Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Terjadinya ruptur uteri pada seorang ibu hamil atau sedang bersalin masih
merupakan suatu bahaya besar yang mengancam jiwanya dan janinnya. Kematian
ibu dan anak karena ruptur uteri masih tinggi. Insidens dan angka kematian yang
tinggi kita jumpai di negara-negara yang sedang berkembang, seperti afrika dan
asia. Angka ini sebenarnya dapat di perkecil bila ada pengertian dari para ibu dan
masyarakat. Prenatal care, pimpinan partus yang baik, di samping fasilitas
pengangkutan dari daerah-daerah perifer dan penyediann drah yag cukup juga
merupakan faktor yang penting. ( Mochtar, Rustam 1998)
Ibu-ibu yang mengalami pengangkatan rahim, biasanya merasa dirinya
tidak sempurna lagi dan perasaan takut di ceraikan oleh suaminya. Oleh karena
itu, diagnosis yang tepat serta tindakan yang itu juga penting, misalnya menguasai
teknik operasi. (Mochtar, Rustam 1998)
Beberapa laporan kasus kejadian ruptur uteri pada wanita hamil yang
diinduksi dengan misoprostol telah dilaporkan, namun hingga saat ini belum ada
penelitian-penelitian dalam skala besar yang meneliti kejadian ruptur uteri yang
berhubungan dengan induksi misoprostol. Hofmeyr dalam cochrane database
melakukan review tentang penggunaan misoprostol oral untuk induksi persalinan,
namun data kejadian ruptur uteri akibat induksi misoprostol sangat terbatas
sehingga sulit menentukan apakah penggunaan misoprostol oral dapat
meningkatkan risiko terjadinya ruptur uteri. (Hofmeyr, 2010).
Ruptur uteri di negara berkembang masih jauh lebih tinggi di bandingkan
dengan di Negara maju. Angka kejadian rupture uteri di Negara maju dilaporkan
juga semakin menurun. Sebagai contoh beberapa tahun yang lalu dari salah satu
penelitian di negara maju di laporkan kejadian rupture uteri dari 1 dalam 1.280
persalinan (1931-1950) menjadi 1 dalam 2.250 persalinan (1973-1983). Dalam
tahun 1996 kejadiannya menjadi dalam 1 dalam 15.000 persalinan. Dalam masa
yang hamper bersamaan angka tersebut untuk berbagai tempat di Indonesia
dilaporkan berkisar 1 dalam 294 persalinan sampai 1 dalam 93 persalinan.

1
Kedaruratan serius pada rupture uteri terjadi kurang dari 1% wanita dengan parut
uterus dan potensial mengancam jiwa baik bagi ibu maupun bayi. Separuh dari
semua kasus terjadi pada ibu tanpa jaringan parut uterus, terutama pada ibu
multipara.

1.1 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalahnya adalah sebagai berikut :
1. Apa pengertian dari ruptur uteri dan prolapsus?
2. Bagaimana penyebab ruptur uteri dan prolapsus?
3. Apa saja klasifikasi pada ruptur uteri dan prolapsus?
4. Apa gejala-gejala seseorang menderita ruptur uteri dan prolapsus?
5. Bagaimana ruptr uteri terjadi?
6. Apa saja pemeriksaan penunjang untuk ruptur uteri dan prolapsus?
7. Apa penatalaksaan medis yang tepat pada ruptur uteri dan prolapsus?
8. Apa penatalaksaan perawat yang tepat pada ruptur uteri dan
prolapsus?
9. Bagaimana konsep dasar askep pada ruptur uteri dan prolapsus?

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan umum:
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata
kuliah Keperawatan Maternitas

1.3.2 Tujuan Khusus


Adapun tujuan penulisannya adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengertian dari ruptur uteri dan prolapsus
2. Untuk mengetahui penyebab ruptur uteri dan prolapsus
3. Untuk mengetahui klasifikasi pada ruptur uteri dan prolapsus
4. Untuk mengetahui gejala-gejala seseorang menderita ruptur uteri dan
prolapsus
5. Untuk mengetahui bagaimana ruptr uteri terjadi

2
6. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang untuk ruptur uteri dan
prolapsus
7. Untuk mengetahui penatalaksaan medis yang tepat pada ruptur uteri
dan prolapsus
8. Untuk mengetahui penatalaksaan perawat yang tepat pada ruptur uteri
dan prolapsus
9. Untuk mengetahui konsep dasar askep pada ruptur uteri dan prolapsus

3
BAB I I
PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Ruptur uterus adalah terjadinya robekan komplet seluruh lapisan uterus non
bedah, jarang terjadi namun merupakan perlukaan kebidanan yang sangat serius,
yang terjadi pada 1 dari 2000 kehamilan. (Leonard, Deitra. 2013)
Ruptur uteri adalah robekan di dinding uterus, dapat terjadi selama periode
antenatal saat induksi, selama persalinan dan kelahiran bahkan selama stadium ke
tiga persalinan. (Leonard, Deitra. 2013)
Prolapsus tali pusat terjadi ketika tali pusat melintang di bawah bagian janin
yang dipresentasikan. Prolapsus tali pusat dapat tersembunyi pada setiap saat
selama persalinan baik selaput ketuban pecah atau tidak. (Leonard, Deitra. 2013)

2.2 Etiologi
Kematian anak mendekati 100% dan kematian ibu sekitar 30%. Secara
teori robekan rahim dapat dibagi sebagai berikut:
a. Spontan
 Karena dinding rahim lemah seperti pada luka seksio sesarea, luka
enukleasi mioma, dan hipoplasia uteri. Mungkin juga karena kuretase,
pelepasan plasenta secara manual dan sepsis pascapersalinan atau pasca
abortus
 Dinding rahim baik tetapi robekan terjadi karena bagian depan tidak
maju,misalnya pada panggul sempit atau kelainan letak.
 Campuran
b. Violent (rudapaksa)
 Karena trauma (kecelakaan) dan pertolongan versi dan ekstrasi (ekspresi
Kristeller)

