MOLA HIDATIDOSA
Disusun Oleh :
Pembimbing :
1
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING
Laporan Kasus pada kepaniteraan klinik Obstetri dan Ginekologi ini dengan judul:
Mengetahui
Pembimbing Klinik Obstetri dan Ginekologi
Program Pendidikan Profesi Dokter
FK Undana/RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. DEFINISI
Mola hidatidosa atau disebut sebagai hamil anggur adalah
kehamilan dengan vili korionik abnormal dan berbagai tingkat proliferasi
trofoblastik, edema serta degenerasi stroma vilus. Vili korionik
membentuk vesikel seperti anggur yang menggantung dalam kelompok-
kelompok dari pedikula. Dengan adanya janin, mola diberi istilah
“inkomplit/parsial”, jika janin tidak ada, mola disebut “istilah komplit”.(2)
4
kromosom yang kemudian mengalami pembelahan menjadi blastomer.
Seiring dengan terus membelahnya blastomer, bola sel solid yang
menyerupai mulberry-morula akan terbentuk. Morula memasuki rongga
rahim sekitar 3 hari pasca fertilisasi. Akumulasi cairan bertahap diantara
sel-sel morula menyebabkan terbentuknya blastokista dini.(3)
Pada stadium paling dini blastokista manusia, dinding vesikel
blastodermik primitif terdiri atas lapisan tunggal ectoderm. Hanya dalam
4-5 hari pasca fertilisasi, blastula 58 sel berdiferensiasi menjadi lima sel
pembentuk embrio-massa sel dalam, sedangkan 53 sel sisanya akan
membentuk trofoblas. Pada stadium blastokista 58 sel-sel luar, yang
disebut trofektoderm, dapat dibedakan dari massa sel dalam membentuk
embrio. Implantasi embrio terjadi dalam 6 atau 7 hari pasca fertilisasi.
Proses ini dapat dibagi menjadi 3 fase : 1.aposisi-pelekatan dini blastokista
ke dinding uteri, 2.adhesi-menunjukkan meningkatnya kontak fisis antara
blastokista dan epitel uterus dan 3.invasi-penetrasi dan invasi
sinsiotrofoblas ke dalam endometrium, sepertiga bagian dalam
myometrium dan pembuluh darah uterus.(3)
5
Pembentukan plasenta manusia dimulai dengan trofoektoderm
yang merupakan stuktur pertama kali berdiferensiai pada stadium morula.
Trofoektoderm membentuk lapisan sel trofoblas yang mengelilingi
blastokista. Selanjutnya, trofoblas berperan penting pada kontak janin-ibu
hingga aterm. Dari semua komponen plasenta, trofoblas memiliki struktur,
fungsi dan pola perkembangan yang paling bervariasi. Daya tembusnya
menunjang implantasi, perannya dalam memberikan nutrisi kepada hasil
konsepsi tercermin dari namanya dan fungsinya sebagai organ endokrin
penting untuk adaptasi fisiologis maternal dan mempertahankan
kehamilan.(3)
Setelah nidasi, sel-sel trofoblas menyerbu ke dalam desidua
sekitarnya sambil menghancurkan jaringan. Diantara masa trofoblas
timbul lubang-lubang sehingga menyerupai spons. Lubang ini kemudian
berisi darah ibu karena dinding pembuluh darah juga termakan kegiatan
trofoblas. Mula-mula sel yang dihancurkan menjadi bahan makanan bagi
telur. Kemudian makanan diambil dari darah ibu. Sel-sel trofoblas
menyerbu kemudian berubah menjadi batang-batang yang masing-masing
bercabang pula dan akhirnya membentuk vili korialis (jonjot korion).(4)
Sementara itu pada hari ke-8 pasca fertilisasi, setelah implantasi
awal, trofoblas telah berdiferensiasi menjadi sinsitium berinti banyak
bagian luar-sinsitiotrofoblas primitif, dan lapisan dalam sel-sel
