merah dalam sirkulasi. Akumulasi CES ini terjadi
dalam jaringan dan rongga serosa.

3.2.1 Polihidramion (hidramnion)


Definisi
Polihidramnion(hidramnion) adalah kondisi medis pada kehamilan berupa
kelebihan cairan ketuban dalam kantung ketuban.Hal ini biasanya didiagnosis jika indeks
cairanamnion(AFI) dari pemeriksaan USG lebih besar dari 20cm(≥ 20cm). Di mana
volume dari air ketuban > 2000 ml. 2,3

Gambar 2.1: Polihidramnion


Patofisiologi
Integrasi dari aliran cairan yang masuk dan keluar dari kantung ketuban
menentukanvolume cairan ketuban. Urine janin, produksi cairan paru-paru, proses
menelan, penyerapan intramembranous (ke dalam kompartemen vaskulerjanin)
memberikan kontribusi penting terhadap pergerakan cairan diakhir kehamilan, faktor lain
(misalnya, produksi air liur) memberikan kontribusi minimal. Kontribusi relative dari
setiap rute pertukaran cairan bervariasi pada setiap kehamilan.Variasi dalam cairan tubuh
janin atau homeostasis endokrin juga mempengaruhi volume produksi urin janin, menelan,
dan sekresi paru-paru.Selama trimester terakhir, output urin setara sekitar 30 persen dari
berat badan janin, proses menelan sekitar 20 sampai 25 persen,sekresi paru-paru10
persen(satu-setengah dari sekresi paru-paru tertelan oleh dan setengah lainnya
diekskresikan ke dalam cairan ketuban), sedangkan sekresi oral-nasal dan aliran
transmembranous (langsung ke dalam kompartemen ibu) mewakili sekitar<1 persen dari
37
berat badan janin. Janin yang hampir cukup bulan mengeluarkan500-1200mL urin dan
menelan 210-760ml cairan ketuban setiap hari. Jadi, perubahan harian yang relative kecil
dalam produksi urin janin atau proses menelan dapat menyebabkan perubahan volume
cairan amnion. Akumulasi cairan amnion yang berlebihan biasanya berhubungan dengan
penurunan proses menelan janin atau meningkatnya urine janin. 5
Etiologi
Pada polihidramnion, penyebab yang mendasari volume cairan amnion berlebihan
bisa diketahui dalam beberapa kondisi klinis dan tidak sepenuhnya dapat diketahui
pada beberapa kondisi klinis lainnya.Penyebabnya dapat meliputi:
- Kehamilan kembar dengan sindrom transfusi antar janin kembar (peningkatan
cairan ketuban pada janin kembar penerima dan penurunan cairan ketubanpada
janin kembar pendonor) atau kehamilan multipel.
- Anomali janin, termasuk atresia esophagus (biasanya berhubungan dengan fistula
trakeoesofageal), atresia duodenum, dan atresia usus lainnya.
- Kelainan SSPdan penyakit neuromuskuler yang menyebabkan disfungsi menelan
- Anomali irama jantung kongenital terkait dengan hidrops, perdarahan janin-ke-ibu,
dan infeksi parvovirus
- Diabetes mellitus tidak terkontrol pada ibu
- Kelainan kromosom, trisomyi 21 yang paling umum, diikuti dengan trisomi18
dantrisomi13.
- Sindroma kinesia janin dengan tidak adanya proses menelan pada janin.4