4
2.3 Manifestasi Klinis
Terlebih dahulu, dan ini yang penting, adalah mengenal betul gejala dari
ruptura uteri mengancam (threatened uterine rupture) sebab dalam hal ini kita
dapat bertindak secepatnya supaya tidak terjadi ruptura uteri yang sebenarnya.
( Mochtar, Rustam 1998)
Gejala ruptur uteri mengancam (RUM)
1) Dalam tanya jawab di katakan telah di tolong/di dorong oleh dukun/bidan,
partus sudah lama berlangsung.
2) Pasien nampak gelisah, ketakutan, di sertai dengan perasaan nyeri di perut.
3) Pada setiap dag His pasien memegang perutnya dan meregang kesakitan
bahkan meminta supaya anaknya secepatnya di keluarkan.
4) Pernafasan dan denyut nadi lebih cepat dari biasanya.
5) Ada tanda dehidrasi karena partus lebih lama (prolonged labor), yaitu
mulut kerig, lidah kerig dan haus, badan panas (demam)
6) His lebih lama, lebih kuat dan lebih sering bahkan terus menerus
7) Ligamentum rotundum teraba seperti kawat listrik yang tegang, tebal dan
keras, terutama sebelah kitri atau keduanya
8) Pada waktu datang his, korpus uteri teraba keras (hipertonik) sedangkan
SBR teraba tipis dan nyeri kalau di tekan.
9) Di antara korpus dan SBR nampak lingkaran bandl sebagai lekukan
melintang yang bertambah tinggi, menunjukkan SBR yang semakin tipis
dan teregang.
Sering lingkaran bandl ini di kelirukan dengan kandung kemih yang
penuh, untuk itu di lakukan kateterisasi kandung kemih.
Dapat peregangan dan tipisnya SBR terjadi di didinding belakang
sehingga tidak dapat di periksa, misalnya terjadi pada asinklitismus
posterior atau letak tulang ubun-ubun belakang.
10) Perasaan sering mau kencing karena kandung kemih juga tertarik dan
teregang ke atas, terjadi robekan-robekan kecil pada pada kandung kemih,
maka pada kateterisasi ada hematuri.
11) Pada auskultasi terdengar denyut jantung janin tidak teratur (asfiksia)

5
12) Pada pemeriksaan dalam dapat kita jumpai tanda-tanda dari obstruksi,
seperti edema porsio, vagina, vulva, dan kaput kepala janin yang besar.
(Rustam, Mochtar, DSOG, 1998)
Gejala-gejala ruptura uteri
Bila rupura uteri yang mengancam di biarkan terus, maka suatu saat akan
terjadilah ruptura uteri. ( Mochtar, Rustam 1998)
1) Anamnesis dan inspeksi
 Pada suatu his yang kuat sekali, pasien merasa kesakitan yang luar
biasa, menjerit se olah-olah perutnya sedang di robek kemudian
jadi gelisah, takut, pucat, keluar keringat dingin sampai kolaps.
 Pernafasan jadi dangkal dan cepa, kelihatan haus
 Muntah-muntah karena perangsangan peritoneum
 Syok, nadi kecil dan cepat, teknan darah turun bahkan tak terukur
 Keluar perdarahan pervaginam yang biasanya tak begitu banyak,
lebih-lebih kalau bagian terdepan atau kepala sudah jauh turun, dan
menyumbat jalan lahir.
 Kadang-kadang ada perasaan nyeri yang menjalar ke tungkai
bawah dan di bahu.
 Kontraksi uterus biasanya hilang
 Mula-mula terdapat defans muskuler kemudian perut menjadi
kembung dan meteoritas (paralisis usus)
2) Palpasi
 Teraba krepitasi pada kulit perut yang menandakan adanya
emfisime subkutan
 Bila kepala janin belum turun, akan mudah di lepaskan dari pintu
atas panggul
 Bila janin sudah keluar dari kavum uteri, jadi berada di rongga
perut, maka teraba bagian-bagian janin langsung di bawah kulit
perut, dan di sampingnya kadang-kadang teraba uterus sebagai
suatu bola keras sebesar kepala.
 Nyeri tekan pada perut, terutama pada tempat yang robek

6
3) Auskultasi
Biasanya denyut jantung janin sulit atau tidak terdengar lagi beberapa
menit setelah ruptur, apalagi kalau plasenta juga ikut terlepas dan masuk
ke rongga perut.
4) Pemeriksaan dalam
 Kepala janin yang tadinya sudah jauh turun ke bawah, dengan
mudah dapat di dorong ke atas, dan ini di sertai keluarnya darah
pervaginam yang agak banyak.
 Kalu rongga ragim sudah kosong dapat di raba robekan pada
dinding rahim dan kalau jari atau tangan kita dapat melaui robekan
tadi, maka dapat di raba usus, omentum, dan bagian-bagian janin.
Kalau jari tangan kita yang di dalam kita temukan dengan jari luar,
maka terasa seperti di pisahkan oleh bagian yang tipis sekali dari
dinding perut, juga dapat di raba fundus uteri.
5) Kateterisasi
Hematuri yang hebat menandakan adanya robekan pada kandung kemih.
6) Catatan
 Gejala ruptur uteri inkompleta tidak sehebat kompleta.
 Ruptur uteri yang terjadi oleh karena cacat uterus biasanya tidak di
dahului oleh ruptur uteri mengancam.
 Sangat penting untuk di ingat!
Lakukanlah selalu eksplorasi yang teliti dan hati-hati sebagian
kerja rutin setelah mengerjakan suatu operative delivery, misalnya
sesudah versi ekstraksi, ekstraksi vakum atau forsep, embriotomi,
dan lain-lain.
Tanda-tanda prolapsus tali pusat: (Leonard, Deitra. 2013)
 Deselerasi bervariasi atau memanjang selama kontraksi uterus
 Ibu melaporkan merasakan tali pusat setelah selaput ketuban pecah
 Tali pusat terlihat/ terasa dalam atau menonjol dari vagina

7
2.4 Klasifikasi
 Ruptur Uteri
Menurut waktu terjadinya :
1) Ruptura uteri gravidarum
Terjadinya waktu sedang hamil, sering berlokasi pada korpus.
2) Ruptura uteri durante partum
Terjadinya waktu melahirkan anak.
Menurut lokasinya :
1) Korpus uteri
Biasanya terjadi pada rahim yang sudah pernah mengalami operasi, seperti
seksio sesarea klasik (korporal) atau miomektomi
2) Segmen bawah rahim (SBR)
Biasanya terjadi pada partus yang sulit dan lama (tidak maju). SBR ta,bah
lama tambah regang dan tipis dan akhirnya terjadilah ruptura uteri.
3) Serviks uteri
Biasanya terjadi pada waktu melakukan ekstraksi forsep atau versi
ekstraksi, sedang pembukaan belum lengkap.
4) Kolpoporeksi-kolporekai
Robekan-robekan di antara serviks dan vagina.
Menurut robeknya peritoneum :
1) Kompleta
Robekan pada dinding uterus berikut peritoneumnya (perimetrum),
sehingga terdapat hubungan langsung antara rongga perut dan rongga
uterus, dengan bahaya peritonitis.
2) Inkompleta
Robekan otot rahim tetapi pperitoneum tidak ikut robek. Perdarahan
terjadi subperitoneal dan bisa meluas sampai ke ligamentum latum.
Menurut etiologinya :
1) Ruptura uteri spontania
Menurut etiologi dapat di bagi menjadi 2 :
a) Karena dinding rahim yang lemah dan cacat, misalnya pada bekas
seksio sesarea, miomektomi, perforasi waktu kuretase, histerorafia,

