Anda di halaman 1dari 25

SMF/BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI LAPSUS

FAKULTAS KEDOKTERAN AGUSTUS 2018


UNIVERSITAS NUSA CENDANA

MOLA HIDATIDOSA

Disusun Oleh :

Emilia Melnunia Kamuri, S.Ked

Pembimbing :

dr. Unedo H.M. Sihombing, Sp.OG (K) Onk

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITERAAN KLINIK


SMF/BAGIAN OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS NUSA CENDANA/RSUD PROF. DR. W. Z. JOHANNES
KUPANG
2018

1
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING

Laporan Kasus pada kepaniteraan klinik Obstetri dan Ginekologi ini dengan judul:

Mola Hidatidosa yang telah di presentasikan pada tanggal oleh: Emilia

Melnunia Kamuri ,S.Ked NIM 1308011013 Fakultas Kedokteran Universitas

Nusa Cendana/ RSUD Prof. W. Z. Johannes, Kupang

Mengetahui
Pembimbing Klinik Obstetri dan Ginekologi
Program Pendidikan Profesi Dokter
FK Undana/RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes

dr. Unedo, H.M. Sihombing, SpOG (K) Onk

2
BAB I
PENDAHULUAN

Istilah penyakit trofoblastik gestasional atau PTG merujuk pada suatu


spektrum tumor plasenta terkait kehamilan. Penyakit trofoblastik gestasional
dibagi menjadi tumor mola dan non mola. Tumor non-mola dikelompokkan
sebagai neoplasia trofoblastik gestational. American college of Obstetricians and
Gynecologist (2004) menyebut tumor ini sebagai penyakit trofoblastik gestasional
maligna. Meskipun tumor-tumor ini secara histologis berbeda dan memiliki
kecenderungan yang bervariasi untuk melakukan invasi dan metastasis, sepanjang
tahun 1970an mulai terbukti konfirmasi histologis tidak diperlukan untuk
memberikan terapi efektif. Sebaliknya diadopsi suatu sistem yang terutama
didasarkan pada temuan klinis dan pengukuran serial human chorionic
gonadotropin (B-HCG).(1)
Dalam mengklasifikasikan tumor-tumor ini berdasarkan potensi
keganasannya dan untuk menentukan stadium klinis dan terapi optimal. Skema
klasifikasi penyakit trofoblastik dari International Federation of Gynecology and
Obstetrics (FIGO) yaitu PTG dibagi menjadi mola hidatidiformis yang terdiri dari
mola komplit, parsial dan neoplasia trofoblastik gestasional yang terdiri dari mola
invasif, koriokarsinoma, tumor trofoblastik tempat plasenta dan tumor trofoblastik
epitel. Jika berbagai algoritme penatalaksanaan ini diikuti, sebagian besar tumor
gestasional baik jinak maupun ganas dapat disembuhkan.(1)
Kehamilan mola secara histologis ditandai oleh abnormalitas vili korionik
yang terdiri dari proliferasi trofoblastik dan edema stroma vilus. Meskipun
biasanya menempati rongga uterus, mola kadang-kadang berkembang sebagai
kehamilan ektopik. Derajat perubahan jaringan dan ada tidaknya elemen janin
atau mudigah digunakan untuk membagi kelainan ini sebagai komplet atau
parsial.(1)

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. DEFINISI
Mola hidatidosa atau disebut sebagai hamil anggur adalah
kehamilan dengan vili korionik abnormal dan berbagai tingkat proliferasi
trofoblastik, edema serta degenerasi stroma vilus. Vili korionik
membentuk vesikel seperti anggur yang menggantung dalam kelompok-
kelompok dari pedikula. Dengan adanya janin, mola diberi istilah
“inkomplit/parsial”, jika janin tidak ada, mola disebut “istilah komplit”.(2)

2. ANATOMI DAN FISIOLOGI PLASENTA


Perkembangan plasenta manusia sama menariknya dengan
perkembangan janin. Selama perjalanan intrauterinya yang singkat, janin
bergantung pada plasenta dalam hal fungsi paru-paru, hati, dan ginjal.
Fungsi-fungsi ini dapat dicapai melalui hubungan anatomis yang unik
antara plasenta dan permukaan maternal yang berkontak dengan plasenta.
Plasenta menghubungkan ibu dengan janin melalui interaksi tak langsung
dengan darah ibu yang mengalir ke dalam ruang intervilus dari pembuluh
uteroplasenta. Darah ibu membasahi sinsiotrofoblas bagian luar agar dapat
dilakukan pertukaran gas dan nutrient dengan darah kapiler janin dalam
jaringan penyambung di inti vilus. Darah janin dan ibu umumnya tidak
tercampur dalam plasenta hemokrial. Terdapat juga sistem parakrin yang
menghubungkan ibu dengan janin melalui hubungan anatomis dan
biokimiawi antara chorion leave janin dan desidua parietalis ibu yang
terletak bersebelahan. Susunan jukstaposisi ini sangat penting untuk
komunikasi antara janin dan ibu serta penerimaan sistem imun ibu
terhadap hasil konsepsi.(3)
Penyatuan ovum dan sperma saat fertilisasi merupakan salah satu
proses penting dan menarik dalam biologi. Setelah terjadi fertilisasi dalam
tuba uterina, ovum yang matang akan menjadi zigot-sel diploid dengan 46