Epidemiologi
Di Amerika Serikat, polihidramnion terjadi pada 1% kehamilan. Sebuah studi
retrospektif tentang hasil USG pasien yang dating klinikantenatal secara rutin di Inggris
menunjukkan prevalensi 0,15% terjadinya polihidramnion.
Evaluasi angka kematian perinatal (PMR) menggunakan ultrasonografi
Chamberlin pada 7562 pasien dengan risiko tinggi kehamilan. PMR pada pasien dengan
volume cairan normal adalah 1,97 kematian per 1000 pasien. PMR meningkat menjadi
4,12 kematian per 1000 pasien dengan polihidramnion, dan 56,5 kematian per 1000 pasien
dengan oligohidramnion.
Persalinan prematur terjadi pada sekitar 26% dari ibu dengan polihidramnion.
Komplikasi lain termasuk ketuban pecah dini (KPD), lepasnya plasenta, malpresentasi
38
janin, SC, dan perdarahan postpartum.
Penelitian menunjukkan adanya peningkatan risiko anomali janin yang terkait
dalam bentuk yang lebih parah akibat polihidramnion.Dalam tahun 1990, 20% kasus
polihidramnion mengakibatkan anomali janin, termasuk masalah sistem Gastrointestinal
(40%), SSP (26%), sistem kardiovaskular (22%), atau sistem genitourinari (13%). Pada
kasus-kasus polihidramnion tersebut, 7,5% terjadi pada kehamilan multipel, 5% karena
diabetes pada ibu, dan 8,5% sisanya karena penyebab lain. Namun, setidaknya 50% dari
pasien tidak memiliki faktor risiko yang terkait. 4,6
Gejala Klinis
Tanda – tanda dan gejala polihidramnion merupakan hasil dari tekanan yang
diberikan dalam uterus dan pada organ terdekat.
Tanda-tanda yang didapatkan dapat berupa :
 Ukuran uterus lebih besar dibanding yang seharusnya
 Identifikasi janin dan bagian janin melalui pemeriksaan palpasi sulit
dilakukan
 Denyut Jantung Janin (DJJ) sulit terdengar
 Balotemen janin jelas
Polihidramnion ringan menujukkan sedikit tanda atau gejala. Polihidramnion
berat dapat menyebabkan:
- Sesak napas atau ketidakmampuan untuk bernapas, kecuali ketika berdiri
- Pembengkakan pada ekstremitas bawah, vulva dan dinding perut
- Penurunan produksi urin
- Gangguan pencernaan
- Edema
- Bila polihidramnion terjadi antara minggu ke 24 – 30 maka keadaan ini
sering berangsung secara akut dengan gejala nyeri abdomen akut dan
rasa seperti “meledak” serta rasa mual.
- Kulit abdomen mengkilat dan edematous disertai striae yang masih
baru4,5,6