8
pelepasan plasenta secara manual. Dapat juga pada graviditas pada
kornu yang rudimenter dan graviditas interstitialis, kelainan kongenital
dari uterus, seperti hipoplasia uteri dan uterus bikornus, penyakit pada
rahim, misalnya mola destruens, adenomiosis, dan lain-lain, atau pada
gemeli dan hidramnion, di mana dinding rahim tipis dan regang.
b) Karena peregangan yang luar biasa dari rahim, misalnya pada panggul
sempit atau kelainan bentuk panggul, janin besar seperti janin
penderita D.M, Hidrops fetalis, postmaturitas dan
grandemultipara.juga dapat karena kelainan kongenital dari janin :
hodrosefalus, monstrum, torakofagus, anensefalus dan shoulder
dystocia; kelainan letak janin : letak lintang dan persentasi rangkap;
atau malposisi dari kepala : letak defleksi, letak tulang ubun-ubun dan
putar paksi salah. Selain itu, karena adanya tumaor pada lahir; rigid
cervix : conglumeratio cervicis, hanging cervix, retrofleksia uteri
gravida dengan sirkulasi; grandemultipara dengan perut gantung
(pendulum); atau juga pimpinan partus yang salah.
2) Ruptura uteri violenta (traumatika), karena tindakan dan trauma lain
seperti :
 Ekstraksi forsep
 Versi dan ekstraksi
 Embriotomi
 Versi Braxton Hicks
 Sindroma tolakan (pushing syndrome)
 Manual plasenta
 Kuretase
 Ekspressi kristeller atau crede
 Pemberian pitosin tanpa indikasi dan pengawasan
 Trauma tumpul dan tajam dari luar
Menurut gejala klinis :
1) Ruptura uteri imminens (membakat = mengancam); penting untuk di
ketahui. Gejala klinis akan di bicarakan kemudian.
2) Ruptura uteri (sebenarnya)

9
2.5 Patofisiologi
Pada umumnya uterus di bagi atas 2 bagian besar : korpus uteri dan
serviks uteri. Batas keduanya di sebut ismus uteri (2-3 cm) pada rahim yang tidak
hamil. Bila kehamilan sudah kira-kira kurang lebih 20 mg, di mana ukuran janin
sudah lebih besar dari ukuran kavum uteri, maka mulailah terbentuk SBR ismus
ini. ( Mochtar, Rustam 1998)
Batas antara korpus yang kontraktil dan SBR yang pasif di sebut lingkaran dari
Bandl. Lingkaran bandl ini di anggap fisiologik bila terdapat 2-3 jari di atas
simfisis, bila meninggi maka kita harus waspada terhadap kemungkinan adanya
ruptira uteri mengancam (RUM). (Mochtar, Rustam 1998)
Ruptura uteri terutama di sebabkan oleh peregangan yang luar biasa dari uterus.
Sedangkan kalau uterus telah cacat, mudah di mengerti, karena adanya lokus
minoris resistens.
Rumus mekanisme terjadinya ruptura uteri :
R=H+O
Di mana : R = Ruptura
H = His kuat (tenaga)
O = Obbstruksi (halangan)
Pada waktu in-partu, korpus uteri mengadakan kontraksi sedang SBR tetap pasif
dan cervix menjadi lunak (effacement dan pembukaan). Bila oleh sesuatu sebab
partus tidak dapat maju (obstruksi), sedang korpus uteri berkontraksi terus dengan
hebatnya (his kuat), maka SBR yang pasif ini akan tertarik ke atas, menjadi
bertambah regang dan tipis. Lingkaran bandl ikut meninggi, sehingga suatu waktu
waktu terjadilah robekan pada SBR tadi-ruptura uteri. ( Mochtar, Rustam 1998)
Dalam hal terjadinya ruptura uteri jangan di lupakan peranan dari
anchoring apparatus untuk memfiksir uterus yaitu ligamentum rotunda,
ligamentum sacrouterina, dan jaringan parametra. ( Mochtar, Rustam 1998)

2. 6 Pemeriksaan Penunjang
1. Laparoscopy :
untuk menyikapi adanya endometriosis atau kelainan bentuk panggul /
pelvis.

10
2. Pemeriksaan laboratorium :
hapusan darah : HB dan hematokrit untuk mengetahui batas darah HB
dan nilai hematikrit untuk menjelaskan banyaknya kehilangan darah. HB
< 7 g/dl atau hematokrit < 20% dinyatakan anemia berat.
3. SDM :
untuk mengidentifikasikan tipe anemia.
4. Urinalisis :
hematuria menunjukan adanya perlukaan kandung kemih.
5. Tes prenatal :
untuk memastikan polihidramnion dan janin besar.

2.7 Pentalaksanaan Medis


Penatalaksanaan ruptur uteri perlu dilakukan dengan cepat dan
komperhensif untuk mencegah terjadi komplikasi yang bersifat fatal.
Penatalaksanaan awal adalah stabilisasi pasien, kemudian dilakukan operatif.
 Stabilisasi
Pada saat terdiagnosis ruptur uteri, stabilisasi kondisi ibu terlebih dahulu
sebelum melakukan tindakan operasi. Ketidakstabilan hemodinamik ditandai
dengan tekanan sistolik <90 mmHg atau laju nadi <50/menit. Hipovolemik
merupakan penyebab utama kematian dari pasien dengan ruptur uteri. Selain itu,
perhatikan tanda gawat janin dan anemia. Apabila anemia, persiapkan darah untuk
transfusi.
 Tindakan operasi
Tindakan operasi merupakan terapi definitif dari ruptur uteri. Pemilihan
tindakan operatif yang dilakukan tergantung pada keparahan ruptur dan klinis
masing-masing pasien. Dapat dilakukan tindakan repair ruptur hingga
histerektomi.
Repair Ruptur
Tindakan operasi berupa repair ruptur lebih dipilih terutama pada keadaan
dimana pasien masih memiliki keinginan untuk hamil lagi, low transverse uterine
rupture, robekan tidak sampai ke board ligament, serviks, atau paracolaps,
perdarahan uterus mudah dikontrol, dan tidak ada tanda keagulopati secara klinis

