Anda di halaman 1dari 13

1.

Anatomi dan Fisiologi


a. Anatomi

b. Fisiolo
gi

Plasenta berasal dari lapisan trofoblas pada ovum yang dibuahi, lalu terhubung
dengan sirkulasi ibu untuk melakukan fungsi-fungsi yang belum dapat dilakukan oleh janin
itu sendiri selama kehidupan intra uterin. Keberhasilan janin untuk hidup tergantung atas
keutuhan dan efisiensi plasenta.
Plasenta terbentuk pada kira-kira minggu ke-8 kehamilan berasal dari bagian
konseptus yang menempel pada endometrium uteri dan tetap terikat kuat pada
endometrium sampai janin lahir. Fungsi plasenta sendiri sangat banyak, yaitu sebagai
tempat pertukaran zat dan pengambilan bahan nutrisi untuk tumbuh kembangnya janin,
sebagai alat respirasi, sebagai alat sekresi hasil metabolisme, sebagai barrier, sebagai
sumber hormonal kehamilan. Plasenta juga bekerja sebagai penghalang guna
menghindarkan mikroorganisme penyakit mencapai fetus. Kebanyakan obat-obatan juga
dapat menembus plasenta seperti morfin, barbiturat dan anestesi umum yang diberikan
kepada seorang ibu sewaktu melahirkan, dapat menekan pernafasan bayi yang baru lahir.
Plasenta merupakan salah satu sarana yang sangat penting bagi janin karena
merupakan alat pertukaran zat antara ibu dan anak dan sebaliknya, berbentuk bundar atau
hampir bundar dengan diameter 15-20 cm dan tebal lebih kurang 2,5 cm. Beratnya rata-rata
500 gram.
Letak plasenta umumnya di depan atau di belakang dinding uterus, agak ke atas ke
arah fundus uteri. Hal ini adalah fisiologis karena permukaan bagian atas korpus uteri lebih
luas sehingga lebih banyak tempat untuk melakukan implantasi. Permukaan fetal ialah
yang menghadap ke janin, warnanya keputih-putihan dan licin karena tertutup oleh
amnion, di bawah nampak pembuluh-pembuluh darah. Permukaan maternal yang
menghadap dinding rahim, berwarna merah dan terbagi-bagi oleh celah-celah/sekat-sekat
yang berasal dari jaringan ibu. Oleh sekat ini, plasenta dibagi menjadi 16-20 kotiledon.
Pada penampang sebuah plasenta,yang masih melekat pada dinding rahim nampak bahwa
plasenta terdiri dari dua bagian yaitu bagian yang dibentuk oleh jaringan anak dan bagian
yang dibentuk oleh jaringan ibu.
Bagian yang terdiri dari jaringan anak disebut piring penutup (membrana chorii),
yang dibentuk oleh amnion, pembuluh-pembuluh darah janin, chorion dan villi. Bagian
yang terbentuk dari jaringan ibu disebut piring desidua atau piring basal yang terdiri dari
desidua compacta dan sebagian dari desidua spongiosa, yang kelak ikut lepas dengan
plasenta.
Fungsi plasenta ialah mengusahakan janin tumbuh dengan baik. Salah satu fungsi
plasenta adalah untuk perfusi dan transfer nutrisi, yaitu sebagai tempat pertukaran zat dan
pengambilan bahan nutrisi untuk tumbuh dan berkembangnya janin di dalam rahim, berupa
penyaluran zat asam, asam amino, vitamin dan mineral dari ibu ke janin, dan pembuangan
karbondioksida dan sampah metabolisme janin ke peredaran darah ibu. Fungsi lain dari
plasenta adalah:
a. Nutrisi: memberikan bahan makanan pada janin
b. Ekskresi: mengalirkan keluar sisa metabolisme janin
c. Respirasi: memberikan O2 dan mengeluarkan CO2 janin
d. Endokrin: menghasilkan hormon-hormon (hCG, HPL, estrogen,progesteron, dan
sebagainya)
e. Imunologi: menyalurkan berbagai komponen antibodi ke janin
f. Farmakologi: menyalurkan obat-obatan yang mungkin diperlukan janin, yang diberikan
melalui ibu
g. Proteksi: barrier terhadap infeksi bakteri dan virus, zat-zat toksik (tetapi akhir2 ini
diragukan, karena pada kenyataannya janin sangat mudah terpapar infeksi / intoksikasi
yang dialami ibunya)
(www. akbidcipto.com)