4
kromosom yang kemudian mengalami pembelahan menjadi blastomer.
Seiring dengan terus membelahnya blastomer, bola sel solid yang
menyerupai mulberry-morula akan terbentuk. Morula memasuki rongga
rahim sekitar 3 hari pasca fertilisasi. Akumulasi cairan bertahap diantara
sel-sel morula menyebabkan terbentuknya blastokista dini.(3)
Pada stadium paling dini blastokista manusia, dinding vesikel
blastodermik primitif terdiri atas lapisan tunggal ectoderm. Hanya dalam
4-5 hari pasca fertilisasi, blastula 58 sel berdiferensiasi menjadi lima sel
pembentuk embrio-massa sel dalam, sedangkan 53 sel sisanya akan
membentuk trofoblas. Pada stadium blastokista 58 sel-sel luar, yang
disebut trofektoderm, dapat dibedakan dari massa sel dalam membentuk
embrio. Implantasi embrio terjadi dalam 6 atau 7 hari pasca fertilisasi.
Proses ini dapat dibagi menjadi 3 fase : 1.aposisi-pelekatan dini blastokista
ke dinding uteri, 2.adhesi-menunjukkan meningkatnya kontak fisis antara
blastokista dan epitel uterus dan 3.invasi-penetrasi dan invasi
sinsiotrofoblas ke dalam endometrium, sepertiga bagian dalam
myometrium dan pembuluh darah uterus.(3)

Gambar Pembelahan Zigot Dan Pembentukan Blastokista

5
Pembentukan plasenta manusia dimulai dengan trofoektoderm
yang merupakan stuktur pertama kali berdiferensiai pada stadium morula.
Trofoektoderm membentuk lapisan sel trofoblas yang mengelilingi
blastokista. Selanjutnya, trofoblas berperan penting pada kontak janin-ibu
hingga aterm. Dari semua komponen plasenta, trofoblas memiliki struktur,
fungsi dan pola perkembangan yang paling bervariasi. Daya tembusnya
menunjang implantasi, perannya dalam memberikan nutrisi kepada hasil
konsepsi tercermin dari namanya dan fungsinya sebagai organ endokrin
penting untuk adaptasi fisiologis maternal dan mempertahankan
kehamilan.(3)
Setelah nidasi, sel-sel trofoblas menyerbu ke dalam desidua
sekitarnya sambil menghancurkan jaringan. Diantara masa trofoblas
timbul lubang-lubang sehingga menyerupai spons. Lubang ini kemudian
berisi darah ibu karena dinding pembuluh darah juga termakan kegiatan
trofoblas. Mula-mula sel yang dihancurkan menjadi bahan makanan bagi
telur. Kemudian makanan diambil dari darah ibu. Sel-sel trofoblas
menyerbu kemudian berubah menjadi batang-batang yang masing-masing
bercabang pula dan akhirnya membentuk vili korialis (jonjot korion).(4)
Sementara itu pada hari ke-8 pasca fertilisasi, setelah implantasi
awal, trofoblas telah berdiferensiasi menjadi sinsitium berinti banyak
bagian luar-sinsitiotrofoblas primitif, dan lapisan dalam sel-sel
mononuclear primitif-sitotrofoblas. Setelah implantasi sempurna, trofoblas
berdiferensiasi lebih lanjut menurut dua jalur utama membentuk trofoblas
vilus dan ekstravilus. Kedua jalur tersebut menghasilkan populasi sel
trofoblas yang memiliki fungsi khusus dengan maternal. Trofoblas vilus
membentuk vili korionik yang terutama berperan mengangkut oksigen dan
nutrien antara janin dan ibu. Trofoblas ekstravilus bermigrasi ke dalam
desidua dan myometrium serta menembus jalinan vaskular maternal
sehingga berkontak dengan berbagai tipe sel ibu.(3)

6
Gambar ilustrasi potongan melalui blastokista yang telah berimplantasi
A. Pada hari ke-10 B. Pada hari ke-12 pasca fertilisasi

Plasenta secara fungsional merupakan anyaman kapiler janin yang


berkontak dengan darah ibu, anatomi makroskopiknya terutama terdiri atas
hubungan vaskular. Permukaan janin ditutupi oleh amnion transparan, di
bawah amnion tersebut, berjalan pembuluh korionik. Irisan melintang
plasenta akan menunjukkan amnion, korion, vilus korionik dan ruang
intervilus, lempeng desidual (basal), dan miometrium. Permukaan
maternal plasenta dibagi menjadi lobus-lobus iregular oleh jalur yang
dibentuk oleh septum, yang terdiri atas jaringan fibrosa disertai pembuluh
darah yang jarang. Septum yang memiliki alas lebar ini lazimnya tidak
mencapai lempeng korionik sehingga membagi plasenta secara tidak
sempurna.(3)