11
maupun laboratorium. Dilaporkan bahwa 83% pasien berespon baik dengan
tindakan repair ruptur. Namun, tindakan ini memiliki kemungkinan ruptur ulang
dengan insidensi 4,3%-19%.
Histerektomi
Tindakan histerektomi karena ruptur uteri dilaporkan sebesar 3,4/10.000
persalinan. Pada wanita dengan riwayat sectio caesarea sebelumnya, tindakan
histerektomi dilaporkan 4-13%.
Tindakan histerektomi dipilih pada keadaan dimana robekan mencapai
broad ligament atau sangat ekstensif atau jika terjadi perdarahan yang sulit
dikontrol.

2.8 Penatalaksanaan Perawat


 Prolapsus Tali Pusat
Penatalaksanaan
Pengenalan dini prolapsus tali pusat penting karena hipoksia janin yang
disebabkan oleh kompresi tali pusat memanjang ( seperti, okulasi aliran darah
menuju dan dari janin lebih dari 5 menit) biasanya mengakibatkan kerusakan
sistem saraf pusat atau kematian pada janin. Tekanan pada tali pusat dapat
dikurangi dengan cara pemeriksaan meletakkan tangnnya yang bersarung tangan
steril ke dalam vagina dan menahan bagian janin yang dipresentasikan terhadap
penekanannya pada tali pusat. Ibu juga dapat dibantu untuk melakukan posisi
seperti sims yang dimodifikasikan, trendelenburg, atau posisi menungging,
dimana gravitasi menahan tekanan dari bagian yang dipresentasikan terhadap tali
pusat. Jika serviks telah membuka lengkap, kelahiran dengan banytuan forseps
atau vakum dapat dilakukan pada janin dengan presentasi kepal; stsu kelahiran
cesar cenderung dilakukan. Pola DDJ tidak pasti, rileksasi uterus yang tidak
adekuat, dan perdarahan juga dapat terjadi sebagai akibat dari prolapsus tali pusat.
Indikasi dan intervensi prolapsus tali pusat segera terdapat dalam kotak
kedaruratan: prolapsus tali pusat. Pengkajian pada ibu dan janinnya penting utuk
menentukan efektivitas dari setiap tindakan yang dilakukan. Ibu dan keluarganya
sering kali menyadari tingkat keseriusan dan situasi ini, oleh karena itu, perawat

12
harus memberikan dukungan dengan memberikan penjelasan terhadap intevensi
yang diimplementasikan dan efeknya pada status janin.

 Ruptur Uteri
Penatalaksanaan
Prevensi adalah pengobatan yang terbaik. Ibu yang telah menagalami
kelahira cesar klasik sebelumnya disarankan untuk tidak bersalin atau mencoba
kelahiran pervaginam pada kehamilan berikutnya. Mereka yang berisiko untuk
terjadinya ruptur uteri dikaji ketat selama persalinan. Ibu yang persalinannya
diindukasi dengan oksitosin atau prostaglandin (terutama jika kelahiran
sebelumnya dengan cesar) dimonitor terhadap tanda-tanda takisistol uterus karena
kontraksi yang terjadi terlalu sering atau berlangsung terlalu lama dapat
mengakibatkan ruptur uterus. Jika takisistol terjadi, infus oksitosin dihentikan atau
dikurangi, dan pengobatan tokolitik dapat diberikan untuk mengurangi intensitas
kontraksi uterus. Setelah melahirkan, ibu dikaji terhadap terjadinya perdarahan
yang banyak, terutama jika fundus keras dan terdapat tanda-tanda syok
hemoragik.
Jika ruptur terjadi, manajemen bergantung pada tingkat keparahan. Ruptur
kecil dapat ditangani dengan laparotomi dan melahirkan bayi, memperbaiki
laserasi, serta transfusi darah jika diperlukan. Histerektomi mungkin diperlukan
jika ruputur luas dan sulit untuk ditutup atau jika ibu tidak stabil secara
hemodinamik.
Peran perawat pada situasi ini dapat meliputi memulai cairan intravena,
mentransfusi produk darah, memberikan oksigen, dan membantu dalam persiapan
operasi segera. Mendukung keluarga ibu dan memberikan informasi mengenai
pengobatan penting pada kedaruratan ini. Angka mortalitas janin terkait tinggi
(50-75%) dan angka mortalitas ibu dapat tinggi jika ibu tidak ditangani segera.
Memberikan informasi mengenai badan pendukung spiritual dan menyarankian
keluarga untuk menghubungi sistem pendukungnya sendiri dapat berguna.

13
2.9 Konsep Askep
A. Pengkajian
1. Identitas Klien
Lakukan pengkajian pada identitas pasien dan isi identitasnya yang
meliputi : Nama, jenis kelamin, suku bangsa, tanggal lahir, alamat, agama dan
tanggal pengkajian.
2. Riwayat Penyakit Sekarang:
 Nyeri abdomen dapat tiba-tiba tajam, dan seperti disayat pisau. Apabila
terjadi rupture sewaktu persalinan, konstruksi uterus yang intermitten, kuat
dpaat berhenti dengan tiba-tiba. Pasien mengeluh nyeri uterus yang
menetap
 Perdarah Pravagina dapat simptomatik karena perdarahan aktif dari
pembuluh darah yang robek
 Gejala-gejala lainnya meliputi berhentinya persalinan dan syok, yang
mana dapat di luar proporsi kehilangan darah eksterna karena perdarahan
yang tidak terlihat. Nyeri bahu dapat berkaitan dengan perdarahan
intraperitoneum.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Ruptur uteri harus selalu diantisipasi bila pasien memberikan suatu
riwayat paritas tinggi, pembedahan uterus sebelumnya, seksio sessaria,
miomektomi atau reseksi koruna.