mononuclear primitif-sitotrofoblas. Setelah implantasi sempurna, trofoblas
berdiferensiasi lebih lanjut menurut dua jalur utama membentuk trofoblas
vilus dan ekstravilus. Kedua jalur tersebut menghasilkan populasi sel
trofoblas yang memiliki fungsi khusus dengan maternal. Trofoblas vilus
membentuk vili korionik yang terutama berperan mengangkut oksigen dan
nutrien antara janin dan ibu. Trofoblas ekstravilus bermigrasi ke dalam
desidua dan myometrium serta menembus jalinan vaskular maternal
sehingga berkontak dengan berbagai tipe sel ibu.(3)
6
Gambar ilustrasi potongan melalui blastokista yang telah berimplantasi
A. Pada hari ke-10 B. Pada hari ke-12 pasca fertilisasi
7
3. EPIDEMIOLOGI
Insiden mola hidatiformis di Amerika Serikat dan Eropa relative
konstan, yaitu 1 sampai 2 per 1000 kehamilan. Penyakit ini lebih prevalen
pada orang keturunan Spanyol dan Indian Amerika. Hingga akhir-akhir
ini, penyakit ini lebih sering terjadi di beberapa negara Asia tetapi data-
data ini berasal dari studi rumah sakit dan karenanya menyesatkan. Studi
populasi di Korea, Kim dkk menggunakan terminologi dan klasifikasi
terkini dan melaporkan insiden 2 per 1000 kelahiran.(1)
Usia ibu di kedua ujung spektrum reproduksi adalah faktor risiko
untuk kehamilan mola. Secara spesifik, remaja dan wanita berusia 36-40
tahun memiliki risiko dua kali lipat dan mereka yang berusia lebih dari 40
tahun hampir 10 kali lipat.(1)
Terdapat peningkatan risiko substansial untuk penyakit trofoblastik
rekuren. Dalam suatu ulasan terhadap 12 penelitian yang mencakup total
5000 kehamilan mola, frekuensi mola rekuren adalah 1,3 persen.
Risikonya adalah 1,5 persen untuk mola komplet dan 2,7 persen untu
mola parsial. Berkowitz dkk (1989) melaporkan bahwa 23 persen wanita
yang pernah mengalami kehamilan mola memiliki mola ketiga. Mola
hidatidiformis berulang pada wanita dengan pasangan yang berbeda
menandakan bahwa pembentukan mola disebabkan oleh defek oosit.(1)
Faktor risiko lain ialah pemakaian kontrasepsi oral dan durasinya
serta riwayat keguguran meningkatkan kemungkinan kehamilan mola
hingga dua kali lipat. Studi-studi lain mengemukakan adanya peran
merokok, berbagai defisiensi vitamin dan peningkatan usia ayah.(1)
4. ETIOLOGI
Patofisiologi dari mola hidatidosa dan PTG telah banyak diteliti.
Diagnosa secara akurat dapat ditegakkan dengan analisa genetik dan DNA
fingerprinting. Pada mola komplit, materi kromosom dari ovarium hilang
atau materi genetik pada janin didapatkan secara paternal. Fertilisasi pada
ovum kosong oleh satu sperma menghasilkan janin 46 XX androgenik.
8
Fertilisasi mungkin oleh dua sperma menghasilkan janin XX atau XY
androgenik. Fertilisasi YY tidak akan berkembang. Pada mola komplit
tidak ada fetus yang berkembang dari fertilisasi androgenik ini. Plasenta
berkembang menjadi hidrophobik dan hyperplasia trofoblastik, selanjutnya
menjadi mola dengan 9-20% berpeluang menjadi neoplasma. Kejadian
mola parsial meningkat dan menyebabkan kehilangan janin. Banyak aborsi
trisemester 1 dihubungkan dengan triploid dan pada kenyataannya secara
histologis menunjukkan mola parsial dan telah dikonfirmasikan dengan
menggunakan flow cytometry.(5)
5. KLASIFIKASI
Kehamilan mola secara histologis ditandai oleh abnormalitas vili
korionik yang terdiri dari proliferasi trofoblastik dan edema stroma vilus.