39
Gambar 2.2: Abdomen ibu dengan polihidramnion

Diagnosis
Pemeriksaan Fisik
- Pada inspeksi dapat memperlihatkan rahim yang cepat membesar pada
ibu hamil.
- Kehamilan multiple yang berhubungan dengan polihidramnion.
- Kelainan janin yang berhubungan dengan polihidramnion meliputi
makrosomia neonatal, hidrops janinatau neonates dengan anasarca,
asites, efusi pleura atau perikardial, dan obstruksi saluran
gastrointestinal (misalnya, atresia duodenum, fistula trakeoesofageal).
- Malformasi skeletal juga dapat terjadi, termasuk dislokasi pinggul
kongenital dan cacat tungkai.
- Kelainanpada gerakan janin menandakan kelainan neurologis primer
atau dalam hubungannya dengan sindrom genetik. 4,5,6
Pemeriksaan Laboratorium
- Tes toleransi glukosa untuk ibu yang dengan diabetes mellitus tipe2
- Tes hidrops janin: Jika adanya hidropsjanin, imunologi dan infeksi janin
harus diselidiki. Termasuk skrining untuk anti bodi ibu ke antigen D, C,
Kell, Duffy, dan Kidd untuk menentukan produksi anti bodi ibu terhadap
sel darah merah janin. Infeksi janin dapat meliputi cytomegalovirus
(CMV), toksoplasmosis, sifilis, dan Parvovirus B19. Pemeriksaan harus
mencakup sebagai berikut:
 Tes Venereal Disease Research Laboratories(VDRL) untuk tessifilis
40
 Titer Imunoglobulin G (IgG) dan immunoglobulin M (IgM) untuk
mengevaluasi paparan terhadap rubella, CMV, toksoplasmosis dan
parvovirus
 Tes untuk virus bawaan dalam cairan ketuban dengan menggunakan
polymerase chain reaction (PCR)
- Tes Kleihauer-Betke untuk mengevaluasi perdarahan janin-ibu
- Hemoglobin Bartpada pasien keturunan Asia (yang mungkin didapatkan
heterozigot pada alfa-thalassemia)
- Karyotyping Janin untuk trisomy 21, 13d
Pemeriksaan Ultrasonografi
Operator berpengalaman dapat mendeteksi polihidramnion secara subyektif
.Suatu pendekatan kuantitatif dapat dilakukan dengan membagi rongga rahim menjadi
empat kuadran atau kantong. Kantong vertical terbesar diukur dalam sentimeter dan
volume total dihitung dengan mengalikan tingkat ini dengan 4. Hal ini dikenal sebagai
Amnion Fluid Index(AFI). Polihidramnion didefinisikan sebagai AFI lebih dari 24 cm atau
kabtong tunggal cairan minimal 8cm yang menghasilkan volume cairan total lebih dari
2.000 mL.
AFI adalah salah satu dari lima cara untuk menilai komponen dari profilbio fisik
(tes non-invasif yang dapat mendeteksi ada atau tidak adanya asfiksia janin). Komponen
lainnya adalah gerakan pernapasan janin, gerakan tubuh, nada janin dan monitoring
jantung janin.
Prenatal ultrasonografi pada polihidramnion dapat berupa:
- Evaluasi proses menelan janin. Penurunan tingkat menelan janin terjadi pada
anencephaly, trisomi 18, trisomi 21, distrofi otot, dan displasia tulang.
- Evaluasi anatomi janin; menilai hernia diafragma, massa paru-paru, dan tidak
adanya gelembung perut (yang berhubungan dengan atresia esofagus). Tanda
gelembung ganda atau duodenum melebar menunjukkan kemungkinan atresia
duodenum.
- Test untuk aritmia dan malformasi janin yang menyebabkan kegagalan jantung
dan hidrops.
- Lingkar perut besar yang abnormal dapat diamati dengan ascites dan hidrop
janin.