Data Subjektif
 Nyeri abdomen dapat tiba-tiba tajam, dan seperti disayat pisau. Apabila
terjadi rupture sewaktu persalinan, konstruksi uterus yang intermitten, kuat
dpaat berhenti dengan tiba-tiba. Pasien mengeluh nyeri uterus yang
menetap
 Perdarah Pravagina dapat simptomatik karena perdarahan aktif dari
pembuluh darah yang robek

14
Data Objektif
Takikardi dan hipotensi merupakan indikasi dari kehilangan darah akut,
biasanya perdarahan eksterna dan perdarahan intra abdomen.
Pemeriksaan abdomen
Sewaktu persalinan kontur uterus yang abnormal atau perubahan kontur
uterus tiba-tiba dapat menunjukkan adanya ekstruksi janin. Fundus uteri dapat
terkontraksi dan erat dengan bagian-bagian janin yang terpalpasi dekat dinding
abdomen diatas fundus diatas funsus yang berkontraksi. Kontraksi uterus dapat
berhenti dengan mendadak dana bunyi jantung janin tiba-tiba menghilangkan.
Seawaktu atau segera melahirkan abdomen sering sangat lunak, disertsi
dengan nyeri lepas mengidintifikasikan adanya perdaraahan intraperitoneum.
Pemeriksaan Pelvis
Menjelang kelahiran, bagian presentasi mengalami regeresi dan tidak lagi
terpalpasi melalui vagina bila janin telah mengalami ektruksi ke dalam rongga
peritoneum. Perdarahan pervagina mungkin hebat.
Ruptur Uteri setelah melahirkan dikenali melalui elsplorasi manual
segmen uterus bagian bawah dan kavum uteri. Segmen uterus bagian bawah
merupakan tempat yang paling lazim dari ruptur. Apabila robekannya lengkap,
jari-jari pemeriksa dapat melalui tempat ruptur langsung ke dalam rongga
peritoneum, yang dpaat dikenali berupa:
1. Permukaan serosa uterus yang halus dan licin
2. Adanya usus dan ommentum
3. Jari-jari dan tangan dapat digerakkan dengan bebas.

Tes Laboratorium
 Hitung Darah Lengkap dan Asupan Darah
Batas dasar hemoglobin dan nilai hematokrit dapat tidak menjelaskan
banyaknya kehilangan darah
 Urinalisis:
Hematuria sering menunjukkan adanya hubungan dengan perlukaan
kandung kemih
 Golongan Darah dan Rhesus:

15
4-6 unit darah dipersiapkan untuk transfusi bila diperlukan.

B. Diagnosa Keperawatan
 Syok Hipovolemik b.d perdarahan pervagina
 Nyeri akut b.d pusing dan lemas, nyeri abdomen
 Resiko infeksi b.d robekan kecil pada kandung kemih
 Ansietas b.d urine bercampur darah

16
C. Intervensi Keperawatan

NO DIAGNOSA TUJUAN DAN KRITERIA HASIL INTERVENSI


1. Nyeri akut adalah pengalaman sensori Tujuan : Setelah dilakukan tindakan 1. Pemberian analgesik
dan emosional tidak menyenangkan keperawatan dalam waktu 1x24 jam Aktivitas-aktivitas :
berkaitan dengan kerusakan jaringan terjadi penurunan respon nyeri pada  Tentukan lokasi, karakteristik,
aktual maupun potensial atau yang klien. kualitas, dan keparahan nyeri
digambarkan sebagai kerusakan Kriteria hasil : sebelum mengobati pasien
(International Association for the Study a) Kontrol nyeri  Cek adanya riwayat alergi obat
of Pain) awitan yang tiba-tiba atau lambat  Mengenali kapan nyeri terjadi  Tentukan pilihan obat analgesik
dengan intensitas ringan hingga berat, (5) (narkotik, non narkotik, atau
dengan berakhirnya dapat diantisipasi  Menggambarkan faktor NSAID), berdasarkan tipe dan
atau diprediksi dan dengan durasi kurang penyebab (5) keparahan nyeri
dari 3 bulan.  Menggunakan tindakan  Berikan kebutuhan kenyamanan
Batasan karakteristik : pengurangan nyeri tanpa dan aktivitas lain yang dapat
 Perubahan selera makan analgesik (5) membantu relaksasi untuk
 Perubahan pada parameter fisiologis  Melaporkan perubahan terhadap memfasilitasi penurunan nyeri
 Diaforesis gejala nyeri pada profesional  Berikan analgesik sesuai waktu
paruhnya, terutama pada nyeri

17
 Perilaku distraksi kesehatan (5) yang berat
 Bukti nyeri dengan menggunakan  Melaporkan gejala yang tidak 2. Pengurangan kecemasan

standar daftar periksa nyeri untuk terkontrol pada profesional Aktivitas-aktivitas:


pasien yang tidak dapat kesehatan(5)  Gunakan pendekatan yang tenang
mengungkapkannya  Melaporkan nyeri yang dan meyakinkan
 Perilaku ekspresif terkontrol (5)  Dorong keluarga untuk

 Ekspresi wajah nyeri b) Tingkat nyeri mendampingi klien dengan cara

 Sikap tubuh melindungi  Nyeri yang diaporkan (5) yang tepat

 Putus asa  Mengerang dan menangis (5)  Ciptakan atmosfer rasa aman

 untuk meningkatkan kepercayaan


 Fokus menyempit Ekspresi nyeri wajah (5)
  Dukung penggunaan mekanisme
 Sikap melindungi area nyeri Agitasi (5)
koping yang sesuai
 Perilaku protektif  Kehilangan nafsu makan (5)
 Instruksikan klien untuk
 Laporan tentang perilaku  Mual (5)
menggunakan teknik relaksasi
nyeri/perubahan aktivitas  Intoleransi makanan (5)
 Atur penggunaan obat-obatan
 Dilatasi pupil c) Tingkat kecemasan
untuk mengurangi kecemasan
 Fokus pada diri sendiri  Perasaan gelisah (5)
secara tepat
 Keluhan tentang intensitas  Otot tegang (5)
3. Manajemen lingkungan : kenyamanan
menggunakan standar skala nyeri  Wajah tegang (5)
Aktivitas-aktivitas :