2. Definisi
Solusio Plasenta merupakan terlepasnya plasenta yang letaknya normal pada korpus
uteri yang terlepas dari perlekatannya sebelum janin lahir. (Rukiyah & Yulianti, 2010: 199)
Abrupsio plasenta adalah terlepasnya plasenta dari tempat tertanamnya, sebelum
waktunya. (Helen, 2007: 643)
Solusio Plasenta atau pelepasan prematur plasenta, ablasio plasenta, atau perdarahan
aksidental didefinisikan sebagai pelepasan plasenta dari tempat implantasi normal sebelum
kelahiran janin. (www.obgyn-rscmfkui.com)

3. Etiologi
Solusio Plasenta hingga kini belum diketahui dengan jelas, walaupun beberapa keadaan
tertentu dapat menyertai seperti: umur ibu yang tua (>35 tahun), karena kekuatan rahim ibu
berkurang pada multiparitas; penyakit hipertensi menahun, karena peredaran darah ibu
terganggu sehingga suplay darah ke janin tidak ada; trauma abdomen, seperti terjatuh
telengkup, tendangan anak yang sedang digendong. Karena pengecilan yang tiba-tiba pada
hidramnion dan gamelli; tali pusat yang pendek, karena pergerakan janin yang banyak atau
bebas; setelah versi luar sehingga terlepasnya plasenta, karena tarikan tali pusat. (Rukiyah &
Yulianti, 2010: 201)
4. Patofisiologi
Perdarahan dapat terjadi dari pembuluh darah plasenta atau uterus yang membentuk
hematoma pada desidua, sehingga plasenta terdesak dan akhirnya terlepas. Apabila
perdarahan sedikit, hematoma yang kecil itu hanya akan mendesak jaringan plasenta,
perdarahan darah antara uterus dan plasenta belum terganggu, dan tanda serta gejala pun tidak
jelas. Kejadian baru diketahui setelah plasenta lahir, yang pada pemeriksaan didapatkan
cekungan pada permukaan maternalnya dengan bekuan darah yang berwarna kehitam-
hitaman.
Biasanya perdarahan akan berlangsung terus-menerus karena otot uterus yang telah
meregang oleh kehamilan itu tidak mampu untuk lebih berkontraksi menghentikan
perdarahannya. Akibatnya, hematoma retroplasenter akan bertambah besar, sehingga sebagian
akan menyelundup di bawah selaput ketuban keluar dari vagina atau menembus selaput
ketuban masuk ke dalam kantong ketuban atau mengadakan ekstravasasi di antara serabut-
serabut otot-otot uterus.
Apabila ekstravasasinya berlangsung hebat, maka seluruh permukaan uterus akan
berbercak biru atau ungu. Hal ini dsebut uterus couvelaire (perut terasa sangat tegang dan
nyeri). Akibat keruakan jaringan miometrium dan pembekuan retroplasenter, maka banyak
trombosit akan masuk ke dalam peredaran darah ibu, sehingga terjadi pembekuan
intravaskuler di mana-mana, yang akan menghabiskan sebagian besar fibrinogen. Akibatnya,
terjadi hipofibrinogenemi yang menyebabkan gangguan pembekuan darah tidak hanya di
uterus, akan tetapi juga pada alat-alat tubuh lainnya.
(Rukiyah & Yulianti, 2010: 201-202)

5. Tanda dan Gejala


Tanda dan gejala abrupsio plasenta bergantung pada derajat pemisahan. Sifatnya bisa
ringan disertai nyeri punggung dan kolik yang menyeluruh, dengan aktivitas uterus yang tidak
terkoordinasi diselingi relaksasi uterus. Perdarahan yang terjadi bisa tersembunyi atau nyata.
Gejala lawal abrupsio plasenta sering kali disangka sebagai tanda persalinan prematur atau
palsu. Persepsei wanita tersebut terhadap nyeri dapat melebihi proporsi yang dirasa
pemeriksa; dapat terjadi peningkatan tonus uteri di antara apa yang dirasa sebagai kontraksi,
dan wanita tersebut merasakan nyeri tekan lokal atau menyeluruh pada uterus. Pada
hipertonus klasik, karateristik rahim seperti papan dan kaku uterus hanyar terjadi pada kasus
abrupsio yang luas.
Tanda dan gejala lain bervariasi sesuai derajat pemisahan. Pada derajat rendah,
frekuensi denyut jantung janin masih normal. Peningkatan derajat pemisahan akan
menurunkan frekuensi denyut jantung janin. Pergerakan janin juga akan menurun atau hilang
sama seklai selama 12 jam, sebelum tanda dan gejala abrupsio muncul. Pada beberapa wanita,
pergerakan janin justru meningkat pada abrupsio yang luas dan perdarahan yang hebat.
Apabila seksio sesaria dapat dilakukan dengan segera, kemungkinan bayi dapat hidup.
Apabila sebaliknya, maka gerakan janin akan terhenti.
Gejela dan tanda abrupsio yang lain adalah pembesaran uterine (hanya terjadi pada
perdarahan tersembunyi) dan syok. Tingkat keparahan syok bergantung pada keparahan
abrupsio. Jangan sekali-kali berpikir bahwa jumlah kehilangan darah pada ibu dari yang
terlihat saja, sebab ada perdarahan yang tersembunyi. Pembesaran uterus pada perdarahan
yang tersembunyi dapat diketahui dengan menandai tinggi fundus uteri pada abdomen setiap
15 menit untuk mengetahui peningkatannya.
(Helen, 2007: 643)

6. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi bisa terjadi pada ibu maupun janin yang dikandungnya dengan
kriteria
a. Komplikasi pada ibu yaitu perdarahan yang dapat menimbulkan variasi turunnya tekanan
darah sampai keadaan syok, perdarahan tidak sesuai keadaan penderita anemis sampai
syok, kesadaran bervariasi dari baik sampai koma.
b. Gangguan pembekuan darah: masuknya trombosit ke dalam sirkulasi darah menyebabkan
pembekuan darah intravaskuler dan disertai hemolisis, tejadinya penurunan fibrinogen
sehingga hipofibrigen dapat mengganggu pembekuan darah.
c. Oliguria menyebabkan terjadinya sumbatan glomerulus ginjal dan dapat menimbulkan
produksi urin makin berkurang.
d. Perdarahan postpartum: pada solusio plasenta sedang sampai berat tejadi infiltrasi darah
ke otot rahim, sehingga mengganggu kontraksi dan menimbulkan perdarahan karena
atonia uteri; kegagalan pembekuan darah menambah beratnya perdarahan
e. Sementara komplikasi yang terjadi pada janin antara lain: asfiksia ringan sampai berat dan
kematian janin, karena perdarahan yang tertimbun di belakang plasenta yang mengganggu
sirkulasi dan nutrisi ke arah janin. Rintangan kejadian asfiksia sampai kematian janin
dalam rahim tegantung pada seberapa bagian plasenta telah lepas dari implantasinya di
fundus uteri.
(Rukiyah & Yulianti, 2010: 202)