41
- Janin makrosomia diamati dalam kaitannya dengan diabetes ibu yang tidak
terkontrol.
- Menilai kecepatan aliran darah pada arteri serebral anterior janin untuk melihat
adanya anemia janin.
Penatalaksanaan
- Langkah pertama adalah untuk mengidentifikasi apakah penyebab yang
mendasari.
- Polihidramnion ringan dapat cukup dipantau dan diobati secara konservatif.
- Persalinan prematur biasa dilakukan karena overdistensi dari rahim, dan
langkah-langkah harus diambil untuk meminimalkan komplikasi ini. Termasuk
pemeriksaan antenatal yang teratur dan pemeriksaan rahim dan bedrest sampai
cukup bulan.
- Steroid intramuskular harus diberikan kepada ibu pada antenatal jika
dipertimbangkan untuk dilakukannya persalinan prematur. Hal ini membantu
untuk meningkatkan kematangan paru-paru.
- Scan ultrasound serial harus dilakukan untuk memantau AFI dan monitor
pertumbuhan janin.
- Anemia hidrops janin diobati dengan transfusi eritrosit, baik intravaskular atau
melalui perut janin. Hal ini mengurangi kemungkinan kegagalan kongestif
janin, sehingga memungkinkan perpanjangan kehamilan dan meningkatkan
kelangsungan hidup.
- Jika didiagnosis adanya diabetes kehamilan, kontrol glikemik yang ketat harus
dipertahankan. Hal ini biasanya dilakukan dengan manipulasi diet dan insulin
jarang dibutuhkan.
- Indometacin adalah obat pilihan untuk pengobatan medis polihidramnion. Hal
ini sangat efektif, terutama dalam kasus dimana kondisi ini terkait dengan
peningkatan produksi urin janin. Mekanisme aksi menjadi efek pada produksi
urin oleh ginjal janin, mungkin dengan meningkatkan efek dari vasopresin. Hal
ini tidak efektif dalam kasus di mana penyebab yang mendasari adalah penyakit
neuromuskuler yang mempengaruhi proses menelan janin, atau hidrosefalus.
Tapi hal ini merupakan kontraindikasi pada sindrom kembar-ke-kembar atau
setelah 35 minggu, karena efek samping yang ditimbulkan lebih besar daripada
manfaat dalam kasus ini.
42
- Amniosentesis direkomendasikan dalam kasus di mana indometacin menjadi
suatu kontraindikasi, pada polihidramnion berat, atau pada pasien yang
simptomatik. Ini menjadi kontraindikasi pada ketuban pecah dini atau pelepasan
plasenta, atau korioamnionitis (peradangan selaput chorioamniotic dan cairan -
biasanya infektif).
- Induksi persalinan harus dipertimbangkan jika gawat janin berkembang. Di atas
35 minggu mungkin lebih aman untuk dilahirkan. Induksi dengan ruptur buatan
pada membran (ARM) harus dikontrol, dilakukan oleh dokter kandungan dan
dengan persetujuan untuk melanjutkan dengan sectio caesar jika diperlukan. 4,6
Komplikasi
- Risiko dan komplikasi amnio infusi, termasuk emboli cairan amnion, gangguan
pernapasan ibu, peningkatan tekanan rahim ibu, dan gangguan pernapasan
sementara janin.
- Risiko amnio sentesis termasuk kehilangan janin (1-2%). Komplikasi lainnya
adalah terlepasnya plasenta, persalinan prematur, perdarahan janin-ibu,
sensitisasi rahim ibu, dan pneumotoraks pada janin. Risiko infeksi janin dapat
sedikit meningkat. 4
Prognosis
- Jika kondisi ini tidak terkait dengan temuan lain, prognosis biasanya baik.
- Menurut Desmedt dkk, PMR pada polihidramnion yang berhubungan dengan
malformasi janin atau plasenta adalah sekitar 61%.
- Seperti disebutkan sebelumnya, 20% dari bayi dengan polihidramnion memiliki
beberapa anomali. Dalam hal ini, prognosis tergantung pada beratnya anomali.
- Penelitian menunjukkan bahwa, jika keparahan polihidramnion meningkat,
kemungkinan untuk menentukan etiologi akan meningkat.
- Dalam kasus polihidramnion ringan, kemungkinan adanya masalah yang
signifikan hanya sekitar 16,5%; hal ini harus dikomunikasikan kepada orang tua.
4