Gambar uterus seorang perempuan hamil yang memperlihatkan


plasenta normal

7
3. EPIDEMIOLOGI
Insiden mola hidatiformis di Amerika Serikat dan Eropa relative
konstan, yaitu 1 sampai 2 per 1000 kehamilan. Penyakit ini lebih prevalen
pada orang keturunan Spanyol dan Indian Amerika. Hingga akhir-akhir
ini, penyakit ini lebih sering terjadi di beberapa negara Asia tetapi data-
data ini berasal dari studi rumah sakit dan karenanya menyesatkan. Studi
populasi di Korea, Kim dkk menggunakan terminologi dan klasifikasi
terkini dan melaporkan insiden 2 per 1000 kelahiran.(1)
Usia ibu di kedua ujung spektrum reproduksi adalah faktor risiko
untuk kehamilan mola. Secara spesifik, remaja dan wanita berusia 36-40
tahun memiliki risiko dua kali lipat dan mereka yang berusia lebih dari 40
tahun hampir 10 kali lipat.(1)
Terdapat peningkatan risiko substansial untuk penyakit trofoblastik
rekuren. Dalam suatu ulasan terhadap 12 penelitian yang mencakup total
5000 kehamilan mola, frekuensi mola rekuren adalah 1,3 persen.
Risikonya adalah 1,5 persen untuk mola komplet dan 2,7 persen untu
mola parsial. Berkowitz dkk (1989) melaporkan bahwa 23 persen wanita
yang pernah mengalami kehamilan mola memiliki mola ketiga. Mola
hidatidiformis berulang pada wanita dengan pasangan yang berbeda
menandakan bahwa pembentukan mola disebabkan oleh defek oosit.(1)
Faktor risiko lain ialah pemakaian kontrasepsi oral dan durasinya
serta riwayat keguguran meningkatkan kemungkinan kehamilan mola
hingga dua kali lipat. Studi-studi lain mengemukakan adanya peran
merokok, berbagai defisiensi vitamin dan peningkatan usia ayah.(1)

4. ETIOLOGI
Patofisiologi dari mola hidatidosa dan PTG telah banyak diteliti.
Diagnosa secara akurat dapat ditegakkan dengan analisa genetik dan DNA
fingerprinting. Pada mola komplit, materi kromosom dari ovarium hilang
atau materi genetik pada janin didapatkan secara paternal. Fertilisasi pada
ovum kosong oleh satu sperma menghasilkan janin 46 XX androgenik.

8
Fertilisasi mungkin oleh dua sperma menghasilkan janin XX atau XY
androgenik. Fertilisasi YY tidak akan berkembang. Pada mola komplit
tidak ada fetus yang berkembang dari fertilisasi androgenik ini. Plasenta
berkembang menjadi hidrophobik dan hyperplasia trofoblastik, selanjutnya
menjadi mola dengan 9-20% berpeluang menjadi neoplasma. Kejadian
mola parsial meningkat dan menyebabkan kehilangan janin. Banyak aborsi
trisemester 1 dihubungkan dengan triploid dan pada kenyataannya secara
histologis menunjukkan mola parsial dan telah dikonfirmasikan dengan
menggunakan flow cytometry.(5)

5. KLASIFIKASI
Kehamilan mola secara histologis ditandai oleh abnormalitas vili
korionik yang terdiri dari proliferasi trofoblastik dan edema stroma vilus.
Meskipun biasanya menempati rongga uterus, mola kadang-kadang
berkembang sebagai kehamilan ektopik. Derajat perubahan jaringan dan
ada tidaknya elemen janin atau mudigah digunakan untuk membagi
kelainan ini sebagai komplet atau parsial.(1)
a. Mola hidatidosa parsial
Gambaran suatu kehamilan mola inkomplit atau parsial mencakup
adanya sejumlah elemen jaringan janin dan perubahan hidatiformis yang
bersifat fokal dan kurang lanjut. Terjadi pembengkakakn progresif lambat
di dalam struma vilus korion yang biasanya avascular, sementara vilus
vaskular yang memiliki sirkulasi janin-plasenta yang berfungsi tidak
terkena.(1)
Kariotipe biasanya triploid-69XXX. 69XXY atau jauh lebih jarang
69XYY. Kariotipe ini masing-masing tersusun oleh satu set kromosom
haploid ibu dan dua set kromosom haploid ayah. Hanya 3 dari 270
kehamilan mola yang merupakan tetraploid. Janin nonviable pada mola
parsial triploid biasanya mengalami malformasi multiple.(1)
Risiko penyakit trofoblastik persisten setelah mola parsial jauh
lebih rendah daripada setelah kehamilan mola komplit. Selain itu, penyakit

9
persisten jarang merupakan koriokarsinoma. Hanya 3 dari 3000 mola
parsial yang mengalami penyulit koriokarsinoma.(1)
b. Mola hidatidosa Komplit
Gambaran suatu mola hidatidosa komplet secara umum adalah vili
korionik tampak sebagai massa yang terdiri dari vesikel-vesikel jernih.
Vesikel ini memiliki ukuran bervariasi dari sulit hingga beberapa
sentimeter dan sering menggantung berkelompok pada tangkai tamping.
Secara histologis lesi biasanya memperlihatkan degenerasi hidropik dan
edema vilus; tidak adanya pembuluh darah vilus; proliferasi epitel
trofoblas dengan derajat bervariasi dan tidak adanya unsur mudigah seperti
janin dan amnion.(1)
Komposisi kromosom mola komplet biasanya diploid dan berasal
dari ayah. Sekitar 85% adalah 46 dengan kedua set kromosom berasal dari
ayah. Ovum dibuahi oleh sebuah sperma haploid yang menduplikasikan
kromosomnya sendiri setelah meiosis. Kromosom ovum tidak ada atau
inaktif. Pada mola komplet lainnya, pola kromosom mungkin 46 XY
akibat fertilisasi dispermik.(1)
Lawler dkk (1991) melaporkan 200 kehamilan mola. Dari 151
mola komplet, 128 atau 85 persen adalah diploid, 3 triploid dan 1 haploid.
Dari 49 mola parsial, 86 persen adalah triploid. Nieman dkk melakukan
pendekatan terhadap hal ini dengan cara lain. Mereka menggolongkan 162
mola sebagai diploid dan 105 sebagai triploid tanpa memandang kriteria
lain untuk mola komplet atau parsial.(1)

