PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
World Health Organization (WHO) melalui World Alliance for Patient
Safety menyatakan bahwa ILO (Infeksi Luka Operasi) terjadi pada 2% hingga
5% pada pasien yang melakukan pembedahan setiap tahun, dan merupakan
25% dari jumlah infeksi yang terjadi pada fasilitas pelayanan kesehatan.
Sebuah penelitian di Australia mendapatkan bahwa angka kejadian ILO pasca
bedah sesar di Royal Darwin Hospital adalah 6,9%.2 Infeksi pada luka
operasi berpotensi menimbulkan luka terbuka (wound dehiscence). Risiko
terjadinya sepsis dan kematian pada luka operasi terbuka adalah 10 35%.
Pada suatu penelitian di RS Dr. Kariadi Semarang, didapatkan bahwa angka
kejadian luka terbuka pada pasien pasca bedah sesar adalah 1,36%. (Yadi,
2011)
Angka seksio sesarea yang mendekati 25%, telah stabil dan mulai
menunjukkkan penurunan. Target nasional Amerika Serikat pada tahun 2000,
angka ini menjadi 15%, dengan angka yang dianjurkan 12% untuk seksio
primer dan 3% untuk seksio ulangan. (Paul, 1995; Cunningham 2001)
Indikasi-indikasi utama seksio sesarea meliputi : bekas seksio sesarea
(8%), dystocia (7%), letak sungsang (4%), fetal distress (2%-3%) dan lainlain. Area-area utama penurunan harus terjadi pada katagori bekas seksio
sesarea dan dystocia.(Paul, 1995; Cunningham 2001)
Kontributor terbesar pada tingginya angka seksio sesarea terletak pada
kategori seksio ulangan. Lebih sepertiga dari semua persalinan dengan seksio
sesarea terjadi dari hasil persalinan seksio sebelumnya. Wanita-wanita ini
sering ditatalaksana sesuai diktum once a cesarean, always a cesarean.
(Paul, 1995; Cunningham 2001)
Topik-topik bekas seksio sesarea, trial of labor dan persalinan
pervaginam pada bekas seksio sesarea telah menjadi fokus pembahasan para
praktisi, dalam usaha untuk mencoba menurunkan angka seksio sesarea.
(Paul, 1995; Cunningham 2001)
1
Kepaniteraan Klinik bagian SMF Obstetri dan Ginekologi RS. Moh. Ridwan
Meuraksa dan meningkatkan pemahaman penulis maupun pembaca mengenai
penanganan wound dehiscence.
C. Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan makalah ini adalah untuk meningkatkan pemahaman
mengenai penanganan wound dehiscence sehingga dapat diterapkan dalam
menangani kasus-kasus wound dehiscence di klinik ataupun rumah sakit
sesuai kompetensi dokter umum.
terdapat
berkas-berkas
filament
yang
dinamakan
Luka Akut
Luka akut merupakan luka yang biasanya segera mendapat
penanganan dan biasanya dapat sembuh dengan baik bila tidak
terjadi komplikasi. Kriteria luka akut adalah luka baru, mendadak
dan penyembuhannya sesuai dengan waktu yang diperkirakan.
Sebagai contoh pada luka sayat, luka bakar, luka tusuk dan crush
injury. Luka operasi juga dapat dianggap sebagai luka akut yang
dibuat oleh ahli bedah. Contoh pada luka jahit dan skin grafting
(Sinaga, 2009; Yadi, 2008).
2) Luka Kronik
3)
4)
5)
6)
7)
berbagai
kegiatan
bio-seluler,
bio-kimia
terjadi
berkesinambungan.
11
12
Gambar 4.
Fase
Inflamasi
(Ismail,
2008)
b. Proliferasi
Fase proliferasi penyembuhan luka dimulai kira-kira 2-3 hari setelah
terjadinya luka, ditandai dengan munculnya fibroblast. Proses kegiatan
seluler
yang
penting
pada
fase
ini
adalah
memperbaiki
dan
beberapa
fibronectin
substansi
dan
seperti
profeoglycans
kolagen,
yang
elastin,
berperan
asam
dalam
selanjutnya
adalah
epitelisasi,
dimana
fibroblas
14
kontraksi akan lebih menonjol pada luka dengan defek luas dibandingkan
dengan defek luka minimal (Tawi, 2008; Braz et al, 2007).