3.2.2 Oligohidramnion
Defenisi
43
Oligohidramnion adalah suatu keadaan dimana air ketuban kurang dari normal,
yaitu kurang dari 500 cc.
Definisi lainnya menyebutkan sebagai AFI yang kurang dari 5 cm. Karena VAK
tergantung pada usia kehamilan maka definisi yang lebih tepat adalah AFI yang kurang
dari presentil 5 ( lebih kurang AFI yang <6.8 cm saat hamil cukup bulan). 13
Patofisiologi
Mekanisme atau patofisiologi terjadinya oligohidramnion dapat dikaitkan
dengan adanya sindroma potter dan fenotip pottern, dimana, Sindroma Potter dan Fenotip
Potter adalah suatu keadaan kompleks yang berhubungan dengan gagal ginjal bawaan dan
berhubungan dengan oligohidramnion (cairan ketuban yang sedikit).
Fenotip Potter digambarkan sebagai suatu keadaan khas pada bayi baru lahir,
dimana cairan ketubannya sangat sedikit atau tidak ada.Oligohidramnion menyebabkan
bayi tidak memiliki bantalan terhadap dinding rahim.Tekanan dari dinding rahim
menyebabkan gambaran wajah yang khas (wajah Potter).Selain itu, karena ruang di dalam
rahim sempit, maka anggota gerak tubuh menjadi abnormal atau mengalami kontraktur
dan terpaku pada posisi abnormal.
Oligohidramnion juga menyebabkan terhentinya perkembangan paru-paru
(paru-paru hipoplastik), sehingga pada saat lahir, paru-paru tidak berfungsi sebagaimana
mestinya. Pada sindroma Potter, kelainan yang utama adalah gagal ginjal bawaan, baik
karena kegagalan pembentukan ginjal (agenesis ginjal bilateral) maupun karena penyakit
lain pada ginjal yang menyebabkan ginjal gagal berfungsi.
Dalam keadaan normal, ginjal membentuk cairan ketuban (sebagai air kemih)
dan tidak adanya cairan ketuban menyebabkan gambaran yang khas dari sindroma Potter.
Gejala Sindroma Potter berupa :
 Wajah Potter (kedua mata terpisah jauh, terdapat lipatan epikantus,
pangkal hidung yang lebar, telinga yang rendah dan dagu yang tertarik
ke belakang).
 Tidak terbentuk air kemih
 Gawat pernafasan14.
Epidemiologi
Sekitar 8% wanita hamil memiliki cairan ketuban terlalu sedikit.
Olygohydramnion dapat terjadi kapan saja selama masa kehamilan, walau pada umumnya
sering terjadi di masa kehamilan trimester terakhir. Sekitar 12% wanita yang masa
44
kehamilannya melampaui batas waktu perkiraan lahir (usia kehamilan 42 minggu) juga
mengalami olygohydramnion, karena jumlah cairan ketuban yang berkurang hampir
setengah dari jumlah normal pada masa kehamilan 42 minggu1
Etiologi
Penyebab oligohydramnion tidak dapat dipahami sepenuhnya. Mayoritas wanita
hamil yang mengalami tidak tau pasti apa penyebabnya. Penyebab oligohydramnion yang
telah terdeteksi adalah cacat bawaan janin dan bocornya kantung/ membran cairan ketuban
yang mengelilingi janin dalam rahim.Sekitar 7% bayi dari wanita yang mengalami
oligohydramnion mengalami cacat bawaan, seperti gangguan ginjal dan saluran kemih
karena jumlah urin yang diproduksi janin berkurang. Masalah kesehatan lain yang juga
telah dihubungkan dengan oligohidramnion adalah tekanan darah tinggi, diabetes, SLE,
dan masalah pada plasenta. Serangkaian pengobatan yang dilakukan untuk menangani
tekanan darah tinggi, yang dikenal dengan namaangiotensin-converting enxyme inhibitor
(mis captopril), dapat merusak ginjal janin dan menyebabkan oligohydramnion parah dan
kematian janin.Wanita yang memiliki penyakit tekanan darah tinggi yang kronis
seharusnya berkonsultasi terlebih dahulu dengan ahli kesehatan sebelum merencanakan
kehamilan untuk memastikan bahwa tekanan darah mereka tetap terawasi baik dan
pengobatan yang mereka lalui adalah aman selama kehamilan mereka.
Fetal :
 Kromosom
 Kongenital
 Hambatan pertumbuhan janin dalam rahim
 Kehamilan postterm
 Premature ROM (Rupture of amniotic membranes)
Maternal :
 Dehidrasi
 Insufisiensi uteroplasental
 Preeklamsia
 Diabetes
 Hypoxia kronis
Induksi Obat :
 Indomethacin and ACE inhibitors
45
 Idiopatik2
Faktor Resiko
Wanita dengan kondisi berikut memiliki insiden oligohidramnion yang tinggi :
 Anomali kongenital ( misalnya : agenosis ginjal,sindrom patter ).
 Retardasi pertumbuhan intra uterin.
 Ketuban pecah dini ( 24-26 minggu ).
 Sindrom pasca maturitas15