Gambaran mola hidatidosa komplit dan parsial


Gambaran Mola hidatidosa parsial Mola hidatidosa komplit
Kariotip Umumnya 69,XXX 46,XX atau 46,XY
atau 69,XXY
Patologi
Mudigah-janin Ada Tidak ada

10
Amnion, RBC fetus Ada Tidak ada
Edema vili Fokal, variable Difus (menyeluruh)
Trofoblastik proliferatif Fokal Difus (menyeluruh)
Inklusi stroma trofoblas Ada Tidak ada
Gambaran klinis
Diagnosis Missed abortion Molar gestasion
Ukuran uterus Lebih kecil dari usia 50% lebih besar dari usia
kehamilan kehamilan
Kista theca-lutein Jarang 25-30%
Penyakit trofoblastik 1 – 5% 15- 20%
persisten
Komplikasi Jarang Sering

6. PATOGENESIS
Pada konsepsi normal, setiap sel tubuh manusia mengandung 23 pasang
kromosom, dimana salah satu masing-masing pasangan dari ibu dan yang
lainnya dari ayah. Dalam konsepsi normal, sperma tunggal dengan 23
kromosom membuahi sel telur dengan 23 kromosom, sehingga akan dihasilkan
46 kromosom.(6)

.
Gambar Skema Konsepsi Normal

Pada mola hidatidosa parsial, dua sperma membuahi sel telur,


menciptakan 69 kromosom, dibandingkan 46 kromosom pada konsepsi normal.
Hal ini disebut triploid. Dengan materi genetik yang terlalu banyak, kehamilan
akan berkembang secara abnormal, dengan plasenta tumbuh melampaui bayi.

11
Janin dapat terbentuk pada kehamilan ini,akantetapi janin tumbuh secara
abnormal dan tidak dapat bertahan hidup.(6)

Gambar Skema Kehamilan Molahidatidosa Parsial (MHP)

Suatu mola hidatidosa komplit terjadi ketika salah satu (atau bahkan
dua) sperma membuahi sel telur yang tidak memiliki materi genetik. Bahkan
jika kromosom ayah dilipat gandakan untuk menyusun 46 kromosom, materi
genetik yang ada terlalu sedikit. Biasanya sel telur yang dibuahi mati pada saat
itu juga. Tetapi dalam kasus yang jarang sel tersebut terimplantasi pada uterus.
Jika hal itu terjadi, embrio tidak tumbuh, hanya sel trofoblas yang tumbuh
untuk mengisi rahim dengan jaringan mola.(6)

Gambar Skema Kehamilan Molahidatidosa Komplit

7. MANIFESTASI KLINIS
Pada permulaannya gejala mola hidatidosa tidak seberapa berbeda
dengan kehamilan biasa yaitu, mual, muntah, pusing dan lain-lain, hanya
saja derajat keluhannya sering lebih hebat. Selanjutnya, perkembangan
lebih pesat sehingga pada umumnya besar uterus lebih besar dari umur
kehamilan. Ada pula kasus-kasus yang uterusnya lebih kecil atau sama
besar dengan usia kehamilan walaupun jaringannya belum dikeluarkan.

12
Dalam hal ini perkembangan jaringan trofoblas tidak begitu aktif sehingga
perlu dipikirkan kemungkinan adanya jenis dying mole.(7)
Perdarahan merupakan gejala utama mola. Biasanya keluhan
perdarahan inilah yang menyebabkan mereka datang ke rumah sakit. gejala
perdarahan ini biasanya terjadi antara bulan pertama sampai bulan ketujuh
dengan rata-rata 12-14 minggu. Sifat perdarahan bisa intermitten, sedikit-
sedikit, atau sekaligus banyak sehingga menyebabkan syok atau kematian.
Karena perdarahan ini umumnya pasien masuk dalam keadaan anemia.(7)
Seperti pada kehamilan biasa, mola hidatidosa bisa disertai dengan
preklampsia hanya perbedaannya ialah bahwa preeclampsia pada mola
terjadi lebih muda daripada kehamilan biasa. Penyulit lain adalah
tirotoksikosis. Maka, Martaadisoebrata menganjurkan agar tiap kasus mola
hidatidosa dicari tanda-tanda tirotoksikosis secara akti seperti kita selalu
mencari tanda preklampsia pada tiap kehamilan biasa. Biasanya penderita
meninggal karena krisis tiroid.(7)
Penyulit lain yang mungkin terjadi ialah emboli sel trofoblas ke
paru-paru. Sebetulnya pada tiap kehamilan selalu ada migrasi sel trofoblas
ke paru-paru tanpa memberikan gejala apa-apa. Akan tetapi, pada mola
kadang-kadang jumlah sel trofoblas ini sedemikian banyak sehingga
menimbulkan emboli paru-paru akut yang bisa menyebabkan kematian.(7)
Mola hidatidosa sering disertai dengan kista lutein, baik unilateral
atau bilateral. Umumnya kista ini menghilang setelah jaringan mola
dikeluarkan, tetapi ada juga kasus dimana kista lutein baru ditemukan
stelah follow up. Kasus mola dengan kista lutein mempunyai risiko 4 kali
lebih besar untuk mendapat degenerasi keganasan dikemudian hari daripada
kasus tanpa kista.(7)