Kontraksi luka adalah proses yang mendorong tepi luka bersama
untuk penutupan luka. Hal ini akan mengurangi area yang terbuka dan jika
berhasil akan menghasilkan luka yang kecil. Kontraksi luka akan sangat
menguntungkan pada penutupan luka pada area-area seperti glutea dan
trokanter, tetapi akan membahayakan pada area seperti tangan atau sekitar
leher dan wajah dimana hal ini akan menyebabkan kelainan bentuk dan
jaringan parut berlebihan. Luka operasi yang ditutup secara perprimum
memiliki respon kontraksi yang minimal. Graft kulit digunakan untuk
menurunkan kontraksi pada lokasi yang tidak diinginkan (Braz et al,
2007).
Fase proliferasi akan berakhir jika epitel dermis dan lapisan kolagen
telah terbentuk, terlihat proses kontraksi dan akan dipercepat oleh berbagai
growth factor yang dibentuk oleh makrofag dan platelet (Tawi, 2008).
15
Ketika
deposisi
kolagen
selesai,
fibroblas
sudah
mulai
mencapai
penyembuhan
yang
optimal
diperlukan
16
Penyembuhan luka kulit tanpa pertolongan dari luar seperti yang telah
diterangkan
tadi,
berjalan
secara
alami.
Penyembuhan
ini
disebut
17
18
merasa
19
20
3. Faktor teknik
Tindakan asepsis sebelum operasi dan pemberian antibiotic
profilaksis dapat berpengaruh pada penyembuhan luka pasca operasi.
Selain itu tekhnik operasi dan perawatan luka juga sangat berpengaruh
terhadap penyembuhan luka operasi (Yadi, 2005).
Sejumlah komplikasi dapat terjadi selama proses penyembuhan luka.
Komplikasi tersebut dapat disebabkan oleh proses yang mendasari, penyakit
yang diderita, kondisi gizi dan kesalahan teknik operasi atau terapi yang tidak
adekuat, antara lain:
1. Infeksi
Invasi bakteri pada luka dapat terjadi pada saat trauma, selama
pembedahan atau setelah pembedahan. Gejala muncul 2 7 hari setelah
pembedahan, antara lain adanya sekret purulent, peningkatan drainase,
nyeri, kemerahan dan bengkak di sekeliling luka, peningkatan suhu, dan
peningkatan jumlah sel darah putih (Ismail, 2008).
2. Perdarahan
Perdarahan dapat menunjukkan adanya suatu pelepasan jahitan,
adanya gangguan faktor pembekuan pada daerah jahitan, infeksi, atau erosi
dari pembuluh darah oleh benda asing (seperti drain). Tanda-tanda
hipovolemia tidak langsung terlihat saat terjadi perdarahan. Jika
perdarahan terjadi terus menerus, penambahan tekanan balutan luka steril ,
pemberian cairan dan intervensi pembedahan mungkin diperlukan (Ismail,
2008).
3. Dehiscence dan Eviscerasi
Dehiscence dan eviscerasi adalah komplikasi operasi yang paling
serius. Dehisensi adalah terbukanya lapisan luka partial atau total.
Sedangkan eviscerasi adalah keluarnya isi di bawah jahitan luka melalui
daerah irisan. Biasanya didahului oleh infeksi, selain itu sejumlah faktor
meliputi kegemukan, kurang nutrisi, multiple trauma, batuk yang
berlebihan, muntah, dan dehidrasi mempertinggi resiko terjadinya
dehisensi luka. Dehisensi luka dapat terjadi 4 5 hari setelah operasi
sebelum kolagen meluas di daerah luka (Sjamsudidajat R, 2005).
21
C. Wound Dehiscence
1. Definisi
Wound dehiscence adalah salah satu komplikasi dari proses
penyembuhan luka yang didefinisikan sebagai keadaan dimana terbukanya
kembali sebagian atau seluruhnya luka operasi. Keadaan ini sebagai akibat
kegagalan proses penyembuhan luka operasi (Baxter, 2003; Spiolitis,
2009)
2. Klasifikasi
Berdasarkan waktu terjadinya dehisensi luka operasi dapat dibagi
menjadi dua:
a. Dehisensi luka operasi dini : terjadi kurang dari 3 hari paska operasi
yang biasanya disebabkan oleh teknik atau cara penutupan dinding
perut yang tidak baik.
b. Dehisensi luka operasi lambat : terjadi kurang lebih antara 7 hari
sampai 12 hari paska operasi. Pada keadaan ini biasanya dihubungkan
dengan usia, adanya infeksi, status gizi dan faktor lainnya (\
Sjamsudidajat R,2005).