Meskipun biasanya menempati rongga uterus, mola kadang-kadang
berkembang sebagai kehamilan ektopik. Derajat perubahan jaringan dan
ada tidaknya elemen janin atau mudigah digunakan untuk membagi
kelainan ini sebagai komplet atau parsial.(1)
a. Mola hidatidosa parsial
Gambaran suatu kehamilan mola inkomplit atau parsial mencakup
adanya sejumlah elemen jaringan janin dan perubahan hidatiformis yang
bersifat fokal dan kurang lanjut. Terjadi pembengkakakn progresif lambat
di dalam struma vilus korion yang biasanya avascular, sementara vilus
vaskular yang memiliki sirkulasi janin-plasenta yang berfungsi tidak
terkena.(1)
Kariotipe biasanya triploid-69XXX. 69XXY atau jauh lebih jarang
69XYY. Kariotipe ini masing-masing tersusun oleh satu set kromosom
haploid ibu dan dua set kromosom haploid ayah. Hanya 3 dari 270
kehamilan mola yang merupakan tetraploid. Janin nonviable pada mola
parsial triploid biasanya mengalami malformasi multiple.(1)
Risiko penyakit trofoblastik persisten setelah mola parsial jauh
lebih rendah daripada setelah kehamilan mola komplit. Selain itu, penyakit
9
persisten jarang merupakan koriokarsinoma. Hanya 3 dari 3000 mola
parsial yang mengalami penyulit koriokarsinoma.(1)
b. Mola hidatidosa Komplit
Gambaran suatu mola hidatidosa komplet secara umum adalah vili
korionik tampak sebagai massa yang terdiri dari vesikel-vesikel jernih.
Vesikel ini memiliki ukuran bervariasi dari sulit hingga beberapa
sentimeter dan sering menggantung berkelompok pada tangkai tamping.
Secara histologis lesi biasanya memperlihatkan degenerasi hidropik dan
edema vilus; tidak adanya pembuluh darah vilus; proliferasi epitel
trofoblas dengan derajat bervariasi dan tidak adanya unsur mudigah seperti
janin dan amnion.(1)
Komposisi kromosom mola komplet biasanya diploid dan berasal
dari ayah. Sekitar 85% adalah 46 dengan kedua set kromosom berasal dari
ayah. Ovum dibuahi oleh sebuah sperma haploid yang menduplikasikan
kromosomnya sendiri setelah meiosis. Kromosom ovum tidak ada atau
inaktif. Pada mola komplet lainnya, pola kromosom mungkin 46 XY
akibat fertilisasi dispermik.(1)
Lawler dkk (1991) melaporkan 200 kehamilan mola. Dari 151
mola komplet, 128 atau 85 persen adalah diploid, 3 triploid dan 1 haploid.
Dari 49 mola parsial, 86 persen adalah triploid. Nieman dkk melakukan
pendekatan terhadap hal ini dengan cara lain. Mereka menggolongkan 162
mola sebagai diploid dan 105 sebagai triploid tanpa memandang kriteria
lain untuk mola komplet atau parsial.(1)
10
Amnion, RBC fetus Ada Tidak ada
Edema vili Fokal, variable Difus (menyeluruh)
Trofoblastik proliferatif Fokal Difus (menyeluruh)
Inklusi stroma trofoblas Ada Tidak ada
Gambaran klinis
Diagnosis Missed abortion Molar gestasion
Ukuran uterus Lebih kecil dari usia 50% lebih besar dari usia
kehamilan kehamilan
Kista theca-lutein Jarang 25-30%
Penyakit trofoblastik 1 – 5% 15- 20%
persisten
Komplikasi Jarang Sering
6. PATOGENESIS
Pada konsepsi normal, setiap sel tubuh manusia mengandung 23 pasang
kromosom, dimana salah satu masing-masing pasangan dari ibu dan yang
lainnya dari ayah. Dalam konsepsi normal, sperma tunggal dengan 23
kromosom membuahi sel telur dengan 23 kromosom, sehingga akan dihasilkan
46 kromosom.(6)
.