8. DIAGNOSIS
Adanya mola hidatidosa harus dicurigai bila ada perempuan
dengan amenorea, perdarahan pervaginam, uterus yang lebih besar dari
tuanya kehamilan dan tidak ditemukan tanda kehamilan pasti seperti

13
balotement dan detak jantung anak. Untuk memperkuat diagnosis dapat
dilakukan pemeriksaan kadar Human Chorionic Gonadotropin (hCG)
dalam darah atau urin baik secara bioassay, immunoassay maupun
radioassay. Peninggian hCG , terutama dihari ke-100 sangat sugestif. Bila
belum jelas dapat dilakukan pemeriksaan USG, dimana kasus mola
menunjukkan gambaran yang khas yaitu berupa badai salju (snow flake
pattern) atau gambaran seperti sarang lebah (honey comb).(7)

Gambar Snow flake pattern pada mola hidatidosa

Diagnosis yang paling tepat bila kita telah melihat keluarnya


gelembung mola. Namun, bila kita menunggu sampai gelembung mola
keluar biasanya sudah terlambbat karena pengeluaran gelembung
umumnya disertai perdarahan yang banyak dan keadaan umum pasien
menurun. Terbaik ialah bila dapat mendiagnosis mola sebelum keluar.(7)
Secara makroskopis tidak akan terlihat materi fetus meskipun
secara mikroskopis beberapa sel embrio akan terlihat. Gambaran
histologis di mikroskop menunjukkan adanya “bunch of grape”
appearance yang hanya terlihat pada trisemester kedua dan karena
cepatnya deteksi dini akan penyakit ini sehingga gambaran mikrokopis
seperti buah anggur sudah sulit ditemukan.(8)
Pada kehamilan trisemester 1 gambaran mola hidatidosa tidak
spesifik sehingga sulit dibedakan dengan missed abortion, abortus
inkomplit atau mioma uteri. Pada trisemester kedua gambaran mola

14
hidatidosa umumnya lebih spesifik. Kavum uteri berisi massa ekogenik
bercampur bagian yang anekoik vesikuler berdiameter antara 5-10 mm.
gambaran tersebut dapat dibayangkan seperti gambaran sarang lebah
(honey comb) atau badai salju. Pada 20 – 50% kasus dijumpai adanya
masa kistik multilokuler di daerah adneksa. Massa tersebut berasal dari
kista teka-lutein.(7)
Apabila jaringan mola memenuhi sebagian kavum uteri dan
sebagian berisi janin yang ukurannya relatif kecil dari umur
kehamilannya disebut sebagai molla parsialis. Umumnya janin mati
pada bulan pertama tapi ada juga yang hidup sampai cukup besar atau
bahkan aterm. Pada pemeriksaan histopatologi tampak dibeberapa
tempat vili yang edema dengan sel trofoblas yang tidak begitu
berproliferasi, sedangkan ditempat lain masih tampak vili normal.
Umumnya mola parsialis mempunyai kariotipe triploid dan jarang
menjadi ganas.(7)

9. PENATALAKSANAAN
Mola hidatidosa harus dievakuasi sesegera mungkin setelah diagnosis
ditegakkan. Bila perlu lakukan stabilisasi dahulu dengan melakukan
perbaikan keadaan umum penderita dengan mengobati beberapa kelainan
yang menyertai seperti syok hipovolemik dan/atau tirotoksikosis.(7)
Terapi mola hidatidosa terdiri dari tahap-tahap berikut yaitu:(7)
1. Perbaiki keadaan umum
Yang termasuk usaha ini misalnya pemberian tranfusi darah untuk
memperbaiki syok atau anemia dan menghilangkan atau mengurangi
penyulit seperti preeklampsia atau tirotoksikosis.
2. Pengeluaran jaringan mola
Teknik evakuasi mola hidatidosa ada 2 cara yaitu :
a. Kuretase
Setelah keadaan umum diperbaiki dilakukan vakum kuretase
tanpa pembiusan. Untuk memperbaiki kontraksi diberikan pula