3.
Manifestasi Klinik
Dehisensi luka seringkali terjadi tanpa gejala khas, biasanya
penderita sering merasa ada jaringan dari dalam rongga abdomen yang
bergerak keluar disertai keluarnya cairan serous berwarna merah muda
dari luka operasi (85% kasus). Pada pemeriksaan didapatkan luka operasi
yang terbuka. Terdapat pula tanda-tanda infeksi umum seperti adanya rasa
nyeri, edema dan hiperemis pada daerah sekitar luka operasi, dapat pula
terjadi pus atau nanah yang keluar dari luka operasi (Sjamsudidajat
R,2005).
Biasanya dehisensi luka operasi didahului oleh infeksi yang secara
klinis terjadi pada hari keempat hingga sembilan pascaoperasi. Penderita
datang dengan klinis febris, hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan
jumlah leukosit yang sangat tinggi dan pemeriksaan jaringan di sekitar
22
b.
c. Faktor infeksi
Semua faktor yang mempengaruhi terjadinya infeksi luka
operasi akan meningkatkan terjadinya dehisensi luka operasi. Secara
klinis biasanya terjadi pada hari ke 6 - 9 paska operasi dengan gejala
suhu badan yang meningkat disertai tanda peradangan disekitar luka.
Menurut National Nosocomial Infection Surveilance System,
luka operasi dibedakan menjadi luka bersih, bersih terkontaminasi,
terkontaminasi dan kotor. Infeksi luka jahitan yang terjadi dini ditandai
dengan peningkatan temperature dan terjadinya selulitis dalam waktu
48 jam setelah penjahitan. Dehisensi luka operasi akan segera terjadi
jika infeksi tidak diatasi. Infeksi dini seringkali disebkan oleh
streptococcus B haemolyticus. Sedangkan pada infeksi lanjut
seringkali tidak disertai peningkatan temperatur dan pembentukan pus,
dan terutama disebabkan oleh Stafilococcus aureus. (Webster et al,
2003; Afzal,2008; Spioloitis et al, 2009).
5. Faktor Resiko
23
24
c.
terutama
protein
salah
satunya
akan
menyebabkan
25
karena
faktor
infeksi
sehingga
terjadi
subinvolusi,
terganggu.
Pada
kelahiran
secara
seksio
sesarea
banyak
yang
terjadi
pasca
operasi
seksio
dan
mengetahui
ketebalan
uterus.(Nanda,
1997)
26
Wound
Dehiscence
dibedakan
menjadi
27
28
29
jaringan yang
kembali
atau
nekrosis
kemudian
dilakukan
tidak diperlukan lagi atau tepi luka yang jelek dan nekrotis sehingga
konservasi rahim justru merupakan sumber infeksi. (Nanda, 1997)
30
III. KESIMPULAN
Diagnosis dehisensi SBR pada sectio caesaria tidak bisa langsung ditegakkan.
Adanya perdarahan pasca salin lambat setelah operasi seksio sesarea perlu
dipikirkan kemungkinan adanya dehisensi luka SBR. Manajemen dehisensi pada
luka operasi tergantung dari umur, parietas dan kondisi luka SBR. Histerorafi
merupakan terapi yang dianjurkan tetapi bila terdapat kesulitan dalam
penangananya, histerktomi menjadi pilihan.
Penatalaksanaan Wound Dehiscence dibedakan menjadi penatalaksanaan non
operatif atau konservatif dan penatalaksanaan operatif tergantung atas keadaan
umum penderita
31
DAFTAR PUSTAKA
dermatoloy. about.com/cs/skinanatomy/a/anatomy.html
Braz FSV, Loss AB, Japiassi AM. 2007. Wound healing and sacrring sutures. The
Federal University of Rio de Janeiro. 1-5. Diakses Agustus 2015 dari :
http://www.medstudents.com.br/cirur/cirur.htm
Cunningham
Agustus
2015
dari
http://pustaka.unpad.ac.id/wp-
content/uploads/2009/04/pencegahan_infeksi_luka_operasi.pdf
http://archsurg.jamanetwork.com/article.aspx?articleid=1032128
32
J,
Soyer
P,
Repiquet
D.
1999.Secondary
postpartum
33
34