Gambar Skema Konsepsi Normal
11
Janin dapat terbentuk pada kehamilan ini,akantetapi janin tumbuh secara
abnormal dan tidak dapat bertahan hidup.(6)
Suatu mola hidatidosa komplit terjadi ketika salah satu (atau bahkan
dua) sperma membuahi sel telur yang tidak memiliki materi genetik. Bahkan
jika kromosom ayah dilipat gandakan untuk menyusun 46 kromosom, materi
genetik yang ada terlalu sedikit. Biasanya sel telur yang dibuahi mati pada saat
itu juga. Tetapi dalam kasus yang jarang sel tersebut terimplantasi pada uterus.
Jika hal itu terjadi, embrio tidak tumbuh, hanya sel trofoblas yang tumbuh
untuk mengisi rahim dengan jaringan mola.(6)
7. MANIFESTASI KLINIS
Pada permulaannya gejala mola hidatidosa tidak seberapa berbeda
dengan kehamilan biasa yaitu, mual, muntah, pusing dan lain-lain, hanya
saja derajat keluhannya sering lebih hebat. Selanjutnya, perkembangan
lebih pesat sehingga pada umumnya besar uterus lebih besar dari umur
kehamilan. Ada pula kasus-kasus yang uterusnya lebih kecil atau sama
besar dengan usia kehamilan walaupun jaringannya belum dikeluarkan.
12
Dalam hal ini perkembangan jaringan trofoblas tidak begitu aktif sehingga
perlu dipikirkan kemungkinan adanya jenis dying mole.(7)
Perdarahan merupakan gejala utama mola. Biasanya keluhan
perdarahan inilah yang menyebabkan mereka datang ke rumah sakit. gejala
perdarahan ini biasanya terjadi antara bulan pertama sampai bulan ketujuh
dengan rata-rata 12-14 minggu. Sifat perdarahan bisa intermitten, sedikit-
sedikit, atau sekaligus banyak sehingga menyebabkan syok atau kematian.
Karena perdarahan ini umumnya pasien masuk dalam keadaan anemia.(7)
Seperti pada kehamilan biasa, mola hidatidosa bisa disertai dengan
preklampsia hanya perbedaannya ialah bahwa preeclampsia pada mola
terjadi lebih muda daripada kehamilan biasa. Penyulit lain adalah
tirotoksikosis. Maka, Martaadisoebrata menganjurkan agar tiap kasus mola
hidatidosa dicari tanda-tanda tirotoksikosis secara akti seperti kita selalu
mencari tanda preklampsia pada tiap kehamilan biasa. Biasanya penderita
meninggal karena krisis tiroid.(7)
Penyulit lain yang mungkin terjadi ialah emboli sel trofoblas ke
paru-paru. Sebetulnya pada tiap kehamilan selalu ada migrasi sel trofoblas
ke paru-paru tanpa memberikan gejala apa-apa. Akan tetapi, pada mola
kadang-kadang jumlah sel trofoblas ini sedemikian banyak sehingga
menimbulkan emboli paru-paru akut yang bisa menyebabkan kematian.(7)
Mola hidatidosa sering disertai dengan kista lutein, baik unilateral
atau bilateral. Umumnya kista ini menghilang setelah jaringan mola
dikeluarkan, tetapi ada juga kasus dimana kista lutein baru ditemukan
stelah follow up. Kasus mola dengan kista lutein mempunyai risiko 4 kali
lebih besar untuk mendapat degenerasi keganasan dikemudian hari daripada
kasus tanpa kista.(7)
8. DIAGNOSIS
Adanya mola hidatidosa harus dicurigai bila ada perempuan
dengan amenorea, perdarahan pervaginam, uterus yang lebih besar dari
tuanya kehamilan dan tidak ditemukan tanda kehamilan pasti seperti
13
balotement dan detak jantung anak. Untuk memperkuat diagnosis dapat
dilakukan pemeriksaan kadar Human Chorionic Gonadotropin (hCG)
dalam darah atau urin baik secara bioassay, immunoassay maupun
radioassay. Peninggian hCG , terutama dihari ke-100 sangat sugestif. Bila
belum jelas dapat dilakukan pemeriksaan USG, dimana kasus mola
menunjukkan gambaran yang khas yaitu berupa badai salju (snow flake
pattern) atau gambaran seperti sarang lebah (honey comb).(7)
14
hidatidosa umumnya lebih spesifik. Kavum uteri berisi massa ekogenik
bercampur bagian yang anekoik vesikuler berdiameter antara 5-10 mm.