7. Prognosis
Angka kematian ibu di seluruh dunia akhir-akhir ini antara 0,5% dan 5%. Sebagian besar
wanita meninggal karena perdarahan (segera atau tertunda), gagal jantung atau gagal ginjal.
Diagnosis dini dan terapi yang tepat akan menurunkan angka kematian ibu sampai 0.3%-1%.
Angka kematian janin berkisar 50% sampai 80%. Sekitar 30% janin dengan pelepasan
prematur plasenta dilahirkan cukup bulan. Pada hampir 20% pasien dengan solusio plasenta
tidak didapati adanya denyut jantung janin ketika dibawa ke rumah sakit, dan pada 20%
lainnya akan segera terlihat adanya gawat janin. Jika diperlukan transfusi ibu segera, angka
kematian janin mungkin paling sedikit 50%. Kelahiran kurang bulan terjadi pada 40%-50%
kasus pelepasan prematur plasenta. Bayi meninggal karena hipoksia, prematuritas atau trauma
persalinan. (www.obgyn-rscmfkui.com)
8. Pengkajian
a. Anamnesis: ibu mengeluh terjadi perdarahan disertai sakit yang tiba-tiba di perut untuk
menentukan tempat terlepasnya plasenta. Perdarahan pervaginam dengan berupa darah
segar dan bekuan-bekuan darah. Pergerakan anak mulai hebat kemudian terasa pelan dan
akhirnya berhenti tidak bergerak lagi). Kepala terasa pusing, lemas, muntah, pucat,
pandangan berkunang-kunang, Ibu kelihatan anemis tidak sesuai dengan banyaknya darah
yang keluar. Kadang-kadang ibu dapat menceritakan trauma.
b. Inspeksi: pasien tampak gelisah, pasien terlihat pucat, sianosis dan keringat dingin, terlihat
darah keluar pervaginam.
c. Palpasi: didapatkan hasil fundus teraba naik karena terbentuknya retroplasenta hematoma,
uterus tidak sesuai dengan kehamilan; uterus teraba tegang dan keras seperti papan disebut
uterus in bois (wooden uterus baik waktu his maupun di luar his); nyeri tekan terutama di
tempat plasenta; bagian- bagian janin sudah dikenali, karena perut (uterus) tegang.
d. Auskultasi: sulit dilakukan, karena uterus tegang. Bila denyut jantung janin terdengar
biasanya di atas 140 kali/menit, kemudian turun di bawah 100 kali/menit dan akhirnya
hilang bila plasenta yang terlepas dari sepertiganya.
e. Pada pemeriksaan dalam, teraba servik biasanya lebih terbuka atau masih tertutup. Kalau
servik sudah terbuka, maka ketuban dapat teraba menonjol dan tegang, baik sewaktu his
maupun di luar his; kalau ketuban sudah pecah dan plasenta sudah terlepas seluruhnya,
plasenta ini akan turun kebawah dan pemeriksaan disebut prolapsus plasenta.
f. Hasil pemeriksaan umum: tekanan darah semula mungkin tinggi karena pasien sebelumnya
menderita penyakit vaskuler, tetapi lambat laun turun dan pasien jatuh syok, Nadi cepat
dan kecil filiformis.
g. Pemeriksaan laboratorium: urin: protein (-) dan reduksi (-); Albumin (+) pada pemeriksaan
sedimen terdapat silider dan lekosit; darah: haemoglobin (Hb) anemi, pemeriksa golongan
darah, kalau bisa cross match tets.
h. Pemeriksaan plasenta sesudah bayi dan plasenta lahir, maka kita harus memeriksa
plasentanya. Biasanya plasenta tampak tipis dan cekung dibagian plasenta yang terlepas
(kater) dan terdapat koagulan atau darah dibelakang plasenta yang disebut hematoma
retroplasenter.
i. Pemeriksaan penunjang ultrasonografi (USG), akan dijumpai perdarahan antara plasenta
dan dinding abdomen.
(Rukiyah & Yulianti, 2010: 202-204)
9. Diagnosis Banding
a. Penyebab perdarahan nonplasenta. Biasanya tidak nyeri. Ruptur uterus dapat menyebabkan
perdarahan per vaginam tetapi, jika banyak, disertai dengan rasa nyeri, syok dan kematian
janin.
b. Penyebab perdarahan plasenta. Plasenta previa disertai perdarahan tanpa rasa nyeri dan
biasanya terdiagnosis dengan ultrasonografi.
c. Penyebab perdarahan yang tidak dapat ditentukan. Pada paling sedikit 20% kasus,
penyebab perdarahan antepartum tidak dapat ditentukan. Namun, jika masalah-masalah
serius dapat disingkirkan, perdarahan tidak terdiagnosis ini jarang berbahaya.
(www.obgyn-rscmfkui.com)

10. Penatalaksanaan
a. Tindakan darurat.
Jika terjadi defisiensi, mekanisme pembekuan harus dipulihkan sebelum melakukan
upaya apapun untuk melahirkan bayi. Berikan kriopresipitat, FFP atau darah segar.
Berikan terapi anti syok. Pantau keadaan janin terus menerus.
Pecahkan selaput ketuban, jika mungkin, terlepas dari kemungkinan cara pelahiran
yang akan dipakai.
b. Tindakan spesifik.
1) Derajat 1
Jika pasien tidak dalam persalinan, tindakan menunggu dengan pengawasan ketat
merupakan indikasi, karena pada banyak kasus perdarahan akan berhenti secara
spontan. Jika persalinan mulai terjadi, siapkan persalinan per vaginam jika tidak ada
komplikasi lebih lanjut.
2) Derajat 2
Siapkan pelahiran per vaginam jika persalinan diperkirakan akan terjadi dalam waktu
sekitar 6 jam, terutama jika janin mati. Seksio sesarea sebaiknya dilakukan jika
terdapat bukti kuat adanya gawat janin dan bayi mungkin hidup.
3) Derajat 3
Pasien selalu dalam keadaan syok, janin sudah mati, uterus tetanik dan mungkin
terdapat defek koagulasi. Setelah memperbaiki koagulopati, lahirkan per vaginam jika
dapat dikerjakan dalam waktu sekitar 6 jam. Persalinan per vaginam tampaknya paling
baik untuk pasien multipara. Jika tidak, kerjakan seksio sesarea.
c. Tindakan-Tindakan Bedah
Seksio sesarea merupakan indikasi jika persalinan diperkirakan akan berlangsung
lama (lebih dari 6 jam), jika perdarahan tidak memberi respons terhadap amniotomi dan
pemberian oksitosin encer secara hati-hati, dan jika terjadi gawat janin dini (tidak
berkepanjangan) dan janin mungkin hidup.
Histerektomi jarang diperlukan. Uterus Couvelaire sekalipun akan berkontraksi,
dan perdarahan hampir akan selalu berhenti jika defek koagulasi sudah diperbaiki.
(www.obgyn-rscmfkui.com)

11. Diagnosis Keperawatan


a. Ketidakefektifan perfusi jaringan (perifer) berhubungan dengan hipovolemia ditandai
dengan conjungtiva anemis, akral dingin, Hb turun, muka pucat, dan lemas.
b. Nyeri akut berhubungan dengan kontraksi uterus ditandai terjadi distress/ pengerasan
uterus, nyeri tekan uterus.
c. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang pengalaman ditandai dengan
mengungkapkan masalah secara verbal.