18
 Keluhan tentang karakteristik nyeri  Kesulitan berkonsentrasi (5)  Tentukan tujuan pasien dan
dengan menggunakan standar  Rasa takut yang disampaikan keluarga dalam mengelola
instrumen nyeri secara lisan (5) lingkungan dan kenyamanan yang
Faktor yang berhubungan :  Rasa cemas yang disampaikan optimal
 Agens cedera biologis secara lisan (5)  Ciptakan lingkungan yang tenang
 Agens cedera kimiawi  Peningkatan tekanan darah (5) dan mendukung
 Agens cedera fisik  Peningkatan frekuensi nadi (5)  Sediakan lingkungan yang aman
 Peningkatan frekuensi dan bersih
pernapasan (5)  Sesuaikan suhu ruangan yang
 Gangguan tidur (5) paling menyamankan individu,

 Perubahan pada pola buang air jika memungkinkan

besar (5)  Hindari gangguan yang tidak

 Perubahan pada pola makan (5) perlu dan berikan untuk waktu

d) Kepuasan klien : Manajemen nyeri istirahat

 Nyeri terkontrol (5) 4. Manajemen nyeri

 Tingkat nyeri dipantau secara Aktivitas-aktivitas :

reguler (5)  Lakukan pengkajian nyeri


komprehensif yang meliputi
 Efek samping obat terpantau (5)

19
 Memberikan pilihan-pilihan lokasi, karakteristik, durasi,
untuk manajemen nyeri (5) frekuensi, kualitas, intensitas atau
 Manajemen nyeri sesuai dengan beratnya nyeri dan faktor
keyakinan budaya (5) pencetus
 Pendekatan-pendekatan  Gunakan strategi komunikasi
preventif digunakan untuk terapeutik untuk mengetahui
manajemen nyeri (5) pengalaman nyeri dan sampaikan

 Memberikan informasi tentang penerimaan pasien terhadap nyeri

pembatasan aktivitas (5)  Gali pengetahuan dan

e) Kontrol gejala kepercayaan pasien mengenai

 Memantau munculnya gejala (5) nyeri

 Memantau lama bertahannya  Berikan informasi mengenai

gejala (5) nyeri, seperti penyebab nyeri,


berapa lama nyeri akan dirasakan,
 Memantau keparahan gejala (5)
dan antispasi dari
 Memantau frekuensi gejala (5)
ketidaknyamanan akibat prosedur
 Memantau variasi gejala (5)
 Ajarkan prinsip-prinsip
 Melakukan tindakan-tindakan
manajemen nyeri
pencegahan (5)
 Dorong pasien untuk memonitor

20
 Melakukan tindakan untuk nyeri dan menangani nyerinya
mengurangi gejala (5) dengan tepat
 Melaporkan gejala yang dapat  Dukung istirahat/tidur yang
dikontrol (5) adekuat untuk membantu
penurunan nyeri
5. Peningkatan koping
Aktivitas-aktivitas :
 Bantu pasien untuk
menyelesaikan masalah dengan
cara yang konstruktif
 Gunakan pendekan yang tenang
dan memberikan jaminan
 Berikan suasana penerimaan
 Evaluasi kemampuan pasien
dalam membuat keputusan
 Dukung kemampuan mengatasi
situasi secara berangsur-angsur
 Instrruksikan pasien untuk
menggunakan teknik relaksasi

21
sesuai dengan kebutuhan
6. Imajinasi terbimbing
Aktivitas-aktivitas :
 Gambarkan rasionalisasi,
manfaat, batasan, dan tipe dari
teknik imajinasi terbimbing yang
ada
 Diskusikan kemampuan untuk
menciptakan imajinasi mental
yang jelas dan untuk marasakan
seakan-akan hal itu memang
nyata
 Tentukan kemampuan untuk
melakukan imajinasi terbimbing
tanpa adanya perawat
 Dukung individu untuk memilih
variasi teknik imajinasi
terbimbing
 Sediakan lingkungan yang

22
nyaman tanpa interupsi, jika
memungkinkan
 Diskusikan bayangan (imajinasi)
yang menyenangkan yang pernah
dialami pasien dan membuat
rileks, misalnya berbaring di
pantai, melihat salju jatuh,
mengapung di atas rakit atau
melihat matahari terbenam
 Sarankan untuk meningkatkan
relaksasi
 Guanakan imajinasi terbimbing
sebagai salah satu strategi yang
membantu pengobatan nyeri atau
bersamaan dengan tindakan lain
dengan tepat
 Evaluasi dan dokumentasikan
respon pasien terhadap kegiatan
imajinasi terbimbing

23
7. Terapi relaksasi
Aktivitas-aktivitas :
 Gambarkan rasionalisasi dan
manfaat relaksasi serta jenis
relaksasi yang tersedia (misalnya
musik, meditasi, bernafas dengan
ritme, relaksasi rahang dan
relaksasi otot progresif)
 Ciptakan lingkungan yang tenang
dan tanpa distraksi dengan lampu
yang redup dan suhu lingkungan
yang nyaman jika memungkinkan
 Tunjukkan dan praktikan teknik
relaksasi terhadap klien
 Dorong klien untuk mengulang
praktik teknik relaksasi, jika
memungkinkan
 Dorong pengulangan teknik
praktik-praktik tertentu secara

24
berkala
 Gunakan relaksasi sebagai strategi
tambahan dengan penggunaan
obat-obatan nyeri atau sejalan
dengan terapi lainnya dengan
tepat
 Evaluasi dan dokumentasikan
respon terhadap terapi relaksasi
8. Monitor tanda-tanda vital
Aktivitas-aktivitas :
 Monitor tekanan darah, nadi,
suhu, dan status pernafasan
dengan tepat
 Monitor tekanan darah setelah
pasien minum obat jika
memungkinkan
 Monitor tekanan darah, denyut
nadi, dan pernafasan sebelum,
selama dan setelah beraktivitas

25
dengan tepat
 Monitor warna kulit, suhu, dan
kelembaban
 Identifikasi kemungkinan
penyebab perubahan tanda-tanda
vital
2. Risiko infeksi adalah rentan mengalami Tujuan : Setelah dilakukan tindakan 1. Manajemen imunisasi/vaksinasi
invasi dan multiplikasi organisme keperawatan selama 1 x 24 jam risiko Aktivitas-aktivitas :
patogenik yang dapat menganggu penyebaran infeksi dapat berkurang  Informasikan pada individu
kesehatan. Kriteria hasil : mengenai imunisasi protektif untuk
Faktor risiko : a) Keparahan infeksi melawan penyakit yang tidak
 Gangguan peristalsis  Kemerahan (5) diwajibkan oleh undang-undang
 Gangguan integritas kulit  Demam (5)  Ajarkan pada individu/keluarga
 Vaksinasi tidak adekuat  Hipotermia (5) mengenai vaksinasi yang
 Kurang pengetahuan untuk  Ketidakstabilan suhu (5) diperlukan jika ada paparan atau
menghindari pemajanan patogen  Nyeri (5) insiden khusus
 Malnutrisi  Menggigil (5)  Identifikasi teknik pemberian
 Obesitas  Gangguan kognisi yang tidak imunisasi yang tepat termasuk