15
uterotonika. Vakum kuretase dilanjutkan dengan menggunakan
sendok kuret biasa yang tumpul. Tindakan kuret cukup dilakukan
satu kali saja, asal bersih. Kuret kedua hanya dilakukan bila ada
indikasi. Sebelum tindakan kuret sebaiknya disediakan darah
untuk menjaga bila terjadi perdarahan yang banyak.
b. Histerektomi
Tindakan ini dilakukan ada perempuan yang telah cukup umur
dan cukup mempunyai anak. Alasan untuk melakukan
histerektomi ialah karena umur tua dan paritas tinggi merupakan
faktor predisposisi untuk terjadinya keganansan. Batasan yang
dipakai adalah umur 35 tahun dengan anak hidup tiga. Tidak
jarang bahwa pada sediaan histerektomi bila dilakukan
pemeriksaan histopatologik sudah tampak adanya tanda-tanda
keganasan berupa mola invasif/koriokarsinoma.
3. Pemeriksaan tindak lanjut
Hal ini perlu dilakukan mengingat adanya kemungkinan keganasan
setelah mola hidatidosa. Tes hCG harus mencapai nilai normal 8 minggu
setelah evakuasi. Lama pengawasan berkisar satu tahun. Untuk tidak
mengacaukan pemeriksaan selama periode ini pasien disarankan untuk
tidak hamil dulu dengan menggunakan kondom, diafragma atau pantang
berkala.

10. PROGNOSIS DAN FOLLOW-UP


a. Prognosis
Kematian pada mola hidatidosa disebabkan karena perdarahan, infeksi,
eklampsia, payah jantung atau tirotoksikosis. Di negara maju, kematian
mola hampir tidak ada lagi, tetapi dinegara berkembang masih cukup
tinggi yaitu berkisar 2.2% dan 5.7%. Sebagian dari pasien mola akan
segera sehat kembali setelah jaringannya dikeluarkan tetapi ada
sekelompok perempuan yang kemudian menderita degenerasi keganasan
menjadi koriokarsinoma. Persentase keganasan yang dilaporkan oleh

16
berbagai klinik sangat berbeda-beda, berkisar antara 5,56%. Bila terjadi
keganasan, maka pengelolaan secara khusus pada divisi Onkologi
Ginekologi.(7) Metastasis ke paru ditemukan pada 4-5% pasien dengan
mola hidatidosakomplit dan sangat jarang pada mola hidatidosa parsial.(9)
b. Follow-up
Bagi wanita yang kehamilan molanya sudah dikeluarkan, follow up yang
konsisten adalah suatu keharusan. Tujuan jangka panjangnya adalah untuk
memastikan resolusi sempurna penyakit trofoblastik, dengan kemoterapi
jika dibutuhkan. Dianjurkan langkah-langgkah berikut:(1)
 Cegah kehamilan selama minimal 6 bulan dengan
menggunakan kontrasepsi hormonal
 Setelah kadar basal B-HCG serum diperoleh dalam 48 jam
setelah evakuasi, kkadar dipantau setiap satu sampai dua
minggu selagi masih tinggi. Hal ini penting untuk
mendeteksi penyakit trofoblastik persisten. Bahkan jaringan
trofoblastik dalam jumlah kecil dapat dideteksi dengan
pemeriksaan ini. Kadar harus turun secara progesif ke kadar
yang tidak terdeteksi.
 Kemoterapi tidak diindikasikan selama kadar serum terus
menurun. Peningkatan kadar atau kadar yang terus
mendatar menunjukkan perlunya evaluasi untuk penyakit
trofoblastik gestasional persisten dan biasanya pengobatan.
Peningkatan menunjukkan proliferasi trofoblastik yang
kemungkinan besar ganas, kecuali jika wanita yang
bersangkutan kembali hamil.
 Jika kadar B-HCG turun ke kadar normal maka
pemeriksaan kadar ini diulang setiap bulan selama 6 bulan.
Jika tidak terdeteksi maka surveilans dapat dihentikan dan
pasien diijinkan hamil kembali.(1)
Pemantauan ketat pasca evakuasi mola sangat penting untuk
mengidentifikasi pasien berisiko keganasan. Pemeriksaan kadar HCG

17
dilakukan tiap minggu hingga diperoleh tiga kali kadar negatif,
kemudian enam kali kadar HCG normal yang diperiksa sebanyak enam
kali disertai pemeriksaan panggul. Jika kadar HCG meningkat, maka
perlu dilakukan pemeriksaan foto thoraks. Jika terapi sempurna telah
selesai ternyata masih tampak sisa tumor diparuparu maka diperlukan
pemeriksaan radiographis selama 2 tahun, untuk melihat bukti apakah
sisa tumor hilang. (10)
Pasca kehamilan dengan penyakit trofoblas gestasional, pasien
tidak dianjurkan hamil hingga kadar HCG normal selama 6 bulan. Pil
kontrasepsi kombinasi dan terapi sulih hormon aman digunakan setelah
kadar HCG menjadi normal. Setelah kehamilan mola, jika pasien
menginginkan strelisasi operatiff maka dapat dipertimbangkan
histerektomi dengan mola in situ.(10)
Indikasi pemberian kemoterapi pasca evakuasi mola:(10)
 Pola kadar HCG mengalami regresi abnormal (peningkatan kadar
HCG > 10% atau kadar HCG menetap tiga kali dalam
pemeriksaan dua minggu)
 Terjadi rebound HCG
 Diagnosis histologis koriokarsinoma atau placental site
trophoblastic tumor
 Terdapat metastasis diparu-paru, vulva dan vagina
 Kadar HCG tinggi (>20.000 miu/ml selama lebih dari empat
minggu pasca evakuasi)
 Kadar HCG meningkat secara menetap enam bulan pasca
evakuasi
Pemantauan intesif ini memiliki angka ketidak patuhan yang tinggi.
Untungnya, pengamatan-pengamatan terakhir menunjukkan bahwa
verifikasi kadar B-HCG yang tidak terdeteksi selama 6 bulan mungkin
tidak diperlukan. Sejumlah peneliti melaporkan bahwa tidak seorangpun
wanita dengan mola parsial atau komplet yang kadar B-HCG serumnya
tidak terdeteksi yang mengalami penyakit persisten.(1)