Manifestasi Klinis

 Uterus tampak lebih kecil dari usia kehamilan dan tidak ada ballotemen.
 Ibu merasa nyeri di perut pada setiap pergerakan anak.
 Sering berakhir dengan partus prematurus.
 Bunyi jantung anak sudah terdengar mulai bulan kelima dan terdengar
lebih jelas.
 Persalinan lebih lama dari biasanya.
 Sewaktu his akan sakit sekali.
 Bila ketuban pecah, air ketuban sedikit sekali bahkan tidak ada yang
keluar16.
Diagnosis dan Pemeriksaan
Pemeriksaan dengan USG dapat mendiagnosa apakah cairan ketuban terlalu
sedikit atau terlalu banyak. Umumnya para doketer akan mengukur ketinggian cairan
dalam 4 kuadran di dalam rahim dan menjumlahkannya. Metode ini dikenal dengan nama
Amniotic Fluid Index (AFI). Jika ketinggian amniotic fluid (cairan ketuban) yang di ukur
kurang dari 5 cm, calon ibu tersebut didiagnosa mengalami oligohydramnion. Jika jumlah
cairan tersebut lebih dari 25 cm, ia di diagnosa mengalami poluhydramnion17
Penatalaksanaan
Sebenarnya air ketuban tidak akan habis selama kehamilan masih normal dan
janin masih hidup. Bahkan air ketuban akan tetap diproduksi, meskipun sudah pecah
berhari-hari. Walau sebagian berasal dari kencing janin, air ketuban berbeda dari air seni
biasa, baunya sangat khas.Ini yang menjadi petunjuk bagi ibu hamil untuk membedakan
apakah yang keluar itu air ketuban atau air seni.
Supaya volume cairan ketuban kembali normal, dokter umumnya menganjurkan
46
ibu hamil untuk menjalani pola hidup sehat, terutama makan dengan asupan gizi
berimbang. Pendapat bahwa satu-satunya cara untuk memperbanyak cairan ketuban adalah
dengan memperbanyak porsi dan frekuensi minum adalah ”salah kaprah”. Tidak benar
bahwa kurangnya air ketuban membuat janin tidak bisa lahir normal sehingga mesti
dioperasi sesar. Bagaimanapun, melahirkan dengan cara operasi sesar merupakan pilihan
terakhir pada kasus kekurangan air ketuban. Meskipun ketuban pecah sebelum waktunya,
tetap harus diusahakan persalinan pervaginam dengan cara induksi yang baik dan benar.
Studi baru-baru ini menyarankan bahwa para wanita dengan kehamilan normal
tetapi mengalami oligohydramnion dimasa-masa terakhir kehamilannya kemungkinan
tidak perlu menjalani treatment khusus, dan bayi mereka cenderung lahir denga sehat.
Akan tetapi wanita tersebut harus mengalami pemantauan terus-menerus. Dokter mungkin
akan merekomendasikan untuk menjalani pemeriksaan USG setiap minggu bahkan lebih
sering untuk mengamati apakah jumlah cairan ketuban terus berkurang. Jika indikasi
berkurangnya cairan ketuban tersebut terus berlangsung, dokter mungkin akan
merekomendasikan persalinan lebih awal dengan bantuan induksi untuk mencegah
komplikasi selama persalinan dan kelahiran. Sekitar 40-50% kasus oligohydramnion
berlangsung hingga persalinan tanpa treatment sama sekali. Selain pemeriksaan USG,
dokter mungkin akan merekomendasikan tes terhadap kondisi janin, seperti tes rekam
kontraksi untuk mengganti kondisi stress tidaknya janin, dengan cara merekam denyut
jantung janin. Tes ini dapat memberi informasi penting untuk dokter jika janin dalam rahim
mengalami kesulitan. Dalam kasus demikian, dokter cenderung untuk merekomendasikan
persalinan lebih awal untuk mencegah timbulnya masalah lebih serius. Janin yang tidak
berkembang sempurna dalam rahim ibu yang mengalami oligohydramnion beresiko tinggi
untuk mengalami komplikasi selama persalinan, seperti asphyxia (kekurangan oksigen),
baik sebelum atau sesudah kelahiran. Ibu dengan kondisi janin seperti ini akan dimonitor
ketat bahkan kadang-kadang harus tinggal di rumah sakit.
Jika wanita mengalami oligohydramnion di saat-saat hampir bersalin, dokter
mungkin akan melakukan tindakan untuk memasukan laruran salin melalui leher rahim
kedalam rahim. Cara ini mungkin mengurangi komplikasi selama persalinan dan kelahiran