26
 Merokok bisa dijelaskan (5) pemberian yang simultan
 Stasis cairan tubuh  Hilang nafsu makan (5)  Gunakan prinsip 5 benar dalam
Populasi berisiko : b) Perilaku imunisasi pemberian obat
 Terpajan pada wabah  Mengenali risiko penyakit  Catat riwayat kesehatan pasien dan
Kondisi terkait : tanpa imunisasi (5) riwayat alergi
 Perubahan pola ekskresi  Menggambarkan risiko yang  Dokumentasikan informasi
 Penyakit kronis terkait dengan imunisasi vaksinasi, sesuai SOP yang berlaku
 Penurunan kerja siliaris tertentu (5)  Identifikasi kontraindikasi
 Penurunan hemoglobin  Menggambarkan pemberian imunisasi

 Imunosupresi kontraindikasi terkait dengan 2. Kontrol infeksi

 Prosedur invasif imunisasi tertentu (5) Aktivitas-aktivitas :

 Leukopenia  Mendapatkan imunisasi yang  Bersihkan lingkungan dengan baik

 Pecah ketuban dini direkomendasikan sesuai umur setelah digunakan untuk setiap
oleh the American Academy pasien
 Pecah ketuban lambat
of Pediatrics atau United  Isolasi orang yang terkena penyakit
 Supresi respons inflamasi
States Public Health Service menular
(5)  Pertahankan teknik isolasi yang
 Melaporkan setiap efek sesuai

27
samping (5)  Batasi jumlah pengunjung
 Mengidentifikasi sumber daya  Anjurkan pasien mengenai teknik
masyarakat terkait dengan mencuci tangan dengan tepat
imunisasi (5)  Anjurkan pengunjung untuk
c) Status imunitas mencuci tangan pada saat
 Suhu tubuh (5) memasuki dan meninggalkan
 Integritas kulit (5) ruangan pasien
 Integritas mukosa (5)  Tingkatkan intake nutrisi yang
 Skrining untuk infeksi saat ini tepat
(5)  Dorong intake cairan yang sesuai
 Infeksi berulang (5)  Dorong untuk beristirahat
d) Pengetahuan : Manajemen penyakit  Berikan terapi antibiotik yang
akut sesuai
 Faktor-faktor penyebab dan  Ajarkan pasien dan anggota
faktor yang berkontribusi (5) keluarga mengenai bagaimana
 Perjalanan penyakit biasanya menghindari infeksi
(5) 3. Perlindungan infeksi
 Tanda dan gejala penyakit (5) Aktivitas-aktivitas :

28
 Tanda dan gejala komplikasi  Monitor adanya tanda dan gejala
(5) infeksi sistemik dan lokal
 Strategi untuk mencegah  Monitor kerentanan terhadap
komplikasi (5) infeksi
 Strategi untuk mengelola  Batasi jumlah pengunjung yang
kenyamanan (5) sesuai
 Efek terapi obat (5)  Skrining semua pengunjung terkait
 Efek samping obat (5) penyakit menular
 Pentingnya istirahat yang  Pertahankan asepsis untuk pasien
cukup (5) berisiko
 Modifikasi diet (5)  Pertahankan teknik-teknik isolasi
 Strategi mengatasi efek yang sesuai
samping penyakit (5)  Tingkatkan asupan nutrisi yang
e) Respon pengobatan cukup
 Efek terapeutik yang  Anjurkan asupan cairan dengan
diharapkan (5) tepat
 Perubahan gejala yang  Anjurkan istirahat
diharapkan (5)  Berikan agen imunisasi dengan

29
 Respon perilaku yang tepat
diharapkan (5)  Instruksikan pasien untuk minum
 Reaksi alergi (5) antibiotik yang diresepkan
 Interaksi pengobatan (5)  Ajarkan pasien dan anggota
 Intoleransi pengobatan (5) keluarga bagaimana cara
f) Status nutrisi : Asupan nutrisi menghindari infeksi
 Asupan kalori (5) 4. Manajemen pengobatan

 Asupan lemak (5) Aktivitas-aktivitas :

 Asupan protein (5)  Tentukan obat apa yang diperlukan

 Asupan karbohidrat (5) dan kelola menurut resep dan

 Asupan serat (5) atau/protokol

 Asupan vitamin (5)  Monitor efektifitas cara pemberian


obat yang sesuai
 Asupan mineral (5)
 Monitor pasien mengenai efek
 Asupan zat besi (5)
terapeutik obat
 Asupan kalsium (5)
 Monitor efek samping obat
 Asupan natrium (5)
 Monitor interaksi obat yang non
g) Kontrol risiko : Proses infeksi
terapeutik
 Mencari informasi terkait

30
kontrol infeksi (5)  Monitor respon terhadap
 Mengidentifikasi faktor perubahan pengobatan dengan cara
risiko infeksi (5) tepat
 Mengetahui konsekuensi  Pantau kepatuhan mengenai
terkait infeksi (5) regimen obat
 Mengidentifikasi risiko  Ajarkan pasien/keluarga mengenai
infeksi dalam aktvitas metode pemberian obat yang
sehari-hari (5) sesuai
 Mengidentifikasi tanda dan  Ajarkan pasien/keluarga mengenai
gejala infeksi (5) tindakan dan efek samping yang
 Memonitor faktor di diharapkan dari obat
lingkungan yang 5. Manajemen nutrisi
berhubungan dengan risiko Aktivitas-aktivitas :
infeksi (5)  Tentukan status gizi pasien dan
 Mempertahankan kemampuan pasien untuk
lingkungan yang bersih (5) memenuhi kebutuhan gizi
 Mengembangkan strategi  Identifikasi adanya alergi atau
efektif untuk mengontrol intoleransi makanan yang dimiliki