gambaran tersebut dapat dibayangkan seperti gambaran sarang lebah
(honey comb) atau badai salju. Pada 20 – 50% kasus dijumpai adanya
masa kistik multilokuler di daerah adneksa. Massa tersebut berasal dari
kista teka-lutein.(7)
Apabila jaringan mola memenuhi sebagian kavum uteri dan
sebagian berisi janin yang ukurannya relatif kecil dari umur
kehamilannya disebut sebagai molla parsialis. Umumnya janin mati
pada bulan pertama tapi ada juga yang hidup sampai cukup besar atau
bahkan aterm. Pada pemeriksaan histopatologi tampak dibeberapa
tempat vili yang edema dengan sel trofoblas yang tidak begitu
berproliferasi, sedangkan ditempat lain masih tampak vili normal.
Umumnya mola parsialis mempunyai kariotipe triploid dan jarang
menjadi ganas.(7)
9. PENATALAKSANAAN
Mola hidatidosa harus dievakuasi sesegera mungkin setelah diagnosis
ditegakkan. Bila perlu lakukan stabilisasi dahulu dengan melakukan
perbaikan keadaan umum penderita dengan mengobati beberapa kelainan
yang menyertai seperti syok hipovolemik dan/atau tirotoksikosis.(7)
Terapi mola hidatidosa terdiri dari tahap-tahap berikut yaitu:(7)
1. Perbaiki keadaan umum
Yang termasuk usaha ini misalnya pemberian tranfusi darah untuk
memperbaiki syok atau anemia dan menghilangkan atau mengurangi
penyulit seperti preeklampsia atau tirotoksikosis.
2. Pengeluaran jaringan mola
Teknik evakuasi mola hidatidosa ada 2 cara yaitu :
a. Kuretase
Setelah keadaan umum diperbaiki dilakukan vakum kuretase
tanpa pembiusan. Untuk memperbaiki kontraksi diberikan pula
15
uterotonika. Vakum kuretase dilanjutkan dengan menggunakan
sendok kuret biasa yang tumpul. Tindakan kuret cukup dilakukan
satu kali saja, asal bersih. Kuret kedua hanya dilakukan bila ada
indikasi. Sebelum tindakan kuret sebaiknya disediakan darah
untuk menjaga bila terjadi perdarahan yang banyak.
b. Histerektomi
Tindakan ini dilakukan ada perempuan yang telah cukup umur
dan cukup mempunyai anak. Alasan untuk melakukan
histerektomi ialah karena umur tua dan paritas tinggi merupakan
faktor predisposisi untuk terjadinya keganansan. Batasan yang
dipakai adalah umur 35 tahun dengan anak hidup tiga. Tidak
jarang bahwa pada sediaan histerektomi bila dilakukan
pemeriksaan histopatologik sudah tampak adanya tanda-tanda
keganasan berupa mola invasif/koriokarsinoma.
3. Pemeriksaan tindak lanjut
Hal ini perlu dilakukan mengingat adanya kemungkinan keganasan
setelah mola hidatidosa. Tes hCG harus mencapai nilai normal 8 minggu
setelah evakuasi. Lama pengawasan berkisar satu tahun. Untuk tidak
mengacaukan pemeriksaan selama periode ini pasien disarankan untuk
tidak hamil dulu dengan menggunakan kondom, diafragma atau pantang
berkala.