18
Gambar kadar B-HCG serum pasca evakuasi mola

Seperti diperlihatkan pada gambar diatas, waktu median untuk


masing-masing mola adalah 7 dan 9 minggu. Meskipun bukan merupakan
bagian rutin dari surveilans, pemeriksaan sonografi uterus pasca evakuasi
dapat mengungkapkan nodus atau hipervaskularitas myometrium, yang
mungkin berkaitan dengan kemungkinan timbulnya gestasional
trophoblastic neoplasia.(1)

19
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas
Nama : Ny. YL
Umur : 31 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Kristen Protestan
Status : Menikah
Alamat : Batakte
Dikirim oleh : RS Dedari
MRS : 2 Agustus 2018
No. RM : 496964

3.2 Anamnesis
Keluhan Utama
Keluar darah dari jalan lahir sejak pagi hari tanggal 2 Agustus 2018
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien merupakan rujukan dari RS. Dedari dengan diagnose abortus mola.
Pasien datang dengan keluhan keluar darah dari jalan lahir sejak pagi hari
pukul 05.00 wita tanggal 2 Agustus 2018. Darah yang keluar hanya
sedikit-sedikit tapi terjadi terus-menerus. Pasien merasa lemas akibat
perdarahan yang terjadi sehingga dibawah ke PKM Batakte lalu dirujuk ke
RS. Dedari. Pasien mengatakan bahwa saat ini ia tengah hamil anak ketiga
. Pasien mengatakan tidak haid selama 2 bulan terakhir ini. Pasien juga
mengeluhkan nyeri pada perut bagian bawah. BAB dan BAK normal.
Haid Terakhir : 12 Juni 2018
Taksiran Persalinan : 19 Maret 2019
UK : 7-8 minggu
ANC : 1 x di PKM Batakte
Riwayat Kontrasepsi : Suntik 3 tahun ( stop sejak 2016)

20
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien mengaku tidak pernah memiliki riwayat keluhan yang serupa.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Menurut pasien di keluarga pasien tidak ada yang memiliki keluhan seperti
pasien. HT (-) , DM (-), Jantung (-) , Kejang (-)
Riwayat Penyakit keganasan dalam keluarga :
Tidak diketahui
Riwayat persalinan
1. Aterm/rumah/bidan/spontan/3200/laki-laki/9 tahun/sehat
2. Aterm/PKM/bidan/spontan/3600/laki-laki/5 tahun/sehat
3. Hamil ini
3.3 Status Generalis
Keadaan Umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 110/80 mmHg
Nadi : 96 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 37,0 C
Mata : Konjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-
Jantung : S1S2 tunggal regular, Murmur (-) Gallop (-)
Paru : Vesikuler +/+, ronki -/-, wheezing -/-
Abdomen :
- Inspeksi : tampak cembung
- Palpasi : Supel, nyeri tekan (+) bagian bawah perut,
ballotement (-), TFU : ½ pusat - simphisis
- Auskultasi : Bising usus (+)
- DJJ : -
- Perkusi : timpani
Ekstremitas : akral hangat, edema (-/-)

21
3.4 Pemeriksaan Penunjang
3.4.1 Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan


Darah Rutin
Hemaglobin 13,0 g/dL 12.0 – 16.0
Jumlah eritrosit 4.66 10^6/uL 4.00 – 5.30
Hematokrit 37,8 % 35.0 – 45.0
MCV,MCH,MCHC
MCV 81,1 fL 75.0 – 91.0
MCH 27,9 Pg 25.0 – 33.0
MCHC 34,4 g/L 31.0 – 37.0
Jumlah leukosit 10,20 10^3/uL 11.0 – 16.0
Hitung Jenis
Eusinofil 2.0 % 0–4
Basofil 0.3 % 0–1
Neutrofil 66,2 % 30 – 80
Limfosit 27,0 % 20 – 60
Monosit 4.5 % 2 – 15
Trombosit 349 103 150-400
PT 9,2 Detik 10.8-14.4
APTT 28,0 Detik 26.4 – 37.6
PST Positif Negatif
Beta HCG 400000 IU/ml Negatif

3.4.2 Pemeriksaan Foto Thoraks


Thoraks pasien. Kesimpulan cardio pulmo normal tak ada kelainan
3.4.3 USG Abdomen Bawah
Gambaran vesikuler dikavum uteri. Sarang tawon (+). Janin (-)
Kesimpulan : Mola hidatidosa