31
infeksi (5) pasien
 Mempraktikkan strategi  Instruksikan pasien mengenal
untuk mengontrol infeksi (5) kebutuhan nutrisi
 Memonitor perubahan status  Tentukan jumlah kalori dan jenis
kesehatan (5) nutrisi yang dibutuhkan untuk
memenuhi persyaratan gizi
 Atur diet yang diperlukan
 Ciptakan lingkungan yang
optimal pada saat mengkonsumsi
makanan
 Anjurkan pasien terkait dengan
kebutuhan diet untuk kondisi sakit
 Pastikan diet mencakup makanan
tinggi kandungan serat untuk
mencegah konstipasi
 Monitor kalori dan asupan
makanan
 Monitor kecenderungan
terjadinya penurunan dan

32
kenaikan berat badan
 Anjurkan pasien untuk memantau
kalori dan intake makanan
6. Manajemen lingkungan
Aktivitas-aktivitas :
 Ciptakan lingkungan yang aman
bagi pasien
 Singkirkan bahaya lingkungan
 Singkirkan benda-benda berbahaya
dari lingkungan
 Sediakan tempat tidur dan
lingkungan yang bersih dan
nyaman
 Sesuaikan suhu lingkungan dengan
kebutuhan pasien, jika suhu tubuh
berubah
 Manipulasi pencahayaan untuk
manfaat terapeutik

33
 Sediakan dan atur makanan ringan
yang menarik
 Batasi pengunjung
 Sediakan keluarga/orang terdekat
dengan informasi mengenai
membuat lingkungan rumah yang
aman bagi pasien
7. Pengajaran : Proses penyakit
Aktivitas-aktivitas :
 Kaji tingkat pengetahuan pasien
terkait dengan proses penyakit
yang spesifik
 Jelaskan patofisiologi penyakit dan
bagaimana hubungannya dengan
anatomi dan fisiologi sesuai
kebutuhan
 Jelaskan tanda dan gejala yang
umum dari penyakit sesuai

34
kebutuhan
 Jelaskan mengenai proses penyakit
sesuai kebutuhan
 Identifikasi kemungkinan
penyebab sesuai kebutuhan
 Berikan informasi pada pasien
mengenai kondisinya sesuai
kebutuhan
 Identifikasi perubahan kondisi fisik
pasien
 Diskusikan pilihan
terapi/penanganan
 Instruksikan pasien mengenai
tindakan untuk
mencegah/meminimalkan efek
samping penanganan dari penyakit
sesuai kebutuhan
 Edukasi pasien mengenai tindakan

35
untuk mengontrol/meminimalkan
gejala sesuai kebutuhan
8. Monitor tanda-tanda vital
Aktivitas-aktivitas :
 Monitor tekanan darah, nadi,
suhu, dan status pernafasan
dengan tepat
 Monitor tekanan darah setelah
pasien minum obat jika
memungkinkan
 Monitor tekanan darah, denyut
nadi, dan pernafasan sebelum,
selama dan setelah beraktivitas
dengan tepat
 Monitor warna kulit, suhu, dan
kelembaban
 Identifikasi kemungkinan
penyebab perubahan tanda-tanda
vital

36
3. Ansietas adalah perasaan tidak nyaman Tujuan : Pengurangan kecemasan
atau kekhawatiran yang samar disertai setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Gunakan pendekatan yang tenang
respons otono (sumber sering kali tidak selama 1x24 jam diharapkan ansietas dan meyakinkan
spesifik atau tidak diketahui oleh pada klien teratasi 2. Nyatakan dengan jelas harapan
individu); perasaan takut yang Kriteria Hasil : terhadap perilaku klien
disebabkan oleh antisipasi terhadap Tingkat kecemasan 3. Jelaskan semua prosedurtermasuk
bahaya. Hal ini merupakan isyarat  Tidak dapat beristirahat (5) sensasi yang akan dirasakan yang
kewaspadaan yang memperingatkan  Perasaan gelisah (5) mungkin akan dialami klien
individu akan adanya bahaya dan  Otot tegang (5) selama prosedur (dilakukan)
memampukan individu untuk bertindak  Wajah tegang (5) 4. Pahami situasi krisis yang terjadi
mengahdapi ancaman.  Pusing (5) dari perspektif klien
5. Berikan informasi faktual terkait
diagnosis, perawatan dan
prognosis
Terapi relaksasi
1. Gambarkan rasionalisasi dan
manfaat relaksasi serta jenis
relaksasi yang tersedia (misalnya
musik,meditasi,bernafas dengan

37
ritme, relaksasi rahang, relaksasi
otot progresif)
2. Tentukan apakah ada intervensi
relaksasi dimasa lalu yang sudah
memberikan manfaat
3. Ciptakan lingkungan yang tenang
dan tanpa distraksi dengan lampu
yang redup dan suhu lingkungan
yang nyaman, jika
memungkinkan
4. Dorong klien untuk mengambil
posisi nyaman dengan pakaian
longgar dan mata tertutup
5. Spesifikkan isi intervensi
relaksasi (misalnya, dengan
meminta saran perubahan

38
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Terjadinya ruptur uteri pada seorang ibu hamil atau sedang bersalin masih
merupakan suatu bahaya besar yang mengancam jiwanya dan janinnya. Kematian
ibu dan anak karena ruptur uteri masih tinggi. Insidens dan angka kematian yang
tinggi kita jumpai di negara-negara yang sedang berkembang, seperti afrika dan
asia. ( Mochtar, Rustam 1998)
Ruptur uterus adalah terjadinya robekan komplet seluruh lapisan uterus non
bedah, jarang terjadi namun merupakan perlukaan kebidanan yang sangat serius,
yang terjadi pada 1 dari 2000 kehamilan. (Leonard, Deitra. 2013)

3.2 Saran
Adapun saran yang dapat kami berikan adalah dengan kita telah
mengetahui apa itu penyakit ruptur uteri, kita dapat lebih menjaga lagi kesehatan
kita yaitu dengan selalu menjaga lingkungan dan kesehatan diri kita sendiri
supaya kita sebagai orang tua dan bayi kita sehat, mengingat bahwa penyakit ini
adalah penyakit yang sangat berbahaya dan angka kematiannya cukup tinggi.

39
DAFTAR PUSTAKA

Leonard, Deitra. 2013. Buku Keperawatan Maternitas. Edisi 8-buku 2. Jakarta.


Elsevier.
Mochtar, Rustam. 1998. Sinopsis Obstetri; obstretri fisiologi, obstetri patologi.
Jakarta. EGC
https://www.alomedika.com/penyakit/obstetrik-dan-ginekologi/ruptur-
uteri/.penatalaksanaan. Diakses pada tanggal 25 Mei 2019 pukul 14.00
WIB.

40

Anda mungkin juga menyukai