16
berbagai klinik sangat berbeda-beda, berkisar antara 5,56%. Bila terjadi
keganasan, maka pengelolaan secara khusus pada divisi Onkologi
Ginekologi.(7) Metastasis ke paru ditemukan pada 4-5% pasien dengan
mola hidatidosakomplit dan sangat jarang pada mola hidatidosa parsial.(9)
b. Follow-up
Bagi wanita yang kehamilan molanya sudah dikeluarkan, follow up yang
konsisten adalah suatu keharusan. Tujuan jangka panjangnya adalah untuk
memastikan resolusi sempurna penyakit trofoblastik, dengan kemoterapi
jika dibutuhkan. Dianjurkan langkah-langgkah berikut:(1)
Cegah kehamilan selama minimal 6 bulan dengan
menggunakan kontrasepsi hormonal
Setelah kadar basal B-HCG serum diperoleh dalam 48 jam
setelah evakuasi, kkadar dipantau setiap satu sampai dua
minggu selagi masih tinggi. Hal ini penting untuk
mendeteksi penyakit trofoblastik persisten. Bahkan jaringan
trofoblastik dalam jumlah kecil dapat dideteksi dengan
pemeriksaan ini. Kadar harus turun secara progesif ke kadar
yang tidak terdeteksi.
Kemoterapi tidak diindikasikan selama kadar serum terus
menurun. Peningkatan kadar atau kadar yang terus
mendatar menunjukkan perlunya evaluasi untuk penyakit
trofoblastik gestasional persisten dan biasanya pengobatan.
Peningkatan menunjukkan proliferasi trofoblastik yang
kemungkinan besar ganas, kecuali jika wanita yang
bersangkutan kembali hamil.
Jika kadar B-HCG turun ke kadar normal maka
pemeriksaan kadar ini diulang setiap bulan selama 6 bulan.
Jika tidak terdeteksi maka surveilans dapat dihentikan dan
pasien diijinkan hamil kembali.(1)
Pemantauan ketat pasca evakuasi mola sangat penting untuk
mengidentifikasi pasien berisiko keganasan. Pemeriksaan kadar HCG
17
dilakukan tiap minggu hingga diperoleh tiga kali kadar negatif,
kemudian enam kali kadar HCG normal yang diperiksa sebanyak enam
kali disertai pemeriksaan panggul. Jika kadar HCG meningkat, maka
perlu dilakukan pemeriksaan foto thoraks. Jika terapi sempurna telah
selesai ternyata masih tampak sisa tumor diparuparu maka diperlukan
pemeriksaan radiographis selama 2 tahun, untuk melihat bukti apakah
sisa tumor hilang. (10)
Pasca kehamilan dengan penyakit trofoblas gestasional, pasien
tidak dianjurkan hamil hingga kadar HCG normal selama 6 bulan. Pil
kontrasepsi kombinasi dan terapi sulih hormon aman digunakan setelah
kadar HCG menjadi normal. Setelah kehamilan mola, jika pasien
menginginkan strelisasi operatiff maka dapat dipertimbangkan
histerektomi dengan mola in situ.(10)
Indikasi pemberian kemoterapi pasca evakuasi mola:(10)
Pola kadar HCG mengalami regresi abnormal (peningkatan kadar
HCG > 10% atau kadar HCG menetap tiga kali dalam
pemeriksaan dua minggu)
Terjadi rebound HCG
Diagnosis histologis koriokarsinoma atau placental site
trophoblastic tumor
Terdapat metastasis diparu-paru, vulva dan vagina
Kadar HCG tinggi (>20.000 miu/ml selama lebih dari empat
minggu pasca evakuasi)
Kadar HCG meningkat secara menetap enam bulan pasca
evakuasi
Pemantauan intesif ini memiliki angka ketidak patuhan yang tinggi.