22
3.5 Assesment
Mola hidatidosa
3.6 Terapi
IVFD RL 20 tpm
Amoxicilin 3 x 500 mg tab
Kalnex 3 x 500 mg
Pro Kuretase
3.7 Diagnosis pre-operasi
Mola hidatidosa
3.8 Follow up (4 Agustus 2018 )
S Tidak ada darah maupun flek darah yang keluar dari jalan lahir
O
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : CM
Tekanan darah : 120/90 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : 36,9
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik -/-
Jantung : S1S2 tunggal regular, mumur (-) gallop (-)
Paru : Vesikuler +/+, ronki -/-, wheezing -/-
Abdomen :
- Inspeksi : datar
- Palpasi : supel, nyeri tekan (-)
- Auskultasi : bising usus +
Genitalia : PPV (-)
Ekstremitas : akral hangat, edema (-/-)
A. Mola Hidatidosa Komplit
P. Pro kuretase  dijadwalkan dari poliklinik .

23
BAB IV
PEMBAHASAN

Mola hidatidosa atau disebut sebagai hamil anggur adalah kehamilan


dengan vili korionik abnormal dan berbagai tingkat proliferasi trofoblastik, edema
serta degenerasi stroma vilus. Vili korionik membentuk vesikel seperti anggur
yang menggantung dalam kelompok-kelompok dari pedikula. Dengan adanya
janin, mola diberi istilah “inkomplet”, jika janin tidak ada, mola disebut istilah
“komplit”.
Pada kasus ini pasien berusia 31 tahun MRS tanggal 2 Agustus 2018 lalu,
datang dengan keluhan keluar darah dari jalan lahir terus menerus dan pasien
merasa lemas akibat perdarahan ini. Pasien saat ini usia kehamilannya 7-8
minggu. Hal ini sesuai dengan teori dimana didapatkan bahwa gejala utama dari
mola hidatidosa adalah perdarahan dari jalan lahir pada kehamilan muda, dimana
perdarahan ini terjadi terus-menerus menyebabkan orang menjadi lemas bahkan
bisa sampai anemia.
Dari pemeriksaan fisik, hal yang penting adalah didapatkan pada
pemeriksaan abdomen bahwa tinggi fundus uterus sudah setinggi ½ pusat-
symphisis padahal kalau dihitung dari HPHT pasien baru hamil 7-8 minggu ini
sesuai dengan teori dimana didapatkan terjadi perbesaran uterus.
Dari pemeriksaan penunjang seperti foto thoraks untuk kecurigaan
keganasan dari mola tersebut dan didapatkan cardio pulmo normal berarti tidak
ada metastasis. Dari USG didapatkan adanya gambaran sarang tawon, ini menjadi
ciri khas dari molla hidatidosa. Hasil pemeriksaan ini menjadi bukti untuk
mendiagnosa pasien sebagai mola hidatidosa..
Untuk pengeluaran jaringan mola direncanakan untuk dilakukan kuretase
dan pengambilan jaringan untuk patologi anatomi. Hal ini sesuai dengan teori
dimana pada pasien mola dilakukan perbaikan keadaan umum, pengeluaran
jaringan mola dan evaluasi beta hcg..

24
DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham G. Obstetri Williams “Penyakit Trofoblastik Gestasional.”


23rd ed. Yoavita, editor. Jakarta: EGC PENERBIT BUKU
KEDOKTERAN; 2013. 271-280 p.

2. sinclair constance. Buku Saku Kebidanan “Mola Hidatidosa (Hamil


Anggur).” Meiliya E, editor. Santa Rosa, California: EGC PENERBIT
BUKU KEDOKTERAN; 102 p.

3. Cunningham G. Obstetri Willams “Implantasi, Embriogenesis dan


Perkembangan Plasenta.” 23rd ed. Yoavita, editor. Jakarta: EGC
PENERBIT BUKU KEDOKTERAN; 2013. 49 - 50 p.

4. Wirakusumah F, editor. Obstetri Fisiologi Ilmu Kesehatan Reproduksi


“Kehamilan” Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran. 2nd ed. Jakarta:
EGC PENERBIT BUKU KEDOKTERAN; 2012. 50 p.

5. Rasjidi I. Panduan Penatalaksanaan Kanker Ginekologi Berdasarkan


Evidence Base. Andriana K, editor. Jakarta: EGC PENERBIT BUKU
KEDOKTERAN; 66 p.

6. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. Mola hidatidosa.


Patofisiologi Mola Hidatidosa. chapter II.

7. Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan “Perdarahan pada kehamilan muda.” 4th


ed. Saifudin A, editor. Jakarta: PT BINA PUSTAKA SARWONO
PRAWIROHARDJO; 2008. 488 - 490 p.

8. Philip S. Chapter 15: Trophoblast disease. In Dewhurst’s Text Book of


Obstetrics & Gynecology. 7th ed. United Kingdom; 2007. 118 p.

9. Soekimin. Penyakit Trofoblast Ganas Fakultas Kedokteran Bagian Patologi


Anatomi Universitas Sumatera Utara. 2005;4.

10. Rauf S, Riu D, Sunarno I. Ilmu Kandungan. 3rd ed. Anwar M, editor.
Jakarta: PT BINA PUSTAKA SARWONO PRAWIROHARDJO; 2011.
208-211 p.

25

Anda mungkin juga menyukai