Skizofrenia adalah gangguan psikotik yang ditandai dengan gangguan utama dalam pikiran, emosi dan perilaku-pikiran yang terganggu, dimana berbagai pemikiran tidak saling berhubungansecara logis: persepsi dan penelitian yang keliru: afek yang datar atau tidak sesuai: dan berbagai gangguan aktivitas motorik yang tidak bizarre. Pasien skizofrenia menarik diri dari orang lain dan kenyataan, sering kali masuk ke dalam kehidupan fantasi yang penuh delusi dan halusinasi. (Gerald, 2012). Beberapa ahli mempiliki pendapat yang berbeda mengenai apa sebenarnya skizofrenia. Emil Kraepelin (1856-1926), seorang dokter kenamaan eropa, pada awalnya menyebut skizofrenia sebagai suatu sindrom “Dementia Praecox” dimana psikosis adalah bagian dari gejala “Dementia Praecox” (perubahan keterbelakangan kemampuan intelektual pada manusia muda). Kemudian, eugene Bleuler (1857-1936) mulai mengenalkan nama “skizofrenia” untuk merujuk perilaku khas yang ditunjukan oleh penderita gangguan ini. Bleuler menyatakan bahwasanya kata skizofrenia itu berasal dari kata “splitting”. Maksudnya, para penderita gangguan ini sudah berbalik dari kenyataan sebenarnya. Penderita tidak mampu untuk berinteraksi secara adekuat dengan dunia nyata. Kata inilah yang akhirnya disalah artikan oleh masyarakat , dimana gejala-gejla yang ditunjukkan oleh penderita skizofrenia dianggap sebagai suatu masalah kepribadian dan penderita skizofrenia dianggap sebagai pribadi ganda (Carson, 2000 dalam Tumanggor, 2018). Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas), 1-2 orang dari 1.000 warga Indonesia mengalami gangguan kejiwaan berat. Jumlah itu termasuk di dalamnya penderita skizofrenia. (Kemenkes,2018). Skizofrenia adalah gangguan mental kronis dan parah yang menyerang 20 juta orang di seluruh dunia. Skizofrenia ditandai oleh distorsi dalam berpikir, persepsi, emosi, Bahasa, rasa diri dan perilaku. Pengalaman umum termasuk halusinasi (mendengar suara atau melihat hal-hal yang tidak ada disana) dan delusi ( keyakinan tetap, salah). Pada data laporan Dinas Kesehatan Bondowoso menyebutkan pasien yang mengalami skizofrenia pada 2019 tertinggi berada di kecamatan Nangkaan yaitu sejumlah 136 sedangkan jumalah terendah berada di kecamatan Taman Krocok dan Sempol yang sejumlah 13 orang dan total dari keseluruhan ODGJ di kabupaten Bondowoso mencapai 1285 orang (Dinas Kesehatan Kabupaten Bondowoso,2019). Data dari salah satu desa binaan di Puskesmas Tegalampel juga menyebutkan bahwa kunjungan pasien skizofrenia yaitu sebanyak 6 orang kemudian meningkat menjadi 8 orang (Puskesmas Tegalampel, 2019) Kesiapan meningkatkan proses keluarga yakni suatu pola fungsi keluarga untuk mendukung kesejahteraan anggota keluarga, dan dapat ditingkatkan (Herdman, 2018). Peningkatan jumlah pasien skizofrenia akan berdampak pada keluarga. Hal ini didukung dari hasil penelitian (Hasanah, dkk 2018) yang membuktikan bahwa terdapat hubungan yang dapat signifikan antara gejala yang ditimbulkan pasien skizofrenia dengan beban yang dialami keluarga (Liyanovitasari, dkk., 2017). Muncunyal gejala tersebut memerlukan tanggung jawab untuk dilakukannya perawatan yang baik dalam bentuk fisik dan emosional oleh keluarga pasien skizofrenia. Tanggung jawab ini akan menimbulkan tekanan dan beban yang berbeda dengan keluarga lain pada umunya (Nainggolan & Hidajat, 2013 dalam Afriyeni & Sartana, 2016). Beban fisik berupa beban finansial yang berhubungan dengan biaya perawatan, sedangkan beban psikis atau mental yaitu beban dalam menghadapi perilaku pasien yang aneh dan mengganggu serta bagaimana cara menyembuhkannya, dan bebas sosial berupa beban dalam menghadapi pandangan buruk (stigma) dari masyarakat tentang anggota keluarganya yang mengalami skizofrenia (Darwin, Hadisukanto, & Elvira 2013). Melihat Latar Belakang tersebut maka penulis tertarik untuk mengangkat masalah ini dalam membuat Karya Tulis Ilmiah dengan judul “ Studi kasus Asuhan keperawatan Jiwa Pada Keluarga yang mengalami Skizofrenia dengan diagnose keperawatan Kesiapan meningkatkan proses keluarga” 1.2 Batasan Masalah Batasan maslaah pada penelitian adalah Asuhan keperawatan Jiwa Pada Keluarga yang mengalami Skizofrenia dengan diagnose keperawatan Kesiapan meningkatkan proses keluarga.
1.3 Rumusan Msalah
“Bagaimana Asuhan keperawatan Jiwa Pada Keluarga yang mengalami Skizofrenia dengan diagnose keperawatan Kesiapan meningkatkan proses keluarga?”.
1.4 Tujuan Masalah
1.4.1 Tujuan Umum Melaksanakan Asuhan keperawatan Jiwa Pada Keluarga yang mengalami Skizofrenia dengan diagnose keperawatan Kesiapan meningkatkan proses keluarga. 1.4.2 Tujuan Khusus 1) Melakukan pengkajian keperawatan Pada Keluarga yang mengalami Skizofrenia dengan diagnose keperawatan Kesiapan meningkatkan proses keluarga” 2) Merumuskan diagnose keperawatan pada keluarga yang mengalami Skizofrenia dengan diagnose keperawatan Kesiapan meningkatkan proses keluarga” 3) Menyusun intervensi keperawatan pada keluarga yang mengalami Skizofrenia dengan diagnose keperawatan Kesiapan meningkatkan proses keluarga” 4) Melaksanakan tindakan keperawatan pada keluarga yang mengalami Skizofrenia dengan diagnose keperawatan Kesiapan meningkatkan proses keluarga” 5) Melakukan evaluasi keperawatan pada keluarga yang mengalami Skizofrenia dengan diagnose keperawatan Kesiapan meningkatkan proses keluarga”
1.5 Manfaat Penulisan
1.5.1 Manfaat Teoritis Penelitian ini bermanfaat untuk pengembangan pengetahuan khususnya pada keperawatan jiwa yang mengalami Skizofrenia dengan diagnose keperawatan Kesiapan Meningkatkan Proses Keluarga. 1.5.2 Manfaat Praktis 1) Bagi Pendidikan Menambah pustaka untuk memenuhi jumlah bahan bacaan diperpustakaan dan juga sebagai referensi bagi mahasiswa dalam melakukan penelitian atau asuhan keperawatan selanjutnya. 2) Bagi klien dan keluarga Sebagai salah satu wujud pemberian pelayanan kesehatan pada klien serta dapat meningkatkan pengetahuan klien mengenai Gangguan Jiwa dengan Diagnosa Keperawatan Kesiapan MEningkatkan Proses Keluarga