12. Intervensi
No Tujuan dan
Diagnosis Intervensi Rasional
. Kriteria Hasil
1. Ketidakefek Setelah Monitor tanda TD, frekuensi
tifan perfusi diberikan tanda vital nadi yang rendah,
jaringan askep, frekuensi RR dan
(perifer) diharapkan suhu tubuh yang
b.d. perfusi tinggi
hipovolemi jaringan pasien menunjukkan
a d.d. adekuat, gangguan
conjungtiva dengan kriteria sirkulasi darah
anemis, hasil:
akral a. Conjunc- Observasi tingkat Mengantisipasi
dingin, Hb tiva tidak pendarahan setiap terjadinya shock
turun, muka anemis 15-20 menit
pucat, dan b. Akral
lemas. hangat
c. Hb Catat intake dan Produksi urin
normal output yang kurang dari
d. Muka 30 ml/jam
tidak menunjukkan
pucat, dan penurunan fungsi
pasien ginjal
tidak Kolaborasi dalam Cairan infus
lemas. pemberian terapi isotonic dapat
infuse isotonik mengganti
volume darah
yang hilang
akibat
pendarahan
Kolaborasi dalam Transfusi darah
pemberian dapat mengganti
transfusi darah volume darah
apabila Hb rendah yang hilang
akibat
pendarahan
2. Nyeri akut Setelah Jelaskan Memberikan
b.d. diberikan penyebab nyeri informasi
kontraksi askep, pada klien mengani
uterus diharapkan penyebab nyeri
ditandai klien dapat yang dideritanya
terjadi beradaptasi akan membuat
distress/ dengan nyeri klien kooperatif
pengerasan yang dengan tindakan
uterus, dideritanya, yang akan
nyeri tekan dengan kriteria diberikan.
uterus. hasil: Ajarkan teknik Teknik relaksasi
a. Klien relaksasi distraksi distraksi
dapat pernapasan pernapasan dapat
melaku- mendorong klien
kan relaks dan
tindakan memberikan
untuk klien cara
mengu- mengatasi dan
rangi mengontrol
nyeri. tingkat nyeri
b. Klien
kooperatif
dengan Berikan posisi Posisi miring
tindakan yang nyaman mencegah
yang (miring ke kiri / penekanan pada
diberikan kanan) vena cava
Berikan teknik Meningkatkan
relaksasi masase relaksasi dan
pada perut dan meningkatkan
punggung koping dan
kontrol klien
terhadap nyeri
Libatkan suami Melibatkan suami
dan keluarga dan keluarga
dalam tindakan dapat
pengontrolan memberikan
nyeri dukungan mental
kepada klien

Kolaborasi dalam Obat analgetik


pemberian obat dapat mengurangi
analgetik nyeri yang
dirasakan klien
dengan memblok
impuls nyeri
3. Defisiensi Setelah Anjurkan klilen Mengungkapkan
pengetahua diberikan untuk perasaan tentang
n b.d. askep, mengemukakan hal-hal yang
kurang diharapkan hal-hal yang dicemaskan dan
pengalaman klien dipahaminya kurang dipahami
ditandai memahami tentang dapat mengurangi
dengan keadaannya, keadannya beban pikiran
mengung- dengan kriteria klien
kapkan hasil:
masalah a. Klien
secara melapor- Beri penjelasan Mengurangi
verbal. kan telah tentang kondisi kecemasan klien
memahai janin mengenai kondisi
tentang janinnya
keadaan-
nya Beri penjelasan Memberikan
b. Klien tentang kondisi pamahaman
tampak klien kepada klien
tenang mengenai
kondisinya
dan tidak Anjurkan Dukungan
gelisah keluarga untuk keluarga dapat
mendampingi dan memberikan rasa
memberi aman kepada
dukungan kepada klien dan
klien mengurangi
risiko stres akibat
defisiensi
pengetahuan

13. Evaluasi
a. Perfusi jaringan pasien adekuat.
b. Klien dapat mengontrol nyeri yang dideritanya.
c. Klien memahami keadaannya.

Anda mungkin juga menyukai