juga menghindari persalinan lewat operasi caesar. Studi menunjukan bahwa pendekatan
ini sangat berarti pada saat dilakukan monitor terhadap denyut jantung janin yang
menunjukan adanya kesulitan. Beberapa studi juga menganjurkan para wanita dengan
oligohydramnion dapatmembantu meningkatkan jumlah cairan ketubannya dengan minum
47
banyak air. Juga banyak dokter menganjurkan untuk mengurangi aktivitas fisik bahkan
melakukan bedrest18
Prognosis
 Semakin awal oligohidramnion terjadi pada kehamilan, semakin buruk
prognosisnya
 Jika terjadi pada trimester II, 80-90% mortalitas3
Komplikasi
Kurangnya cairan ketuban tentu aja akan mengganggu kehidupan janin, bahkan
dapat mengakibatkan kondisi gawat janin. Seolah-olah janin tumbuh dalam ”kamar
sempit” yang membuatnya tidak bisa bergerak bebas. Malah pada kasus extrem dimana
suah terbentuk amniotic band (benang atau serat amnion) bukan tidak mustahil terjadi
kecacatan karena anggota tubuh janin ”terjepit” atau ”terpotong” oleh amniotic band
tersebut.
Efek lainnya janin berkemungkinan memiliki cacat bawaan pada saluran kemih,
pertumbuhannya terhambat, bahkan meninggal sebelum dilahirkan.Sesaat setelah
dilahirkan pun, sangat mungkin bayi beresiko tak segera bernafas secara spontan dan
teratur.
Bahaya lainnya akan terjadi bila ketuban lalu sobek dan airnya merembes
sebelum tiba waktu bersalin. Kondisi ini amat beresiko menyebabkan terjadinya infeksi
oleh kuman yang berasal daribawah.Pada kehamilan lewat bulan, kekurangan air ketuban
juga sering terjadi karena ukuran tubuh janin semakin besar.
Masalah-masalah yang dihubungkan dengan terlalu sedikitnya cairan ketuban
berbeda-beda tergantung dari usia kehamilan. Oligohydramnion dapat terjadi di masa
kehamilan trimester pertama atau pertengahan usia kehamilan cenderung berakibat serius
dibandingkan jika terjadi di masa kehamilan trimester terakhir. Terlalu sedikitnya cairan
ketuban dimasa awal kehamilan dapat menekan organ-organ janin dan menyebabkan
kecacatan, seperti kerusakan paru-paru, tungkai dan lengan.
Olygohydramnion yang terjadi dipertengahan masa kehamilan juga
meningkatkan resiko keguguran, kelahiran prematur dan kematian bayi dalam kandungan.
Jika ologohydramnion terjadi di masa kehamilan trimester terakhir, hal ini mungkin
berhubungan dengan pertumbuhan janin yang kurang baik. Disaat-saat akhir kehamialn,
oligohydramnion dapat meningkatkan resiko komplikasi persalinan dan kelahiran,
termasuk kerusakan pada ari-ari memutuskan saluran oksigen kepada janin dan
48
menyebabkan kematian janin. Wanita yang mengalami oligohydramnion lebih cenderung
harus mengalami operasi caesar disaat persalinannya19.
3.2.3 Hydrops Fetalis Non Imun
Definisi
Merupakan keadaan dimana terjadi akumulasi cairan ekstraseluler tanpa disertai
adanya antibodi yang menyerang antigen sel darah merah dalam sirkulasi. Akumulasi CES
ini terjadi dalam jaringan dan rongga serosa.
Etiologi
a. Kelainan kardiovaskuler : aritmia, congestive heart failure.
b. Idiopatik
c. Kelainan kromosom : trisomi 21, turner’s syndrome, trisomi 13, 16, 18.
Mekanisme terjadinya karena kelainan kardiovaskuler.
a. Higroma
b. Kelainan hematologi : ά thalasemia major yang disertai dengan anemia
janin dan cardiac failure.
c. Kelainan paru : cystic adenomatoid, hematoma pada dinding dada, hernia
diafragma congenital.
d. Infeksi : pavovirus, rubella, HIV, toxoplasma, CMV, sifilis.
e. Lain-lain : kembar, displasia skelet, kelainan gastrointestinal.
Diagnosis
USG adanya polihidramnion. Kulit edema, ascites, plasenta besar, efusi pleura,
dan kardiomegali. Gejala paling menonjol pada umumnya adalah ascites dan ascites janin
tidak dapat diketahui bila tidak dilakukan USG.
Prognosis
Mortalitas perinatal sebesar 40-90% tergantung penyebabnya. Bila terdapat
kelainan anatomi, prognosisnya jelek.