Untungnya, pengamatan-pengamatan terakhir menunjukkan bahwa
verifikasi kadar B-HCG yang tidak terdeteksi selama 6 bulan mungkin
tidak diperlukan. Sejumlah peneliti melaporkan bahwa tidak seorangpun
wanita dengan mola parsial atau komplet yang kadar B-HCG serumnya
tidak terdeteksi yang mengalami penyakit persisten.(1)
18
Gambar kadar B-HCG serum pasca evakuasi mola
19
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas
Nama : Ny. YL
Umur : 31 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Kristen Protestan
Status : Menikah
Alamat : Batakte
Dikirim oleh : RS Dedari
MRS : 2 Agustus 2018
No. RM : 496964
3.2 Anamnesis
Keluhan Utama
Keluar darah dari jalan lahir sejak pagi hari tanggal 2 Agustus 2018
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien merupakan rujukan dari RS. Dedari dengan diagnose abortus mola.
Pasien datang dengan keluhan keluar darah dari jalan lahir sejak pagi hari
pukul 05.00 wita tanggal 2 Agustus 2018. Darah yang keluar hanya
sedikit-sedikit tapi terjadi terus-menerus. Pasien merasa lemas akibat
perdarahan yang terjadi sehingga dibawah ke PKM Batakte lalu dirujuk ke
RS. Dedari. Pasien mengatakan bahwa saat ini ia tengah hamil anak ketiga
. Pasien mengatakan tidak haid selama 2 bulan terakhir ini. Pasien juga
mengeluhkan nyeri pada perut bagian bawah. BAB dan BAK normal.
Haid Terakhir : 12 Juni 2018
Taksiran Persalinan : 19 Maret 2019
UK : 7-8 minggu
ANC : 1 x di PKM Batakte
Riwayat Kontrasepsi : Suntik 3 tahun ( stop sejak 2016)
20
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien mengaku tidak pernah memiliki riwayat keluhan yang serupa.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Menurut pasien di keluarga pasien tidak ada yang memiliki keluhan seperti
pasien. HT (-) , DM (-), Jantung (-) , Kejang (-)
Riwayat Penyakit keganasan dalam keluarga :
Tidak diketahui
Riwayat persalinan
1. Aterm/rumah/bidan/spontan/3200/laki-laki/9 tahun/sehat
2. Aterm/PKM/bidan/spontan/3600/laki-laki/5 tahun/sehat
3. Hamil ini
3.3 Status Generalis
Keadaan Umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi : 96 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 37,0 C
Mata : Konjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-
Jantung : S1S2 tunggal regular, Murmur (-) Gallop (-)
Paru : Vesikuler +/+, ronki -/-, wheezing -/-
Abdomen :
- Inspeksi : tampak cembung
- Palpasi : Supel, nyeri tekan (+) bagian bawah perut,
ballotement (-), TFU : ½ pusat - simphisis
- Auskultasi : Bising usus (+)
- DJJ : -
- Perkusi : timpani
Ekstremitas : akral hangat, edema (-/-)
21
3.4 Pemeriksaan Penunjang
3.4.1 Pemeriksaan Laboratorium
22
3.5 Assesment
Mola hidatidosa
3.6 Terapi
IVFD RL 20 tpm
Amoxicilin 3 x 500 mg tab
Kalnex 3 x 500 mg
Pro Kuretase
3.7 Diagnosis pre-operasi
Mola hidatidosa
3.8 Follow up (4 Agustus 2018 )
S Tidak ada darah maupun flek darah yang keluar dari jalan lahir
O
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : CM
Tekanan darah : 120/90 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36,9
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-
Jantung : S1S2 tunggal regular, mumur (-) gallop (-)
Paru : Vesikuler +/+, ronki -/-, wheezing -/-
Abdomen :
- Inspeksi : datar
- Palpasi : supel, nyeri tekan (-)
- Auskultasi : bising usus +
Genitalia : PPV (-)
Ekstremitas : akral hangat, edema (-/-)
A. Mola Hidatidosa Komplit
P. Pro kuretase dijadwalkan dari poliklinik .
23
BAB IV
PEMBAHASAN
24
DAFTAR PUSTAKA
10. Rauf S, Riu D, Sunarno I. Ilmu Kandungan. 3rd ed. Anwar M, editor.
Jakarta: PT BINA PUSTAKA SARWONO PRAWIROHARDJO; 2011.
208-211 p.
25