Penatalaksanaan
Penanganan hydrops fetalis non imun bersifat individual tergantung
penyebabnya dan pertimbangan orang tua. Bila kelainan berat dan bayi tidak mungkin
hidup, maka dilakukan terminasi kehamilan. Jika bayi diperkitakan mampu hidup, maka
penanganannya dilakukan sesuai dengan penyebab dan prognosisnya. Bila diperkirakan
49
janin sudah cukup matang untuk dilahirkan, maka persalinan segera dilakukan.
Amniosintesis dilakukan jika hidramnion menyebabkan sesak nafas dan untuk mengurangi
risiko premature.

DAFTAR PUSTAKA
1. Departemen Obstetri dan Ginekologi FK Unpad. 2019. Obstetri Fisiologi:
Ilmu Kesehatan Reproduksi. Edisi 3. Bandung: Sagung Seto
2. Cunningham F, Leveno K, Bloom S et al. Williams Obstetrics, 25E. New
York, N.Y: McGraw Hill Medical; 2018.
50
3. Kapila,V & Chaudhry,K. 2022. Physiology Placenta. StatPearls [Internet]
Available in: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK538332/
4. Rachimhadji T., Wiknjosastro G.H., Ilmu Kebidanan: Pembuahan, Nidasi
dan Plasentasi, Plasenta dan Cairan Amnion, 4th ed, 2008, Jakarta, PT Bina
Pustaka SarwonoPrawirohardjo, pg 143-155
5. Jones, J. 2021. Amniotic Fluid Index.
https://radiopaedia.org/articles/amniotic- fluid-index
6. Crellin, H.B & Singh, V. 2022. Sonography Evaluated of Amniotc Fluid.
StatPearls [Internet] Available in:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK570623/
7. Lord, M., Marino, S. & Kole, M. 2022. Amniotic Fluid Index. StatPearls
[Internet]Availablein:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK441881/#:~:text=A%20normal%20a
mniotic
%20fluid%20index,25%20cm%20is%20considered%20polyhydramnios.
8. Shepherd, A.M. & Mahdy, H. 2022. Placenta Accreata. StatPearls [Internet]
Available in: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK563288/
9. Huldebrand, J.P. & Rathbun, K.M. 2022.Placenta Abnormalities. StatPearls
[Internet] Available in: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK459355/
10. Hwang,D & Mahdy, H. 2022. Polyhyramnions. StatPearls [Internet]
Available in: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK562140/
11. Keilman, C. & Shanks, A.L. 2022. Oligohydramnions. StatPearls [Internet]
Available in: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK562326/
12. Ahmed, W. A. S., & Hamdy, M. A. (2018). Optimal management of
umbilical cord prolapse. International journal of women’s health, 10, 459.
13. Kalpna Kulshrestha et al., Umbilical Cord Abnormalities and Maternal and
Perinatal Outcome. Journal of Clinical and Diagnostic Research. 2021 Apr, Vol-
15(4): QC05-QC09

51

Anda mungkin juga menyukai